• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transplantasi organ tubuh orang muslim kepada orang non muslim menurut hukum islam: studi Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Transplantasi organ tubuh orang muslim kepada orang non muslim menurut hukum islam: studi Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam(SHI)

Oleh : Mochamad Syaiban NIM : 103043227998

K O N S E N T R A S I P E R B A N D I N G A N H U K U M PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(2)
(3)
(4)

iv

Alhamdulillah, puja dan puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan beribu nikmat diantaranya nikmat iman, Islam dan juga nikmat sehat wal afiat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim Kepada Orang Non Muslim

Menurut hukum Islam. (Studi Bahstul Masail Nahdlatul Ulama)”.

Salawat dan serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi akhir zaman Nabi Muhammad SAW yang membawa umatnya dari zaman jahiliyah hingga zaman ini.

Selama penulis menuntut ilmu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta banyak pengalaman baik suka maupun duka yang penulis alami dan juga banyak pelajaran yang dapat diambil penulis. Dengan itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. KH. Muhammad Amin Suma, S.H., M.M., MA.

(5)

v

4. Pembimbing Skripsi penulis, Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yango, MA. yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi dalam penulisan skripsi serta tidak jera memberi masukan-masukan dalam penyelesaian skripsi ini dan juga bersedia meluangkan waktu kepada penulis di tengah kesibukannya.

5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia membagi ilmu pengetahuannya kepada penulis dan mahasiswa/i lainnya.

6. Pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Umum serta pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam pencarian literatur yang berkenaan dengan skripsi ini.

7. Ketua Pengurus Pusat Nahdlatul Ulama yang bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai guna mendapatkan data-data yang diperlukan perlukan penulis.

8. Pimpinan Nahdlatul Ulama wilayah Surabaya, Cabang Gresik dan Ranting Sidomukti yang telah bersedia memberikan datanya.

(6)

vi nasihat-nasihat agar penulis semakin berkarya.

11.Amelia Nurkartika yang setia menemani, menyemangati dan memberikan dorongan dengan rasa sayang kepada penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini. 12.Keluarga besar KSR PMI UIN Jakarta terutama F13, Syarifah, Kamel, Sitrun,

Aan, Ade, Hilal, Irwan dan para pengurus yang telah memberikan motivasi, support, fasilitas dan telah membantu penulis dalam mengisi hari-hari selama mengerjakan skripsi

13.semua orang yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Demikianlah skripsi ini penulis susun, semoga bermanfaat bagi semuanya khususnya bagi penulis sendiri dan dan bagi para pihak yang turut membantu semoga amal ibadahnya dibalas oleh Allah SWT. Amin

Jakarta : 1431 H 2010 M

(7)

vii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ………..……….…..…….. vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metode Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN UMUM TRANSPLANTASI ORGAN A. Pengertian Transplantasi Organ ... 10

1. Sejarah Transplantasi Organ ... 11

2. Kemajuan Transplantasi Organ ... 13

B. Dampak Yang Timbul Dari Transplantasi Organ ... 15

C. Hukum Transplantasi Organ Tubuh ……..... 16

1. Hukum Positif Di Indonesia ... 16

(8)

viii

2. Tujuan Organisasi ……….……….…….……..…. 36

3. Struktur Organisasi ... 36

4. Usaha Organisasi ... 37

B. Kiyai Dan Nahdlatul Ulama ... 38

1. Pengertian Kiyai ... 38

2. Peranan Kiyai Dalam Organisasi Nahdlatul Ulama ... 42

BAB IV BAHTSUL MASAIL A. Pengertian Bahtsul Masail ... 52

B. Peranan Bahtsul Masail Dalam Menghasilkan Suatu Hukum ... 57

C. Hukum Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim Kepada Orang... Non Muslim Menurut Bahtsul Masail NU ... 58

(9)

ix

DAFTAR PUSTAKA ……… 69

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, tentunya manusia tidak dapat hidup sendiri. Adanya rasa saling membutuhkan inilah manusia dengan nalurinya selalu berusaha untuk tolong menolong.

Rasa untuk menolong ini timbul karena manusia sadar kalau suatu saat ia juga butuh pertolongan orang lain, entah tolong menolong ini berdasarkan rasa ikhlas atau dengan alasan kemanusiaan. Menolong orang yang membutuhkan pertolongan, haruslah bersikap netral dengan tidak membedakan ras, suku dan agama. Siapapun itu harus ditolong, tanpa kecuali. Misalnya orang yang membutuhkan organ agar dapat melanjutkan hidup dengan bantuan tenaga medis tentunya.

(11)

untuk bisa sembuh kembali dengan penggantian organnya yang sakit diganti dengan organ manusia lain yang sehat.1

Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali berupa ginjal dari donor kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan ilmu kedokteran dibidang transpIantasi semakin maju ditandai dengan adanya penemuan obat-obatan anti penolakan yang semakin baik sehingga berbagai organ dan jaringan dapat ditransplantasikan. Saat ini bahkan sedang dilakukan uji klinis penggunaan hewan sebagai donor.

Transplantasi atau pergantian organ tubuh yang tidak berfungsi dengan organ dari lain merupakan langkah lain yang ditempuh untuk menyelamatkan jiwa seseorang apabila obat-obatan sudah tidak dapat menyembuhkan organ yang mengalami kerusakan.

Beberapa masyarakat di Indonesia sampai saat ini menjadikan transplantasi organ sebagai alternatif terakhir untuk mengganti organ yang telah tidak berfungsi tersebut. Walaupun dengan harga yang mahal dan prosedur atau persyaratan yang tidak mudah, mereka rela melakukannya demi satu tujuan yaitu menyelamatkan jiwa.

Persoalan kehidupan manusia tentang kemanusiaan memang telah banyak diperdebatkan. Ada yang menyoroti dari sisi agama dan utilitarianisme tentang transplantasi organ ini. Adanya fenomena semacam itu harusnya memang ada

1

(12)

hukum yang mengaturnya, baik hukum Islam maupun hukum yang berlaku di negara Indonesia.

Dalam agama islam, hukum melakukan transplantasi organ tubuh adalah mubah. syara‟ membolehkan Syara‟ membolehkan seseorang pada saat hidupnya dengan sukarela tanpa ada paksaan siapa pun untuk menyumbangkan organ tubuhnya kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu. Syarat bagi kemubahan menyumbangkan organ tubuh pada saat seseorang masih hidup, ialah bahwa organ yang disumbangkan bukan merupakan organ vital yang menentukan kelangsungan hidup pihak penyumbang, seperti jantung, hati, dan kedua paru-paru. Hal ini dikarenakan penyumbang organ-organ tersebut akan mengakibatkan kematian pihak penyumbang, yang berarti dia telah membunuh dirinya sendiri. Padahal seseorang tidak dibolehkan membunuh dirinya sendiri atau meminta dengan sukarela kepada orang lain untuk membunuh dirinya.2 Allah SWT berfirman dalam Q. S. al-Nisa : 29

 ... …………

“…..dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian ...”

Hukum transplantasi organ dari seseorang yang telah meninggal berbeda dengan hukum transplantasi organ dari seseorang yang masih hidup. Untuk mendapatkan kejelasan hukum trasnplantasi organ dari donor yang sudah

2

(13)

meninggal ini, terlebih dahulu harus diketahui hukum pemilikan tubuh mayat, hukum kehormatan mayat, dan hukum keadaan darurat. Mengenai hukum pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal, kami berpendapat bahwa tubuh orang tersebut tidak lagi dimiliki oleh seorang pun. Sebab dengan sekedar meninggalnya seseorang, sebenarnya dia tidak lagi memiliki atau berkuasa terhadap sesuatu apapun, entah itu hartanya, tubuhnya, ataupun isterinya.3 Oleh karena itu dia tidak lagi berhak memanfaatkan tubuhnya, sehingga dia tidak berhak pula untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya atau mewasiatkan penyumbangan organ tubuhnya. Berdasarkan hal ini, maka seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya dan tidak dibenarkan pula berwasiat untuk menyumbangkannya.4

Di Indonesia, untuk menentukan hukum suatu perkara secara Islam, biasanya dilakukan melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kemudian mengeluarkan fatwa MUI berdasarka ijma‟ para anggotanya. Anggota Fatwa

MUI ini terdiri atas tokoh-tokoh berbagai organisasi Islam di Indonesia antara lain Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia selalu berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik dengan

3

Artikel diakses pada 27 Juli 2007 dari www.eramuslim.com

4

(14)

menentukan suatu hukum yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan. Untuk menghasilkan suatu hukum, NU melakukan kajian-kajian permasalahan yang dihadapi dengan merujuk pada Al-Qur‟an, Hadis, kitab-kitab kuning karangan Imam mazhab empat dan pendapat ulama sebagai sumber hukumnya yang dilaksanakan dalam suatu majelis Bahtsul Masail.

