PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT
SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN LEMBARAN
PLAFON GIPSUM DENGAN BAHAN PENGIKAT
POLIURETAN
TESIS
Oleh
RAHMADHANI BANUREA
097026003/FIS
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT
SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN LEMBARAN
PLAFON GIPSUM DENGAN BAHAN PENGIKAT
POLIURETAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Fisika pada
Program Pascasarjana Fakultas MIPA
Universitas Sumatera Utara
Oleh
RAHMADHANI BANUREA
097026003/FIS
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGESAHAN TESIS
Judul Tesis : PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN LEMBARAN PLAFON GIPSUM DENGAN BAHAN PENGIKAT POLIURETAN
Nama Mahasiswa : RAHMADHANI BANUREA Nomor Induk Mahasiswa : 09 70 26 003
Program Studi : Magister Ilmu Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc Dr. Sutarman, M.Sc
PERNYATAAN ORISINALITAS
PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN
LEMBARAN PLAFON GIPSUM DENGAN BAHAN PENGIKAT
POLIURETAN
TESIS
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, 21 Juni 2011
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Rahmadhani Banurea
NIM : 097026003
Program Studi : Magister Ilmu Fisika
Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :
Pemanfaatan Serbuk Batang Kelapa Sawit Sebagai Pengisi Pada Pembuatan Lembaran Plafon Gipsum Dengan Bahan Pengikat Poliuretan
Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base,
merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, 21 Juni 2011
Telah diuji pada
Tanggal : 21 Juni 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS
Anggota : 1. Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D
2. Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc
3. Prof. Drs. Muhammad Syukur, MS
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap berikut Gelar : Rahmadhani Banurea, S.Si
Tempat dan Tanggal Lahir : Belawan Kota Medan, 10 Oktober 1973
Alamat Rumah : Jl. Bunga Stella I No. 76 Medan
Telepon/HP : 08126579483
email : ramadhan@yahoo.co.id
Instansi Tempat Bekerja : FK-USU
Alamat Kantor : Jl. dr. Mansur No. 5 Medan
Telepon/Faks/HP : 0618211045
DATA PENDIDIKAN
SD : SD Negeri 060957 Belawan Kota Medan Tamat : 1986
SMP : SMP Negeri Labuhan Deli Kota Medan Tamat : 1989
SMU : SMA Negeri Labuhan Deli Kota Medan Tamat : 1992
Strata-1 : Fisika FMIPA USU Tamat : 1999
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang diberi judul
“Pemanfaatan Serbuk Batang Kelapa Sawit sebagai Pengisi pada Pembuatan Lembaran PlafonGipsum dengan bahan Pengikat Poliuretan”.
Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,
M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan yang di berikan kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Fisika FMIPA USU.
Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc
atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Studi
Magister Ilmu Fisika Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana
Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc dan
Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana Fakultas
MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS beserta
seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Program
Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada bapak Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS selaku Pembimbing
Utama dan Bapak Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, PhD selaku Anggota Komisi
Pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan perhatian dan telah memberikan
Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada orang tua, Ayahanda
Alm. Muhd. Jamil Banurea dan Ibunda Hj. Rosmina Bangun, beserta istri tercinta
dr. Hj. Haryati Lubis yang senantiasa memberikan motivasi dengan penuh
kesabaran dan kasih sayang, pengertian, dan pengorbanan baik moril maupun
material, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas
Kedokteran USU dan juga kepada dr. Zairul Arifin, SpA dan seluruh staf di
Departemen Fisika Kedokteran Fakultas Kedokteran USU dr. Keriahen Bangun,
bang Dirman, Fatma atas segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis,
juga kepada teman-teman seperjuangan hingga hampir tiap malam ketemu di
laboratorium dan jumpa lagi paginya di MIPA saudara Johaidin Saragih,
Tirama Simbolon terima kasih atas bantuan kalian semuanya kepada penulis
hingga dapat menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu
Fisika Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.
Semoga kita selalu di beri taufik dan HidayahNya dalam memanfaatkan
segala ciptaanNya bagi kesejahteraan umat manusia.
PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN LEMBARAN PLAFON GIPSUM
DENGAN BAHAN PENGIKAT POLIURETAN
ABSTRAK
Dalam tesis ini telah dibahas tentang pengaruh serbuk batang kelapa sawit sebagai pengisi pada pembuatan lembaran plafon gipsum terhadap sifat fisis dan mekanis dan DTA. Jenis perekat yang digunakan adalah pengikat poliuretan. Serbuk batang kelapa sawit divariasikan 5 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram dan 25 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat fisis (densitas 1,6 gr/cm3 dan penyerapan air 15,08 %) pada komposisi 5 gram serbuk batang kelapa sawit adalah hasil terbaik. Semakin tinggi kadar serbuk semakin tinggi nilai densitas, sehinggga serapan airnya makin rendah. Hasil uji sifat fisis ini masih memenuhi standar SNI 03-2105, 1996 dan masih diatas nilai sifat fisis plafon gipsum Jaya Board. Dari pengujian sifat mekanik (uji impak 2,0 x 10-4 J/mm2, uji tarik 305,8 kPa, uji kuat lentur/MOE 7233,8 kg/cm2 dan uji kuat patah/MOR
13,44 MPa) merupakan nilai terbaik dan berada pada komposisi 25:25:15. Ini menunjukkan bahwa komposisi 25:25:15 merupakan komposisi yang paling homogen sehingga sifat mekaniknya optimum. Hasil pengujian spesimen nilainya masih diatas nilai sifat mekanik plafon gipsum Jaya Board. Hasil pengujian DTA diperoleh bahwa suhu endotermik komposisi 45:05:15 yang terbaik dengan suhu endotermiknya 730C. Dari seluruh pengujian spesimen, komposisi 25:25:15 yang sifat mekanik terbaik, sifat fisisnya juga masih memenuhi standar SNI 03-2105, 1996 dan plafon gipsum Jaya Board dengan suhu endotermiknya 750C, sehingga komposisi 25:25:15 dapat digunakan sebagai plafon.
UTILIZATION OF OIL PALM STEM POWDER AS A CHARGER ON MAKING THE CEILING GYPSUM SHEETS WITH
BINDER POLYURETHANE
ABSTRACT
In this thesis has been discussed about the effect of oil palm stem powder as a filler in the manufacture on making the gypsum ceiling sheets of physical and mechanical properties and the DTA. This type of adhesive used is a polyurethane binder. The varied oil palm stem powder 5 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram and 25 gram. The results showed that the physical properties (density 1.6 g/cm3 and water absorption 15.08 %) on the composition of oil palm stem at 5 gram powder is the best results. The higher levels of pollen density the higher the value, so as the lower water uptake. Physical properties test results still meet the standards of ISO 03-2105, 1996 and is still above the value of physical properties of gypsum ceiling Jaya Board. From testing the mechanical properties (impact
test 2.0 x 10-4J/mm2, the tensile test 305.8 kPa, modulus of elasticity /MOE test 7233.8 kg/cm2 and modulus of rupture /MOR test 13.44 MPa) is the best value and are on the composition of 25:25:15. This suggests that the composition of 25:25:15 is the most homogeneous composition so that optimum mechanical properties. The results of testing specimens in value is still above the value of the mechanical properties of gypsum ceiling Jaya Board. Test results obtained that the temperature of endothermic DTA 45:05:15 the best composition with endothermic temperature 730C. From all the test specimens, the composition of 25:25:15 the best mechanical properties, the result of physical properties also still meet the standards of ISO 03-2105, 1996 and ceiling gypsum Jaya Board with glorious endothermic temperature 750C, so that the composition can be used as a ceiling 25:25:15.
