SKRIPSI
ANALISIS DETERMINAN PEMBAYARAN NONTUNAI (NON CASH
PAYMENT) DI BANK ACEH SYARIAH (STUDI KASUS
:
KOTA BIREUEN)OLEH
Rika Mahlia 110501063
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
ANALISIS DETERMINAN PEMBAYARAN NONTUNAI (NON CASH PAYMENT) DI BANK ACEH SYARIAH (STUDI KASUS
:
KOTABIREUEN)
Perkembangan teknologi informasi dan inovasi sistem pembayaran mengarah pada penggunaan alat pembayaran yang makin efisien, aman, nyaman dan cepat. Keberhasilan sistem pembayaran akan menunjang perkembangan sistem keuangan dan perbankan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi masyarakat Kota Bireuen untuk menggunakan alat pembayaran nontunai.
Penelitian ini menggunakan suatu metode analisis deskriptif melalui pengumpulan data primer berupa kuesioner dengan model skala likert, kuesioner yang disebarkan kepada nasabah Bank Aceh Syariah dengan pengambilan sampel sebanyak 100 orang. Sebelum hasil kuesioner di analisis, dilakukan suatu uji validitas dan realiabilitas dan analisis faktor dengan menggunakan program komputer SPSS 21.
Hasil analisis yang diperoleh dari hasil penelitian menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Kota Bireuen untuk menggunakan alat pembayaran nontunai yang digunakan oleh peneliti adalah social demografis, finansial, teknologi dan sisi penawaran, dan faktor yang paling mempengaruhi responden terhadap penggunaan alat pembayaran nontunai adalah faktor teknologi.
ABSTRACT
DETERMINANTS OF NON-CASH PAYMENTS ANALYSIS ON BANK ACEH SYARIAH: CASE STUDY OF BIREUEN
The dynamic advances in information and communication technology and innovations in payment systems have ushered in highly secure, efficient, comfortable and faster of using payment instruments. The success of payment system support the development of the financial and banking system.
This research is aimed to investigate factors influencing the usage of
non-cash payment instruments by the Bireuen society
This research used a descriptive analysis method by collecting the primary data using Likert scale model survey questionnaires. The questionnaires was
distributed among customers of Bank Aceh Syariah and was carried out on a
sample of 100 customers. The test of validation and reliability, analyzing factors
using SPSS 21 computer program were conducted before analyzing the results of
the questionnaires.
The results demonstrate factors influencing the usage of non-cash payment
instruments by the Bireuen society are social demographics, financial, technology
and supply-side,and the most influential factor is technological factor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Kuasa,
dimana atas segala nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan Skripsi guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
dengan judul “Analisis Determinan Pembayaran Nontunai (Non Cash Payment) di
Bank Aceh Syariah (Studi Kasus Kota Bireuen)”.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan baik moril maupun materil,
yaitu kepada:
1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Muhammad Yusuf dan Ibunda
Nurlaila, atas semangat dan dukungan, serta kakak dan adik-adik penulis
yang selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam setiap proses
penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, SE., M.Ec., Ak., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE.,M.Ec., selaku Ketua Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si., selaku Sekretaris
Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Irsyad Lubis, SE., M.Soc.Sc., Ph.D., selaku Ketua Program Studi
dan Bapak Paidi Hidayat, SE., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Haroni Doli Hamoraon, SE., M.Si., selaku dosen pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktunya dan memberi masukan dari awal
sehingga terselesaikannya skripsi ini.
6. Bapak Drs. Rachmad Sumanjaya HSB., M.Si dan Bapak Dr. Rujiman, SE.,
MA, selaku dosen pembaca dan penilai yang telah meluangkan waktunya
dan memberi masukan terhadap skripsi ini.
7. Seluruh Staf pengajar dan Staf pegawai Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara, terutama Departemen Ekonomi Pembangunan.
8. Bapak Pimpinan dan seluruh Karyawan Bank Aceh Syariah Cabang
Pembantu Bireuen.
9. Kepada segenap keluarga, sahabat-sahabat terdekat saya dan teman-teman
stambuk 2011 Ekonomi Pembangunan yang juga memberikan semangat,
doa dan dukungannya kepada penulis.
10.Seluruh responden masyarakat Kabupaten Bireuen yang telah memberikan
waktu dan informasi kepada penulis, serta semua pihak yang terlibat dalam
setiap penulisan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian dalam skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, April 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank ... 10
2.1.1 Pengertian Bank ... 10
2.1.2 Tujuan Dan Fungsi Bank ... 10
2.2 Berdirinya Bank Syariah ... 11
2.2.1 Sejarah Berdirinya Bank Syariah ... 11
2.2.2 Sejarah Bank Aceh Syariah ... 12
2.3 Sistem Pembayaran ... 13
2.3.1 Pengertian Sistem Pembayaran ... 13
2.3.2 Komponen Sistem Pembayaran ... 13
2.3.3 Perkembangan Sistem Pembayaran ... 15
2.4 Instrumen/Alat Pembayaran ... 17
2.4.1 Instumen Pembayaran Nontunai ... 18
2.4.2 Hukum Kartu Kredit dan ATM ... 21
2.4.3 Sistem Kerja Kartu Plastik ... 22
2.5 Kebijakan Moneter ... 23
2.5.1 Dasar Hukum APMK dan Uang Elektronik ... 24
2.5.2 Syarat-Syarat Sahnya Syariah Card ... 25
2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Dalam Menggunakan Instrumen Nontunai ... 26
2.7 Penelitian Terdahulu ... 26
2.8 Kerangka Konseptual ... 27
BAB III METODOLOGI PENELETIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 30
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 30
3.3 Definisi Operasional ... 30
3.4 Populasi dan Sampel ... 31
3.4.2 Sampel ... 31
3.5 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 32
3.5.1 Jenis Data ... 32
3.5.2 Metode Pengumpulan data ... 32
3.6 Teknik Analisis Data ... 33
3.6.1 Alat Analisis Data ... 34
3.6.2 Metode Analisis Data ... 34
3.6.2.1 Statistik Deskriptif ... 34
3.6.2.2 Uji Validitas ... 35
3.6.2.3 Uji Realibilitas ... 35
3.6.2.4 Analisis Faktor ... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bireuen ... 37
4.2 Gambaran Umum Bank Aceh Syariah... 37
4.3 Karakteristik Responden ... 41
4.3.1 Usia ... 41
4.3.7 Lama Menjadi Nasabah Di Bank Aceh Syariah ... 47
4.3.8 Jenis Alat Pembayaran Nontunai Yang Digunakan Dari Produk Bank Aceh Syariah ... 48
4.4 Uji Validitas dan Realibilitas ... 49
4.5 Analisis Faktor ... 51
4.6 Hasil Analisis Data ... 54
4.6.1 Faktor Sosial Demografis ... 54
4.6.2 Faktor Finansial ... 56
4.6.3 Faktor Teknologi ... 58
4.6.4 Faktor Sisi Penawaran ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 63
5.2 Saran ... 64
DAFTAR TABEL
No Tabel Judul Halaman
1.1 Jumlah M1 dan M2 (Dalam Triliun) ... 6
2.1 Perbedaan Cek dan Bilyet ... 20
4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Bireuen Perkecamatan ... 37
4.2 Hasil Uji Validitas dan Uji Reabilitas ... 50
4.3 Output KMO dan Bartlett’s Test ... 51
4.4 Output Anti-Image Matrices ... 53
4.5 Faktor Kebudayaan Mempengaruhi Keinginan Untuk Menggunakan Transaksi Nontunai ... 54
4.6 Tingginya Pendidikan Mempengaruhi Untuk Bertransaksi Nontunai ... 54
4.7 Pekerjaan Menentukan Untuk Menggunakan Alat Pembayaran Nontunai ... 55
4.8 Jumlah Anggota Keluarga ... 56
4.9 Besarnya Jumlah Pendapatan Mempengaruhi Untuk Menggunakan Alat Pembayaran Nontunai ... 56
4.10 Terkontrolnya Keuangan... 57
4.11 Proses Pembayaran Yang Lebih Cepat, Praktis/Mudah, Aman, Nyaman dan Membantu Dalam Transaksi... 58
4.12 Dapat Menggunakan Mobile Phone, Internet, Komputer Dll... 58
4.13 Dapat Menghemat Biaya... 59
4.14 Daerah Tempat Tinggal ... 60
4.15 Tersedianya Failitas ATM dan Terminal POS (Point Off Sale) .. 61
4.16 Kepadatan Penduduk ... 61
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Judul Halaman
2.1 Sistem Kerja Kartu Plastik ... 23
2.2 Kerangka Konseptual ... 29
4.1 Logo Bank Aceh... . 39
4.2 Letak Logo Bank Aceh... . 40
4.3 Jumlah Responden Berdasarkan Usia ... 42
4.4 Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43
4.5 Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 44
4.6 Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 45
4.7 Jumlah Responden Berdasarkan Pendapatan ... 46
4.8 Jumlah Responden Berdasarkan Pengeluaran ... 47
4.9 Jumlah Responden Berdasarkan Lama Menjadi Nasabah Di Bank Aceh Syariah ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 69
2 Distribusi Jawaban Responden ... 73
3 Output Uji Validitas dan Realibilitas melalui SPSS 21 ... 77
ABSTRAK
ANALISIS DETERMINAN PEMBAYARAN NONTUNAI (NON CASH PAYMENT) DI BANK ACEH SYARIAH (STUDI KASUS
:
KOTABIREUEN)
Perkembangan teknologi informasi dan inovasi sistem pembayaran mengarah pada penggunaan alat pembayaran yang makin efisien, aman, nyaman dan cepat. Keberhasilan sistem pembayaran akan menunjang perkembangan sistem keuangan dan perbankan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi masyarakat Kota Bireuen untuk menggunakan alat pembayaran nontunai.
