• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Penanaman Akhlak Melalui Mata Pelajaran PAI Siswa Kelas XII SMA Islam Darul Abror Kota Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode Penanaman Akhlak Melalui Mata Pelajaran PAI Siswa Kelas XII SMA Islam Darul Abror Kota Bekasi"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh: RICA ARYANTI NIM. 1810011000077

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

NIM : 1810011000077

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul “Metode Penanaman Akhlak Melalui Mata Pelajaran PAI Siswa Kelas XII di SMA Islam Darul Abror Kota Bekasi” adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama : Siti Khadijah, MA

NIP : 197007271997032004

Dosen Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan saya siap

menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya

sendiri:

Jakarta, 13 Juni 2014

Yang menyatakan

Rica Aryanti

(6)

i

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Kata kunci: Metode Penanaman Akhlak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode yang diterapkan Guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai akhlak kepada siswa. Dalam hal ini maka Guru Pendidikan Agama Islam harus memahami metode yang tepat untuk dilaksanakan guna menanamkan akhlak kepada anak didiknya secara efektif.

Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian fenomenologis. Dan sumber utama yang dijadikan tolak ukur penelitian adalah wawancara dengan Guru Pendidikan Agama Islam tentang metode yang digunakan dalam menanamkan akhlak kepada siswa.

(7)

ii

Segala puja dan puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah

melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini. Sholawat beserta salam semoga

senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing

dan mendidik umatnya dengan ilmu dan akhlak menuju jalan yang di ridhai oleh

Allah SWT.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademis di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam rangka mencapai gelar S.Pdi. Dalam

penyelesaian skripsi ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan moril maupun

materiil. Adapun ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Nurlena Rifai Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh jajarannya, baik bapak/ibu dosen

yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan, maupun para staff

yang telah membantu kelancaran administrasi.

2. Ketua jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Dr.H. Abdul Majid Khon,

M.Ag, yang telah memberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi dan

rekomendasinya untuk melakukan penelitian.

3. Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA, sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama

Islam.

4. Ibu Siti Khodijah M.A, Dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini.

Apresiasi dan terima kasih yang sebesar-besarnya secara khusus atas

keikhlasan dan kesabaran dalam memberikan bimbingan serta motivasi

kepada penulis.

5. Para Dosen yang telah memberikan pengalaman dan ilmunya kepada penulis

(8)

iii

7. Kepada kedua orangtua tercinta Bapak Saripin dan Ibu Rahmawati dan

keluarga, yang senantiasa memberikan doa dan dorongan semangat kepada

penulis. Terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya.

8. Bapak Mujahid Salahudin Afad selaku kepala SMA Islam Darul Abror yang

telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Seluruh guru, staff, dan siswa/i SMA Islam Darul Abror.

10.Seluruh teman seperjuangan, yaitu PAI C Dual Mode System. Terutama,

Melly, Rofi’ah, Okta, Kardian, Soleh, Wasiah, Rina, dan Cici. Terima kasih

banyak dan sukses selalu.

11.Gunawan, yang senantiasa menyempatkan waktunya saat penulis butuh

bantuan. Terima kasih kawan.

Serta semua pihak yang telah berjasa dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memeberikan keberkahan

kepada kita semua. Amin.

Tak lupa penulis juga mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya,

jika dalam penulisan skripsi ini terdapat hal yang kurang berkenan. Penulis hanya dapat mendo’akan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dengan tulus dalam penyusunan skripsi ini semoga menjadi amal yang shaleh dan mendapat

balasan yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca

sekalian.

Jakarta, 6 Juli 2014

Penulis

(9)

iv

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. KAJIAN TEORI A. Akhlak ... 9

1. Pengertian Akhlak ... 9

2. Macam-Macam Akhlak ... 13

3. Metode Penanaman Akhlak ... 22

B. Pendidikan Agama Islam ... 26

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 26

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 31

(10)

v

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

B. Metode Penelitian ... 52

C. Prosedur dan Pengolahan Data ... 53

D. Pemeriksaan dan Keabsahan Data ... 55

E. Intrumen Penelitian ... 56

F. Analisis Data ... 58

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Latar Penelitian ... 59

1. Profil SMA Islam Darul Abror ... 59

2. Visi dan Misi SMA Islam Darul Abror ... 61

3. Sarana dan Prasarana ... 61

4. Keadaan Guru dan Siswa di SMA Islam Darul Abror ... 62

B. Deskripsi Data ... 64

C. Analisis Hasil Penelitian ... 77

D. Pembahasan ... 78

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

(11)

vi Kota Bekasi

Tabel 4.3 Daftar jumlah siswa di SMA Islam Darul Abror Kota Bekasi

Tabel 4.5 Angket tentang menghormati guru baik di sekolah maupun di luar sekolah

Tabel 4.6 Angket tentang mengikuti kegiatan sholat dhuha dan sholat zuhur berjamaah di sekolah

Tabel 4.7 Angket tentang berkata kasar kepada orangtua

Tabel 4.8 Angket tentang menyalahgunakan uang SPP yang diberikan oleh orangtua untuk kesenangan pribadi

Tabel 4.9 Angket tentang mencontek atau memberi contekan kepada teman

Tabel 4.10 Angket tentang datang terlambat ke sekolah

Tabel 4.11 Angket tentang memperlakukan teman dengan baik tanpa membedakan satu dengan yang lainnya

Tabel 4.12 Angket tentang merokok ketika berada di lingkungan sekolah

Tabel 4.13 Angket tentang bersikap sopan santun kepada guru

Tabel 4.14 Angket tentang membantu teman yang terkena musibah

Tabel 4.15 Angket tentang mengikuti kegiatan keagamaan di sekolah

Tabel 4.16 Angket tentang mengkonsumsi narkoba

Tabel 4.17 Angket tentang memelihara dan merawat tumbuh-tumbuhan dengan baik yang berada di lingkungan sekolah maupun di rumah

Tabel 4.18 Angket tentang membuang sampah pada tempatnya

Tabel 4.19 Angket tentang sikap marah jika ada teman yang mengolok atau mengejek

(12)

vii

Tabel 4.23 Angket tentang memberi infaq yang dilaksanakan setiap hari jumat di sekolah

Tabel 4.24 Angket tentang bersyukur ketika mendapatkan nilai yang memuaskan dari hasil belajar sendiri tanpa bantuan dari teman

[image:12.595.106.515.128.594.2]
(13)

viii 2. Pedoman Observasi

3. Lembar Angket

4. BeritaWawancara

5. Hasil Observasi Penelitian

6. Analisis Item Skor Angket

7. Dokumentasi (FotoKegiatan)

8. Surat Bimbingan Skripsi

9. Surat Izin Penelitian

10.Surat Izin Observasi

(14)

1

Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan

membentuk sikap, kepribadian, keterampilan peserta didik dalam mengamalkan

ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata

pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan.1

Dalam BAB III Pendidikan Keagamaan Pasal 8 ayat 2 mengenai tujuan pendidikan yaitu “pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau

menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif dan

dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertaqwa,

dan berakhlak mulia.”2

Membicarakan pendidikan agama adalah membicarakan tentang keyakinan,

pandangan dan cita-cita hidup dan kehidupan manusia dari generasi ke generasi. Pendidikan agama tidak dapat dipahami “pengajaranagama” tetapi penekanannya

yang lebih penting adalah seberapa dalam tertanamnya nilai-nilai keaagamaan

tersebut dalam jiwa dan seberapa dalam pula nilai-nilai tersebut terwujud dalam

tingkah laku dan budi pekerti siswa didik sehari-hari. Wujud nyata tersebut akan

melahirkan budi yang luhur (akhlakul karimah).