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel Judul Halaman
2.1 Persentase Komponen-Komponen 14
Kayu Kelapa Sawit
2.2 Perbandingan sifat Kayu Kelapa Sawit 16
dengan Beberapa Jenis Kayu
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar Judul Halaman
2.1 Penampang Melintang Batang Kelapa Sawit 14
2.2 Reaksi Polimerisasi Isosianat 20
2.3 Reaksi Isosianat dengan Poliol 21
2.4 a. Alat Uji Impak 24
b. Simulasi Alat Uji Impak 2.5 Skema pengujian tarik dengan UTM 26
2.6 Kurva Tegangan Regangan teknik (s - e) 27
2.7 (a) Pembebanan Pengujian MOR dan MOE 28
(b) Defleksi yang terjadi pada saat pengujian 2.8 Uji MOE dan uji MOR 29
2.9 Sistem Pemanasan dalam Tungku DTA 30
2.10 Kurva Ideal Differential Thermal Analysis (DTA) 31
3.1 Pengukuran massa sampel gantung 35
4.1 Grafik Densitas – vs – Komposisi Sampel 39
4.3 Grafik Kuat Impak – vs – Komposisi 42
4.4 Grafik Kuat Tarik – vs – Komposisi Sampel 43
4.5 Grafik Nilai Kuat Lentur – vs – Komposisi Sampel 45
4.6 Grafik Nilai Kuat Patah – vs – Komposisi Sampel 47
4.7 Grafik DTA Gipsum 48
4.8 Grafik DTA komposisi 45:05:15 49
4.9 Grafik DTA komposisi 25:25:15 50
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran Judul Halaman
A Standar Papan Gipsum 58
B Densitas Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap Sampel 59
(Gipsum : Serbuk Batang Kelapa Sawit : Poliuretan)
C Persentase Penyerapan Air Dari Papan Gipsum Plafon 60
Terhadap Sampel (Gipsum : Serbuk Batang Kelapa
Sawit : Poliuretan)
D Uji Impak Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap Sampel 61
(Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Poliuretan)
E Kuat Tarik Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap Sampel 62
(Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Poliuretan)
F Modulus Elastisitas Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap 63
Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Poliuretan)
G Modulus Patah Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap 64
Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Poliuretan)
H Uji Fisis dan Mekanis dari Papan Gipsum 65
Plafon Jayaboard Komersial
I Grafik Uji Tarik dan Uji MOR, MOE 66
DAFTAR ISTILAH
ASTM : American Standart for Testing and Material.
Densitas : Ukuran kepadatan dari suatu material.
DTA : Differential Thermal Analysis, merupakan alat untuk
mengidentifikasi sifat termal dari suatu senyawa.
Gipsum : Mineral yang bahan utamanya terdiri dari hydrated
calcium sulfate.
MOE : Perbandingan antara tegangan (ó) dan regangan (? ).
MOR : Tegangan lengkung akhir sebelum terjadinya patah
dari suatu material dalam kelengkungannya.
MPa : Satuan kekuatan tekan dalam satuan Mega Pascal.
Plafon : Interior permukaan bagian atas dari ruangan yang
digunakan untuk menutupi sebagian atau seluruh
struktur dasar dari atap.
SNI : Standar Nasional Indonesia
Tg : Transisi Gelas dalam satuan oC
PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN LEMBARAN PLAFON GIPSUM
DENGAN BAHAN PENGIKAT POLIURETAN
ABSTRAK
Dalam tesis ini telah dibahas tentang pengaruh serbuk batang kelapa sawit sebagai pengisi pada pembuatan lembaran plafon gipsum terhadap sifat fisis dan mekanis dan DTA. Jenis perekat yang digunakan adalah pengikat poliuretan. Serbuk batang kelapa sawit divariasikan 5 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram dan 25 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat fisis (densitas 1,6 gr/cm3 dan penyerapan air 15,08 %) pada komposisi 5 gram serbuk batang kelapa sawit adalah hasil terbaik. Semakin tinggi kadar serbuk semakin tinggi nilai densitas, sehinggga serapan airnya makin rendah. Hasil uji sifat fisis ini masih memenuhi standar SNI 03-2105, 1996 dan masih diatas nilai sifat fisis plafon gipsum Jaya Board. Dari pengujian sifat mekanik (uji impak 2,0 x 10-4 J/mm2, uji tarik 305,8 kPa, uji kuat lentur/MOE 7233,8 kg/cm2 dan uji kuat patah/MOR
13,44 MPa) merupakan nilai terbaik dan berada pada komposisi 25:25:15. Ini menunjukkan bahwa komposisi 25:25:15 merupakan komposisi yang paling homogen sehingga sifat mekaniknya optimum. Hasil pengujian spesimen nilainya masih diatas nilai sifat mekanik plafon gipsum Jaya Board. Hasil pengujian DTA diperoleh bahwa suhu endotermik komposisi 45:05:15 yang terbaik dengan suhu endotermiknya 730C. Dari seluruh pengujian spesimen, komposisi 25:25:15 yang sifat mekanik terbaik, sifat fisisnya juga masih memenuhi standar SNI 03-2105, 1996 dan plafon gipsum Jaya Board dengan suhu endotermiknya 750C, sehingga komposisi 25:25:15 dapat digunakan sebagai plafon.
UTILIZATION OF OIL PALM STEM POWDER AS A CHARGER ON MAKING THE CEILING GYPSUM SHEETS WITH
BINDER POLYURETHANE
ABSTRACT
In this thesis has been discussed about the effect of oil palm stem powder as a filler in the manufacture on making the gypsum ceiling sheets of physical and mechanical properties and the DTA. This type of adhesive used is a polyurethane binder. The varied oil palm stem powder 5 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram and 25 gram. The results showed that the physical properties (density 1.6 g/cm3 and water absorption 15.08 %) on the composition of oil palm stem at 5 gram powder is the best results. The higher levels of pollen density the higher the value, so as the lower water uptake. Physical properties test results still meet the standards of ISO 03-2105, 1996 and is still above the value of physical properties of gypsum ceiling Jaya Board. From testing the mechanical properties (impact
test 2.0 x 10-4J/mm2, the tensile test 305.8 kPa, modulus of elasticity /MOE test 7233.8 kg/cm2 and modulus of rupture /MOR test 13.44 MPa) is the best value and are on the composition of 25:25:15. This suggests that the composition of 25:25:15 is the most homogeneous composition so that optimum mechanical properties. The results of testing specimens in value is still above the value of the mechanical properties of gypsum ceiling Jaya Board. Test results obtained that the temperature of endothermic DTA 45:05:15 the best composition with endothermic temperature 730C. From all the test specimens, the composition of 25:25:15 the best mechanical properties, the result of physical properties also still meet the standards of ISO 03-2105, 1996 and ceiling gypsum Jaya Board with glorious endothermic temperature 750C, so that the composition can be used as a ceiling 25:25:15.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sekitar tahun 80-an bahan asbes biasanya sangat akrab digunakan sebagai
penutup atap dan plafon rumah. Selain harga dan pemasangannya mudah karena
asbes memiliki bobot yang ringan. Asbes dapat digolongkan menjadi dua bagian.
Pertama golongan serpentine (krisotil yang merupakan hidroksida magnesium
silikat) dan golongan kedua amphibole dari mineral-mineral pembentuk batuan,
termasuk : actinolite, amosite (asbes coklat, cummingtonite, grunnerite),
anthophyllite, chrysotile (asbes putih), crocidolite (asbes biru) dan tremolit.
Asbes memiliki sifat tahan asam, relatif sukar larut, daya regang tinggi, serat
asbes bersifat tahan panas dapat mencapai 800 0C, fleksibel, tidak menguap,
mampu meredam suara, tidak mudah dihancurkan di alam yang biasa digunakan
untuk mobil, kompor, atap rumah, plafon, pelapis dan kabel listrik panas, kedap
suara dan kedap air, asbes sering juga digunakan pada isolating pipa pemanas
dan juga untuk panel akustik (Abraham JL, 1994; WHO, 1995).