Penelitian ini menggunakan suatu metode analisis deskriptif melalui pengumpulan data primer berupa kuesioner dengan model skala likert, kuesioner yang disebarkan kepada nasabah Bank Aceh Syariah dengan pengambilan sampel sebanyak 100 orang. Sebelum hasil kuesioner di analisis, dilakukan suatu uji validitas dan realiabilitas dan analisis faktor dengan menggunakan program komputer SPSS 21.
Hasil analisis yang diperoleh dari hasil penelitian menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Kota Bireuen untuk menggunakan alat pembayaran nontunai yang digunakan oleh peneliti adalah social demografis, finansial, teknologi dan sisi penawaran, dan faktor yang paling mempengaruhi responden terhadap penggunaan alat pembayaran nontunai adalah faktor teknologi.
ABSTRACT
DETERMINANTS OF NON-CASH PAYMENTS ANALYSIS ON BANK ACEH SYARIAH: CASE STUDY OF BIREUEN
The dynamic advances in information and communication technology and innovations in payment systems have ushered in highly secure, efficient, comfortable and faster of using payment instruments. The success of payment system support the development of the financial and banking system.
This research is aimed to investigate factors influencing the usage of
non-cash payment instruments by the Bireuen society
This research used a descriptive analysis method by collecting the primary data using Likert scale model survey questionnaires. The questionnaires was
distributed among customers of Bank Aceh Syariah and was carried out on a
sample of 100 customers. The test of validation and reliability, analyzing factors
using SPSS 21 computer program were conducted before analyzing the results of
the questionnaires.
The results demonstrate factors influencing the usage of non-cash payment
instruments by the Bireuen society are social demographics, financial, technology
and supply-side,and the most influential factor is technological factor.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang pesat, pola dan sistem
pembayaran dalam transaksi ekonomi terus mengalami perubahan. Kemajuan
teknologi dalam sistem pembayaran menggeser peranan uang tunai (currency)
sebagai alat pembayaran ke dalam bentuk pembayaran non tunai yang lebih
efisien dan ekonomis. Pembayaran nontunai umumnya dilakukan tidak dengan
menggunakan uang sebagai alat pembayaran melainkan dengan cara transfer
antar bank ataupun transfer intra bank melalui jaringan internal bank sendiri.
Selain itu pembayaran nontunai juga dapat dilakukan dengan menggunakan
kartu sebagai alat pembayaran, misalnya dengan menggunakan kartu ATM,
kartu debit, dan kartu kredit (Pramono, et al, 2006).
Bank Indonesia menyadari keuntungan yang diperoleh negara ketika sistem
pembayaran diarahkan ke pembayaran nontunai. Penggunaan transaksi
nontunai dapat mengurangi biaya moneter pencetakan dan peredaran uang
kertas. Perkembangan transaksi pembayaran menuju cash-less society
merupakan arah perubahan yang tidak bisa dihindari. Perkembangan teknologi
informasi dan inovasi sistem pembayaran mengarah pada penggunaan alat
pembayaran yang makin efisien, aman, nyaman dan cepat. Inovasi itu tidak
saja pada berkembangnya penggunaan instrumen pembayaran berbasis kertas
(paper based), penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (card
disertai dengan makin cepatnya proses penyelesaian setelmennya (Sitorus,
2006: 19).
Sistem pembayaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
keuangan dan perbankan suatu negara. Keberhasilan sistem pembayaran akan
menunjang perkembangan sistem keuangan dan perbankan, sebaliknya resiko
ketidak lancaran atau kegagalan sistem pembayaran akan berdampak negatif
pada kestabilan ekonomi secara keseluruhan. Berkenaan dengan permasalahan
tersebut, maka sistem pembayaran perlu diatur dan dijaga keamanan serta
kelancaran oleh suatu lembaga, dan umumnya dilakukan oleh bank sentral
(Subari, 2003).
Pada awal mula, PBI dan SE BI menggolongkan kartu ATM, kartu debit,
kartu kredit, dan kartu prabayar (uang elektronik) dalam satu kategori yaitu
alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK). Namun, sejak
pemberlakuan PBI Nomor 11/11/PBI/2009 dan PBI Nomor 11/12/PBI/2009,
terjadi perubahan dimana produk kartu ATM, kartu debit dan kartu kredit
digolongkan sebagai APMK, sedangkan kartu prabayar digolongkan sebagai
uang elektronik (Serfianto, et al, 2012).
Dari sisi pengaturan, BI juga telah menerbitkan peraturan mengenai Uang
Elektronik melalui Layanan Keuangan Digital, yang memberikan kepastian
hukum dan aspek perlindungan konsumen. Bank Indonesia sendiri terus
mendorong perluasan penggunaan transaksi non tunai melalui sosialisasi dan
sehari-hari secara non tunai. Uang elektronik ini menjadi entry point pengenalan
produk formal keuangan, baik sebagai sarana penyimpanan, transfer,
pembayaran tagihan dan sebagainya. Hal ini akan dapat menjadi budaya
menabung dikemudian hari meskipun dengan jumlah kecil
Dalam kajian BI mengenai e-money, Siti Hadayati, et al (2006) menilai bahwa
penerbitan e-money dinilai sebagai salah satu faktor yang dapat merubah
fungsi permintaan uang dan selanjutnya dapat menurunkan rata-rata jumlah
uang tunai (average money holdings) yang dipegang oleh masyarakat.
Penurunan average money holdings ini mengakibatkan meningkatnya velocity
of money atau semakin tingginya sirkulasi uang dalam perekonomian.
Menurut Robert Reich (2014) bahwa akan tiba masanya era transaksi tunai
atau cash akan berakhir, meski ia tidak tahu secara pasti kapan masa itu akan
tiba. Keyakinan itu didasarkan pada gaya hidup masyarakat Amerika yang kini
lebih banyak melakukan transaksi nontunai (bisniskeuangan.kompas.com).
