• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan, dan Pemasaran Ubi Kayu di Kabupaten Lampung Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan, dan Pemasaran Ubi Kayu di Kabupaten Lampung Tengah"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF TECHNICAL EFFICIENCY, INCOME AND MARKETING OF CASSAVA IN THE MIDDLE LAMPUNG REGENCY

By

Fadhlina Sosiawati

This study aimed to analyze : (1) technical efficiency of cassava farming, (2) determine the factors that influenced technical efficiency, (3) determine the amount of cassava farming, (4) marketing efficiency of cassava, (5) Supply chain management of cassava in the Lampung Province. The research was carried out in the Middle Lampung Regency in June - in July 2014. The location of the research was carried out in the Subdistrict of Bandar Mataram and Subdistrict of Terusan Nyunyai that were taken deliberately as production centres of cassava in the Middle Lampung Regency. The total of respondents of 99 cassava farmers were selected using simple random sampling. The sample of the trader was obtained by using the technique snowball sampling. The first purpose was answered by using frontier production function, the second purpose using multiple linear regressing analysis and the third purpose was answered by using income analysis, the fourth purpose marketing efficiency, the fifth purpose the analysis of the supply chain management. Results of the research showed that (1) Cassava farming in Middle Lampung Regency was not technically efficient with the technical efficiency of 72.6 %, (2) the factors that significantly influence the technical efficiency of cassava farming in Middle Lampung Regency were cassava farming the age, the area of the land, and the experience farming, (3) cassava farming in Middle Lampung Regency was profitable with the R/C value of 2.09 and income of Rp. 11.745.714,33/ha, (4) cassava marketing system in Middle Lampung Regency has transmission elasticity of 0,96 (ET < 1), that the structure of the market of cassava in Middle Lampung Regency is formed is not perfectly competitive, that there is a power marketing system so oligopsoni manioc in Middle Lampung Regency lasts is inefficient. (5) the management of the chain of the supplier of cassava in the Middle Lampung Regency has been good, was seen from the perpetrators of the chain of the supplier that played a role that is the cassava farmer and the tapioca factory who had partnership relations with the chain channel of the supplier that was short that is the cassava farmer that immediately sold to the tapioca factory.

(2)

ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS, PENDAPATAN DAN PEMASARAN UBI KAYU DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

Fadhlina Sosiawati

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : (1) efisiensi teknis usahatani ubi kayu, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis, (3) pendapatan usahatani ubi kayu, (4) efisiensi pemasaran ubi kayu, (5) manajemen rantai pasok ubi kayu di Provinsi Lampung. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Tengah pada bulan Juni - Juli 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kecamatan Bandar Mataram dan Kecamatan Terusan Nyunyai yang diambil secara sengaja sebagai sentra produksi ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah. Jumlah sampel adalah 99 petani yang diambil secara acak sederhana. Sampel pedagang didapatkan dengan menggunakan tehnik snowball sampling. Data dianalisis dengan menggunakan fungsi produksi frontier, regresi linier berganda, analisis pendapatan, efisiensi pemasaran, dan analisis manajemen rantai pasok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Tingkat efisiensi teknis ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah rata-rata sebesar 72,6 %, (2) faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi teknis usahatani ubi kayu adalah umur, luas lahan, dan

pengalaman berusahatani (3) Keuntungan total yang diperoleh sebesar Rp 11.745.714,33 per hektar atau nisbah R/C sebesar 2,09, (4) sistem pemasaran

ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah mempunyai nilai elastisitas transmisi harga sebesar 0,96 (ET <1), bahwa struktur pasar ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah yang terbentuk adalah bersaing tidak sempurna, yaitu terdapat kekuatan oligopsoni sehingga sistem pemasaran ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah berlangsung secara tidak efisien, (5) manajemen rantai pasok ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah sudah baik, dilihat dari pelaku rantai pasok yang berperan yaitu petani ubi kayu dan pabrik tapioka yang mempunyai hubungan kemitraan dengan saluran rantai pasok yang pendek yaitu petani ubi kayu yang langsung menjual ke pabrik tapioka.

(3)
(4)

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS, PENDAPATAN DAN PEMASARAN UBI KAYU DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(Tesis)

Oleh Fadhlina Sosiawati

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 17 Desember 1989, sebagai

anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Edy Sariffudin A.Ma.T

dan Ibu Hj. Dra. Ida Yulisnawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Pertiwi Bandar

Lampung pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan sekolah dasar di

SD Negeri 2 Rawalaut Bandar Lampung lulus pada tahun 2001, pada tahun 2004

penulis menyelesaikan pendidikan menegah pertama di SMP Al-Kautsar, dan

menyelesaikan pendidikan menegah atas di SMAN 10 Bandar Lampung pada

tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis diterima di Universitas Lampung sebagai

Mahasiswa program studi Hortikultura jurusan Budidaya Pertanian Fakultas

Pertanian melalui jalur PKAB yang kemudian pada tahun 2008 diintegrasikan

program studi ke agroteknologi dan menyelesaikan kuliah pada tahun 2012. Pada

tahun 2012 penulis melanjutkan kuliah kembali di Pascasarjana Magister

(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan berkat dan rahmat-Nya jualah sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Kupersembahkan karya sederhana penuh perjuangan dan kesabaran ini sebagai ungkapan sayangku dan baktiku kepada :

Ayah tercinta dan ibu tersayang yang selalu mencurahkan rasa sayang tanpa henti, yang selalu mengajari bagaimana menjadi manusia yang berbakti, serta dalam doa dan sujud selalu menantikan keberhasilanku

dengan sabar dan pengertian.

Kakak dan adik-adik tersayang serta semua keluarga besarku atas rasa sayang, doa, perhatian, pengertian, pengorbanan dan dorongan semangat yang tulus, serta persaudaraan yang tak tergantikan.

(10)

SANWACANA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

mencurahkan karunia, rahmat, dan nikmat-Nya sehingga penulis mampu

menyelesaikan penulisan Tesis berjudul “Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan, dan Pemasaran Ubi Kayu Di Kabupaten Lampung Tengah”.

Dalam penyelesaian Tesis ini Penulis mendapatkan banyak bantuan, saran dan

motivasi dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim, M.S., selaku Dosen Pembimbing utama dan

Ketua Jurusan Pascasarjana Magister Agribisnis yang selalu bersedia

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, nasehat, dan

berbagai sumbangan pemikiran kepada Penulis.

2. Dr. Ir. Fembriarti Erry Pramatiwi, M.S., selaku Dosen Pembimbing II, yang

selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran,

nasehat, dan berbagai sumbangan pemikiran kepada Penulis.

3. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Pembahas dan Dekan Fakultas

Pertanian yang telah memberikan semangat, saran dan nasehat yang telah

diberikan kepada Penulis.

4. Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.S., selaku Dosen Pembimbing

(11)

6. Ayah dan ibu tercinta, kakak Pipit, Olan, Oca dan keponakan tersayang Nugie

dan semua keluarga besarku atas rasa sayang, doa, perhatian, pengertian,

pengorbanan, dan dorongan semangat yang tulus, serta persaudaraan yang tak

tergantikan.

7. Abimanyu Pramudya Putra, S.Pi yang selalu meluangkan waktu, memberikan

perhatian, rasa sayang, pengertian, doa, dan dorongan semangat.

8. Teman-teman Pascasarjana Magister Agribisnis 12 : Pak Suarno Sadar, Pak

Desmon, Kak Erfano, Kak Rio, Mbak Ine, Mbak Yanti, Mbak Siska, Mbak

Lidya, Mbak Dina, Mbak Hilmi, Mbak Ari, Mbak Lia, Mbak Dyah, Mbak

Dian, Mbak Eka, atas semangat dan doanya selama penyelesaian penelitian.

9. Ir. Kus Hendarto, M.S., Annisa Ayu Fitri, S.P., Suvy Ethikasari, S.P.,

Hasyiatun Yulia, S.P., Fabyan Tusya Ariel, S.P., dan Reksa yang telah

membantu dan memberi semangat serta dukungan dalam menyelesaikan

penelitian ini.

10. Keluarga besar Pascasarjana Magister Agribisnis, mbak Ayi, mbak Iin, mas

Boim, mas Bukhori dan seluruh pihak yang telah membantu penulis selama

ini semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian selama ini.

