PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI
(Studi tentang Kinerja Pegawai Administrasi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung)
(Tesis)
Oleh EDI MARSONO
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
ABSTRACT
THE EFFECT OF ORGANIZATIONAL CULTURAL AND LEADERSHIP ON THE PERFORMANCE OF EMPLOYEES
(Study of Administration Staff Performance in Teacher Training and Education Faculty University of Lampung)
By Edi Marsono
Problem in this study was the lack of employee understanding toward organizational culture that affect employee performance. This study aimed to determine the influence of organizational culture and leadership on the performance of the administration staff at the Teacher Training and Education Faculty, University of Lampung. This study used survey method to describe the distribution of the sample based on single variable, and to explore the influence between variables. The study population was administration staff at Teacher Training and Education Faculty, University of Lampung. The total sample which was 64 was taken by total sampling method. Data collecting technique was using research instrument in the form of questionnaire which consisted of question. Each question was given the alternative answers based on the Likert method. To test the hypothesis of the research, it used a descriptive statistical analysis and statistical analysis of correlation and regression.
The result of the research showed that: 1)The organizational culture has a significant influence on employee performance; 2) Leadership has a significant influence on employee performance; 3) Organizational culture and leadership, both have a significant influence on employee performance.
ABSTRAK
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI
(Studi tentang Kinerja Pegawai Administrasi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung)
Oleh Edi Marsono
Masalah dalam penelitian ini adalah kurangnya pemahaman pegawai terhadap budaya organisasi sehingga mempengaruhi kinerja pegawai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap kinerja pegawai admistrasi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan metode survey, untuk mendiskripsikan distribusi sampel berdasarkan variabel tunggal dan untuk menjajaki adanya pengaruh antar variabel. Populasi penelitian ini adalah pegawai administrasi pada FKIP Universitas lampung. Jumlah sampel sebanyak 64 orang diambil dengan metode total sampling. Pengumpulan data menggunakan instrument penelitian dalam bentuk kuesioner yang dituangkan dalam pertanyaan-pertanyaan, masing-masing diberikan alternative jawaban berdasarkan metode likert. Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan analisa statistik deskriptif dan analisis statistik korelasi dan regrersi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Budaya organisasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai (2) Kepemimpinan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai (3) Budaya organisasi dan kepemimpinan secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga tersusunlah sudah sebuah tesis yang ,menjadi tugas dan
kewajiban penulis guna memperoleh gelar Magister Ilmu Administrasi pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
Sungguh wajar apabila penulis terkesan tertatih tatih dalam penyusunan tesis ini,
penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini memiliki berbagai kelemahan dan
kekurangan karena adanya keterbatasan yang penulis miliki. Namun berkat
bantuan, dukungan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak maka jalan kerja
penulis menjadi lapang. Oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, MP, selaku Rektor Universitas
Lampung
2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S, selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas lampung
3. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
4. Bapak Dr. Bambang Utoyo S, M.Si, selaku Ketua Program Studi Magister
Ilmu Administrasi sekaligus juga selaku Pembimbing Pembantu yang telah
banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.
5. Bapak Prof, Dr. Yulianto, M.S. selaku Pembimbing Utama yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan tesis ini
6. Bapak Dr. Suripto, M.AB, selaku Pembahas dan Penguji Utama yang telah
memberikan saran, membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan tesis ini
7. Bapak Prof Dr. Bujang Rahman, M.Si, selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis
mengadakan penelitian di FKIP Universitas Lampung
8. Bapak/Ibu Kasubbag dan para pegawai administrasi FKIP Universitas
Lampung yang telah membantu memberikan data-data dan sebagai
responden pada penyusunan tesis ini
9. Istri, anak-anak dan segenap kawan karib, sanak keluarga serta siapa saja
yang tidak mungkin penulis sebut satu persatu atas bantuan dan
.dukungannya
Akhirnya semoga tesis ini mampu memenuhi fungsinya sebagaimana diharapkan
penulis serta ada manfaatnya bagi siapa yang memerlukan.
Bandar Lampung, Desember 2015
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehatisupaya menetapi kesabaran “ (Al- Ashr: 1-3)
“ Banyak dari kepedihanmu kau pilih sendiri, itu ,minuman pahit, anugerah sang Tabib demi penyembuhan penyakitmu”
( Khalil Gibran )
Kenangan Atas:
Ayah, Ibunda di peristirahatan abadi,
bingkisan untuk Dwi Purnamaningsih isteriku,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 11 Maret 1960, anak ke sembilan dari sembilan bersaudara pasangan Bapak D. Martomihardjo dengan Ibu Hj. Marfuatin
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis antara lain:
1. Sekolah Dasar Negeri Ganjaragung I, Metro tamat tahun 1972
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri II Wonogiri, Jawa Tengah tahun 1975 3. Sekolah Menengah Atas Negeri Wonogiri, Jawa Tengah tahun 1979. 4. Sarjana FISIP Administrasi Negara, Universitas Sebelas Maret Surakarta,
tamat tahun 1985.
Pada tahun 2013 penulis diterima di Program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
x
2.5.Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja……… … 27
2.6. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja ………. 29
2.7.Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja 32
xi
4.1.Sejarah Singkat FKIP Universitas Lampung ……… 55
4.2.Struktur Organisasi ……….. 59
4.3.Sumber Daya Manusia ………. 62
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Karakteristik Responden ……….. 65
5.2. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Penelitian ………. 72
5.3. Analisis Statistik Deskriptif ……….. 74
5.4. Analisis Statistik Inferensial ………. 104
5.5. Pembahasan……….. 120
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ………. 137
6.2.Saran- Saran ……… 139
xii
Halaman
Gambar 1.1. Grafik Prosentasi Kehadiran Pegawai Administrasi... 6
Gambar 2.1. Kerangka Pikir ………...36
Gambar 4.1. Struktur Organisasi FKIP Universitas Lampung...60
Gambar 5.1. Grafik Histogram………...104
Gambar 5.2. P-P Plot. Of Regression Standardizerd Residual…...105
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Operasional Variabel Penelitian ...40
Tabel 3.2. Populasi Pegawai Administrasi FKIP Unila ...43
Tabel 3.3. Tingkat Keeratan Hubungan Variabel X dan Y ...51
Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Pendidik (Dosen) Berdasarkan Jurusan dan Jenjang Pendidikan Tahun 2014...62
Tabel 4.2. Jumlah Tenaga Kependidikan (Pegawai Administrasi) Berdasar Unit Kerja dan Golongan Tahun 2014 ...63
Tabel 5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ...65
Tabel 5.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...66
Tabel 5.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Golongan ...67
Tabel 5.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ...68
Tabel 5.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ...68