Pada tanggal 14 Agustus 2014 BI, Agus D.W. Martowardojo mencanangkan
GNNT di Jakarta.Gerakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat, pelaku bisnis dan juga lembaga pemerintah untuk menggunakan
sarana pembayaran non tunai dalam melakukan transaksi keuangan secara
Dalam perkembangannya, beberapa negara telah menemukan dan
menggunakan produk pembayaran elektronik yang dikenal sebagai Electronic
Money (e-money), pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan e-money
tidak selalu memerlukan proses otorisasi dan keterkaitan secara langsung
dengan rekening nasabah di bank, hal ini dapat terjadi karena e-money
merupakan produk stored value dimana sejumlah nilai dana tertentu (monetary
value) telah terekam (tersimpan) dalam alat pembayaran yang digunakan
tersebut (Ibid).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung menyebutkan,
salah satu indikator sebuah negara disebut maju adalah jika masyarakatnya
lebih banyak melakuka
mengurangi beban bank sentral dalam mencetak uang dan mengendalikan
peredaran uang tunai di masyarakat
Berdasarkan catatan MasterCard Advisors yang mengeluarkan laporan global
terbaru tahun ini berjudul The Cashless Journey, pembayaran nontunai di
Indonesia terhitung sebesar 31 persen dari total pembayaran yang dilakukan
konsumen. Ini menempatkan Indonesia dalam kategori negara-negara yang
berada dalam tahap awal (inception) bersama negara lain, seperti Nigeria,
Rusia, dan Kolombia. Negara-negara tersebut mulai untuk beralih dari
pembayaran tunai.Di negara-negara maju, mayoritas masyarakatnya
melakukan transaksi non-tunai. Di Belgia transaksi konsumen dilakukan
persen, Swedia 89 persen, Australia 86 persen, dan Belanda 85 persen.
Sementara, Indonesia berada dalam tahap transisi adalah Brasil 57 persen,
Polandia 41 persen, dan Afrika Selatan 43 persen.Pergeseran tercepat dari
pembayaran tunai ke nontunai terjadi di Tiongkok. Pembayaran konsumen
secara tunai menurun 20 persen antara tahun 2006 dan 2011. Di negeri itu,
sekitar 55 persen transaksi telah berlangsung secara nontunai (Ibid).
Negara-negara, seperti Amerika Serikat bertransaksi nontunai tercatat sekitar
80 persen total pengeluaran konsumen dilakukan secara nontunai dan
Singapura 69 persen, sedang mendekati untuk menjadi masyarakat
menggunakan transaksi nontunai seutuhnya, sementara penggunaan
pembayaran tunai yang ada sebagian besar merupakan hasil dari kebiasaan
konsume
Dibandingkan negara-negara ASEAN, penggunaan transaksi pembayaran
berbasis elektronik yang dilakukan masyarakat Indonesia relatif masih rendah,
sementara dengan kondisi geografi dan jumlah populasi yang cukup besar,
masih terdapat potensi yang cukup besar untuk perluasan akses layanan sistem
pembayaran di Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia bersama perbankan
sebagai pemain utama dalam penyediaan layanan sistem pembayaran kepada
masyarakat, perlu memiliki visi yang sama dan komitmen yang kuat untuk
mendorong penggunaan transaksi non tunai oleh masyarakat dalam
Tabel 1.1
Jumlah M1 dan M2 (dalam triliun)
Tahun M1 M2
2009 5,711.20 23,659.00
2010 6,412.20 26,587.30
2011 7,616.60 30,854.60
2012 9,098.90 33,413.89
2013 10,114.70 34,668.78
2014 10,871.40 46,384.00
Sumber:(data diolah)
Posisi M1 pada tahun 2011 sebesar 7.616,6 T, atau tumbuh 18,8% (yoy)
meningkat dibandingkan tahun 2010 yaitu 12,2% (yoy), sedangkan M2 pada
tahun 2011 sebesar 16,1% (yoy) meningkat dibandingkan tahun 2010 yaitu
12,4%. Pada tahun 2012 posisi M1 sebesar 9.098,9 T, atau tumbuh sebesar
19,5% (yoy) meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dan posisi M2 pada
tahun 2012 sebesar 33.413,89 T, atau tumbuh 8,3% (yoy), melambat
dibanding pertumbuhan tahun 2011 (16,1%; yoy). M1 pada tahun 2013
sebesar 10.114,70 T, atau tumbuh 11,2% (yoy) melambat dibandingkan
pertumbuhan 2012 (19,5;yoy) dan posisi M2 pada tahun 2013 sebesar
34.668,78 T, atau tumbuh 3,8% (yoy), melambat dibanding pertumbuhan 2012
(8,3%; yoy). Posisi M1 pada tahun 2014 sebesar 10.871,40 T, atau tumbuh
7,5% (yoy), melambat dibandingkan tahun lalu yg tumbuh 11,2% (yoy).
Sedangkan posisi M2 pada tahun 2014 sebesar 46.384,00 T, atau tumbuh
33,8% (yoy) meningkat dibandingkan tahun 2013.
Di Indonesia terjadi peningkatan kebutuhan akan suatu alat pembayaran yang
lebih efisien dan cepat. Alat pembayaran elektronik adalah solusinya. Di
Indonesia volume transaksi kartu ATM/debit yang tercatat sebanyak 1,86
miliar transaksi atau naik sebesar 24,02% dibandingkan periode yang sama
pada tahun sebelumnya yang mencapai 1,49 miliar transaksi. Sementara
naik sebesar 8,96% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya
yang mencapai 112,77 juta transaksi. Aktivitas transaksi pembayaran
menggunakan kartu ATM/debit dan kartu kredit selama tahun2013
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Nilaitransaksi dengan menggunakan kartu ATM/debit mencapai
Rp. 1,99 ribu triliun atau naik sebesar 22,96% dibandingkan periode yang
sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp.1,62 ributriliun. Sedangkan
nilai transaksi dengan menggunakan kartu kredit mencapai Rp. 116,70 triliun
atau naik sebesar 12,01% dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya yang mencapaiRp. 104,19 triliun. Berdasarkan data Bank
Indonesia, jumlah kartu kredit yang beredar saat ini mencapai 15.590.119
kartu. Sementara total pemegang kartu transaksi elektronik, baik automatic
teller machine (ATM) maupun kartu kredit, mencapai 74 juta nasabah
(Yudhistira,2014).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 menyatakan bahwa,
jumlah penduduk Provinsi Aceh sebesar 4.791.924 jiwa, sedangkan jumlah
penduduk di Kabupaten Bireuen sebesar 413.817 jiwa. Bahwa terjadi
peningkatan jumlah penduduk di Provinsi Aceh dari tahun sebelumnya yaitu
4.693.934 jiwa, dan juga terjadi peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten
Bireuen dari tahun sebelumnya sebesar 406.083 jiwa, dan mayoritas
penduduk Aceh dihuni oleh masyarakat Muslim. Sangat disayangkan bila
masyarakat Muslim masih menggunakan jasa bank konvensional
Menurut laporan tahunan Bank Aceh tahun 2012 menyatakan bahwa jumlah
nasabah di Bank Aceh sebesar 1.747.467 nasabah dan jumlah nasabah pada
tahun 2013 sebesar 2.535.929 nasabah, dengan jumlah nasabah yang terus
meningkat dapat membantu peningkatan transaksi nontunai untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah Ace
Menurut kajian Tim Peneliti BI mengenai Persepsi, Preferensi dan Perilaku
Masyarakat dan Dunia Usaha terhadap Sistem Pembayaran Non Tunai (2006)
keberhasilan pengembangan sistem pembayaran nontunai tidak bisa
dilepaskandari kesiapan masyarakat baik masyarakat umum (sebagai
pengguna), dunia usaha (sebagai penerima sistem pembayaran) maupun
perbankan untuk menerima sistem pembayaran yang relatif masih baru
tersebut. Oleh karenanya, diperlukan suatu penelitian untuk menggali
informasi tentang kesiapan masyarakat serta potensi pengembangan instrumen
pembayaran nontunai sesuai dengan karakteristik masyarakat dan karakteristik
wilayah di seluruh Indonesia.
Dari uraian latar belakang diatas penulisbermaksud melakukan penelitian
dengan judul ‘’Analisis Determinan Pembayaran Non Tunai (Non Cash
Payment) Di Bank Aceh Syariah (Studi Kasus: Kota Bireuen)’’.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka dapat diambil suatu
yang mempengaruhi nasabah/masyarakat terhadap penggunaan pembayaran
nontunai atau pembayaran dengan menggunakan kartu?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bukti empiris dari
determinan/faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah/masyarakat terhadap
penggunaan produk instrumen nontunai atau pembayaran dengan
menggunakan kartu di Kota Bireuen.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa
yang mempengaruhi penggunaan produk instumen nontunai.
2. Sebagai informasi dan tambahan referensi untuk penulis lainnya yang
ingin memfokuskan penelitian ini dimasa yang akan datang.
