ABSTRACT
ANALYSIS OF TECHNICAL EFFICIENCY, INCOME AND MARKETING OF CASSAVA IN THE MIDDLE LAMPUNG REGENCY
By
Fadhlina Sosiawati
This study aimed to analyze : (1) technical efficiency of cassava farming, (2) determine the factors that influenced technical efficiency, (3) determine the amount of cassava farming, (4) marketing efficiency of cassava, (5) Supply chain management of cassava in the Lampung Province. The research was carried out in the Middle Lampung Regency in June - in July 2014. The location of the research was carried out in the Subdistrict of Bandar Mataram and Subdistrict of Terusan Nyunyai that were taken deliberately as production centres of cassava in the Middle Lampung Regency. The total of respondents of 99 cassava farmers were selected using simple random sampling. The sample of the trader was obtained by using the technique snowball sampling. The first purpose was answered by using frontier production function, the second purpose using multiple linear regressing analysis and the third purpose was answered by using income analysis, the fourth purpose marketing efficiency, the fifth purpose the analysis of the supply chain management. Results of the research showed that (1) Cassava farming in Middle Lampung Regency was not technically efficient with the technical efficiency of 72.6 %, (2) the factors that significantly influence the technical efficiency of cassava farming in Middle Lampung Regency were cassava farming the age, the area of the land, and the experience farming, (3) cassava farming in Middle Lampung Regency was profitable with the R/C value of 2.09 and income of Rp. 11.745.714,33/ha, (4) cassava marketing system in Middle Lampung Regency has transmission elasticity of 0,96 (ET < 1), that the structure of the market of cassava in Middle Lampung Regency is formed is not perfectly competitive, that there is a power marketing system so oligopsoni manioc in Middle Lampung Regency lasts is inefficient. (5) the management of the chain of the supplier of cassava in the Middle Lampung Regency has been good, was seen from the perpetrators of the chain of the supplier that played a role that is the cassava farmer and the tapioca factory who had partnership relations with the chain channel of the supplier that was short that is the cassava farmer that immediately sold to the tapioca factory.
ABSTRAK
ANALISIS EFISIENSI TEKNIS, PENDAPATAN DAN PEMASARAN UBI KAYU DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh
Fadhlina Sosiawati
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : (1) efisiensi teknis usahatani ubi kayu, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis, (3) pendapatan usahatani ubi kayu, (4) efisiensi pemasaran ubi kayu, (5) manajemen rantai pasok ubi kayu di Provinsi Lampung. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Tengah pada bulan Juni - Juli 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kecamatan Bandar Mataram dan Kecamatan Terusan Nyunyai yang diambil secara sengaja sebagai sentra produksi ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah. Jumlah sampel adalah 99 petani yang diambil secara acak sederhana. Sampel pedagang didapatkan dengan menggunakan tehnik snowball sampling. Data dianalisis dengan menggunakan fungsi produksi frontier, regresi linier berganda, analisis pendapatan, efisiensi pemasaran, dan analisis manajemen rantai pasok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Tingkat efisiensi teknis ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah rata-rata sebesar 72,6 %, (2) faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi teknis usahatani ubi kayu adalah umur, luas lahan, dan
pengalaman berusahatani (3) Keuntungan total yang diperoleh sebesar Rp 11.745.714,33 per hektar atau nisbah R/C sebesar 2,09, (4) sistem pemasaran
ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah mempunyai nilai elastisitas transmisi harga sebesar 0,96 (ET <1), bahwa struktur pasar ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah yang terbentuk adalah bersaing tidak sempurna, yaitu terdapat kekuatan oligopsoni sehingga sistem pemasaran ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah berlangsung secara tidak efisien, (5) manajemen rantai pasok ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah sudah baik, dilihat dari pelaku rantai pasok yang berperan yaitu petani ubi kayu dan pabrik tapioka yang mempunyai hubungan kemitraan dengan saluran rantai pasok yang pendek yaitu petani ubi kayu yang langsung menjual ke pabrik tapioka.
ANALISIS EFISIENSI TEKNIS, PENDAPATAN DAN PEMASARAN UBI KAYU DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
(Tesis)
Oleh Fadhlina Sosiawati
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 17 Desember 1989, sebagai
anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Edy Sariffudin A.Ma.T
dan Ibu Hj. Dra. Ida Yulisnawati.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Pertiwi Bandar
Lampung pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan sekolah dasar di
SD Negeri 2 Rawalaut Bandar Lampung lulus pada tahun 2001, pada tahun 2004
penulis menyelesaikan pendidikan menegah pertama di SMP Al-Kautsar, dan
menyelesaikan pendidikan menegah atas di SMAN 10 Bandar Lampung pada
tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis diterima di Universitas Lampung sebagai
Mahasiswa program studi Hortikultura jurusan Budidaya Pertanian Fakultas
Pertanian melalui jalur PKAB yang kemudian pada tahun 2008 diintegrasikan
program studi ke agroteknologi dan menyelesaikan kuliah pada tahun 2012. Pada
tahun 2012 penulis melanjutkan kuliah kembali di Pascasarjana Magister
PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan berkat dan rahmat-Nya jualah sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
Kupersembahkan karya sederhana penuh perjuangan dan kesabaran ini sebagai ungkapan sayangku dan baktiku kepada :
Ayah tercinta dan ibu tersayang yang selalu mencurahkan rasa sayang tanpa henti, yang selalu mengajari bagaimana menjadi manusia yang berbakti, serta dalam doa dan sujud selalu menantikan keberhasilanku
dengan sabar dan pengertian.
Kakak dan adik-adik tersayang serta semua keluarga besarku atas rasa sayang, doa, perhatian, pengertian, pengorbanan dan dorongan semangat yang tulus, serta persaudaraan yang tak tergantikan.
SANWACANA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
mencurahkan karunia, rahmat, dan nikmat-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan penulisan Tesis berjudul “Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan, dan Pemasaran Ubi Kayu Di Kabupaten Lampung Tengah”.
Dalam penyelesaian Tesis ini Penulis mendapatkan banyak bantuan, saran dan
motivasi dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim, M.S., selaku Dosen Pembimbing utama dan
Ketua Jurusan Pascasarjana Magister Agribisnis yang selalu bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, nasehat, dan
berbagai sumbangan pemikiran kepada Penulis.
2. Dr. Ir. Fembriarti Erry Pramatiwi, M.S., selaku Dosen Pembimbing II, yang
selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran,
nasehat, dan berbagai sumbangan pemikiran kepada Penulis.
3. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Pembahas dan Dekan Fakultas
Pertanian yang telah memberikan semangat, saran dan nasehat yang telah
diberikan kepada Penulis.
4. Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.S., selaku Dosen Pembimbing
6. Ayah dan ibu tercinta, kakak Pipit, Olan, Oca dan keponakan tersayang Nugie
dan semua keluarga besarku atas rasa sayang, doa, perhatian, pengertian,
pengorbanan, dan dorongan semangat yang tulus, serta persaudaraan yang tak
tergantikan.
7. Abimanyu Pramudya Putra, S.Pi yang selalu meluangkan waktu, memberikan
perhatian, rasa sayang, pengertian, doa, dan dorongan semangat.
8. Teman-teman Pascasarjana Magister Agribisnis 12 : Pak Suarno Sadar, Pak
Desmon, Kak Erfano, Kak Rio, Mbak Ine, Mbak Yanti, Mbak Siska, Mbak
Lidya, Mbak Dina, Mbak Hilmi, Mbak Ari, Mbak Lia, Mbak Dyah, Mbak
Dian, Mbak Eka, atas semangat dan doanya selama penyelesaian penelitian.
9. Ir. Kus Hendarto, M.S., Annisa Ayu Fitri, S.P., Suvy Ethikasari, S.P.,
Hasyiatun Yulia, S.P., Fabyan Tusya Ariel, S.P., dan Reksa yang telah
membantu dan memberi semangat serta dukungan dalam menyelesaikan
penelitian ini.
10. Keluarga besar Pascasarjana Magister Agribisnis, mbak Ayi, mbak Iin, mas
Boim, mas Bukhori dan seluruh pihak yang telah membantu penulis selama
ini semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian selama ini.
