x Endurance of Gouramy (Osphronemus gouramy, Lac) that Given Inositol Towards
Infection of Fish Parasite
KETAHANAN IKAN GURAME (Osphronemus gouramy, Lac ) YANG DIBERI INOSITOL TERHADAP INFEKSI PARASIT IKAN
Muhammad Kiki1, Endang L Widiastuti2, Nuning Nurcahyani2, M. Kanedi3 1
mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung 2
Dosen Pembimbing Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung 3
Dosen Pembahas Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung Emai : mkiki811@yahoo.com
Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No 1 Bandar Lampung, Lampung 35145
ABSTRAK
Pada pembudidayaannya, ikan gurame mudah terserang penyakit bahkan penyakit dapat menyebabkan kematian masal. Sehingga Perlu dilakukan tindakan perlindungan ikan gurame dari serangan penyakit. Salah satu caranya dengan memberikan senyawa
imunostimulan ke ikan gurame. Imunostimulan ialah suatu senyawa kimia, obat - obatan, bahan organik, atau bahan lainnya yang mampu meningkatkan mekanisme respon immunitas. Metode Penelitian ini memakai rancangan RAL dengan 4 perlakuan dan lima ulangan. Data (parameter pertumbuhan dan perilaku ikan) yang diperoleh dianalisis ragam, jika ada perbedaan antar perlakuan, dilanjutkan dengan uji Tukey pada selang kepercayaan 95% melalui program SPSS 21 I BM. Sedangkan data parameter kuaitas air akan dsajikan deskriptif. Penelitian ini, dimulai dari merendam 20 unit aquarium yang akan digunakan dengan larutan Cl selama 24 jam. Setelah itu aquarium dibersihkan dengan air bersih dan masing – masing aquarium diisi 2 ekor ikan yang dipisahkan dengan sekat kaca. Kemudian masing – masing ikan diberi pakan sesuai dengan perlakuan yaitu Perlakuan I ialah Pakan komersil tanpa tambahan inositol. Perlakuan II ialah Pakan komersil dengan penambahan inositol 5 mg / 100 gram pakan. Perlakuan III ialah Pakan komersil dengan penambahan inositol 10 mg / 100 gram pakan. Perlakuan IV ialah Pakan komersil dengan penambahan inositol 15 mg / 100 gram pakan. Hasilnya bahwa, Inositol tidak efektif meningkatkan pertumbuhan panjang ikan gurame. Tapi,10 mg inositol + pakan, efektif meningkatkan nilai pertumbuhan tinggi dan berat tubuh gurame. Lalu 15 mg inositol yang dicampurkan ke pakan, efektif meningkatkan Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) ikan gurame. Jika dilihat dari parameter perilaku hasil bahwa, meskipun kontrol memiliki keagresifan yang tinggi dan mampu memakan pelet dalam jumlah banyak. Tapi sayangnya, setiap pelet yang dimakan ikan kontrol tidak mampu melindungi ikan kontrol dari dampak negatif Myxobolus sp. Akibatnya ikan kontrol memiliki pertumbuhan lambat dibandingkan ikan yang diberi pakan + inositol.
KETAHANAN IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac ) YANG
DIBERI INOSITOL TERHADAP INFEKSI PARASIT IKAN
Oleh:
Muhammad kiki
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
KETAHANAN IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac ) YANG
DIBERI INOSITOL TERHADAP INFEKSI PARASIT IKAN
(Skripsi)
Oleh:
Muhammad kiki
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
DAFTAR ISI
D. KerangkaPemikiran... 4
E. Hipotesis ... 4
F. Gambaran Umum Sistem Imun Pada Ikan... 15
G. Inositol ... 31
III. METODE PENELITIAN... 32
A. Tempat dan waktuPenelitian ... 32
B. Alat dan Bahan ... 32
C. Metode Penelitian ... 32
vii
7. Pengambilan Sampel Air Yang Mengandung Mikrooranisme Patogen ... 36
A. PertumbuhanIkanGurame(Osphronemus gouramy Lac.)…. 40 A.1 Pertumbuhan Panjang Tubuh Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) selama 10 minggu ... 40
A.2 PertumbuhanTinggi Tubuh Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) selama 10 minggu... ... 47
A.3 Pertumbuhan Berat Tubuh Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) selama 10 minggu ... 53
A.4 Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) Pada Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Selama 10 Minggu... 68
B. PerilakuIkanGurame(Osphronemus gouramy Lac.)... ... 72
B.1 Jumlah Pakan Yang Dimakan Ikan Gurame... 73
B.2 Perilaku Nafsu Makan Pada Ikan Gurame ... 77
B.3 Perilaku Agresif Ikan Gurame Ketika Makan ... 80
B.4 Perilaku Mengambil udara di Permukaan Pada Ikan Gurame……….. 83
C. Morfologi IkanGurami... 86
D. Kelulushidupan (SR) Ikan Gurame... 92
E. Kualitas Air (Suhu dan pH)... 93
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Halaman
Tabel 1 Kebutuhan Inositol Dalam Pakan Ikan ... 31
Tabel 2 Tanda – Tanda Kekurangan Inositol Pada Ikan ... 31
Tabel 3 Panjang Tubuh Ikan Gurame ... 101
Tabel 4 TinggiTubuh Ikan Gurame ... 102
Tabel 5 Berat Tubuh Ikan Gurame ... 102
Tabel 6A Jumlah Pakan yang dimakan Ikan Gurame Pagi Hari ... 103
Tabel 6B Jumlah Pakan yang dimakan Ikan Gurame Sore Hari ... 105
Tabel 7 A Perilaku Nafsu Makan Pada Ikan Gurame Pagi Hari ... 107
Tabel 7 B Perilaku Nafsu Makan Pada Ikan Gurame Sore Hari ... 109
Tabel 8 Parameter Kualitas Air ... 111
Tabel 9 Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) Pada Ikan Gurami ... 112
Tabel 10A Perilaku Mengambil Udara di Permukaan Air Pagi Hari... 113
Tabel 10B Perilaku Mengambil Udara di Permukaan Air Sore Hari ... 115
Tabel 11A Perilaku Agresif Ikan Gurame Ketika Makan Pagi Hari ... 117
Tabel 11B Perilaku Agresif Ikan Gurame Ketika Makan Sore Hari ... 119
Tabel 12 Nilai Rata – Rata Panjang Tubuh Ikan Gurame ... 41
Tabel 13 Nilai Rata – Rata Tinggi Tubuh Ikan Gurame ... 47
ix Tabel 15 Nilai Rata – Rata Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)
Pada Ikan Gurami ... 69
Tabel 16 Nilai Rata – Rata Pakan yang dimakan Ikan Gurame ... 74
Tabel 17 Nilai Rata – Rata Perilaku Nafsu Makan Ikan Gurame ... 78
Tabel 18 Nilai Rata – Rata Perilaku Agresif Ikan Gurame Ketika Makan ... 81
Tabel 19 Persentase Rata – Rata Perilaku Mengambil Udara di Permukaan Air Pagi Hari ... 84
Tabel 20 PersentaseMorfologi Luar Tubuh Ikan Gurame ... 89
Tabel 21 Kelulushidupan (SR) Ikan Gurame ... 92
Tabel 22 Parameter Kualitas Air ... 94
RIWAYAT HIDUP
Penulisdilahirkan di lingkungan III PodoharjoKecamatanTanjungKarang Barat Kotamadya Bandar Lampung Provinsi Lampung, Padatanggal 6 September 1989 dari pasangan Bapak Purn Kombes Pol Drs. H. Asri Ujang dan Ibu Widawati. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak – Kanak Al Azhar Kedaton pada tahun 1994 – 1996 dan melanjutkan pedidikan di Sekolah DasarNegeri 2 Kedaton pada tahun 1996 – 2002.Pada tahun 2002 – 2005 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Bandar Lampung. Pada tahun 2005 – 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Bandar Lampung. Pada tahun 2008 penulis telah diterima di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Lampung melalui jalur mandiri dan penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada tahun 2015
iii SANWACANA
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat,
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Ketahanan Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac ) Yang Diberi Inositol Terhadap
Infeksi Parasit Ikan” dapat diselesaikan dengan baik.Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami
kendala, namun berkat bantuan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT maka kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
kepada
1. Ibu Endang L. Widiastuti, Ph.D., selaku pembimbing I yang dengan sabar membimbing, memberi perhatian, dan membagi ilmu, serta membantu penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi.
membimbing, memberi perhatian, membagi ilmu, dan membantu penulis
dalam menyelesaikan penulisan skirpsi.