Serat-serat asbes mudah sekali terlepas dari ikatannya dan membentuk
serat-serat mikroskopis jika terhisap, asbes mengandung debu yang dapat dihirup oleh
manusia dan debu-debu asbes ini merupakan partikel yang beterbangan di udara
dan debu asbes ini dengan ukuran diameter kurang dari 3 µm dengan panjang
3 kali diameter akan dapat mudah terhirup. Debu asbes akan merusak DNA dari
sel lubang paru (mesothelium) serat asbes mengendap atau menusuk sel paru-paru
tidak bisa diurai dan dikeluarkan lagi oleh tubuh akibatnya kontrol pertumbuhan
sel terganggu sehingga menyebabkan penebalan atau pembengkakan pleura
(selaput yang melapisi paru-paru) dan dikenal dengan penyakit Asbestosis
Bahan asbes ini di beberapa negara sudah dilarang penggunaannya seperti
di China, Amerika Serikat, Columbia dan negara-negara maju lainnya. Hal ini disebabkan karena bahan ini dapat menyebabkan resiko penyakit kanker
bagi para pekerja dan pemakainya (Jacko, 2003).
Dewasa ini perkembangan komposit kayu mengarah pada produk-produk yang memanfaatkan bahan lignoselulosa. Sifat-sifat yang menguntungkan dari papan komposit jenis ini relatif ringan, mudah dalam pengerjaan dan sifat ketahanannya
terhadap api, rayap dan jamur serta cuaca yang baik (Basuki, 1983). Papan komposit jenis ini tidak menggunakan bahan asbes, seperti yang kita
ketahui bahan asbes yang selama ini digunakan dapat membahayakan kesehatan. Solusi pengganti plafon asbes adalah papan gipsum plafon.
Serbuk batang kelapa sawit merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif bahan baku pembuatan plafon. Optimasi proses pembuatan plafon sangat dipengaruhi oleh kadar perekat dan kerapatan terhadap sifat fisis dan mekanis. Proses pembuatan plafon berbahan baku serbuk batang kelapa sawit ini dapat dibuat dengan menggunakan perekat poliuretan. Dari berbagai literatur menyatakan bahwa perpaduan dua atau lebih polimer dapat meningkatkan sifat-sifat tertentu dari bahan yang dibuat. Dengan melihat campuran antara polieter (isosianat) dengan poliester (glikol) dapat membentuk jaringan yang bercabang (Klempner, et al., 1994) telah dapat meningkatkan sifat mekanik yang tinggi.
Bahan pengikat dapat membentuk sebuah matriks pada suhu yang relatif stabil, plafon gipsum adalah plafon mineral pengisinya berupa gipsum, bersifat tahan api, awet dan tidak menimbulkan emisi gas formaldehida. Salah satu penggunaan papan gipsum cocok untuk pemakaian di bawah atap dan tidak selalu berhubungan dengan kelembaban tinggi (Simatupang, 1986).
Gipsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air laut, kemudian dipanaskan pada suhu 1750C yang sering disebut dengan nama STUCCO. Menurut Toton Sentano Kunrat (1992), di alam gipsum merupakan mineral hidrous sulfate yang mengandung dua molekul air atau dengan rumus kimia CaSO4.2H2O dengan berat molekul 172,17 gr. Gipsum adalah mineral
sulfat yang paling umum diatas bumi dan banyak digunakan sebagai bahan baku industri. Secara teknik, gipsum dikenal sebagai zat kapur sulfat, zat ini digunakan untuk pembuatan bangunan plester, papan dinding, ubin, sebagai penyerap untuk bahan-kimia, sebagai bahan pembuatan komponen-komponen elektronika. Papan dinding gipsum atau eternit berupa papan atau lembaran, campuran dari gypsummixed lebih dari 15% serabut, biasanya dipasang pada langit-langit rumah. Jenis-jenis batuannya adalah sanitspar, alabaster, gypsite dan selenit. Warna gipsum mulai dari putih, kekuning-kuningan sampai abu-abu. Menurut asalnya gipsum terbagi 2 jenis yaitu gipsum alam dan gipsum sintetik. Gipsum alam adalah yang ditemukan di alam, sedangkan gipsum sintetik adalah yang dibuat manusia. Gipsum sintetik terdiri dari : gipsum sintetik dari air laut, gipsum sintetik dari air kawah dan gipsum sintetik hasil sampingan industri kimia. Gipsum adalah mineral yang bahan utamanya terdiri dari hidrated calcium sulfate. Seperti pada mineral dan batu, gipsum akan menjadi lebih kuat apabila mengalami penekanan (Gipsum Association, 2007).
Kelapa sawit sangat besar potensinya di Indonesia dengan luas tanaman lebih dari 2,9 juta hektar sehingga Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit
terbesar di dunia setelah Malaysia. Dengan laju pertumbuhan sekitar 8,5 % per tahun, diperkirakan Indonesia akan melewati Malaysia pada tahun
Batang kelapa sawit yang dihasilkan pada waktu peremajaan tanaman
baru-baru ini mendorong kita untuk memanfaatkannya. Perkembangan perkebunan
kelapa sawit di Indonesia terus meningkat dengan laju peremajaan sekitar 10 %
dimana dapat dihasilkan batang kelapa sawit sebanyak 11,7 juta pohon pertahun,
jadi ketersediaan batang kelapa sawit akan terus ada sepanjang tahun karena
peremajaan terus menerus di lakukan (Prayitno dan Darnoko, 1994).
Batang kelapa sawit belum dimanfaatkan secara ekonomis karena
kualitasnya yang rendah, tidak homogen dan mudah rusak oleh pengaruh cuaca
dan serangga. Beberapa peneliti telah menawarkan berbagai metoda pengolahan
batang kelapa sawit agar menjadi bahan yang bernilai ekonomis. Darnoko (1994)
memanfaatkan serbuk batang kelapa sawit untuk papan partikel dengan perekat
urea formaldehida. Sedang Afrina dkk (2000) memanfaatkan serbuk batang
kelapa sawit untuk papan partikel dengan perekat campuran polypropilena dan
urea formaldehida, ternyata papan partikel yang dihasilkan mempunyai kestabilan
dimensi yang cukup baik tetapi campuran bahan hanya berinteraksi secara fisik.
Komponen kandungan batang kelapa sawit adalah selulosa, hemiselulusa,
lignin, serat, parenkim, air, abu dan pati. Kandungan air dan parenkim semakin
tinggi sesuai dengan ketinggian batang kelapa sawit. Tingginya kadar air
menyebabkan kestabilan dimensi batang kelapa sawit rendah. Parenkim
bagian atas pohon mengandung pati hingga 40 %, dan hal ini menyebabkan sifat
fisik dan mekanik batang kelapa sawit rendah (mudah patah/retak) serta mudah
di serang rayap (Prayitno, 1995).
Batang kelapa sawit biasa diambil dari perkebunan kelapa sawit saat
peremajaan, atau setelah batang kelapa sawit berumur 25 tahun. Batang kelapa
sawit terdiri dari serat dan parenkim. Balfas (2003) menyatakan salah satu
masalah serius dalam pemanfaatan batang kelapa sawit adalah sifat higroskopis
yang berlebihan dan karakteristik kimia kayu sawit yang memiliki kandungan
ekstraktif (terutama pati) yang lebih banyak dibandingkan kayu biasa.
Kandungan parenkim meningkat sesuai dengan peningkatan ketinggian pohon.
Parenkim pohon kelapa sawit bagian atas mengandung pati sampai 40% sehingga
Mengingat didalam bahan baku yang akan digunakan pada penelitian ini
mengandung zat ekstraktif yang dapat menghambat daya rekat dan pengerasan
perekat, maka perlu dilakukan perendaman terhadap bahan baku tersebut diatas
untuk mengurangi kandungan zat ekstraktifnya.
Penelitian pemanfaatan kayu sawit oleh Lubis (1994), menunjukan cara
pemanfaatan batang kelapa sawit paling tepat adalah bagian bawah sampai
ketinggian 2 meter diatas tanah tepat untuk industri perkayuan sedang diatas
2 meter dapat diarahkan dimanfaatkan untuk bahan pembuatan papan partikel
dengan memerlukan pengolahan lebih lanjut bila digunakan untuk industri kayu.
Pada penelitian ini serbuk kayu kelapa sawit diambil dari batang kelapa sawit
pada ketinggian diatas 2 meter.