Bandar Lampung, 9 Januari 2015
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Kegunaan Penelitian... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 12
2.1 Tinjauan Pustaka ... 12
2.1.1 Ubikayu ... 12
2.1.2 Agroindustri ubikayu ... 15
2.1.3 Teori Produksi ... 17
2.1.4 Konsep efisiensi produksi ... 23
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis ... 30
2.1.6 Teori usahatani ... 32
2.1.7 Konsep pendapatan usahatani ... 33
2.1.8 Konsep efisiensi pemasaran ... 36
2.1.9 Rantai pasok ... 38
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu ... 44
2.3 Kerangka Pemikiran ... 47
ii
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 50
3.1 Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 50
3.2 Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 56
3.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 58
3.4 Metode Analisis Data ... 59
3.4.1 Analisis efisiensi teknis ... 59
3.4.2 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis ... 61
3.4.3 Analisis pendapatan usahatani ubikayu ... 64
3.4.4 Analisis pemasaran... 65
3.4.4.1 Pangsa pasar ... 66
3.4.4.2 Margin pemasaran dan ratio profit margin ... 67
3.4.4.3 Analisis koefisien korelasi harga ... 68
3.4.4.4 Elastisitas transmisi harga ... 68
3.4.4.5 Saluran pemasaran ... 70
3.4.5 Analisis manajemen rantai pasok ... 70
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 74
4.1 Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah ... 74
4.1.1 Letak geografi dan luas wilayah ... 74
4.1.2 Keadaan penduduk ... 75
4.1.3 Luas lahan dan potensi lahan ... 76
iii
5.7.1 Hasil pendugaan fungsi produksi frontier ... 103
5.7.2 Efisiensi teknis usahatani ubikayu ... 105
5.7.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis .... 107
5.8 Analisis biaya dan pendapatan usahatani ubikayu ... 112
5.9 Efisiensi pemasaran ... 114
5.9.1 Pangsa produsen ... 117
5.9.2 Marjin pemasaran dan rasio profit marjin (RPM) ... 118
5.9.3 Analisis koefisien korelasi harga ... 119
5.9.4 Analisis elastisitas transmisi harga ... 120
5.9.5 Saluran pemasaran ... 121
5.10 Analisis manajemen rantai pasok ... 123
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 125
6.1 Kesimpulan ... 125
6.2 Saran ... 126
DAFTAR PUSTAKA ... 127
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Luas panen, produktivitas, dan produksi ubi kayu
di Indonesia, 2012 ... 2
2 Produksi tanaman ubi kayu menurut Kabupaten/Kota ... 3
3 Harga rata-rata bulanan komoditas ubi kayu di Kabupaten
Lampung Tengah ... 5
4 Varietas/klon ubi kayu unggulan ... 13
5 Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten
Lampung Tengah ... 76
6 Luas lahan munurut penggunaan ... 77
7 Luas panen, produktivitas, dan produksi ubi kayu
di Kabupaten Lampung Tengah ... 78
8 Luas lahan, pertanian bukan sawah menurut jenis lahan
di Kecamatan Bandar Mataram ... 81
9 Potensi lahan pertanian di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 82
10 Keadaan wilayah di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 83
11 Luas tanam, luas panen, dan produksi ubi kayu
di Kecamatan Bandar Mataram ... 84
12 Luas tanam, luas panen, dan produksi ubi kayu
di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 85
13 Komoditas utama pertanian tanaman pangan dan hortikultura
Di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 86
14 Direktori industri besar dan sedang di Kecamatan
v
15 Jumlah sarana dan prasarana kelembagaan penunjang di
Kecamatan Terusan Nyunyai ... 88
16 Direktori industri besar dan sedang di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 89
17 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan umur produktif secara ekonomi ... 90
18 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan tingkat pendidikan ... 91
19 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan jumlah tanggungan keluarga ... 92
20 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan pengalaman berusahatani ... 93
21 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan pekerjaan sampingan ... 93
22 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan luas lahan ... 94
23 Rata-rata penggunaan bibit per usahatani dan per hektar... 98
24 Rata-rata penggunaan pupuk per usahatani dan per hektar dalam satu kali musim tanam ... 99
25 Penggunaan tenaga kerja rata-rata per usahatani dan per hektar dalam satu musim tanam usahatani ubi kayu ... 101
26 Rata-rata nilai penyusutan peralatan untuk usahatani ubi kayu ... 102
27 Sebaran produksi ubi kayu di Kabupaten Lampung tengah ... 103
28 Hasil pendugaan koefisien regresi fungsi produksi frontier ... 104
29 Sebaran tingkat efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 106
30 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 107
31 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 108
32 Analisis pendapatan usahatani ubi kayu ... 113
33 Analisis marjin pemasaran ubi kayu ... 119
vi
35 Identitas petani ubi kayu ... 130
36 Penyusutan alat pertanian ... 132
37 Sarana dan prasarana usahatani ubi kayu ... 140
38 Rata-rata penggunaan tenaga kerja ... 160
39 Keuntungan usahatani ubi kayu ... 166
40 Pendapatan usahatani ubi kayu ... 172
41 Analisis pendapatan usahatani ubi kayu ... 173
42 Data olahan analisis efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 175
43 Analisis efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 177
44 Hasil T-test efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 180
45 Hasil output analisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 181
46 Hasil uji White Heteroskedastisitas ... 194
47 Analisis regresi dan korelasi harga ubi kayu ... 195
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Persentase produksi ubi kayu per kabupaten/kota ... 2
2 Agroindustri ubi kayu ... 16
3 Hubungan antara produksi total (PT), produksi marginal (PM), produksi rata-rata (PR), dan elatisitas produksi (EP) ... 20
4 Ukuran efisiensi menurut Farrel ... 24
5 Fungsi produksi frontier ... 26
6 Senjang produktivitas model Gomez ... 31
7 Direct Supply Chain ... 40
8 Extended Supply Chain ... 40
9 Ultimate Supply Chain ... 40
10 Kerangka Pemikiran ... 49
11 Pola tanam ubi kayu ... 96
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan
maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada
kondisi rawan pangan, ubi kayu merupakan penyangga pangan yang andal. Dalam
sistem ketahanan pangan, ubi kayu tidak hanya berperan sebagai penyangga
pangan tetapi juga sebagai sumber pendapatan rumah tangga petani. Menurut
Direktorat Jendral Tanaman Pangan (2014) menyatakan bahwa sebanyak 2,5
milyar penduduk di Asia, Afrika, dan Amerika Latin menggunakan ubi kayu
sebagai bahan pangan, pakan, industri dan sumber pendapatan, terutama yang
berpendapatan rendah.
Menurut BPS (2012), lima sentra produksi ubi kayu di Indonesia pada tahun 2012
yaitu Provinsi Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatra
Utara. Provinsi Lampung merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar di
Indonesia, karena didukung oleh iklim dan ketersediaan faktor produksi terutama
lahan yang masih sangat besar di Provinsi Lampung. Di tahun 2012, produksi ubi
kayu di Provinsi Lampung mencapai 8.387.351 ton atau setara dengan 34,69%
Tabel 1. Luas panen, produktivitas dan produksi ubi kayu di Indonesia, 2012
Provinsi Luas Panen (ha) Sumatera Utara 38.749 302,34 1.171.520 4,85 Provinsi Lainnya 299.200 146,82 4.392.888 18,17
Indonesia 1.129.688 214,02 24.177.372 100
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012
Menurut BPS (2012), sentra produksi ubi kayu di Provinsi Lampung terletak di
Kabupaten Lampung Tengah. Produksi ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah
3,37 juta ton atau setara dengan 40,20% dari total produksi ubi kayu Provinsi
Lampung. Daerah lainnya yang berpotensi dalam pengembangan ubi kayu adalah
Lampung Utara (1,36 juta ton), dan Lampung Timur (1,24 juta ton). Persentase
produksi ubi kayu per kabupaten/kota di Provinsi Lampung 2012 dapat dilihat
pada Gambar 1.
