MENINGKATKAN KEDISIPLINAN DAN HASIL BELAJAR
SISWA KELAS IV PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI SD
NEGERI JETIS BANTUL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Maria Yusinta Rijayanti
NIM : 131134176
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
MENINGKATKAN KEDISIPLINAN DAN HASIL BELAJAR
SISWA KELAS IV PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI SD
NEGERI JETIS BANTUL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Maria Yusinta Rijayanti
NIM : 131134176
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia dan rahmat-Nya sehingga
selalu menumbuhkan semangat untuk mengerjakan skripsi.
Kedua orang tuaku FX.Paridjo dan Anastasia Karyanti yang telah memberikan
dukungan serta doa dan fasilitas yang diberikan supaya saya tetap semangat
mengerjakan skripsi
Dosen pembimbing skripsi yang sudah dengan sabar membimbing saya dalam
mengerjakan skripsi
Kakak Paulus Bangun Kristianto yang selalu memberikan nasihat
Teman spesialku Agung Nur Cahyo yang selalu memberikan semangat dan selalu
menemaniku saat mengerjakan skripsi
Khalih Ridho dan Bayu Widaryanto yang sudah sedia menjadi partner skripsi dan
saling memberi dukungan
Amah Wulandari, Haryo Putu, Fransiscus Caraccioli Joni, Nur Pratikto, Nurhayati,
dan Yosi yang sudah bersedia menjadi temanku dari semester I sampai sekarang.
Keluarga besar yang selalu memberikan dukungan dan doa supaya saya dapat
menyelesaikan skripsi
Almamaterku Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
v MOTTO
Jangan mudah melambung karena tersanjung, jangan mudah terjatuh karena
cibiran
Perangi rasa malas dirimu, bentangkan semangatmu
Segala sesuatu dan perkara yang terjadi selalu sertakan Tuhan, karena uluran
tanganNya akan mendorong dirimu untuk lebih kuat.
Hasil yang baik berasal dari pribadi yang baik.
Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi sering ketakutanlah yan
g
membuat jadi sulit. Jadi jangan mudah menyerah.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Mei 2017
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Maria Yusinta Rijayanti
Nomor Mahasiswa : 131134176
Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
MENINGKATKAN KEDISIPLINAN DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI SD NEGERI JETIS BANTUL
Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma berserta perangkat yang
diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan
Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Di buat di Yogyakarta
Pada tanggal : 19 Mei 2017
Yang menyatakan
viii ABSTRAK
MENINGKATKAN KEDISIPLINAN DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI SD NEGERI JETIS BANTUL
Maria Yusinta Rijayanti Universitas Sanata Dharma
2016
Meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar yang kurang pada siswa kelas IV di SD Negeri Jetis Bantul mendorong peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas di sekolah tersebut. Tujuan dari penelitian ini untuk (1) mengetahui penerapan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV di SD Negeri Jetis Bantul (2) meningkatkan kedisiplinan dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV di SD Negeri Jetis Bantul (3) meningkatkan hasil belajar dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV SD Negeri Jetis Bantul.
Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dengan 2 siklus yang subjeknya adalah siswa kelas IV di SD Negeri Jetis Bantul. Setiap siklusnya terdiri dari dua kali pertemuan. Pada setiap siklus terdiri dari empat langkah yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara, observasi, kuesioner, tes dan dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara, pedoman observasi, lembar kuesioner dan tes.
Penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kedisiplinan belajar pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV SD Negeri Jetis Bantul. Pada kondisi awal nilai rata-rata kedisiplinan belajar 70,1 (kategori cukup aktif) dengan persentase siswa minimal cukup aktif 66,7 %; siklus I rata-rata 78,6 (kategori cukup disiplin) dengan persentase 83,8 %; siklus II rata-rata 88,6 (kategori disiplin) dan persentasenya 96,8 %. Penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada kondisi awal nilai rata-rata hasil belajar sebesar 75,40 sebanyak 56,7 % siswa mencapai KKM 75; siklus I 77,64 sebanyak 61,3 % siswa yang mencapai KKM; siklus II rata-rata 84,72 dan sebanyak 83,9 % siswa yang mencapai KKM.