Bandar Lampung, 9 Januari 2015

(12)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 12

2.1 Tinjauan Pustaka ... 12

2.1.1 Ubikayu ... 12

2.1.2 Agroindustri ubikayu ... 15

2.1.3 Teori Produksi ... 17

2.1.4 Konsep efisiensi produksi ... 23

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis ... 30

2.1.6 Teori usahatani ... 32

2.1.7 Konsep pendapatan usahatani ... 33

2.1.8 Konsep efisiensi pemasaran ... 36

2.1.9 Rantai pasok ... 38

2.2 Kajian Penelitian Terdahulu ... 44

2.3 Kerangka Pemikiran ... 47

(13)

ii

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 50

3.1 Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 50

3.2 Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 56

3.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 58

3.4 Metode Analisis Data ... 59

3.4.1 Analisis efisiensi teknis ... 59

3.4.2 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis ... 61

3.4.3 Analisis pendapatan usahatani ubikayu ... 64

3.4.4 Analisis pemasaran... 65

3.4.4.1 Pangsa pasar ... 66

3.4.4.2 Margin pemasaran dan ratio profit margin ... 67

3.4.4.3 Analisis koefisien korelasi harga ... 68

3.4.4.4 Elastisitas transmisi harga ... 68

3.4.4.5 Saluran pemasaran ... 70

3.4.5 Analisis manajemen rantai pasok ... 70

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 74

4.1 Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah ... 74

4.1.1 Letak geografi dan luas wilayah ... 74

4.1.2 Keadaan penduduk ... 75

4.1.3 Luas lahan dan potensi lahan ... 76

(14)

iii

5.7.1 Hasil pendugaan fungsi produksi frontier ... 103

5.7.2 Efisiensi teknis usahatani ubikayu ... 105

5.7.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis .... 107

5.8 Analisis biaya dan pendapatan usahatani ubikayu ... 112

5.9 Efisiensi pemasaran ... 114

5.9.1 Pangsa produsen ... 117

5.9.2 Marjin pemasaran dan rasio profit marjin (RPM) ... 118

5.9.3 Analisis koefisien korelasi harga ... 119

5.9.4 Analisis elastisitas transmisi harga ... 120

5.9.5 Saluran pemasaran ... 121

5.10 Analisis manajemen rantai pasok ... 123

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 125

6.1 Kesimpulan ... 125

6.2 Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 127

(15)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Luas panen, produktivitas, dan produksi ubi kayu

di Indonesia, 2012 ... 2

2 Produksi tanaman ubi kayu menurut Kabupaten/Kota ... 3

3 Harga rata-rata bulanan komoditas ubi kayu di Kabupaten

Lampung Tengah ... 5

4 Varietas/klon ubi kayu unggulan ... 13

5 Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten

Lampung Tengah ... 76

6 Luas lahan munurut penggunaan ... 77

7 Luas panen, produktivitas, dan produksi ubi kayu

di Kabupaten Lampung Tengah ... 78

8 Luas lahan, pertanian bukan sawah menurut jenis lahan

di Kecamatan Bandar Mataram ... 81

9 Potensi lahan pertanian di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 82

10 Keadaan wilayah di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 83

11 Luas tanam, luas panen, dan produksi ubi kayu

di Kecamatan Bandar Mataram ... 84

12 Luas tanam, luas panen, dan produksi ubi kayu

di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 85

13 Komoditas utama pertanian tanaman pangan dan hortikultura

Di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 86

14 Direktori industri besar dan sedang di Kecamatan

(16)

v

15 Jumlah sarana dan prasarana kelembagaan penunjang di

Kecamatan Terusan Nyunyai ... 88

16 Direktori industri besar dan sedang di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 89

17 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan umur produktif secara ekonomi ... 90

18 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan tingkat pendidikan ... 91

19 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan jumlah tanggungan keluarga ... 92

20 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan pengalaman berusahatani ... 93

21 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan pekerjaan sampingan ... 93

22 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan luas lahan ... 94

23 Rata-rata penggunaan bibit per usahatani dan per hektar... 98

24 Rata-rata penggunaan pupuk per usahatani dan per hektar dalam satu kali musim tanam ... 99

25 Penggunaan tenaga kerja rata-rata per usahatani dan per hektar dalam satu musim tanam usahatani ubi kayu ... 101

26 Rata-rata nilai penyusutan peralatan untuk usahatani ubi kayu ... 102

27 Sebaran produksi ubi kayu di Kabupaten Lampung tengah ... 103

28 Hasil pendugaan koefisien regresi fungsi produksi frontier ... 104

29 Sebaran tingkat efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 106

30 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 107

31 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 108

32 Analisis pendapatan usahatani ubi kayu ... 113

33 Analisis marjin pemasaran ubi kayu ... 119

(17)

vi

35 Identitas petani ubi kayu ... 130

36 Penyusutan alat pertanian ... 132

37 Sarana dan prasarana usahatani ubi kayu ... 140

38 Rata-rata penggunaan tenaga kerja ... 160

39 Keuntungan usahatani ubi kayu ... 166

40 Pendapatan usahatani ubi kayu ... 172

41 Analisis pendapatan usahatani ubi kayu ... 173

42 Data olahan analisis efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 175

43 Analisis efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 177

44 Hasil T-test efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 180

45 Hasil output analisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 181

46 Hasil uji White Heteroskedastisitas ... 194

47 Analisis regresi dan korelasi harga ubi kayu ... 195

(18)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Persentase produksi ubi kayu per kabupaten/kota ... 2

2 Agroindustri ubi kayu ... 16

3 Hubungan antara produksi total (PT), produksi marginal (PM), produksi rata-rata (PR), dan elatisitas produksi (EP) ... 20

4 Ukuran efisiensi menurut Farrel ... 24

5 Fungsi produksi frontier ... 26

6 Senjang produktivitas model Gomez ... 31

7 Direct Supply Chain ... 40

8 Extended Supply Chain ... 40

9 Ultimate Supply Chain ... 40

10 Kerangka Pemikiran ... 49

11 Pola tanam ubi kayu ... 96

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada

kondisi rawan pangan, ubi kayu merupakan penyangga pangan yang andal. Dalam

sistem ketahanan pangan, ubi kayu tidak hanya berperan sebagai penyangga

pangan tetapi juga sebagai sumber pendapatan rumah tangga petani. Menurut

Direktorat Jendral Tanaman Pangan (2014) menyatakan bahwa sebanyak 2,5

milyar penduduk di Asia, Afrika, dan Amerika Latin menggunakan ubi kayu

sebagai bahan pangan, pakan, industri dan sumber pendapatan, terutama yang

berpendapatan rendah.

Menurut BPS (2012), lima sentra produksi ubi kayu di Indonesia pada tahun 2012

yaitu Provinsi Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatra

Utara. Provinsi Lampung merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar di

Indonesia, karena didukung oleh iklim dan ketersediaan faktor produksi terutama

lahan yang masih sangat besar di Provinsi Lampung. Di tahun 2012, produksi ubi

kayu di Provinsi Lampung mencapai 8.387.351 ton atau setara dengan 34,69%

(20)

Tabel 1. Luas panen, produktivitas dan produksi ubi kayu di Indonesia, 2012

Provinsi Luas Panen (ha) Sumatera Utara 38.749 302,34 1.171.520 4,85 Provinsi Lainnya 299.200 146,82 4.392.888 18,17

Indonesia 1.129.688 214,02 24.177.372 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012

Menurut BPS (2012), sentra produksi ubi kayu di Provinsi Lampung terletak di

Kabupaten Lampung Tengah. Produksi ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah

3,37 juta ton atau setara dengan 40,20% dari total produksi ubi kayu Provinsi

Lampung. Daerah lainnya yang berpotensi dalam pengembangan ubi kayu adalah

Lampung Utara (1,36 juta ton), dan Lampung Timur (1,24 juta ton). Persentase

produksi ubi kayu per kabupaten/kota di Provinsi Lampung 2012 dapat dilihat

pada Gambar 1.