Tabel 5.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...69
Tabel 5.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Agama ...69
Tabel 5.8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak dari Rumah ke Kantor70 Tabel 5.9. Karakteristik Responden Berdasarkan Sarana Transportasi dari Rumah ke Kantor ...71
Tabel 5.10. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Pasangan (Suami/Istri) ...71
Tabel 5.11. Nilai Validitas Variabel Budaya Organisasi (X 1)...72
Tabel 5.12. Nilai Validitas Variabel Kepemimpinan (X.2) ...73
Tabel 5.13. Nilai Validitas Variabel Kinerja Pegawai (Y) ...74
Tabel 5.14. Kesempatan untuk Bekerja Inovatif/kreatif ...76
Tabel 5.15. Berani Mengambil Resiko Menerapkan ide-ide/gagasan baru ...76
Tabel 5.16. Motivasi Pegawainya Agar Bekerja dengan teliti dancermat 77
Tabel 5.17. Perhatian terhadap Hal-hal Rinci/ Detail ...78
Tabel 5.18. Perhatian terhadap Kualitas Kerja ...79
Tabel 5.19. Monitoring dan Evaluasi Kerja ...79
Tabel 5.20. Perhatian terhadap Kepentingan Pegawai ...80
Tabel 5.21. Inisiatif Kemandirian dalam Bekerja ...80
Tabel 5.22. Kesempatan Kerja Secara Kelompok/Tim Kerja ...81
Tabel 5.23. Rasa Kebersamaan, dan Kenyamanan Kerja ...82
Tabel 5.24. Kompetisi untuk Keberhasilan Tugas ...83
Tabel 5.25. Keseriusan Dalam Bekerja ...83
Tabel 5.26. Stabilitas dalam Bekerja ... ………84
Tabel 5.27. Pengembangan dan Perubahan Organisasi ...85
Tabel 5.28. Distribusi Skor Variabel Budaya Organisasi ...86
xiii
Dalam Pelaksanaan Tugas ...90
Tabel 5.33. Mengakomodasi Kepentingan Bawahan dalam Pengambilan Kebijakan ...90
Tabel 5.34. Melibatkan Pegawai dalam Pelaksanaan Kebijakan ...91
Tabel 5.35.Kepercayaan pimpinan dalam memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pegawai………. ...92
Tabel 5.36. Kesediaan Mendelegasikan Tugas ...92
Tabel 5.37. Distribusi Kategori Variabel Kepemimpinan ...94
Tabel 5.38. Kesesuaian Pelaksanaan Tugas dengan Prosedur Kerja ...95
Tabel 5.39. Kualitas kerja yang Dihasilkan ...96
Tabel 5.40. Kesesuaian Hasil Kerja dengan Target ...96
Tabel 5.41. Kuatintas Hasil Kerja ……….. ...97
Tabel 5.42. Tingkat kehadiran Pegawai………….. ...98
Tabel 5.43. pemanfaatan Waktu dalam Bekerja… ...98
Tabel 5.44. Ketersediaaan Fasilitas Kerja ...99
Tabel 5.45. Pemanfaatan Fasilitas Kerja ...99
Tabel 5.46. Pengawasan Pimpinan……. ... 100
Tabel 5.47. Evaluasi Hasil Kerja ………... 101
Tabel5.48. Hubungan Kerja Sesama Pegawai dengan atasan...101
Tabel5.49. Kompetisi dan Persaingan antar Pegawai... 102
Tabel 5.50. Distribusi Frekuensi Variabel Kinerja Pegawai...103
Tabel 5.51.One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test……… 106
Tabel 5.52. CoefficientsaUji Glejser………108
Tabel 5.53. Model Summaryb Uji Autokorelasi dengan Durbin Watson …………. 113
Tabel 5.54. Coefficientsa Uji Multikolinearitas………. …………110
Tabel 5.55 Koefisien Determinasi...111
Tabel 5.56. Descriptive Statistics………112
Tabel 5.57. Correlations ……….113
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang penting dalam
organisasi. Sebagai aset penting dan faktor kunci keberhasilan suatu organisasi,
SDM perlu mendapat perhatian dan dikelola dengan baik karena secanggih
apapun teknologi yang dipergunakan serta berapapun besarnya modal organisasi,
SDM dalam organisasi itulah yang akan mengelola dan mengerjakannya. Hal ini
menunjukkan bahwa tanpa didukung kualitas SDM (pegawai) yang baik dalam
melaksanakan tugasnya maka keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan
tidak akan tercapai. Kontribusi pegawai jika dilakukan dengan tindakan efektif
dan berperilaku secara benar dalam bekerja secara individual maupun dalam
bekerjasama dengan teman kerja lainnya akan menentukan maju mundurnya
suatu organisasi. Pendapat senada
Menurut Prawirosentono (1999:2), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai
oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral atau etika. Hal ini berarti suatu hasil kerja bukan semata-mata
dilihat dari prestasi kerja yang telah dicapai, tetapi dilihat juga waktu yang
yang dimiliki dengan pekerjaan yang dilakukan, penggunaan cara-cara yang
inovatif dalam menyelesaikan pekerjaan dan gagasan atau ide yang dikeluarkan
untuk menyelesaikan pekerjaan secara maksimal
Mengapa kinerja pegawai sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi?
hal ini dikarenakan kinerja sebagai perwujudan hasil pekerjaan/kegiatan seseorang
atau kelompok dalam suatu organisi akan berhasil baik bila orang atau kelompok
orang yang bekerja dalam organisasi itu dapat melakukan tugasnya dengan baik
sesuai bidang dan tanggung jawabnya masing-masing. Pekerjaan ini bukan berarti
hanya dilihat atau dinilai pisiknya, tetapi meliputi berbagai hal seperti kemampuan
kerja, disiplin, hubungan kerja, prakarsa, kepemimpinan dan hal-hal khusus sesuai
dengan bidang dan level pekerjaan yang dijabatnya. Apabila kinerja pegawai
bagus maka akan berpengaruh positif bagi organisasi dalam mencapai tujuan.
Dalam hal ini Sigit, (2001. 53). mengemukakan bahwa sifat-sifat yang ada pada diri
pegawai, upaya atau kemauan untuk bekerja, serta berbagai hal yang merupakan
dukungan dari organisasi sangat besar artinya bagi keberhasilan kinerja pegawai.
Dengan demikian secara konseptual kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua
segi, yaitu kinerja pegawai secara individu dan kinerja organisasi. Kinerja
pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam organisasi, sedangkan kinerja
organisasi adalah totalitas hasil kerja yang telah dicapai oleh suatu organisasi.
Kinerja pegawai dan kinerja organisasi mempunyai kaitan erat. Apakah organisasi
itu merupakan organisasi bisnis ataupun organisasi publik, dalam mencapai tujuan
Faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang menurut Gibson dalam Nawawi
(2013: 213) ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya untuk melaksanakan
pekerjaan. Pendapat yang sama tentang faktor--faktor yang mempengaruhi
prestasi kerja karyawan/pegawai dikemukakan oleh Mangkunegara (2002 :67)
bahwa “faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan
(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis bahwa ; Human Performen = Ability + Motivation, Motivation = Attitude +
Situation, Ability = Knowledge +Skill. Dengan demikian dapat dikatakan. Bahwa tinggi rendahnya kinerja pegawai tergantung dari cerminan perilaku kemampuan
dan motivasi pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
Berkaitan dengan kinerja organisasi publik, dewasa ini banyak menjadi sorotan
publik, karena pelayanan publik yang biasanya menempel di tubuh lembaga
publik dinilai kurang dapat memenuhi tugasnya sesuai dengan harapan khalayak,
sebagaimana dikemukakan oleh Kumorotomo (2005:7)
“Ada beberapa hal yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan mengapa selama ini banyak kebijakan, program, dan pelayanan publik kurang responsive terhadap aspirasi masyarakat. Pertama, para birokrat kebanyakan masih berorientasi kepada kekuasaan dan bukannya kepada kepentingan publik. Birokrat menempatkan dirinya sebagai penguasa. Budaya paternalistik saringkali juga mengakibatkan turunnya kualitas pelayanan publik. Kedua, terdapat kesenjangan yang lebar antara apa yang diputuskan oleh pembuat kebijakan dengan apa yang dikehendaki oleh rakyat.”
Pendapat senada dikemukakan oleh Riyanto (2009:21) bahwa budaya kerja
organisasi pemerintah terutama dalam pengawasan dan akuntabilitas masih
terjadi; a) praktek KKN, b) budaya minta dilayani bukan melayani; c) rendah
tingkat disiplin masyarakat dan aparat; d) belum berfungsinya secara baik
didukung sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi dan
moralitas yang baik sehingga dapat memberikan kinerja pelayanan sesuai standar
yang telah ditetapkan.