Menurut BPS (2012), produksi ubi kayu di Provinsi Lampung setiap tahun
mengalami fluktuasi. Produksi ubi kayu tertinggi dicapai pada tahun 2011 yaitu
sebesar 9.193.676 ton dan tahun 2012 produksi mengalami penurunan sebesar
8,8% menjadi 8.387.351 ton ubi kayu. Artinya pada tahun 2012 dengan produksi
sebesar 8.387.351 ton ubi kayu dengan luas lahan 324.749 ha, produktivitas ubi
kayu di Provinsi Lampung sebesar 25,8 ton/ha. Produksi tanaman ubi kayu
menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2008 - 2012 dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi tanaman ubi kayu menurut kabupaten/kota (ton) (2008-2012)
No Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012
01 Lampung Barat 9.946 13.298 13.298 14.863 13.680 02 Tanggamus 35.360 19.206 19.206 16.396 12.270 03 Lampung Selatan 126.972 136.602 138.416 283.225 214.730 04 Lampung Timur 932.307 897.411 1.058.097 1.360.303 1.236.925
05 Lampung Tengah 2.766.611 2.793.383 3.287.511 3.183.153 3.371.618
06 Lampung Utara 1.209.858 1.231.960 1.293.039 1.281.005 1.357.275 07 Way Kanan 324.188 389.868 384.706 388.290 373.832 08 Tulang Bawang 2.253.182 2.023.958 844.058 847.575 532.395 09 Pesawaran 55.485 43.460 53.976 76.833 71.001
10 Pringsewu 0 0 26.882 19.125 12.850
11 Mesuji 0 0 322.629 301.219 126.661
12 Tulang Bawang Barat 0 0 1.189.859 1.416.060 1.058.194 13 Bandar Lampung 3.986 3.802 3.802 3.579 3.390
14 Metro 3.987 2.115 2.115 2.050 2.530
Provinsi Lampung 7.721.882 7.555.063 8.637.594 9.193.676 8.387.351
Kabupaten Lampung Tengah sebagai sentra produksi ubi kayu terbesar
mempunyai peran yang cukup besar dalam perekonomian Kabupaten Lampung
Tengah, Provinsi Lampung dan Nasional. Perekonomian yang baik dapat dicapai
dengan memperhatikan distribusi pemasaran. Saluran pemasaran yang baik dapat
menjamin ketersediaan produk yang dibutuhkan masyarakat. Tanpa adanya
distribusi, produsen akan mengalami kesulitan untuk memasarkan produknya dan
konsumen harus berusaha keras mendapatkan produsen untuk menikmati
produknya. Produksi ubi kayu terbesar yang dihasilkan di Kabupaten Lampung
Tengah belum diikuti dengan pengelolaan distribusi pemasaran yang baik
sehingga penyampaian produk dari produsen ke konsumen belum efektif dan
efisien. Distribusi pemasaran harus dikelola dengan baik untuk memudahkan
penyampaian produk dari produsen kepada konsumen secara efektif dan efisien
(Hasyim. 2012).
Peningkatan perbaikan distribusi pemasaran sebagai salah satu cara yang paling
efektif untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Distribusi pemasaran yang
baik dapat membantu petani dalam mendorong perkembangan produk dan
mengurangi biaya exchange layanan, penyimpanan dan transportasi, dengan
demikian mengurangi gap antara petani dan harga konsumen untuk keuntungan
dari pihak lain (Tabel 3). Perbedaan harga di tingkat petani, pengumpul dan
konsumen menandakan bahwa distribusi pemasaran masih belum efektif dan
efisien sehingga penyampaian produk dari produsen kepada konsumen masih sulit
dipasarkan dan harga tiap tingkat pelaku pemasaran berfluktuatif.
Tabel 3. Harga rata-rata bulanan komoditi ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah
Bulan Harga Tingkat (Rp/Kg)
Petani Pengumpul Konsumen
Januari 467 528 613
Sumber. Ditjen PPHP, Tahun 2011
Di Indonesia, sektor pertanian memiliki peran penting dalam perekonomian
nasional. Kemampuan sektor pertanian berkontribusi pada Produk Domestik
Bruto (PDB), dalam penyerapan tenaga kerja dan penciptaan kesempatan
kerja/usaha dalam peningkatan pendapatan masyarakat, serta sebagai sumber
perolehan devisa. Sektor pertanian seyogyanya tidak lagi hanya berperan sebagai
aktor pembantu bagi pembangunan nasional, tetapi harus menjadi pemeran utama
yang sejajar dengan sektor industri dan lainnya (Lokollo.2012).
Petani ubi kayu di Lampung Tengah masih belum jelas dalam memasarkan
produknya. Hasil panen dipasarkan melalui pedagang pengumpul maupun eceran
sehingga penyampaian produk tidak dapat langsung diterima oleh konsumen dan
pendapatan dari hasil penjualan masih kurang memuaskan, Apabila dilihat dari
tingkat harga di tingkat petani, pengumpul hingga konsumen, petani hanya
konsep Supply Chain Management dalam memenuhi permintaan konsumen akan
produk pertanian, baik permintaan sebagai bahan baku untuk agroindustri maupun
permintaan produk segar yang langsung dikonsumsi. Penerapan aplikasi Supply
Chain Management dalam pertanian akan meningkatkan efisiensi di setiap lini dan rantai, sehingga para pelaku rantai pasok dapat memperoleh manfaat mulai
dari hulu sampai ke hilir atau konsumen akhir.
Manajemen rantai pasok atau Supply Chain Management (SCM) penting untuk
diterapkan agar keberlangsungan produksi ubi kayu dapat tercapai sehingga pada
akhirnya dapat turut serta berkontribusi dalam menunjang ketahanan pangan.
Melalui pengaturan rantai pasok ubi kayu yang baik, diharapkan pasokan ubi kayu
dapat terjamin sehingga kontinuitas produksi dapat berlangsung dan kebutuhan
konsumen dapat terpenuhi.
Penerapan SCM pada rangkaian pasokan berbagai produk dapat memiliki strategi
yang berbeda-beda demi memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumennya.
Supply Chain Management bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan/surplus keseluruhan rantai pasokan. Semakin besar keuntungan yang diperoleh
pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah rantai pasokan secara keseluruhan, semakin
sukses pula rantai pasokan tersebut (Zahra. 2011). Diharapkan penerapan SCM
dapat meningkatkan pendapatan para petani ubi kayu, dan juga meningkatkan
Rantai pasokan yang telah ada perlu dianalisa dan dilakukan dengan baik dalam
upaya memperbaiki rantai pasok ubi kayu. Perbaikan rantai pasok yang ada
diawali dengan kegiatan penentuan strategi rantai pasok. Pengidentifikasian
pihak-pihak yang terlibat sepanjang rantai pasok perlu dilakukan agar struktur
rantai pasok ubi kayu dapat disusun.
1.2 Perumusan Masalah
Ubi kayu merupakan salah satu komoditas subsektor tanaman pangan yang
potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Kabupaten Lampung Tengah sebagai
salah satu sentra produksi ubi kayu seharusnya mampu memberikan keuntungan
bagi petani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah. Permasalahan umum dalam
usahatani ubi kayu adalah produktivitas dan pendapatan yang rendah.
Produktivitas ubi kayu setiap tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 2012
dibandingkan tahun 2011 produktivitas ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah
mengalami penurunan. Produktivitas ubi kayu tahun 2012 hanya sebesar 24,71
ton/ha, sedangkan menurut BPTP (2008) ubi kayu yang ditanam dengan jarak
tanam double row mampu menghasilkan ubi kayu 50-60 ton/ha. Hasil produksi
ubi kayu yang dihasilkan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012 menunjukkan
bahwa produktivitas ubi kayu Provinsi Lampung dibandingkan produktivitas
potensial ubi kayu belum maksimal.
Rendahnya produktivitas ubi kayu belum dapat memberikan pendapatan yang
sesuai bagi petani ubi kayu. Tingkat produksi ubi kayu yang rendah sebagai
faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu merupakan hal penting yang harus
diperhatikan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji bagaimana efisiensi
produksi usahatani ubi kayu dan apa faktor-faktor yang mempemgaruhinya.