(21)

Menurut BPS (2012), produksi ubi kayu di Provinsi Lampung setiap tahun

mengalami fluktuasi. Produksi ubi kayu tertinggi dicapai pada tahun 2011 yaitu

sebesar 9.193.676 ton dan tahun 2012 produksi mengalami penurunan sebesar

8,8% menjadi 8.387.351 ton ubi kayu. Artinya pada tahun 2012 dengan produksi

sebesar 8.387.351 ton ubi kayu dengan luas lahan 324.749 ha, produktivitas ubi

kayu di Provinsi Lampung sebesar 25,8 ton/ha. Produksi tanaman ubi kayu

menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2008 - 2012 dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi tanaman ubi kayu menurut kabupaten/kota (ton) (2008-2012)

No Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012

01 Lampung Barat 9.946 13.298 13.298 14.863 13.680 02 Tanggamus 35.360 19.206 19.206 16.396 12.270 03 Lampung Selatan 126.972 136.602 138.416 283.225 214.730 04 Lampung Timur 932.307 897.411 1.058.097 1.360.303 1.236.925

05 Lampung Tengah 2.766.611 2.793.383 3.287.511 3.183.153 3.371.618

06 Lampung Utara 1.209.858 1.231.960 1.293.039 1.281.005 1.357.275 07 Way Kanan 324.188 389.868 384.706 388.290 373.832 08 Tulang Bawang 2.253.182 2.023.958 844.058 847.575 532.395 09 Pesawaran 55.485 43.460 53.976 76.833 71.001

10 Pringsewu 0 0 26.882 19.125 12.850

11 Mesuji 0 0 322.629 301.219 126.661

12 Tulang Bawang Barat 0 0 1.189.859 1.416.060 1.058.194 13 Bandar Lampung 3.986 3.802 3.802 3.579 3.390

14 Metro 3.987 2.115 2.115 2.050 2.530

Provinsi Lampung 7.721.882 7.555.063 8.637.594 9.193.676 8.387.351

(22)

Kabupaten Lampung Tengah sebagai sentra produksi ubi kayu terbesar

mempunyai peran yang cukup besar dalam perekonomian Kabupaten Lampung

Tengah, Provinsi Lampung dan Nasional. Perekonomian yang baik dapat dicapai

dengan memperhatikan distribusi pemasaran. Saluran pemasaran yang baik dapat

menjamin ketersediaan produk yang dibutuhkan masyarakat. Tanpa adanya

distribusi, produsen akan mengalami kesulitan untuk memasarkan produknya dan

konsumen harus berusaha keras mendapatkan produsen untuk menikmati

produknya. Produksi ubi kayu terbesar yang dihasilkan di Kabupaten Lampung

Tengah belum diikuti dengan pengelolaan distribusi pemasaran yang baik

sehingga penyampaian produk dari produsen ke konsumen belum efektif dan

efisien. Distribusi pemasaran harus dikelola dengan baik untuk memudahkan

penyampaian produk dari produsen kepada konsumen secara efektif dan efisien

(Hasyim. 2012).

Peningkatan perbaikan distribusi pemasaran sebagai salah satu cara yang paling

efektif untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Distribusi pemasaran yang

baik dapat membantu petani dalam mendorong perkembangan produk dan

mengurangi biaya exchange layanan, penyimpanan dan transportasi, dengan

demikian mengurangi gap antara petani dan harga konsumen untuk keuntungan

dari pihak lain (Tabel 3). Perbedaan harga di tingkat petani, pengumpul dan

konsumen menandakan bahwa distribusi pemasaran masih belum efektif dan

efisien sehingga penyampaian produk dari produsen kepada konsumen masih sulit

dipasarkan dan harga tiap tingkat pelaku pemasaran berfluktuatif.

(23)

Tabel 3. Harga rata-rata bulanan komoditi ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah

Bulan Harga Tingkat (Rp/Kg)

Petani Pengumpul Konsumen

Januari 467 528 613

Sumber. Ditjen PPHP, Tahun 2011

Di Indonesia, sektor pertanian memiliki peran penting dalam perekonomian

nasional. Kemampuan sektor pertanian berkontribusi pada Produk Domestik

Bruto (PDB), dalam penyerapan tenaga kerja dan penciptaan kesempatan

kerja/usaha dalam peningkatan pendapatan masyarakat, serta sebagai sumber

perolehan devisa. Sektor pertanian seyogyanya tidak lagi hanya berperan sebagai

aktor pembantu bagi pembangunan nasional, tetapi harus menjadi pemeran utama

yang sejajar dengan sektor industri dan lainnya (Lokollo.2012).

Petani ubi kayu di Lampung Tengah masih belum jelas dalam memasarkan

produknya. Hasil panen dipasarkan melalui pedagang pengumpul maupun eceran

sehingga penyampaian produk tidak dapat langsung diterima oleh konsumen dan

pendapatan dari hasil penjualan masih kurang memuaskan, Apabila dilihat dari

tingkat harga di tingkat petani, pengumpul hingga konsumen, petani hanya

(24)

konsep Supply Chain Management dalam memenuhi permintaan konsumen akan

produk pertanian, baik permintaan sebagai bahan baku untuk agroindustri maupun

permintaan produk segar yang langsung dikonsumsi. Penerapan aplikasi Supply

Chain Management dalam pertanian akan meningkatkan efisiensi di setiap lini dan rantai, sehingga para pelaku rantai pasok dapat memperoleh manfaat mulai

dari hulu sampai ke hilir atau konsumen akhir.

Manajemen rantai pasok atau Supply Chain Management (SCM) penting untuk

diterapkan agar keberlangsungan produksi ubi kayu dapat tercapai sehingga pada

akhirnya dapat turut serta berkontribusi dalam menunjang ketahanan pangan.

Melalui pengaturan rantai pasok ubi kayu yang baik, diharapkan pasokan ubi kayu

dapat terjamin sehingga kontinuitas produksi dapat berlangsung dan kebutuhan

konsumen dapat terpenuhi.

Penerapan SCM pada rangkaian pasokan berbagai produk dapat memiliki strategi

yang berbeda-beda demi memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumennya.

Supply Chain Management bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan/surplus keseluruhan rantai pasokan. Semakin besar keuntungan yang diperoleh

pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah rantai pasokan secara keseluruhan, semakin

sukses pula rantai pasokan tersebut (Zahra. 2011). Diharapkan penerapan SCM

dapat meningkatkan pendapatan para petani ubi kayu, dan juga meningkatkan

(25)

Rantai pasokan yang telah ada perlu dianalisa dan dilakukan dengan baik dalam

upaya memperbaiki rantai pasok ubi kayu. Perbaikan rantai pasok yang ada

diawali dengan kegiatan penentuan strategi rantai pasok. Pengidentifikasian

pihak-pihak yang terlibat sepanjang rantai pasok perlu dilakukan agar struktur

rantai pasok ubi kayu dapat disusun.

1.2 Perumusan Masalah

Ubi kayu merupakan salah satu komoditas subsektor tanaman pangan yang

potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Kabupaten Lampung Tengah sebagai

salah satu sentra produksi ubi kayu seharusnya mampu memberikan keuntungan

bagi petani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah. Permasalahan umum dalam

usahatani ubi kayu adalah produktivitas dan pendapatan yang rendah.

Produktivitas ubi kayu setiap tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 2012

dibandingkan tahun 2011 produktivitas ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah

mengalami penurunan. Produktivitas ubi kayu tahun 2012 hanya sebesar 24,71

ton/ha, sedangkan menurut BPTP (2008) ubi kayu yang ditanam dengan jarak

tanam double row mampu menghasilkan ubi kayu 50-60 ton/ha. Hasil produksi

ubi kayu yang dihasilkan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012 menunjukkan

bahwa produktivitas ubi kayu Provinsi Lampung dibandingkan produktivitas

potensial ubi kayu belum maksimal.

Rendahnya produktivitas ubi kayu belum dapat memberikan pendapatan yang

sesuai bagi petani ubi kayu. Tingkat produksi ubi kayu yang rendah sebagai

(26)

faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu merupakan hal penting yang harus

diperhatikan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji bagaimana efisiensi

produksi usahatani ubi kayu dan apa faktor-faktor yang mempemgaruhinya.

Rendahnya produktivitas akan mengakibatkan pendapatan yang diterima petani

rendah. Faktor yang mempengaruhi pendapatan petani adalah harga penjualan ubi

kayu tiap tahunnya berfluktuatif. Pembentukkan harga ubi kayu ditentukan oleh

penjual dan pembeli melalui proses negoisasi sehingga terjadi harga yang sangat

berfluktuatif dan merupakan ketidakpastiaan yang harus dihadapi pada saat panen

(Hasyim. 2012). Hal ini disebabkan oleh karakteristik ubi kayu yang tidak tahan

lama sehingga mendorong petani untuk segera menjualnya yang berakibat posisi

tawar petani menjadi rendah dan belum efisiensinya pemasaran. Oleh karena itu,

penelitian ini akan mengkaji pendapatan usahatani ubi kayu.