Budaya organisasi juga menciptakan, meningkatkan dan mempertahankan kinerja
tinggi, Dimana budaya organisasi yang kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos
kerja, dan motivasi kerja karyawan. Semua faktor tersebut merupakan indikator
terciptanya kinerja tinggi dari karyawan yang akan menghasilkan kinerja
organisasi juga tinggi (Wirawan, 2007: 37).
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh tim Reformasi Birokrasi Kementerian
Pendidikan Nasional dapat di peroleh kesimpulan bahwa
“Budaya dominan di lingkungan Kemdiknas (termasuk perguruan tinggi pemerintah di Indonesia) adalah budaya yang mengedepankan sifat birokratis dalam lingkungan kerjanya, dalam artian sangat formal dan serba tertata. Aparaturnya bekerja mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Kepemimpinan yang dianggap baik adalah pemimpin yang berkarakter sebagai koordinator dan organisator handal dan mengutamakan efisiensi dalam pelaksanaan pekerjaan. Bagi mereka yang sangat penting adalah menjaga agar setiap proses bergulir dengan lancar sesuai aturan (Tim Reformasi Birokrasi Kemdiknas, Desember 2010).”
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa kepemimpinan yang baik akan
menentukan berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan.
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing, mempengaruhi
pikiran, perasaan, tindakan dan tingkah laku orang lain untuk digerakkan kearah
tujuan tertentu (Suyuti, 2001: 7). Oleh karena itu suatu institusi dalam melakukan
aktivitasnya diisyaratkan memiliki pemimpin handal yang mampu mengantisipasi
masa depan organisasi dan mengambil peluang dari perubahan yang ada sehingga
Salah satu lembaga pendidikan yang memiliki tanggung jawab mendidik calon
tenaga pendidik atau guru di Indonesia, adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung (FKIP Unila). Pada tahun akademik 2014/2015,
FKIP Unila memiliki 26 program studi, terdiri dari 16 Program Studi S-1 dan 10
Program Pascasarjana (S-2) yang tersebar di 4 jurusan, yaitu: Jurusan Ilmu
Pendidikan (IP), Jurusan Pendidikan IPS, Jurusan Pendidikan MIPA dan Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni dengan jumlah mahasiswa Program Strata 1 dan
Program Pascasarjana adalah 6901 orang.
Berkenaan dengan sumber daya manusia (SDM), FKIP Unila memiliki 235 orang
tenaga pendidik (dosen), terdiri dari 211 dosen PNS dan 24 orang dosen kontrak
non PNS. Adapun jumlah tenaga kependidikan (pegawai administrasi) berjumlah
112 orang, terdiri dari PNS sejumlah 65 orang dan Non PNS sejumlah 47 orang.
Terkait dengan konteks reformasi birokrasi, FKIP Unila berusaha
mengembangkan nilai-nilai budaya organisasi, budaya akademik melalui proses
perumusan dan kesepakatan nilai dasar, tata nilai, norma, sikap dan perilaku kerja.
Hal ini dimaksudkan untuk memantapkan karakter organisasi sebagai pelayan
masyarakat, perbaikan kebijakan, melalui penerapan manajemen modern,
peningkatan pengawasan, evaluasi kinerja, dan penegakan disiplin bagi para
pegawai. (Renstra FKIP Unila, 2011--2015).
Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, pemahaman pegawai terhadap
budaya organisasi masih bervariatif, dan budaya organisasi yang ada belum
sepenuhnya dapat mempengaruhi kepribadian pegawai untuk bertindak secara
yang belum sepenuhnya mentaati ketentuan jam kerja, kurang disiplin, masih
terlihat pegawai ngobrol bersantai, ruangan kerja pegawai ada yang kosong pada
saat jam kerja, pegawai keluar pada jam kerja dengan alasan yang tidak jelas
tanpa izin dari atasan. Berdasarkan rekapitulasi absensi pegawai, diperoleh data
sebagai berikut
Grafik 1.1.
Sumber : Subbag Perencanaan dan Kepegawaian, 2015
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa, setiap bulan masih terdapat pegawai yang
tidak hadir (alpa, izin, sakit, dan lain-lain) terutama pada bulan September dan
bulan Desember terdapat 5% pegawai tidak hadir. Mengamati masalah ini, jelas
kinerja pegawai belum optimal, ini dapat menyebabkan menurunnya kinerja dan
berpengaruh tehadap produktivitas kerja. Disisi lain jumlah mahasiswa yang
Hadir 96.00% 96.99% 94.90% 97.93% 97.39% 95.00%
Tidak Hadir 4.00% 3.01% 5.10% 2.07% 2.61% 5.00%
memerlukan pelayanan semakin meningkat. Pada tahun akademik 2014/2015
terdapat penambahan 6 program studi S-2 dan 1 program studi S-1, sementara
jumlah pegawai semakin berkurang, karena pensiun. Kondisi ini menjadikan
beban kerja pegawai dalam memberikan pelayanan administratif cenderung
semakin bertambah, karena perbandingan perubahan secara mutlak (dalam
prosentase) antara penambahan jumlah mahasiswa, dengan jumlah pegawai
menunjukkan perbandingan yang tidak proporsional. Hal tersebut dapat
mengakibatkan semangat kerja pegawai menurun pada akhirnya dapat
mempengaruhi kinerja pegawai dan kinerja institusi. Keadaan ini sudah barang
tentu tidak dapat dibiarkan, karena apabila dibiarkan berlarut-larut dapat
mengarah kepada tindakan tindakan pegawai/karyawan tidak loyal, karyawan
mengabaikan seperti mangkir atau datang terlambat, mengurangi kualitas dan
kuantitas kerja serta tingkat kesalahan kerja meningkat. (Robbins, 2001: 37).
Untuk mengatasi hal tersebut sangat diperlukan kepemimpinan yang, memiliki
komitmen yang kuat untuk memegang teguh dan menerapkan budaya organisasi,
mampu memotivasi kinerja bawahan. Dalam hal ini seorang pemimpin tidak
hanya dituntut mempunyai kemampuan manajerial, kompetensi, komitmen,
namun juga harus mampu memberikan keteladanan, mengaktualisasikan
nilai-nilai etika dan moral dalam perilakunya. Di sisi lain dengan adanya tuntutan
perlunya perubahan-perubahan pada nilai-nilai, norma-norma, etos kerja, yang
sesuai dengan budaya organisasi, sudah tentu memerlukan suatu langkah-langkah
strategis dan berani dari seorang pemimpin memotivasi pegawainya
meningkatkan kemampuan kinerjanya bagi pencapaian tujuan organisasi. Karena
Organisasi dapat tumbuh dan berkembang karena budaya organisasi yang terdapat
di dalamnya mampu merangsang semangat kerja pegawai. Dengan bimbingan dan
keteladanan pimpinan dalam mengarahkan organisasi, memberikan motivasi kerja
kepada para pegawai sangat menentukan kemajuan dan kemunduran organisasi.