Pendidikan agama dan pendidikan akhlak dalam Sistem Pendidikan Nasional

cukup mendapatkan tempat yang wajar. Undang–undang nomor 2 Tahun 1989

tentang sistem pendidikan nasional bab IX pasal 39 butir 2 misalnya mengatakan

1Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. Fak. Universitas Pendidikan Indonesia. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bag III: Pendidikan Disiplin Ilmu ( PT Imperial Bhakti Utama,2009), h 2

(15)

bahwa, isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat

pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan.

Pendidikan agama biasanya diartikan pendidikan yang materi bahasannya

berkaitan dengan keimanan, ketakwaan, akhlak, dan ibadah kepada Tuhan.

Dengan demikian pendidikan agama berkaitan dengan pembinaan sikap mental

spiritual yang selanjutnya dapat mendasari tingkah laku manusia dalam berbagai

bidang kehidupan. Pendidikan agama tidak terlepas dari upaya menanamkan

nilai-nilai serta unsur agama pada jiwa seseorang. Unsur-unsur agama tersebut

secara umum ada empat, yaitu:

1. Keyakinan atau kepercayaan terhadap adanya Tuhan atau kekuatan gaib

tempat berlindung dan memohon pertolongan;

2. Melakukan hubungan yang sebaik baiknya dengan Tuhan guna mencapai

kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat;

3. Mencintai dan melaksanakan perintah Tuhan, serta menjauhi

larangan-Nya, dengan jalan beribadah yang setulus tulusnya, dan meninggalkan

segala hal yang tidak diizinkan-Nya;

4. Meyakini adanya hal hal yang dianggap suci dan sakral, seperti kitab suci,

tempat ibadah, dan sebagainya.3

Maka dapat kita pahami bahwa, pendidikan agama Islam bukan hanya

sebuah teori yang hanya dipaparkan secara naratif, akan tetapi seharusnya dapat

memberikan pengaruh yang berimplikasi pada segi nilai spiritual maupun nilai

sosial dalam masyarakat yang terwujud pada akhlak yang baik terhadap sesama

manusia. Karena tujuan dengan adanya pendidikan agama Islam itu bukanlah

semata mata untuk memenuhi kebutuhan intelektual saja, melainkan segi

(16)

penghayatan dan pengamalan serta pengaplikasiannya dalam kehidupan dan

sekaligus menjadi pegangan hidup.4

Namun pada kenyataannya beberapa fenomena yang kita lihat pada saat ini

terdapat beberapa kelemahan pada pelaksanaan pendidikan agama di sekolah.

Pertama bahwa, pendidikan agama Islam di sekolah lebih bersifat formalitas,

atau merupakan tempelan saja. Metode yang digunakan dalam pengajaran

pendidikan agama Islam tidak kunjung berubah, sehingga evaluasinya bersifat

stabil dan tidak ada peningkatan yang lebih baik.

Kedua, pendidikan agama Islam yang dilaksanakan selama ini lebih banyak

bersikap menyendiri, kurang berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan pendidikan

lainnya. Cara kerja semacam ini kurang efektif untuk keperluan penanaman

suatu perangkat nilai yang kompleks. Maka dari itu, diperlukan adanya

kerjasama antara guru pendidikan agama Islam dengan guru-guru lainnya.

Dan ketiga, praktik pendidikan agama Islam di sekolah hanya

memperhatikan aspek kognitif saja dan mengabaikan pembinaan aspek afektif

dan konatif-volutif, yakni kemauan dan tekad mengamalkan nilai-nilai ajaran

agama. akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan

praktik pendidikan agama sehingga hal tersebut masih kurang menunjang untuk

membentuk pribadi-pribadi yang Islami. Hal ini dapat kita lihat dengan masih

banyaknya peserta didik yang menunjukan akhlak yang masih kurang baik,

seperti tawuran, tindakan asusila, pacaran, durhaka kepada orang tua, mabuk

mabukan, dan hal ini bukan hanya terjadi di kalangan usia remaja smp atau sma

akan tetapi di kalangan usia sekolah dasar. Hal ini menunjukan bahwa adanya

krisis nilai yang sangat rentan dapat mempengaruhi peserta didik dan generasi

selanjutnya.

Krisis nilai demikian mempunyai ruang lingkup yang menyentuh masalah

kehidupan masyarakat, yaitu menyangkut nilai suatu perbuatan “baik” dan

(17)

“buruk”, bermoral atau amoral, sosial atau asosial, pantas atau tidak pantas dan bobot benar dan tidak benar, serta perilaku lainnya. Perilaku yang diukur atas

dasar etika pribadi dan sosial.5 Krisis akhlak jangan dipandang hanya sebatas

nasib buruk yang menimpa tanpa berusaha menghentikannya.

Sekarang ini semua orang sedang berhadapan dengan perubahan zaman

yang secara radikal akan merubah sistem hidup manusia. Secara umum dapat

disampaikan bahwa sumber krisis akhlak itu dapat dilihat dari penyebab

timbulnya yaitu: pertama, krisis akhlak terjadi karena longgarnya pegangan

agama yang menyebabkan hilangnya pengontrol diri dari dalam (self control).

Kedua, krisis akhlak terjadi karena pembinaan moral yang dilakukan orangtua,

sekolah dan masyarakat sudah kurang efektif. Ketiga, krisis akhlak terjadi

disebabkan karena derasnya arus budaya hidup materialistic, hedonistic, dan

sekularistik. Derasnya arus budaya yang demikian itu didukung oleh para

penyandang modal yang semata mata mengeruk keuntungan material dengan

memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan

akhlak. Dan keempat, krisis akhlak terjadi karena belum adanya kemauan yang

sungguh sungguh dari pemerintah. Kekuasaan, dana, teknologi, sumber daya

manusia, peluang dan sebagainya yang dimiliki pemerintah belum banyak

berguna untuk melakukan pembinaan akhlak bangsa.6

Selain itu, munculnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern

disamping menawarkan berbagai kemudahan dan kenyamanan hidup, juga

membuka peluang untuk melakukan berbagai tindak kejahatan yang lebih

canggih lagi, jika ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut disalahgunakan.

Semisal perkembangan teknologi dibidang kesehatan, minuman, dan obat-obatan

disalahgunakan untuk kemaksiatan yang berefek menghancurkan masa depan

generasi muda. Tempat-tempat beredarnya obat-obatan terlarang semakin

5 Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara. 2003), edisi reivisi, h 63

(18)

banyak, mudah dan canggih. Demikian juga sarana orang yang membuat lupa

pada Tuhan, dan kecenderungan maksiat terbuka lebar dimana-mana. Semua itu

semakin menambah beban tugas akhlak.