Bahstul Masail adalah suatu cara khas organisasi Nahdlatul Ulama dalam mengatasi problematika mengenai hukum atau kasus baru yang sebelumnya tidak ditemukan pada kitab-kitab fikih klasik. Banyak masalah tentang hukum yang diselesaikan oleh bahtsul masail salah satunya hukum mengenai transplantasi organ tubuh orang muslim kepada orang non muslim yang akan dibahas lebih lanjut pada bab-bab selanjutnya.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk lebih memfokuskan arah penelitian ini, penulis memberi batasan masalahnya pada hukum melakukan transplantasi organ tubuh di Indonesia, pandangan hukum Islam terhadap orang muslim yang menyumbangkan organ tubuhnya kepada orang non muslim dan pandangan Bahtsul Masail NU terhadap orang muslim yang menyumbangkan organ tubuhnya kepada orang non muslim.

(15)

1. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap orang muslim yang menyumbangkan organ tubuhnya?

2. Bagaimana pandangan bahtsul masail NU terhadap orang muslim yang menyumbangkan organ tubuhnya kepada orang non muslim?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Diketahuinya hukum Transplantasi Organ tubuh orang muslim kepada orang non muslim menurut hukum Islam ( studi tentang fatwa bahsul masail NU). 2. Mengetahui hukum melakukan transplantasi organ di Indonesia.

3. Untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan program S1.

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai sarana pengaplikasian keilmuan yang telah di dapat selama perkuliahan.

2. Dapat membandingkan antara ilmu yang telah didapat di bangku perkuliahan dengan referensi-referensi lain dari luar bangku perkuliahan.

(16)

D. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan untuk menjawab berbagai permasalahan yang sudah di kemukakan dalam rumusan masalah untuk menentukan langkah selanjutnya.

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan adalah jenis penelitianpenelitian kualitatif yang menekankan kualitas (ciri-ciri alami) sesuai dengan pemahaman yang deskriptif. Penelitian berupa studi empiris muktamar NU dan Bahtsul Masail NU dalam menghasilkan hukum tentang transplantasi organ orang muslim kepada orang non muslim serta wawancara kepada narasumber terkait. Sehingga data primer yang didapatkan berupa hasil wawancara, sedangkan data sekunder berupa konsep-konsep pemikiran teoritis dalam buku, kitab, hasil penelitian dan data-data yang relevan dengan fokus penelitian.

2. Metode Pengumpulan Data

(17)

a. Kajian pustaka. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode ini yaitu pengkajian dari buku-buku yang mengacu dan berhubungan dengan pembahasan karya ilmiah ini yang dianalisa data-datanya. b. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang

dilakukan dua belah pihak yaitu pewawancara sebagai pihak yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai sebagai pihak yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dengan teknik ini peneliti mengadakan wawancara langsung dengan informan yang telah ditunjuk peneliti.

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membaginya dalam lima bab, yang setiap babnya mempunyai spesifikasi dan penekanan mengenai topik tertentu yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN, terdiri dari pembahasan tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

(18)

Transplantsi Organ dan Hukum Transplantasi Organ Tubuh menurut hukum islam dan hukum positif di Indonesia.

BAB III : NAHDLATUL ULAMA (NU) terdiri dari pembahasan tentang Sejarah Nahdlatul Ulama dan Kiyai Dan Nahdlatul Ulama.

BAB IV : BAHTSUL MASAIL terdiri dari pembahasan tentang Pengertian Bahtsul Masail, Peranan Bahtsul Masail NU Dalam Menghasilkan Suatu Hukum, Hukum Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim Kepada Orang Non Muslim Menurut Bahtsul Masail NU dan Analisa Penulis Mengenai Hukum Transplantasi Organ Tubuh Orang Muslim Kepada Orang Non Muslim Menurut Bahtsul Masail NU.

(19)

10 A. Pengertian Transplantasi Organ Tubuh

Transplantasi berasal dari bahasa Inggris yaitu transplantation, menurut bahasa, istilah transplantasi ialah to transplant yang berarti to take up and plant to another (mengambil dan menempelkan pada tempat lain). Atau to move from one place to another (memindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain). Transplantasi juga berarti pencangkokan.5

Sedangkan menurut istilah, transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup ataupun telah meninggal.6

Berdasarkan hubungan Genetik antara donor dan recipient (penerima)maka transplantasi di golongkan menjadi tiga bagian :

5

Artikel diakses pada 18 Juni 2009 dari http://www.slideshare.net/lukmanul/presentasi-12-transplantasi-organ

6

(20)

1. Auto Transplantation, yaitu dimana donor dan penerimanya berasal dari satu individu. Misalkan seseorang yang diambilkan daging pahanya untuk menampal pipinya.

2. Homo Transplantation, yaitu transplantasi yang donor dan penerimanya berasal dari satu individu. Artinya transplantasi ini dari manusia ke manusia, atau dari binatang ke binatang. Misalkan transplantasi hati dari satu orang ke orang yang lain.

3. Hetero Transplantation, yaitu transplantasi yang dilakukan dari individu yang berlainan. Artinya dari organ hewan ke manusia atau sebaliknya. Misalkan transplantasi katup jantung babi untuk manusia.7

1. Sejarah Transplantasi

Transplantasi, yang merupakan pemindahan organ, sel, dan jaringan dari satu lokasi ke lokasi lainnya telah dikenal sejak zaman dahulu kala. Nenek moyang bangsa mesir telah mengenal praktek transplantasi dengan teknik primitif sekitar tahun 500-700 sebelum masehi.8

Sebagai praktek primitif yang berasal dari abad 700 sebelum masehi, sejarah mencatat bahwa mereka telah melakukan penyambungan tulang yang patah pada manusia.

7

Tim Perumusan Komisi Ahkam, Ahkamul Fuqoha:Solusi problematika Aktual Hukum Islam. PB.NU cetakan ke 2, Jakarta, 2007. h. 460

8

(21)

Pada sekitar abad ke 7 transplantasi organ sudah dilakukan oleh bangsa india, cina dan mesir. Tercatat dalam beberapa tulisan yang menjelaskan prosedur untuk beberapa Transplantasi yang sangat mirip dengan metode modern.9

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat dan banyaknya ilmuan yang telah menemukan zat kimia yang berhubungan dengan transplantasi, tidak menutup kemungkinan transplantasi secara modern dapat dilakukan.10

Awal dilakukannya Transplantasi secara modern yaitu ketika ditemukan zat kimia dalam bidang pembedahan dan antiseptik untuk operasi pada tahun 1540 oleh ahli kimia Valerius Cordus yang mensintesiskan eter kemudian dilakukan percobaan pada hewan. Penggunaan eter untuk operasi menjadi meluas pada pertengahan tahun 1800 berdasarkan literratur Louis Pasteur tentang kemajuan dalam bidang bakteriologi.11

Alexis Carrel, dikenal sebagai bapak dari percobaan transplantasi organ karena ia yang pertama kali melakukan teknik vascular. Sebagai dasar vascular operasi dan transplantasi organ. Transplantasi organ

9

Artikel diakses pada 18 Juni 2009 dari

http://inventors.about.com/library/inventors/bl_history_of_transportation.htm

10

Ibid

11

(22)

merupakan sistem yang dibuat oleh Carrel dan Charles Lindbergh sebagai dasar perkembangan operasi jantung oleh John Gibbon, sehingga memungkinkannya dilakukan transplantasi jantung yang sebenarnya.12 2. Kemajuan Transplantasi Organ

Pada awal tahun 1960-an, transplantasi organ dari pendonor yang telah meninggal adalah suatu hal yang mustahil. Donor dari orang yang masih hidup adalah satu-satunya yang dapat digunakan untuk ditransplantasikan.