3. Bagi dunia perbankan sebagai pihak yang mengeluarkan inovasi dalam
transaksi pembayaran nontunai untuk peningkatan pengguanaan sistem
pembayaran nontunai, disamping itu hasil penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai potensi-potensi karakteristik
wilayah Bireuen sehingga bermanfaat bagi pelaku industri atau penyedia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank
2.1.1 Pengertian Bank
Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 12 Tahun 1998
Tanggal 10 November 1998, bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dana
atau uang yang dihimpun dalam bentuk simpanan disalurkan dalam
bentuk kredit dan dalam usahanya bank juga memberikan jasa
keuangan lainnya (Pandia, et al, 2005).
2.1.2 Tujuan Dan Fungsi Bank
Bank umum bertujuan memperoleh keuntungan seperti lembaga bisnis
lainnya, sedangkan bank sentral bertujuan untuk kepentingan
peekonomian negara.Tugas atau fungsi bank sentralin yang utama
diantaranya adalah menjadi lembaga fiscal atau keuangan pemerintah,
sebagai sumber danapinjaman terakhir, dan melaksanakn funsi-fungsi
pengendalian/pelaksanaan kebijakan ekonomi moneter pemerintah
termasuk monopoli pengedaran uang kertas bank (Wijaya dan
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan dilakukan oleh bank syariah diatur
dalam Pasal 36 Peraturan Bank Indonesia No.6/24/PBI/2004 (Dewi, et al,
2007: 155-161):
1. Penghimpun dana
a. Giro berdasarkan prinsip wadhi’ah
b. Tabungan berdasarkan prinsip wadhi’ah dan mudharabah
c. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah
2. Penyaluran dana
a. Prinsip jual beli
b. Prinsip bagi hasil
c. Prinsip sewa menyewa
d. Prinsip pinjam-meminjam berdasarkan akad qardh
e. Jasa pelayanan
2.2 Berdirinya Bank Syariah
2.2.1 Sejarah Berdirinya Bank Syariah
Berdirinya bank syariah dimaksudkan untuk menghindari sistem bunga
yang dilarang karena sistem bunga tersebut dapat menimbulkan
keburukan atau kemudaratan bagi masyarakat. Keburukan atau
kemudaratan yang dapat ditimbulkan sistem bunga ini begitu besar dan
luas sehingga sistem ini secara tegas dilarang oleh agama (Lubis, 2010:
Sejarah, awal mula kegiatan kegiatan bank syariah yang pertama sekali
dilakukan adalah di Pakistan dan Malaysia pada sekitar tahun 1940-an.
Kemudian di Mesir pada tahun 1963 berdiri Islamic Rural Bank di desa It
Gramr Bank. Bank ini beroperasi dipedesaan Mesir dan masih bersekala
kecil (Kasmir, 2009: 187).
Bank Syariah pertama di Indonesia merupakan hasil kerja tim perbankan
MUI yaitu dengan dibentuknya PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang
akte pendiriannya ditanda tangani tanggal 1 November 1991. Bank ini
ternyata berkembang cukup pesat sehingga saat ini BMI sudah memili
puluhan cabang yang tersebar dibeberapa kota (Kasmir, 2002: 178).
Kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat
Muslim, akan tetapi juga bank milik non muslim. Saat ini Bank Islam
sudah tersebar di berbagai negara-negara Muslim dan Nonmuslim, baik
dibenua Amerika, Australia dan Eropa (Ibid: 179).
2.2.2 Sejarah Berdirinya Bank Aceh Syariah
Untuk memperluas pangsa pasar dan mengakomodir kebutuhan segmen
masyarakat yang belum terlayani oleh bank konvensional, khususnya
berkaitan dengan masalah keyakinan, serta didukung oleh UU No. 7
Tahun 1997 tentang perbankan yang kemudian disempurnakan dengan
UU No. 10 Tahun 1998, membuka peluang yang seluas-luasnya kepada
Perbankan Nasional untuk mendirikan Bank Syari’ah maupun Kantor
2001 BPD Aceh mendirikan Unit Usaha Syari’ah dengan SK Direksi
No. 047/DIR/SDM/XII/2001. Dengan terbitnya izin pembukaan kantor
Cabang Syari’ah dari Bank Indonesia No. 6/4/DPbs/Bna tanggal 19
Oktober 2004 maka dibukalah BPD Cabang Syari’ah di Banda Aceh
2.3 Sistem Pembayaran
2.3.1 Pengertian Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup pengaturan,
kontrak/perjanjian, fasilitas operasional, dan mekanisme teknis yang
digunakan untuk penyampaian, pengesahan, dan penerimaan instuksi
pembayaran, serta pemenuhan kewajiban pembayaran melalui
pertukaran ‘’nilai’’ antarperorangan, bank, dan lembaga lainnya baik
domestik maupun cross border ‘antarnegara’. Dalam prakteknya,
transaksi pembayaran dilakukan dengan instrument tunai dan nontunai
(Subari, 2003: 2).
2.3.2 Komponen Sistem Pembayaran
Menurut Gunawan,et al (2013: 30) Sistem pembayaran terdiri dari
beberapa komponen yang saling terkait satu dengan yang lain, yaitu:
1. Kebijakan
Komponen kebijakan dalam sistem pembayaran memberikan dasar
pengembangan sistem pembayaran di suatu negara. Kebijakan sistem
pembayaran biasanya tecermin dalam berbagai peraturan dan ketentuan.
mengingat masing-masing negara mempunyai sejarah, karakteristik,
dan kebutuhan akan sistem pembayaran yang berbeda-beda. Adapun
kebijakan sistem pembayaran yang ditetapkan Bank Indonesia dalam
menjalankan tugasnya mengacu pada empat prinsip:
a. Keamanan
b. Efisiensi
c. Kesetaraan akses; dan
d. Perlindungan konsumen.
2. Kelembagaan
Kelembagaan dalam sistem pembayaran meliputi berbagai lembaga
yang secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam
penyelenggaraan sistem pembayaran. Secara umum, lembaga-lembaga
yangterlibat dalam sistem pembayaran meliputi: banksentral,
bank-bank dan lembaga kliring, pasar modal, penyedia jasa jaringan
komunikasi, dan penerbit kartu kredit.
3. Instrumen Pembayaran
Instrumen/alat pembayaran merupakan media yangdigunakan dalam
pembayaran. Instrumen pembayaransaat ini dapat diklasifikasikan atas
tunai dan nontunai.
4. Mekanisme Operasional
Dalam sistem pembayaran diperlukan suatu mekanisme operasional
untuk melakukan perpindahan danadari satu pihak ke pihak lainnya.
Infrastruktur teknis meliputi berbagai komponenteknis yang diperlukan
untuk memproses dan melakukanperpindahan dana, standar-standar
seperti message format, sistem jaringan komputer, komunikasi,
perangkatkeras dan lunak, sistem back-up, disaster recovery plan, dan
lain-lain.
6. Perangkat Hukum
Perangkat hukum dalam sistem pembayaran mencakup undang-undang
dan peraturan-peraturan yang terkait dengan sistem pembayaran.
Termasuk pula aturan main berbagai pihak yang terlibat, misalnya
antar bank dan nasabah, antar bank dan bank sentral, dll. Peranan
perangkat hukum ini sangat penting untuk menjamin adanya aspek
legalitas dalam penyelenggaraan sistem pembayaran.
2.3.3 Perkembangan Sistem Pembayaran
Masyarakat Mekkah pada masa jahiliyah telah melakukan perdagangan
dengan mempergunakan uang dari Romadan Persia.Menurut
Al-Bukhari seperti yang dikutip Muhammad Ustman Syabir, uang yang
digunakan ketika itu adalah dinar Hercules, Bizatium, dan Dirham
(Rozalinda, 2014).
Perubahan uang emas dan perak ke uang kertas.Uang emas dan perak
telah digunakan sejak abad ke-7 SM sampai abad ke 19 M. Kemudian,
dihentikan sejak Perang Dunia 1 pada tahun 1914, hal ini disebabkan
emas dan perak memerlukan tempat agak besar untuk menyimpan,
untuk ditambah jumlahnya. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
dalam penggunaan uang tersebut mulailah diperkenalkan uang kertas
(ibid).
Perkembangan bentuk uang sejalan dengan perkembangan peradaban
manusia.Bila peradaban manusia makin modern, maka bentuk uangnya
juga makin berkembang.Secara garis besar, perkembangan
perekonomian dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu perekonomian
barter/barter economies dan perekonomian uang/monetary economies
(Manurung dan Rahardja, 2004: 4).