Penelitian pemanfaatan serbuk batang kelapa sawit oleh Lubis J.M., (2009)
menunjukkan bahwa faktor letak batang (luar dan dalam) untuk pengambilan
serbuk serat sawit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap uji kerapatan,
uji kadar air, uji daya serap air, uji pengembangan tebal, uji MOE dan uji MOR.
Dari uraian diatas dalam pemanfaatan serbuk batang kelapa sawit bahan yang
digunakan adalah keseluruhan isi batang kelapa sawit baik luar maupun bagian
dalam, berupa serbuk batang kelapa sawit, dengan tambahan pengisi gipsum dan
perekat poliuretan diharapkan lembaran plafon gipsum yang dibuat
mengakibatkan sifat fisik kualitas papan yang dihasilkan semakin baik dengan
kerapatan yang tinggi, penyerapan air yang rendah.
Perekat merupakan salah satu faktor yang mempunyai keberhasilan dalam
pembuatan papan partikel. Poliuretan merupakan salah satu perekat yang dapat
digunakan dalam pembuatan lembaran plafon gipsum. Perekat ini tergolong dalam
kategori perekat termosetting, karena tidak dapat kembali ke bentuk semula
apabila di aplikasikan ke bahan yang digunakan. Di bidang kedokteran, poliuretan
digunakan sebagai bahan pelindung muka, kantung darah (Nicholson, 1977).
Selain itu, poliuretan digunakan untuk furniture, bangunan dan konstruksi,
insulasi tank dan pipa, pabrik pelapis, alat-alat olahraga, serta sebagai
1.2 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pengaruh serbuk batang kelapa sawit dapat
memberikan kontribusi kekuatan pada pembuatan plafon.
b. Pemanfaatan produk baru lembaran untuk plafon dari serbuk
batang kelapa sawit.
1.3 PERMASALAHAN
Serbuk batang kelapa sawit akan memberikan nilai tambah bila dapat digunakan sebagai bahan pengisi plafon gipsum. Dari uraian di atas diperoleh
pokok permasalahan sebagai berikut :
a. Apakah serbuk batang kelapa sawit dapat digunakan sebagai pengisi
gipsum plafon ?
b. Bagaimana prosedur optimum pada pembuatan dan karakteristik dari
gipsum plafon dengan pengisi serbuk batang kelapa sawit dan pengikat
poliuretan ?
1.4 BATASAN MASALAH
Membuat lembaran plafon dengan menggunakan gipsum sebagai matrik
dan serbuk batang kelapa sawit dengan bahan pengikat poliuretan.
Pengujian yang dilakukan meliputi :
a. Sifat fisis
1. Densitas
b. Sifat mekanik
1. Uji kuat patah (MOR)
2. Uji kuat lentur (MOE)
3. Uji impak
4. Uji tarik
c. Sifat thermal
1. Penyerapan panas
2. Titik lebur
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Dapat dimanfaatkannya serbuk batang kelapa sawit yang terbuang untuk
pembuatan lembaran plafon sebagai pengisi dari campuran gipsum.
1.6 TEMPAT PENELITIAN
a. Laboratorium Polimer Fakultas MIPA USU.
b. Laboratorium Penelitian Fakultas MIPA USU.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GIPSUM
Gipsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air laut. Gipsum merupakan mineral terbanyak dalam batuan sedimen, lunak bila murni. Merupakan bahan baku yang dapat diolah menjadi kapur tulis. Dalam dunia perdagangan biasanya gipsum mengandung 90% CaSO4.2H2O (Habson, 1987).
Menurut Sanusi (1986) gipsum adalah suatu senyawa kimia yang mengandung dua molekul hablur dan dikenal dengan rumus kimia CaSO4.2H2O. Dalam bentuk
murni gipsum berupa kristal berwarna putih dan berwarna abu-abu, kuning, jingga atau hitam bila kurang murni.
Gipsum ada di mana-mana. Gipsum adalah mineral sulfat yang paling umum diatas bumi. Secara teknik, gipsum dikenal sebagai zat kapur sulfate. Dengan perlakuan panas, tekanan, percampuran dengan unsur-unsur yang lain dapat menghasilkan berbagai jenis gipsum.
Gipsum adalah zat kapur sulfate (CaSO4). Alam menyediakan dua macam
gipsum yaitu anhidrit dan dehydrate. Gipsum yang disuling disebut dengan anhidrit dibentuk dari 29,4 % zat kapur (Ca) dan 23,5 % belerang (S). Secara kimiawi, satu-satunya perbedaan antara kedua jenis gipsum ini adalah dua molekul air yang ada dalam senyawanya. Dehydrate (CaSO4 + 2H2O) berisi dua
molekul dan air sedangkan anhidrit (CaSO4) tidak berisi molekul air.
Pada umumnya, gipsum mempunyai air yang dihubungkan dalam struktur molekular (CaSO4.2H2O) dan kira-kira 23,3 % Ca dan 18,5 % S. Gipsum adalah
Gipsum digunakan untuk pembuatan bangunan plester, papan dinding, ubin,
sebagai penyerap untuk bahan-kimia, sebagai pigmen cat dan perluasan, dan
untuk pelapisan kertas. Gypsum california alami, berisi 15% - 20% belerang,
digunakan untuk memproduksi ammonium sulfate untuk pupuk.
Gipsum juga digunakan untuk membuat asam belerang dengan pemanasan sampai
2000o F (1093oC) dalam permukaan tertentu. Resultan calsium sulfida bereaksi
untuk menghasilkan kapur perekat dan sulfuricacid.
Gipsum mentah juga digunakan untuk campuran portland semen.
Warna sebenarnya adalah putih, tetapi mungkin saja diwarnai kelabu, warna
coklat, atau merah. Berat jenisnya adalah 2.28 - 2.33 dan kekerasan Mohs 1,5 - 2.
Gipsum menjadi kering ketika dipanaskan sekitar 374oF (190oC), membentuk
hermihydrate 2CaSO4.H2O, yang merupakan dasar dari kebanyakan plester
gipsum. Disebut sebagai gypsum calcined, pada saat digunakan untuk pembuatan
hiasan, bahan gypsum calcined dicampur dengan air, membentuk sulfate hydrated
yang akan mengeraskan. Palestic adalah gipsum yang dicampur dengan
ureaformalidehyde damar dan suatu katalisator.
Calcium sulfate tanpa air kristalisasi digunakan untuk pengisi kertas dengan
nama pearl filler. Terra alba adalah nama asal untuk gipsum sebagai pengisi cat.
Zat kapur (sulfate) yang tak berair di dalam bubuk atau format berisi butiran kecil
akan menyerap 12-14% berat airnya, dan digunakan untuk mengeringkan
bahan kimia dan gas.
Gipsum bisa digunakan kembali dengan pemanasan. Anhidrit adalah zat kapur
tak berair (sulfate). Anhidrit digunakan untuk memproduksi belerang, dioksida
belerang, dan ammonium sulfate. Banyak gypsum calcined, digunakan sebagai
gipsum untuk memplester dinding. Untuk penggunaan seperti itu, dicampur
dengan kapur perekat air atau lem air dan pasir. Papan dinding gipsum atau eternit
berupa papan atau lembaran, campuran dari gypsummixed lebih dari 15% serabut,
biasanya dipasang pada langit-langit rumah. Butir yang terdapat di dalamnya
tahan terhadap api karena menggunakan suatu tiruan wood-grain untuk
permukaan dinding. Scott’s semen adalah suatu plester untuk perekat dengan
Gipsum dapat berubah secara perlahan-lahan menjadi hemihidrat (CaSO4.
0.5H2O) pada suhu 900C. Bila dipanaskan atau dibakar pada suhu 1900C – 2000C
akan menghasilkan kapur gipsum atau stucco yang dikenal dalam perdagangan
sebagai plester paris. Pada suhu yang cukup tinggi yaitu lebih kurang 5340C
akan dihasilkan anhydrite (CaSO4) yang tidak dapat larut dalam air dan
dikenal sebagai gipsum mati.