ix
ABSTRACT
ENHANCE THE DISCIPLINE AND LEARNING OUTCOMES IN CLAS IV SUBJECT IN MATHEMATICS USING CONTEXTUAL IN JETIS BANTUL
ELEMENTARY SCHOOL
Maria Yusinta Rijayanti Universitas Sanata Dharma
2017
Enhance of students’ discipline and learning outcome at Jetis Bantul elementary school motivated the researcher to conduct Classroom Action Research in the school. The aims of this research were (1) to know the implementation of contextual approach to increase fourth grade students discipline and learning outcomes on Math subject at Jetis Bantul elementary school (2) enhance discipline with the implementation of contextual approach the fourth grade students on Math subject at Jetis Bantul elementary school (3) enhance learning outcome with the implementation of contextual approach the fouth grade students discipline on Math subject at Jetis Bantul elementary school.
This research was a Classroom Action Research which was conducted with 2 cycles which the subjects were fourth grade students at Jetis Bantul elementary school. Each cycle consisted of two meetings. In each cycle, there were four steps which are planning, action, observation, and reflection. The data gathering technique included interview, observation, questionnaire, and documentation. The research instruments which were used were interview guideline, observation guideline, questionnaire sheet, and test.
The implementation which contextual approach could increase fourth grade students on Math subject at Jetis Bantul elementary school. At the initial condition, the average score of the learning discipline was 70.1 (“disciplined enough” category) with the minimum percentage of adequate discipline 66.7% from 30 students; the average of cycle I was 88.6 (“disciplined enough” category) and the percentage was 83.8%; the average of cycle II was 88.6 (“disciplined” category) and the percentage is 96.8%. The implementation of contextual approach could increase students’ learning outcome. At the initial condition, the average score of the learning outcome was 75.49 as much as 56.7% students reached the Minimum Criteria of Mastery Learning (KKM) which is 75; cycle I was 77.64 as much as 61.3% students which reached the Minimum Criteria of Mastery Learning (KKM); cycle II which the average was 84.72 and as much as 83.9% students reached the Minimum Criteria of Mastery Learning (KKM).
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME atas rahmat dan karunia-Nya peneliti
dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Meningkatkan Kedisiplinan
dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV pada Mata Pelajaran Matematika Menggunakan
Pendekatan Kontekstual di SD Negeri Jetis Bantul. Penulisan skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar (PGSD) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada
beberapa pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
1. Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Cristiyanti Aprinastuti, S.Si.,M.Pd. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S.,M.Pd selaku wakil Ketua Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
4. Drs. Paulus Wahana, M. Hum dan Andri Anugrahana, S.Pd.,M. Pd., selaku
dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II yang telah bersedia
memberikan waktu dan tenaga serta perhatian untuk memberikan
bimbingan dan arahan selama proses penelitian dan penulisan skripsi
xi
5. Sekretariat program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang sudah
memperlancar segala keperluan perkuliahan
6. Drs. Suharyana selaku Kepala Sekolah SD Negeri Jetis Bantul yang telah
mengijinkan peneliti melakukan penelitian.
7. Subagiyono, S.Pd selaku guru kelas IV A SD Negeri Jetis Bantul yang
telah memberikan bantuan untuk melakukan penelitian.
8. Siswa siswi kelas IV A SD Negeri Jetis Bantul selaku subjek penelitian
yang telah bersedia membantu peneliti dalam proses penelitian.
9. Bapak dan ibu guru serta karyawan SD Negeri Jetis Bantul yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan dalam penelitian sehingga penelitian
dapat berjalan dengan baik dan lancar
10.Keluarga besar tercinta yang telah mendukung dengan doa dan
perhatiannya.
11.Teman-teman satu payung Khalih dan Bayu berkat kerjasamanya selama
ini dalam menyusun skripsi ini.
12.Teman-teman PGSD kelas C dan D semester I hingga VII angkatan 2013
atas semangat, dukungan, doa dan kebersamaannya selama berproses dan
berdinamika selama perkuliahan.