Rendahnya produktivitas akan mengakibatkan pendapatan yang diterima petani
rendah. Faktor yang mempengaruhi pendapatan petani adalah harga penjualan ubi
kayu tiap tahunnya berfluktuatif. Pembentukkan harga ubi kayu ditentukan oleh
penjual dan pembeli melalui proses negoisasi sehingga terjadi harga yang sangat
berfluktuatif dan merupakan ketidakpastiaan yang harus dihadapi pada saat panen
(Hasyim. 2012). Hal ini disebabkan oleh karakteristik ubi kayu yang tidak tahan
lama sehingga mendorong petani untuk segera menjualnya yang berakibat posisi
tawar petani menjadi rendah dan belum efisiensinya pemasaran. Oleh karena itu,
penelitian ini akan mengkaji pendapatan usahatani ubi kayu.
Kendala dalam pengembangan pemasaran ubi kayu adalah ketidakpastian pasokan
ubi kayu sebagai bahan baku untuk agroindustri maupun permintaan produk segar
yang langsung dikonsumsi. Disamping itu permasalahan pasar ubi kayu yang
belum jelas menjadi salah satu kendala pengembangan usahatani ubi kayu. Rantai
tata niaga ubi kayu yang selama ini ada lebih menguntungkan bagi beberpa pihak
yang terlibat di dalamnya, dan seringkali para petani penanam ubi kayu justru
mengalami kerugian. Harga ubi kayu seringkali berfluktuasi, sehingga harganya
jatuh dan posisi tawar yang rendah yang membuat para petani tetap harus
Permasalahan rendahnya harga jual petani diperlukan penerapan rantai pasok yang
baik dan tepat sangat diharapkan untuk dianalisa agar hasil produksi ubi kayu
jelas pemasarannya dan harga yang diterima petani memuaskan. Rantai pasokan
ubi kayu yang ada selama ini belum terorganisasi dengan baik., sehingga
menguntungkan pihak tertentu saja. Informasi harga jual, karakteristik bahan baku
ubi kayu, bahan setengah jadi perlu digali sebagai salah satu dasar saat melakukan
perbaikan rancangan rantai pasokan ubi kayu.
Rancangan rantai pasok perlu diperbaiki untuk memaksimalkan keuntungan
keseluruhan rantai pasokan. Diharapkan penerapan rantai pasok dapat
meningkatkan pendapatan para petani ubi kayu, dan juga meningkatkan
pendapatan para pihak yang terkait sepanjang rantai pasokan. Selain itu,
rancangan rantai pasok penting untuk diterapkan agar keberlangsungan
agroindustri ubi kayu dapat tercapai dan melalui pengaturan rantai pasok ubi kayu
yang baik, pasokan bahan baku, bahan setengah jadi dan bahan jadi dalam
agroindustri ini dapat terjamin sehingga kontinuitas produksi dapat berlangsung
dan kebutuhan konsumen dapat terpenuhi.
Berdasarkan beberapa hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian,
mengenai aspek produksi, pendapatan usahatani, dan manajemen rantai pasok ,
sehingga akan didapatkan suatu gambaran menyeluruh mengenai keragaan
usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah. Dengan demikian petani
diharapkan akan mempunyai motivasi dan tingkat teknologi produksi yang
optimal dalam upaya memperbaiki usahatani ubi kayu yang lebih baik. Akhirnya
Tengah, baik untuk tujuan pendayagunaan petani dan pelaku tataniaga ubi kayu,
serta untuk tujuan peningkatan pendapatan daerah tercapai.
Berdasarkan uraian diatas dapat diidentifikasikan beberapa masalah, yaitu :
1) Apakah penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu di Kabupaten
Lampung Tengah telah efisien secara teknis ?
2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu
di Kabupaten Lampung Tengah ?
3) Bagaimana pendapatan usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah ?
4) Bagaimana tingkat efisiensi pemasaran ubi kayu di Kabupaten Lampung
Tengah?
5) Bagaimana manajemen rantai pasok ubi kayu di Kabupaten Lampung
Tengah?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1) Menganalisis tingkat efisiensi teknis penggunaan faktor-faktor produksi
usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah,
2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi
kayu di Kabupaten Lampung Tengah,
3) Menganalisis pendapatan usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah,
4) Menganalisis efisiensi pemasaran ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah,
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1) Petani, sebagai bahan masukan dalam pengelolaan usahatani ubi kayu.
2) Dinas atau instansi terkait yaitu sebagai bahan informasi dalam merumuskan
kebijakan sebagai usaha peningkatan produksi dan pengembangan usahatani
tanaman ubi kayu.
3) Peneliti lainnya sebagai bahan pertimbangan dan informasi untuk peneliti
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Ubi kayu
Ubi kayu merupakan salah satu tanaman pangan yang dapat tumbuh dan
berproduksi pada lingkungan dimana tanaman pangan yang lain seperti padi dan
jagung tidak dapat. Meskipun demikian, untuk dapat tumbuh, berkembang dan
menghasilkan umbi dengan baik, ubi kayu menghendaki kondisi lingkungan
tertentu, baik kondisi lingkungan di atas permukaan tanah (iklim) maupun di
bawah permukaan tanah.
Ubi kayu dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, pakan maupun bahan dasar
berbagai industri. Oleh karena itu pemilihan varietas ubi kayu harus disesuaikan
untuk peruntukannya. Di daerah dimana ubi kayu dikonsumsi secara langsung untuk
bahan pangan diperlukan varietas ubi kayu yang rasanya enak dan pulen dan
kandungan HCN rendah. Berdasarkan kandungan HCN ubi kayu dibedakan menjadi
ubi kayu manis/tidak pahit, dengan kandungan HCN < 40 mg/kg umbi segar, dan ubi
kayu pahit dengan kadar HCN ≥ 50 mg/kg umbi segar. Kandungan HCN yang tinggi
dapat menyebabkan keracunan bagi manusia maupun hewan, sehingga tidak
dianjurkan untuk konsumsi segar. Untuk bahan tape (peuyem) para pengrajin suka
umbi ubi kayu yang tidak pahit, rasanya enak dan daging umbi berwarna kekuningan
yang berbasis tepung atau pati ubi kayu, diperlukan ubi kayu yang umbinya berwarna
putih dan mempunyai kadar bahan kering dan pati yang tinggi. Untuk keperluan
industri tepung tapioka, umbi dengan kadar HCN tinggi tidak menjadi masalah karena
bahan racun tersebut akan hilang selama pemrosesan menjadi tepung dan pati,
misalnya UJ-3, UJ-5, MLG-4, MLG-6 atau Adira-4 (Sundari, 2010).
Teknologi budidaya ubi kayu yang harus diperhatikan antara lain bahan tanam atau
penggunaan bibit unggul, sistem tanam, dan pemupukan. Tanaman ubi kayu sebagian
besar dikembangkan secara vegetatif yakni dengan setek. Hasil kajian BPTP
Lampung bahwa penggunaan varietas UJ-5 mampu berproduksi tinggi dan juga
memiliki kadar pati yang tinggi. Beberapa varietas atau klon ubi kayu yang banyak di
tanam antara lain dapat dilhat pada Tabel 4.
Tabel 4. Varietas/klon ubi kayu unggulan
Varietas/Klon Umur (bulan)
Kadar Pati (%)
Produktivitas
(ton/ha) Sistem Tanam
UJ-3
(Thailand) 8 – 10 25 -30 35 -40 Rapat (70x80 cm)
UJ-5
(Cassesart) 10 – 12 39 -36 45 – 60 Double row
Malang-6 9 -10 25 -32 35 -38 Rapat (70x80 cm)
Barokah
(Lokal) 9 -10 25 -30 35 -40 Double row
Sistem tanam ubi kayu double row dapat menggunakan bibit lebih sedikit yakni
11.700 tanaman dibandingkan dengan sistem tanaman petani biasa dengan jumlah
bibit 17.800 tanaman. Rata-rata produktivitas ubi kayu yang ditanam dengan jarak
tanam rapat dapat menghasilkan produktivitas sebesar 18-22 ton/ha dan dengan
sistem double row mampu menghasilkan ubi kayu sebesar 45-55 ton/ha.