Sanusi (1986) menyebutkan bahwa dalam penggunaan gipsum dapat
digolongkan menjadi dua macam seperti dipaparkan dibawah ini :
1. Yang belum mengalami kalsinasi.
Dipergunakan dalam pembuatan semen portland dan sebagai pupuk.
Jenis ini meliputi 28% dari seluruh volume perdagangan.
2. Yang mengalami proses kalsinasi.
Sebagian besar digunakan sebagai bahan bangunan, plester paris,
Bahan dasar untuk pembuatan kapur, bedak, untuk cetakan alat keramik,
tuangan logam, gigi dan sebagainya. Jumlah tersebut meliputi 72%
dari seluruh volume perdagangan.
Gipsum sebagai perekat mineral mempunyai sifat yang lebih baik dibandingkan dengan perekat organik karena tidak menimbulkan pencemaran udara, murah, tahan api, tahan deteriorasi oleh faktor biologis dan tahan terhadap zat kimia (Purwadi, 1993). Gipsum mempunyai sifat yang cepat mengeras yaitu sekitar 10 menit. Maka dalam pembuatan papan gipsum harus digunakan bahan kimia untuk memperlambat proses pengerasan tanpa mengubah sifat gipsum sebagai perekat (Simatupang, 1985). Perlambatan tersebut dimaksudkan agar cukup waktu dari tahap pencampuran bahan sampai tahap pengempaan.
mengurangi bobot air hidratasi. Pengurangan tersebut akan menyebabkan berkurangnya keteguhan papan gipsum. Beberapa kegunaan gipsum yaitu : 1. Dry wall, bahan perekat dan campuran pembuatan lapangan tenis. 2. Penyaring dan sebagai pupuk tanah, diakhir abad 18 dan awal abad 19, gipsum Nova Scotia atau yang lebih dikenal dengan plester digunakan dalam jumlah besar sebagai pupuk di ladang-ladang gandum AS.
3. Sebagai pengganti kayu pada zaman kerajaan-kerajaan ketika kayu menjadi langka di zaman perunggu, gipsum ini digunakan sebagai bahan bangunan. 4. Sebagai pengental tofu, karena memiliki kadar kalsium yang tinggi khususnya di benua Asia diproses secara tradisional.
5. Untuk bahan baku kapur tulis, sebagai indikator pada tanah dan air. 6. Sebagai salah satu bahan pembuat portland semen.
Saat ini gipsum sebagai bahan bangunan digunakan untuk membuat papan gipsum dan profil pengganti eternit asbes. Papan gipsum profil adalah salah satu produk jadi setelah material gipsum diolah melalui proses pabrikasi menjadi tepung. Papan gipsum profil digunakan sebagai salah satu elemen dari dinding partisi dan plafon.
2.2 KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS JACQ)
sabut, tandan, dan pelepah untuk memproduksi serat. Biomassa batang dari hasil
regenerasi tanaman tua setelah berumur 25-30 tahun yang merupakan massa
terbesar belum dimanfaatkan, melainkan hanya dibakar atau dibiarkan jadi
tumpukan limbah yang menimbulkan berbagai dampak lingkungan dan gangguan.
Salah satu limbah kelapa sawit yang mengandung lignoselulosa adalah
batang. Batang sawit pada dasarnya merupakan bahan berkayu yang memiliki
struktur relatif tidak seragam dan memiliki kesan struktur seperti kayu kelapa
dengan konfigurasi serat lebih pendek.
Pemanfaatan batang kelapa sawit sebagai subsitusi kayu tropis memiliki
aspek lingkungan yang baik dalam kaitannya dengan upaya nasional dan
internasional dalam penyelamatan hutan tropis. Secara umum terdapat beberapa
hal yang kurang menguntungkan dari batang kelapa sawit dibandingkan dengan
kayu biasa, yaitu kandungan air pada kayu segar kelapa sawit sangat tinggi (dapat
mencapai 500%), kandungan zat pati sangat tinggi (pada jaringan parenkim dapat
mencapai 45%), keawetan alami sangat rendah, kadar air keseimbangan relatif
lebih tinggi. Selain itu, batang kelapa sawit juga memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan kayu lainnya, yaitu warna kayu lebih cerah dan seragam,
tidak mengandung mata kayu, relatif tidak mempunyai sifat anisotropis, mudah
dikeringkan dan mudah diberi perlakuan kimia (Balfas, 2003).
2.2.1 Komponen-komponen batang kelapa sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) yaitu merupakan tumbuhan dari ordo :
Palmales, family : Palmaceae, sub family : Cocoideae. Tumbuhan ini termasuk
tumbuhan monokotil dengan ciri-ciri tidak memiliki kambium, pertumbuhan
sekunder, lingkaran tahun, sel jari-jari, kayu awal, kayu akhir, cabang, mata kayu.
Pertumbuhan dan pertambahan diameter batang berasal dari pembelahan secara
keseluruhan dan pembebasan sel pada jaringan dasar parenkim serta pembesaran
Batang terdiri dari serat dan parenkim. Pohon kelapa sawit produktif sampai umur
25 tahun, ketinggian 9-12 meter dan diameter 45-65 cm yang di ukur pada
ketinggian 1,5 meter dari permukaan tanah. Jika tanaman telah mencapai dari
12 meter sudah sulit untuk dipanen, maka pada umumnya tanaman di atas
25 tahun sudah diremajakan. Batang kelapa sawit memiliki jaringan parenkim dan
serat (gambar 2.1).
Gambar 2.1. Penampang Melintang Batang Kelapa Sawit
Komponen-komponen yang terkandung dalam kayu kelapa sawit adalah selulosa,
lignin, parenkim, air, dan abu dan pati (Tomimura, 1992). Kandungan parenkim
dan air meningkat sesuai dengan ketinggiannya. Tingginya kadar air
menyebabkan kestabilan dimensi batang kelapa sawit rendah. Parenkim pada
bagian atas pohon mengandung pati hingga 40 % ini menyebabkan sifat fisik dan
mekanik batang kelapa sawit juga rendah, yaitu mudah patah, retak dan mudah
diserang rayap (Tomimura, 1992).
Kerapatan kayu batang kelapa sawit berkisar dari 0,2 g/ml sampai 0,6 g/ml
dengan kerapatan rata-rata 0,37 g/ml (Lubis, A. U., 1994). Persentase kandungan
Tabel 2.1. Persentase Komponen-Komponen Kayu Kelapa Sawit
(Nasution, D. Y., 2001)
Komponen Kandungan %
Air 12,5
Abu 2,25
SiO2 0,48
Lignin 17,22
Hemiselulosa 16,81
á-selulosa 30,77
Pentosa 20,05
2.2.2 Sifat fisik kayu kelapa sawit
Sifat fisik batang kelapa sawit meliputi kerapatan dan kadar air.
2.2.2.1 Kadar Air kayu kelapa sawit
Kadar air batang kelapa sawit bervariasi antara 100-500%. Kenaikan kadar air
yang bertahap ini di indikasikan terhadap ketinggian dan kedalaman posisi batang,
yang bagian terendah dan luar batang memiliki nilai yang sangat jauh dengan
2 bagian batang lainnya. Kecenderungan kenaikan kadar air ini dapat dijelaskan
dengan mempertimbangkan distribusi jaringan parenkim yang berfungsi
menyimpan atau menahan lebih banyak air daripada jaringan pembuluh.
Ketersediaan jaringan parenkim ini akan semakin berlimpah dari bagian luar
batang ke bagian dalam/pusat batang (Choon, et al, 1991). Apabila kayu
dikeringkan selama pengolahannya, semua cairan dalam rongga sel dikeluarkan.
2.2.2.2 Kerapatan batang kelapa sawit
Karena sifat dasarnya yang merupakan jenis monokotil, kerapatan batang
kelapa sawit memiliki nilai yang sangat bervariasi pada bagian yang berbeda dari
batang kelapa sawit. Nilai kerapatan tersebut berkisar antara 200-600 kg/m3
dengan rata-rata 370 kg/m3. Kerapatan batang kelapa sawit menurun terhadap
ketinggian dan kedalaman bagian batang (Choon, et al, 1991).