Kendala dalam pengembangan pemasaran ubi kayu adalah ketidakpastian pasokan

ubi kayu sebagai bahan baku untuk agroindustri maupun permintaan produk segar

yang langsung dikonsumsi. Disamping itu permasalahan pasar ubi kayu yang

belum jelas menjadi salah satu kendala pengembangan usahatani ubi kayu. Rantai

tata niaga ubi kayu yang selama ini ada lebih menguntungkan bagi beberpa pihak

yang terlibat di dalamnya, dan seringkali para petani penanam ubi kayu justru

mengalami kerugian. Harga ubi kayu seringkali berfluktuasi, sehingga harganya

jatuh dan posisi tawar yang rendah yang membuat para petani tetap harus

(27)

Permasalahan rendahnya harga jual petani diperlukan penerapan rantai pasok yang

baik dan tepat sangat diharapkan untuk dianalisa agar hasil produksi ubi kayu

jelas pemasarannya dan harga yang diterima petani memuaskan. Rantai pasokan

ubi kayu yang ada selama ini belum terorganisasi dengan baik., sehingga

menguntungkan pihak tertentu saja. Informasi harga jual, karakteristik bahan baku

ubi kayu, bahan setengah jadi perlu digali sebagai salah satu dasar saat melakukan

perbaikan rancangan rantai pasokan ubi kayu.

Rancangan rantai pasok perlu diperbaiki untuk memaksimalkan keuntungan

keseluruhan rantai pasokan. Diharapkan penerapan rantai pasok dapat

meningkatkan pendapatan para petani ubi kayu, dan juga meningkatkan

pendapatan para pihak yang terkait sepanjang rantai pasokan. Selain itu,

rancangan rantai pasok penting untuk diterapkan agar keberlangsungan

agroindustri ubi kayu dapat tercapai dan melalui pengaturan rantai pasok ubi kayu

yang baik, pasokan bahan baku, bahan setengah jadi dan bahan jadi dalam

agroindustri ini dapat terjamin sehingga kontinuitas produksi dapat berlangsung

dan kebutuhan konsumen dapat terpenuhi.

Berdasarkan beberapa hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian,

mengenai aspek produksi, pendapatan usahatani, dan manajemen rantai pasok ,

sehingga akan didapatkan suatu gambaran menyeluruh mengenai keragaan

usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah. Dengan demikian petani

diharapkan akan mempunyai motivasi dan tingkat teknologi produksi yang

optimal dalam upaya memperbaiki usahatani ubi kayu yang lebih baik. Akhirnya

(28)

Tengah, baik untuk tujuan pendayagunaan petani dan pelaku tataniaga ubi kayu,

serta untuk tujuan peningkatan pendapatan daerah tercapai.

Berdasarkan uraian diatas dapat diidentifikasikan beberapa masalah, yaitu :

1) Apakah penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu di Kabupaten

Lampung Tengah telah efisien secara teknis ?

2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu

di Kabupaten Lampung Tengah ?

3) Bagaimana pendapatan usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah ?

4) Bagaimana tingkat efisiensi pemasaran ubi kayu di Kabupaten Lampung

Tengah?

5) Bagaimana manajemen rantai pasok ubi kayu di Kabupaten Lampung

Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1) Menganalisis tingkat efisiensi teknis penggunaan faktor-faktor produksi

usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah,

2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi

kayu di Kabupaten Lampung Tengah,

3) Menganalisis pendapatan usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah,

4) Menganalisis efisiensi pemasaran ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah,

(29)

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1) Petani, sebagai bahan masukan dalam pengelolaan usahatani ubi kayu.

2) Dinas atau instansi terkait yaitu sebagai bahan informasi dalam merumuskan

kebijakan sebagai usaha peningkatan produksi dan pengembangan usahatani

tanaman ubi kayu.

3) Peneliti lainnya sebagai bahan pertimbangan dan informasi untuk peneliti

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Ubi kayu

Ubi kayu merupakan salah satu tanaman pangan yang dapat tumbuh dan

berproduksi pada lingkungan dimana tanaman pangan yang lain seperti padi dan

jagung tidak dapat. Meskipun demikian, untuk dapat tumbuh, berkembang dan

menghasilkan umbi dengan baik, ubi kayu menghendaki kondisi lingkungan

tertentu, baik kondisi lingkungan di atas permukaan tanah (iklim) maupun di

bawah permukaan tanah.

Ubi kayu dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, pakan maupun bahan dasar

berbagai industri. Oleh karena itu pemilihan varietas ubi kayu harus disesuaikan

untuk peruntukannya. Di daerah dimana ubi kayu dikonsumsi secara langsung untuk

bahan pangan diperlukan varietas ubi kayu yang rasanya enak dan pulen dan

kandungan HCN rendah. Berdasarkan kandungan HCN ubi kayu dibedakan menjadi

ubi kayu manis/tidak pahit, dengan kandungan HCN < 40 mg/kg umbi segar, dan ubi

kayu pahit dengan kadar HCN ≥ 50 mg/kg umbi segar. Kandungan HCN yang tinggi

dapat menyebabkan keracunan bagi manusia maupun hewan, sehingga tidak

dianjurkan untuk konsumsi segar. Untuk bahan tape (peuyem) para pengrajin suka

umbi ubi kayu yang tidak pahit, rasanya enak dan daging umbi berwarna kekuningan

(31)

yang berbasis tepung atau pati ubi kayu, diperlukan ubi kayu yang umbinya berwarna

putih dan mempunyai kadar bahan kering dan pati yang tinggi. Untuk keperluan

industri tepung tapioka, umbi dengan kadar HCN tinggi tidak menjadi masalah karena

bahan racun tersebut akan hilang selama pemrosesan menjadi tepung dan pati,

misalnya UJ-3, UJ-5, MLG-4, MLG-6 atau Adira-4 (Sundari, 2010).

Teknologi budidaya ubi kayu yang harus diperhatikan antara lain bahan tanam atau

penggunaan bibit unggul, sistem tanam, dan pemupukan. Tanaman ubi kayu sebagian

besar dikembangkan secara vegetatif yakni dengan setek. Hasil kajian BPTP

Lampung bahwa penggunaan varietas UJ-5 mampu berproduksi tinggi dan juga

memiliki kadar pati yang tinggi. Beberapa varietas atau klon ubi kayu yang banyak di

tanam antara lain dapat dilhat pada Tabel 4.

Tabel 4. Varietas/klon ubi kayu unggulan

Varietas/Klon Umur (bulan)

Kadar Pati (%)

Produktivitas

(ton/ha) Sistem Tanam

UJ-3

(Thailand) 8 – 10 25 -30 35 -40 Rapat (70x80 cm)

UJ-5

(Cassesart) 10 – 12 39 -36 45 – 60 Double row

Malang-6 9 -10 25 -32 35 -38 Rapat (70x80 cm)

Barokah

(Lokal) 9 -10 25 -30 35 -40 Double row

(32)

Sistem tanam ubi kayu double row dapat menggunakan bibit lebih sedikit yakni

11.700 tanaman dibandingkan dengan sistem tanaman petani biasa dengan jumlah

bibit 17.800 tanaman. Rata-rata produktivitas ubi kayu yang ditanam dengan jarak

tanam rapat dapat menghasilkan produktivitas sebesar 18-22 ton/ha dan dengan

sistem double row mampu menghasilkan ubi kayu sebesar 45-55 ton/ha.

Menurut BPTP (2008) dosis pemupukan an-organik per ha yang dianjurkan

adalah 200 kg urea + 150 kg SP36 + 100 kg KCl dan 5 ton pupuk kandang. Pada

musim tanam berikutnya dosis pupuk kandang dikurangi menjadi 3 ton/ha.

Pemupukan urea dilakukan 2 kali yakni pada umur 1 bulan dan 3 bulan,

sedangkan SP36 dan KCl diberikan 1 kali pada umur 1 bulan setelah tanam.

Pemberian pupuk kandang dilakukan pada sekitar perakaran pada umur 2 minggu

setelah tanam.