Sebelum ditemukannya alat bantu pernapasan dan sistem pendukung kehidupan, beberapa menit setelah mekanisme dari keseluruhan otak tidak berfungsi, pernapasan berhenti dan jantungpun berhenti berdetak. Berhenti berfungsinya otak diikuti oleh berhenti berfungsinya jantung dan paru-paru. Hal ini menimbulkan banyak permasalahan. Tetapi dengan ditemukannya alat bantu pernapasan, berhentinya fungsi otak (kematian otak) dan berhentinya pernapasan (kematian jantung dan paru-paru) terjadi dalam waktu yang berbeda.

Selanjutnya, dengan dengan kemajuan teknologi kedokteran yang sangat pesat dalam bidang pencangkokan, hal ini memungkinkan mengganti bagian dan organ tubuh lainnya seperti hati, paru-paru, liver, pangkreas, jantung dan kornea mata, yang berfungsi normal, kemudian rusak atau yang

12

Artikel diakses pada 18 Juni 2009 dari

(23)

hampir tidak berfungsi sama sekali, dengan organ dan bagian tubuh dari orang lain melalui pencangkokan.13

Adapun gambar berbagai macam organ dan jaringan yang telah berhasil ditransplantasikan, diunduh dari New York Organ Donor Network oleh Achmad Muchlisin, Danang Rais, Erdo Deshiant, Vino Soaduon

Keterangan gambar 1. Mata (kornea) 2. Paru-paru

3. Jantung dan katup jantung 4. Hati

5. Pankreas 6. Usus

13

(24)

7. Vena Paha 8. Kulit 9. Tulang 10.Ginjal 11.Tendon14

Seiring perkembangan zaman yang diikuti perkembangan teknologi kedokteran, berbagai macam organ dapat di transplantasikan, sehingga upaya untuk menggati organ tubuh seseorang yang sudah tidahk berfungsi menjadi semakin mudah.

B. Dampak yang Timbul dari Transplantsi Organ

Pada homo transplantation, kemungkinan dampak yang ditimbulkan ada 3 macam :

1. Apabila donor dan penerimanya saudara kembar yang berasal dari satu sel telur, maka hampir tidak menyebabkan reaksi penolakan pada golongan ini hasil transplantasinya serupa dengan hasil auto transplantasi.

2. Apabila donor dan penerimanya adalah saudara kandung atau salah satunya mempunyai orang tua yang sama, maka kemungkinan ada reaksi penolakan tapi skalanya kecil.

14

(25)

3. Apabila donor dan penerimanya tidak mempunyai hubungan saudara, maka kemungkinan besar transplantasi akan mengalami penolakan.15

Adanya penolakan organ tersebut terjadi karena di dalam tubuh manusia terdapat suatu sistem kekebalan tubuh alamiah yang secara otomatis akan menolak benda asing yang masuk kedalamnya.

Organ tubuh dari pendonor secara otomatis akan langsung ditolak oleh sistem imun dari tubuh penerima organ. Penolakannya dapat berupa penggumpalan darah atau tidak berfungsinya organ tersebut yang dapat mengakibatkan kematian bagi penerima organ.

Seiring dengan kemajuan teknonlogi kedokteran yang kian canggih, para ilmuwan telah menemukan serum dan obat yang dapat mengatasi masalah yang timbul akibat Transplantasi organ semakin dapat diatasi. Begitu juga masalah penolakan benda asing yang masuk kedalam tubuh penerima organ.

C. Hukum Transplantasi Organ Tubuh 1. Hukum positif di Indonesia

Perkembangan dunia kedokteran yang memungkinkan untuk melakukan pergantian organ dari satu orang kepada orang lain dengan tujuan menyelamatkan jiwa orang (pasien) adalah sangat mulia.

15

(26)

Tetapi jika perbuatan itu dilakukan untuk mendapatkan keuntungan atau dengan maksud mamperjual-belikan, maka itu adalah perbuatan yang sangat tercela. Agar Transplantasi organ tubuh tidak disalah gunakan, maka hal tersebut diatur dalam undang-undang.

Menurut Undang-undang yang berlaku di Indonesia yaitu pada Undang-undang nomer 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang dibahas lebih rinci pada pasal dibawah ini :

Pasal 33

(1) Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfuse darah, implan obat dan atau alat kesehatan serta bedah plastik dan rekonstruksi.

(2) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.

Pasal 34

(1) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.

(2) Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada

(27)

(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dengan demikian, Negara memperbolehkan seseorang untuk melakukan transplantasi organ hanya untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Selain hal tersebut, syarat-syarat lainnya harus terpenuhi sebagaimana yang tercantum dalam pasal 34 ayat satu dan dua. Sedangkan untuk ketentuan penyelenggaraaanya, diatur oleh peraturan pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1981.

Pasal 11 :

(1) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan .

(2) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan

Pasal 12 :

Dalam rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh 2 ( dua ) orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi

Pasal 16 :

(28)

Pasal 17 :

Dilarang memperjual belikan alat dan atau jaringan tubuh manusia . Pasal 18 :

Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk dari luar negeri.

Jelaslah bahwa Negara Indonesia tidak melarang seseorang untuk melakukan transplantasi organ tubuh asal sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan bukan untuk tujuan komersil.

2. Hukum Islam di Indonesia

Bidang kedokteran secara umum termasuk salah satu bidang keilmuan yang mendapat perhatian cukup besar dari para ulama sejak masa nabi hingga dewasa ini, termasuk yang terkait dengan perkembangan teknologinya dari sisi etika dan hukum Islam. Dalam menentukan hukum, haram-halalnya suatu temuan ilmiah termasuk dalam bidang kedokteran.

(29)

terdahulu, belum terjadi saat itu atau bahkan belum terpikirkan akan adanya. Di samping itu, juga mulai terkuaknya masalah lain yang terkait yang harus pula dipertimbangkan dalam menentukan hukumnya.16

Di sisi lain, sekarang hampir tidak ada lagi orang yang mempunyai otoritas berijtihad secara mandiri karena orang yang memenuhi prasyarat akademis dan moral yang diperlukan nyaris tidak dapat dijumpai lagi. Maka yang dilakukan adalah berijtihad secara kolektif (ijtihad jama'i) melalui lembaga atau organisasi keulamaan. Padahal secara normatif teoritis, ada interaksi antara perubahan dan perkembangan teknologi kedokteran dengan perubahan hukum Islam. 17

Setiap peristiwa yang terjadi pasti ada hukum yang mengikatnya, ada dalil yang menunjukkan atas hukumnya, jika tidak ditemukan secara jelas dalam nash maka dalil dicari dengan cara berijtihad. Dengan ijtihad, maka sesulit dan serumit apa pun persoalan yang dihadapi manusia, maka di situ ada ketentuan hukumnya.