Indikasi ini dapat ditunjukkan pada kinerja SDM FKIP Unila, meski SDM
(tenaga pendidik dan tenaga kependidikan/pegawai administrasi) cenderung
mengalami penurunun secara kuantitas, sementara tuntutan pelayanan pendidikan
makin padat mulai dari kegiatan rutin, penyelenggaraan sertifikasi guru dalam
jabatan, program-program akselerasi peningkatan kualitas akademik guru,
melaksanakan berbagai hibah yang dimenangkan serta menindak lanjuti
kerjasama dengan berbagai pihak, upaya untuk meningkatkan mutu manajemen
fakultas guna meningkatkan kinerja SDM tetap menjadi prioritas. Sebagai contoh
dapat dikemukakan bahwa FKIP sebagai salah satu fakultas di Unila yang telah
memanfaatkan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) dalam E-Administrasi
melalui website (http://fkip.unila.ac.id) , layanan ini dapat di akses kapan saja, dan dimana saja (any time, any where ). Selanjutnya Pada Dies Natalis Unila
tahun 2010 FKIP Unila berhasil mendapatkan penghargaan sebagai fakultas
kinerja terbaik ke II. Kemudian secara berturut-turut pada Dies Natalis Unila
tahun 2011 dan 2012 memperoleh penghargaan sebagai fakultas kinerja terbaik ke
satu. Dan pada Dies Natalis Unila tahun 2014 FKIP kembali memperoleh
penghargaan sebagai fakultas kinerja dan pelaksanaan penjaminan mutu terbaik ke
dua di lingkungan Universitas Lampung (Pidato Rektor pada Upacara Dies
(dosen) dan tenaga kependidikan (pegawai administrasi) FKIP Unila dalam
memberikan pelayanan pendidikan mendapatkan apresiasi positif.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah sbb:
1. Meskipun jumlah SDM cenderung mengalami penurunan, sementara tututan
peningkatan kinerja makin bertambah, kinerja FKIP Unila ternyata masih
dapat berprestasi.
2. Kondisi tersebut, secara tidak langsung menunjukkan adanya kontribusi
kinerja pegawai administrasi terhadap prestasi kinerja FKIP,
3. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai pada
FKIP Unila tersebut ?
Secara teoritis faktor-faktor yang berkaitan atau mempengaruhi kinerja pegawai
selain faktor budaya organisasi, dan kepemimpinan (faktor eksternal) adalah
faktor motivasi, dan kemampuan pegawai (faktor internal). Namun sejauh mana
keterkaitan dan pengaruh faktor-faktor tersebut masih memerlukan pembuktian
secara empiris, oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian. Dalam penelitian
ini, sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan, faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja pegawai tersebut tidak semuanya akan diteliti, tetapi lebih
difokuskan pada faktor budaya organisasi dan kemimpinan.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa ada hubungan antara budaya organisasi
dengan kinerja karyawan, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sri Porwani yang
meneliti pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan studi kasus pada
bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan, dan ini memerlukan penelitian lebih lanjut dengan obyek
penelitian yang berbeda.
Penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Ria Satyawan dan I Wayan Suartana
yang melakukan penelitian pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Kabupaten
Badung Provinsi Bali dengan judul pengaruh gaya kepemimpinan dan budaya
organisasi terhadap kinerja pegawai yang berdampak pada kinerja keuangan.
Hasil penelitian menunjukkan gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap
kinerja pegawai dan kinerja keuangan, budaya organisasi berpengaruh positif
terhadap kepuas kerja tetapi berpengaruh negatife terhadap kinerja keuangan,
sedangkan kinerja pegawai sebagai variabel intervening berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan.
Selanjutnya penelitian ini akan dilakukan untuk memperoleh bukti empiris
mengenai pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap kinerja
pegawai, khususnya pegawai administrasi di FKIP Universitas Lampung.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, secara teoritis budaya organisasi dan
kepemimpinan dapat mempengaruhi kinerja pegawai, termasuk juga pada
Lembaga Perguruan Tinggi FKIP Universitas Lampung. Dengan demikian
masalah utama dalam penelitian ini adalah : “Apakah terdapat pengaruh budaya
organisasi dan kepemimpinan terhadap kinerja pegawai administrasi pada FKIP
Secara khusus masalah penelitian tersebut dapat dideskripsikan sbb:
1. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai administrasi
pada FKIP Universitas Lampung?
2. Apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja pegawai administrasi
pada FKIP Universitas Lampung?
3. Apakah budaya organisasi dan kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja
pegawai administrasi pada FKIP Universitas Lampung?
4. Seberapa besar pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap
kinerja pegawai administrasi pada FKIP Universitas Lampung, dan
bagaimana pengaruhnya ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dilaksanakannya penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh budaya
organisasi terhadap kinerja pegawai administrasi pada FKIP Universitas
Lampung.
2. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh
kepemimpinan terhadap kinerja pegawai administrasi pada FKIP Universitas
Lampung.
3. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh budaya
organisasi dan kepemimpinan secara bersama-sama terhadap kinerja pegawai
1.3.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Secara Teoritis
Memberikan tambahan informasi dan bahan kajian tentang kinerja pegawai
terkait dengan faktor budaya organisasi dan kepemimpinan pada institusi
pendidikan.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran terhadap para pengambil kebijakan, baik di tingkat fakultas
maupun universitas dalam kaitannya dengan budaya organisasi,
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Konsep Budaya Organisasi
Secara parsial penggertian budaya, dan organisasi mempunyai pengertian yang
berbeda, dan budaya organisasipun mempunyai pengertian yang berbeda pula.
Kata budaya itu sendiri adalah sebagai suatu perkembangan dari bahasa
Sansekerta „budhayah‟ yaitu bentuk jamak dari buddhi atau akal, dan kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, dengan kata lain ”budaya adalah
daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan
merupakan pengembangan dari budaya yaitu hasil dari cipta, karsa dan rasa
tersebut”. ( Widagdho, 2004:20). Pendapat lain dikemukakan oleh G.Owen dalam
Nawawi (2013:5) bahwa budaya adalah suatu sistem pembagian nilai dan
kepercayaan yang berinteraksi dengan orang dalam suatu organisasi, struktur
organisasi, dan sistem kontrol yang menghasilkan norma perilaku.
Istilah organisasi menurut Ndraha (2003:235) berasal dari bahasa Inggris
organization (latin, organizare, berarti membentuk suatu kebulatan dari bagian-bagian yang berkaitan satu dengan yang lain). Jadi organisasi dapat dipandang
sebagai produk organizing. Sedangkan Robbin, dalam Akdon, (2009:45) berpendapat bahwa organisasi adalah satuan (entity) sosial yang dikoordinasikan
bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama
atau sekelompok tujuan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa organisasi itu ada sebagai wahana untuk
mencapai tujuan, dan tujuan tersebut biasanya tidak dapat dicapai oleh
individu-individu yang bekerja sendiri, atau dimungkinkan hal tersebut dapat dicapai secara
lebih efisien melalui usaha kelompok. Organisasi dikatakan berhubungan dengan
aspek sosial, karena memang subyek dan obyek nya adalah manusia yang diikat
oleh nilai-nilai tertentu. Nilai adalah hakekat moralitas kehendak untuk memenuhi
kewajiban manusia, baik dalam organisasi formal maupun organisasi informal (
Nawawi, 2013:3).
Budaya organisasi menurut Jennifer M. George dan Gareth R. Jones ( 2005.535)
adalah “the set of shared values, beliefs, and norms that influence the way
employees think, feel, and behave toward each other and toward people out side
the organization” (seperangkat nilai, kepercayaan dan norma yang dianut bersama
yang mempengaruhi cara pekerja atau pegawai berfikir, merasakan, dan
berperilaku terhadap sesama anggota organisasi dan pihak luar organisasi).