Dalam Islam uang dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi.
Diterimanya peranan uang ini secara meluas dengan maksud
menghapuskan ketidakadilan dan kezhaliman, dalam perekonomian
tukar menukar (barter) digolongkan sebagai riba fadl, meskipun
peranan uang sebagai alat tukar dapat dibenarkan. Barter adalah
sebuah metode penukaran yang tidak praktis dan umumnya
menunjukkan banyak kepicikan dalam mekanisme pasar (Hendry, et
al, 1999: 13).
Dalam perkembangan selanjutnya ditemukan cara yang paling efisien
dan efektif untuk melakukan transaksi yaitu dengan menggunakan
uang. Dewasa ini penggunaan uang sebagai alat untuk melakukan
pembayaran sudah merupakan kebutuhan pokok hampir disetiap
kegiatan masyarakat (Kasmir, 2002).
Namun dalam perjalanan penggunaan uang mengalami berbagai
hambatan tertentu.Jika penggunaan dalam jumlah besar hambatannya
adalah resiko membawa uang tunai sangat besar. Resiko yang timbul
dan harus dihadapi adalah resiko kehilangan, pemalsuan atauterkena
perampokan. Akibatnya penggunaan uang tunai sebagai alat
pembayaran mulai berkurang penggunaannya (Ibid: 11).
Perkembangan peran uang sebagai alat pembayaran terus mengalami
perubahan wujud yaitu dalam suatu bentuk alat pembayaran cek atau
giral yang memungkinkan pembayaran dengan cara transfer dana dari
saldo rekening antar institusi keuangan, khususnya bank. Pada
dasarnya kita dapat mengganggap cek atau giral sebagai jenis pertama
alat pembayaran nontunai. Seiring dengan perkembangan teknologi,
berbagai instrumen pembayaran nontunai atau elektronik mulai
bermunculan dalam berbagai wujud antara lain mobile banking, ATM,
kartu debet, kartu kredit, smart card (Pramono, et al, 2006).
2.4 Instrumen/Alat Pembayaran
Sebagaimana telah diutarakan pada bagian sebelumnya bahwa instrumen/alat
pembayaran merupakan media yang digunakan dalam pembayaran/transaksi.
Ada dua jenis instrument pembayaran yang digunakan untuk bertransaksi:
- Instrumen Pembayaran Tunai
Instrumen pembayaran tunai adalah uang kartal yang terdiri dari uang kertas
dan uang logam yangsudah dikenal selama ini. Penggunaan media tunai dalam
transaksi pembayaran banyak dipilih dengan alasan kemudahan. Dengan
menggunakan uang tunai maka jika seseorang melakukan jual beli barang dan
atau jasa, maka pada saat dia menerima barang dan atau jasa yang dibeli,
penjual juga menerima uang sebagai pembayarannya. Uang kartal masih
memainkan peran penting, khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam
masyarakat modern seperti sekarang ini pemakaian alat pembayaran tunai
seperti uang kartal memang cenderung lebih kecil dibanding uang giral (Ibid:
34).
- Instrumen Pembayaran Nontunai
a. Alat pembayaran menggunakan kertas (paper based) seperti cek dan
bilyet giro;
b. Alat pembayaran tanpa kertas (paperless) seperti transfer dana
elektronik; dan
c. Alat pembayaran menggunakan kartu (card-based) yaitu ATM, kartu
debit, kartu kredit, dan kartu prabayar (Serfianto et al, 2012: 6).
2.4.1 Instrumen Pembayaran Nontunai
1. Kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM= Automatic Teller Machine)
PBI No.11/11/PBI/2009 memberikan pengertian mengenai kartu
digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan
dana dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan
mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank
atau lembaga selain bank yang berwenang untuk menghimpun dana
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Sjahdeini,
2014: 454).
2. Kartu Kredit (Credit card)
Kartu kredit adalah uang plastik yang diterbitkan oleh suatu institusi
yang memungkinkan pemegang kartu untuk memperoleh kredit atas
transaksi yang dilakukannya dan pembayarannya dapat dilakukan
secara angsuran dengan membayar sejumlah bunga (finance charge)
atau sekaligus pada waktu yang telah ditentukan. Sedangkan secara
umum, A. F.Elly Erawaty dan J.S. Badudu, menjelaskan pengertian
kartu kredit adalah kartu yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga
lain yang diterbitkan dengan tujuan untuk mendapatkan uang,
barang, atau jasa secara kredit (Dewi, et al, 2007: 208).
3. Giro
Pengertian giro menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 UU Perbankan
Indonesia 1992/1998 (Bahsan, 2005: 16) adalah sebagai berikut:
‘’Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana pembayaran
lainnya atau dengan pemindah bukuan.’’
Jenis-jenis sarana penarikan untuk menarik dana yang tertanam di
a. Cek (Cheque)
Cek merupakan surat perintah tanpa syarat dari nasabah kepada
bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut, untuk
membayar sejumlah uang kepada pihak yang disebutkan di dalam
atau kepada pemegang cek tersebut.
b. Bilyet Giro (BG)
Bilyet Giro merupakan surat perintah dari nasabah kepada bank
yang memelihara rekening giro nasabah tersebut untuk memindah
bukuan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada
pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama
atau bank lainnya.
Table 2.1
Perbedaan Cek dan Bilyet Giro
No. Keterangan Cek Bilyet Giro
1 indentitas -atas nama Sumber: Kasmir, 2007 (diolah)
4. Electronic Banking
Electronic banking merupakan instrumen transaksi nontunai melalui
perangkat elektronik seperti komputer ataupun telepon. Instrumen
semacam ini biasa juga disebut sebagai internet banking dan/atau
phone banking. Untuk menggunakan fasilitas ini bank menyediakan
biasanya untuk melakukan transaksi pembayaran ataupun transfer
(Hartoyo, et al, 2006).
5. Uang Elektronik
Uang elektronik atau electronic money sesuai PBI Nomor
11/12/PBI/2009 diartikan sebagai alat pembayaran yang memenuhi
unsur-unsur (Serfianto, et al, 2012) sebagai berikut:
a. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu
oleh pemegang kepada penerbit.
b. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media
seperti server atau chip.
c. Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang
bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut.
d. Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola
oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai
perbankan.
2.4.2 Hukum Kartu Kredit dan ATM
Kartu ATM, hukum menerbitkan dan menggunakannya adalah mubah
karena hanya bisa digunakan sebatas dana nasabah yang ada, dan tidak
ada kredit yang diberikan bank kepada nasabah. Namun perlu diingat
bahwa hukum ini hanya berlaku untuk bank penerbit kartu yang bukan
Kartu kredit, biaya yang dipungut bank atas penggunaan kartu ini
hukumnya mubah, baik biaya penerbitan, penarikan uang tunai atau
pembayaran tagihan belanja, yang besarnya tetap atau berdasarkan rasio
uang tunai yang ditarik atau nilai belanja, karena biaya ini merupakan
imbalan dari jasa yang diberikan pihak bank. Dengan demikian,
pemungutan biaya tidak dilarang oleh syari’ah (Al Subaili, 2012).
Kartu ini hukumnya mubah bila terpenuhi 2 syarat;
1. Tidak dicantumkan dalam akad persyaratanmembayar denda
keterlambatan pelunasan oleh pemegang kartu kepada bank penerbit,
karenapersyaratan ini adalah riba.
2. Pemegang kartu tidak boleh menggunakannyauntuk penarikan uang
tunai bila bank penerbitmemunggut biaya penarikan berdasarkan rasio
dari setiap proses penarikan begitu juga bila bank penerbit menarik
potongan biaya melebihi biaya pokok administrasi proses penarikan.
2.4.3 Sistem Kerja Kartu Plastik
Apabila nasabah pemegang kartu melakukan transaksi, maka sistem
kerja penagihannya (Kasmir, 2002: 320-321) adalah:
1. Pemegang kartu melakukan transaksi dengan menunjukkan kartu dan
menandatangani bukti transaksinya.
2. Pihak pemegang akan menagihkan ke bank atau lembaga pembiayaan
berdasarkan bukti transaksinya dengan nasabah.