Menurut BPTP (2008) dosis pemupukan an-organik per ha yang dianjurkan
adalah 200 kg urea + 150 kg SP36 + 100 kg KCl dan 5 ton pupuk kandang. Pada
musim tanam berikutnya dosis pupuk kandang dikurangi menjadi 3 ton/ha.
Pemupukan urea dilakukan 2 kali yakni pada umur 1 bulan dan 3 bulan,
sedangkan SP36 dan KCl diberikan 1 kali pada umur 1 bulan setelah tanam.
Pemberian pupuk kandang dilakukan pada sekitar perakaran pada umur 2 minggu
setelah tanam.
Secara umum pengolahan pascapanen ubi kayu digunakan untuk membuat tepung
tapioka, tepung kasava, kue, mie, dan lain-lain. Dari produk antara berupa tepung
dan pati ubi kayu dapat dikembangkan berbagai produk industri baik melalui
proses dehidrasi, hidrolisis, maupun fermentasi. Sebagai bahan baku industri,
jenis ubi kayu yang memiliki potensi hasil tinggi, kadar bahan kering dan kadar
pati tinggi, dianggap paling sesuai untuk bahan baku industri. Secara umum, jenis
ubi kayu yang memiliki potensi hasil dan kadar pati tinggi, dianggap paling sesuai
untuk bahan baku industri. Sebagai bahan baku industri, kadar HCN yang tinggi
tidak menjadi masalah karena sebagian besar HCN akan hilang pada proses
2.1.2 Agroindustri ubi kayu
Agroindustri adalah kegiatan yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi
produk olahan baik produk antara maupun produk akhir. Ubi kayu saat ini sudah
digunakan sebagai komoditas agroindustri, seperti produk tepung tapioka, industri
fermentasi, dan berbagai industri makanan. Menurut Rukmana (1997) Pasar
potensial tepung tapioka antara lain Jepang dan Amerika Serikat. Tiap tahun
kedua Negara tersebut mengimpor + 1 juta ton produk tepung, terdiri atas 750.000
ton tepung tapioka dan 250.000 ton tepung lainnya. Di samping tepung tapioka,
produk gaplek, chips, dan pelet juga berpeluang untuk diekspor. Produk gaplek
dapat diolah menjadi chips dan pellet. Kedua jenis produk olahan ubi kayu
tersebut potensial dijadikan komoditas ekspor.
Ubi kayu sebagai bahan baku industri, umbi ubi kayu juga dapat diolah menjadi
berbagai produk antara lain tapioka, glukosa, fruktosa, sorbitol, high fructose
syrup (HFS), dektrin, alcohol, etanol, asam sitrat dan monosodium glutamate.
Selain itu, ampas tepung tapioka dijadikan sebagai bahan baku untuk obat nyamuk
bakar.
Pengolahan sebagai salah satu subsistem dalam agribisnis merupakan suatu
alternatif terbaik untuk dikembangkan. Dengan kata lain, pengembangan industri
pengolahan diperlukan guna terciptanya keterkaitan antara sektor pertanian
dengan sektor industri. Industri pengolahan (agroindustri) akan mempunyai
kemampuan yang baik jika kedua sektor tersebut diatas memiliki keterkaitan yang
sangat erat baik keterkaitan kedepan (forward linkage) maupun kebelakang
Gambar 2 . Agroindustri ubi kayu (BPTP, 2008)
Pertanian Agroindustri Konsumen
2.1.3 Teori produksi
Menurut Mubyarto (1989), produksi merupakan suatu proses merubah faktor
produksi (input) menjadi barang (output). Produksi diartikan sebagai suatu proses
pengkombinasian penggunaan input, faktor produksi, sumber daya untuk
menghasilkan suatu bentuk barang atau jasa. Faktor produksi dalam usaha
pertanian mencakup tanah, modal, dan tenaga kerja (Daniel. 2004). Menurut
Beattie dan Taylor (1985) produksi merupakan kombinasi dan koordinasi
beberapa material dan beberapa kekuatan (berupa input, faktor, sumber daya atau
jasa produksi) untuk menciptakan suatu barang atau jasa.
Fungsi produksi menurut Beattie dan Taylor (1985) merupakan gambaran secara
matematis dari berbagai kemungkinan produksi secara teknis yang dihadapi oleh
suatu perusahaan. Menurut Arifin (1995) fungsi produksi adalah suatu bentuk
hubungan sebab-akibat antara penggunaan input untuk menghasilkan suatu ouput
pada tingkat teknologi tertentu. Menurut Arief (1996), fungsi produksi
menunjukkan suatu kombinasi faktor yang secara teknis diperlukan untuk
memproduksi satu unit barang tertentu dengan menggunakan teknologi tertentu.
Secara matematis fungsi produksi dinyatakan sebagai berikut :
Y = f ( X1, X2, X3, …,Xn)
Dimana :
Y = jumlah produksi yang dihasilkan
X1,2,3…Xn = jumlah input ke1,2,3,… n yang digunakan
f = fungsi produksi yang menunjukkan hubungan dari perubahan input
Dengan fungsi produksi, maka dapat mengetahui hubungan antara variabel yang
dijelaskan (dependent variable) Y, dan variabel yang menjelaskan (independent
variable) X, serta mengetahui hubungan antar variabel penjelas. Model umum
fungsi produksi seperti diatas belum dapat menerangkan hubungan input dan
ouput secara kuantitatif. Oleh sebab itu fungsi produksi harus dinyatakan dalam
bentuk fungsi yang spesifik, yaitu seperti fungsi linier, kuadratik, polinominal,
akar pangkat dua atau Cobb Douglas.
Menurut Arifin (1995), Elastisitas produksi adalah persentase perubahan output
karena persentase perubahan input. Elastisitas produksi juga mengukur tingkat
respon suatu fungsi produksi terhadap perubahan penggunaan input. Secara
matematis, elastisitas produksi dituliskan sebagai berikut ( Soekartawi. 2003) :
Ep =
Ep =
EP = PM . 1/PR EP = PM / PR
Keterangan :
PM = Produksi marjinal PR = Produk rata-rata
Jika Ep > 1, hal itu berarti bahwa output sangat responsif terhadap perubahan
input, 0 < Ep < 1 menandakan bahwa output sebenarnya responsif terhadap
perubahan penggunaan output, tetapi tingkat responnya mengecil seiring dengan
nilai Ep. Sedangkan Ep < 0 berimplikasi bahwa pertambahan penggunaan input
justru menurunkan output.
Berdasarkan hubungan antara PT, PM, PR , dan elastisitas produksi (Ep) dapat
ditentukan batas daerah produksi. Pada tahapan increasing rate, Ep > 1 bila PT
menaik dan PR juga menaik di daerah I, artinya dalam daerah ini penambahan
input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan input yang lebih besar
dari satu persen, berarti produksi masih bisa ditingkatkan, daerah ini disebut
daerah irasional. Nilai 0 < Ep < 1 yang terjadi di daerah II (daerah rasional), pada
daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan
produksi yang tidak proposional (deminishing rate) namun, pada suatu tingkat
tertentu penggunaan input akan memberikan keuntungan yang maksimum, yang
berarti penggunaan input sudah optimum. Daerah III (daerah irasional) dengan
nilai Ep < 0, PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif dan PR dalam
keadaan menurun, menyebabkan penambahan input akan menyebabkan
penurunan jumlah output yang dihasilkan, daerah ini mencerminkan penggunaan
input yang tidak efisien, pada daerah ini setiap upaya penambahan input tetap
Y
PT
Daerah I Daerah II Daerah III (Ep > 1) (0<Ep<1) (Ep < 0)
PR
0 Ep = 1 Ep = 0 PM X
Gambar 3. Hubungan antara produk total (PT), produk marjinal (PM), produk rata-rata (PR) , dan elastisitas produksi (Ep).
Daerah I dan daerah III adalah disebut sebagai daerah irasional, pada daerah ini
produsen tidak akan memproduksi, karena pada daerah I walaupun penambahan
input akan menambah output (increasing return to scale) tetapi pada titik tertentu
produk marjinal (PM) yang dihasilkan akan terus menurun (deminishing return to
scale), sedangkan pada daerah III penambahan satu-satuan input akan menurunkan output (decreasing return to scale) (Debertin, 2002).