Berkenaan dengan itu, maka upaya menegakkan akhlak mulia bangsa

merupakan suatu keharusan mutlak. Sebab akhlak yang mulia akan menjadi pilar

utama untuk tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan

suatu bangsa untuk bertahan hidup ditentukan oleh sejauh mana rakyat dari

bangsa tersebut menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak dan moral. Semakin baik

akhlak dan moral suatu bangsa, semakin baik pula bangsa yang bersangkutan

atau sebaliknya. Akhlak atau moral sangat terkait dengan eksistensi suatu

pendidikan agama. tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pendidikan akhlak

dalam Islam adalah aspek yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama.

hal ini disebabkan bahwa suatu yang disebut baik barometernya adalah baik

dalam pandangan agama dan masyarakat, demikian juga sebaliknya, sesuatu

yang dianggap buruk barometernya adalah buruk dalam pandangan agama dan

masyarakat.7

Mengingat pentingnya pendidikan akhlak bagi terciptanya kondisi

lingkungan yang harmonis, di perlukan upaya serius untuk menanamkan

nilai-nilai tersebut secara intensif. Pendidikan akhlak berfungsi sebagai panduan bagi

manusia agar mampu memilih dan menentukan suatu perbuatan dan selanjutnya

menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk.

Dalam hal ini usaha pendidikan agama Islam di sekolah diharapkan agar

mampu membentuk pribadi yang beriman, bertakwa, cerdas, berbudi pekerti

luhur, bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakat guna tercapainya

kebahagiaan dunia dan akhirat.

Maka dari permasalahan yang ada terkait akhlak, maka penulis tertarik

untuk menggali, membahas dan mendalami lebih jauh tentang bagaimana

(19)

metode penanaman akhlak yang Islami dalam rangka upaya memperbaiki nilai

akhlak dan membentuk akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam. Atas

pertimbangan tersebut di atas maka penulis mengangkat permasalahan tersebut

dalam skripsi dengan judul: “METODE PENANAMAN AKHLAK MELALUI

MATA PELAJARAN PAI SISWA KELAS XII DI SMA ISLAM DARUL

ABROR KOTA BEKASI.”

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Adapun identifikasi masalah dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Fenomena akhlak peserta didik masih kurang menunjukan nilai-nilai yang

sesuai dengan ajaran agama Islam

2. Pelaksanaan proses pembelajaran PAI masih kurang memperhatikan aspek

afektif, dan hanya berorientasi pada teori saja.

3. Pembinaan terhadap akhlak anak didik masih kurang intensif sehingga

diperlukan adanya upaya-upaya yang harus dilakukan guna memperbaiki

nilai moral peserta didik.

4. Upaya pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah masih belum

mencapai tujuan yang diharapkan dan tingkat keberhasilan hasil

penerapannya belum menunjukan hasil yang maksimal.

5. Metode yang diterapkan dalam menanamkan akhlak masih terbatas dan

implikasi penerapannya masih belum dilaksanakan secara optimal.

6. Kurangnya partisipasi orangtua dalam memperhatikan akhlak anaknya.

Sehingga upaya pembenahan akhlak dianggap mutlak menjadi tanggung

jawab sekolah.

7. Sanksi yang diberikan kepada peserta didik yang melakukan pelanggaran

(20)

C. PEMBATASAN MASALAH

Dari beberapa masalah yang yang penulis ungkapkan, maka penulis akan

membatasi permasalahan agar tidak terjadi kesalahpahaman, yaitu:

1. Metode penanaman akhlak yang dimaksud disini adalah usaha atau kegiatan

bimbingan, arahan, peningkatan, yang bersifat penanaman nilai-nilai akhlak,

agar memiliki akhlak yang lebih baik.

2. Pendidikan agama Islam yang akan dibahas disini adalah peran pendidikan

agama Islam terkait dengan penanaman akhlak siswa.

D. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka permasalahan dapat

dirumuskan “Bagaimana metode penanaman akhlak melalui mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam kelas XII di SMA Islam Darul Abror Kota Bekasi”.

E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui bagaimana metode penanaman akhlak melalui

pendidikan agama Islam di SMA Islam Darul Abror kota Bekasi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian berdasarkan tujuan yang dikemukakan diatas

adalah sebagai berikut:

a. Bagi penulis, sebagai sarana menambah ilmu pengetahuan dan sebagai

rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

b. Sebagai masukan kepada guru pendidikan agama Islam bahwa dalam

pendidikan agama Islam bukan hanya menambah pengetahuan

(21)

penting yang diharapkan mampu mencetak generasi yang berakhlakul

karimah.

c. Menambah perbendaharaan kepustakaan bagi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, khususnya Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

d. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan

(22)

9 1. Pengertian Akhlak

Secara kebahasaan perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari

kosakata bahasa arab akhlaq yang merupakan bentuk jamak dari perkataan

khilqun atau khuluqun yang berarti perangai, watak, kebiasaan, kelaziman dan

peradaban yang baik.1

Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan

adanya hubungan baik anta khaliq dengan makhluk. Ibnu Athir menjelaskan bahwa “ hakikat makna khuluq itu, ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqu merupakan gambaran bentuk

luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain

sebagainya).”2

Akhlak karenanya secara kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung

kepada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di Indonesia sudah mengandung konotasi baik, jadi “orang yang

berakhlak” berarti orang yang berakhlak baik”.3

Menurut istilah (terminology) para ahli berbeda pendapat tentang definisi

akhlak tergantung cara pandang masing-masing. Berbagai perbedaan para ahli

itu adalah sebagai berikut:

a. Farid ma’ruf mendefinisikan akhlak sebagi kehendak jiwa manusia yang

menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa

memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.

1Asep Usmar Ismail,dkk. Tasawuf (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Jakarta, 2005), h 1-2 2 A. Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), h 11-12

(23)

b. Ibn Miskawaih (w.1030 M) mendefinisikan akhlak sebagai suatu keadaan

yang melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah, tanpa

melalui proses pemikiran atau pertimbangan (kebiasaan sehari-hari).4

c. Al-Qurtuby menekankan, bahwa akhlak itu merupakan bagian dari

kejadian manusia. Oleh karena itu, kata al-khuluq tidak dapat dipisahkan

pengertiannya dengan kata al-khilqah; yaitu fitrah yang dapat

mempengaruhi perbuatan setiap manusia.5

d. Alghazali (w.1111 M) memberikan pengertian bahwa akhlak adalah suatu

sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan

dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan

pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut

akhlak yang buruk.6

Para ulama cukup beragam dalam menginterprestasi apa sebenarnya yang

dimaksud dengan akhlak itu. Murthada dan Muthahari misalnya mengatakan

bahwa akhlak mengacu kepada suatu perbuatan yang bersifat manusiawi,

yaitu perbuatan yang lebih bernilai dari sekedar perbuatan alami seperti

makan, tidur dan sebagainya. Perilaku yang tergolong pada akhlak adalah

perbuatan yang memiliki nilai, seperti berterima kasih, hormat kepada orang

tua dan sebagainya. Apabila seseorang mendapatkan perlakuan yang demikian

baik dari orang lain, maka orang tersebut mengatakan bahwa perbuatan akhlak

adalah perbuatan yang langsung diperintahkan oleh agama. Adapula yang

mengatakan perbuatan akhlak adalah perbuatan yang bermuara dari perasaan

4Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. Fak. Universitas Pendidikan Indonesia, Opcit h 20-21

5Mahjuddin, Akhlak Tasawuf 1 Mukjizat Nabi Karomah Wali dan Ma’rifah Sufi, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h 5

(24)

yang mencintai sesama. Perbuatan akhlak adalah semua jenis perbuatan yang

diperuntukkan bagi oranglain.7

Al-Mahjuddin mengatakan dalam bukunya bahwa akhlak adalah

perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya. Maka gerakan

refleks, denyut jantung dan kedipan mata tidak dapat disebut akhlak, karena

gerakan tersebut tidak diperintah oleh unsur kejiwaan.