3. Bank atau lembaga pembiayaan akan membayar kembali kepada
4. Bank atau lembaga pembiayaan akan menagihkan ke pemegang kartu
berdasarkan bukti pembelian sampai batas waktu tertentu.
5. Pemegang kartu akan membayar sejumlah nominal yang tertera
sampai atas waktu yang telah ditentukan dan apabila terjadi
keterlambatan, maka nasabah akan dikenakan bunga atau denda.
Untuk lebih jelasnya sistem kerja tersebut dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Sumber: Kasmir, 2002 (diolah)
Gambar 2.1
Sistem Kerja Kartu Plastik
2.5 Kebijakan Moneter
Uang dapat mempengaruhi variabel-variabel ekonomi yang penting untuk
kemakmuran perekonomian, para politikus dan pengambil kebijakan diseluruh
dunia sangat memerhatikan pelaksanaan kebijakan moneter, pengaturan uang
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter Islam tidak berbeda dengan tujuan
kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik
secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang
merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak
terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan
manusia. Hal ini disebutkan dalam AL Qur’an: Dan sempurnakanlah takaran
dan timbangan yang adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekadar kesanggupannya (QS.Al.An’am: 152).
Dalam hadist Nabi Muhammad SAW:’’Jika pada suatu pagi kampung
terdapat seorang yang kelaparan, maka Allah terlepas dari diri mereka,
dalam kesempatan lain tidak beriman lagi kepadaKu, orang yang tidur dalam
keadaan kenyang, sementara ia tahu tetangganya kelaparan.
Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam
pelaksanaannya secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang
konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumennya. Ekonomi
Islam yang didasarkan pada prinsip syariah tidak mengenal konsep bunga
karena menurut Islam bunga adalah riba yang haram (terlarang) hukumnya
(Sjahdeini, 2014).
2.5.1 Dasar Hukum APMK dan Uang Elektronik
Alat pembayaran dengan menggunakan kartu/APMK serta uang
elektronik diatur dalam sejumlah regulasi Peraturan Bank Indonesia
1. PBI Nomor 6/30/PBI/2004 tentang penyelenggaraan kegiatan
APMK.
2. PBI Nomor 7/52/PBI/2005 tentang penyelenggaraan kegiatan APMK
3. PBI Nomor 10/8/PBI/2008 tentang perubahan atas PBI Nomor
7/52/PBI/2005 tentang penyelenggaraan APMK.
4. PBI Nomor 10/4/PBI/2008 tentang laporan penyelenggaraan
kegiatan APMK oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan lembaga
selain bank (LBS).
5. PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang penyelenggaraan kegiatan
APMK.
6. PBI Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik (elektronic
money).
7. PBI Nomor 14/2/PBI/2012 tentang perubahan atas PBI Nomor
11/11/PBI/2009 tentang penyelenggaraan APMK.
2.5.2 Syarat-Syarat Sahnya Syariah Card
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI syariah card hukumnya halal, kehalalan
tersebut hanyalah apabila dipenuhi ketentuan tentang batasan (Sjahdeini,
2014: 461) adalah:
a. Tidak menimbulkan riba.
b. Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.
c. Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf), dengan cara
d. Pemegang kartu utama harus memeliki kemampuan financial untuk
melunasi pada waktunya.
e. Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah.
2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Masyarakat Dalam Menggunakan Instrumen Nontunai/Pembayaran Nontunai
Terdapat beberapa kategori yang dapat digunakansebagai alat untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam
menggunakan instrumen-instrumen pembayaran nontunai, Loix (dalam
Hartoyo, et al, 2006) menyatakan bahwa:
a. Sosial-Demografis, yang terdiri dari umur, pendidikan, besar keluarga,
pekerjaan;
b. Finansial, dengan menggunakan variabel penghasilan per bulan
respondensetelah dikurangi pajak;
c. Teknologi, frekuensi penggunaan mobile phone, komputer pribadi,
internet, PDA, dan penggunaan pelayanan bank melalui telepon
d. Sisi-Penawaran, termasuk di dalamnya daerah tempat tinggal, daerah
tempatbekerja, jumlah terminal POS (Point Off Sale) dan jumlah ATM
baik di daerahtempat tinggal maupun tempat bekerja, kepadatan penduduk
di daerah tempattinggal maupun di tempat bekerja, nilai tengah
pendapatan perkapita di daerahtempat tinggal maupun tempat bekerja,
2.7 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Yudhistira
kepemilikan, manfaat, daya tarik kartu
dan kerugian dalam penggunaan kartu
pembayaran elektronik. Serta
faktor-faktor aksebilitas penggunaan kartu
pembayaran elektronik yang digunakan
diantaranya adalah kepemilikan kartu
pembayaran elektronik, informasi
mengenai kartu pembayaran elektronik,
syarat mendapatkan kartupembayaran
Pembayaran non tunai pembayaran telah
meningkat secara signifikan, bahwa
kepemilikan tunai menurun sementara
stok uang M1dan M2 meningkat.
Peningkatan pembayaran non tunai juga
menginduksi pertumbuhan GDP dan
Sitorus
Membuktikan adanya hubungan yang
signifikan untuk jangka panjang antara
penggunaan kartu pembayaran
elektronik terhadap transaksi tunai dari
perkembangan jumlah pemegang kartu
ATM dan nilai transaksi APMKnya.
Meskipun proporsi pensubstitusian
transaksi APMK masih relatif sedikit
namun dalam jangka panjang korelasi
negatif ini signifikan secara statistik.
Silitonga
Bahwa antara permintaan uang
elektronik (volume transaksi e-money)
dengan nilai velocity of money di
Indonesia memiliki hubungan kausalitas
satu arah, dimana tingkat volume
transaksi emoney mempengaruhi nilai
velocity of money. Untuk variabel
jumlah uang beredar (JUB) memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap
permintaan uang elektronik. Pada
variabel produk domestic bruto
memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap permintaan uang elektronik.
Untuk variabel velocity memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap
Widiastuti
Nilai pelanggan dan kualitas sistem
berpengaruh terhadap trust dalam
meningkatkan penggunaan frekuensi
internet banking. Temuan empiris
tersebut mengindikasikan bahwa nilai
pelanggan berpengaruh signifikan
terhadap trust; kualitas sistem
berpengaruh signifikan terhadap trust;
trust berpengaruh signifikan terhadap
penggunaan frekuensi internet banking
2.8 Kerangka Konseptual
Adapun kerangka pemikiran peneliti yang menjadi dasar dalam penulisan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif adalah suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk mencandra atau
mendeskripsikan secara sistematik, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan
sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu (Sinulingga, 2011: 23). Penelitian
ini mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nasabah Bank
Aceh Syariah untuk menggunakan alat pembayaran nontunai. .
3.2Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Bireuen.Waktu penelitian adalah pada bulan
November 2014 sampai bulan Maret 2015.
3.3Definisi Operasional
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini
adalah:
a. Sosial-Demografis, yang terdiri dari umur, pendidikan, besar keluarga,
pekerjaan dan kebudayaan;
b. Finansial, dengan menggunakan variabel penghasilan per bulan responden
setelah dikurangi pajak;
c. Teknologi, frekuensi penggunaan telepon mobile phone, komputer pribadi,
d. Sisi-Penawaran, termasuk di dalamnya daerah tempat tinggal, daerah
tempat bekerja, jumlah terminal POS (Point Off Sale) dan jumlah ATM
baik di daerah tempat tinggal maupun tempat bekerja, kepadatan penduduk
di daerah tempat tinggal maupun di tempat bekerja, nilai tengah
pendapatan perkapita di daerah tempat tinggal maupun tempat bekerja,
kepadatan penduduk di daerah tempat tinggal maupun di tempat bekerja.
e. Alat pembayaran nontunai adalah alat pembayaran menggunakan kertas
(paper based) seperti cek dan bilyet giro, alat pembayaran tanpa kertas
(paperless) seperti transfer dana elektronik, dan alat pembayaran
menggunakan kartu (card-based) yaitu ATM, kartu debit, kartu kredit, dan
kartu prabayar
3.4Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi
Populasi merujuk pada sekumpulan orang atau objek yang memiliki
kesamaan dalam satu atau beberapa hal yang membentuk masalah
pokok dalam suatu penelitian (Muhamad, 2008: 161).Populasi dari
penelitian ini adalah nasabah atau pengguna alat pembayaran nontunai
Bank Aceh Syariah di Kota Bireuen.