Hukum Islam senantiasa dinamis dan sesuai dengan tuntutan masa dan tempat, intinya menarik yang bermanfaat serta menghindari yang mafsadat (Rahmān, 1983). Tujuan akhir ditetapkannya hukum Islam

adalah menjadi rahmat bagi manusia, mewujudkan kemaslahatan yang

16

Zuhroni, Fatwa Ulama Indonesia Terhadap Isu-isu Kedokteran Kontemporer, artikel diakses pada 10 April 2010 dari

http://www.ptiq.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=40&Itemid=34

17

(30)

hakiki, baik di dunia maupun di akhirat (Zahrat, 1995). Ukuran dan sarana kemaslahatan itu tidak baku dan tidak tak terbatas, ia berubah seiring dengan perkembangan zaman (Rahmān, 1983).18

Secara metodologis, ulama menetapkan hukum Islam berdasarkan sumber primer syariat Islam, Alquran dan Hadis, dua sumber komplementer yang merupakan sub-ordinat (ijmak dan qiyas), kaidah-kaidah suplementer, meliputi Istihsān (preferensi juristik), Amalan

Penduduk Madinah, al-Mashālih al-Mursalat (kemaslahatan umum), Istishhāb (aturan kesesuaian), Syar‟ man Qablanā, Madzhab Shahābi,

Sadd al-Dzarī'at (menutup jalan yang dapat menghantarkan terjadinya kemaksiatan), dan „urf (Khin, 1984; „Umran, 1992). Abd al-Rahim „Umran menambahkan empat prinsip (kaidah) umum, yaitu: "Watak dasar

segala hal adalah halal kecuali apabila dilarang oleh suatu nash, tidak memudaratkan dan tidak dimudaratkan, darurat membolehkan yang dilarang, dan memilih kemudaratan yang lebih kecil (Umran, 1992).19

Hampir seluruh isu kedokteran dan kesehatan yang berkembang dewasa ini telah mendapatkan fatwa dari Ulama Indonesia. Dilihat dari segi jumlah topik kedokteran yang telah difatwakan, Bahtsul Masail tercatat yang terbanyak, diikuti MPKS, MUI, Dewan Hisbah, dan Majlis Tarjih. Ada dua isu (inseminasi buatan dan transplantasi) direspons oleh

18

Ibid.

19

(31)

seluruh lembaga fatwa, selebihnya kadang hanya oleh sebagian saja, bahkan ada yang hanya oleh satu lembaga saja.20

Zuhroni, alumnus PTIQ yang sekarang menjadi dosen di universitas YARSI menjelaskan bagaimana Penetapan fatwa terhadap tema kedokteran yang ditetapkan oleh lima lembaga fatwa dari segi metode atau dasar dalilnya, secara umum dapat digolongkan dalam tiga tipologi,yaitu:

a. Merujuk pada ketentuan dalam kitab-kitab fikih (kutub mu‟tabarat), dengan cara tahbīq atau Ilhāq (analogi), dilakukan oleh Bahtsul Masail.

b. Dengan slogan „kembali kepada Alquran dan Hadis‟ oleh Majlis Tarjih dan Dewan Hisbah, secara teoritis segala persoalan termasuk isu-isu modern dapat dijawab dengan kedua sumber tersebut. Namun, ketika dihadapkan pada realita ternyata tidak terdapat dalam dua sumber tersebut, maka digunakan metode yang dirumuskan oleh para mujtahid, seperti istihsān, mashlahat mursalat, sadd al-dzarī'at, dan

sebagainya, termasuk karya-karya fikih masa lalu, namun tidak dinyatakan secara tegas.

20

(32)

c. MUI secara umum dapat dianggap sebagai perpaduan plus antara dua tipologi di atas, bersifat fleksibel dan dinamis, menggunakan sumber primer dan suplementer dan dinyatakan secara jelas.21

Secara metodologis, meski tidak berarti meninggalkan sumber-sumber hukum atau metode pendukung lain yang menguatkannya, terlepas dari adanya kelaziman menyebutkan metode tersebut atau tidak tetapi secara aplikatif dapat ditentukan, ada satu metode atau lebih penetapan hukum yang kuat dan menonjol dijadikan sebagai dasar, yaitu sebagai berikut:

a. Melalui sumber primer, Alquran dan Sunnah, atau dengan mengkiyaskannya. Fatwa tentang larangan operasi ganti kelamin digunakan dalil dengan nash tentang larangan merubah ciptaan Allah dan menyerupakan diri dengan lain jenis. Proses pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim/vagina atau penanaman zigot dengan batasan menutup aurat dan larangan melihat aurat, agar „memejamkan pandangan‟. Keharaman menggunakan jenazah untuk

transplantasi dengan larangan menyakiti jenazah, atau secara spesifik larangan untuk tidak mematahkan tulang mayit. Transplantasi organ dan operasi perbaikan kelamin dengan anjuran berobat. Berobat dengan bahan dari unsur babi atau transplantasi dengan organ babi tercakup dalam larangan makan babi.

21

(33)

b. Melalui kaidah-kaidah suplementer, di antaranya:

1) Istihsan atau konsep darurat, seperti terhadap isu tentang donor organ, transplantasi dengan organ orang mati, bedah mayat untuk pendidikan kedokteran dan pengadilan, penggunaan obat beralkohol dan organ babi, aborsi karena alasan medis, darurat. 2) Sadd al-Dzarī‟at digunakan untuk menetapkan haramnya

penggunaan sperma donor, sewa rahim, transplantasi dengan sesama muslim, aborsi akibat perkosaan yang berakibat depresi berat.

3) Mashlahat Mursalat, dijadikan sebagai argumen halalnya inseminasi buatan/bayi tabung, bedah mayat, transplantasi organ, dan KB.

4) Istishhāb digunakan karena tidak ada larangan dan perintah dalam nash maka difahami sebagai bentuk pembolehan, seperti fatwa tentang isu inseminasi buatan.

(34)

transplantasi organ manusia dianalogikan dengan bolehnya mengeluarkan benda berharga atau bayi dari perut mayat.22 Fatwa tentang transplantasi organ pada prinsipnya seluruh lembaga fatwa di Indonesia mengharamkan transplantasi organ manusia. Majlis Tarjih, MUI, dan Dewan Hisbah menambahkan kecuali darurat, juga termasuk untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pendidikan kedokteran.23

Fatwa Bahtsul Masail mengalami pergeseran, awalnya mereka mengharamkannya secara mutlak namun kemudian direvisi yang selanjutnya difatwakan dengan dua pandangan, haram secara mutlak dan jaiz karena darurat.

Dewan Hisbah dan Bahtsul Masail mempersyaratkan menggunakan organ muslim. Bedanya, Dewan Hisbah sebatas menyarankan sedangkan Bahtsul Masail mengharuskannya.

Bahtsul Masail dan Dewan Hisbah secara khusus telah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan transplantasi menggunakan organ babi, kecuali tidak ada pilihan lain. Namun jika ada organ pengganti, maka Bahtsul Masail mengharamkannya secara mutlak penggunaan organ babi.24

22

Ibid.

23

Ibid.

24

(35)

Ada beberapa pandangan hukum islam mengenai halal-haramnya transplantasi organ, oleh agama dijawab dengan merujuk pada sumber tekstual utama (Qur'an dan hadis) maupun kitab-kitab hukum fikih dengan mempertimbangkan upaya mempertahankan martabat manusia.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra‟ ayat 70





















Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

Allah SWT mengingatkan umat manusia akan nikmat dan karunia khusus yang telah diberikan kepada mereka bahwa mereka dimuliakan dan diberi kelebihan atas makhluk lain. Manusia dikaruniai Allah SWT sarana pengankutan darat,laut, mereka dilaaruniai rizki, makanan dan pakaian.25

Setelah menggambarkan anugerah-Nya ketika berada di laut dan di darat. Baik terhadap yang taat maupun yang durhaka, ayat ini menjelaskan sebab anugerah itu , yakni karena manusia adalah makhluk

25

(36)

unik yang memiliki kehormatan dalam kedudukannya sebagai manusia, baik dia taat maupun tidak.26

Kami lebihkan mereka dari hewan dengan akal dan daya cipta sehingga menjadi makhluk bertanggung jawab. Kami lebihkan yang taat dari mereka atas malaikat karena ketaatan manusia melalui perjuangan melawan setan dan nafsu, sedangkan ketaatan malaikat tanpa tantangan.

Anugerah Allah SWT itu untuk semua manusia, inilah yang menjadikan Nabi Muhammad SAW berdiri menghormati jenazah seorang Yahudi. Ketika itu sahabat-sahabat rasul saw menanyakan sikap beliau itu. Nabi saw menjawab “ Bukankah yang mati itu juga manusia?”27

Dari satu sisi kita dapat berkata bahwa jika Allah melebihkan manusia atas banyak makhluk hidup berakal, maka lebih-lebih lagi makhluk hidup tidak berakal. Di tempat lain Al-Qur‟an menegaskan bahwa alam raya dan seluruh isinya telah ditundukkan Allah untuk manusia.













Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya

26

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Lentera Hati: Jakarta 2002. Volume 7 h. 521

27

(37)

pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir (Q.S. Al- Jatsiyah :13)

Disisi lain kita juga dapat berkata bahwa paling tidak ada dua makhluk berakal yang diperkenalkan Al-Qur‟an yaitu malaikat dan jin. Ini berarti manusia berpotensi untuk mempunyai kelebihan disbanding dengan banyak – bukan semua – jin dan malaikat. Yang penulis (Quraish Shihab) maksud dengan manusia adalah tentu saja manusia-manusia yang taat, karena manusia yang durhaka dinyatakan-Nya bahwa











Mereka tidak lain kecuali bagaikan binatang ternak, bahkan lebih buruk (Q.S. Al-Furqan :44)

Sebagaimana dipahami anugerah Allah SWT dari kata karramnā/kami memuliakan dan dengan demikian anugerah tersebut tidak boleh bertentangan dengan hak-hak Allah dan harus selalu berada dalam koridor tuntunan agama-Nya.28

Pada tafsir lain menyatakan Kemuliaan Allah SWT menjelaskan bahwa Allah telah memuliakan Adam dengan raut muka yang indah, potongan yang serasi dan diberi akal agar dapat menerima petunjuk untuk berbudaya dan berfikir guna mencari keperluan hidupnya, mengelola

28

(38)

kekayaan alam serta menciptaka alat pengangkut di darat, dilaut dan di udara. Allah juga memberi anak adam kelebihan dan kesempurnaan yang tidak dimiliki makhluk lain yang diciptakan-Nya.

Dengan demikian seharusnyalah mereka itu tidak mengadakan Tuhan-tuhan lain yang mereka persekutukan dengan Allah, akan tetapi hendaknya beribadah hanya kepada Allah SWT.29

29

(39)

30 A. Sejarah Nahdlatul Ulama

1. Latar Belakang Berdirinya

Berbicara tentang Nahdlatul Ulama (NU), gambaran kita langsung tertuju ke santri kolot, pakai sarung, orang desa,ekslusif dan ungkapan stereotype lain.30 Tetapi kita tidak membicarakan hal tersebut. Terlepas dari itu semua, salah satu faktor yang mendasari lahirnya Nahdlatul Ulama adalah Keterbelakangan bangsa indonesia.

Keterbelakangan ini adalah akibat dari penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi. Melihat keadaan Bangsa Indonesia yang mengenaskan, maka bangkitlah semangat kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini melalui pendidikan dan organisasi.

Embrio yang menggugah kesadaran kaum terpelajar ini muncul pada tahun 1908 yang dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan nasional terus menyebar ke berbagai daerah setelah rakyat menyadari penderitaan dan ketertinggalan bangsa ini dengan bangsa lain yang kemudian banyak muncul berbagai organisasi yang serupa dengan Kebangkitan Nasional.

30

(40)

Di kalangan pesantren, muncul organisasi nahdlatul wathan (Kebangkitan Tanah Air) tahun 1916 sebagai wadah gerakan melawan kolonialisme. Pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau yang dikenal dengan Nahdlatul Fikr (Kebangkitan Pemikiran) sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum santri. Kemudian lahirlah pergerakan atau kebangkitan kaum saudagar yang akrab dengan sebutan Nahdlatul-Tujjar. Gerakan itu bertujuan untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan demikian, taswirul afkar selain menjadi kelompok studi, juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang pesat di bebrapa kota.31

Ketika Di Saudi Arabiah muncul gerakan wahabi dan Raja Ibnu Saud hendak menerapkan mazhab Wahabi sebagai satu-satunya mazhab yang berlaku di kota Makkah, beliau juga hendak menghancurkan peninggalan-peninggalan islam maupun pra islam yang banyak di ziarahi karena dianggap bid‟ah. Gagasan tersebut disambut hangat oleh kaum modernis Indonesia

seperti Muhammadiyah dan PSII. Sebaliknya, kalangan pesantren menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan sejarah tersebut.32

Akibat sikap yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota kongres Al-Islam Yogyakarta 1925, sehingga kalangan pesantren

31

Artikel diakses pada 17 agustus 2008 dari http://manu.buntetpesantren.org/tentang-nu/sejarah-nu/

32

(41)

tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu‟tamar „Alam Islami (Kongres

Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Didorong oleh keinginan kuat untuk mendukung kebebasan bermazhab serta peduli dengan warisan budaya, maka kalangan pesantren mengutus delegasi yang bernama Komite Hijaz dengan diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah juru bicara kaum tradisionalis paling vokal pada Kongres Al-Islam, mendorong para Kiai terkemuka di Jawa Timur agar mengirimkan utusan sendiri ke Mekkah untuk membicarakan madzhab dengan raja Ibnu Sa‟ud.33

Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hijaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.34

Komite Hijas dan beberapa organisasi yang dibentuk oleh kaum pesantren adalah embrio dari sebuah organisasi yang lebih mencakup dan sitematis untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka pada tanggal 31 Januari 1926 atau bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H organisai “Nahdlatoel

33

Ibid

34

(42)

Oelama” didirikan. Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy‟ari sebagai

Rais Akbar.35

KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah sebagai prinsip dasar Organisasi. Kedua kitab tersebut di jelaskan maksudnya dalam Khittah Nahdlatul Ulama yang kemudian dijadikan dasar dan rujukan warga Nahdlatul Ulama dalam berfikir dan bertindak dalam bidang keagamaan, sosial dan politik.

Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Jawa Timur merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan islam terbesar di Indonesia. Sebagian besar massa organisasi ini berada di daerah pedesaan pulau jawa dan madura. Basis massa yang demikian in sering memposisiskan Nahdlatul Ulama menjadi kelompok marginal yang kurang diperhitungkan dalam wacana pemikiran islam di Indonesia. Namun sebagai organisasi keagamaan yang berada di bawah kepemimpinan kiyai-ulama, Nahdlatu Ulama berusaha mempertahankan tradisi keagamaan yang telah ada dan berkembang di kalangan grass root tanpa mengurangi nilai2 keislaman.36

35

Artikel diakses pada 17 agustus 2008 dari http://manu.buntetpesantren.org/tentang-nu/sejarah-nu/

36

(43)

Pada awal berdirinya, Nahdlatul Ulama hanya memperjuangkan kepentingan tradisionalis yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia. Dalam anggaran dasarnya yang pertama, tujuan Nahdlatul Ulama didirikan adalah untuk memegang teguh salah satu mazhab empat dan mengerjakan apa saja yang menjadi kemaslahatan bangsa.37 Seiring dengan era pada saat itu, pada tahun 1950-an Nahdlatul Ulama Tearlibat dalam politik praktis. Seorang tokoh muda NU, Fajrul Falah mengelompokkan tiga alasan berdirinya Nahdlatul Ulama :

a. Aksi kultural untuk bangsa, yakni menggunakan strategi akulturasi dengan budaya setempat, dalam memperkenalkan Islam pada masyarakat.

b. Aktivitas yang mencerminkan dinamika berpikir kaum muda,

c. Usaha membela keprihatinan keagamaan internasional, yakni munculnya gerakan Wahabiyah yang berusaha menghilangkan segala khurafat yang ada di kota suci.38

Salah seorang peniliti senior Indonesia menyatakan bahwa berdirinya Nahdlatul Ulama merupakan respon atas faham reformis pada awal abad ke-20 yang dikembangkan oleh Faqih Hasyim di Minangkabau.39

37 Hasyim Asy‟ari,

Qann Asasi Nahdlatul Ulama. Menara Kudus : Kudus, 1973 h. 2

38

Fajru Falah, Jamiyyah NU lampau kini dan datang, dalam Gus Dur NU dan Masyarakat sipil. LkiS: Yogyakarta 1994 h. 170

39

(44)

Munculnya kelompok studi “Tashwirul Afkar” di awal abad 20 yang

dipelopori oleh Abdul Wahab Hasbullah dan rekannya Ahmad Dahlan (kemudian menjadi pimpinan Muhammadiyah), mendorong munculnya jamiyyah NU. Di samping itu terbentuknya “Nahdlat al Tujjar” suatu lembaga

yang mewadahi aspirasi kelompok pedagang muslim, serta munculnya komite Hijaz merupakan embrio berdirinya Nahdlatul Ulama.