Dorongan jiwa yang melahirkan perbuatan manusia, yaitu:

a. Tabiat (pembawaan); yaitu suatu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi

oleh lingkungan manusia, tetapi disebabkan oleh naluri (gharizah) dan

faktor warisan sifat-sifat dari orangtuanya atau nenek moyangnya.

Dorongan ini disebut oleh Mansur Ali Rajab dengan istilah “Al-Khulqu

Al-Fitriyah”.

b. Akal fikiran; yaitu dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan

manusia setelah melihat sesuatu, mendengarkannya, merasakan serta

merabanya. Alat kejiwaan ini, hanya dapat menilai sesuatu yang lahir

(yang nyata). Dorongan ini, disebut sebagai istilah Al-„Aqlu”.

c. Hati Nurani; yaitu dorongan jiwa yang dapat menilai hal hal yang sifatnya

abstrak (yang batin). Dorongan ini, disebut “Al-Basirah”. Karena

dorongan ini mendapatkan keterangan (ilham) dari Allah SWT, maka

Mansur Ali Rajab mendefinisikan sebagai berikut: penilaian hati nurani

adalah suatu kekuatan (batin) dalam hati yang mendapatkan nur ilahi;

sehingga (manusia) dapat melihat hakikat sesuatu dan kenyataannya,

dengan pusat pandangan (batin) dalam dirinya. (karena itu), engkau pasti

dapat melihat bentuk sesuatu yang sebenarnya dan realita saja. Maka itulah yang disebut oleh hukama „sebagai “akal murni” dan “pandangan yang suci”.

(25)

Ketiga kekuatan kejiwaan dalam diri manusia inilah yang menggambarkan

hakikat manusia itu sendiri. Maka konsepsi pendidikan dalam Islam, selalu

memperhatikan ketiga kekuatan tersebut, agar dapat berkembang dengan baik

dan seimbang, sehingga terwujud manusia yang ideal (insan kamil) menurut

konsepsi Islam.8

Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak

sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan, melainkan

saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat

dalam akhlak, yaitu:

a. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa

seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

b. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa

pemikiran.

c. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang

mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.

d. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya,

bukan main-main atau karena bersandiwara.

e. Perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang

dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin

dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.9

Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa, akhlak merupakan

suatu perbuatan yang dilakukan secara spontanitas tanpa proses pemikiran

terlebih dahulu. Adapun baik buruk dari perbuatan seseorang tersebut

tergantung dari kepribadian yang ditanam dalam dirinya yang kemudian

8Mahjuddin, Opcit h 5-7

(26)

menjadi kebiasaan, apakah yang ditanam dalam jiwanya termasuk akhlak

yang baik atau sebaliknya.

2. Macam-macam Akhlak

Secara garis besar akhlak itu terbagi menjadi dua macam, antara

keduanya bertolak belakang efeknya bagi kehidupan manusia. Akhlak tersebut

adalah;

a. Akhlak yang baik atau akhlak mahmudah;

b. Akhlak yang buruk atau akhlak mazmumah.

Akhlak mahmudah dilahirkan oleh sifat sifat mahmudah yang selalu

identik dengan keimanan dan akhlak mazmumah dilahirkan oleh sifat sifat

mazmumah yang selalu identik dengan kemunafikan.

Jadi akhlak mahmudah adalah akhlak yang baik, yang terpuji, yang

terpuji, yang yang tidak bertentangan dengan hukum syarat dan akal pikiran

yang sehat yang harus dianut dan dimiliki oleh setiap orang. Sedangkan

akhlak mazmumah adalah akhlak yang buruk dan tercela serta bertentangan

dengan ajaran agama Islam.10

a. Akhlak Mahmudah

Akhlak mahmudah disebut juga akhlak al-karimah atau akhlak yang

mulia amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia

dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. Akhlak yang mulia dapat

dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, akhlak mulia kepada Allah. Kedua,

akhlak mulia terhadap diri sendiri dan ketiga, akhlak mulia terhadap

sesama manusia. Ketiga akhlak tersebut dapat dikemukakan sebagai

berikut:

(27)

1) Akhlak terhadap Allah

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran

bahwa Tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji

demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak

akan mampu menjangkau hakikat-Nya.11

Akhlak terhadap Allah meliputi antara lain:

a) Bertaubat (Al-Taubah); yaitu suatu sikap yang menyesali

perbuatan buruk yang pernah dilakukan dan berusaha

menjauhinya, serta melakukan perbuatan baik. Dalam Al-Qur’an,

banyak diterangkan masalah taubat; antara lain terdapat pada surah

At-Taubah ayat 75 yaitu:















“Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada Kami, pastilah Kami akan bersedekah dan pastilah Kami Termasuk orang-orang yang saleh.”

b) Bersabar (Al-Sabru); yaitu suatu sikap yang betah atau dapat

menahan diri pada kesulitan yang dihadapinya. Tetapi tidak berarti

bahwa sabar itu langsung menyerah tanpa upaya untuk melepaskan

diri dari kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Maka sabar yang

dimaksud adalah sikap yang diawali dengan ikhtiyar, lalu diakhiri

dengan sikap menerima dan ikhlas, bila seseorang dilanda cobaan

dari Tuhan.

c) Bersyukur (Al-Shukru); yaitu suatu sikap yang selalu ingin

memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, nikmat yang telah

diberikan oleh Allah SWT. Kepadanya; baik bersifat pisik maupun

(28)

non-pisik. Lalu disertai dengan peningkatan pendekatan diri

kepada Yang memberi nikmat, yaitu Allah SWT.12

d) Tawakkul; secara umum tawakkul adalah pasrah bulat kepada

Allah setelah melaksanakan suatu rencana atau usaha. Kita tidak

boleh bersikap memastikan terhadap suatu rencana yang telah kita

susun, tetapi harus bersikap menyerahkan kepada Allah. Manusia

hanya merencanakan dan mengusahakan, tetapi Tuhan yang

menentukan hasilnya.13

e) Ikhlas; artinya bersih, murni, belum bercampur dengan sesuatu.

Yang dimaksud dengan ikhlas disini ialah niat didalam hati yang

semata mata karena Allah dan hanya mengharap keridhaan-Nya

belaka suatu amalan dilaksanakan.14

2) Akhlak terhadap diri sendiri

Berakhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan

menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri dengan

sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu adalah ciptaaan dan

amanah Allah yang harus dipertanggung jawabkan dengan

sebaik-baiknya.

Untuk menjalankan perintah Allah dan bimbingan Nabi

Muhammad SAW maka setiap umat Islam harus berakhlak dan

bersikap sebagai berikut:

a) Hindarkan minuman yang beracun/ keras

Setiap muslim harus menjaga dirinya sebagai suatu kewajiban,

untuk tidak meracuni dirinya dengan minuman beralkohol,

narkotika, atau kebiasaan buruk lainnya yang merugikan diri dan

bersifat merusak.

