• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI KITOSAN PADA BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DALAM KEMASAN AKTIF UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU DAN MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "APLIKASI KITOSAN PADA BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DALAM KEMASAN AKTIF UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU DAN MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

APLIKASI KITOSAN PADA BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DALAM KEMASAN AKTIF UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU DAN

MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH Oleh

Agnia Pradipta Sari

Buah belimbing merupakan salah satu buah nonklimakterik yang mudah mengalami kerusakan sehingga memiliki masa simpan relatif pendek. Untuk

mengatasi kerusakan buah belimbing tersebut perlu dilakukan penanganan pascapanen yang tepat diantaranya adalah pelapisan dan pengemasan sehingga

mampu mempertahankan mutu buah dan memperpanjang masa simpan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh aplikasi konsentrasi

kitosan; untuk mempelajari pengaruh aplikasi volume kemasan; dan untuk memperoleh volume kemasan dan konsentrasi kitosan yang efektif dalam

teknologi kemasan aktif untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa

simpan buah.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pascapanen Hortikultura, Jurusan

(2)

Agnia Pradipta Sari

pertama adalah dengan 4 tingkat konsentrasi kitosan yaitu 0, 1, 2, dan 3%. Faktor

kedua adalah kemasan aktif dengan 4 volume kemasan yaitu 1.5, 3.0, 4.0, dan 5.0 liter. Faktor-faktor tersebut diterapkan ke dalam teknologi MAP aktif.

Masing-masing kombinasi perlakuan terdiri atas 3 ulangan. Pengamatan yang dilakukan adalah masa simpan buah, susut bobot buah, kandungan padatan terlarut buah

(oBrix), asam bebas buah dan kekerasan buah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) kitosan secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap masa simpan buah belimbing dibandingkan dengan

kontrol; (2) Penanganan pascapanen belimbing dengan penggunaan kemasan aktif berpengaruh nyata secara statistik terhadap masa simpan dan penurunan susut bobot buah belimbing, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap mutu buah

lainnya; (3) Kombinasi perlakuan kitosan dan kemasan aktif tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap masa simpan buah belimbing, tetapi kombinasi

perlakuan kitosan 3% dan volume kemasan 1,5 liter dapat memperpanjang masa simpan hingga 29 hari.

(3)

ABSTRACT

CHITOSAN APPLICATION ON STAR FRUIT (Averrhoa carambola L.) IN ACTIVE PACKAGING TO MAINTAIN THE QUALITY AND EXTEND

THE FRUIT SHELF-LIFE By

Agnia Pradipta Sari

Star fruit is one of nonclimateric fruits, easy to be damaged, so that star fruit has a short shelf-life. To overcome such defect, it is needed to do good postharvest,

such as coating the fruit with chitosan and packaging. The treatments are expected to maintain the quality and prolong the shelf-life of the fruits. The purpose of this

research were to study the effects of (I) chitosan concentrations; (II) packaging volumes; and (III) interaction effects of packaging volume and chitosan

concentration in the active packaging technology to maintain the quality and extend the shelf-life of the fruit.

This reseach was conducted in the Horticulture Postharvest Laboratory,

Department of Agrotechnology, Faculty of Agriculture University of Lampung during September-November 2013. This research used completely randomized

design (CRD) with treatments arranged in 4 x 4 factorials . The first factor was chitosan coating of 0, 1, 2, and 3% concentrations. The second factor was

(4)

Agnia Pradipta Sari

active MAP technology. Each treatment combination consist of 3 replications.

The observed variables were fruit shelf-life, fruit weight loss, fruit soluble solids, free acid contents and fruit hardness.

The results showed that (1) chitosan statistically did not affect starfruit shelf-life significantly compared to the control; (2) postharvest handling of starfruit with active packaging statistically affected to prolong starfruit shelf-life and less

weight loss with, other fruit qualities unaffected (3) combination of chitosan and active packaging statistically did not affect the shelf- life, but combination of 3%

chitosan with 1,5 liters of active packaging could prolong shelf-life was 29 days.

(5)
(6)

APLIKASI KITOSAN PADA BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DALAM KEMASAN AKTIF UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU DAN

MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH

(Skripsi)

Oleh

AGNIA PRADIPTA SARI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)
(8)
(9)
(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 4 November 1991. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Agus Moch Arief dan Eny Suryanti,

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dari SDN 2 Rajabasa pada tahun 2003. Pada tahun 2006, Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah

pertama di SMP Negeri 8 Bandar Lampung, sedangkan pendidikan sekolah menengah atas diselesaikan di SMA Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi

Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN).

Pada bulan Januari-Februari 2012, Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Koperasi Peternakan Bandung Selatan, Pangalengan, Bandung, Jawa Barat dengan judul Mempelajari Neraca Massa Dan Neraca Energi Pada Pengolahan

Susu Pasteurisasi Prepack Di Koperasi Peternakan Bandung Selatatan (KPBS) Pangalengan. Pada bulan Juni sampai Agustus 2012, Penulis melaksanakan

(11)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil alamiin. Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah

Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang

berjudul “Aplikasi Kitosan pada Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dalam Kemasan Aktif untuk Mempertahankan Mutu dan Memperpanjang Masa Simpan

Buah” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Zulferiyenni, M.T.A. selaku Pembimbing I atas bantuan penelitian, saran, motivasi, bimbingan, nasihat, serta kesabaran yang diberikan selama

penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai;