3. Bapak Drs. M. Kanedi, M.Si., selaku Pembahas yang telah dengan sabar
memberi masukan, saran, kritik, dan selalu membimbing penulis selama proses pembuatan skripsi.
4. Ibu Dra. Tundjung Tripeni H, M.S., selaku Pembimbing Akademik. 5. Bapak Prof. Suharso, Ph.D. selakuDekan FMIPA Universitas Lampung 6. Teman-teman semua atas kebersamaan dan bantuan yang berarti bagi
penulis
7. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semuanya.
Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya mudah-mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya
bagi kita semua.
Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan gurame ialah ikan asli perairan Indonesia yang menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan bahkan Asia Timur seperti di Cina atau di Jepang. Di
Indonesia ikan gurame memiliki nama lokal yang cukup banyak, misalnya orang Sunda mengenal ikan ini dengan sebutan gurame, orang Jawa mengenalnya dengan sebutan grameh, dan orang Palembang mengenalnya
dengan sebutan ikan kalui. Secara taksonomi ikan gurame termasuk ke dalam famili Osphronemidae dan salah satu ikan yang memiliki labirin.
Ikan gurame sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki
rasa daging yang gurih dan sangat lezat sehingga ikan ini sangat digemari oleh masyarakat pada umumnya. Selain itu gurame memilki kandungan gizi yang cukup tinggi sehingga masyarakat memasukkan gurame ke
dalam salah satu dari 12 komoditas untuk pemenuhan gizi masyarakat.
Ikan gurame merupakan salah satu dari 15 komoditas ikan yang ditujukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Karena, permintaan
Menurut Ardiwinata (1981) ikan gurame memiliki nilai ekonomis tinggi,
namun proses produksi dari hasil budidaya sampai saat ini belum berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan ikan gurame ini mudah sekali terserang penyakit. Menurut Supian (2010) penyakit pada ikan gurame dapat
diartikan sebagai organisme yang hidup dan berkembang didalam tubuh ikan gurame sehingga organ tubuh ikan gurame menjadi terganggu. Jika
salah satu atau sebagian organ tubuh terganggu, maka akan terganggu pula seluruh jaringan pada ikan gurame tersebut.
Pada prinsipnya penyakit yang menyerang pada ikan gurame tidak datang
begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan gurame) dan kondisi patogen (agen penyakit). Dari ketiga hubungan faktor tersebut
dapat mengakibatkan ikan gurame menjadi sakit. Sumber penyakit atau agen penyakit itu antara lain adalah cendawan (jamur), bakteri, dan virus.
Dialam liar, ikan gurame dapat dengan mudah diserang berbagai macam penyakit. Demikian juga dalam pembudidayaannya, bahkan penyakit
tersebut dapat menyerang ikan gurame dalam jumlah besar dan dapat menyebabkan kematian ikan gurame secara masal. Sehingga kerugian
yang ditimbulkan pun akan sangat besar. Penyebaran penyakit ikan
gurame didalam wadah atau tempat budidaya sangat bergantung pada jenis sumber penyakitnya dan sistem kekebalan (sistem imunitas) ikan gurame
3 Pada umumnya, salah satu usaha pencegahan yang dilakukan oleh para
pembudidaya untuk menjaga ikan gurame dari serangan organisme patogen adalah dengan cara meningkatkan sistem imunitas pada ikan gurame. Peningkatan sistem imunitas ini dapat dilakukan melalui 2 cara.
Pertama meningkatkan pemberian makan yang bernutrisi dan kedua, melakukan vaksinasi kepada ikan gurame
Peningkatan sistem imunitas melalui pemberian makanan bernutrisi dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menambahkan inositol (suplemen) melalui pakan yang diberikan ke ikan. Inositol
memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas membran. Selainitu, inositol juga mempunyai fungsi lainnya, diantaranya adalah mengatur transduksi sinyal insulin, membantu perakitan sitoskeleton, mengontrol
konsentrasi ion kalsium (Ca2+) di intrasellur, melakukan pemeliharaan membran sel, mengurangi kolesterol darah dan berperan juga dalam
ekspresi gen (Wikipedia. 2013). Dengan fungsi yang beragam, inositol diduga mampu mempertahankan kondisi sel di dalam jaringan luka ataupun menjaga tubuh dari gangguan luar. Untuk itu perlu dilakukan
penelitian terhadap fungsi inositol bagi ketahanan tubuh ikan gurame.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran inositol terhadap
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberi informasi ilmiah kepada masyarakat bahwa senyawa inositol dapat menjadi salah satu alternatif
suplemen yang dapat digunakan untuk melindungi ikan gurame dari serangan mikroorganisme patogen.
D. Kerangka Pikir
Pada pembudidayaan, patogen sering menyerang ikan dalam jumlah besar dan menyebabkan kematian ikan secara masal sehingga menimbulkan
kerugian sangat besar.Untuk mengurangi dampak dari kemunculan
patogen di kolam budidaya dan mencegah ikan gurame terinfeksi patogen, salah satu usaha pencegahan yang dilakukan ialah dengan meningkatkan
kesehatan tubuh ikan gurame. Peningkatan kesehatan tubuh ikan gurame dilakukan dengan memberikan makanan bernutrisi. Pemberian makanan
bernutrisi dilakukan dengan menambahkan inositol ke pakan. Inositol diharapkan mampu menjaga tubuh ikan gurame dari penyakit serta melindungi sel tubuh di jaringan luka.
E. Hipotesis
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Widagdo (2012), penyebaran ikan gurame di kawasan Jawa, Kalimantan,
Sumatra, Semananjung Malaya, Thailand dan Indocina. Di alam liar ikan gurame hidup di telaga, rawa, danau, dan sungai yang memiliki aliran yang tidak deras.
Ikan gurame bernafas dengan menggunakan insang dan labirin. Labirin adalah alat pernafasan cadangan bagi gurame sehingga gurame tersebut dapat mengambil udara langsung ke permukaan air. Hal ini yang menyebabkan ikan gurame dapat
bertahan hidup di perairan yang miskin oksigen (misalnya di rawa – rawa). Selain itu, labirin seringkali dijadikan parameter kondisi perairan oleh para pembudidaya
atau para petani ikan gurame. Karena semakin sering ikan – ikan gurame yang kita pelihara mengambil udara ke permukaan kolam, maka itu pertanda bahwa ada yang tidak beres dengan kondisi air. Kemungkinan tingkat polusinya yang sudah
diambang batas yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas kondisi air tersebut sehingga perlu dilakukan penggantian air agar ikan – ikan gurame yang
ada dikolam budidaya tidak mati.
A. Klasifikasi Ikan Gurame
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata Super kelas : Vertebrata Kelas : Pisces
Subkelas : Actinopterygii Super Ordo : Perciformes
Ordo : Labyrinthici Subordo : Anabantoidea
Famili : Osphronemidae Genus : Osphronemus
Spesies : Osphronemus gouramy, Lac.
B. Morfologi Ikan Gurame
Tubuh ikan gurame dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
1. Kepala (mulai dari ujung mulut sampai tutup insang) 2. Badan (mulai dari akhir tutup insang – pangkal sirip anal) 3. Ekor (mulai dari sirip anal sampai ujung ekor)
Menurut Widagdo (2012) dan Edi (2013), secara morfologi ikan gurame memiliki bentuk badan agak panjang, lebar, dan pipih kesamping. Sisik
berukuran agak besar, membulat tidak penuh, tepian sisik agak kasar, terutama di bagian kepala, yang masih muda memiliki kepala berbentuk lancip, dahi rata, sedangkan dewasa kepalanya agak tumpul, khususnya
7 Gurame muda memiliki 7 – 8 garis tegak berwarna hitam yang hilang saat
dewasa. Tubuh gurame muda berwarna biru kehitaman, perut berwarna putih. Warna berubah saat dewasa menjadi hitam dan perut menjadi putih keperakan atau kekuning – kuningan dan punggung berwarna kecoklatan.
Mulut kecil, bibir bawah sedikit lebih maju dari bibir atas. Rahang atas
dan bawah tidak rata. Gigi rahang bawah tumbuh kecil – kecil dan mengerucut. Deretan gigi luar lebih besar dibandingkan deretan gigi
dalam. garis rusuk menyilang di bagian bawah sirip punggung garis lateral tunggal yang tidak terputus, sepasang sirip perut mengalami perubahan menjadi sepasang benang panjang sebagai alat peraba. Sirip membulat dan
menempel di punggung, panjang sirip punggung dan sirip anal mencapai pangkal ekor. Panjang maksimum mencapai 70 cm dengan berat 10 kg.