2.2.3 Sifat mekanik batang kelapa sawit
Sifat mekanik kayu kelapa sawit menggambarkan kerapatan batang baik pada
arah radial maupun vertical, keteguhan lentur (MOE) dan keteguhan patah
(MOR), tekan sejajar serat dan kekerasan. Dari penelitian Bakar (2003)
diketahui bahwa batang kelapa sawit mempunyai sifat sangat beragam dari bagian
luar ke bagian pusat batang dan sedikit bervariasi dari bagian pangkal ke ujung
batang. Beberapa sifat penting dari batang kelapa sawit untuk setiap batang
mulai tepi, tengah, pusat memiliki nilai berat jenis semakin menurun, bagian tepi
berat jenis 350 kg/m3, bagian tengah berat jenis 280 kg/m3 dan bagian pusat berat
jenisnya bernilai 200 kg/m3. Sama halnya dengan nilai keteguhan lentur (MOE)
dan keteguhan patah (MOR) semakin ke bagian pusat nilainya menunjukkan
penurunan, tetapi sebaliknya dengan kadar air nilainya semakin bertambah.
Batang kelapa sawit memiliki beberapa hal yang sangat menguntungkan di
bandingkan dengan dengan kayu biasa, diantaranya harga kayu atau eksploitasi
sangat rendah, warna kayu cerah dan lebih seragam, tidak mengandung mata
kayu, relatif tidak memiliki sifat anisotropis, mudah diberi perlakuan kimia,
mudah dikeringkan, pada bagian yang cukup padat (kerapatan, gr/cm3) tidak
dijumpai perubahan atau kerusakan fisik yang berarti. Tabel 2.2
membandingkan beberapa sifat mekanik kayu kelapa sawit dengan beberapa
Tabel 2.2. Perbandingan sifat kayu kelapa sawit dengan beberapa jenis kayu
250-850 3100-114400 26-105 19-49 520-4400
Usaha menciptakan polimer poliuretan pertama kali dirintis oleh Otto Bayer dan rekan-rekannya pada tahun 1973 di labolatorium I.G. Farben di Leverkusen, Jerman. Mereka menggunakan prinsip polimerisasi adisi untuk menghasilkan poliuretan dari diisosianat cair dan polieter cair atau diol poliester seperti menunjuk ke berbagai kesempatan spesial, khususnya saat dibandingkan dengan berbagai plastik yang dihasilkan dari olefin, atau dengan polikondensasi. Awalnya, usaha difokuskan pada produksi serat dan busa yang fleksibel.
Kendati pengembangan terintangi oleh Perang Dunia II (saat itu poliuretan digunakan dalam skala terbatas sebagai pelapisan pesawat), poliisosianat telah menjadi tersedia secara komersial sebelum tahun 1952. Produksi komersialnya busa poliuretan yang fleksibel dimulai pada 1954, didasarkan pada toluena diisosianat (TDI) dan poliol poliester. Penemuan busa ini (yang awalnya dijuluki
keju Swissimitasi oleh beberapa penemu) adalah berkat jasa air yang tak sengaja
dicampurkan ke dalam campuran reaksi. Bahan-bahan ini digunakan pula untuk memproduksi busa kaku, karet gom, dan elastomer.
Cara simultan interpenetrasi jaringan polimer menggabungkan antara isosianat dan lignin (Sperling, 1994). Peneliti menggunakan isosianat dalam pembentukan interpenetrasi jaringan polimer sehingga menghasilkan bahan polimer baru yang kaya akan sifat fisik dan mekanik.
2.3.1 Polimerisasi isosianat sebagai pengikat kayu
Paste merupakan perekat pati (strach) yang dibuat melalui pemanasan campuran pati dan air dan dipertahankan berbentuk pasta. Cement merupakan istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya karet dan mengeras melalui pelepasan pelarut (Ruhedi, 1997).
Isosianat merupakan salah satu perekat yang dapat digunakan dalam pembuatan papan biokomposit. Perekat ini tergolong dalam kategori perekat termosetting, karena tidak dapat kembali kebentuk semula apabila diaplikasikan kebahan yang digunakan (Vick, C. B. 1999).
Isosianat adalah perekat yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada perekat lainnya. Isosianat bereaksi bukan hanya dengan aquarous tetapi juga dengan kayu yang menghasilkan ikatan kimia yang kuat sekali (chemical bonding). Isosianat juga memiliki gugus kimia yang sangat reaktif,
yaitu R-N=C=O. Keunikan perekat isosianat adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, panas, cepat kering, Ph netral dan kedap terhadap pelarut organik (Ruhedi S.,2007).
2.3.2 Keunggulan dan masalah dari pemakaian isosianat
PF telah mendominasi penjualan resin untuk aplikasi eksterior, kini isosianat telah mulai menggantikan kedudukan resin PF. Inovasi dan kreasi baru telah membuat kompetisi pemakaian kedua resin ini. Hampir 20 tahun belakangan ini, penyelidikan kayu komposit secara intensif telah dapat meningkatkan sifat-sifat mekanik dan fisik dari kayu secara signifikan, di samping itu dari segi penampilan juga bertambah menarik dan bagus kelihatannya.
Galbarait C.J (1992) telah mempelajari reaksi kenetika dengan menggunakan
Differential Scanning Calorimetri (DSC), mereka menggunakan kayu fiber
dengan pola membandingkan menggunakan isosianat dan PF. Hasil menunjukkan
PF memerlukan energi yang lebih tinggi untuk terjadinya pematangan.
Isosianat dapat mulai bereaksi pada temperatur yang rendah, jika
dibandingkan dengan UF yang telah diketahui cepat matang ternyata lebih lamban
daripada isosianat. Galbarait C.J (1992) menyatakan reaksi yang dapat dilakukan
pada suhu rendah adalah salah satu keunggulan dari pemakaian isosianat.
Suhu transisi gelas (Tg) dari lignin kira-kira 110°C dan PF membuktikan
pematangan pada suhu 177°C. Sementara itu isosianat dapat dimatangkan pada
suhu jauh lebih rendah (suhu kamar) dengan waktu yang lebih cepat dan sifat ini
tidak dimiliki oleh resin konvensional lain. Dalam bentuk kayu komposit isosianat
memberikan sifat-sifat mekanik jauh lebih baik dibandingkan resin PF. Dengan
pemakaian isosianat 3% menunjukkan sifat mekanik yang lebih baik
dibandingkan pemakaian PF 10%.
2.3.3 Polimerisasi isosianat
Polimerisasi isosianat telah dipakai dalam industri terutama foam poliuretan
dan pengikat. Secara komersil isosianat pertama kali diproduksi awal tahun
1960-an d1960-an berkemb1960-ang pengguna1960-annya pada industry : foam rigit d1960-an lentur,
elastomer, coating dan adhesive. Di tahun 1991 rata-rata 2,6 juta ton isosianat di
produksi di dunia (Galbarait C.J dan Newman, 1992). Isosianat yang umum
digunakan dan telah dipasarkan adalah Toluena Diisosianat (TDI), Difenilmetana
Diisosianat (DMI) dan Naptalena–1,5–diisosianat (NDI).
Isosianat merupakan monomer yang utama dalam pembentukan poliuretan,
mempunyai reaktivitas yang sangat tinggi, khususnya dengan reaktan nukleofil.
Reaktivitas gugus –N=C=O ditentukan oleh sifat positif dari atom karbon dalam
Dalam pembentukan polimerisasi isosianat juga dapat bereaksi sesamanya (Hepburn, C., 1991) seperti :
R-N-C=O R-N=C-O R-N=C=O
Isosianat
Gambar 2.2. Reaksi Polimerisasi Isosianat
Pada dasarnya kumpulan R–N=C=O mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan berbagai senyawa khususnya yang mengandung gugus hidrogen seperti air, amina, alkohol, dan asam. Isosianat memiliki dua sisi reaktif pada atom karbon dan pada atom nitrogen, sehingga monomer ini sangat reaktif dengan senyawa yang mengandung gugus hidroksil baik yang bersifat alifatis, siklik maupun gugus aromatik.