Memilih fungsi produksi yang akan digunakan dalam suatu penelitian diperlukan
banyak pertimbangan. Masing-masing fungsi produksi memiliki keunggulan dan
keterbatasan. Selain disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, jenis data yang
digunakan dan tujuan analisis, Soekartawi (2003) menganjurkan tindakan berikut
secara jelas, variabel-variabel apa saja yang berfungsi sebagai penjelas dan apa
variabel yang dijelaskan, (2) mencari studi pustaka untuk melihat apakah
identifikasi masalah sesuai dengan teori yang direkomendasikan dengan
pengalaman sendiri serta belajar dari penelitian lain, dan (3) melakukan trial and
error untuk menguatkan model yang dipakai.
Konsep fungsi produksi ada dua yaitu fungsi produksi frontier dan fungsi
produksi rata-rata. Fungsi produksi frontier menunjukkan produk maksimum yang
dapat diperoleh dari kombinasi faktor produksi tertentu pada tingkat teknologi
tertentu. Faktor produksi rata-rata menunjukkan bahwa usahatani yang
berproduksi pada tingkat produksi tertentu belum tentu yang efisien.
Soekartawi (1994) menjelaskan bahwa fungsi produksi frontier adalah fungsi
produksi yang dipakai untuk mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya
terhadap posisi frontiernya. Karena fungsi produksi adalah hubungan fisik antara
faktor produksi dan produksi, maka fungsi produksi frontier adalah hubungan
fisik faktor produksi dan produksi pada frontier yang posisinya terletak pada garis
isoquant.
Menurut Soekartawi (1994) fungsi produksi frontier Cobb-Douglas untuk pertama
kalinya diperkenalkan oleh Farrell pada tahun 1957, melalui artikelnya yang
berjudul The Measurement of Productive Efficiency. Artikel tersebut dimuat di
majalah ilmiah Journal of The Royal Statistical Society, seri A, Part 3, No 120
Farrell dalam Ngatindriatun 2011 menyatakan bahwa Technical efficiency
merefleksikan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan output maksimum dari
satu set input yang tersedia.
Untuk persamaan yang menggunakan tiga variabel atau lebih disarankan untuk
menggunakan fungsi Cobb-Douglas, karena lebih sesuai untuk analisis usahatani.
Secara sistematis fungsi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y = bo X1b1 X2b2 X3b3……….. Xnbn eu
Keterangan :
b0 = intersep
b1 = koefisien regresi penduga variabel ke-i (elastisitas produksi) n = jumlah faktor produksi
Y = produksi yang dihasilkan Xi = faktor produksi yang digunakan e = 2.7182 (bilangan natural)
untuk memudahkan analisis, maka fungsi produksi Cobb-Douglas
ditransformasikan kedalam bentuk logaritma linier sebagai berikut :
Ln Y = ln bo + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + …….. + bnlnXn+ μ
Keterangan :
Y = produksi yang dihasilkan b0 = titik potong
b1 = koefisien regresi penduga variabel ke-i (elastisitas produksi) Xi = faktor produksi yang digunakan
Menurut Soekartawi (1991), penggunaan fungsi Cobb-Douglas mempunyai
kelebihan, yaitu :
1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan
fungsi yang lain, misalnya fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah
ditransfer ke dalam bentuk linier.
2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan
koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas.
3) Besaran elastisitas tersebut juga menunjukkan besaran return to scale.
Kesulitan umum yang dijumpai dalam fungsi Cobb-Douglas dan sekaligus
kelemahannya adalah (1) spesifikasi variabel keliru, (2) kesalahan pengukuran
variabel, (3) bias terhadap variabel manajemen, (4) multikolinieritas.
2.1.4 Konsep efisiensi produksi
Prasmatiwi dkk (2005), Efisiensi diartikan sebagai suatu tindakan untuk
menghasilkan output tertentu digunakan input minimum (minimisasi) atau
menggunakan input tertentu untuk menghasilkan output maksimum
(maksimisasi). Menurut Mubyarto (1989) efisiensi produksi yaitu banyaknya hasil
produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi input.
Suatu penggunaan faktor produksi dapat dikatakan efisien secara teknis apabila
faktor produksi yang dipakai menghasilkan produk yang maksimal, pada saat PR
mencapai maksimum atau pada saat elastisitas produksi (Ep) besarnya adalah 1.
produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi apabila usaha
pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis sekaligus mencapai efisiensi harga
(Prasmatiwi dkk, 2005). Efisiensi ekonomi tercapai pada saat produksi optimum,
sedangkan produksi optimum tercapai pada saat keuntungan maksimum.
Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi
alokasi penggunaan input dan dari sisi output yang dihasilkan. Dikemukakan oleh
Farrell (1957) dalam Rinaldi (2013), pendekatan dari sisi input membutuhkan
ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan
kombinasi output yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal.
Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat
sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa
mengubah jumlah input yang digunakan. Ukuran efisiensi menurut Fareell
(Gambar 4).
X2/Y
P’ U’ C B
A
D
U
0 P X1/Y
Pada Gambar 4, garis lengkung UU’ adalaha garis isokuan yang menggambarkan
tempat kedudukan titik-titik kombinasi penggunaan input X1 dan X2 terhadap
produksi Y. Titik C dan titik-titik lainnya yang posisinya di bagian luar dari garis
UU’ adalah tingkat teknologi dari masing-masing individu pengamatan
(Soekartawi, 1994). Titik C berada diatas kurva isoquant, sedangkan titik B
menunjukkan perusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien. Titik C
mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama
dengan output titik B, tetapi dengan jumlah input yang lebih banyak. Maka
inefisiensi teknis dari perusahaan adalah ditunjukkan oleh jarak BC, yang
merupakan jumlah dimana seluruh input dapat secara proposional dikurangi tanpa
penurunan output. Titik B mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi
sejumlah output yang sama dengan output C, tetapi dengan jumlah input yang
lebih sedikit. Jadi, rasio 0B/0C menunjukkan efisiensi teknis (ET) perusahaan,
yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada C diturunkan, rasio
input per output konstan, sedangkan output tetap.
Menurut Soekartawi (1994), optimasi merupakan suatu usaha pencapaian target
atau keuntungan tertentu. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai output
tertentu dengan menggunakan input yang paling sedikit. Prinsip optimasi
penggunaan fungsi produksi adalah bagaimana menggunakan faktor produksi
tersebut seefisien mungkin. Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input
yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan output yang sebesar-besarnya.
Pengertian efisiensi dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu (1) efisiensi
teknis, yang artinya penggunaan fungsi produksi yang menghasilkan produksi
sama dengan harga produksi yang bersangkutan, dan (3) efisiensi ekonomi, adalah
jika usaha tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi
harga. Efisiensi teknis dapat dicapai apabila untuk menghasilkan output dalam
jumlah tertentu digunakan kombinasi input yang paling kecil, yang diukur dalam
satuan fisik dan tergantung pada teknologi yang ada. Efisiensi teknis tercapai pada
saat produk rata-rata maksimum.
Menurut Widodo (1989), fungsi produksi frontier adalah suatu fungsi produksi
yang secara teknis adalah yang paling efisien, dalam arti terletak pada kurva
kemungkinan produksi dan tidak ada kemungkinan untuk memperoleh produksi
lebih banyak, tanpa menambah input yang digunakan.
Produksi
C
B Fungsi Produksi Frontier
O A Input
Keadaan efisiensi teknis yaitu berada pada AB/AC (Gambar 5). Efisiensi teknis
adalah perbandingan antara kedua produksi aktual dan produksi potensial.
Efisiensi produksi atau teknis diukur berdasarkan produksi potensialnya yang
merupakan isokuan dari fungsi produksi frontier. Fungsi produksi frontier adalah
suatu fungsi produksi yang dipakai untuk mengukur bagaimana fungsi produksi
sebenarnya terhadap posisi frontiernya. Karena fungsi produksi adalah hubungan
fisik antara faktor produksi dan produksi yang posisinya terletak pada garis
isokuan. Garis isokuan adalah tempat kedudukan titik-titik yang menunjukkan
titik kombinasi penggunaan produksi yang optimal (Soekartawi, 1994).