Secara umum pengolahan pascapanen ubi kayu digunakan untuk membuat tepung

tapioka, tepung kasava, kue, mie, dan lain-lain. Dari produk antara berupa tepung

dan pati ubi kayu dapat dikembangkan berbagai produk industri baik melalui

proses dehidrasi, hidrolisis, maupun fermentasi. Sebagai bahan baku industri,

jenis ubi kayu yang memiliki potensi hasil tinggi, kadar bahan kering dan kadar

pati tinggi, dianggap paling sesuai untuk bahan baku industri. Secara umum, jenis

ubi kayu yang memiliki potensi hasil dan kadar pati tinggi, dianggap paling sesuai

untuk bahan baku industri. Sebagai bahan baku industri, kadar HCN yang tinggi

tidak menjadi masalah karena sebagian besar HCN akan hilang pada proses

(33)

2.1.2 Agroindustri ubi kayu

Agroindustri adalah kegiatan yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi

produk olahan baik produk antara maupun produk akhir. Ubi kayu saat ini sudah

digunakan sebagai komoditas agroindustri, seperti produk tepung tapioka, industri

fermentasi, dan berbagai industri makanan. Menurut Rukmana (1997) Pasar

potensial tepung tapioka antara lain Jepang dan Amerika Serikat. Tiap tahun

kedua Negara tersebut mengimpor + 1 juta ton produk tepung, terdiri atas 750.000

ton tepung tapioka dan 250.000 ton tepung lainnya. Di samping tepung tapioka,

produk gaplek, chips, dan pelet juga berpeluang untuk diekspor. Produk gaplek

dapat diolah menjadi chips dan pellet. Kedua jenis produk olahan ubi kayu

tersebut potensial dijadikan komoditas ekspor.

Ubi kayu sebagai bahan baku industri, umbi ubi kayu juga dapat diolah menjadi

berbagai produk antara lain tapioka, glukosa, fruktosa, sorbitol, high fructose

syrup (HFS), dektrin, alcohol, etanol, asam sitrat dan monosodium glutamate.

Selain itu, ampas tepung tapioka dijadikan sebagai bahan baku untuk obat nyamuk

bakar.

Pengolahan sebagai salah satu subsistem dalam agribisnis merupakan suatu

alternatif terbaik untuk dikembangkan. Dengan kata lain, pengembangan industri

pengolahan diperlukan guna terciptanya keterkaitan antara sektor pertanian

dengan sektor industri. Industri pengolahan (agroindustri) akan mempunyai

kemampuan yang baik jika kedua sektor tersebut diatas memiliki keterkaitan yang

sangat erat baik keterkaitan kedepan (forward linkage) maupun kebelakang

(34)

Gambar 2 . Agroindustri ubi kayu (BPTP, 2008)

Pertanian Agroindustri Konsumen

(35)

2.1.3 Teori produksi

Menurut Mubyarto (1989), produksi merupakan suatu proses merubah faktor

produksi (input) menjadi barang (output). Produksi diartikan sebagai suatu proses

pengkombinasian penggunaan input, faktor produksi, sumber daya untuk

menghasilkan suatu bentuk barang atau jasa. Faktor produksi dalam usaha

pertanian mencakup tanah, modal, dan tenaga kerja (Daniel. 2004). Menurut

Beattie dan Taylor (1985) produksi merupakan kombinasi dan koordinasi

beberapa material dan beberapa kekuatan (berupa input, faktor, sumber daya atau

jasa produksi) untuk menciptakan suatu barang atau jasa.

Fungsi produksi menurut Beattie dan Taylor (1985) merupakan gambaran secara

matematis dari berbagai kemungkinan produksi secara teknis yang dihadapi oleh

suatu perusahaan. Menurut Arifin (1995) fungsi produksi adalah suatu bentuk

hubungan sebab-akibat antara penggunaan input untuk menghasilkan suatu ouput

pada tingkat teknologi tertentu. Menurut Arief (1996), fungsi produksi

menunjukkan suatu kombinasi faktor yang secara teknis diperlukan untuk

memproduksi satu unit barang tertentu dengan menggunakan teknologi tertentu.

Secara matematis fungsi produksi dinyatakan sebagai berikut :

Y = f ( X1, X2, X3, …,Xn)

Dimana :

Y = jumlah produksi yang dihasilkan

X1,2,3…Xn = jumlah input ke1,2,3,… n yang digunakan

f = fungsi produksi yang menunjukkan hubungan dari perubahan input

(36)

Dengan fungsi produksi, maka dapat mengetahui hubungan antara variabel yang

dijelaskan (dependent variable) Y, dan variabel yang menjelaskan (independent

variable) X, serta mengetahui hubungan antar variabel penjelas. Model umum

fungsi produksi seperti diatas belum dapat menerangkan hubungan input dan

ouput secara kuantitatif. Oleh sebab itu fungsi produksi harus dinyatakan dalam

bentuk fungsi yang spesifik, yaitu seperti fungsi linier, kuadratik, polinominal,

akar pangkat dua atau Cobb Douglas.

Menurut Arifin (1995), Elastisitas produksi adalah persentase perubahan output

karena persentase perubahan input. Elastisitas produksi juga mengukur tingkat

respon suatu fungsi produksi terhadap perubahan penggunaan input. Secara

matematis, elastisitas produksi dituliskan sebagai berikut ( Soekartawi. 2003) :

Ep =

Ep =

EP = PM . 1/PR EP = PM / PR

Keterangan :

PM = Produksi marjinal PR = Produk rata-rata

(37)

Jika Ep > 1, hal itu berarti bahwa output sangat responsif terhadap perubahan

input, 0 < Ep < 1 menandakan bahwa output sebenarnya responsif terhadap

perubahan penggunaan output, tetapi tingkat responnya mengecil seiring dengan

nilai Ep. Sedangkan Ep < 0 berimplikasi bahwa pertambahan penggunaan input

justru menurunkan output.

Berdasarkan hubungan antara PT, PM, PR , dan elastisitas produksi (Ep) dapat

ditentukan batas daerah produksi. Pada tahapan increasing rate, Ep > 1 bila PT

menaik dan PR juga menaik di daerah I, artinya dalam daerah ini penambahan

input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan input yang lebih besar

dari satu persen, berarti produksi masih bisa ditingkatkan, daerah ini disebut

daerah irasional. Nilai 0 < Ep < 1 yang terjadi di daerah II (daerah rasional), pada

daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan

produksi yang tidak proposional (deminishing rate) namun, pada suatu tingkat

tertentu penggunaan input akan memberikan keuntungan yang maksimum, yang

berarti penggunaan input sudah optimum. Daerah III (daerah irasional) dengan

nilai Ep < 0, PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif dan PR dalam

keadaan menurun, menyebabkan penambahan input akan menyebabkan

penurunan jumlah output yang dihasilkan, daerah ini mencerminkan penggunaan

input yang tidak efisien, pada daerah ini setiap upaya penambahan input tetap

(38)

Y

PT

Daerah I Daerah II Daerah III (Ep > 1) (0<Ep<1) (Ep < 0)

PR

0 Ep = 1 Ep = 0 PM X

Gambar 3. Hubungan antara produk total (PT), produk marjinal (PM), produk rata-rata (PR) , dan elastisitas produksi (Ep).

Daerah I dan daerah III adalah disebut sebagai daerah irasional, pada daerah ini

produsen tidak akan memproduksi, karena pada daerah I walaupun penambahan

input akan menambah output (increasing return to scale) tetapi pada titik tertentu

produk marjinal (PM) yang dihasilkan akan terus menurun (deminishing return to

scale), sedangkan pada daerah III penambahan satu-satuan input akan menurunkan output (decreasing return to scale) (Debertin, 2002).

Memilih fungsi produksi yang akan digunakan dalam suatu penelitian diperlukan

banyak pertimbangan. Masing-masing fungsi produksi memiliki keunggulan dan

keterbatasan. Selain disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, jenis data yang

digunakan dan tujuan analisis, Soekartawi (2003) menganjurkan tindakan berikut

(39)

secara jelas, variabel-variabel apa saja yang berfungsi sebagai penjelas dan apa

variabel yang dijelaskan, (2) mencari studi pustaka untuk melihat apakah

identifikasi masalah sesuai dengan teori yang direkomendasikan dengan

pengalaman sendiri serta belajar dari penelitian lain, dan (3) melakukan trial and

error untuk menguatkan model yang dipakai.

Konsep fungsi produksi ada dua yaitu fungsi produksi frontier dan fungsi

produksi rata-rata. Fungsi produksi frontier menunjukkan produk maksimum yang

dapat diperoleh dari kombinasi faktor produksi tertentu pada tingkat teknologi

tertentu. Faktor produksi rata-rata menunjukkan bahwa usahatani yang

berproduksi pada tingkat produksi tertentu belum tentu yang efisien.