Mekanisme reaksi isosianat dengan kumpulan hidroksil atau hidroksil dari kayu
ditentukan menurut reaktivitas kumpulan hidroksil itu sendiri, walaupun
reaktivitas kumpulan hidroksil itu bermacam-macam, akan tetapi secara umum
reaksi dengan isosianat adalah :
R dan R' = grup alipatik atau aromatik
Gambar 2.3. Reaksi Isosianat dengan Poliol
2.3.4 Poliol
Poliol merupakan senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil lebih dari
satu dan dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai bahan
pereaksi maupun additive. Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam
seperti amilum, selulosa, sukrosa dan lignin ataupun olahan industri.
Gugus hidroksi pada senyawa organik dapat meningkatkan sifat hidrofil
karena disamping gugus fungsi yang aktif bereaksi dengan berbagai pereaksi
untuk menghasilkan senyawa baru juga dapat berinteraksi baik melalui
dipol-dipol yang terbentuk maupun melalui ikatan hidrogen dengan gugus hidrofil dari
senyawa lain. Gugus hidroksil yang tidak terikat memberikan sifat hidrofil
sedangkan gugus hidroksil yang terikat baik sebagai ester, eter dapat mengubah
senyawa tersebut menjadi lipofil. Adanya sifat hidrofil dan lipofil menyebabkan
senyawa poliol banyak digunakan sebagai surfaktan dalam makanan, kosmetik
maupun keperluan farmasi seperti obat-obatan (Jung, S., dkk, 1998).
Di samping isosianat, senyawa dengan berbagai fungsi hidroksil merupakan
komponen penting dalam pembentukan poliuretan. Senyawa dengan berat
molekul rendah seperti etilen glikol, butandiol, trimetil propana lazim digunakan
Poliol dengan berat molekul tinggi seperti polieter dan poliester dengan berat
molekul rata-rata 8 x 103 (Helen, 1970) merupakan poliol yang umum digunakan
dalam polimerisasi uretan.
Salah satu jenis polieter yang telah dipasarkan oleh Bayer (Schadete, 1985)
adalah polipropilen glikol dengan berat molekul rata-rata 2000.
Apabila digunakan berat molekul poliol yang lebih tinggi maka akan didapati
kekuatan regangan dan modulus yang tinggi (Frisch, 1969).
Untuk polietilen glikol (PEG) memiliki berat molekul yang bervariasi di
antaranya PEG 400, 1000, 3000 dan 6000.
2.3.5 Poliuretan
Poliuretan terbentuk dari polimerisasi dengan memilih isosianat yang sesuai
untuk dapat bereaksi dengan poliol atau gugus hidroksil karena akan dapat
menentukan hasil akhir, seperti terbentuknya rangkaian biuret, urea, uretan dan
alopanat. Para peneliti terdahulu (Ngayen, 1986) telah mencoba berbagai isosianat
yang berbeda untuk mendapatkan hasil akhir poliuretan yang diinginkan. Isosianat
yang umum digunakan dan telah dipasarkan adalah Toluena Diisosianat (TDI),
Difenilmetan Diisosianat (DMI), Naptalena–1,5–diisosianat (NDI) dan lain-lain.
Toluena memiliki senyawa dasar toluena, terdiri dari dua jenis isomer 2,4
(80%) dan isomer 2,6 ( 20%), yang merupakan isosianat biasa untuk pembuatan
poliuretan busa tahan lentur. Jenis kedua adalah TDI dengan campuran
65% isomer 2,4 dan 35% isomer 2,6. TDI ini memiliki reaktivitas berbeda yang
mana kedudukan 4-isosianat adalah lebih reaktif daripada 2 atau 6 isosianat,
atau dapat dinyatakan gugus NCO pada kedudukan 4 adalah sepuluh kali lebih
reaktif dari letak 2 atau 6 pada suhu kamar (Frisch, 1974).
TDI dapat bereaksi dengan gugus fungsi dalam resin poliester dan juga
mampu bereaksi dengan air membentuk karbon dioksida yang merupakan hasil
2.4 PENGUJIAN FISIK
Perlakuan fisik mengubah struktur dan sifat permukaan dari serat dan
mempengaruhi ikatan mekanis dengan polimernya, yang termasuk sifat fisik
adalah pengujian densitas dan daya serap air.
2.4.1 Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam
densitas yaitu : Bulk Density dan true density. Bulk density adalah densitas dari
suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atau volume sampel yang termasuk
dengan pori-pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk
density untuk bentuk yang tidak beraturan ditentukan dengan Metode Archimedes
yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (JIS A 5908-2003) :
ñ
benda =ñ
H2O ……… (2.1)Dengan :
Mk = Massa kering benda
Msg = Massa sampel gantung
Mkp = Massa kawat penggantung
2.4.2 Daya serap air
Daya serap air suatu papan partikel dipengaruhi oleh jenis partikelnya.
Menurut Siagian (1983), semakin besar tekanan kempa, suhu kempa dan
kombinasi keduanya maka makin kecil daya serap air papan serat. Perbedaan daya
serap papan serat terhadap air berhubungan dengan kerapatan papan yang
berbanding terbalik dengan daya serap terhadap air. Semakin besar kerapatan
papan maka makin kecil daya serapnya terhadap air.
Daya serap air papan serat berkisar antara 14% - 67% dan nilai rataan daya
serap air terbesar terdapat pada kombinasi suhu 150 oC dengan tekanan kempa
0 kg/cm2 yaitu 65,6%, sedangkan daya serap air terkecil terdapat pada kombinasi
suhu 190 oC dengan tekanan kempa 60 kg/cm2 yaitu 14,8% (Siagian, 1983).
Pengukuran daya serap air dilakukan dengan mengukur massa awal (B1),
kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Setelah dilakukan perendaman
selama 24 jam, kemudian diukur kembali massanya (B2). Nilai daya serap air
papan partikel dapat dihitung berdasarkan rumus ( JIS A 5908-2003) :
Daya Serap Air (%) ………... (2.2)
menahan gaya luar yang bekerja padanya, yang termasuk ke dalam sifat mekanis
papan partikel adalah kekuatan impak, kekuatan tarik, kuat lentur (Modulus of
Elasticity/MOE) dan keteguhan patah.
2.5.1 Kekuatan impak
Kekuatan material terhadap beban kejut dapat diketahui dengan cara
melakukan uji impak. Dari hasil pengujian akan dapat diperoleh tingkat kegetasan
material tersebut. Kekuatan impak komposit rata-rata masih dibawah kekuatan
impak logam. Kekuatan impak komposit sangat tergantung pada ikatan antar
molekulnya semakin kuat ikatan antar molekulnya maka akan semakin tinggi pula
Pengujian impak komposit dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu flat impact
method (impak depan) dan edge impact method (impact samping). Pengujian
impak dari samping akan menghasilkan kekuatan impak yang lebih rendah
dibandingkan dengan pengujian dari depan. Pada penelitian ini menggunakan
metode flat impact method, hal ini dilakukan karena pertimbangan aplikasinya
sebagai dinding panel interior.
Untuk pengujian impak core kayu Sengon Laut mengacu pada standar ASTM
uji impak material plastik. Hal ini dikarenakan belum ditemukannya standar uji
impak izod untuk material kayu.
Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji saat diberi beban
kejut oleh pendulum dapat diketahui dengan persamaan 2.3 (Instruction Manual
Toyo Seiki Izod impact tester ).
R = jarak pendulum terhadap titik poros, (cm)
á = sudut pendulum pada posisi pengujian, (º)
â = sudut ayun pendulum pada sisi sebelah setelah menghantam
spesimen, (º)
á’ = sudut ayun pendulum dari posisi sudut á, tanpa spesimen, (º)
Dengan mengetahui besarnya energi yang diserap oleh material maka
kekuatan impak benda uji dapat dihitung sesuai persamaan 2.4 (Instruction
Manual Toyo Seiki Izod impact tester).