C. Pakan Ikan Gurame
Gurame ialah ikan air tawar yang tergolong omnivora. Di alam, gurame memakan apa saja, mulai dari plankton, serangga atau tumbuhan berdaun lunak. Pada kolam budidaya, makanan yang diberikan pembudidaya ke
ikan berbeda – beda. Hal ini tergantung ukuran dan usia ikan (Anonim,2012).
Pakan larva gurame – ukuran kuku (1 – 2,5 cm)
Larva yang berumur 10 hari tidak diberi makan kerena pakan tersedia
zooplankton (daphnia, cladochera, dan artemia). Selain itu, dapat
diberikan pakan berupa adonan kuning telur, tepung kedelai, dan sagu direbus dengan sedikit air. Untuk larva gurame berumur 21 hari, pakan alami berupa cacing sutera diberikan hingga berumur 40 hari.
Diharapkan larva mencapai ukuran kuku atau sekitar 1 – 2 cm (Anonim 2012).
Pakan gurame ukuran kuku – silet (2,5 – 4 Cm)
Benih gurame berukuran kuku diberikan pakan alami berupa cacing sutera dan diberikan pakan buatan berupa pelet. Pelet dibuat dari
tepung dengan kandungan protein 38 – 40%. Pakan buatan diberikan ke benih gurame hingga berusia 100 hari. Lalu, diberikan pelet ukuran 1 mm dengan kandungan protein 32 – 40% (Anonim 2012).
Pakan gurame ukuran silet – bungkus rokok (4 – 6 cm)
Benih gurame ukuran silet, diberi pakan pelet ukuran 1 – 2 mm dengan protein 32 – 40%. Gurame usia 6 bulan hingga ukuran bungkus rokok
(ukuran 3 – 4 jari), diberikan pakan tambahan berupa daun bertekstur lunak seperti daun talas muda, daun tanaman air (Azolla), daun keladi
muda, daun pepaya muda, dan daun ketela muda. (Anonim 2012).
Pakan gurame ukuran bungkus rokok – ukuran konsumsi dan induk
9 alami (azolla, daun talas, daun singkong, daun pepaya) bisa diberikan.
Namun, pakan induk gurame berbeda dengan pakan gurame untuk konsumsi. Menurut Risky, dkk (2011), induk yang diberi pakan daun – daunan berlebih, menghasilkan telur yang terurai dan tidak diselubungi
selaput lemak. Pada kondisi ini, telur mudah dibuahi sperma gurame jantan. Jika induk gurame diberikan pakan berlemak, maka telur yang
dihasilkan menjadi lengket karena diselubungi selaput lemak. Dengan kondisi ini, telur sulit dibuahi sehingga banyak telur mati.
D. Gambaran Umum Nutrisi Pakan Ikan
Gusrina (2008) mengatakan bahwa pada proses pembudidayaan,
pembudidaya memberikan pakan alami dan pakan buatan. Pakan buatan yang diberikan ke ikan harus mengandung gizi yang sesuai kebutuhan
ikan. Saat ini dengan meningkatnya ilmu pengetahuan & teknologi maka perkembangan pakan buatan sangat signifikan sehingga pabrik pakan
buatan berlomba – lomba menyusun formulasi pakan yang sesuai kebutuhan gizi setiap ikan yang dibudidayakan masyarakat. Menurut Bambang (2001), kandungan nutrisi yang terdapat dipakan ikan yaitu:
1. Protein
Ikan tidak bisa membuat asam amino, sehingga ikan memperoleh asam
amino dari makanannya atau bersimbiosis dengan bakteri yang dapat menghasilkan asam amino. Kebutuhan jenis dan kadar asam amino pada ikan berbeda – beda, tergantung komposisi protein di pakan,
asam amino yang mutlak diperlukan ikan sejak menetas hingga akhir
masa hidupnya yaitu lisin, methionin, dan triptophan. Asam amino ini disebut esensial karena asam amino ini tidak diproduksi di tubuh ikan.
2. Lemak
Pada proses metabolisme, lemak memberikan energi 2,25 kali lebih
banyak dari karbohidrat. Karena lemak mengandung H2 lebih banyak
dari O2. Menurut Bambang (2001), peranan lemak di tubuh ikan, di
antaranya Sebagai sumber energi, pelarut vitamin (A, D, E dan K), sumber asam lemak esensial, fosfolifid, dan sterol.
3. Karbohidrat
Karbohidrat adalah senyawa organik yang mewakili 50 – 70 % berat kering pakan ikan. Menurut Bambang (2001), karbohidrat dibedakan menjadi 3 macam yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida.
Bambang (2001) mengungkapkan bahwa karbohidrat yang diserap di dinding usus ikan dalam bentuk monosakarida yakni glukosa, fruktosa,
dan galaktosa. Hasil akhir pencernaan karbohidrat adalah glukosa. Glukosa adalah perwujudan zat makanan yang beredar dalam alirah darah ditubuh ikan dan glukosa digunakan untuk memperoleh energi.
4. Mineral
11 pembentukan gigi, tulang dan kulit. Lalu Na, K, CL, P, dan bikarbonat
berperan untuk memelihara homeostatis, misalnya peristiwa osmotik di tubuh ikan dan menjaga kestabilan pH optimal di seluruh tubuh.
Menurut Bambang (2001), ada 15 zat mineral yang peranannya sangat esensial di tubuh ikan yaitu Na, K, P, Ca, Cl, Mg, Fe, S, I, Mn, Cr, Co,
molibdenum, selenium, dan Zn. Zat mineral ini mempunyai 5 fungsi penting di ikan yaitu mempertahankan tekanan osmotik selular,
mempertahankan keasaman dari enzim penceranaan, mempertahankan kontraksi dari urat daging, terutama kontraksi jantung dan kontraksi di sistem saraf, Berhubungan dengan fungsi vitamin dalam pembentukkan
tulang dan kulit sebagai komponen dari suatu sistem enzim.
5. Vitamin
Vitamin berperan pada reaksi spesifik metabolisme, menjaga organ tubuh tetap normal, dan pertumbuhan. Kekurangan salah satu vitamin
berakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan kemunduran organ tubuh. Gejala defisiensi vitamin di ikan, yaitu nafsu makan turun,
keseimbangan ikan hilang, pertumbuhan sirip abnormal, pembentukan lendir terhambat, hati berlemak, ikan mudah terserang penyakit dan terkena luka bakar akibat dari sinar matahari.
pakan lainnya. Vitamin larut air ialah vitamin B dan C. Vitamin larut
lemak ialah vitamin A,D, E, dan K. Vitamin menjadi tidak stabil jika dicampur bahan yang mengandung mineral.
E. Penyakit Pada Ikan Gurame
Masalah utama pembudidaya ikan ialah penyakit. Penyakit yang dijumpai di gurame adalah bakteri, jamur, parasit, dan cacing. Bibit penyakit
muncul akibat dari kolam kotor. Menurut Widagdo (2012), ada 8 penyakit,
yang menyerang ikan di kolam. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut 1. Penyakit Parasiter
Parasiter yaitu penyakit yang disebabkan organisme parasit. Menurut Rusito (2013), parasit ialah kelompok hewan atau tumbuhan yang hidup di tubuh, insang, atau lendir inangnya. Parasit memenuhi kebutuhannya
dengan mengambil nutrisi di tubuh inangnya. Parasit memanfaatkan tubuh inangnya untuk tempat perlindungan dari predator. Menurut
Rusito (2013) parasit di gurame berupa protozoa, cacing, bakteri, virus, dan jamur. Menurut Rusito (2013) berdasarkan area infeksinya parasit dibagi 2, yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit yaitu parasit
yang hidup di bagian luar tubuh ikan. Endoparasit yaitu parasit yang hidup di organ tubuh ikan. Ciri ikan terkena penyakit parasiter ialah
Parasit pada Kulit
Kulit ikan yang terinfeksi berwarna merah, dan kulit yang tidak
13
Parasit pada Insang
Tutup insang mengembang, lembaran insang menjadi pucat, kadang – kadang tampak semburat merah dan kelabu.
Parasit pada Organ dalam
Perut ikan membengkak, sisik berdiri, kadang – kadang sebaliknya
perut menjadi amat kurus. Ikan menjadi lemah dan mudah ditangkap.