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Soesiladi Esti Widodo, M.Sc. selaku Pembimbing II

atas bantuan penelitian, saran, nasihat, dan bimbingannya selama penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai;

3. Ibu Ir. Susilawati, M.S. selaku Pembahas atas saran yang diberikan;

(12)

iii 5. Bapak Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung;

6. Kedua Orang Tua tercinta, Icha, om Maman, tante Endar, dan Nenek

yang telah memberikan dukungan, motivasi, nasihat dan yang selalu menyertai Penulis dalam doa;

7. Keluarga angkatan 2009 atas bantuan, keceriaan, persahabatan, dukungan

yang diberikan;

8. Teman seperjuangan selama penelitian atas kerjasama dan bantuan yang

diberikan;

9. Mbak-mbak, Kakak-kakak, Adik-adik THP yang telah membuat hidup Penulis di kampus menjadi penuh warna, yang tidak bisa dituliskan satu

persatu.

Penulis berharap semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas segala kebaikan

yang telah diberikan dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandarlampung, Mei 2014

Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Kerangka Pemikiran ... 3

1.4. Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Belimbing ... 7

2.2. Kitosan ... 8

2.3. Modified Atmosphere Packaging (MAP) ... 10

2.4. Asam L- Askorbat ... 11

2.5. Kalium Permanganat ... 13

III. METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... 15

3.3. Metode Penelitian ... 16

(14)

3.5. Pengamatan ... 17

3.5.1. Masa simpan buah ... 18

3.5.2. Susut bobot buah ... 18

3.5.3. Kandungan padatan terlarut buah (oBrix) ... 18

3.5.4. Kandungan asam bebas buah ... 19

3.5.5. Kekerasan buah ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Masa Simpan Buah ... 20

4.2. Susut Bobot Buah ... 22

4.3. Kandungan Padatan Terlarut Buah (oBrix) ... 25

4.4. Kandungan Asam Bebas Buah ... 27

4.5. Kekerasan Buah ... 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 32

5.2. Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

LAMPIRAN ... 37

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengaruh perlakuan konsentrasi kitosan dan volume kemasan terhadap

masa simpan buah belimbing (Averrhoa carambola L.) ... 21

2. Pengaruh konsentrasi kitosan dan volume kemasan terhadap susut bobot buah belimbing (Averrhoa carambola L.) ... 23

3. Pengaruh pelakuan konsentrasi kitosan dan volume kemasan terhadap

kandungan padatan terlarut buah belimbing (Averrhoa carambola L.) .. 26

4. Pengaruh pelakuan konsentrasi kitosan dan volume kemasan terhadap asam bebas buah belimbing (Averrhoa carambola L.) ... 28

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pengemasan aktif buah belimbing ... 17

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Belimbing manis (Averrhoa carambola L.)merupakan salah satu buah non-klimaterik berkulit tipis, memiliki rasa yang manis dan menyegarkan, juga

memiliki kadar vitamin C yang tinggi. Buah belimbing memiliki manfaat sebagai antioksidan dan anti bakteri (Sukadana, 2009). Buah belimbing banyak disukai

oleh masyarakat, akan tetapi ketersediaan buah belimbing di pasar sangat terbatas karena buah belimbing mudah rusak sehingga masa simpannya menjadi relatif pendek. Kerusakan buah belimbing ditandai dengan terdapatnya bintik-bintik

coklat pada permukaan buah serta pencoklatan pada sirip buah. Kerusakan ini akan

semakin parah seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Akibat lain dari

kerusakan buah belimbing tersebut adalah harga jual buah belimbing akan menjadi

rendah.

Kerusakan pada buah belimbing terjadi akibat proses respirasi dan transpirasi yang

masih berlangsung setelah buah dipanen, sehingga menyebabkan penurunan mutu

cepat terjadi dan menyebabkan masa simpan buah belimbing menjadi pendek. Hal

tersebut dapat diatasi dengan perlakuan pascapanen yang tepat di antaranya adalah

(18)

2 Kitosan merupakan bahan pelapis yang populer di bidang pertanian. Kitosan

berasal dari kulit Chrustaceae seperti udang-udangan, kepiting dan rajungan. Kitosan mampu membentuk lapisan tipis permeabel. Jika dilapiskan pada buah maka kitosan mampu menghambat proses transpirasi dan respirasi. Pada

penelitian sebelumnya diketahui bahwa kitosan mampu memperpanjang masa simpan buah jambu biji. Aplikasi kitosan dengan konsentrasi 2,5% mampu

memperpanjang masa simpan buah jambu biji 7-8 hari lebih lama bila dibandingkan tanpa kitosan (Widodo et al., 2010). Kitosan juga mampu

memperpanjang masa simpan buah sawo 2-3 hari dengan konsentrasi kitosan yang

paling optimum adalah 2,6% ( Kurniawan et al., 2013).