(45)

kepentingan bangsa dan negara. Sebagai akumulasi dari kehampaan dalam dunia politik, NU kembali ke khittah 1926.40

Nahdlatul Ulama ada karena sesuatu yang lain, yaitu mewujudkan tradisinya sendiri, mencapai cita-citanya sendiri. Ia ditakdirkan bernasib harus memperjuangkan faham Ahlus Sunnah wal Jamaah menurut versinya sendiri Berfaham Ahlus Sunnah wal Jamaah menurut versi sendiri itu tidak berarti harus bertentangan dengan orang lain.41

2. Tujuan Organisasi

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Struktur Organisasi

a. Pengurus Besar (tingkat Pusat)

b. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)

c. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri

d. Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan)

40

Deklarasi Situbondo hasil muktamar NU tahun 1984 yang menyebutkan bahwa NU melepaskan diri keterkaitan partai dengan politik

41

(46)

e. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan)42

Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:

a. Mustayar (Penasihat)

b. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)

c. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)

Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:

a. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)

b. Tanfidziyah (Pelaksana harian)43

4. Usaha Organisasi

a. bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.

b. bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti

42

Artikel diakses pada 4 Maret 2008 dari id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama

43

(47)

dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.

c. bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.

d. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.

e. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.44

B. Kiyai Dan Nahdlatul Ulama 1. Pengertian kiyai

sebutan Kiyai atau Kiai atau Kiyahi ( يهايك ) sering menjadi pertanyaan orang. Apa sebenarnya makna Kiyai itu. Dari mana asal muasal nama Kiyai itu. Dan apa sebenarnya ciri-ciri serta hal-hal yang harus dilakukan oleh para Kiyai.

44

(48)

Menurut KH. Said Aqil Sirajd, kiyai adalah sebutan kehormatan bagi ulama nahfliyin di tanah jawa belahan tengah dan timur yang memahami syari‟at islam darai maraji’ karya ulama empat mazhab, mampu

mengamalkannya dan tekun mengajrakannya dengan kemandirian dan keihlasan. Sebutan ini kemudian berkembang meluas menjadi sebutan secara nasional bagi ulama nahdliyin dan non nahdliyin.45

Kiyai menurut Wikipedia “Kyai (key-eye) is an expert in Islam. The

word is of Javanese origin, and is sometimes spelled kiai. Traditionally, students of Islam in Indonesia would study in a boarding school known as a pesantren. The leader of the school was called kyai, as a form of respect.”46

Dalam masyarakat Indonesia pada umumnya dijumpai beberapa gelar sebutan yang diperuntukkan bagi ulama. Misalnya, di daerah Jawa Barat (Sunda) orang menyebutnya Ajengan, di wilayah Sumatera Barat disebut Buya, di daerah Aceh dikenal dengan panggilan Teungku, di Sulawesi Selatan dipanggil dengan nama Tofanrita, di daerah Madura disebut dengan Nun atau Bendara yang disingkat Ra, dan di Lombok atau seputar daerah wilayah Nusa Tenggara orang memanggilnya dengan Tuan Guru. Khusus bagi masyarakat Jawa, gelar yang diperuntukkan bagi ulama anatara lain Wali. Gelar ini biasanya diberikan kepada ulama yang sudah

45

Wawancara dengan nara sumber pada 24 oktober 2009

46

(49)

mencapai tingkat yang tinggi, memiliki kemampuan pribadi yang luar biasa.47

Gelar lainnya ialah Panembahan, yang diberikan kepada ulama yang lebih ditekankan pada aspek spiritual, juga menyangkut segi kesenioran, baik usia maupun nasab (keturunan). Hal ini untuk menunjukkan bahwa sang ulama tersebut mempunyai kekuatan spiritual yang tinggi.48

Sebagian pemahaman orang Jawa, Kiai (Kyai) adalah sebutan untuk "yang dituakan ataupun dihormati" baik berupa orang, ataupun barang. Selain Kiai, bisa juga digunakan sebutan Nyai untuk yang perempuan. Kiai bisa digunakan untuk menyebut :

Ulama atau Tokoh, contoh: Kiai Haji Abdul Rahman Wachid.

Pusaka, contoh: Keris-Kiai Joko Piturun, Gamelan-Kiai Gunturmadu. Hewan, contoh: Kerbau-Kiai Slamet, Kuda-Kyai Gagak Rimang. Makhluk Halus, contoh: Kiai Sapujagad (Penunggu Merapi).

Ada bermacam-macam sebutan “kiyai” menurut Prof Dr Hamka yang di kemukakan dalam antara lain Kiyai yang berarti Guru Agama Islam yang telah luas pandangannya. Ada Kiyai berarti pendidik, Ada Kiyai berarti

47 Drs. Isma‟il Ibnu Qoyim MA,

Kiai penghulu Jawa Peranannya di Masa Kolonial.

Gema Insani Press, Jakarta, cetakan I, 1977: h. 62,

48

(50)

Pak Dukun. Di Kalimantan, Kiyai (sebelum perang) berarti District-hoofd (Wedana). Di Padang (sebelum perang), Kiyai artinya “Cino Tuo” (Orang

Tionghoa yang telah berumur). Gamelan Sekaten di Yogya bernama Kiyai Sekati dan Nyi Sekati. Dalang yang ahli disebut Ki Dalang, atau Kiyai Dalang. Bendera Keramat yang dikeluarkan setiap ada bala bencana mengancam dalam negeri Yogyakarta bernama Kiyai Tunggul Wulung.49

Di pulau Jawa dan Palembang, kata Kiyai digunakan untuk menghormati seseorang yang dianggap Alim, Ahli Agama dan disegani. Di Kalimantan Selatan (Banjarmasin dan sekitarnya) sebelum perang, gelar Kiyai adalah pangkat yang tertinggi bagi Ambtenaar Bumiputera. Sama dengan pangkat Demang di Sumatera.50

Meskipun Hamka mampu menjelaskan kegunaan kata Kiyai seperti tersebut, namun dia terus terang mengungkapkan, “kami tidak tahu dari

Bahasa apa asalnya kata Kiyai. Tetapi kami dapat memastikan bahwa kata itu menyatakan Hormat kepada seseorang. Cuma kepada siapa penghormatan Kiyai itu harus diberikan, itulah yang berbeda-beda menurut kebiasaan satu-satu negeri.51

49

Martin van Bruinessen, NU Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru . Yogyakarta: LkiS, 1994. h. 30

50

Artikel diakses pada 25 april 2009 dari http://abusalma.wordpress.com/2007/05/05/kiyai-itu-apa/

51

(51)

2. Peranan Kiyai dalam organisasi Nahdlatul Ulama

Kiyai dan NU seakan dua sisi yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Banyak ulama NU yang memilki gelar kiyai dengan sejumlah pengikut dan murid atau cantrik yang ditempatkan di padepokan bernama pondok pesantren.