2. Kutu Ikan (Argulus indicus)
Argulus indicus sejenis crustacea tingkat rendah dan ektoparasit di tubuh ikan. Argulus indicus berbentuk oval atau membundar dan
berwarna kuning bening. Serangan Argulus indicus dengan menempel, menggigit tubuh ikan, akibatnya terjadi pendarahan. Penularan Argulus
indicus melalui air dan kontak langsung dengan ikan sakit. Argulus indicus disebabkan kualitas air kolam buruk.
3. Cacing Ikan
Cacing ikan disebabkan Dactylogyrussp dan Gyrodactylus sp. Cacing
ikan akibat kualitas air buruk, kepadatan gurame di kolam terlalu tinggi, perubahan lingkungan mendadak, pemberian pakan kurang sehingga
ikan kekurangan gizi dan menyebabkan penurunan sistem imun. Dactylogyrus sp menyerang di insang ikan dan mengakibatkan gurame sering kepermukaan air, terkadang berbaring pada posisi insang terbuka.
4. Mata Belo
Gejala penyakit mata belo yaitu ikan menjadi kurang aktif, nafsu makan berkurang dan ikan sering ke permukaan. Jika tidak dilakukan perawatan intensif dapat menyebabkan mata gurame menjadi membengkak dan
akhirnya gurame menjadi buta, bahkan mengalami kematian.
5. Jamur
Ciri gurame terserang jamur yaitu adanya benang – benang berwarna
krem seperti kapas di tubuh ikan. Jamur menyerang di kulit (tubuh) yang terluka. Jamur yang menyerang gurame yaitu Saprolegnia sp dan Achyla. Jamur ini menyebabkan ikan lemah karena kurang makan.
6. Carp Erytrodermatits
Menurut Setiawan, dkk (2013) Carp Erytrodermatits disebabkan bakteri Aeromonas sp dan Pseudomono sp. Gejala awal yaitu terdapat luka yang mengeluarkan darah di tubuh ikan, perut membesar, lendir mencair, sisik
mengelupas, dan muncul borok di tubuh ikan yang terinfeksi. Jika tidak dilakukan perawatan intensif dapat menyebabkan ikan menjadi lemah,
mengambang di permukaan air dan akhirnya mengalami kematian.
7. White Spot (Bercak Putih)
Menurut Widagdo (2012), White spot disebabkan oleh parasit
15 serangan white spot akan menggosok – gosokkan badannya di benda
yang ada di lingkungan sekitarnya serta mulut ikan gurame tersebut terlihat kembang kempis seperti kekurangan oksigen.
8. Cacar Ikan
Menurur Rahman (2008), cacar ikan ialah penyakit yang menyerang
gurame. Cacar ikan disebabkan bakteri Pseudomonas sp., Aeromonas sp., dan Bacillus. Menurut Rahman (2008) gurame dapat terkena
tuberculosis disebabkan bakteri Mycobacterium sp. Menurut Supriyadi (2003) gejala dari infeksi Mycobacterium sp yaitu mata menonjol keluar, benjolan di tubuh, white spot di ginjal, hati, dan limpa. Jika penyakit ini
tidak diobati, maka menyebabkan ikan mati dan menular ke ikan lainnya.
F. Gambaran Umum Sistem Imun Pada Ikan
Imun diartikan daya tahan terhadap infeksi mikroba. Dizaman moderen pengertian imun mencakup semua mekanisme fisiologis yang membantu mengenali benda asing, menetralkan, menyisihkan/memetabolisasi benda
asing tanpa kerusakan di jaringan. Kemampuan imun mengidentifikasi dan menolak benda/partikel asing yang masuk ke tubuh disebabkan adanya sel
limfosit. Sel limfosit bertugas untuk mengenali dan membedakan benda/partikel asing termasuk salah satu bagian dari tubuh atau bukan.
khusus terhadap patogen penginduksinya, respon nonspesifik bersifar
umum dan permanen di tubuh (Affandi dan Tang 2000).
Menurut Alifuddin (2002), ikan memiliki sel B dan sel T yang berperan
dalam respon imunitas seluler dan humoral. Menurut Anderson, dkk (1984) respon humoral yaitu respon yang bersifat spesifik dan dilakukan antibodi, respon seluler pada ikan bersifat non spesifik dilakukan “cell
mediated imunity”. Menurut Anderson,dkk (1984) komunikator dan
amplikator dalam mekanisme pertahanan humoral dan seluler ikan dilakukan limfokin, interleukin, interferol, dan sitokin.
1. Sistem imunitas
Pertahanan tubuh non spesifik ikan terdiri atas pertahanan tubuh mekanik kimiawi dan seluler. Permukaan tubuh ikan dan insang diselimuti mukus.
Mukus ditemukan di mukosa usus dan berfungsi untuk menangkap patogen secara mekanik. Patogen yang tertangkap dihancurkan lisosim dan enzim proteolitik. Menurut Malik (2011) mukus mengandung
antibodi, aglutinin alamiah dan lisin yang mampu mengeliminir patogen.
Menurut Affandi dan Tang (2000) kulit dan sisik ikan berperan dalam perlindungan mekanik terhadap invasi patogen melalui proses hiperlasia sel – sel malphigi. Saat patogen masuk ke tubuh, menyebabkan reaksi
peradangan di area masuknya patogen. Lalu, leukosit muncul di area itu, untuk memfagosit patogen. Perilaku leukosit ini, menjadi faktor
17 Sel leukosit yaitu alat pertahanan tubuh bersifat nonspesifik. Sel leukosit
terdiri dari agranulosit dan granulosit. Agronulosit terdiri atas limfosit, monosit dan trombosit. Granulosit terdiri dari neutrofil, basofil, dan eusinofil. Jumlah leukosit tergantung jenis ikannya, misalnya leukosit
dilele sebanyak 64,75 X 103sel / mm3 lalu leukosit di rainbow trout sebanyak 2,9–7,8 X 103 sel/mm3 (Affandi dan Tang, 2000)
Komponen darah terkecil di ikan disebut trombosit. Trombosit tidak ada
inti dan jumlahnya bervariasi, terutama saat ikan terluka, jumlahnya mengalami peningkatan. Menurut Affandi dan Tang (2000) granulosit ikan terdiri atas neutrofil dan eosinofil. Diameter neutrofil mencapai 9
-13 mikrometer. Neutrofil bentuk bundar dengan sitoplasma dan mengandung granula. Menurut Affandi dan Tang (2000) jumlah
neutrofil di darah ikan mencapai 6 – 8 % dari jumlah total leukosit.
Antibodi ialah respon humoral berperan dipertahanan tubuh spesifik di
ikan. Immunoglubin yaitu globulin yang terbentuk dari stimulasi antigen dan terdapat di plasma darah. Menurut Malik (2011) struktur dasar
Immunonglubin terdiri 2 rantai polipeptida (rantai L) yang saling terhubung ikatan disulfida dan mempunyai status pengikatan antigen.
presipitin, lisosime dan protein C–reaktif. Substansi ini ialah faktor yang
saling berkaitan dengan mekanisme pertahanan tubuh lainnya.
2. Mekanisne infeksi
Stress ialah terjadinya penurunan pertahanan tubuh ikan. Stress disebabkan kondisi lingkungan buruk sehingga tidak nyaman bagi
kehidupan ikan. Kondisi lingkungan buruk disebabkan beberapa faktor diantaranya kekurangan O2, peningkatan CO2, pH yang ekstrim dan
adanya patogen, seperti virus, bakteri, serangga, atau maluska parasit.
Patogen tidak menimbulkan penyakit di ikan, jika kondisi lingkungan
normal. Interaksi patogen dan lingkungan menyebabkan timbul penyakit. Pada pembudidayaannya, lingkungan terbatas dengan kepadatan ikan
dan pengolahan air yang tidak tepat menyebabkan keseimbangan lingkungan terganggu. Hal ini berakibatkan ikan menjadi stress dan patogen berkembang menjadi patogen yang mematikan untuk ikan.
Menurut Malik (2011) berdasarkan letak serangannya, mikroorganisme
patogen dibedakan 2 yaitu ektoparasit (seperti Trichodina, Epistilis, dan Ichthyophthirius) dan endoparasit (seperti Oodium, Capillaria dan Crytobia). Menurut Malik (2011) organisme patogen di ikan ialah
19 yang disebabkan jamur, seperti Aphanomyces, Saprolegnia, Dyctyclus.