Teknik pengemasan yang sering dilakukan adalah Modified Atmosphere Packaging (MAP). Penggunaan teknologi MAP ditujukan untuk memodifikasi

kondisi atmosfir dalam kemasan, sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan umur simpan buah segar (Rosalina, 2011). Prinsip MAP ialah memodifikasi

komposisi O2 dan CO2 di dalam kemasan (Vermeiren et al., 1999). MAP terbagi dua, yaitu pengemasan pasif dan aktif. Dalam pengemasan pasif hanya dilakukan pelapisan kitosan pada buah tanpa tambahan bahan aditif didalam kemasan dan

buah langsung dimasukkan ke dalam kemasan, sedangkan pada pengemasan aktif selain dilakukan pelapisan kitosan juga ada penambahan bahan aditif dalam

(19)

3 Pelapisan kitosan pada buah belimbing diaplikasikan pada kemasan aktif. Hasil

yang diharapkan pada perlakuan tersebut adalah menghambat O2 yang akan masuk ke dalam buah belimbing dan juga menghambat pergerakan CO2 dan H2O yang akan keluar dari kemasan yang pada akhirnya akan mempertahankan mutu

dan memperpanjang masa simpan buah belimbing.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari pengaruh aplikasi beberapa konsentrasi kitosan dalam

teknologi kemasan aktif;

2. Mempelajari pengaruh aplikasi berbagai volume kemasan dalam teknologi

kemasan aktif;

3. Memperoleh volume kemasan dan konsentrasi kitosan yang efektif dalam

teknologi pengemasan aktif untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan buah belimbing.

1.3 Kerangka Pemikiran

Buah belimbing memiliki masa simpan yang pendek. Belimbing merupakan buah

tropis yang digolongkan ke dalam buah non-klimaterik berkulit tipis. Kulit buah yang tipis dan menempel pada daging buah adalah penyebab buah belimbing mudah rusak secara fisik. Kulit buah belimbing yang tipis menyebabkan

kehilangan air atau yang biasa disebut transpirasi mudah terjadi. Air yang ada pada buah akan cepat menguap karena buah belimbing hanya memiliki

(20)

4 kenampakan yang kurang menarik karena kelayuan (Rachmawati, 2010).

Kehilangan air yang menyebabkan susut bobot tersebut dapat diatasi dengan pelapisan kitosan. Pada penelitian oleh Karina et al. (2011) diketahui bahwa buah stroberi yang dilapisi kitosan memiliki susut bobot lebih kecil dibandingkan

dengan buah stroberi yang tidak dilapisi kitosan. Kitosan juga diketahui mampu mengurangi terjadinya proses transpirasi sehingga penurunan susut bobot tomat

dapat ditekan, susut bobot tomat dengan pelapisan kitosan lebih rendah

dibandingkan susut bobot tomat tanpa kitosan (Novita et al., 2012). Penggunaan bahan pelapis juga ditujukan agar dapat menghambat pergerakan O2 ke dalam

buah dan CO2 ke luar buah masuk ke ruang antara di dalam kemasan sehingga respirasi dapat dihambat dan masa simpan buah dapat diperpanjang. Menurut

Karina et al. (2011) buah stroberi yang diberi pelapis kitosan mampu

memperpanjang masa simpan 3 hari lebih lama dan juga mampu mempertahankan

mutu buah stroberi dibandingkan buah stroberi tanpa pelapisan.

Laju respirasi pada buah belimbing dapat diturunkan atau diperlambat dengan metode pascapanen yang tepat. Metode pascapanen yang biasa dilakukan untuk menurunkan atau memperlambat laju respirasi adalah pengemasan dengan

modifikasi atmosfir atau MAP (Ahmed et al., 2007). Teknologi MAP merupakan salah satu cara menurunkan laju respirasi, umumnya MAP mampu menurunkan

konsentrasi O2 di dalam kemasan hingga mencapai 0,2-0,3% (Vermeiren et al.,1999). Dalam pengemasan aktif komposisi udara di dalam ruang kemasan dapat dimodifikasi dengan menurunkan konsentrasi O2 dan menaikkan

(21)

5 Penurunan konsentrasi O2 di sekitar kemasan aktif dilakukan dengan memasukkan

oxygen scavenger berupa senyawa asam L-askorbat, sedangkan untuk

pengurangan gas etilen di sekitar kemasan digunakan KMnO4 sebagai ethylene scavenger . Penambahan bahan aditif asam L-askorbat dan KMnO4 diketahui

dapat memperpanjang masa simpan buah duku hingga 8-11 hari dibandingkan dengan buah duku tanpa pengemasan aktif (Widodo, 2005). Kemasan yang

digunakan pada penelitian adalah kemasan dengan plastik polypropilen.

Penggunaan plastik polipropilen diketahui dapat mempertahankan kesegaran buah rambutan sampai hari ke-12 (Widjanarko et al., 2000).

Aplikasi pengemasan aktif dan pelapisan kitosan yang telah dilakukan

sebelumnya diketahui mampu memperpanjang masa simpan buah duku hingga 11,23 hari lebih lama dibandingkan kontrol (Widodo dan Zulferiyenni, 2008),

buah jambu biji selama 21,50-22,00 hari masa simpan (Prasetyo, 2011) dan buah pisang sampai 9 hari masa simpan (Herista, 2010). Namun, untuk buah belimbing

belum banyak informasi yang dapat ditemukan tentang aplikasi pengemasan aktif dan kitosan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

pengaruh aplikasi pengemasan aktif dan kitosan terhadap mutu dan masa simpan

buah belimbing.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat konsentrasi kitosan yang efektif dalam mempertahankan mutu dan

(22)

6 2. Terdapat volume kemasan yang efektif dalam mempertahankan mutu dan

memperpanjang masa simpan buah belimbing;

3. Terdapat pengaruh antara konsentrasi kitosan dengan ukuran volume kemasan dalam mempertahankan mutu buah dan memperpanjang masa

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Belimbing

Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.)

dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbingmanis mempunyai bentuk seperti bintang, berlekuk-lekuk jika dilihat daripenampang melintangnya dan

permukaannya licin seperti lilin. Rasa manis bervariasi sesuai dengan kultivarnya. Beberapa kultivar belimbing manis, yaitu belimbing ‘Kunir’ berasal dari Demak, rasanya sangat manis, berair banyak, bobotnya mencapai 200-300 gram/ buah

dengan warna buahnya kuning merata. Belimbing ‘Penang’ berasal dari Malaysia , rasanya manis, berair sedang dan beratnya 250-350 gram/buah, warnanya oranye

saat masak. Belimbing ‘Bangkok’ berasal dari Thailand rasanya manis, agak kesat bobotnya sekitar 150-200 gram/buah, warnanya merah. Belimbing ‘Wulan’

berasal dari Pasar minggu, Jakarta, rasanya manis, berair banyak dengan bobot

300-600 gram/buah, warnanya merah mengkilap. Belimbing yang banyak dibudidayakan adalah belimbing ‘Dewi Baru’ yang berasal dari Depok, Jakarta

Selatan, rasanya manis, berair banyak, bobotnya 300-450 gram/buah, dengan warna kuning kemerahan pada saat masak (Alwiyah, 2011).

(24)

8

Tenggara dan beberapa daerah di Eropa dan Amerika. Kandungan gizi dalam 100

gram belimbing adalah energi 35,00 kal, 7,70 gram karbohidrat, vitamin A 18,00 RE; vitamin B1 0,03 miligram, 33,00 mg vitamin C. Selain itu, buah ini kaya akan serat dan zat antioksidan (Alwiyah, 2011).

Belimbing manis adalah salah satu produk hortikultura unggulan yang terkenal

sebagai sumber vitamin C dan serat, namun memiliki umur simpan yang pendek.

Pada suhu ruang berpendingin sekitar 20 oC dengan kelembaban 60%, umur simpan belimbing hanya 3 – 4 hari. Umur simpan dapat menjadi 30 hari jika

disimpan dalam suhu 5 oC dengan RH 90% - 95 % (Mardiana,2008). Umur simpan yang pendek mengakibatkan kerusakan yang juga cepat pada buah belimbing.Kerusakan pada buah belimbing dapat dikurangi dengan penanganan

pascapanen yang tepat, yaitu pengemasan dan pelapisan kitosan untuk mempertahankan mutu buah dan memperpanjang masa simpan. Pemakaian

kemasan dengan volume 4 Liter dapat memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah pisang ‘Muli’ (Herista, 2010).

2.2 Kitosan

Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari kitin. Kitin umumnya

diperoleh dari kerangka hewan invertebrata. Sebagai sumber utama kitin ialah cangkang Crustaceae sp., yaitu udang, lobster, dan kepiting (Hawab, 2005).

(25)

9

limbah kepala udang berkisar antara 60-70% dan bila diproses menjadi kitosan

menghasilkan 15-20% (Novita et al., 2012) . Kitin mudah mengalami degradasi secara biologis,tidak beracun, tidak larut dalam air, asam organik lemah dan asam- asam organik, alkali pekat, aseton, akan tetapi larut pada asam asetat dan

formiat (Trisnawati et al., 2013)

Kitosan merupakan bahan kimia yang berbentuk kristal, bubuk atau padatan berupa lembaran tipis, berwarna putih atau kuning dan tidak berbau. Kitosan

sangat cocok sebagai bahan pelapis (coating) karena memiliki sifat antimikroba yang hampir sama dengan sifat antibakteri dari desinfektan. Kitosantersebut telah

terbukti sebagai anti mikroba sehingga dapat diaplikasikan sebagai pelapis pada berbagai makanan yang aman. Sifat lain dari kitosanadalah dapat menginduksi enzim kitinasepada jaringan tanaman. Enzim kitinase dapat mendegradasi kitin,

yang menjadi penyusun utama dinding sel fungi, sehingga dapat digunakan sebagai fungisida. Penggunaan kitosansebagai pelapis dalam buah-buahan dapat

menghambat difusi oksigen ke dalam buah sehingga proses respirasi dapat dihambat. Kitosan efektif untuk mengontrol difusi dari berbagai jenis gas seperti CO2 dan O2, sehingga mempunyai potensi yang cukup baik sebagai pelapis

buah-buahan, misalnya pada tomat (El-Ghaouth et al., 1992).

Pada berbagai penelitian pelapisan kitosan diketahui mampu untuk dapat menghambat peningkatan susut bobot, padatan terlarut total dan penurunan total

asam pada buah apel (Nurrachman, 2010) dan pada penelitian Herista (2010) diketahui bahwa pelapisan kitosan dengan taraf konsentrasi 4% mampu untuk

(26)

10

2.3. Modified Atmosphere Packaging (MAP)

MAP adalah pengemasan produk dengan menggunakan bahan kemasan yang

dapat menahan keluar masuknya gas sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan berubah. Hal ini menurunkan laju respirasi, mengurangi pertumbuhan mikroba, mengurangi kerusakan oleh enzim, serta memperpanjang umur simpan. MAP

banyak digunakan dalam teknologi olah minimal buah-buahan dan sayuran segar serta bahan-bahan pangan yang siap santap (Julianti dan Nurminah, 2006). Prinsip

dasar dari pengemasan atmosfir termodifikasi adalah menurunkan laju respirasi sehingga menunda laju kemasakan buah. Keadaan itu dapat dicapai dengan mengurangi konsentrasi O2 yang dibutuhkan dalam respirasi dan menaikkan atau

menambah CO2 sebagai gas penghambat respirasi (Shewfelt, 1986).