13.Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah
xii
Dalam penulisan skripsi ini ada beberapa kendala yang peneliti temukan baik
dari faktor dalam diri maupun dari luar. Namun, kendala tersebut tidak menjadi
hambatan dalam diri peneliti melainkan menjadi semangat untuk terus maju dan
menyelesaikan menyusun skripsi. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca
dan Universitas Sanata Dharma. Penulis meminta maaf apabila dalam penyajian
terdapat beberapa kesalahan baik dalam sistematika penyajian, isi, dan
sebagainya, serta peneliti menerima kritik dan saran sebagai masukan untuk
memperbaiki penelitian ini.
Yogyakarta, 19 April 2017
Penulis
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Pembatasan Masalah ... 6
1.3Rumusan Masalah ... 6
1.4Tujuan Penelitian ... 7
1.5Manfaat Penelitian ... 7
1.6Definisi Operasional ... 9
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... 11
2.1.1 Kedisiplinan ... 11
2.1.2 Hasil Belajar ... 12
2.1.2.1 Pengertian Hasil ... 12
xiv
2.1.3.1 Pengertian Belajar ... 13
2.1.4 Hasil Belajar ... 16
2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar ... 16
2.1.4.2 Penggolongan Hasil Belajar ... 16
2.1.5 Pembelajaran ... ... 19
2.1.6 Matematika ... 20
2.1.6.1 Pelajaran Matematika ... 20
2.1.6.2 Materi Perkalian dan Pembagian ... 21
2.1.7 Pembelajaran Matematika ... 25
2.1.8 Pendekatan Kontekstual ... 26
2.1.8.1 Langkah Pendekatan kontekstual ... . 28
2.1.8.1 Kekurangan dan Kelebihan ... 28
2.1.9 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 30
2.2 Teori-teori Mendukung ... 33
2.3 Hasil Penelitian yang Relevan ... 35
2.4 Desain Diagram Penelitian yang Relevan ... 37
2.5 Kerangka Berpikir... . 39
2.6 Hipotesis Tindakan ... 40
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 42
3.2 Setting Penelitian ... 44
3.2.1 Tempat Penelitian ... 44
3.2.2 Waktu Penelitian ... 45
3.2.3 Subjek Penelitian ... 45
3.2.4 Objek Penelitian ... 45
3.3 Rencana Tindakan ... 45
3.3.1 Persiapan ... 45
3.3.2 Rencana Tindakan Setiap Siklus ... 46
3.3.2.1 Siklus I ... 46
xv
3.4 Indikator dan Pengukuran Keberhasilan ... 65
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 66
3.5.1 Kuesioner ... 66
3.5.2 Dokumentasi ... 67
3.5.3 Tes ... 67
3.5.4 Wawancara ... 68
3.5.5 Observasi ... 68
3.6 Instrumen Penelitian ... 68
3.6.1 Non Tes ... 69
3.6.1.1 Pedoman Wawancara ... 69
3.6.1.2 Pedoman Observasi ... 70
3.6.1.3 Lembar Kuesioner ... 70
3.6.2 Tes ... 72
3.7 Tabel Instrumen Pengumpulan Data ... 73
3.8 Uji Validitas, Reliabilitas, dan Indeks Kesukaran (IK) ... 74
3.8.1 Validitas ... 74
3.8.1.1 Validitas Variabel Kedisiplinan ... 75
3.8.1.2 Validitas Perangkat Pembelajaran ... 76
3.8.2 Reliabilitas ... 83
3.8.3 Indeks Kesukaran Soal (IK) ... 85
3.9 Teknik Analisis Data ... 88
3.9.1 Analisis Data Kedisiplinan Siswa ... 88
3.9.2 Analisis Data Hasil Belajar Siswa ... 89
3.10 Jadwal Penelitian ... 90
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 91
4.1.1 Perencanaan ... 91
4.1.2 Pelaksanaan ... 94
4.1.3 Observasi ... 95
xvi
4.2 Hasil Penelitian ... 97
4.2.1 Kedisiplinan Siswa ... 97
4.2.1.1 Kondisi Awal ... 97
4.2.1.2 Siklus I ... 98
4.2.1.3 Siklus II ... 100
4.2.2 Hasil Belajar ... 103
4.2.2.1 Kondisi Awal ... 103
4.2.2.2 Siklus I ... 105
4.2.2.3 Siklus II ... 106
4.3 Pembahasan ... 110