12Mahjuddin, Opcit h 10-13

13Acep Usmar Ismail, Opcit h 118

(29)

b) Hindarkan perbuatan yang tidak baik

Sikap seorang muslim untuk mencegah melakukan sesuatu yang

tidak baik adalah gambaran untuk pribadi muslim dalam sikap

lakunya sehari-hari, sebagai suatu usaha untuk menjaga dirinya

sendiri.

c) Memelihara kesucian jiwa

Penyucian dan pembersihan diri dilakukan secara terus menerus

dalam amal shaleh. Untuk keperluan memelihara kebersihan diri

dan kesucian jiwa secara teratur, perlu pembiasaan sebagai

berikut: taubat, muraqabah, muhasabah, mujahadah, taat

beribadah.

d) Pemaaf dan pemohon maaf

Menjadi umat yang pemaaf biasanya mudah, tetapi untuk

meminta maaf apabila seseorang melakukan kekhilafan terhadap

orang lain sungguh sangat sukar, karena merasa malu.

e) Sikap sederhana dan jujur

Disamping itu, setiap diri pribadi umat Islam harus bersikap dan

berakhlak yag terpuji, diantaranya bersikap sederhana, rendah

hati, jujur, menepati janji dan dapat dipercaya.

f) Hindarkan perbuatan tercela

Dan setiap diri pribadi umat Islam harus menghindari dari

perbuatan yang dapat mempengaruhi rusaknya akhlak yang

baik.15

g) Lapang dada (insyiraf)

Yaitu sikap penuh kesediaan menghargai pendapat dan pandangan

orang lain. Al-qur’an menuturkan sikap insyiraf ini merupakan

akhlak Nabi SAW, sikap terbuka dan toleran serta kesediaan

(30)

bermusyawarah secara demokratis erat sekali hubungannya

dengan sikap insyiraf ini.

h) Perwira („iffah atau ta’affuf)

Yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong, tetap rendah

hati, dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba

dengan maksud mengundang belas kasihan dan mengharapkan

pertolongan orang lain.16

Manusia yang berakhlak baik terhadap dirinya sendiri adalah

manusia yang terbina sumber dayanya secara optimal. Sebaliknya

manusia yang tidak terbina sumber dayanya secara baik ia akan

menjadi penonton dan dirinya akan tersisih.

3) Akhlak terhadap sesama

Akhlak terhadap sesama dapat dibagi menjadi dua yaitu akhlak

terhadap sesama manusia dan akhlak terhadap lingkungan hidup.

Akhlak terhadap manusia meliputi:

a) Akhlak terhadap Rasulullah, antara lain dengan mencintai

Rasulullah secara tulus dan mengikuti sunnahnya; menjadikan

Rasulullah sebagai suri tauladan dalam hidup dan kehidupan;

menjalankan perintah dan menjauhkan larangannya. Termasuk

diantaranya adalah berbuat baik terhadap perempuan,

sebagaimana sabda Nabi;

“sebaik-baik kalian adalah yang baik terhadap isterinya.”

b) Akhlak terhadap orangtua, antara lain: mencintai mereka lebih

dari mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya, merendahkan

diri kepada keduanya diiringi dengan perasaan kasih sayang,

berkomunikasi dengan orangtua dengan hikmat, mempergunakan

(31)

kata kata yang lemah lembut, berbuat baik terhadap keduanya

dengan sebaik-baiknya, tidak menyinggung perasaan dan

menyakiti hatinya, membuat ibu bapak ridha; mendoakan

keselamatan dan ampunan bagi mereka kendatipun seorang atau

keduanya telah meninggal dunia.

c) Akhlak terhadap tetangga/ karib kerabat, antara lain; saling

membina rasa cinta dan kasih sayang dalam keluarga, saling

menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak, berbakti kepada

ibu bapak, mendidik anak anak dengan penuh kasih sayang,

memelihara hubungan silaturahim dan melanjutkan silaturahim

yang dibina orang yang telah meninggal.

d) Akhlak terhadap masyarakat antara lain; memuliakan tamu,

menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat

yang bersangkutan, saling menolong dalam melakukan kebajikan

dan takwa, menganjurkan masyarakat_termasuk diri sendiri_

berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat (munkar), memberi

makan fakir miskin, dan berusaha melapangkan hidup dan

kehidupannya, bermusyawarah untuk kepentingan bersama,

mentaati putusan yang telah diambil, menunaikan amanah dengan

melaksanakan kepercayaan yang diberikan seseorang atau

masyarakat kepada kita, dan menepati janji.17

4) Akhlak terhadap lingkungan

Akhlak terhadap lingkungan bertujuan agar lingkungan

terpelihara, tidak rusak dan tetap lestari, sehingga alam akan terus

menerus memberikan manfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri

sepanjang manusia itu ada. Akhlak terhadap lingkungan ini seakan

(32)

luput dari perhatian, oleh karena yang sering didoktrinkan adalah

bagaimana mensucikan jiwa yang terkait hubungan manusia dengan

Tuhan. Contoh akhlak terhadap lingkungan adalah mengkonsumsi apa

yang ada dalam alam sekedar keperluan, tidak mengambil secara

berlebihan dan memanfaatkan apa yang dapat dimanfaatkan tidak

sampai mubadzir.

Akhlak terhadap lingkungan antara lain:

a) Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.

b) Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan hayati,

flora dan fauna yang sengaja diciptakan Allah SWT untuk

kepentingan manusia dan makhluk hidup lainnya.

c) Sayang pada semua makhluk.18

Demikianlah dapat penulis simpulkan bahwa akhlak mahmudah

mencakup semua aspek kehidupan yang ada dimuka bumi. Maka

manusia sebagai khalifah yang hidup saling ketergantungan haruslah

memaknai betapa besar pengaruh yang dirasakan dengan perilaku

terpuji. Dengan kesadaran akan hal ini maka akan terciptanya suasana

kehidupan yang harmonis, aman, rukun, tentram dan rasa kebahagiaan

yang tidak ternilai. Dan tanpa disadari dengan membiasakan berakhlak

mulia kepada semua mahkluk senantiasa menumbuhkan rasa syukur

terhadap apa yang telah diberikan oleh Allah SWT.

b. Akhlak Mazmumah

Akhlak mazmumah secara umum adalah sebagai lawan atau kebalikan

dari akhlak yang baik, berdasarkan ajaran Islam dijumpai berbagai macam

akhlak tercela diantaranya:

(33)

1) Berbohong

Bohong ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak

sesuai, tidak cocok dengan yang sebenarnya. Berdusta atau berbohong

ada tiga macam: berdusta dengan perbuatan, berdusta dengan lisan,

berdusta dalam hati.19

2) Takabbur (Al-Kibru);, yaitu suatu sikap yang menyombongkan diri,

sehingga tidak mau mengakui kekuasaan Allah di alam ini, termasuk

mengingkari nikmat Allah yang ada padanya.20

3) Munafiq (An-nifaq); yaitu suatu sikap yang menampilkan dirinya

bertentangan dengan kemauan hatinya dalam kehidupan beragama.