Saat ini MAP telah berkembang dengan sangat pesat. Hal ini didorong oleh kemajuan fabrikasi film kemasan yang dapat menghasilkan kemasan dengan

permeabilitas gas yang luas serta tersedianya adsorber untuk O2, CO2, etilen, dan air. MAP merupakan satu dari bentuk kemasan aktif, karena banyak metode

kemasan aktif juga memodifikasi komposisi udara di dalam kemasan bahan pangan. Ide penggunaan kemasan aktif bukanlah hal yang baru, tetapi keuntungan dari segi mutu dan nilai ekonomi dari teknik ini merupakan perkembangan terbaru

dalam industri kemasan bahan pangan. Keuntungan dari teknik kemasan aktif adalah tidak mahal (relatif terhadap harga produk yang dikemas), ramah

(27)

11

MAP terbagi menjadi dua, yaitu pengemasan aktif dan pasif. Perbedaan dari

pengemasan aktif dan pasif adalah, pengemasan aktif dilakukan dengan

mengubah komposisi udara di dalam bahan kemasan dengan menggunakan bahan aditif sedangkan pada pengemasan pasif tidak. Bahan aditif yang biasa digunakan

pada pengemasan aktif yaitu senyawa KMnO4 dan asam L-askorbat(Widodo, 2005). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa teknologi MAP mampu meningkatkan masa simpan produk segar hasil pertanian. Penggunaan teknologi MAP mampu memperpanjang masa simpan buah jambu biji (Prasetyo,

2011), buah pisang ‘Muli’ (Herista, 2010) lebih panjang daripada produk yang

tidak dikemas. Penggunaan MAP ditujukan untuk menjaga kondisi atmosfer

dalam kemasan tetap terjaga (Rosalina, 2011), diharapkan mutu dari buah segar dapat dipertahankan dan masa simpannya dapat diperpanjang.

2.4. Asam L-askorbat

Asam askorbat atau vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan

penting untuk kehidupan. Vitamin C adalah vitamin yang berbentuk kristal putih agak kuning, tidak berbau, mudah larut dalam air, terasa asam, mencair suhu

190ºC -192ºC, merupakan suatu asam organik, dan mudah rusak oleh oksidasi yang dipercepat pada suhu tinggi, pemanasan yang terlalu lama, pengeringan dan lama penyimpanan tetapi dalam bentuk larutan vitamin C mudah rusak karena

oksidasi oleh oksigen dari udara. Rumus molekul vitamin C adalah C6H8O6 dan berat molekulnya adalah 176,13. Vitamin C mempunyai dua bentuk molekul

(28)

12

Pada umumnya teknologi penyerapan oksigen menggunakan satu atau lebih

konsep berikut ini: oksidasi asam askorbat, oksidasi serbuk Fe, oksidasi pewarna peka-cahaya, oksidasi enzimatik (misalnya enzim glukosaoksidase dan

alkoholoksidase), asam lemak tak jenuh (misalnya asam oleat atau linolenat, dan

ragi (yeast). Diantara bahan tambahan tersebut, asam askorbat (vitamin C) di anggap yang paling luas penerimaannya oleh konsumen (Rozana, 2013).

Adapun reaksi yang akan terjadi dengan asam askorbat adalah :

asam L-askorbat + O2 asam dehidro L-askorbat + H2O, (Widodo, 2005). Reaksi ini menunjukkan bahwa dengan keberadaan asam L-askorbat aktif dan O2 di dalam kemasan akan menurun karena digunakan untuk

mengoksidasi asam L-askorbat, berkurangnya O2 menyebabkan proses respirasi pada buah berjalan lambat, sehingga akan memperpanjang masa simpan. Selain

sebagai pengikat dan pereduksi O2, asam askorbat juga dapat berfungsi sebagai antioksidan, pro antioksidan, dan pengikat logam di dalam sel hidup (Barus dalam Napitupulu 2013).

Pada penelitian sebelumnya asam askorbat diketahui dapat memperpanjang masa simpan buah duku hingga 8-11 hari lebih panjang dibandingkan buah duku tanpa pengemasan (Widodo, 2005), dan berdasarkan penelitian Widodo et al (2007)

bobot asam L-askorbat yang paling efektif pada pengemasan aktif buah duku adalah 6 mg (konsentrasi 40%, volume 15 ml) yang mampu memperpanjang masa

(29)

13

2.5. Kalium Permanganat

Kalium permanganat atau KMnO4 adalah salah satu bahan aditif penjerap etilen.

Produksi etilen dapat menyebabkan masa simpan buah menjadi singkat, sehingga kualitasnya cepat menurun. Mekanisme penyerapan atau pengikatan etilen yang dihasilkan buah-buahan terjadi karena KMnO4 sebagai pengoksida dapat bereaksi

atau mengikat etilen dengan memecah ikatan rangkap yang ada pada senyawa etilen menjadi bentuk etilen glikol dan mangan dioksida (Abeles et al. dalam

Napitupulu, 2013).

Sholihati (2004) menyatakan bahwa secara umum perlakuan bahan penyerap etilen, KMnO4 10, 20, dan 30 g memberikan pengaruh terhadap penghambatan

pemasakan, yaitu dapat dipertahankannya warna hijau, tekstur, serta aroma pisang buah raja selama 15 hari pada suhu 28 °C, dan 45 hari pada suhu 13 °C. KMnO4 bersifat efektif jika diberikan sampai sebanyak total 200 mg KMnO4 per 368,59 g

duku per 2064,59 cm3 ruang kemasan, yang mampu memperpanjang masa simpan buah duku dari 3 hari (tanpa kemasan) atau 5 hari (tanpa KMnO4 tetapi dalam

chamber) menjadi 8,67 hari. Peningkatan pemberian KMnO4 melebihi 200 mg KMnO4 tidak mampu meningkatkan masa simpan buah duku (Widodo et al., 2007).