Sedangkan Sedarmayanti (2007:75) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah
sebuah keyakinan, sikap dan nilai yang umumnya dimiliki, yang timbul dalam
organisasi, dikemukakan lebih sederhana budaya adalah cara kita melakukan
sesuatu, disini pola nilai, norma keyakinan, sikap dan asumsi ini mungkin tidak
diungkapkan, tetapi akan membentuk cara orang berperilaku dan melakukan
Apabila dilihat dari bentuknya, menurut Daft dalam Nawawi, (2013:6-7) budaya
organisasi terdiri atas dua lapisan, yaitu:
(1) lapisan yang mudah dilihat dan dipandang mewakili budaya organisasi secara menyeluruh yang disebut visibele artifacts; dan (2) lapisan yang tidak kasat mata. Visibele artifacts terdiri atas cara orang berperilaku, berbicara, dan berbandan. Simbul-simbul yang dipakai, kegiatan protokoler dan cerita/informasi yang sering dibicarakan oleh para anggota organisasi. Lapisan ke dua terdiri atas nilai-nilai pokok, filosofi, asumsi, kepercayaan, dan proses berfikir dalam organisasi. Lapisan inilah yang sesungguhnya oleh Daft disebut budaya organisasi
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat dikemukakan bahwa budaya
organisasi mengandung nilai-nilai sebagai kriteria umum, standar umum yang ada
pada anggota organisasi dan dipergunakan oleh anggota organisasi menentukan
perilaku yang diterapkan dalam organisasi. Budaya organisasi juga mengandung
norma-norma yang membentuk cara berfikir dan berperilaku anggota dalam
merespon suatu situasi. Nilai-nilai dan norma dalam organisasi secara tidak
langsung akan mempengaruhi perilaku anggota dan kelompok dalam organisasi.
Perilaku tersebut akan muncul kepermukaan dan tampak dalam perilaku
sehari-hari para anggota organisasi, bagaimana seharusnya bersikap terhadap profesinya,
beradaptasi dengan dengan rekan kerja dan lingkungan kerja, sehingga terbentuk
sebuah sistem nilai, kebiasaan, citra akademis, ethos kerja yang terinternalisasi
dalam kehidupanya. Selanjutnya implementasi budaya organisasi tersebut dapat
mendorong adanya apresiasi anggota organisasi terhadap peningkatan prestasi
kerja untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga dapat menjadi instrument
keunggulan bagi organisasi bila budaya organisasi dapat mendukung strategi dari
sebuah organisas dan bila budaya organisasi mampu menjawab serta mengatasi
Terkait dengan masalah tersebut, terdapar 7 (tujuh) karakteristik primer yang
secara bersama-sama menangkap hakekat budaya organisasi sebagaimana
dikemukakan oleh Robbins dalam Sopiah, (2008:129) yaitu :
1. Inovasi dan Pengambilan Resiko (Innovation and Risk Taking), tingkat seberapa jauh para anggota organisasi didorong menjadi inovatif dan pengambilan resiko guna terwujudnya visi
2. Perhatian pada Detail (Attention to Detail), Tingkat seberapa jauh anggota organisasi diharapkan untuk memperlihatkan presisi, analisis dan perhatian untuk detail.
3. Orientasi Hasil (Outcome Orientation), Tingkat seberapa jauh manajemen focus pada hasil daripada teknik dan proses. yang dipakai untuk mencapai hasil-hasilnya
4. Orientasi pada Individu (People Orientation), Tingkat seberapa jauh keputusan manajemen memperhitungkan dampaknya pada individu di dalam organisasi
5. Orientasi Tim (Team Orientation), Tingkat seberapa jauh aktivitas pekerjaan diorganisasikan kepada tim dari pada individu.
6. Keagresifan (Aggressiveness), Tingkat seberapa jauh indivisu agresif dan kompetetitif bukan bersantai.
7. Kemantapan (Stability), Tingkat sejauhmana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya posisi status quo daripada perubahan organisasi.
Karakteristik tersebut, dapat digunakan untuk menilai organisasi sehingga dapat
diperoleh gambaran dari budaya suatu organisasi.
Adapun jenis budaya organisasi berdasarkan informasi menurut Robert E.Quinn
dan Michael R. Mc Grath dalam Nawawi (2013:9) sebagai berikut :
Dari sejumlah pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, tampak bahwa
budaya organisasi memiliki peran yang sangat strategis untuk mendorong dan
meningkatkan efektifitas kinerja organisasi guna mencapai tujuan. Dengan
demikian, keberadaan seseorang sebagai anggota suatu organisasi akan diterima
oleh berbagai pihak dalam organisasi apabila yang bersangkutan mau, mampu dan
bersedia melakukan penyesuaian dalam tindakan dan perilakunya dapat
mencerminkan penerimaan terhadap budaya organisasi. Faktor penting yang
mendasarinya adalah kemauan, kemampuan dan kesediaan seseorang
menyesuaikan perilakunya dengan budaya organisasi serta tingkat kebersamaan
dan intensitas untuk menciptakan suatu iklim internal organisasi. Selain itu,
budaya organisasi juga dianggap mampu mempengaruhi hubungan dan suasana
kerja ke arah yang lebih baik, serta mampu mempengaruhi hasil kerja dan kinerja
pegawai. Dimana budaya organisasi yang kondusif menciptakan kepuasan kerja,
etos kerja, dan motivasi kerja. Faktor tersebut merupakan indikator terciptanya
kinerja tinggi dari karyawan yang akan menghasilkan kinerja organisasi juga
tinggi (Wirawan, 2007:37).
Berdasarkan pendapat- pendapat tentang budaya organisasi yang telah
dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah
keyakinan dan nilai-nilai yang dianut bersama dituangkan dalam bentuk
norma-norma atau pedoman bagi anggota organisasi dalam berperilaku dan beraktifitas di
2.2. Konsep Kepemimpinan
Masalah kepemimpinan sebenarnya telah muncul bersamaan dengan dimulainya
sejarah peradaban manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup
berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang
atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan dari pada yang lain.
Terlepas dengan tujuan apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak
dapat dipungkiri karena manusia memiliki keterbatasan dan kelebihan-kelebihan
tertentu. Dalam kehidupan organisasi , pimpinan tidak mungkin bekerja sendiri,
ia memerlukan sekelompok orang lain yang populer dikenal sebagai bawahan.
Bawahan tersebut digerakkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan
sumbangsihnya kepada organisasi, terutama dalam bekerja.
Berkenaan dengan kepemimpinan, menurut Ndraha (2003:126) kepemimpinan
atau leadership dari kata pimpin (leader) adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain melalui dirinya sendiri dengan cara tertentu sehingga
perilaku orang lain itu berubah atau tetap , menjadi integratife. Jadi kepemimpinan
merupakan gejala sosial dan hasil kegiatan memimpin suatu unit kerja (organisasi)
disebut pimpinan.
Koontz dan Weihrich (1990:344) menyatakan “ leadership is defined as
influence, that is, the art or process of influencing people so that they will strive
willingly and enthusiastically toward the achievement of group goals”. Dalam hal
ini kepemimpinan diartikan sebagai pengaruh, dimana tahap-tahap atau proses
mempengaruhi orang agar orang tersebut akan bersedia melakukannya dan secara
Burns dalam Suryanto (2009:288) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah
hubungan antara pemimpin dan pengikutnya yang membawa perubahan pada
keduanya (pemimpin dan pengikut) tersebut. Lebih lanjut, kepemimpinan akan
muncul jika seorang atau lebih bersama-sama dengan orang lain berada dalam
satu upaya dimana pemimpin dan pengikut secara bersama-sama mengusahakan
dan mengupayakan motivasi dan moralitas dalam organisasi mereka kepada
tingkat yang lebih tinggi..
Menurut Uchyana (2002:133) pengertian kepemimpinan pada dasarnya memiliki
unsur tertentu yang sama yaitu kepengikutan, tujuan dan kegiatan mempengaruhi.
Keberadaan kepemimpinan disebabkan kepengikutan, adanya pemimpin karena
adanya pengikut. Seseorang menjadi atau dijadikan pemimpin, karena adanya
pengikut.Tanpa pengikut/ bawahan semua kualitas kepemimpinan seorang atasan
akan menjadi tidak relevan. Terkandung makna bahwa para pemimpin yang
efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan menjalin relasi
dengan pengikut/bawahan mereka.