Soekartawi (1994) menjelaskan bahwa fungsi produksi frontier adalah fungsi

produksi yang dipakai untuk mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya

terhadap posisi frontiernya. Karena fungsi produksi adalah hubungan fisik antara

faktor produksi dan produksi, maka fungsi produksi frontier adalah hubungan

fisik faktor produksi dan produksi pada frontier yang posisinya terletak pada garis

isoquant.

Menurut Soekartawi (1994) fungsi produksi frontier Cobb-Douglas untuk pertama

kalinya diperkenalkan oleh Farrell pada tahun 1957, melalui artikelnya yang

berjudul The Measurement of Productive Efficiency. Artikel tersebut dimuat di

majalah ilmiah Journal of The Royal Statistical Society, seri A, Part 3, No 120

(40)

Farrell dalam Ngatindriatun 2011 menyatakan bahwa Technical efficiency

merefleksikan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan output maksimum dari

satu set input yang tersedia.

Untuk persamaan yang menggunakan tiga variabel atau lebih disarankan untuk

menggunakan fungsi Cobb-Douglas, karena lebih sesuai untuk analisis usahatani.

Secara sistematis fungsi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y = bo X1b1 X2b2 X3b3……….. Xnbn eu

Keterangan :

b0 = intersep

b1 = koefisien regresi penduga variabel ke-i (elastisitas produksi) n = jumlah faktor produksi

Y = produksi yang dihasilkan Xi = faktor produksi yang digunakan e = 2.7182 (bilangan natural)

untuk memudahkan analisis, maka fungsi produksi Cobb-Douglas

ditransformasikan kedalam bentuk logaritma linier sebagai berikut :

Ln Y = ln bo + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + …….. + bnlnXn+ μ

Keterangan :

Y = produksi yang dihasilkan b0 = titik potong

b1 = koefisien regresi penduga variabel ke-i (elastisitas produksi) Xi = faktor produksi yang digunakan

(41)

Menurut Soekartawi (1991), penggunaan fungsi Cobb-Douglas mempunyai

kelebihan, yaitu :

1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan

fungsi yang lain, misalnya fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah

ditransfer ke dalam bentuk linier.

2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan

koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas.

3) Besaran elastisitas tersebut juga menunjukkan besaran return to scale.

Kesulitan umum yang dijumpai dalam fungsi Cobb-Douglas dan sekaligus

kelemahannya adalah (1) spesifikasi variabel keliru, (2) kesalahan pengukuran

variabel, (3) bias terhadap variabel manajemen, (4) multikolinieritas.

2.1.4 Konsep efisiensi produksi

Prasmatiwi dkk (2005), Efisiensi diartikan sebagai suatu tindakan untuk

menghasilkan output tertentu digunakan input minimum (minimisasi) atau

menggunakan input tertentu untuk menghasilkan output maksimum

(maksimisasi). Menurut Mubyarto (1989) efisiensi produksi yaitu banyaknya hasil

produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi input.

Suatu penggunaan faktor produksi dapat dikatakan efisien secara teknis apabila

faktor produksi yang dipakai menghasilkan produk yang maksimal, pada saat PR

mencapai maksimum atau pada saat elastisitas produksi (Ep) besarnya adalah 1.

(42)

produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi apabila usaha

pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis sekaligus mencapai efisiensi harga

(Prasmatiwi dkk, 2005). Efisiensi ekonomi tercapai pada saat produksi optimum,

sedangkan produksi optimum tercapai pada saat keuntungan maksimum.

Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi

alokasi penggunaan input dan dari sisi output yang dihasilkan. Dikemukakan oleh

Farrell (1957) dalam Rinaldi (2013), pendekatan dari sisi input membutuhkan

ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan

kombinasi output yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal.

Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat

sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa

mengubah jumlah input yang digunakan. Ukuran efisiensi menurut Fareell

(Gambar 4).

X2/Y

P’ U’ C B

A

D

U

0 P X1/Y

(43)

Pada Gambar 4, garis lengkung UU’ adalaha garis isokuan yang menggambarkan

tempat kedudukan titik-titik kombinasi penggunaan input X1 dan X2 terhadap

produksi Y. Titik C dan titik-titik lainnya yang posisinya di bagian luar dari garis

UU’ adalah tingkat teknologi dari masing-masing individu pengamatan

(Soekartawi, 1994). Titik C berada diatas kurva isoquant, sedangkan titik B

menunjukkan perusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien. Titik C

mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama

dengan output titik B, tetapi dengan jumlah input yang lebih banyak. Maka

inefisiensi teknis dari perusahaan adalah ditunjukkan oleh jarak BC, yang

merupakan jumlah dimana seluruh input dapat secara proposional dikurangi tanpa

penurunan output. Titik B mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi

sejumlah output yang sama dengan output C, tetapi dengan jumlah input yang

lebih sedikit. Jadi, rasio 0B/0C menunjukkan efisiensi teknis (ET) perusahaan,

yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada C diturunkan, rasio

input per output konstan, sedangkan output tetap.

Menurut Soekartawi (1994), optimasi merupakan suatu usaha pencapaian target

atau keuntungan tertentu. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai output

tertentu dengan menggunakan input yang paling sedikit. Prinsip optimasi

penggunaan fungsi produksi adalah bagaimana menggunakan faktor produksi

tersebut seefisien mungkin. Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input

yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan output yang sebesar-besarnya.

Pengertian efisiensi dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu (1) efisiensi

teknis, yang artinya penggunaan fungsi produksi yang menghasilkan produksi

(44)

sama dengan harga produksi yang bersangkutan, dan (3) efisiensi ekonomi, adalah

jika usaha tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi

harga. Efisiensi teknis dapat dicapai apabila untuk menghasilkan output dalam

jumlah tertentu digunakan kombinasi input yang paling kecil, yang diukur dalam

satuan fisik dan tergantung pada teknologi yang ada. Efisiensi teknis tercapai pada

saat produk rata-rata maksimum.

Menurut Widodo (1989), fungsi produksi frontier adalah suatu fungsi produksi

yang secara teknis adalah yang paling efisien, dalam arti terletak pada kurva

kemungkinan produksi dan tidak ada kemungkinan untuk memperoleh produksi

lebih banyak, tanpa menambah input yang digunakan.

Produksi

C

B Fungsi Produksi Frontier

O A Input

(45)

Keadaan efisiensi teknis yaitu berada pada AB/AC (Gambar 5). Efisiensi teknis

adalah perbandingan antara kedua produksi aktual dan produksi potensial.

Efisiensi produksi atau teknis diukur berdasarkan produksi potensialnya yang

merupakan isokuan dari fungsi produksi frontier. Fungsi produksi frontier adalah

suatu fungsi produksi yang dipakai untuk mengukur bagaimana fungsi produksi

sebenarnya terhadap posisi frontiernya. Karena fungsi produksi adalah hubungan

fisik antara faktor produksi dan produksi yang posisinya terletak pada garis

isokuan. Garis isokuan adalah tempat kedudukan titik-titik yang menunjukkan

titik kombinasi penggunaan produksi yang optimal (Soekartawi, 1994).

Untuk menduga fungsi produksi frontier, maka dapat digunakan satu metode

estimasi dari frontier dengan menggunakan linier programming sebagai berikut :

………… (1) i= 1,2,3, ….. n j = 1,2,3, …… m

Atau dalam bentuk logaritma sebagai berikut :

Yi = bo + ∑j=1 bj Xij+ ei ………. (2)

Keterangan :

Yi = log Yi Xj = log Xj Ei = log Ei

Yi = output usahatani ke-i

b^j = elastisitas produksi untuk output ke-j

(46)

Produksi frontier merupakan produksi potensial suatu usahatani, maka besarnya

produksi frontier lebih besar atau sama dengan produksi aktual. Misalnya

produksi aktual adalah Yi maka :

Yi > Ŷi ………… (3)

Atau :

bo + ∑ j bj Xij = Yi > Ŷi ………(4)

Apabila Ei pada persamaan 2 diberikan batasan Ei > 0, maka pertidaksamaan (4)

dapat ditulis sebagai berikut :

bo + ∑ j bj Xij – êi = Yi ………(5)

karena ada n usahatani, maka persamaan (5) dapat ditulis sebagai berikut :

Ei = n bo + ∑i ∑ j bj Xnj - Yin ……….. (6)

Apabila persamaan ini dibagi dengan n, maka diperoleh :

……….. (7)

Keterangan :

X^j = rerata penggunaan input ke-j Ŷ i = rerata output aktual

Karena n dan Yi adalah suatu konstanta, maka dapat dihilangkan dari formula

program linier yang digunakan. Tehnik yang digunakan untuk meminimalkan

(47)

Minimalkan : b0+ ∑ j bj Xj……….. (8)

Dengan syarat :

b0+ ∑ j bj X1j > Y1

b0 + ∑ j bj X2j > Y2

……….