Perlakuan penjerap KMnO4 terhadap penekanan produksi etilen adalah dengan memecah ikatan rangkap etilen menjadi etilen glikol dan mangan dioksida, serta memperlambat proses perubahan fisik dan kimia pisang ‘Raja’ yang ditandai

(30)

14

dapat dipertahankan serta tingginya kadar pati, rendahnya kadar gula, dan susut

bobot yang cenderung rendah (Sholiati, 2004). Prinsipnya, KMnO4 yang ada di dalam bahan penjerap akan menyerap etilen yang berada di sekitar produk. Reaksi pengikatan etilen oleh KMnO4 sebagai berikut : 2 KMnO4 + 3 C2H4 + 4

(31)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pascapanen Hortikultura, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampungpada bulan September sampai dengan November 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah buah belimbing manis (Averrhoa carambola L.), kultivar Wulan, yang berasal dari perkebunan

belimbing di Desa Sukabakti, Simpang Palas, Kalianda, Lampung Selatan. Buah

belimbing dibawa langsung ke laboratorium Hortikultura, disortir berdasarkan keseragaman ukuran dan tingkat kemasakan, kemudian diperlakukan sesuai

dengan perlakuan yang diberikan. Bahan lain yang digunakan adalah kitosan, jeruk orange, NaOH 0.1 N, phenolpthalein, aquades, KMnO4, asam askorbat dan asam asetat.

(32)

16 ekstraktor, buret, erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, pipet gondok, pisau, botol

sampel, dan selotip. 3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan

yang disusun secara faktorial 4 x 4. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 2 faktor, faktor pertama adalah 4 konsentrasi kitosan, yaitu 0, 1, 2, 3 %. Faktor

kedua adalah kemasan aktif dengan 4 volume 1.5, 3.0, 4.0, dan 5.0 liter. Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali pengulangan. Semua data dianalisis dengan ANOVA. Analisis data dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada

taraf nyata 5% menggunakan SAS System For Windows 9.3.

3.4. Pelaksanaan Penelitian

Buah belimbing disortir agar mendapatkan ukuran yang seragam, kemudian diberi perlakuan dengan konsentrasi kitosan 0, 1, 2, 3%. Sebelumnya dibuat larutan kitosan dengan cara melarutkan 10, 20, 30 gram serbuk kitosan dengan asam

asetat 0,5% sampai 1000 ml. Pembuatan larutan asam asetat dilakukan dengan melarutkan 5 ml asam asetat dengan aquades hingga 1000 ml. Buah belimbing

dicelupkan kedalam larutan kitosan hingga permukaan kulit buah terlapisi secara merata lalu buah dikering-anginkan.

Selanjutnya buah belimbing dimasukkan ke dalam chamber dengan volume 1.5,

3.0, 4.0, 5.0 L yang telah berisikan bahan aditif berupa 15 ml asam askorbat konsentrasi 0,04% dan 10 ml KMnO4 konsentrasi 2%. Pembuatan larutan asam

(33)

17 dengan aquades sampai 1000 ml. Pada larutan asam askorbat diteteskan ekstrak

jeruk orange sebanyak 2 tetes untuk mengaktifkan reaksi oksidasi asam askorbat (Widodo, 2004; Widodo et al., 2007). Setelah itu kemasan ditutup rapat dengan menggunakan selotip. Sebagai pembanding, langsung diamati buah belimbing

[image:33.595.240.383.244.437.2]

tanpa perlakuan sebagai kontrol.

Gambar 1. Pengemasan aktif buah belimbing

3.5. Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada peubah masa simpan, bobot buah, kekerasan buah, kandungan padatan terlarut, dan asam bebas. Pengamatan dihentikan apabila

terjadi 50% pencoklatan pada buah belimbing dimana penampakan mengarah pada pembusukan yang berarti buah tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi.

(34)

18 3.5.1. Masa simpan buah

Buah belimbing yang telah diberi perlakuan diamati perubahan fisiknya setiap hari, dimulai pada pagi hari pukul 09.00. Masa simpan buah tersebut ditentukan dari hari pertama buah disimpan ke dalam kemasan (chamber) hingga buah harus

[image:34.595.194.429.259.446.2]

dihentikan karena telah mengarah pada pembusukan seperti pada Gambar 1.

Gambar 2. Buah belimbing yang sudah dihentikan perlakuannya

3.5.2. Susut bobot buah

Susut bobot dihitung dari selisih bobot awal buah sebelum buah diberi perlakuan

dengan bobot akhir buah setelah perlakuan dihentikan. Selisih bobot buah

kemudian dibagi dengan bobot awal dan dikalikan dengan 100% (AOAC, 1984).

3.5.3. Kandungan padatan terlarut buah (o Brix)

Penentuan kandungan padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan

refraktometer ‘Atago’ pada sari buah belimbing yang telah diekstrak tanpa

(35)

19 3.5.4. Kandungan asam bebas buah (asam sitrat)

Buah belimbing diekstrak dengan menggunakan jus ekstraktor. Sampel sari buah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel dan dibekukan di freezer sambil menunggu analisis berikutnya. Analisis asam bebas dilakukan dengan

mengambil 1 ml hasil ekstraksi sari buah ditambah 9 ml aquades dan 1 tetes indikator phenolpthalein, kemudian sampel tersebuat dititrasi dengan

menggunakan NaOH 0.1 N (Widodo et al., 1996).