Kepemimpinan timbul dan tumbuh sebagai hasil dari interaksi otomatis diantara
pemimpin dan individu-individu yang dipimpin. Kepemimpinan ini dapat
berfungsi atas dasar kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi, dan
menggerakan orang-orang lain(bawahan/pengikut) untuk melakukan sesuatu, guna
pencapaian satu tujuan tertentu. Karena itu, kepemimpinan dapat dipahami
sebagai kemampuan mempengaruhi bawahan agar terbentuk kerjasama di dalam
kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Apabila orang-orang yang menjadi
pengikut atau bawahan dapat dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan yang
dengan sadar, rela, dan sepenuh hati, bukannya takut karena adanya sanksi yang
dapat dijatuhkan oleh pimpinan.
Dalam upaya mempengaruhi tersebut, seorang pemimpin menerapkan gaya yang
tidak sama dalam setiap situasi. Gaya kepemimpinan atau leadership style menurut Thoha (2003:49) adalah “norma perilaku yang digunakan seseorang pada
saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat”.
Berkaitan dengan perilaku seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang lain
(bawahan) tersebut, teori situasional Hersey-Blanchard berfokus pada
karakteristik kematangan bawahan sebagai kunci pokok situasi yang menentukan
keefektifan perilaku seorang pemimpin. Menurut mereka bawahan memiliki
tingkat kesiapan dan kematangan yang berbeda-beda sehingga pemimpin harus
mampu menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan situasi
kesiapan dan kematangan bawahan (Hersey-Blanchard dalam Safarin, 2004: 70).
Selanjutnya menurut mereka ada empat gaya kepemimpinan yang harus diadopsi
dan disesuaikan dengan karakteristik kesiapan dan kematangan bawahan yaitu:
(1) Telling (memberitahu/instruksi), adalah gaya ini ditandai dengan perilaku orientasi pada tugas tinggi dan hubungan rendah, bersifat intruksi, komunikasi satu arah, pengawasan dilakukan secara ketat, pemimpin lebih banyak membimbing, mengarahkan dan menentukan peranan bawahan.
(2) Selling (mempromosikan), Gaya ini ditandai dengan komunikasi dua arah, walaupun masih memberikan pengarahan tetapi pemimpin minta masukan dari bawahan sebelum membuat keputusan.
(3) Participating (partisipasi/peran serta), Gaya ini ditandai dedngan kerjasama antara pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan, melalui komunikasi dua arah. Pemimpin selalu melibatkan bawahan untuk berpartisipasi di dalam setiap aktivitas kerja.
karena kemampuan dan keahlian bawahan dalam menyelesaikan tugasnya dengan efektif dan efisien, (Hersey-Blanchard dalam Safaria, 2004: 70).
Kemampuan memimpin akan terlihat pada ketangguhan seseorang
menyelenggarakan berbagai fungsi organik yang menjadi tanggung jawabnya.
Artinya sesuai dengan tingkatan jabatan yang dipangkunya dalam organisasi.
Kesemuanya itu tercermin pada kemampuan, disiplin, loyalitas, efisiensi,
efektifitas dan peroduktifitas kerja para bawahannya dan satuan kerja yang
dipimpinnya Nawawi (2013: 154). Dalam bahasa populer dapat dikatakan bahwa
ukuran keberhasilan pimpinan adalah kemampuan menggunakan otak bukan otot.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa terdapat empat aspek
umum dari pengertian kepemimpinan yaitu; (1) Kepemimpinan adalah proses
antara pemimpin dan bawahannya, (2) kepemimpinan dapat terlibat dalam
hubungan sosial, (3) kepemimpinan terdapat pada setiap jenis organisasi, (4)
kepemimpinan berfokus pada tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah perilaku pimpinan dalam
mempengaruhi dan menggerakkan bawahan sebagai upaya untuk mencapai tujuan
organisasi.
Untuk mengetahui kepemimpinan ini secara operasional dapat menggunakan 4
(empat) indikator yang diadopsi dari teori kepemimpinan situasional sebagaimana
2.3.Konsep Kinerja
Mangkunegara (2002:67) mengemukakan bahwa istilah kinerja berasal dari kata
job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja)
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Menurut Gomes (2005:135) bahwa performance adalah catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu
tertentu. Sedangkan menurut Soeprihanto (2001:7) kinerja adalah pelaksanaan
pekerjaan oleh karyawan atau anggota organisasi baik secara individual atau
kelompok. Pekerjaan ini bukan berarti hanya dilihat atau dinilai pisiknya, tetapi
meliputi berbagai hal seperti kemampuan kerja, disiplin, hubungan kerja,
prakarsa, kepemimpinan dan hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan level
pekerjaan yang dijabatnya.
Pendapat senada dikemukakan oleh Prawirosentono (1999:2) bahwa kinerja
adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam
suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing,
dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Bacal (2005:117) mengemukakan pengertian kinerja adalah penyelesaian
pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, kreativitas, dan inisiatif sesuai
dengan target yang telah ditetapkan”. Hal ini berarti suatu hasil kerja bukan
yang diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan, keselarasan keahlian dan
kemampuan yang dimiliki dengan pekerjaan yang dilakukan, penggunaan
cara-cara yang inovatif dalam menyelesaikan pekerjaan dan gagasan atau ide yang
dikeluarkan untuk menyelesaikan pekerjaan dan mencapai hasil pekerjaan
maksimal. Dengan demikian efektifitas kinerja merupakan kemampuan untuk
memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan. Dengan kata lain, seorang pegawai yang efektif adalah seorang
yang dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan dengan metode (cara) yang
tepat untuk mencapai tujuan.
Menurut Timple (dalam Mangkunegara, 2002:15), faktor-faktor kinerja terdiri
dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu
faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya kinerja seseorang
baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe
pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang
tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki
upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti
perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan,
fasilitas kerja, dan iklim organisasi.
Berkaitan dengan indikator kinerja, Sudirman dan Teguh Wijinarko (2000:39)
mengemukakan bahwa indikator kinerja tidak hanya menunjukkan apa yang
hendak dicapai oleh kegiatan, tetapi sejauh mana sumber-sumber daya yang
dimaksud. Indikator kinerja ini mempunyai peranan antara lain: 1) sebagai ukuran
yang digunakan untuk pencapaian kinerja, 2) sebagai sarana untuk memonitor
sejauh mana upaya telah dilakukan, 3) sebagai sarana untuk mengevaluasi
pencapaian kinerja yang telah ditetapkan, 4) sebagai alat komunikasi antara
bawahan dengan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.
Selanjutnya menurut Sedarmayanti (2007:198) indikator kinerja merupakan
sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk
menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan,
maupun setelah kegiatan selesai. Indikator kinerja digunakan untuk meyakinkan
bahwa kinerja organisasi/unit kerja yang bersangkutan menunjukkan peningkatan
kemampuan dalam rangka menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Secara umum, indikator kinerja memiliki fungsi sebagai berikut: memperjelas
tentang apa, berapa dan kapan kegiatan dilaksanakan. Menciptakan konsensus
yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan
interpretasi selama pelaksanaan kebijakan program/kegiatan dan dalam menilai
kinerjanya. Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kineja
organisasi/unit kerja.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah
tindakan dalam mengerjakan sesuatu atau hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang
2.4.Kinerja Pegawai
Mangkunegara (2007:9) mendefinisikan kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan
dalam melaksakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kemudian Gomes (1995:195) mengemukakan definisi kinerja karyawan sebagai
ungkapan seperti out put, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan
produktivitas.