……….

b0 + ∑ j bj Xnj > Yn

Seluruh variabel ditransformasikan kedalam bentuk logaritma. Output frontier

diperoleh dengan cara memasukkan penggunaan input-input ke dalam fungsi

produksi frontier :

Yf = ao + αiXi

Efisiensi teknis masing-masing dihitung dengan rumus (Widodo, 1989) :

ETi = 100%

Keterangan :

ET = tingkat efisiensi teknis

Yi = besarnya produksi aktual (output ke-i)

Ŷi = besarnya produksi potensial/frontier usahatani ke-i

Fungsi produksi frontier oleh beberapa penulis diturunkan dari fungsi produksi

Cobb-Douglas, dimana menurut Teken dan Asnawi (1983) dikemukakan bahwa

apabila peubah-peubah yang terdapat dalam fungsi Cobb-Douglas dinyatakan

(48)

Debertin (1986) mengemukakan bahwa fungsi produksi menunjukkan jumlah

maksimum output yang bisa dicapai dengan mengkombinasikan berbagai jumlah

input. Fungsi produksi frontier, digunakan untuk lebih menekankan kepada

kondisi output maksimum yang dapat dihasilkan dalam proses produksi. Hal yang

membedakan antara fungsi produksi tradisional dengan fungsi produksi frontier

stokastik terletak pada error term-nya. Untuk fungsi produksi tradisional error

term tunggal (dampak faktor eksternal dan inefisiensi tidak dapat dibedakan peubah acak yang tidak dapat dikendalikan berkaitan dengan faktor eksternal

(perubahan cuaca atau iklim, serangan OPT) dan error term yang dapat

dikendalikan yang berkaitan dengan ketidakefisienan teknis (berkaitan dengan

kapabilitas manajeral petani).

Dengan demikian untuk mengukur tingkat efisiensi usahatani ubi kayu dalam

penelitian ini digunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas.

Pilihan terhadap bentuk fungsi produksi ini diambil karena lebih sederhana dan

dapat dibuat dalam bentuk linier.

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis

Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani ubi kayu antara lain :

lahan, bibit, pupuk, dan tenaga kerja. Pengguna faktor produksi yang bervariasi

mengakibatkan tingkat produksi yang dihasilkan bervariasi. Barker 1997, Herdt

dan Wickham 1978 dalam Widodo (1989) menunjukkan bahwa potensi produksi

yang ditunjukkan oleh fungsi produksi frontier selalu lebih tinggi atau sama

dengan dengan produksi aktual yang dihasilkan oleh petani sering menjadi

(49)

Teknologi yang tidak dapat dipindahkan karena

perbedaan lingkungan

Batasan biologi :

 Varietas, hama dan penyakit, tanaman penggangu, masalah tanah dan kesuburan tanah

Batasan sosial ekonomi :

 Biaya dan penerimaan usahatani, kredit, harga produk, kebiasaan dan sikap, pengetahuan, ketidakpastiaan, dan resiko

Gomez dalam Widodo (1989) menyatakan bahwa ada dua macam senjang

produktivitas, yaitu :

1. Senjang produktivitas I, disebabkan oleh adanya faktor yang sulit diatasi

petani seperti adanya teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan adanya

perbedaan lingkungan, sehingga menyebabkan senjang produktivitas dari hasil

percobaan dengan potensial suatu usahatani.

2. Senjang produksivitas II adalah perbedaan produktivitas dari suatu potensial

usahatani dengan yang dihasilkan oleh petani. Faktor penyebabnya berkaitan

dengan batasan biologis dan sosial ekonomi. Batasan biologi ini meliputi

penggunaan varietas, serangan hama dan penyakit, dan kesuburan tanah.

Sedangkan batasan sosial ekonomi meliputi biaya dan penerimaan usahatani,

harga produk, pengetahuan dan pendidikan petani, faktor ketidakpastiaan, dan

resiko usahatani. Model senjang produktivitas pada Gambar 6.

Kesenjangan I

Kesenjangan II

Balai penelitian Produksi potensial Produksi Aktual

(50)

Faktor-faktor yang mempengaruhi untuk mencapai tingkat efisiensi dapat

diketahui dengan analisis regresi :

Yi = a + biXi

Keterangan :

Yi = tingkat efisiensi teknis usahatani a =intercept

bi = koefisien regresi

Xi = faktor-faktor ke-I yang mempengaruhi efisiensi

2.1.6 Teori usahatani

Menurut Soekartawi (1995) ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang

mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara

efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu

tertentu. Mubyarto (1989) menyatakan bahwa usahatani yang berhasil adalah

usahatani yang efisien. Prawirokusumo dalam Suratiyah (2009) ilmu usahatani

merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat

atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu pertanian. Suratiyah

menyimpulkan bahwa dengan melalui produksi pertanian yang berlebih maka

diharapkan memperoleh pendapatan yang tinggi dimulai dengan perencanaan

untuk menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi

pada waktu yang akan data secara efisien.

Usahatani yang efisien apabila memiliki produktivitas tinggi. Soekartawi (1991)

menyatakan efisiensi usahatani ditunjukkan dengan besarnya ratio antara

(51)

Tiga variabel yang perlu diketahui dalam analisis usahatani. Tiga variabel tersebut

adalah penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani. Analisis tiga variabel ini

disebut analisis anggaran arus uang tunai (Soekartawi, 1995).

2.1.7 Konsep pendapatan usahatani

Analisis pendapatan digunakan untuk melihat keuntungan dari suatu usaha,

sehingga dapat dinilai tingkat kelayakan usaha tersebut. Kriteria analisis

pendapatan bertitik tolak pada prinsip bahwa efisiensi suatu usaha sangat

dipengaruhi oleh nilai input yang digunakan dalam niali output yang dihasilkan

dengan proses produksi.

Menurut Soekartawi (1995) penerimaan usahatani adalah perkalian antara

produksi dengan harga jual, biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang

dipergunakan dalam suatu usahatani. Sedangkan pendapatan usahatani adalah

selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Analisis pendapatan usahatani sangat

bermanfaat bagi petani untuk mengukur tingkat keberhasilan dari usahatani.

Soeharjo dan Patong (1997) menyebutkan bahwa analisis pendapatan usahatani

mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi dimana dua tujuan utama dari

analisis pendapatan adalah (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu

kegiatan usahatani, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu

kegiatan usahatani.

Dua cara untuk mengukur pendapatan (Soekartawi, 1995) yaitu pendapatan bersih

usahatani dan pendapatan tunai usahatani. Pendapatan bersih usahatani diperoleh

(52)

Penerimaan kotor usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka

waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pengeluaran total

usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di

dalam produksi. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh

keluarga petani dan penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan

modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan dalam usahatani.

Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani

dengan pengeluaran tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani didefenisikan

sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran

tunai usahatani adalah jumlah yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa

bagi usahatani.

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya yang telah

dikeluarkan. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan tunai

dan pendapatan total. Secara matematis pendapatan petani sebagai berikut :

I = TR – TC atau

I = ( Yi.Pyi ) – ( Xi.Pxi )

Keterangan :

I = pendapatan (income)

TR = total revenue (penerimaan)

TC = total cost (total biaya)

TR = total Penerimaan

Yi = produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (kg)

Pyi = harga output Y (Rp/kg)

Xi = jumlah input dalam suatu ushaatani (kg)

(53)

Untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani terhadap penggunaan satu input dapat

diperoleh oleh nilai rasio penerimaan dan biaya yang merupakan perbandingan

antara penerimaan kotor yang diterima usahatani dari setiap rupiah yang

dikeluarkan dalam proses produksi atau yang biasa dikenal dengan analisis

imbangan penerimaan dan biaya atau analisis R/C rasio. Perhitungan R/C

dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1995) :

Keterangan :

Y = total produksi

Py = harga produk

BT = biaya tunai

BD = biaya diperhitungkan

Kriteria pada pengukuran ini adalah sebagai berikut (Soekartawi, 1995):

1) jika R/C > 1, maka usahatani yang dilakukan menguntungkan, karena

penerimaan lebih besar dari biaya total.