Dalam Al-quran, banyak diterangkan masalah munafiq: antara lain

pada surah At-Taubah ayat 64 yang berbunyi. 21









“Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: "Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan rasul-Nya)." Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu.(At-taubah:64)

4) Rakus atau tamak (Al-Hirsu atau Al-Tama’u); yaitu suatu sikap yang

tidak pernah merasa cukup, sehingga selalu ingin menambah apa yang

seharusnya ia miliki, tanpa memperhatikan hak-hak orang lain. Hal ini,

termasuk kebalikan dari rasa cukup (Al-Qana’ah) dan merupakan

akhlak buruk terhadap Allah, karena melanggar ketentuan

larangan-Nya.22

19Moh. Ardani, Opcit h 58

20Mahjuddin,Opcit h 17

21Ibid, h 19-20

(34)

5) Marah (Ghadhab), marah bagaikan nyala api yang terpendam didalam

hati, oleh karenanya orang yang sedang marah mukanya merah

menyala bagaikan bara api. Inilah sebabnya mengapa dalam ajaran

Islam orang yang sedang marah dianjurkan untuk segera berwhudu

kalau perlu mandi. 23

6) Dengki (hasad), seringkali permusuhan diawali dari rasa dendam dan

benci, inilah dengki. Penyakit ini berbahaya dan sulit untuk diobati

dengan terapi biasa. Bila rasa dengki tersebut masih tersarang dalam

hati seseorang, maka selama itu pula ia tidak akan merasakan bahagia

dalam hidupnya.24

Ketinggian budi pekerti yang terdapat pada seseorang menjadikannya dapat melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik dan sempurna, sehingga menjadikan orang itu dapat hidup bahagia. Sebaliknya apabila manusia buruk akhlaknya, kasar tabiatnya, buruk prasangkanya pada orang lain, maka hal itu sebagai pertanda bahwa orang itu hidup resah sepanjang hidupnya karena ketiadaan keserasian dan keharmonisan dalam pergaulannya sesama manusia lainnya.25

Sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka akhlak dalam wujud

pengamalannya dibagi menjadi dua yaitu akhlak terpuji dan akhlak

tercela. Jika kita melakukan suatu perbuatan yang sesuai dengan apa yang

diperintahkan oleh Allah SWT maka akan melahirkan perbuatan yang

baik, dan itulah yang dinamakan akhlak terpuji. Tapi jika kita melakukan

perbuatan yang dilanggar oleh Allah SWT dan menyimpang dari al-qur’an

dan hadist maka akan melahirkan perbuatan yang buruk, dan itulah yang

dinamakan akhlak tercela. Dan kita sebagai hambanya termasuk golongan

23Acep Usmar Ismail, Opcit h 32

24Ibid, h 33

(35)

yang berakhlak terpuji atau malah sebaliknya. Semuanya tergantung dari

hati dan diri kita sendiri.

3. Metode Penanaman Akhlak

Metode asal usul katanya adalah “metoda” mengandung pengertian “suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan”. Metode berasal dari dua kata yaitu “meta” dan “hodos”. “Meta” berarti “melalui”, dan “hodos” berarti “jalan”

atau “cara”. Dalam bahasa arab metode dikenal dengan istilah thariqah yang

berarti jalan, cara, sistem atau langkah-langkah strategis yang dipersiapkan

untuk melakukan suatu pekerjaan.26 Bila dihubungkan dengan penanaman

akhlak maka metode penanaman akhlak dapat dikatakan sebagai suatu cara

atau proses menanamkan nilai akhlak dalam diri sesorang untuk membentuk

pribadi yang berakhlak mulia.

Urgensi penanaman nilai-nilai adab sejak kecil tampak begitu jelas ketika

melihat Rasulullah SAW memberikan perhatiannya yang begitu besar dalam

proses pembentukan akhlak. Aktivitas penanaman adab dalam diri anak dan

pembiasaannya hingga menjadi tabiat dan perangainya dalam keseharian.

Lebih utama dibandingkan dengan sedekah yang mampu melebur kesalahan.27

Seperti tertera pada surat al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi:







“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(Al-ahzab:21)

26A. Heris Hermawan, M. Ag, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam DEPAG RI, 2009), h 234

(36)

Kedudukan akhlak dalam Islam merupakan salah satu sendi agama,

dengan fungsi yang selalu menguatkan pengalaman aqidah dan syari’ah, maka

agama Islam memberikan tuntunan kepada manusia, agar akhlak mulia

menjadi bagian dalam kehidupan.

Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku.

Cara yang cukup efektif dalam pembinaan akhlak adalah melalui keteladanan.

Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk dengan hanya dengan pelajaran,

intruksi dan larangan, sebab tabiat jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak

cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjaan ini dan jangan

kerjakan itu. Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang

panjang. Pendidikan itu tidak sukses, tanpa diiringi dengan pemberian contoh

teladan yang baik dan nyata.

a. Keteladanan

Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh

dan terbukti paling mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual

dan etos sosial anak. Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik

dalam pandangan anak, yang tindak tanduk dan sopan santunnya, disadari

atau tidak , akan ditiru oleh mereka. Bahkan bentuk perkataan , perbuatan

dan tindak tanduknya, akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak.

Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam

menentukan baik buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya,

berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan

yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam

kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari

perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula

(37)

yang kikir, penakut dan hina, maka si anak akan tumbuh dalam

kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina.28

b. Nasihat

Hal ini termasuk metode pendidikan berhasil dalam pembentukan

akidah anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun

sosial, adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya

nasihat-nasihat. Karena dengan nasihat dan petuah memiliki pengaruh

yang cukup besar dalam membuka mata anak-anak kesadaran akan

hakikat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat yang

luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya

dengan prinsip-prinsip Islam. Karenanya, tidak heran kalau kita tahu

bahwa Al-qur’an menggunakan metode ini, menyerukan kepada manusia

untuk melakukannya dan mengulang-ngulangnya dalam beberapa

ayat-Nya, dan dalam sejumlah tempat dimana Dia memberikan arahan dan

nasihat-Nya.29

Dengan demikian, para pendidik hendaknya memahami betul akan

hakikat ini, dan menggunakan metode-metode Al-qur’an dalam upaya

memberikan nasihat, peringatan dan bimbingannya, untuk mempersiapkan

anak-anak mereka yang masih usia muda -baik sebelum tamyiz maupun

pada usia remaja- dalam hal akidah maupun moral, dalam pembentukan

kepribadian maupun kehidupan sosial, jika mereka memang

menginginkan kebaikan, kesempurnaan kematangan akhlak dan akal

anak-anak.

28Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam 2 (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), h142

(38)

c. Perhatian atau Pengawasan

Yang dimaksud pendidikan dengan perhatian adalah senantiasa

mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek akidah

dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental dan

sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan

kemampuan ilmiahnya.30

Sudah menjadi kesepakatan, bahwa memperhatikan dan mengawasi

anak yang dilakukan oleh pendidik, adalah asas pendidikan yang paling

utama. Mengingat anak akan senantiasa terletak dibawah perhatian dan

pengawasan pendidikan jika pendidik selalu memperhatikan terhadap

segala gerak gerik, ucapan, perbuatan dan orientasinya. Jika melihat

sesuatu yang baik, dihormati, maka doronglah sang anak untuk

melakukannnya. Dan jika melihat sesuatu yang jahat, cegahlah mereka,

berilah peringatan dan jelaskanlah akibat yang membinasakan dan

membahayakan. Jika pendidik melalaikan anak didiknya, sudah barang

tentu anak didik akan meyeleweng dan terjerumus ke jurang kehancuran

dan kebinasaan.31

d. Hukuman

Al-qur’an telah memakai hukuman yang memberikan ketakutan dan

ancaman ini dalam banyak ayat yang jelas, dan menggunakannya dalam

upaya memperbaiki jiwa yang mukmin, mempersiapkan moral dan

spiritualnya. Betapa ia meninggalkan bekas dalam jiwa, hasil yang baik

dalam tingkah laku, akibat-akibat terpuji dalam pendidikan dan etika.