Pondok Pesantren, sebagai suatu padepokan untuk memperdalam ilmu agama, sejauh ini dipahami sebagai tempat yang sejuk, tenang, dan damai. Di dalamnya para cantrik (santri) mencurahkan tenaga dan pikiran untuk belajar dan membentuk karakter, sementara pengasuh pesantren (kiai) menyerahkan diri dan jiwa mereka dengan tulus untuk memberikan pengajaran dan teladan hidup. Kiai adalah sosok pemimpin yang tunggal dalam Pesantren, dia selalu sebagai panutan dan tauladan kehidupan bagi para santri.52

Peranan kyai dewasa ini mengalami degradasi luar biasa. Banyak yang mengira, kyai itu memiliki patron client yang cukup besar. Asumsi itu kelak, mendorong program-program diluar keulamaan tumbuh menjamur di pesantren-pesantren, misalnya, program-program

52

(52)

pemberdayaan masyarakat (community development), partai politik dan lain sebagainya.53

Dalam konteks politik, peran kyai mengalami metamorfosis di posisi barunya, sehingga memerlukan sikap yang baru juga. Studi yang dilakukan Horikoshi, misalnya, menunjukkan kekuatan kyai sebagai sumber perubahan sosial, bukan saja pada masyarakat pesantren tapi juga pada masyarakat di sekitarnya. Sementara Geertz menunjukkan kyai sebagai makelar budaya (cultural brokers) dan menyatakan bahwa pengaruh kyai terletak pada pelaksanaan fungsi makelar ini. Kyai dikategorikan sebagai sosok yang tidak mempunyai pengalaman dan kemampuan profesional, tetapi secara sosial terbukti mampu menjembatani berbagai kepentingan melalui bahasa yang paling mungkin digunakan.54

Sebagai individu yang berpolitik, kiai ikut menunaikan kewajiban membebaskan dari ketertindasan. Masih ingat di buku sejarah, resolusi jihad yang didegung-degungkan KH. Hasyim Asy‟ari melawan pembodohan Jepang lewat Saikere yaitu menundukkan diri hampir 90 derajad menyamai kondisi ruku‟ dalam shalat. Ini adalah satu bukti politis

perjuangan ulama, bahwa kita berhak untuk berharkat dan bermartabat.

53

Ibid

54

(53)

Kemerdekaan untuk melakukan kebudayaan tidak harus dipaksa-paksakan. Nilai sosial-budaya harus sesuai dengan amanat rakyat, lebih-lebih pada nuansa yang bersifat agamis tidak harus tunduk pada kekuasaan tertentu.55

Kyai dan tokoh pesantren sering kali menjadi lahan sasaran para politisi dalam membangun basis dukungan politik. Pada setiap Pemilihan Umum (Pemilu) maka suara kyai dan santri selalu diperebutkan bukan saja oleh partai politik berbasis Islam saja melainkan juga partai-partai politik berbasis nasionalis. Dalam upaya meraup simpati dari kalangan Islam yang menjadi pengikut setia kyai, banyak partai politik yang menempatkan kyai dan tokoh pesatren pada jajaran pengurus partai dengan harapan dapat menjadi vote getter dalam pemilu.56

Di kalangan NU, di mana kyai dan tokoh pesantren menjadi pilar kultural utamanya, muncul beberapa partai politik yang masing-masing mengklaim sebagai representasi politik komunitas ini. Masing-masing juga berupaya menempatkan beberapa kyai dan tokoh pesantren sebagai motor penggerak ataupun sekedar legitimasi. Pada masa Orde Baru, posisi kyai dalam kancah politik nasional semakin terpinggirkan, bahkan tidak jarang dicurigai pemerintah, meski demikian, para kiyai tetap eksis

55

Artikel diakses pada 17 Mei 2010 dari http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17

56

(54)

dengan perjuangan dan pilihan politiknya. Sebagai contoh, dapat dilihat, pada saat kampanye pemilu 1977, Kyai Bisyri Syamsuri dengan kapasitasnya sebagai kyai NU dan ketua Majelis Pertimbangan Partai PPP, mengeluarkan “fatwa politik”, bahwa setiap muslim diharuskan

memilih PPP.57 Sikap “radikal” Kyai Bisyri kembali ditunjukkan pada Sidang Umum MPR tahun 1978 dengan melakukan walk out yang kemudian diikuti oleh semua anggota DPR/MPR dari PPP, sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang memberi tempat terhormat pada aliran kepercayaan. Dalam perspektif teori politik, tindakan para kiyai tersebut merupakan counters-hegemoni.58 Yaitu upaya untuk melalukan perlawanan terhadap kekuasaan yang cenderung melakukan penguasaan terhadap seluruh dimensi kehidupan politik dan pemerintahan. Akibatnya, sejak periode Pemilu pasca Orde Baru afiliasi politik para kyai dan tokoh pesantren terpecah ke dalam beberapa partai NU. Perpecahan internal yang muncul kemudian juga senantiasa dilegitimasi dengan dukungan dan restu sekelompok kyai tertentu.

Kecenderungan menarik dukungan kyai dan tokoh-tokoh pesantren tersebut memperlihatkan bahkan nilai politik kyai di hadapan para politisi dalam upaya mereka membangun basis dukungan ataupun

57

Hasyim Asy’ari, Qanun Asasi Nahdlatul Ulama, h.3

58

(55)

sekedar legitimasi bagi kepentingan politiknya masih cukup tinggi. Komunitas elit keagamaan ini, meminjam istilah Masdar, masih dipercaya mampu memberikan sumbangan signifikan bagi sukses tidaknya sebuah misi politik kelompok politik maupun perorangan. Padahal terbelahnya afiliasi politik kyai pada politik partisan tentunya menimbulkan persoalan berkenaan dengan sikap kaum santri yang sebelumnya dikenal memiliki respektasi dan ketaatan tinggi pada kyai.59

Penjelasan mengenai posisi dan pengaruh kyai terhadap kaum santri sudah cukup banyak dikaji para pemerhati Islam kultural di Indonesia, mulai dari deskripsi umum mengenai kultur keagamaan (Islam) khas masyarakat Jawa Geertz hingga detai relasi yang dipetakan para peneliti belakangan seperti Féillard dan Barton. Hingga penelitian paling mutakhir, deskripsi relasi kyai-santri tampak masih belum berubah dibanding paparan Mastuhu dan Dhofier.60

Meminjam identifikasi Geertz, kyai dan santri merupakan bagian dari kelompok masyarakat Islam khususnya di pulau Jawa yang memiliki kesadaran keislaman yang lebih utuh dan lurus dibanding dua kelompok lainnya, abangan dan priyayi. Komunitas santri sendiri diidentifikasi

59

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si, “ Kyai, Santri dan Politik” artikel diakses pada 15 Mei 2010 dari http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=17

60

(56)

Geertz merupakan bentukan komunitas kyai, khususnya melalui lembaga pesantrennya. Meski lekat dengan tradisi-tradisi mistis-asketik khas Hindu Jawa mereka termasuk kelompok penganut Islam yang taat dalam menjalankan syari‟ah Islam.61

Antara santri dan kyai terdapat sebuah pola relasi emosional layaknya tradisi feodal, tetapi tanpa struktur dan tingkatan politis yang sofistikatif seperti galibnya tradisi serupa dalam pemerintahan kerajaan. Kyai dan keluarganya memiliki posisi sosial dan kultural yang tinggi dibanding kebanyakan kaum santri. Menurut Irsan sebagaimana diulas Marijan, tradisi tersebut bertumpu pada tiga pilar utama. Pila-pilar tersebut terdiri dari basis massa yang merupakan pola struktur sosialnya, basis ulama yang merepresentasikan struktur kepemimpinan serta basis tradisi yang secara kultural menjadi semacam sistem budaya yang mengikat visi keilmuan maupun belbagai etiket keislaman yang mereka anut62

Persoalannya pada generasi kyai era belakangan, status yang demikian tampak mulai memudar. Kyai yang demikian memang banyak dijumpai era 1950-an sampai dengan 1980-an. Namun demikian, pada generasi sesudahnya semakin banyak kyai yang tidak mewarisi penuh

61

Ibid

62

(57)

pola pikir, posisi sosial, kultural maupun keahlian leluhurnya. Beberapa kyai dan tokoh pesantren memang masih mewarisi wibawa pendahulunya, tetapi tampaknya tidak demikian pada sebagian besar.63

Peranan kyai yang semakin kecil, memberikan dampak pada keragaman pilihan jama‟ahnya. Bisa jadi, dalam kacamata demokrasi,

kecilnya peran kyai, memberikan dampak yang semakin baik. Dampak nyata yang terjadi hari ini adalah penurunan kapasitas keilmuan. Mungkin dulu, banyak sekali karya-karya yang muncul, tapi sekarang sangat sedikit. Bahkan, dulu ketika orang tua menginginkan anaknya mahir dalam ilmu Fiqh, misalnya, mereka akan mengirimkan anaknya untuk “mondok” di pesantren Lirboyo, atau, jika ingin pandai dalam hal ilmu

alat, akan memasukkan anaknya ke pesantren Sarang, dan seterusnya.64 Kecenderungan ini mulai hilang seiring dengan standarisasi kurikulum pesantren yang dibuat oleh Negara. Institusi-institusi pesantren ini kemudian mengalami stagnasi disiplin keilmuan luar biasa. Qasim Zaman, mengomentari tentang kemerosotan Otoritas Ulama65 diakibatkan karena Munculnya Nation state di hampir seluruh Negara-negara berpenduduk Muslim. Seluruh Negara ini kemudian memiliki proyek yang sama, yaitu, penguatan-penguatan birokratisasi Ulama. Dalam

63

Ibid

64

Ibid

65

(58)

konteks Indonesia, birokratisasi itu muncul melalui departemen-departemen, misalnya penyeragaman standarisasi sekolah.