Mikroorganisme viral yaitu mikroorganisme patogen di ikan yang disebabkan virus. Penyakit viral jarang dijumpai di ikan, namun sering dijumpai di udang windu seperti MBV (Monodon Baculo Virus), HPV
(Hepatopancreatic Parvo Virus) dan white spot.
Dialam, ikan berhubungan langsung dengan virus, bakteri atau protozoa yang berpotensi timbulnya infeksi. Langkah awal dari infeksi ditandai,
adanya penetrasi dan invasi mikroorganisme patogen ke ikan. Masuknya patogen ke tubuh ikan dicapai melalui beberapa mekanisme yang
tergantung pada jumlah mikroorganisme patogen, virulensi (kemampuan
untuk menimbulkan penyakit) patogen, kondisi fisik dan fisiologis ikan.
Patogen dapat masuk ketubuh ikan melalui luka. Adanya luka, diikuti denganinfeksi sekunder oleh cendawan, misalnya Saprolegnia sp. (Affandi dan Tang.2000). Menurut Malik (2011), patogen masuk ke
tubuh ikan melalui insang, misalnya protozoa jenis costia dapat masuk dan menyerang ginjal sehingga menyebabkan penyakit ginjal pada ikan.
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan respon imun Faktor yang mempengaruhi respon kekebalan tubuh pada ikan adalah:
Suhu
Ikan ialah hewan yang tergolong poikilothermik. Poikilothermik yaitu
semua proses fisiologisnya yang terjadi di tubuh hewan poikilothermik
dipengaruhi oleh kondisi suhu lingkungan hidupnya.
Menurut Malik (2011) mekanisme pertahanan tubuh bergantung pada
suhu dan berkembang lebih cepat di suhu optimal. Menurut Firdaus (2004) suhu lingkungan tinggi tetapi dalam batas toleransi kehidupan,
dapat mempercepat produksi antibodi dan meningkatkan reaksi antibodi bila diserang mikroorganisme patogen. Respon imun optimal
ikan perairan hangat disuhu 20 – 30oC, ikan perairan dingin disuhu 10 – 15oC. Perubahan suhu perairan yang ekstrim berimplikasi ikan
mudah terjangkiti penyakit. Selain itu, suhu rendah menyebabkan
produk respon humoral dan selular berkurang dan suhu tinggi dapat menekan fungsi kekebalan tubuh (immunosupressive) (Malik .2011)
Hormon Kortisol
Turunya kekebalan tubuh disebabkan meningkatnya kortisol. Kortisol diproduksi sel interrenal pronphron pada ikan yang strees. Menurut Affandi dan Tang, (2000) saat stress, ikan mengeluarkan kortisol ke
peredaran darah. Hal ini, salah satu upaya pemulihan diri dari strees. Menurut Malik (2011) tingginya kortisol pada ikan berdampak negatif
21
Densitas (kerapatan)
Densitas ikan diperairan ikut mempengaruhi pembentukan respon imun. Menurut Malik (2011) densitas adalah salah satu contoh dari
immunosuppresor. Ketika ikan berinteraksi sosial, biasanya ikan melepaskan senyawa feromon ke air. Tingginya konsentrasi feromon
diperairan, dapat mempengaruhi pembentukan respon imun. sehingga ikan di populasi dengan densitas tinggi akan mudah tertular penyakit.
Kondisi Stress
Stress dapat mempengaruhi kesehatan ikan. Stress disebabkan faktor
biologis, kimiawi atau fisik. Imunodepresi berperan sebagai faktor sekunder yang berpengaruh terhadap respon organisme terhadap stress.
Menurut Affandi dan Tang, (2000) saat stress, ikan bereaksi dengan mensekresi hormon stress (corticostreoid) yang berperan sebagai immunosuppresive. Menurut Malik (2011) hormon glukokortikoid
dapat menghambat interleukin yang berperan dalam proses pematangan sel B menjadi sel plasma penghasil antibodi.
Respon stress diikuti penurunan limfosit di darah dan organ limfoid.
Respon (stress alarms) yang terjadi saat ikan stress, diantaranya adalah I. Peningkatan gula darah akibat sekresi hormon di kelenjar adrenalin.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan persediaan gula, (seperti
II. Osmoregulasi kacau akibat perubahan metabolisme mineral tubuh
III. Pernafasan meningkat, tensi darah meningkat dan persediaan sel darah merah direlease ke sistem resirkulasi
IV. Respon inflamasi ditekan oleh hormon dari kelenjar adrenalin.
Respon fisiologi diatas,menunjukkan kondisi stress berpengaruh pada
respon kekebalan tubuh ikan, contoh pengaruh langsungnya ialah I. Stress mengakibatkan perubahan kimiawi dimukus yang berakibat
penurunan efektifitas pertahanan kimiawi terhadap infeksi patogen. II. Handling stress menyebabkan mukus terlepas dari tubuh ikan,
sehingga menurunkan kemampuan proteksi kimiawi, fungsi
osmoregulasi dan menurunkan potensi pelumasan sehingga ikan memerlukan lebih banyak energi untuk berenang dan mengacaukan
pertahanan fisik terhadap infeksi patogen.
III. Chemical stress (pengobatan penyakit ikan) sering merusak mukus ikan. Hal ini menyebabkan hilangnya pertahanan kimiawi, fungsi
osmoregulasi turun, fungsi pelumasan dan pertahanan fisik mukus.
Polutan atau Adanya Logam Berat
Para pembudidaya ikan yang tinggal di dataran rendah, memperoleh
air dari aliran sungai yang melewati pemukiman warga, area industri, pertanian dan perkebunan. Sebelum masuk ke kelom budidaya, air ini membawa limbah yang terkandung didalamnya. Limbah tersebut
23 pengelolaan lahan yang kurang baik atau dapat mengandung unsur
kimia berbahaya bagi kehidupan ikan terutama logam berat.
Menurut Malik (2011), logam berat berbahaya bagi ikan antara lain
Hg, Cd, Cu, Zn, Ni, Pb, Cr, Al dan Co. Toksisitas logam berat akan meningkat, saat ion – ion di air terdiri dari ion yang sinergik dan sifat
toksisitas akan melemah, saat kandungan ion bersifat antogonistik. Nilai pH air berpengaruh pada tingkat kelarutan ion logam. Tingkat
kelarutan dan aktivitas ion logam akan meningkat pada pH air rendah.
Menurut Affandi dan Tang, (2000) kontaminasi ringan polutan atau zat
logam berat dari lingkungan perairan akan dideposit induk ikan. Lalu tersimpan dalam minyak yang ada di telur. Akibat dari kontaminasi
menyebabkan telur ikan menjadi mati. Menurut Affandi dan Tang, (2000) konsentrasi tertentu dari zat polutan atau zat logam berat dapat menjadi salah satu faktor pemicu stress pada ikan dan saat polutan
terus mengalami peningkatan, mengakibatkan kematian pada ikan.
Mikronutrien
Menurur Malik (2011) mikronutrien berperan sebagai zat antioksidan.
Zat antisoksidan yang dibutuhkan ikan meliputi vitamin C, E dan imunostimulan (glukan, lipoposakarida). Semua zat diatas adalah zat kimia yang meningkatkan daya tahan tubuh. Menurut Affandi dan
ketahanan tubuh ikan akan meningkat. Sebab vitamin C berperan
dalam sintesis protein, diperlukan dalam pembentukan respon imun dan biosintesis kolagen untuk mempercepat proses penyembuhan luka.
Vitamin C berfungsi untuk diferensiasi aktifitas limfoid organ (Affandi dan Tang.2000). Menurut Malik (2011) imunostimulan berpengaruh
baik terhadap perkembangan kekebalan tubuh, jika diberikan didosis tepat dan berkelanjutan. Kandungan karotin di pakan menunjukkan
pengaruh baik terhadap kesehatan ikan terutama ikan berpigmen.
Immunomodulator
Immunomodulator yaitu bahan alamiah/sintetis yang membantu tubuh dalam meregulasi/menormalisasi sistem imunitas. Immunomodulator
berperan membantu memperbaiki sistem imun yang rusak akibat serangan bibit penyakit dan menenangkan sistem imun tubuh yang
over aktif. Sehingga immunomodulator direkomendasikan untuk pengobatan organisme yang terkena penyakit autoimun (Prabowo.2010).