4.3.1 Penerapan Pendekatan Kontekstual ... 111
4.3.1.1 Siklus I ... 112
4.3.1.2 Siklus II ... 122
4.3.1.3 Pembahasan Siklus I dan Siklus II ... 128
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 138
5.2 Keterbatasan ... 139
5.3 Saran ... 140
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Indikator Keberhasilan dan Alat Ukur Siklus I ... 65
Tabel 3.2 Indikator Keberhasilan dan Alat Ukur Siklus II ... 66
Tabel 3.3 Pertanyaan Wawancara ... 69
Tabel 3.4 Indikator Observasi ... 70
Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuesioner Kedisiplinan ... 71
Tabel 3.6 Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus I dan Siklus II Sebelum Validasi ... 72
Tabel 3.7 Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus I dan Siklus II Sesudah Validasi ... 73
Tabel 3.8 Instrumen Pengumpulan Data ... 73
Tabel 3.9 Hasil Validasi Kedisiplinan Oleh Validator ... 76
Tabel 3.10 Hasil Validasi Silabus ... 77
Tabel 3.11 Hasil Validasi RPP ... 78
Tabel 3.12 Hasil Validasi LKS ... 79
Tabel 3.13 Hasil Validasi Soal Hasil Belajar ... 79
Tabel 3.14 Hasil Perhitungan Validitas Soal Hasil Belajar Siklus I ... 81
Tabel 3.15 Hasil Perhitungan Validitas Soal Hasil Belajar Siklus II ... 82
Tabel 3.16 Kriteria Reliabilitas ... 83
Tabel 3.17 Reliabilitas Siklus I ... 84
Tabel 3.18 Reliabilitas Siklus II ... 84
Tabel 3.19 Kriteria Indeks Kesukaran ... 86
Tabel 3.20 Indeks Kesukaran Soal Hasil Belajar Siklus I ... 86
Tabel 3.21 Indeks Kesukaran Soal Hasil Belajar Siklus II ... 87
Tabel 3.22 Kriteria Skor Kuesioner Kedisiplinan ... 89
Tabel 3.23 Jadwal Penelitian ... 90
Tabel 4.1 Kondisi Awal Kedisiplinan Belajar Siswa ... 97
xviii
Tabel 4.3 Hasil Kedisiplinan Belajar Siswa Siklus II ... 100
Tabel 4.4 Hasil Kedisiplinan Belajar Siswa ... 101
Tabel 4.5 Nilai Ulangan Tengah Semester Mata Pelajaran Matematika Tahun 2016/2017 ... 104
Tabel 4.6 Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 105
Tabel 4.7 Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 106
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas Kemmis dan
Mc. Taggart ... 41
Gambar 4.1 Grafik Rata-rata Kediiplinan Siswa ... 100
Gambar 4.2 Grafik Peningkatan Presentase Kedisiplinan Siswa ... 100
Gambar 4.3 Grafik Peningkatan Rata-rata Hasil Belajar Siswa ... 107
Gambar 4.4 Grafik Peningkatan Jumlah Siswa yang Mencapai KKM ... 107
Gambar 4.5 Guru Menjelaskan Materi kepada Siswa ... 110
Gambar 4.6 Siswa Melakukan kegiatan diskusi ... 111
Gambar 4.7 Siswa Melakukan Kegiatan bertanya ... 112
Gambar 4.8 Siswa Menggunakan Media untuk Mengerjakan Soal ... 113
Gambar 4.9 Guru Menjelaskan Materi ... 114
Gambar 4.10 Siswa Berdiskusi ... 115
Gambar 4.11 Siswa Menulis Refleksi ... 116
Gambar 4.12 Guru Menjelaskan Materi ... 117
Gambar 4.13 Siswa Bertanya Kepada Guru ... 118
Gambar 4.14 Refleksi Siswa ... 118
Gambar 4.15 Penilaian Kelompok ... 119
Gambar 4.16 Guru Menjelaskan Materi ... 120
Gambar 4.17 Siswa Bertanya Kepada Guru ... 121
Gambar 4.18 Refleksi Siswa ... 122
Gambar 4.19 Penilaian Soal Evaluasi Siklus II ... 122
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Sebelum dan Sesudah Penelitian ... 145
Lampiran 2 Instrumen Pembelajaran ... 148
Lampiran 3 Instrumen Penelitian (Lembar Kuesioner) ... 235
Lampiran 4 Hasil Kuesioner Kedisiplinan Siswa ... 239