3.5.5. Kekerasan buah

Kekerasan buah diukur menggunakan alat penetrometer ‘fruit hardness’ (tipe

FHM-5 Takemura Electric Work, Lt.d, Jepang, dengan ujung tumpul berdiameter 0,5 cm dan tekanan maksimal 5 kg), masing-masing unit dan ulangannya

(36)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian didapat kesimpulan sebagai berikut.

1. Perlakuan kitosan secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap masa

simpan buah belimbing dibandingkan dengan kontrol.

2. Penanganan pascapanen belimbing dengan penggunaan kemasan aktif

berpengaruh nyata secara statistik terhadap masa simpan dan penurunan susut bobot buah belimbing, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap mutu buah lainnya (asam bebas, kandungan padatan terlarut dan kekerasan buah).

3. Kombinasi perlakuan kitosan dan kemasan aktif tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap masa simpan buah belimbing, tetapi kombinasi perlakuan kitosan 3% dan volume kemasan 1,5 liter dapat memperpanjang

masa simpan hingga 29 hari.

5.2. Saran

Jika ingin dilakukan penelitian lanjutan sebaiknya ditambahkan bahan penjerap uap air untuk mengendalikan kelembapan di dalam kemasan

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,U, Yulianingsih, dan M.Lintang. 2010. Aplikasi film edibel dan kemasan atmosfir termodifikasi untuk meningkatkan umur simpan buah salak terolah minimal. Jurnal llmu Pertanian Indonesia. 15 (3) : 163-171.

Ahmed, D.M., F. M. Ahmed, A. El-Mongkey, B. Abu-Aziz, dan A. R Youssef. 2007. Postharvest storage of Hass and Fuerte avocados under modified atmosphere conditions. Journal Application Science. 4 (3) : 267-274. Alwiyah. 2011. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Belimbing Dewa pada

Kondisi Risiko di Kota Depok (Skripsi). IPB. Bogor. 139 Hlm.

AOAC, 1984. Methodsof Analysis. Association of official Analytical Chemist, Washington D. C. 1130 PP.

El-Ghaouth A, R.Ponnampalan, F.Castaigne, and J.Arul. 1992. Chitosan coating to extend storage life of tomatoes. Journal HortScience. 27 : 1016-1018.

El-Ghaouth A, R.Ponnampalan, F.Castaigne, and J.Arul. 1992.Antifugal activity of chitosan on two postharvest pathogens of strawberry fruits. Journal Amer Phyto. Soc. 82(4) : 398-402.

Hawab H.M. 2006. Toksisitas dan kendala penggunaan kitin dan kitosan pada bahan makanan dan makanan. Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan Bogor 16 Maret 2006. Hlm 65-73.

Herista, M.I.S. 2010. Aplikasi Kitosan pada Buah Pisang (Musa paradica L.) cv.

‘Muli’ dalam Kemasan Aktif pada Berbagai Volume Kemasan Untuk

Memperpanjang Masa Simpan dan Mempertahankan Mutu Buah. (Skripsi). UNILA. Bandar Lampung. 33 Hlm.

Julianti, E dan M. Nurminah. 2006. Buku Ajar Teknologi pengemasan. Universitas Sumatra Utara. Medan. 157 Hlm.

(38)

34 Kester JJ dan O.R.Fennema. 1996. Edible film and coatings: A view. Journal

Food Technology. 40(12) : 47-59.

Kumala, K.R. 2010. Identifikasi Polifenol pada Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Stenis).(Tesis). Unimus.72Hlm

Kurniawan, D, S.Trisnowati, dan S.Muhartini. 2013. Pengaruh macam dan kadar kitosan terhadap pematangan dan mutu buah sawo (Manilkara zapota (L.) Van Royen). Jurnal Vegetalika 2 (2) : 21-30.

Mardiana, K.2008. Pemanfaatan Gel Lidah Buaya Sebagai Edible Coating Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L) (Skripsi). IPB. Bogor. 78 Hlm. Napitupulu. 2013. Kajian beberapa bahan penunda kematangan terhadap mutu

buah pisang barangan selama penyimpanan. Journal Horticulture. 23(3) :263- 275.

Novita, M., Satriana, Martunis , S. Rohaya, dan E. Hasmarita. 2012. Effects of chitosan coating on physico-chemical characteristics of fresh tomatoes (Lycopersicum pyriforme) in different maturity stages. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia 4(3) : 1-8.

Nurrachman. 2010. Pelapisan chitosan mempengaruhi sifat fisiko kimia buah apel (Malus sylvestris L.). Jurnal Program Studi Hortikultura, Faperta UNRAM. 4(2) : 1-4.

Nurjanah, S. 2002. Kajian laju respirasi dan produksi etilen sebagai dasar penentuan waktu simpan sayuran dan buah-buahan. Jurnal Bionatura 4(3) : 148 – 156.

Prasetyo. B. 2011. Aplikasi Chitosan Pada Buah Jambu Biji (Psidium guava L.) cv. ‘Mutiara’ dalam kemasan Aktif Pada Berbagai Volume Kemasan untuk Memperpanjang Masa Simpan dan Mempertahankan Mutu Buah (Skripsi). UNILA. Bandar Lampung. 69 Hlm.