Menurut Prabowo (2010) kerja imunomodulator dengan menstimulasi sistem pertahanan natural, misalnya mengaktifkan sitokin yang
membantu tubuh dalam memperbaiki sistem imun. Golongan sterol dan strerolin berasal dari tumbuhan ialah imunomodulator yang baik. Jenis ini didapat disegala macam buah dan sayuran. Selain senyawa
25 Adjuvant ialah zat kimia yang apabila dicampur dengan antigen, akan
meningkatkan efektifitas vaksin dan melipatgandakan produksi sel fungsional yang berperan di kekebalan nonspesifik. Peranan adjuvant sebagai zat yang memperlambat pelepasan antigen. Sehingga antigen
bersinggungan lebih lama dengan sel makrofag dan limfosit. Hal ini, meningkatkan kualitas respon kekebalan spesifik yang dihasilkan.
4. Proses Pembentukan Respon Imun
Respon imun dibedakan atas respon yang bersifat spesifik dan non spesifik. Mekanisme kerja kedua respon melalui imun saling menunjang antara satu dengan lainnya melalui mediator seperti limfokin dan sitokin.
Sistem pertahanan tubuh ini diperlukan untuk proteksi tubuh terhadap serangan patogen, seperti virus, bakteri, cendawan dan parasit.
Pembentukan respon imun terhadap patogen dilakukan sel limfosit. Sel limfosit berperan dalam pembentukan sel memori. Menurut Affandi dan
Tang, (2000) pembentukan respon imun dimulai oleh stimulasi patogen yang merupakan protein asing dan dikenal sebagai antigen. Menurut
Malik (2011) proses imunomodulasi melibatkan 2 mekanisme,
Sistem imun afferent
Sistem immun afferent dimulai dari kontak, seleksi, dan pemrosesan.
Sistem imun efferent
Menurut Affandi dan Tang, (2000) makrofag ialah sistem pertahanan
pertama yang menghancurkan antigen melalui fagositosis setelah terjadi aktifitas antigenik. Lalu makrofag mengirimkan kode ke sel limfosit. Affandi dan Tang, (2000) menceritakan bahwa sel limfosit berproliferasi
dan membentuk subpopulasi limfosit, yaitu limfosit T (sel T). Respon immun humoral yaitu respon yang dioperasikan antibodi dan dideteksi
dalam serum yang melibatkan limfosit B (disebut sel B atau sel plasma). Limfosit B ialah pembentuk antibodi. Zat antibodi dilepaskan ke plasma
darah. Antibodi atau immunoglobulin (Ig) bersifat spesifik karena hanya bereksi terhadap mikroba yang menstimulasi pembentukannya.
Immunoglobulin mengeliminasi protein asing melalui reaksi pada situs
pengikatan antigen – antibodi (epitodeterminan) (Malik.2011).
Sel limfosit B dapat membentuk sel memori terhadap patogen. Sel memori akan mempercepat waktu pembentukan respon sekunder terhadap patogen yang pernah menyerang tubuh. Sel memori dibantu
oleh sel T helper. Sel T helper berperan dalam pematangan sel memori. Sebagaimana sel B, sel T berperan membentuk sel T memori dimana
ingatan immunologis ini nantinya berperan dalam mempercepat respon dalam reinfeksi patogen yang sama (Affandi dan Tang .2000).
5. Vaksinasi
27 vaksin (mikroorganisme yang dilemahkan). Secara umum, aktivitas ini
dikenal sebagai imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi pasif dapat diperoleh dengan cara pemberian serum kebal atau patogen yang telah dilemahkan ke ikan. selain itu imunisasi pasif dapat diperoleh dengan diturunkan
langsung oleh induk ikan, imunisasi ini disebut imunisasi maternal.
Menurut Alifuddin (2002), imunisasi aktif dilakukan melalui pemberian vaksinasi. Setelah divaksinasi, diharapkan induk ikan mewarisi respon
imunitas ke anaknya. Menurut Corbel (1975) saat diberi vaksin, ikan akan merespon imunostimulasi – vaksinasi dengan mensintesis antibodi. Menurut Corbel (1975) antibodi bereaksi dengan agen penginduksinya
dan berperan sebagai aglutinin, presipitin, opsonim, antitoksin. Imunoglobulin ditemukan di plasma darah, mukus, dan cairan tubuh.
Jenis dan Sifat Vaksin
Menurut Alifuddin (2002), ada 2 jenis vaksin yaitu vaksin konveksional diproduksi dengan teknologi sederhana. Produk vaksin dengan teknologi tinggi disebut vaksin moderen. Menurut Alifuddin (2002), vaksin
konvensional dibagi 2 bagian yaitu vaksin mati dibuat dari patogen yang dimatikan dan dibuat dengan cara membuat ekstrak atau mengambil
Vaksin yang tergolong vaksin moderen ialah vaksin rekombinan, vaksin
monoklonal, protein enggineering vaccine dan genetic attenuation vaccine. Untuk mencapai sasaran yang diharapkan, maka suatu vaksin harus memiliki sifat antigenik, imunogenik, dan protektif. Sifat ini
menunjukkan vaksin yang diberikan harus dapat memacu terbentuknya antibodi pada ikan. Sehingga ikan mempunyai ketahanan terhadap
patogen. Vaksin harus aman untuk ikan dan tidak menimbulkan ciri – ciri sakit yang secara spesifik diakibatkan oleh patogen (Alifuddin.2002).
Dosis dan Cara Vaksinasi (Imunisasi)
Menurut Alifuddin (2002) pembudidaya melakukan teknik imunisasi dengan vaksin melalui perendaman per oral dan injeksi. Teknik ini dipilih pembudidaya didasarkan atas ukuran ikan. Ketika dilakukan
imunisasi terhadap ikan, disarankan untuk melakukan vaksinasi pada fase larva atau 1 – 2 minggu setelah menetas. Menurut Alifuddin (2002),
pemberian dosis vaksin sebesar 105 - 106 sel / ml, sebaiknya setelah 2 – 3 minggu dari pemberian pertama, vaksinasi diberikan lagi ke ikan.
Preparasi Vaksin Konvensional
Menurut Alifuddin (2002) penerapkan metode vaksin konvensional yang aman digunakan pembudidaya ialah memakai vaksin mati, baik dari patogen atau dimatikan, ekstrak dari patogent. Menurur Ellis (1988)
29 misalnya menggunakan formalin, disebut “formalin killed vaccine”.
Perlakuan fisik dilakukan pembudidaya ialah dengan menggunakan pemanasan kultur patogen, sering disebut dengan “heat killed vaccine”.
Peningkatan Efikasi Vaksin
Alifuddin (2002), mengungkapkan bahwa vaksinasi ulang (booster) yaitu satu cara yang efektif untuk peningkatan efikasi dari vaksin. Peningkatan efikasi vaksin dilaksanakan selang 1 – 2 minggu dari vaksinasi pertama.
Teknik aplikasi vaksinasi kedua dapat dilakukan dengan cara yang sama atau berbeda dengan cara pada teknik aplikasi vaksinasi pertama.
Menurut Alifuddin (2002) peningkatan efikasi vaksin dilakukan dengan menggunakan adjuvant seperti FCA, kalium aluminium sulfat, DMSO,
MDP, levamisol dan ETE. Selain dengan adjuvant, menurut Alifuddin (2002) peningkatan efikasi vaksin dengan meningkatkan konsumsi
vitamin C, E dan senyawa yang mengandung imunostimulan. Hal ini dilakukan sebelum, bersama – sama, atau sesudah vaksinasi dilakukan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi vaksinasi
Menurut Alifuddin (2002) vaksinasi ialah memasukan antigen ke tubuh sehingga memacu terbentuknya ketahanan spesifik organisme. Menurut Alifuddin (2002) proses pembentukan respon imun dipengaruhi kualitas
kualitas vaksin dipengaruhi oleh keasingan struktur molekul vaksin
(mudah dikenali limfosit / tidak), kekuatan berikatan dengan antibodi.
Menurut Alifuddin (2002) Faktor lingkungan mengpengaruhi vaksinasi
yaitu suhu lingkungan. Sebab pembentukan respon spesifik di tubuh ikan bergantung pada suhu lingkungan, maka suhu lingkungan harus dijaga
berkisar 20 - 250C, sehingga respon spesifik dapat terbentuk. Menurut Alifuddin (2002), 2 faktor yang diperhatikan, pertama adjuvant tidak
sesuai. Kedua, kualitas pakan dan padat penebaran tinggi berpengaruh vaksinasi. Hal ini menyebabkan terhambatnya pembentukan imunitas.