Hukuman yang diterapkan para pendidik dirumah atu disekolah

berbeda-beda dari segi jumlah dan tata caranya, tidak sama dengan

hukuman yang diberikan kepada orang-orang umum. Dibawah ini metode

yang dipakai Islam dalam upaya memberikan hukuman kepada anak :

30Ibid, h 275

(39)

1) Lemah lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan anak.

2) Menjaga tabiat anak yang salah dalam menggunakan hukuman.

3) Dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara bertahap, dari

yang paling ringan hingga yang paling keras.

Rasulullah SAW telah meletakkan metode dan tata cara bagi para

pendidik untuk memperbaiki penyimpangan anak, mendidik, meluruskan

kebengkokannya, membentuk moral dan spiritualnya. Sehingga pendidik

dapat mengambil yang lebih baik, memilih yang lebih utama untuk

mendidik dan memperbaiki. Pada akhirnya, dapat membawa sampai

tujuan yang diharapkan, menjadi manusia mukmin dan bertaqwa.32

Karenanya, jika kita menginginkan kebaikan pada diri anak,

kebahagiaan bagi masyarakat, ketentraman bagi negara, hendaknya

metode-metode ini tidak kita abaikan. Dan hendaknya kita berlaku

bijaksana dalam memilih metode yang paling efektif dalam situasi dan

kondisi tertentu. Semua ini bukanlah hal yang mustahil bagi Allah Yang

Maha Perkasa.

B. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan berasal dari kata didik, artinya bina, mendapat awalan pen-,

akhiran-an, yang maknanya sifat dari perbuatan membina atau melatih, atau

mengajar dan mendidik itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan merupakan

pembinaan, pelatihan, pengajaran dan semua hal yang merupakan bagian dari

usaha manusia untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilannya.33

Pendidikan secara terminologis dapat diartikan sebagai pembinaan,

pembentukan, pengarahan, pencerdasan, pelatihan yang ditujukan kepada

semua anak didik secara formal maupun nonformal dengan tujuan

32Ibid, h 312-316

(40)

membentuk anak didik yang cerdas, berkepribadian, memiliki keterampilan

atau keahlian tertentu sebagai bekal dalam kehidupannya dimasyarakat.

Secara formal, pendidikan adalah pengajaran (at-tabiyah, at-ta’lim).34

Dalam arti luas, pendidikan adalah hidup. Artinya, pendidikan adalah

segala pengalaman (belajar) diberbagai lingkungan yang berlangsung

sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu.35

Hal ini juga dikatakan oleh Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu

Pendidikan dalam Perspektif Islam, bahwa pendidikan ialah pengembangan

pribadi dalam semua aspeknya, dengan penjelasan bahwa yang dimaksud

pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan dari diri sendiri,

pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh

aspek ini mencakup jasmani, akal, dan hati.36

Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa, “pendidikan itu adalah

usaha secara sadar dan sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya

meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu memikul

tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.”37

Pada bagian lain, mengutip pernyataan Ki Hajar Dewantara dalam buku

Abuddin Nata, beliau mengatakan bahwa pendidikan adalah tuntunan didalam

hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun

kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia

dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan

kebahagiaan yang setinggi-tingginya.38

34Ibid, h 53

35 Tatang Syarifudin, Landasan Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam DEPAG RI,2009), h 27

36 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h 26

37 Armai Arief dan Sholehuddin, Perencanaan Sistem Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Wahana Kordofa, 2009), h 7

(41)

Pendidikan adalah juga merupakan bagian dari upaya untuk membantu

manusia memperoleh kehidupan yang bermakna hingga diperoleh suatu

kebahagiaan hidup, baik secara individu maupun kelompok. Sebagai proses,

pendidikan memerlukan sebuah sistem yang terprogram dan mantap, serta

tujuan yang jelas agar arah yang dituju mudah dicapai.” Pendidikan adalah

upaya yang disengaja makanya pendidikan merupakan suatu rancangan dari

proses suatu kegiatan yang memiliki landasan dasar yang kokoh, dan arah

yang jelas sebagai tujuan yang hendak dicapai.”39

Dari beberapa definisi diatas, maka dapat dikatakan bahwa pendidikan

merupakan suatu proses dan pengembangan kepribadian yang dilakukan oleh

pendidik kepada peserta didik yang mencakup seluruh aspek kehidupannya,

guna membekali dirinya untuk menghadapi masa yang akan datang. Pendidik

yang dimaksud disini bukan hanya guru akan tetapi termasuk orangtua, karena

bagaimana pun orangtua merupakan pendidik pertama dalam lingkungan

keluarga.

Hakikat pendidikan menjangkau 4 hal yang sangat mendasar, yaitu

sebagai berikut:

a. Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pembinaan akal manusia yang

merupakan potensi utama dari manusia sebagai makhluk berpikir. Dengan

pembinaan olah pikir, manusia diharapkan semakin meningkat

kecerdasannya dan meningkat pula kedewasaan berpikirnya, terutama

memiliki kecerdasan dalam memecahkan permasalahan dalam

kehidupannya.

b. Pendidikan pada hakikatnya adalah pelatihan keterampilan setelah

manusia memperoleh ilmu pengetahuan yang memadai dari hasil olah

pikirnya. Keterampilan yang dimaksudkan adalah suatu objek tertentu

(42)

yang membantu kehidupan manusia karena dengan keterampilan tersebut,

manusia mencari rezeki dan mempertahankan kehidupannya;

c. Pendidikan dilakukan dilembaga formal dan nonformal, sebagaimana

dilaksanakan disekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat;

d. Pendidikan bertujuan mewujudkan masyarakat yang memiliki kebudayaan

dan peradaban yang tinggi dengan indikator utama adanya peningkatan

kecerdasan intelektual masyarakat, etika dan moral masyarakat yang baik

dan berwibawa, serta terbentuknya kepribadian yang luhur.

Hakikat pendidikan dalam Islam adalah kewajiban mutlak yang

dibebankan kepada semua umat Islam, bahkan kewajiban pendidikan atau

mencari ilmu dimulai dari semenjak bayi dalam kandungan hingga masuk

liang lahat.40

Dalam bukunya M. Arifin mengatakan bahwa, pendidikan Islam adalah

usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan

membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar)

anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan

perkembangannya.41

Demikian pula Abuddin Nata, beliau mengatakan bahwa pendidikan

Islam adalah pendidikan yang seluruh komponen atau aspeknya didasarkan

pada ajaran Islam. Visi, misi, tujuan, proses belajar mengajar, pendidik, dan

peserta didik, hubungan pendidik dan peserta didik, kurikulum dan bahan ajar,

sarana prasarana, pengelolaan, lingkungan dan aspek atau komponen

pendidikan lainnya didasarkan pada ajaran Islam. Itulah yang disebut

pendidikan Islam, atau pendidikan yang islami.42

Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai pendidikan agama Islam.