3.4.2 Sampel
Sampel merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang diambil
dari suatu populasi dan diteliti secara rinci (Muhamad, 2008: 162).
teknik nonprobability sampling yang memilih orang-orang terseleksi
berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki sampel tersebut yang
dipandang mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Ibid, 2008: 175). Penulis
mengambil sampel sebanyak 100 orang.
3.5Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Jenis Data
1. Data Primer ialah data yang berasal dari sumber asli atau pertama.
Data ini tidak tersedia dalam bentruk terkompilasi ataupun dalam
bentuk file-file. Data ini harus dicari melalui narasumber atau
responden (Sarwono, 2006: 8), yaitu melalui kuesioner yang
diberikan kepada nasabah Bank Aceh Syariah Kota Bireuen.
2. Data Sekunder adalah data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal
mencari dan mengumpulkannya (Ibid: 11), yaitu data dari Badan
Pusat Statistik, Bank Syariah Aceh Kota Bireuen, serta bahan bacaan
lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.5.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan sebagai
berikut:
1. Studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi
diteliti, yang dapat diperoleh dari buku-buku, jurnal, internet dan
lain-lain.
2. Kuesioner, peneliti membuat daftar pertanyaan yang relevan dengan
penelitian yang dilakukan. Kuisioner ini ditujukan kepada nasabah
atau pengguna alat pembayaran nontunai Bank Aceh Syariah Kota
Bireuen.
3.6Teknik Analisis Data 3.6.1 Alat Analisis Data
Alat analisis data yang digunakan dalam menganalisis data penelitian
yaitu:
1. Dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and
Service Solution) 21.
2. Skala Likert. Menurut Kinnear (dalam Muhamad 2008: 154) skala
likert ini berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang
terhadap sesuatu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan,
pernyataan sikap seperti berikut:
- Sangat Setuju (SS), dengan skor 5
- Setuju (S), dengan skor 4
- Ragu-Ragu (R), dengan skor 3
- Tidak Setuju (TS), dengan skor 2
3.6.2 Metode Analisis Data 3.6.2.1Statistik Deskriptif
Untuk mendeskripsikan apakah faktor-faktor yang mempengarhi
nasabah/masyarakat menggunakan alat pembayaran nontunai,
penulis menggunakan statistik deskriptif, yaitu metode statistik
yang berusaha menjelaskan atau menggambarkan berbagai
karakteristik data seperti berapa rata-ratanya, seberapa jauh
data-data bervariasi, dan lain sebagainya (Muhamad 2008: 200).
3.6.2.2Uji Validitas
Untuk menguji skala pengukuran yang digunakan, peneliti
menggunakan Uji validitas dan Uji realibilitas. Suatu skala
pengukuran dikatakan valid apabila skala tersebut digunakan
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sarwono, 2006:
99).
Uji validitas, yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan program SPSS 21, dengan membandingkan nilai r
hasil Corrected Item Total Correlation (r-hitung) dengan r tabel
(situmorang, 2008: 43). Adapun kriterianya adalah sebagai
berikut:
- Apabila �ℎ�����>������, maka pertanyaan dinyatakan valid.
- Apabila �ℎ�����<������, maka pertanyaan dinyatakan tidak
3.6.2.3Uji Realibilitas
Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi
atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrumen dan hasil
pengujian tersebut merupakan ukuran yang benar dari sesuatu
yang diukur.Realibilitas menunjuk pada adanya konsistensi dan
stabilitas hasil pengukuran tertentu (Sarwono, 2006: 100).
Sama halnya dengan Uji Validitas, Uji Realibilitas dilakukan
dengan menggunakan program SPSS 21. Menurut Ghozali dan
Kuncoro (dalam Situmorang, 2008:46) suatu konstruk atau
variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach’s
alpha > 0,60 atau cronbach’s alpha > 0,80.
3.6.2.4Analisis Faktor
Dalam analisis faktor tidak terdapat variabel bebas dan
tergantung karena analisis faktor tidak mengklasifikasi variabel
ke dalam kategori variabel bebas dan tergantung melainkan
mencari hubungan interpendensi antarvariabel agar dapat
mengidentifikasikan dimensi-dimensi atau faktor-faktor yang
menyusunnya (Sarwono, 2006: 202).
Analisis faktor diuji dengan menggunakan program SPSS 21.
Melalui Analisis Faktor, dapat diketahui pernyataan-pernyataan
mana yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
nontunai terhadap nasabah/masyarakat Bank Aceh Syariah di
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1Gambaran Umum Kabupaten Bireuen
Kabupaten Bireuen merupakan salah satu kabupaten di Aceh yang memiliki
17 kecamatan, pada tahun 2013 jumlah penduduk Kabupaten Bireuen
sebanyak 413 817 jiwa, yang tersebar dimasing-masing kecamatan yaitu:
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Kabupaten Bireuen Perkecamatan
No Kecamatan
Sumber: BPS Kabupaten Bireuen (data diolah)
4.2Gambaran Umum Bank Aceh Syariah
Bank Aceh (dahulu bernama Bank Pembangunan Daerah Aceh/BPD Aceh)
perekonomian masyarakat khususnya di
oleh Pemerintah Daerah beserta tokoh masyarakaat dan tokoh pengusaha
swasta di Aceh atas dasar pemikiran perlunya suatu lembaga keuangan yang
berbentuk Bank, yang secara khusus membantu pemerintah dalam
melaksanakan pembangunan di daerah, dan kemudian Bank Aceh mendirikan
Bank Aceh Syariah pertama yaitu terletak di Banda Aceh, kemudian membuka
beberapa cabang diseluruh Aceh, pada tanggal 21 Desember 2009 berdiri
Bank Aceh Syariah Cabang Pembantu Bireuen berkedudukan di jalan
Malikussaleh Nomor 12 Bireuen, Kecamatan Kota Juang, dengan pimpinan
saat ini yaitu Bapak Muslim.
Adapun visi, misi, motto, logo, jenis produk dan jasa yang ditawarkan Bank
Aceh Syariah adalah sebagai berikut:
a. Visi
Mewujudkan Bank Aceh Syariah menjadi bank yang terus sehat, tangguh,
handal dan terpercaya serta dapat memberikan nilai tambah yang tinggi
kepada mitra dan masyarakat.
b. Misi
Membantu dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui
pengembangan dunia usaha dan pemberdayaan dunia usaha dan
pemberdayaan ekonomi rakyat, serta memberi nilai tambah kepada
c. Motto/Corporate Image
“Kepercayaan” adalah suatu manifestasi dan wujud Bank sebagai
pemegang amanah dari Nasabah, Pemilik dan Masyarakat secara luas
untuk menjaga kerahasiaan dan mengamankan kepercayaan tersebut.
“Kemitraan” adalah suatu jalinan kerjasama usaha yang erat dan setara
antara Bank dan Nasabah yang merupakan strategi bisnis bersama dengan
prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar dan saling
menguntungkan diikuti dengan pembinaan dan pengembangan secara
berkelanjutan.
d. Logo Bank Aceh Syariah
Gambar 4.1 Logo Bank Aceh Syariah
Bentuk dasar adalah sekuntum bunga Seulanga / Kenanga (Cananga
Odorata / Canangium Odoratum) yang terkenal akan keharumannya,
dengan model ukiran khas Aceh dengan 3 helai kelopak bunga yang
mewakili; manajemen Bank Aceh, pemegang saham dan masyarakat Aceh
dengan warna: kuning kehijauan – hijau muda – hijau sedang sebagaimana
warna bunga kenanga; melambangkan sebuah pertumbuhan dan
kemakmuran serta kesejahteraan masyarakat Aceh yang holistik dan
berusaha melakukan pengembangan bank, dengan mengedepankan
kemitraan sehingga mampu menjadi bank kepercayaan/kebanggaan
masyarakat Aceh.
Bentuk elips seperti bulan sabit berwarna merah terbuka bagian atas
dengan posisi miring adalah merupakan gambaran semangat Bank Aceh
sebagai wadah lembaga keuangan/perbankan yang membuka peluang
informasi dan menampung aspirasi nasabah sebagai mitra sesuai dengan
dinamika dan perkembangan zaman dengan tidak meninggalkan identitas
kedaerahan dan kaidah yang islami.