6. Imunostimulasi dengan Imunostimulan
Menurut Anderson (1992) imunostimulan yaitu zat kimia yang
meningkatkan mekanisme respon imun ikan. Imunostimulan berbeda dengan vaksin, sebab imunostimulan tidak direspon dengan mensintesis antibodi, namun berperan untuk peningkatan aktivitas dan reaktivitas sel
pertahanan seluler / humoral (Alifuddin, 2002). Menurut Anderson (1992), pemberian imunostimulan dilakukan melalui injeksi, bersama
pakan dan perendaman. Pemberian imunostimulan dilakukan selama 1 minggu ke larva. Setelah 1 minggu, pemberian imunostimulan dihentikan dan minggu ke 3 sampai minggu selanjutnya pemberian imunostimulan
kembali dilakukan. Pemberian imunostimulan tahap awal melalui
31
G. Inositol
Menurut Gusrina (2008) inositol berperan dalam menghilangkan lemak di hati. Peran utama dari inositol yaitu bertindak sebagai komponen inositida dihampir semua membran sel. Menurur Kuksis dan Mookerjea (1991)
pada saat reaksi glikolisis dan siklus Kreb, katabolisme inositol dapat saja terjadi. Menurut Gusrina (2008) untuk memenuhi kebutuhan inositol
biasanya pembudidaya mencampurkan tepung ikan, ragi bir kering dan gandum kedalam pakan ikan. Ketiga bahan ini mempunyai kandungan
inositol cukup tinggi. Kebutuhan ikan akan inositol ini berbeda – beda, sebagaimana yang telah dilaporkan oleh tacon pada Tabel 2 dibawah ini
Tabel 1. Kebutuhan Inositol dalam Pakan Ikan
Jenis Ikan Kandungan (mg/kg)
Cmmon carp (Cyprinus carpio) 440
Kebutuhan ikan terhadap inositol cukup besar, jika kandungan inositol di pakan berkurang. Hal ini menyebabkan gejala penyakit seperti di Tabel 3
Tabel 2. Tanda – Tanda Kekurangan Inositol Pada Ikan
Jenis ikan Tanda tanda yang akan timbul
Salmonids Pertumbuhan menurun, distended abdomen, warna jadi gelap, peningkatan waktu pengosongan lambung Common carp
(Cyprinus carpio)
Penurunan pertumbuhan, kulit kehilangan mucosa dan disirip terjadi (luka) pendarahan.
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dari bulan September sampai Desember 2014 di
Laboratorium Biologi Molekuler Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah aquarium berukuran 40x40x40 cm sebanyak 12 buah, 12 buah sekat kaca, 36 buah penjepit
kaca, ember, dayung, derigen, aerator, selang, gelas kimia, jangka sorong, neraca ohaus, pH indikator strip, termometer air raksa 1000C. Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah benih ikan gurame yang
berukuran 8 – 10 cm 20 ekor, pakan buatan berupa pelet komersil, sampel air yang mengandung mikroorganisme patogen sebanyak 5 liter.
C. Metode Penelitian
33 1. Perlakuan I : Pakan komersil berupa pelet tanpa inositol
2. Perlakuan II : Pakan komersil berupa pelet dengan penambahan inositol 5 mg / 100 gram pakan
3. Perlakuan III : Pakan komersil berupa pelet dengan penambahan
inositol 10 mg / 100 gram pakan
4. Perlakuan IV : Pakan komersil berupa pelet dengan penambahan
inositol 15 mg / 100 gram pakan
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Aquarium
Aquarium berukuran 40 x 40 x 40 cm dibersihkan dan direndam dengan larutan Chlorin selama 24 jam. Hal ini bertujuan agar mikroorganisme
di sekitar lingkungan aquarium mati. Kemudian baru aquarium diisi air sebanyak 12000 ml (12 liter). Pada penelitian ini aquarium yang
digunakan sebanyak 12 buah dan setiap aquarium akan diisi 2 ekor ikan.
2. Persiapan Ikan
Ikan gurame dibeli dari peternak gurame dengan ukuran 8 – 10 cm
sebanyak 20 ekor dan masing – masing aquarium diisi 2 ekor ikan.
3. Aklimatisasi
dahulu. Risky (2002) berkata bahwa proses adaptasi atau aklimatisasi
pada benih lebih ditujukan untuk penyesuaian suhu air. Caranya, sebelum benih – benih dalam kantong plastik dimasukkan ke dalam aquarium, benih dalam kantong plastik diapung – apungkan terlebih
dahulu di atas aquarium yang akan digunakan selama 15 - 30 menit.
Diharapkan setelah aklimatisasi suhu air yang ada di dalam kantong plastik, ikan dapat menyesuaikan dengan suhu air yang ada di dalam
aquarium. Ketika benih terlihat tenang dan suhu air dalam kantong plastik dengan suhu air yang di aquarium telah mencampai suhu yang sama, maka kantong plastik dibuka secara perlahan. Kantong plastik
dibiarkan tenggelam dan benih dengan sendirinya keluar tanpa dipaksa. Menurut Risky (2002) cara ini merupakan cara yang cukup efektif untuk
mencegah benih – benih ikan gurame menjadi stress akibat dari proses pemindahan ikan dari tempat satu (kolam budidaya peternak gurame) ketempat lainnya (misalnya ke aquarium di laboratorium).
Setelah diaklimatisasi, masing – masing aquarium akan diberi aerator
dan pakan komersil berupa pelet. Kemudian setiap hari ikan diberi pakan sebanyak 2 % dari berat total ikan gurame tersebut. pemberian pakan tersebut dilakukan secara 2 tahap yaitu pada pagi dan sore hari. Selain
35 4. Persiapan Pakan Buatan
Pelet yang diberikan adalah jenis pelet yang biasa digunakan oleh para pembudidaya ikan gurame. Biasanya para pembudidaya ikan gurame
akan memberi pelet ikan berupa butiran ukuran 1 mm dengan kandungan protein mencapai sekitar 32 – 40 %. Pelet jenis ini didapat dengan cara
membeli di pasar atau membeli langsung ke pembudidaya ikan gurame. Kemudian pelet tersebut ditimbang sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini. Lalu pelet – pelet tersebut dibedakan dalam 2 kelompok
yaitu pelet yang dicampurkan dengan larutan inositol kemudian
dikeringkan dan pelet yang tidak dicampurkan larutan inositol. Setelah
itu kedua jenis pelet tersebut akan diberikan kepada ikan gurame sebanyak 2 % dari berat total ikan.
5. Pembuatan Pakan Uji
Penelitian ini memakai pakan uji yang berasal dari pakan komersil berupa pelet yang tidak diberi inositol sebagai kontrol, pakan komersil yang diberi inositol 5 mg / 100 mg pakan dan pakan komersil yang
diberi inositol 10 mg / 100 mg pakan dan 15 mg / 100 mg pakan
Cara pembuatan pakan uji pada penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Konsentrasi inositol ditentukan dengan melakukan konversi dosis
penggunaan inositol manusia dewasa sebanyak 730 mg (NOWFoods,
Keterangan DI : Dosis Inositol (g) DItot : Dosis Inositol Total (g)
n : Jumlah Ikan (ekor) W2 : Berat biomassa ikan (Kg)
W1 : Berat Standart Biomassa Manusia (Kg)
2. Pakan komersil ditimbang sebanyak 100 g.
3. Inositol dilarutkan ke dalam air, lalu larutan inostol dicampurkan di pakan sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan sebelumnya (kontrol, 5mg/100gpakan, 10mg/100g pakan dan 15mg/100g pakan).
4. Pakan dikeringanginkan dan disimpan di wadah yang tertutup rapat agar kualitasnya tetap terjaga dengan baik.
6. Pemberian Pakan
Pemberian pakan dilakukan pada jam 09.00 WIB dan jam 16.00 WIB. Pemberian pakan disesuaikan dengan perlakuan dan disesuaikan dengan
kebutuhan ikan gurame yaitu sebesar 2% dari berat total ikan.
7. Pengambilan Sampel Air yang Mengandung Mikroorganisme
Patogen
Pengambilan sampel air yang mengandung penyakit dilakukan setelah 7
37 sampel air dilakukan di kolam pembudidaya yang terjangkit penyakit.
Sampel air diambil sebanyak 10 liter dan meminta ikan yang sakit.
8. Pengambilan Data
Setelah 7 minggu ikan gurame diberi pakan yang mengandung inositol,
ikan ditimbang berat badannya dan selanjutnya 250 ml sampel air yang mengandung mikroorganisme patogen disebarkan kedalam aquarium. Pengamatan dilakukan dipagi hari pada pukul 09.00 WIB dan sore hari
pukul 16.00 WIB. Data pengamatan yang diamati meliputi berat badan ikan yang ditimbang tiap minggunya, ada/tidaknya ikan sakit dan mati
hal ini dibuktikan dari adanya kelainan pada morfologi dan tingkah laku ikan. Pengambilan data dilakukan setiap hari selama 3 minggu.