Sedang Faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang menurut Gibson dalam
Nawawi (2013:213) ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya untuk
melaksanakan pekerjaan, Selanjutnya dikatakan pelaksanaan pekerjaan ditentukan
oleh interaksi kemampuan dan motivasi. Pendapat lain tentang faktor--faktor yang
mempengaruhi prestasi kerja karyawan/pegawai dikemukakan oleh
Mangkunegara (2002 :67) bahwa :
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis yang merumuskan bahwa :
-Human Performen = Ability + Motivation, -Motivation = Attitude + Situation, - Ability = Knowledge +Skill. Penjelasan :
1) Faktor kemampuan (ability), secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kempuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge +skill). Artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ (110 – 120) di atas rata-rata apalagi superior dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.
yang dimaksud antara lain mencakup hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan organisasi
menurut Rivai (2005:309), adalah dengan cara melihat hasil penilaian kinerja.
Sasaran yang menjadi obyek penilaian kinerja adalah kecakapan, kemampuan
karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang dievaluasi dengan
menggunakan tolak ukur tertentu secara obyektif dan dilakukan secara berkala.
Dari hasil penilaian dapat dilihat kinerja organisasi yang dicerminkan oleh kinerja
karyawan atau dengan kata lain, kinerja merupakan hasil kerja kongkret yang
dapat diamati dan dapat diukur
Berkaitan dengan aspek penilaian kinerja, Bernadin dan Russell (1993:383)
mengemukakan kriteria utama kinerja yang dapat dinilai yaitu :
1. Quality; The degree to which the process or result of carrying out an activity approaqches perfection, in term of either conforming to some
ideal way of performing the activity or fulfilling the activity’s intended
purpose
2. Quantity; The amoung produced, expressed in such term as dollar value, number of unit, or number completed activity cycles
3. Timesline; The degree to which an activity is completed or a result coordinating with the outputs of others and maximizing the time available for other activities
4. Cost effectiveness; The degree to which the use of the organization’s resources (e.g. human, monetary, technological, material) is maximized in the sense of gettingthe highest gain or reduction in lass from each unit or instance or use of resource.
5. Need for supervision: The degree to which a performer can carry out a job function without either having to request supervisory assistanceor requiring supervisory intervention to prevent an adverse outcome; 6. Interpersonal impact: The degree to which a performer promoted
feeling of self esteem, goodwill, and cooperation, among coworker and subordinates.
Pendapat di atas menjelaskan bahwa untuk setiap tingkatan atau jabatan dalam
kualitas, (2) kuantitas, (3) ketepatan waktu, (4) efektifitas biaya, (5) kebutuhan
pengawasan, (6) pengaruh interpersonal.
Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) penilaian kinerja diatur dalam PP 10 Tahun
1979 melalui daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan atau DP3. Komponen
penilaian DP3 antara lain adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggungb jawab,
ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakasa, dan kepemimpinan bagi PNS yang
,menduduki jabatan. Selanjutnya DP3 mengalami penyempurnaan dengan
penilaian prestasi kerja PNS. Penilaian prestasi kerja ini terdiri dari dua unsur
yaitu Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan perilaku kerja, dimana bobot nilai SKP
sebesar 60%, dan perilaku kerja sebesar 40 %. Penilaian ini mulai berlaku sejak 1
Januari 2014..
2.5.Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Budaya organisasi merupakan keyakinan dan nilai-nilai yang dituangkan dalam
bentuk norma-norma atau pedoman bagi anggota organisasi dalam berperilaku
dan beraktifitas dilingkungan organisasi. Nilai-nilai yang dijadikan pedoman
tersebut merupakan hasil seleksi yang telah dirumuskan untuk diberlakukan sesuai
dengan tujuan dan perubahan organisasi yang diinginkan seperti :
1) Perilaku, dapat dilihat dari proses interaksi yang terjadi diantara para anggota organisasi
2) Norma, merupakan sejumlah standar perilaku yang menjadi batasan, dan harus dipatuhi oleh para anggota organisasi
3) Nilai-nilai dominan, ini merupakan ciri dari organisasi yang membedakannya dengan organisasi lainnya, dan organisasi melembagakan nilai-nilai ini dan mengharapkan anggota untuk menjiwainya.
5) Peraturan. Merupakan pedoman yang ketat yang tercantum secara tertulis di dalam kebijakan organisasi.
6) Iklim organisasi. Merupakan suasana umum yang dirasakan oleh anggota organisasi, melalui bangunan fisik, setting ruang kerja, proses komunikasi dan lain sebagainya.
( Luthans dalam Safaria, 2004: 138-139)
Budaya organisasi dari suatu organisasi memiliki kekhususan atau ciri yang
menjadikan berbeda dengan budaya organisasi lain. Budaya organisasi yang baik
akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku para anggotanya, karena
memberikan dasar bagi para anggota untuk berperilaku sama. Konsekuensinya
para anggota organisasi harus mampu dan bersedia melakukan penyesuaian
sehingga perilakunya akan mencerminkan penerimaan terhadap budaya
organisasi. Hal ini tentu akan melahirkan rasa kebersamaan dan intensitas anggota
akan menimbulkan iklim kerjasama yang kondusif untuk melakukan aktifitas
kerja. Keberhasilan seseorang sebagai anggota organisasi akan ditentukan oleh
kemauan, kemampuan dan kesediaannya menyesuaikan perilaku individu dengan
budaya organisasi.
Kinerja adalah pelaksanaan pekerjaan oleh karyawan atau anggota organisasi baik
secara individual atau kelompok. Pekerjaan ini bukan berarti hanya dilihat atau
dinilai pisiknya, tetapi meliputi berbagai hal seperti kemampuan kerja, disiplin,
hubungan kerja, prakarsa, kepemimpinan dan hal-hal khusus sesuai dengan bidang
dan level pekerjaan yang dijabatnya (Soeprihanto, 2001:7).
Dalam melaksanakan suatu pekerjaan setiap anggota organisasi harus berpedoman
kepada nilai-nilai kerja yang diwujudkan dalam suatu norma kerja. Norma-norma
tersebut disosialisasikan, dipahami sehingga akan menimbulkan kesediaan
organisasi Dengan demikian diduga terdapat pengaruh antara budaya organisasi
terhadap kinerja pegawai.
2.6.Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja
Berkenaan dengan kepemimpinan, menurut Ndraha (2003, 126) adalah
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain melalui dirinya sendiri
dengan cara tertentu sehingga perilaku orang lain itu berubah atau tetap , menjadi
integratife. Jadi kepemimpinan merupakan gejala sosial dan hasil kegiatan
memimpin suatu unit kerja (organisasi) disebut pimpinan. Harold Koontz dan
Heinz Weihrich (1990, 344) menyatakan “ leadership is defined as influence,
that is, the art or process of influencing people so that they will strive willingly and enthusiastically toward the achievement of group goals”. Dalam hal ini kepemimpinan diartikan sebagai pengaruh, dimana tahap-tahap atau proses
mempengaruhi orang agar orang tersebut akan bersedia melakukannya dan secara
sukarela pula berusaha dengan keras untuk mencapai tujuan-tujuan kelompoknya.
Suatu organisasi akan berhasil mencapai tujuan bila orang-orang yang bekerja
dalam organisasi itu dapat melakukan tugasnya dengan baik sesuai bidang tugas
dan tanggung jawabnya masing-masing. Hal ini membawa konsekuensi bahwa
setiap pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-sungguh
untuk membina, menggerakkan, mengarahkan semua potensi karyawan
dilingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada tujuan
Menurut Bass dan Avolio dalam Darwito (2008), peran kepemimpinan atasan
dalam memberikan kontribusi pada karyawan untuk pencapaian kinerja yang
optimal dilakukan melalui lima cara yaitu: (1) pemimpin mengklarifikasi apa yang
diharapkan dari karyawan, secara khusus tujuan dan sasaran dari kinerja mereka,
(2) pemimpin menjelaskan bagaimana memenuhi harapan tersebut, (3) pemimpin
mengemukakan kriteria dalam melakukan evaluasi dari kinerja secara efektif, (4)
pemimpin memberikan umpan balik ketika karyawan telah mencapai sasaran, dan
(5) pemimpin mengalokasikan imbalan berdasarkan hasil yang telah mereka
capai.