2) jika R/C < 1, maka usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan, karena

penerimaan lebih kecil dari biaya total.

3) jika R/C = 1, maka usahatani yang dilakukan tidak rugi maupun untung,

(54)

2.1.8 Konsep efisiensi pemasaran

Menurut Hasyim (2012), pemasaran atau tataniaga pertanian adalah kegiatan

menyalurkan produk-produk pertanian dan atau sarana produksi pertanian dari

titik produksi sampai ke titik konsumsi disertai penciptaan kegunaan waktu,

tempat, bentuk, dan pengalihan hak milik oleh lembaga-leembaga tataniaga

dengan melakukan satu atau lebih fungsi-fungsi tataniaga. Sedangkan menurut

Tobing (1986) dalam Susanto (2007), tataniaga atau pemasaran adalah proses

pertukaran yang mencangkup serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk

memindahkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen dengan melibatkan

pihak produsen, konsumen, dan lembaga pemasaran dengan tujuan untuk

memperoleh keuntungan di satu pihak dan kepuasan di pihak lain.

Semua kegiatan ekonomi tidak terkecuali pemasaran juga menghendaki adanya

efisiensi. Menurut Mubyarto (1989), sistem pemasaran dianggap efisien apabila

memenuhi dua syarat, yaitu:

1) Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen

dengan biaya serendah mungkin.

2) Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang

dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta didalam

kegiatan produksi dan kegiatan pemasaran komoditas tersebut.

Pengertian adil disini adalah perbandingan antara pengorbanan yang dikeluarkan

dan keuntungan yang diperoleh setiap komponen pemasaran berada dalam

(55)

Menurut Hasyim (2012), pengukuran efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan

melalui teknik S-C-P, yaitu market structure, market conduct, market perfomance,

dan konsep input output rasio sebagai berikut:

1) Struktur pasar (market structure) adalah konsep diskriptif mengenai tingkat

persaingan pasar, meliputi penjelasan dari definisi perusahaan dan industri,

jumlah perusahaan dalam pasar, distribusinya, deskripsi mengenai produk dan

keragamanya, serta syarat-syaratkeluar masuk pasar.

2) Perilaku pasar (market conduct) adalah prilaku pedagang atau perusahaan

dalam struktur pasar tertentu, terutama yang berhubungan dengan keputusan

yang diambil seorang manajer dalam menghadapi struktur pasar yang

berbeda.

3) Keragaan pasar (market perfomance) adalah suatu keadaan sebagai akibat

dari pengaruh struktur pasar dan prilaku pasar yang biasanya diukur dengan

variabel harga, biaya, dan volume produksi suatu perusahaan atau usahatani.

4) Konsep input output rasio adalah konsep yang mendefinisikan pemasaran

sebagai optimasi input output rasio.

Menurut Saefuddin (1983) dalam Susanto (2007), indikator efisiensi pemasaran

ada empat macam, yaitu (1) marjin pemasaran, (2) harga pada tingkat konsumen,

(3) tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan (4) tingkat atau intesitas persaingan

pasar. Kriteria marjin pemasaran lebih sering digunakan dalam analisis mengenai

efisiensi pemasaran, karena melalui analisis ini dapat diketahui efisiensi teknis

(56)

2.1.9 Rantai pasok

Supply Chain atau rantai pasok adalah semua kegiatan atau usaha yang

melibatkan semua pihak baik yang memproduksi dan/atau menghasilkan barang

atau jasa, mulai dari produsen dan/atau supplier bahan baku sampai pada

konsumen akhir sedangkan Supply Chain Management atau Manajemen rantai

pasok adalah kegiatan mengelola penawaran dan permintaan, termasuk di

dalamnya pengadaan bahan baku, input produksi, kegiatan atau proses produksi

dan perakitan, kegiatan penyimpanan hasil produksi dan pengelolaan inventory,

proses pengiriman dan penanganannya, serta distribusi sampai kepada delivery ke

konsumen akhir (Lakollo, 2012).

Indrajit & Djokopranoto (2002) menyatakan bahwa Supply Chain Management

(SCM) atau rantai pengadaan adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan

barang produksi dan jasanya kepada para pelanggan. Rantai ini juga merupakan

jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai

tujuan yang sama, yang sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau

penyaluran barang. Sebuah rantai pasokan terdiri dari seluruh pihak yang terlibat,

baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam rangka memenuhi kebutuhan

konsumen.

Mentzer et al 2001 dalam Wisudawati 2010, mendefinisikan rantai pasok sebagai

serangkaian entitas yang terdiri dari tiga atau lebih entitas (baik individu maupun

organisasi) yang terlibat secara langsung dari hulu ke hilir dalam aliran produk,

(57)

Mentzer et al (2001) juga mengkategorikan rantai pasok menjadi tiga macam

berdasarkan tingkat komplektisitasnya, yaitu :

1) Direct Supply Chain

Direct Supply Chain terdiri dari satu perusahaan, satu pemasok, dan satu pelanggan yang terlibat dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan,

dan/atau informasi (Gambar 7).

2) Extended Supply Chain

Extended Supply Chain meliputi beberapa pemasok dari pemasok penghubung dan beberapa pelanggan dari pelanggan penghubung,

semuanya terlibat di dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan,

dan/atau informasi (Gambar 8).

3) Ultimate Supply Chain

Ultimate Supply Chain meliputi semua organisasi yang terlibat di dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan, dan/atau informasi. Kategori

rantai pasok ini merupakan kategori yang paling rumit yang berlaku pada

rantai pasok yang kompleks. Pada Gambar 9 dapat dilihat peran pihak

ketiga, yaitu penyedia jasa finansial yang mengurusi segala urusan

finansial, mengasumsikan resiko, dan memberikan saran finansial;

penyedia jasa logistik yang megurusi aktivitas-aktivitas logistik antara dua

perusahaan; dan perusahaan penyedia jasa riset pasar yang menyediakan

informasi tentang pelanggan terakhir kepada perusahaan untuk

(58)

TIPE – TIPE RANTAI PASOK

Enam hal pokok yang perlu diperhatikan dalam manajemen rantai pasok yaitu :

1) Aktivitas yang dilakukan apakah menghasilkan nilai tambah atau tidak,

2) Bagaimana atau dimana peranan servis atau jasa di setiap titik simpul atau

mata rantai,

3) Apa dan siapa saja yang menentukan harga,

4) Hubungan kesepadanan di antara tiap pelaku,

5) Bagaimana sampai nilai tambah di tiap simpul itu ada,

6) Siapa saja pameran utama atau penentu

Gambar 7. Direct Supply Chain

Gambar 8. Extended Supply

Gambar

Tabel
Gambar                                                                                          Halaman
Gambar 1.  Persentase produksi ubi kayu per kabupaten/kota di Provinsi Lampung (BPS, 2012)
Tabel 2. Produksi tanaman ubi kayu menurut kabupaten/kota (ton) (2008-2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

hama dan penyakit yang menyerang tanaman ubi kayu. Pestisida yang digunakan berupa pestisida cair dan pestisida padat. 7) Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang

Penelitian ini bertujuan menganalisis keragaan usahatani ubi kayu, pendapatan usahatani ubi kayu, sistem pemasaran ubi kayu pada petani Gapoktan Sukaraharja di Desa Cikeas,

Keragaan pasar (market performance), yaitu terdapat empat saluran pemasaran ubi jalar, marjin pemasaran dan Ratio Profit Margin (RPM) penyebarannya tidak merata,

Elastisitas penawaran ubi kayu di Kabupaten Wonogiri dalam jangka panjang terhadap perubahan harga ubi kayu tahun sebelumnya, rata-rata curah hujan tahun t, harga pupuk

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, struktur pasar yang terjadi dalam pemasaran ubi kayu adalah duopsoni, Pasar duopsoni adalah suatu pasar dimana hanya dikuasai oleh

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji usaha pertanian ubi kayu di Desa Gaya Baru III Kecamatan Seputih Surabaya Lampung Tengah. Metode yang digunakan yaitu metode

“Analisis Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Ubi Kayu Di Kecamatan Marga Tiga Kabupaten Lampung Timur” ini dapat diselesaikan dengan

Produktivitas ubi kayu di daerah penelitian lebih tinggi dari produktivitas ubi kayu di Kabupaten Simalungun namun lebih rendah dari produktivitas ubi kayu hasil