Untuk menduga fungsi produksi frontier, maka dapat digunakan satu metode
estimasi dari frontier dengan menggunakan linier programming sebagai berikut :
………… (1) i= 1,2,3, ….. n j = 1,2,3, …… m
Atau dalam bentuk logaritma sebagai berikut :
Yi = bo + ∑j=1 bj Xij+ ei ………. (2)
Keterangan :
Yi = log Yi Xj = log Xj Ei = log Ei
Yi = output usahatani ke-i
b^j = elastisitas produksi untuk output ke-j
Produksi frontier merupakan produksi potensial suatu usahatani, maka besarnya
produksi frontier lebih besar atau sama dengan produksi aktual. Misalnya
produksi aktual adalah Yi maka :
Yi > Ŷi ………… (3)
Atau :
bo + ∑ j bj Xij = Yi > Ŷi ………(4)
Apabila Ei pada persamaan 2 diberikan batasan Ei > 0, maka pertidaksamaan (4)
dapat ditulis sebagai berikut :
bo + ∑ j bj Xij – êi = Yi ………(5)
karena ada n usahatani, maka persamaan (5) dapat ditulis sebagai berikut :
Ei = n bo + ∑i ∑ j bj Xnj - Yin ……….. (6)
Apabila persamaan ini dibagi dengan n, maka diperoleh :
……….. (7)
Keterangan :
X^j = rerata penggunaan input ke-j Ŷ i = rerata output aktual
Karena n dan Yi adalah suatu konstanta, maka dapat dihilangkan dari formula
program linier yang digunakan. Tehnik yang digunakan untuk meminimalkan
Minimalkan : b0+ ∑ j bj Xj……….. (8)
Dengan syarat :
b0+ ∑ j bj X1j > Y1
b0 + ∑ j bj X2j > Y2
……….
……….
b0 + ∑ j bj Xnj > Yn
Seluruh variabel ditransformasikan kedalam bentuk logaritma. Output frontier
diperoleh dengan cara memasukkan penggunaan input-input ke dalam fungsi
produksi frontier :
Yf = ao + αiXi
Efisiensi teknis masing-masing dihitung dengan rumus (Widodo, 1989) :
ETi = 100%
Keterangan :
ET = tingkat efisiensi teknis
Yi = besarnya produksi aktual (output ke-i)
Ŷi = besarnya produksi potensial/frontier usahatani ke-i
Fungsi produksi frontier oleh beberapa penulis diturunkan dari fungsi produksi
Cobb-Douglas, dimana menurut Teken dan Asnawi (1983) dikemukakan bahwa
apabila peubah-peubah yang terdapat dalam fungsi Cobb-Douglas dinyatakan
Debertin (1986) mengemukakan bahwa fungsi produksi menunjukkan jumlah
maksimum output yang bisa dicapai dengan mengkombinasikan berbagai jumlah
input. Fungsi produksi frontier, digunakan untuk lebih menekankan kepada
kondisi output maksimum yang dapat dihasilkan dalam proses produksi. Hal yang
membedakan antara fungsi produksi tradisional dengan fungsi produksi frontier
stokastik terletak pada error term-nya. Untuk fungsi produksi tradisional error
term tunggal (dampak faktor eksternal dan inefisiensi tidak dapat dibedakan peubah acak yang tidak dapat dikendalikan berkaitan dengan faktor eksternal
(perubahan cuaca atau iklim, serangan OPT) dan error term yang dapat
dikendalikan yang berkaitan dengan ketidakefisienan teknis (berkaitan dengan
kapabilitas manajeral petani).
Dengan demikian untuk mengukur tingkat efisiensi usahatani ubi kayu dalam
penelitian ini digunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas.
Pilihan terhadap bentuk fungsi produksi ini diambil karena lebih sederhana dan
dapat dibuat dalam bentuk linier.
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis
Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani ubi kayu antara lain :
lahan, bibit, pupuk, dan tenaga kerja. Pengguna faktor produksi yang bervariasi
mengakibatkan tingkat produksi yang dihasilkan bervariasi. Barker 1997, Herdt
dan Wickham 1978 dalam Widodo (1989) menunjukkan bahwa potensi produksi
yang ditunjukkan oleh fungsi produksi frontier selalu lebih tinggi atau sama
dengan dengan produksi aktual yang dihasilkan oleh petani sering menjadi
Teknologi yang tidak dapat dipindahkan karena
perbedaan lingkungan
Batasan biologi :
Varietas, hama dan penyakit, tanaman penggangu, masalah tanah dan kesuburan tanah
Batasan sosial ekonomi :
Biaya dan penerimaan usahatani, kredit, harga produk, kebiasaan dan sikap, pengetahuan, ketidakpastiaan, dan resiko
Gomez dalam Widodo (1989) menyatakan bahwa ada dua macam senjang
produktivitas, yaitu :
1. Senjang produktivitas I, disebabkan oleh adanya faktor yang sulit diatasi
petani seperti adanya teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan adanya
perbedaan lingkungan, sehingga menyebabkan senjang produktivitas dari hasil
percobaan dengan potensial suatu usahatani.
2. Senjang produksivitas II adalah perbedaan produktivitas dari suatu potensial
usahatani dengan yang dihasilkan oleh petani. Faktor penyebabnya berkaitan
dengan batasan biologis dan sosial ekonomi. Batasan biologi ini meliputi
penggunaan varietas, serangan hama dan penyakit, dan kesuburan tanah.
Sedangkan batasan sosial ekonomi meliputi biaya dan penerimaan usahatani,
harga produk, pengetahuan dan pendidikan petani, faktor ketidakpastiaan, dan
resiko usahatani. Model senjang produktivitas pada Gambar 6.
Kesenjangan I
Kesenjangan II
Balai penelitian Produksi potensial Produksi Aktual
Faktor-faktor yang mempengaruhi untuk mencapai tingkat efisiensi dapat
diketahui dengan analisis regresi :
Yi = a + biXi
Keterangan :
Yi = tingkat efisiensi teknis usahatani a =intercept
bi = koefisien regresi
Xi = faktor-faktor ke-I yang mempengaruhi efisiensi
2.1.6 Teori usahatani
Menurut Soekartawi (1995) ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara
efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu. Mubyarto (1989) menyatakan bahwa usahatani yang berhasil adalah
usahatani yang efisien. Prawirokusumo dalam Suratiyah (2009) ilmu usahatani
merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat
atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu pertanian. Suratiyah
menyimpulkan bahwa dengan melalui produksi pertanian yang berlebih maka
diharapkan memperoleh pendapatan yang tinggi dimulai dengan perencanaan
untuk menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi
pada waktu yang akan data secara efisien.
Usahatani yang efisien apabila memiliki produktivitas tinggi. Soekartawi (1991)
menyatakan efisiensi usahatani ditunjukkan dengan besarnya ratio antara
Tiga variabel yang perlu diketahui dalam analisis usahatani. Tiga variabel tersebut
adalah penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani. Analisis tiga variabel ini
disebut analisis anggaran arus uang tunai (Soekartawi, 1995).
2.1.7 Konsep pendapatan usahatani
Analisis pendapatan digunakan untuk melihat keuntungan dari suatu usaha,
sehingga dapat dinilai tingkat kelayakan usaha tersebut. Kriteria analisis
pendapatan bertitik tolak pada prinsip bahwa efisiensi suatu usaha sangat
dipengaruhi oleh nilai input yang digunakan dalam niali output yang dihasilkan
dengan proses produksi.
Menurut Soekartawi (1995) penerimaan usahatani adalah perkalian antara
produksi dengan harga jual, biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang
dipergunakan dalam suatu usahatani. Sedangkan pendapatan usahatani adalah
selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Analisis pendapatan usahatani sangat
bermanfaat bagi petani untuk mengukur tingkat keberhasilan dari usahatani.
Soeharjo dan Patong (1997) menyebutkan bahwa analisis pendapatan usahatani
mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi dimana dua tujuan utama dari
analisis pendapatan adalah (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu
kegiatan usahatani, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu
kegiatan usahatani.