Rachmawati, M.2010.Pelapisan chitosan pada buah salak pondoh (Salacca Edulis Reinw.) sebagai upaya memperpanjang umur simpan dan kajian sifat

fisiknya selama penyimpanan. Jurnal Teknologi Pertanian Universitas Mulawarman. 6(2) : 45-49.

Rosalina, Y. 2011. Analisis konsentrasi gas sesaat dalam kemasan melalui lubang berukuran micro untuk mengemas buah segar dengan sistim kemasan atmosfir termodifikasi. Jurnal Agrointek, 5(1) : 53-58.

Rothan, C., S. Duret, C. Chevalier, dan P. Raymond. 1997. Suppression of

(39)

35 Rozana. 2013. Aplikasi penyerap oksigen (Oxygen Scavangers) dalam teknologi

pengemasan. Review Jurnal IPB Bogor. 3(1) : 1-10.

Shewfelt, R. L. 1986. Postharvest treatment for extending the shelf life of fruit and vegetable. Journal Food Technology. 40(5) : 70-78.

Sholihati. 2004. Kajian Penggunaan Bahan Penyerap Etilen Kalium Permanganat untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Raja (Musa paradisiaca var. Sapientum L.). (Tesis). IPB.. Bogor. 114 Hlm.

Sukadana, I.M. 2009. Senyawa antibakteri golongan flavonoid dari buah belimbing manis (Averrhoa Carambola Linn.). Jurnal Kimia 3 (2) : 109-116.

Trisnawati,E , D. Andesti dan A.Saleh. 2013. Pembuatan kitosan dari limbah cangkang kepiting sebagai bahan pengawet buah duku dengan variasi lama pengawetan. Jurnal Teknik Kimia 19 (2) : 1-10.

Vermeiren, L. F. Devlieghere, M.Van Beest, N. De Kruijf, dan J. Debevere. 1999. Development in the active packaging of food. Journal Trends in Food Science and Technology. 10 : 77-86.

Widodo, S.E., M.Shiraisi dan S.Shiraisi. 1996. On the interpretation of obrix value for the juice of acid citrus extract. Journal Far Agr. Kyushu Univ 41(1-2) : 35-38.

Widodo, S.E. 2004. Asam L-Askorbat sebagai bahan aditif dalam pengemasan aktif buah duku ( Lansium domesticum Corr.). Journal Agrotropika 9 (1) : 13-18.

Widodo, S. E. 2005. Bahan penjerap KMnO4 dan Asam L-askorbat dalam pengemasan aktif (active packaging) untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah duku (Lansium domesticum Corr). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 16 (2) : 113-118.

Widodo, S. E., D. K. Abdullah, K. Setiawan, dan Zulferiyenni. 2007. Teknologi modified atmosphere packaging buah duku berkitosan. Prosiding Seminar Nasional Hortikultura. Universitas Nasional Sebelas Maret, Surakarta, 17 November. Hlm 639-644.

Widodo, S.E, Y.C.Ginting dan Zulferiyenni. 2007. Teknologi pengemasan aktif (active packaging) buah duku: I.Asam L-Askorbat sebagai bahan aditif pada pengemasan aktif buah duku (Lansium domesticum Corr.). Seminar

Nasional Holtikultura Indonesia. Universitas sebelas Maret, Surakarta, 17 November. Hlm 86-91.

(40)

36 Peningkatan Keamanan Pangan Menuju Pasar Global. Perhimpunan ahli Teknologi Pangan Indonesia dan Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM Yogyakarta, 17 Januari 2008. Hlm TP278-TP287.

Widodo, S.E, Zulferiyenni dan I. Maretha. 2012.Pengaruh penambahan Indole Acetic Acid (Iaa) pada pelapis kitosan terhadap mutu dan masa simpan buah jambu biji (Psidium GuajavaL.) ‘Crystal’. Jurnal Agrotropika 17(1) : 14-18.

Gambar

Gambar 1. Pengemasan aktif buah belimbing
Gambar 2. Buah belimbing yang sudah dihentikan perlakuannya

Referensi

Dokumen terkait

adalah hole dan electron yang merupakan spesies fotoaktif, OH(s) merupakan gugus hidroksil pada permukaan katalis, hv merupakan energy radiasi yang berasal dari lampu UV/ visible

1) Garis 4-1 ‟ menunjukkan penurunan tekanan yang terjadi pada refrigeran saat melewati suction line dari evaporator ke kompresor. 2) Garis1-1 ‟ menunjukkan terjadinya

Sel-sel ektomesenkim yang tidak mengalami diferensiasi yang terletak di sekitar pembuluh darah dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel pembentuk tulang (osteoblas), sementum

Kepada Kanit 1 Narkoba Polres Jakarta barat, aKP Dwi Martono, tersangka Ri mengaku ikut berbisnis narkoba setelah diajak ba yang awal perkenal- annya mengaku berasal dari

Gilang Permata, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Adopsi IFRS (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan yang

Deskripsi data yang akan disajikan berupa data hasil belajar lompat jauh gaya jongkok pada siswa kelas V SDN Sidomulyo II Krian Sidoarjo sebelum ( pre-test ) dan sesudah (

Pertumbuhan dan persebaran pasar modern (pusat perbelanjaan) apabila tidak dikendalikan atau diatur penataanya dikuatirkan dapat mematikan peranan pasar tradisional