Kepemimpinan merupakan sebuah proses dalam mempengaruhi dan memberikan
dukungan kepada orang lain atau bawahan untuk bekerja dengan baik dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian kepemimpinan dapat
dipahami sebagai kemampuan mempengaruhi bawahan agar terbentuk kerjasama
di dalam kelompok untuk mencapai tujuan. Apabila orang-orang yang menjadi
pengikut atau bawahan dapat dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan yang
dimiliki oleh atasan maka mereka akan termotivasi mau mengikuti kehendak
pimpinannya dengan sadar, rela, dan sepenuh hati. Upaya mempengaruhi dan
memotivasi bawahan dapat dilakukan dengan memberikan pengarahan kepada
bawahan (Telling), memberikan dukungan kepada bawahan (Selling),
mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan kebijakan (Participating),
memberikan wewenang dan pendelegasian tugas kepada bawahan (Delegating).
Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai
kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buah. Jadi, seorang
pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin
apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan mampu mengarahkan bawahannya baik
secara kelompok maupun individual kearah pencapaian tujuan organisasi.
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang
dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab
masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara
legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral atau etika.
(Prawirosentono, 1999:1)
Dalam pelaksanaan suatu pekerjaan atau pencapaian hasil kerja diperlukan
adanya petunjuk, bimbingan, arahan agar pekerjaan yang dilakukan dapat sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Disinilah perlu adanya orang yang mampu
menggerakkan, mengarahkan individu atau kelompok kearah pencapaian tujuan
organisasi, yang dikenal dengan istilah pimpinan.Pimpinan menggerakkan,
mengarahkan cara kerja yang efektif, efisien, ekonomis dan produktif agar tujuan
organisasi dapat tercapai. Pimpinan memiliki peran yang sangat menentukan
dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Semakin baik kinerja pegawai maka
diharapkan klinerja organisasi juga akan semakin baik atau meningkat. Adanya
kepemimpinan yang sesuai untuk menggerakan mengarahkan kinerja pegawai
diharapkan dapat memacu kinerja pegawai dalam mencapai tujuan organisasi
2.7.Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja
Budaya organisasi menurut. George dan Jones (2005. 535) adalah “the set of
shared values, beliefs, and norms that influence the way employees think, feel, and
behave toward each other and toward people out side the organization”
(seperangkat nilai, kepercayaan dan norma yang dianut bersama yang
mempengaruhi cara pekerja atau pegawai berfikir, merasakan, dan berperilaku
terhadap sesama anggota organisasi dan pihak luar organisasi). Budaya organisasi
pada dasarnya berupa norma-norma baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang
dijadikan pedoman perilaku bagi seluruh anggota organisasi. Budaya organisasi
yang ada pada masing-masing pegawai akan tercermin dalam sikap dan perilaku
pegawai pada saat melaksanakan pekerjaan. Pelaksanaan pekerjaan yang
berlangsung secara terus menerus, lambat laun akan menjadi suatu kebiasaan yang
pada gilirannya akan membentuk karakter seseorang pegawai dalam menangani
setiap pekerjaannya. Dalam proses pembudayaan ini, individu menerima transver
nilai-nilai budaya (moral, agama, sosial, keteladanan) sehingga yang bersangkutan
berperilaku sopan, bermoral dan beretika menyadari tanggung jawabnya untuk
tercapainya tujuan organisasi Dengan demikian budaya organisasi ini diharapkan
tidak terhenti sebagai wacana, melainkan benar-benar dapat terwujud sebagai
“standard operating procedure” dalam bekerja.Oleh sebab itu, budaya organisasi
menjadi sangat penting bagi sebuah organisasi, karena dianggap mampu
mempengaruhi sikap dan perilaku pegawainya.Selain itu, budaya organisasi juga
dianggap mampu mempengaruhi hubungan dan suasana kerja ke arah yang lebih
Penerapan budaya organisasi dalam suatu organisasi sangat ditentukan oleh
pimpinan organisasi yang bersangkutan. Pimpinan dan manajer harus memiliki
komitmen yang kuat untuk memegang teguh dan menerapkan budaya organisasi.
Hal ini perlu ditanamkan terlebih dahulu kepada pimpinan dan manajer, setelah
itu baru dapat disosialisasikan kepada karyawan dan konsumen (Mangkunagara,
2007: 118).
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain
melalui dirinya sendiri dengan cara tertentu sehingga perilaku orang lain itu
berubah atau tetap , menjadi integratife. Jadi kepemimpinan merupakan gejala
sosial dan hasil kegiatan memimpin suatu unit kerja (organisasi) disebut pimpinan
(Ndraha ,2003: 126). Dengan demikian organisasi akan berhasil dalam mencapai
tujuannya serta mampu memenuhi tanggung jawab sosialnya sangat tergantung
pada para pimpinannya. Apabila pimpinan mampu melaksanakan
fungsi-funngsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan dapat mencapai
sasarannya. Dalam hal ini lingkungan dia berada dan pengaruh-pengaruh atau
interaksi yang akan dihadapinya tentu akan membawa konsekuensi bagi praktek
kepemimpunan yang akan dilakukannya.
Budaya organisasi yang sudah dirumuskan dan diberlakukan sebagai pedoman
tata nilai perilaku seluruh anggota melalui arahan, bimbingan serta keteladanan
pimpinan mampu menggerakan anggota organisasi untuk berperilaku yang baik,
produktif dalam bekerja. Hal ini akan mendorong adanya apresiasi dirinya untuk
selalu meningkatkan prestasi kerja, baik terbentuk oleh lingkungan organisasi,
akan memudahkan penyebaran nilai-nilai yang diarahkan kepada terciptanya
kinerja pegawai yang memiliki persepsi positif terhadap profesinya.
2.8.Kerangka Pikir:
Pada organisasi sektor publik (pemerintah), khususnya lembaga pendidikan,
budaya organisasi dalam dunia pendidikan diistilahkan dengan kultur akademik
yang pada intinya mengatur para pelaku pendidikan (pendidik dan tenaga
kependidikan) agar mereka memahami bagaimana seharusnya bersikap terhadap
profesinya, beradaptasi dengan rekan kerja dan lingkungan kerjanya serta reaktif
terhadap kebijakan pimpinan, sehingga terbentuk sebuah sistem nilai, kebiasaan,
citra akademis, ethos kerja yang terinternalisasikan dalam kinerjanya. Budaya
organisasi adalah keyakinan dan nilai-nilai yang dituangkan dalam bentuk
norma-norma atau pedoman bagi anggota organisasi dalam berperilaku dan beraktifitas di
lingkungan organisasi. Pada penelitian ini budaya organisasi akan diukur dengan
indikator; (1) Inovasi dan Pengambilan Resiko (Innovation and Risk Taking), (2)
Perhatian pada Detail (Attention to Detail), (3) Orientasi Hasil (Outcome
Orientation), (4) Orientasi pada Individu (People Orientation), (5) Orientasi Tim (Team Orientation), (6) Keagresifan (Aggressiveness), (7) Kemantapan
(Stability).
Budaya organisasi yang sudah dirumuskan dan diberlakukan sebagai pedoman
tata nilai perilaku seluruh anggota melalui sosialisasi dan arahan, bimbingan serta
keteladanan pimpinan mampu menggerakan anggota organisasi untuk berperilaku