9. Pengukuran Kualitas air
Setiap 2 minggu dilakukan pengukuran kualitas air dengan parameter yang diamati berupa derajat keasaman air memakai pH indikator strip dan suhu memakai termometer. Lalu dilakukan monitoring terhadap
kesehatan ikan dengan mengamati ada tidaknya penyakit di tubuh ikan.
10. Parameter Penelitian
Parameter yang diamati / diukur adalah
Kelulushidupan / Survival Rate (SR)
Keterangan: SR = Survival Rate/ Sintasan (%)
No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor) Nt = Jumlah ikan yang hidup pada waktu ke-t (ekor)
Berat Tubuh, Panjang Tubuh, dan Lebar Tubuh
Pertumbuhan ikan dilihat dengan mengukur pertambahan panjang
tubuh memakai jangka sorong dari ujung mulut sampai pangkal ekor. Pertambahan berat dilakukan dengan menimbang ikan, sedangkan untuk mengukur tinggi tubuh dilakukan dengan mengukur vertikal
mulai pangkal jari pertama sirip punggung hingga pangkal jari-jari pertama sirip perut, memakai jangka sorong. Pengukuran dan
penimbangan dilakukan setiap 7 hari selama 10 minggu.
Laju Pertumbuhan Spesifik / Specific Growth Rate (SGR)
Laju pertumbuhan spesifik ikan dihitung mengikuti rumus yang digunakan oleh Mundheim, Aksnes, dan Hope (2004) yaitu:
Keterangan: SGR = Laju pertumbuhan spesifik (%)
Wo = Rata-rata bobot individu pada hari ke- 0 (g)
39
Parameter Ikan Sakit
Menurut Supian (2010) dan Widagdo (2012), ciri – ciri ikan yang sakit dapat dilihat dari perilaku ikan tersebut, misalnya ikan
kehilangan nafsu makan dan diikuti dengan mengelupasnya sisik pada
tubuh ikan. Lalu ikan sering menggosok – gosokkan tubuhnya ke benda – benda sekitarnya seperti batu atau pasir. Kemudian gerakan
pada ikan sakit tidak terkendali dan cenderung suka menabrakkan tubuhnya kebenda – benda yang ada disekitarnya. ikan sering kali mengambil udara ke permukaan dan bahkan ikan sering terlihat
berbaring dengan insang terbuka, ikan terlihat pasif dengan selalu berdiam diri di dasar perairan, terjadinya perubahan warna di tubuh
ikan saat ikan sakit menjadi lebih pucat dan lebih licin akibat produksi lendir yang berlebihan. Data yang diperoleh dari parameter ikan sakit
disajikan secara deskriptif
10. Analisis Data
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Data (panjang, lebar dan berat tubuh) penelitian dianalisis
ragam pada α = 5%, jika ada perbedaan antar perlakuan akan dilanjutkan dengan uji Tukey pada selang kepercayaan 95% melalui program SPSS
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa, Pemberian senyawa inositol efektif meningkatkan pertumbuhan dan daya tahan tubuh pada ikan gurame.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui pengaruh penambahan senyawa inositol terhadap pertumbuhan dan daya tahan tubuh dengan harapan dapatkan ditemukan konsentrasi inositol yang
DAFTAR PUSTAKA
Agus. S., H. S. Ria., dan Suparmono. 2013. Jurnal – Peningkatan Imunogenitas Vaksin Inaktif Aeromonas salmonicida Dengan Penambahan Adjuvant Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). Bandar Lampung. Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung.
Alifuddin, M. 1989. Etude de l'activite cytotoxique naturelle et la transformation lymphoblastique chez la carpe miroir (Cyprinus carpio) sous l'influence de Mn2+, Prothymosine, Arg. vassopresin et de PHA. Rapport de Stage. Lab. de Physiologie Animale. Fac. de Sciences Univ. de Limoges. 32 pp.
Alifuddin, M. 2002. Jurnal – Imunostimulasi Pada Hewan Akuatik. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Anderson, D.P., W.B. van Muiswinkel & B.S. Roberson. 1984. Effects of chemically induced immune modulation on infectious diseases of fish, p: 187-211. In M. Kende, J. Gainer & M. Chirigos (Eds.), Chemical Regulation of Immunity in Veterinary Medicine. Alan R. Liss. Inc., New York.
Anderson, D.P. 1992. Immunostimulant, Adjuvant And Vaccine Carrier in Fish: Applications to aquaculture. Annual Review of Fish Diseases, 21: 281-307. Anonim. 2012. Jenis Pakan Untuk Ikan Gurami.
http://budidaya-ikan.com/jenis-pakan-untuk-ikan-gurami/ diakses pada tanggal 19 Februari 2014 pukul 20.00 WIB.
Anonim. 2013. Inositol. http://en.wikipedia.org/wiki/Inositol diakses pada tanggal 19 Februari 2014 pukul 20.00 WIB.
Ardiwinata, RO. 1981. Pemeliharaan Gurame. Bandung. Sumur Bandung Aswanto, E. 2012. Myxobolus.
http://sambilan-harianku.blogspot.com/2012/11/myxobolus.html. diakses pada tanggal 2 Februari 2015 pukul 21.38 WIB.
Ellis. A. E. (Ed). 1988. Fish Vaccination. San Diego. Academic Press.
Effendie, M. I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hlm
Fiqrie, M. R. 2008. Skripsi – Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya Pada Ikan Gurami Yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas Hydrophila. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Firdaus. 2004. Pengaruh Vitamin C Dalam Percobaan Imunoprofilaksi Terhadap Infeksi Bakteri Streptococcusiniae pada Ikan Nila (Oreocromis niloticus linne). Bogor. Program Studi Teknologi dan Managemen Akuakulttur. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Intitut Pertanian Bogor.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional.
Hamid, A. 2001. Biokimia :Metabolisme Biomolekul. Manokwari. Alfabeta.
Indah P. P. R. h. 2013. Skripsi –Penambahan Suplemen Inositol Pada Pakan Komersial Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Gurami (Osphronemus Gouramy) Dalam Skala Laboratorium. Bandar Lampung. Universitas Lampung.
Kuksis, A dan S. Mookerjea. 1991. Kolin Vitamin. In robert E. Olson (Eds), Jilid II. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Malik, I. 2011. Sistem Pertahanan Tubuh Pada Ikan. http://bontocina-kaizen. blogspot. com. diakses pada tanggal 28 januari 2013 pukul 20.00 WIB. Mundheim,H., A. Aksnes, dan B. Hope. 2004. Growth, feed efficiency and
digestibility in salmon (Salmo salar L.) fed different dietary proportions of vegetable protein sources in combination with two fish meal qualities. Aquaculture 237: 315-331.
NOWFoods. 2012. Inositol Powder Vegetarian – 8 oz.
http://now.foods.com/Inositol-Powder-8oz.htm diakses pada 19 Maret 2014 pukul 20.40 WIB.
Putri, A. N. 2014. Skripsi – Pemberian Inositol Terhadap Peningkatan
Pertumbuhan dan Sintasan Juvenil Ikan Gurame (Osphronemus Gouramy Lac.). Bandar Lampung. Universitas Lampung.
Rahman, B. P. 2010. Immunomodulator. http://dokterbagus.com. Diakses Pada tanggal 18 Februari 2014 pukul 20.00 WIB.
99 Risky, M. H, T Julius, dan B Prasetya W. 2011. Usaha Pembenihan Gurami.
Bogor. Penebar Swadaya.
Rusito, E. 2013. Kiat Picu Produksi Gurami & Nila Agar Panen Semakin Melimpah. Yogyakarta. Pustaka Baru Press.
Sitanggang M, dan B Sarwono. 2006. Budi Daya Gurami. Jakarta. Penebar Swadaya.
Supian, E. 2010. Penanggulangan Hama & Penyakit pada ikan. Yogyakarta. Pustaka Baru Press.
Supriyadi H. 2003. Vaksinasi Untuk Mencegah Penyakit Bakterial Pada Ikan. Jakarta. Buletin Warta Mina 9. Hlm 34.
Tacon, A. G. J. 1991. The Nutrition And Feeding of Farmed Fish And Shrimp a Training Manual. FAO. Brazil.