2.5.2 Kekuatan tarik
Kekuatan tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar
kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji
tarik benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontinu,
bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjang yang dialami
benda uji dengan extensometer (pengukuran regangan), terlihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Skema pengujian tarik dengan UTM
Tegangan yang didapatkan dari kurva tegangan teoritik adalah tegangan yang
membujur rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara
membagi beban dengan luas awal penampang lintang benda uji itu.
s = P / Ao ... (2.5)
Regangan yang didapatkan adalah regangan linear rata-rata, yang diperoleh
dengan cara membagi perpanjangan (gage length) benda uji (d atau DL), dengan
panjang awal.
e = d/ Lo = DL/ Lo = ( L - Lo ) / Lo ... (2.6)
Karena tegangan dan regangan diperoleh dengan cara membagi beban dan
perpanjangan dengan faktor yang konstan, kurva beban – perpanjangan akan
mempunyai bentuk yang sama seperti pada gambar 2.6 kedua kurva sering
dipergunakan.
beban sel
Blok stabil
Gambar 2.6. Kurva Tegangan Regangan teknik (s - e)
Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung pada
komposisi, perlakukan panas, deformasi plastis yang pernah dialami, laju
regangan, temperatur, dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian.
Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva
tegangan-regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik luluh, persen
perpanjangan, dan pengurangan luas. Parameter pertama adalah parameter
2.5.3 Kuat lentur (Modulus of Elasticity/MOE)
Pengujian Modulus of Elasticity (MOE) dilakukan bersama-sama dengan
pengujian keteguhan patah dengan memakai contoh uji yang sama. Besarnya
defleksi yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu.
Contoh uji yang digunakan berukuran (12 x 2 x 0,6) cm pada kondisi kering
udara dengan pola pembentukan seperti gambar berikut :
(a) (b)
Gambar 2.7 (a) Pembebanan Pengujian MOR dan MOE (b) Defleksi yang terjadi pada saat pengujian
Hasil pengujian kuat lentur pada papan partikel dapat diperoleh sesuai dengan
persamaan ( JIS A 5908-2003) :
MOE ………. (2.7)
Dengan :
MOE = Modulus of Elasticity (Modulus Lentur) (kg/cm2)
B = Beban sebelum batas proporsi (kg)
S = Jarak sangga (cm)
D = Lenturan pada beban (cm)
l = Lebar sampel uji (cm)
t = Tebal sampel uji (cm)
D t l
B S
3 3
4 . =
2.5.4 Keteguhan patah (Modulus Of Rupture/MOR)
2.6 Prinsip Alat Thermal Analyzer (DTA)
Menurut International Conferenderation for Thermal Analisys, bahwa analisis termal adalah metode untuk menganalisis suatu material apabila diberikan perlakuan temperatur. Prinsip dari Differential Thermal Analyzer (DTA) adalah mengukur perubahan temperatur (? T) antara temperatur sampel dengan temperatur acuan/pembanding (referensi) dan sebagai bahan acuan/pembanding (referensi) adalah material yang stabil (inert) terhadap perubahan temperatur dan lingkungan atmosfer (Speyer, 1994), oleh karena itu DTA mendeteksi perubahan panas yang terjadi. Pada DTA panas yang diabsorbsi dan dipancarkan oleh sistem dapat diselidiki dengan mengukur perbedaan temperatur antara keduanya.
Prinsip dasar dari thermal analyzer atau DTA adalah apabila dua buah
krusibel dimasukkan kedalam tungku DTA secara bersamaan, krusibel yang
berisi Sampel ditempatkan disebelah kiri dan krusibel Referensi/acuan
(pembanding) disebelah kanan, kemudian kedua krusibel tersebut dipanaskan
dengan aliran panas yang sama besar seperti yang terlihat pada Gambar 2.9,
akan terjadi penyerapan panas yang berbeda oleh kedua krusibel tersebut.
Gambar 2.9. Sistem Pemanasan dalam Tungku DTA Keterangan :
S : Krusibel yang berisi sampel (gram)
R : Krusibel referensi/pembanding (gram)
V : Aliran panas
Besarnya perbedaan penyerapan panas yang terjadi disebabkan oleh perbedaan
temperatur yang menyebabkan terjadinya suatu reaksi endotermik. Apabila
temperatur Sampel (TS) lebih besar dari temperatur pembanding (TR) maka
yang terjadi adalah reaksi eksotermik tetapi apabila temperatur Sampel (TS)
lebih kecil dari pada temperatur pembanding (TR) maka reaksi perubahan yang
terjadi adalah reaksi endotermik. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa terjadinya
reaksi eksotermik disebabkan oleh suatu bahan mengalami perubahan fisika
atau kimia dengan mengeluarkan sejumlah panas yang mengakibatkan kenaikan
(TS) lebih besar dari (TR).
Sedangkan terjadinya reaksi endotermik disebabkan oleh terjadinya perubahan
fisika atau kimia yang dialami oleh suatu bahan dengan menyerap sejumlah
panas yang mengakibatkan (TS) lebih kecil dari (TR) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Kurva Ideal Differential Thermal Analysis (DTA)
Keterangan :
Eksotermik : Bila dalam pengamatan ternyata temperatur bahan acuan/
Referensi/pembanding (TR) lebih rendah daripada temperatur
sampel (TS) maka diperoleh perubahan temperatur (? T) positif.
atau reaksi eksotermik disebabkan oleh suatu bahan mengalami
perubahan fisika atau kimia dengan mengeluarkan sejumlah
panas yang mengakibatkan kenaikan (TS) lebih besar dari (TR).
Endotermik : Bila dalam pengamatan ternyata temperatur bahan acuan/
Referensi/pembanding (TR) lebih tinggi daripada temperatur
sampel (TS) maka diperoleh perubahan temperatur (? T) negatif.
atau reaksi endotermik disebabkan oleh terjadinya perubahan
fisika atau kimia bahan mengalami yang dialami oleh suatu
bahan dengan menyerap sejumlah panas yang mengakibatkan
(TS) lebih kecil dari (TR)
-
Eksotermik
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 DIAGRAM ALIR
Pada tahap ini merupakan pengumpulan bahan baku limbah, memilih perekat,
pencampuran, pembuatan spesimen dengan diagram alirnya sebagai berikut :
a. Diagram alir proses pencampuran.
Pengumpulan bahan serat batang kelapa sawit
Dijemur hingga kering
Diblender
Serbuk batang kelapa sawit
Isosiana + Polyethienglicos 1000
Poliuretan Tepung Gipsum
b. Diagram alir proses pencetakan.
- Densitas - Uji Impak - Penyerapan panas
- Daya serap air - Uji Tarik
- Uji Kuat lentur (MOE)
- Uji kuat patah (MOR)
3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di :
Lab Polimer Kimia USU, Lab Penelitian Fak MIPA USU dan PTKI Medan
Waktu penelitian :
Penelitian dilakukan pada Bulan Januari 2011 – Mei 2011 Pencetakan
Sampel
Karakterisasi
3.3 ALAT DAN BAHAN A. Alat yang dibutuhkan
1. Untuk menimbang bahan digunakan Neraca Analitik.
2. Ayakan 100 mesh.
3. Cetakan Benda Uji (Sampel). Benda uji berbentuk kubus dengan ukuran
6 cm x 12 cm x 0,6 cm.
4. Gelas ukur 1000 ml.
5. Gelas ukur 100 ml dan beaker glass.
6. Sendok .
7. Oven.
8. Alat Pres (tekan).
9. Blender.
10. Aluminium poil.
11. Pinset.
12. Benang.
13. Kawat.
14. Alat uji lentur (UTM = Universal Testing Machine).
15. Alat uji kekuatan patah (UTM = Universal Testing Machine).
16. Alat Uji Tarik (UTM = Universal Testing Machine).
17. Alat Uji Impak.
18. Alat uji DTA.
B. Bahan yang digunakan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini :
1. Serbuk batang kelapa sawit.
2. Gipsum.
3. Poliuretan (Isosiana + Polyethienglicos 1000).