Dua cara untuk mengukur pendapatan (Soekartawi, 1995) yaitu pendapatan bersih
usahatani dan pendapatan tunai usahatani. Pendapatan bersih usahatani diperoleh
Penerimaan kotor usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka
waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pengeluaran total
usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di
dalam produksi. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh
keluarga petani dan penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan
modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan dalam usahatani.
Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani
dengan pengeluaran tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani didefenisikan
sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran
tunai usahatani adalah jumlah yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa
bagi usahatani.
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya yang telah
dikeluarkan. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan tunai
dan pendapatan total. Secara matematis pendapatan petani sebagai berikut :
I = TR – TC atau
I = ( Yi.Pyi ) – ( Xi.Pxi )
Keterangan :
I = pendapatan (income)
TR = total revenue (penerimaan)
TC = total cost (total biaya)
TR = total Penerimaan
Yi = produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (kg)
Pyi = harga output Y (Rp/kg)
Xi = jumlah input dalam suatu ushaatani (kg)
Untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani terhadap penggunaan satu input dapat
diperoleh oleh nilai rasio penerimaan dan biaya yang merupakan perbandingan
antara penerimaan kotor yang diterima usahatani dari setiap rupiah yang
dikeluarkan dalam proses produksi atau yang biasa dikenal dengan analisis
imbangan penerimaan dan biaya atau analisis R/C rasio. Perhitungan R/C
dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1995) :
Keterangan :
Y = total produksi
Py = harga produk
BT = biaya tunai
BD = biaya diperhitungkan
Kriteria pada pengukuran ini adalah sebagai berikut (Soekartawi, 1995):
1) jika R/C > 1, maka usahatani yang dilakukan menguntungkan, karena
penerimaan lebih besar dari biaya total.
2) jika R/C < 1, maka usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan, karena
penerimaan lebih kecil dari biaya total.
3) jika R/C = 1, maka usahatani yang dilakukan tidak rugi maupun untung,
2.1.8 Konsep efisiensi pemasaran
Menurut Hasyim (2012), pemasaran atau tataniaga pertanian adalah kegiatan
menyalurkan produk-produk pertanian dan atau sarana produksi pertanian dari
titik produksi sampai ke titik konsumsi disertai penciptaan kegunaan waktu,
tempat, bentuk, dan pengalihan hak milik oleh lembaga-leembaga tataniaga
dengan melakukan satu atau lebih fungsi-fungsi tataniaga. Sedangkan menurut
Tobing (1986) dalam Susanto (2007), tataniaga atau pemasaran adalah proses
pertukaran yang mencangkup serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk
memindahkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen dengan melibatkan
pihak produsen, konsumen, dan lembaga pemasaran dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan di satu pihak dan kepuasan di pihak lain.
Semua kegiatan ekonomi tidak terkecuali pemasaran juga menghendaki adanya
efisiensi. Menurut Mubyarto (1989), sistem pemasaran dianggap efisien apabila
memenuhi dua syarat, yaitu:
1) Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen
dengan biaya serendah mungkin.
2) Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang
dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta didalam
kegiatan produksi dan kegiatan pemasaran komoditas tersebut.
Pengertian adil disini adalah perbandingan antara pengorbanan yang dikeluarkan
dan keuntungan yang diperoleh setiap komponen pemasaran berada dalam
Menurut Hasyim (2012), pengukuran efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan
melalui teknik S-C-P, yaitu market structure, market conduct, market perfomance,
dan konsep input output rasio sebagai berikut:
1) Struktur pasar (market structure) adalah konsep diskriptif mengenai tingkat
persaingan pasar, meliputi penjelasan dari definisi perusahaan dan industri,
jumlah perusahaan dalam pasar, distribusinya, deskripsi mengenai produk dan
keragamanya, serta syarat-syaratkeluar masuk pasar.
2) Perilaku pasar (market conduct) adalah prilaku pedagang atau perusahaan
dalam struktur pasar tertentu, terutama yang berhubungan dengan keputusan
yang diambil seorang manajer dalam menghadapi struktur pasar yang
berbeda.
3) Keragaan pasar (market perfomance) adalah suatu keadaan sebagai akibat
dari pengaruh struktur pasar dan prilaku pasar yang biasanya diukur dengan
variabel harga, biaya, dan volume produksi suatu perusahaan atau usahatani.
4) Konsep input output rasio adalah konsep yang mendefinisikan pemasaran
sebagai optimasi input output rasio.
Menurut Saefuddin (1983) dalam Susanto (2007), indikator efisiensi pemasaran
ada empat macam, yaitu (1) marjin pemasaran, (2) harga pada tingkat konsumen,
(3) tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan (4) tingkat atau intesitas persaingan
pasar. Kriteria marjin pemasaran lebih sering digunakan dalam analisis mengenai
efisiensi pemasaran, karena melalui analisis ini dapat diketahui efisiensi teknis
2.1.9 Rantai pasok
Supply Chain atau rantai pasok adalah semua kegiatan atau usaha yang
melibatkan semua pihak baik yang memproduksi dan/atau menghasilkan barang
atau jasa, mulai dari produsen dan/atau supplier bahan baku sampai pada
konsumen akhir sedangkan Supply Chain Management atau Manajemen rantai
pasok adalah kegiatan mengelola penawaran dan permintaan, termasuk di
dalamnya pengadaan bahan baku, input produksi, kegiatan atau proses produksi
dan perakitan, kegiatan penyimpanan hasil produksi dan pengelolaan inventory,
proses pengiriman dan penanganannya, serta distribusi sampai kepada delivery ke
konsumen akhir (Lakollo, 2012).
Indrajit & Djokopranoto (2002) menyatakan bahwa Supply Chain Management
(SCM) atau rantai pengadaan adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan
barang produksi dan jasanya kepada para pelanggan. Rantai ini juga merupakan
jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai
tujuan yang sama, yang sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau
penyaluran barang. Sebuah rantai pasokan terdiri dari seluruh pihak yang terlibat,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam rangka memenuhi kebutuhan
konsumen.
Mentzer et al 2001 dalam Wisudawati 2010, mendefinisikan rantai pasok sebagai
serangkaian entitas yang terdiri dari tiga atau lebih entitas (baik individu maupun
organisasi) yang terlibat secara langsung dari hulu ke hilir dalam aliran produk,
Mentzer et al (2001) juga mengkategorikan rantai pasok menjadi tiga macam
berdasarkan tingkat komplektisitasnya, yaitu :
1) Direct Supply Chain
Direct Supply Chain terdiri dari satu perusahaan, satu pemasok, dan satu pelanggan yang terlibat dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan,
dan/atau informasi (Gambar 7).
2) Extended Supply Chain
Extended Supply Chain meliputi beberapa pemasok dari pemasok penghubung dan beberapa pelanggan dari pelanggan penghubung,
semuanya terlibat di dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan,
dan/atau informasi (Gambar 8).
3) Ultimate Supply Chain
Ultimate Supply Chain meliputi semua organisasi yang terlibat di dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan, dan/atau informasi. Kategori
rantai pasok ini merupakan kategori yang paling rumit yang berlaku pada
rantai pasok yang kompleks. Pada Gambar 9 dapat dilihat peran pihak
ketiga, yaitu penyedia jasa finansial yang mengurusi segala urusan
finansial, mengasumsikan resiko, dan memberikan saran finansial;
penyedia jasa logistik yang megurusi aktivitas-aktivitas logistik antara dua
perusahaan; dan perusahaan penyedia jasa riset pasar yang menyediakan
informasi tentang pelanggan terakhir kepada perusahaan untuk
TIPE – TIPE RANTAI PASOK
Enam hal pokok yang perlu diperhatikan dalam manajemen rantai pasok yaitu :
1) Aktivitas yang dilakukan apakah menghasilkan nilai tambah atau tidak,
2) Bagaimana atau dimana peranan servis atau jasa di setiap titik simpul atau
mata rantai,
3) Apa dan siapa saja yang menentukan harga,
4) Hubungan kesepadanan di antara tiap pelaku,
5) Bagaimana sampai nilai tambah di tiap simpul itu ada,
6) Siapa saja pameran utama atau penentu
Gambar 7. Direct Supply Chain
Gambar 8. Extended Supply