Gambar 4.2
Letak Logo Bank Aceh Syariah
Letak logo diantara tulisan Bank dan Aceh menggambarkan logo sebagai
mediator antara manajemen Bank Aceh dengan masyarakat Aceh, tulisan
Bank menggunakan jenis huruf Friz Quardata Regular sedang tulisan Aceh
menggunakan jenis huruf Friz Quardata Bold dengan maksud untuk lebih
memperlihatkan nama Aceh.
e. Jenis Produk dan Jasa Yang Ditawarkan
Seperti halnya bank pada umumnya, Bank Aceh Syari’ah menawarkan
- Produk Penghimpunan Dana seperti: Giro wadiah, Tabungan Firdaus,
Tabungan Sahara (Haji dan Umrah), TabunganKu Syariah dan Deposito
Mudharabah.
- Produk Penyaluran Dana/Pembiayaan seperti: Pembiayaan Murabahah,
Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah, Ijarah, Qardh.
- Jasa-Jasa seperti: Kiriman Uang (SKN-BI dan RTGS), Inkasso, Jaminan
Bank (garansi bank/ kafalah), ATM, ATM Bersama, Referensi Bank dan
lain-lain.
4.3Karakteristik Responden
Responden yang mengisi kuesioner adalah nasabah yang menggunakan alat
pembayaran nontunai di Bank Aceh Syariah di wilayah Bireuen. Hasil total
terhadap kuesioner yang dijalankan adalah 100 responden. Adapun profil
responden jika dilihat berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir,
Jenis Pekerjaan, Jumlah Pendapatan dan Jumlah Pengeluaran Perbulan adalah
sebagai berikut:
4.3.1 Usia
Dari aspek usia, persentase tertinggi ada pada responden berusia 15-24
tahun, yakni 48 persen. Pada usia ini sesorang sudah dapat dikatakan
memiliki ilmu pengetahuan yang dalam untuk dapat menggunakan alat
pembayaran nontunai. sebagian besar responden berada pada usia
produktif, antara 25-34 tahun, yaitu sebesar 27 persen, dan pada usia
35-44 tahun sebesar 14 persen, pada usia 45-54 tahun sebesar 6 persen,
berusia > 55 tahun, dimana umur akan berpengaruh sehingga semakin
tua seseorang maka penggunaan instrumen pembayaran nontunai akan
semakin berkurang. Adapun penyebaran karakteristik responden
berdasarkan usia dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3
Jumlah Responden Berdasarkan Usia (Data Primer)
4.3.2 Jenis Kelamin
Dari hasil penyebaran kuesioner, didapatkan bahwa sebagian besar
yang menjadi responden adalah perempuan, yakni sebesar 57 persen,
sedangkan responden laki-laki sebesar 43 persen. Dari hasil ini dapat
dilihat bahwa tidak menentukan dari jenis kelamin untuk menggunakan
alat pembayaran nontunai. Adapun penyebaran karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar 4.4. 15-24 tahun
48% 25-34 tahun
27% 35-44 tahun
14%
45-54 tahun 6%
Gambar 4.4
Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin (Data Primer)
4.3.3 Pendidikan Terakhir
Latar belakang pendidikan responden sebagian besar adalah lulusan S1
sebesar 44 persen, dan SD sebanyak 3 persen lulusan SMP sebanyak 4
persen lulusan SMA sebanyak 29 persen, diploma 16 persen, dan
sisanya adalah lulusan S2/S3 sebanyak 4 persen. Gambar 4.5. di bawah
ini menyajikan sebaran respoden menurut latar belakang pendidikan.
Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden merupakan
masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang baik. Jika
menggunakan batas SMP, maka responden yang memiliki pendidikan
di atas SMP mencapai 93 persen, dan yang minimal sarjana terdapat 48
persen dari responden.
Perempuan 57% Laki-laki
Gambar 4.5
Persentase Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir (Data Primer)
4.3.4 Pekerjaan
Pekerjaan responden sangat menentukan untuk menggunakan alat
pembayaran nontunai. Karakteristik lainnya dilihat dari pekerjaan
responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 28 persen responden
adalah pegawai negri/swasta, mahasiswa 20 persen, angkatan 2 persen,
petani 4 persen, wiraswasta 26 persen, ibu rumah tangga 11 persen dan
pekerjaan lainnya 9 persen. Sebaran karakteistik berdasarkan pekerjaan
dapat dilihat pada gambar 4.6. SD 3%
SMP 4%
SMA 29%
DIPLOMA 16% S1
44% S2 3%
Gambar 4.6
Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan (Data Primer)
4.3.5 Pendapatan
Tingkat pendapatan responden sangat menentukan sikap responden
dalam menggunakan alat pembayaran nontunai. Berdasarkan identitas
penghasilan menunjukkan bahwa repsonden yang berpenghasilan Rp
2.000.000-Rp 3.000.000 lebih banyak dibandingkan dengan yang
lainnya yaitu sebesar 52 persen. Responden dengan kategori
penghasilan tertinggi > Rp 10.000.000 hanya 4 persen. Banyaknya
responden yang berpenghasilan Rp 2.000.000-Rp 3.000.000
menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah pegawai
negri/swasta yang rata-rata berpenghasilan pada kisaran tersebut.
Gambar 4.7
Persentase Responden Berdasarkan Pendapatan (Data Primer)
4.3.6 Pengeluaran
Identitas responden lainnya dilihat dari pengeluaran responden setiap
bulannya. Pengeluaran responden paling besar persentasenya pada
kisaran Rp 1.000.000-Rp 2.000.000 perbulan yaitu 58 persen, yang
merupakan kelompok responden yang paling dominan. Pengeluaran
responden antara Rp 1.000.000-Rp 2.000.000 perbulan dapat
dimasukan ke dalam kategori masyarakat kelas menengah. Komposisi
responden dengan pengeluaran yang semakin besar semakin sedikit
jumlahnya. Responden dengan pengeluaran diatas Rp 9.000.000 yaitu 1
persen, sisanya responden yang memiliki pengeluaran antara Rp
3.000.000–4.000.000 sebesar 35 persen. Gambar 4.8 menyajikan
pengeluaran responden setiap bulannya 52%
28% 9%
7%
4% Rp 2.000.000-Rp
3.000.000
Rp 4.000.000-Rp 5.000.000
Rp 6.000.000-Rp 7.000.000
Rp 8.000.000-Rp 9.000.000
Gambar 4.8
Persentase Responden Berdasarkan Pengeluaran (Data Primer)
4.3.7 Lama Menjadi Nasabah di Bank Aceh Syariah
Karakteristik responden dari lamanya menjadi nasabah di Bank Aceh
Syariah di Kota Bireuen. Persentase tertinggi yaitu berada pada 1
bulan-1 tahun yaitu sebesar 40 persen, 1,5 tahun-2,5 tahun sebesar 23
persen, 3 tahun-4,5 tahun sebesar 24 persen, dan diatas 5 tahun yaitu
sebesar 13 persen. Persentase lamanya menjadi nasabah di Bank Aceh
Syariah tersebut disajikan pada Gambar 4.9 berikut. 58%
35%
4% 2% 1%
Rp 1.000.000-Rp 2.000.000
Rp 3.000.000-Rp 4.000.000
Rp 5.000.000-Rp 6.000.000
Rp 7.000.000-Rp 8.000.000
Gambar 4.9
Persentase Responden Berdasarkan Lama Menjadi Nasabah di Bank Aceh Syariah
(Data Primer)
4.3.8 Jenis Alat Pembayaran Nontunai yang Digunakan dari Produk Bank Aceh Syariah
Selanjutnya identitas responden yang menggunakan alat pembayaran
nontunai. Persentase tertinggi dari hasil penelitian yang menggunakan
ATM lebih tinggi dibandingkan lainnya yaitu sebesar 66 persen, dan
yang hanya menggunakan tabungan saja yaitu sebesar 24 persen, yang
menggunakan Giro hanya 6 persen, dan SMS banking 4 persen.
Nampak bahwa paling banyak responden menjadi nasabah di bank.
Alasan utama responden adalah kemudahan transaksi dan faktor
keamanan. Jenis produk bank yang banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat adalah ATM, karena mudah diambil apabila ada keperluan