Dunia pesantren juga berhadapan dengan kapitalisme pendidikan. Kapitalisme menciptakan suatu hal hanya diukur dari nilai tukar dibanding dengan nilai guna. Misal sederhananya, lowongan kerja ditukar dengan syarat ijazah. Nah, bagaimana dengan lulusan pesantren tradisional yang tidak mengeluarkan ijazah? Adakah dia memiliki nilai guna sehingga mereka bisa berkarya setelah menyelesaikan masa study di pesantren?66

Relasi kyai, santri dan politik memang telah mengalami perubahan. Dewasa ini sekurang-kurangnya sudah terdapat kesadaran di dalam kerangka referensi yang menempatkan kyai dalam tataran fungsi khusus. Memang semakin rasional sebuah masyarakat akan semakin menempatkan dirinya di dalam mindset diferensiasi struktur spesialisasi fungsi. Penempatan kyai pun telah menggunakan logika seperti itu. Kyai dengan fungsi utamanya adalah sebagai guru spiritual dan pembimbing umat di dalam kehidupan keagamaan maka posisi kyai juga ditempatkan di situ. Jika kyai kemudian memasuki kawasan dunia politik, maka posisi utama kyai pun berubah ke arah tersebut.67

66

Ibid

67

(59)

Walhasil, dibutuhkan sebuah rekayasa (engineering) keilmuan bagi Kyai dan institusinya, yaitu pesantren. Tidak lupa juga, institusi lokal yang mampu mendukung keberlanjutan hidup pesantren secara mandiri harus diberdayakan. Disinilah pentingnya Nahdlatul Ulama hadir ditengah masyarakat pesantren.68

Sebagian berpendapat bahwa sosok seorang kiyai dalam Nahdlatul Ulama adalah sebagai panutan, guru, sumber ilmu, pemimpin dan ahli hukum, orang yang harus ditaati perintahnya dan paling dihormati. Bahkan di suatu tempat di jawa timur, bagi penduduk setempat kiyai adalah segala-galanya. Apapun yang diperintahkan kiyai pasti dilakukan. Bagi penduduk tersebut kiyai adalah pemegang kekuasaan tertinggi bahkan melebihi gubernur atau pimpinan daerah tersebut.69

Pada banyak kasus, peran kyai dalam masyarakat pedesaan tidak hanya terbatas pada persoalan-persoalan yang menyangkut keagamaan. Di tengah kebudayaan yang didominasi ketokohan kyai, berbagai masalah sehari-hari menyangkut urusan rumah tangga, perjodohan, perekonomian, bahkan pengobatan sering menempatkan kyai sebagai tumpuan. Hal ini tentu saja melahirkan hubungan emosional yang diliputi ketergantungan dengan tingkat kepercayaan yang tidak perlu dipertanyakan. Masyarakat

68

Nuruzzaman Amin, Merevitalisasi Peran Kiyai NU artikel diakses pada 15 Mei 2010 dari http://nuruzzamanamin.blogspot.com/2009/08/merevitalisasi-peran-kyai-nu.html

69

(60)

Islam di sekitar kyai dengan sendirinya akan senantiasa berusaha menyesuaikan pandangan hidup dan perilakunya dengan ketokohan kyai. Kyai menjadi pemimpin informal yang lebih didengar petuah dan keputusannya dibanding tokoh manapun.70

Status kyai yang tinggi menjadikannya tidak perlu direpotkan oleh pekerjaan sebagai petani karena pengabdian yang tinggi dari para abdi dan masyarakat yang mengerjakan tanahnya. Meski secara formal mereka bukan pejabat pemerintah, namun status sosial mereka cenderung dominan secara kultural. Mereka lebih dihormati dan didengar pendapatnya dibanding aparat pemerintahan, seperti lurah atau kepala desa.71

Dalam organisasi Nahdlatul Ulama sendiri, peranan kiyai menurut ketua umum PB NU-KH.Said Aqil Sirajd adalah menjaga, melaksanakan dan mengembangkan secara istiqomah eksistensi NU sebagai organisasi yang memperjuangkan aqidah dan amaliah ahlus Sunnah wal-Jama‟ah.

70

Ibid

71 Prof. Dr. Nur Syam, M.Si, “ Kyai, Santri dan Politik” artikel diakses pada 15 Mei 2010 dari

(61)

52

Hukum Islam senantiasa dinamis dan sesuai dengan tuntutan masa dan tempat, intinya menarik yang bermanfaat serta menghindari yang mafsadat. Tujuan akhir ditetapkannya hukum Islam adalah menjadi rahmat bagi manusia, mewujudkan kemaslahatan yang hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Ukuran dan sarana kemaslahatan itu tidak baku dan tidak tak terbatas, ia berubah seiring dengan perkembangan zaman. Secara metodologis, ulama menetapkan hukum Islam berdasarkan sumber primer syariat Islam, Alquran dan Hadis, dua sumber komplementer yang merupakan sub-ordinat (ijmak dan qiyas), kaidah-kaidah suplementer, meliputi Istihsān (preferensi juristik), Amalan Penduduk Madinah, al-Mashālih al-Mursalat (kemaslahatan umum), Istishhāb (aturan kesesuaian), Syar‟ man Qablanā, Madzhab Shahābi, Sadd al -Dzarī'at (menutup jalan yang dapat menghantarkan terjadinya kemaksiatan), dan „urf . Abd al-Rahim „Umran menambahkan empat prinsip (kaidah) umum,

yaitu: "Watak dasar segala hal adalah halal kecuali apabila dilarang oleh suatu nash, tidak memudaratkan dan tidak dimudaratkan, darurat membolehkan yang dilarang, dan memilih kemudaratan yang lebih kecil. (Fatwa Ulama Indonesia Terhadap Isu-isu Kedokteran Kontemporer72

72

(62)

Selama ini NU dianggap sangat hati-hati dalam merespon perkembangan hukum yang terjadi dalam masyarakat, bahkan sebagian pengamat menganggap wacana pemikiran hukum NU mengarah pada proses penutupan ijtihad. Ide-ide baru yang dikembangkan dalam pemikiran hukum NU sekarang ini menjadi lebih progresif dan transformatif dengan tawaran pemikiran-pemikiran para Kyai NU khususnya kalangan muda yang sangat terbuka dan kritis dengan wacana-wacana baru yang berkembang sekarang ini. Mereka mengembangkan pemikiran kritis yang terpretatif, metodologis dan filosofis.

Dengan pemikiran yang interpretatif atas teks-teks fiqih yang ada, para kyai akan mengetahui latar pemikiran khazanah-khazanah klasik yang telah menjadi bahan perbincangan primer kyai. Begitu juga secara metodologis, pemikiran fiqih tidak lagi terkungkung dengan rujukan teks (qauli) saja, tetapi harus diimbangi dengan pembongkaran (dekonstruksi) konteks. Atau dengan kata lain berfiqih tidak harus secara teks (madzhab qauli) tetapi juga dengan metodologi yang kontekstual (manhaj)

Referensi

Dokumen terkait