Pengertian pendidikan agama Islam itu sendiri adalah usaha sadar untuk

40Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, h 56

41M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), edisi revisi, h 22

(43)

menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan

mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengarahan atau

latihan dengan memerhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam

hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk

mewujudkan kesatuan nasional. 43

Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu sebagai

berikut:

a. Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan

bimbingan, pengajaran dan/ atau latihan yang dilakukan secara berencana

dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.

b. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan; dalam arti

ada yang dibimbing, diajari dan/atau dilatih dalam peningkatan keyakinan,

pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran Islam.

c. Pendidik atau Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) yang melakukan

kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan secara sadar terhadap

peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam.

d. Kegiatan (pembelajaran) pendidikan agama Islam diarahkan untuk

meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan

ajaran agama Islam dari peserta didik, yang disamping untuk membentuk

kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus untuk membentuk

kesalehan sosial. Dalam arti, kualitas atau kesalehan pribadi itu

diharapkan mampu memancar keluar dalam hubungan keseharian dengan

manusia lainnya (bermasyarakat), baik yang seagama (sesama muslim),

ataupun yang tidak seagama (hubungan dengan nonmuslim), serta dalam

berbangsa dan bernegara sehingga dapat terwujud persatuan dan kesatuan

(44)

nasional (ukhuwah wathoniyah) dan ukhuwah insaniyah (persatuan dan

kesatuan antar sesama manusia).44

Pada pendidikan dasar, pendidikan keagamaan merupakan pendidikan

wajib bersama-sama dengan 12 bahan kajian lainnya. Pada jenjang pendidikan

menengah, pendidikan keagamaan juga merupakan pendidikan wajib bersama

dengan pendidikan pancasila dan pendidikan kewarganegaraan. Jadi,

pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional keberadaannya sangat

penting.45

Dengan demikian, pendidikan agama di sekolah adalah sebagai salah satu

bentuk untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam meningkatkan

pemahaman keagamaan, yakni meningkatkan keimanan dan ketakwaan

kepada Allah SWT serta membiasakan siswa berakhlak mulia.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam di SMA

Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah setelah sesuatu usaha

atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan

kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan,

tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda

yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari

kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.46

Tujuan pendidikan agama Islam bukan semata-mata untuk memenuhi

kebutuhan intelektual saja, melainkan segi penghayatan juga pengamalan serta

pengaplikasinya dalam kehidupan dan sekaligus menjadi pegangan hidup.

Mengutip pernyataan dari Muhammad Fadhil al-jamali dalam buku

Abuddin Nata, beliau merumuskan tujuan pendidikan Islam dengan empat

macam, yaitu: (1) mengenalkan kepada manusia akan perannya diantara

44Muhaimin, et.al, Opcit h 76

45 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), edisi revisi, h 182

(45)

sesama makhluk dan tanggung jawabnya dalam hidup ini; (2) mengenalkan

manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup

bermasyarakat; (3) mengenalkan manusia akan alam dan mengajak mereka

untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberi kemungkinan kepada

mereka untuk mengambil manfaat darinya; dan (4) mengenalkan manusia

akan pencipta alam (Allah) dan menyuruhnya beribadah kepada-Nya.47

Dalam hal ini tujuan pendidikan agama Islam di SMA adalah:

a. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan

pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta

pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia

muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah

SWT;

b. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia

yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif,

jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan

secara personal dan social serta mengembangkan budaya agama dalam

komunitas sekolah.48

Berpedoman dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan

pendidikan agama Islam itu adalah untuk membina manusia yang mengabdi

kepada Allah, cerdas, terampil, berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab

terhadap dirinya dan masyarakat guna tercapainya kebahagiaan dunia dan

akhirat.

47Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, hlm 62

(46)

3. Ruang Lingkup dan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMA

Di dalam GBPP mata pelajaran pendidikan agama Islam kurikulum 1999,

tujuan PAI lebih dipersingkat lagi, yaitu: ”agar siswa memahami, menghayati,

meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim

yang beriman, bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia”.

Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses

pendidikan agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah

dimulai dari tahapan kognisi., yakni pengetahuan dan pemahaman siswa

terhadap ajaran nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk

selanjutnya menuju ketahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi

ajaran dan nilai agama kedalam diri siswa, dalam arti menghayati dan

meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti

penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh

pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam.

Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri

siswa dan bergerak untuk mengamalkan dan mentaati ajaran Islam (tahapan

psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian,

akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa dan berakhlak

mulia.49

Mengenai ruang lingkup pendidikan agama Islam di SMA meliputi

aspek-aspek sebagai berikut:

a. Al-Qur’an dan Hadits

b. Aqidah

c. Akhlak

d. Fiqih

e. Tarikh dan kebudayaan Islam

(47)

Pendidikan agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan

keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusian

dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan

manusia dengan alam sekitarnya. 50

Kemudian berkenaan dengan kurikulum pendidikan agama Islam, maka

sebelumnya akan dijelaskan apa pengertian kurikulum. Kosakata kurikulum

telah masuk kedalam kosakata bahasa Indonesia, dengan arti susunan rencana

pengajaran. Kosakata tersebut menurut bahasa Latin, curriculum yang berarti

bahan pengajaran, dan ada pula yang mengatakan, berasal dari bahasa

perancis, courier yang berarti berlari.51

Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh banyak ahli, pengertian

kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut

pandangan lama dan pandangan baru. Dalam pandangan lama, atau sering

juga d

Gambar

Tabel 4.22 Angket tentang membolos sekolah
gambaran tentang bidang-bidang pelajaran yang perlu dipelajari oleh
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen
Tabel 4.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini ditinjau dari ciri-ciri guru yang profesional yang meliputi: (1) mampu menunjukan sikap dan pengetahuan yang berkualitas dalam menjalankan tugas-tugas

Kelas tajuk ini memiliki suhu udara yang tertinggi hampir menyerupai suhu udara di luar Hutan Kota Patriot Bina Bangsa dan kelembaban terendah dibandingkan dengan

Kita perlu menginstall beberapa library yang nantinya akan digunakan untuk disimpan dalam database MySQL sehingga kita bisa melihat, pencarian, dan profil peristiwa. Untuk

Adapun alasan penulis memilih judul analsis efektifitas sistem pengendalian internal terhadap peningkatan kinerja keuangan perusahaan dalam perspektif ekonomi isLam (studi

Yang paling terlihat jelas disini adalah aktifitas manusia yang secara langsung menghancurkan terumbu karang, seperti misalnya pembangunan lapangan terbang dan

(1) Selain Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, untuk memperkaya Kebudayaan Nasional Indonesia, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memberikan

Empati Empathy KPPN selalu memberikan informasi yang terkini KPPN berkomunikasi dengan baik kepada mitra satuan kelja KKPN mampu memahami kebutuhan mitra satuan kelja KPPN

Judul Skripsi : Analisis persamaan diferensial model populasi kontinu untuk spesies tunggal Menyatakan bahwa skripsi tersebut adalah karya saya sendiri dan bukan karya orang lain,