Lampiran 5 Soal Hasil Belajar dan Kunci Jawaban ... 243
Lampiran 6 Hasil Validasi Instrumen Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ... 268
Lampiran 7 Hasil Output Data Validitas, Reliabilitas, Indeks Kesukaran dan R-Tabel ... 282
Lampiran 8 Data Nilai Kondisi Awal dan Setelah Tindakan ... 311
Lampiran 9 Contoh Hasil Evaluasi Siswa ... 315
Lampiran 10 Hasil Wawancara Guru Kelas ... 325
Lampiran 11 Foto-foto Kegiatan ... 328
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ahmadi (2014: 50) menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
untuk mengembangkan potensi bawaan manusia agar dapat berkembang
secara optimal dan mampu melakukan tugas dan kewajiban sebagai
manusia di bumi dan secara lebih spesifik sebagai subjek pembangunan
guna mencapai kebahagiaan hidup sekarang dan masa mendatang. Sekolah
Dasar merupakan jenjang dasar untuk melanjutkan pendidikan selanjutnya.
Pendidikan di Sekolah dasar haruslah memberikan makna bagi siswa
melalui kegiatan belajar yang mampu meningkatkan rasa ingin tahu siswa.
Kegiatan belajar yang disiplin merupakan strategi yang baik untuk
mempengaruhi hasil belajar siswa. Lickona (2014: 73-74) menyatakan
disiplin adalah celah masuk bagi pendidikan karakter. Pendidikan karakter
menegaskan bahwa jika disiplin hendak berfungsi, hal itu harus mengubah
anak-anak pada sisi dalamnya. Disiplin harus mengubah sikap mereka,
cara mereka berpikir dan merasa. Disiplin harus menyebabkan mereka
ingin berperilaku secara berbeda. Disiplin harus membantu mereka
mengembangkan kebajikan-kebajikan, penghormatan, empati, penilaian
yang baik, dan pengendalian diri yang tanpa hal-hal ini, masalah disiplin
muncul pertama kali.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
mengajarkan siswa untuk belajar mengukur dan berhitung sehingga dapat
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari mengenai bilangan
seperti mengukur dan menghitung. Suherman (2008: 888) menyatakan
bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan,
hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam
penyelesaian masalah mengenai bilangan. Tinggih (dalam Suherman,
2001: 18) menyatakan bahwa matematika adalah pengetahuan yang
diperoleh dengan nalar. Hal ini dimaksud bukan berarti ilmu lain diperoleh
tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan
aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Ketika siswa mulai ikut serta dan
percaya diri dalam kegiatan belajar terutama pada mata pelajaran
matematika guru perlu untuk mempertimbangkan ruangan agar siswa
kelas yang memadai. Pembelajaran matematika yang seharusnya anak
adalah anak dihadapkan pada kehidupan nyata yang berhubungan dengan
pengukuran dan perhitungan.
Nawawi (dalam Susanto, 2013: 5) menyatakan bahwa hasil belajar
adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di
sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Hasil belajar akan maksimal
jika guru melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sani (2013: 40)
mengatakan bahwa pembelajaran adalah penyediaan kondisi yang
mengakibatkan terjadinya proses belajar pada diri peserta didik.
Pembelajaran tidak terlepas dari peran guru yang efektif, kondisi
pembelajaran yang efektif, keterlibatan peserta didik, dan sumber
belajar/lingkungan belajar yang mendukung. Oleh karena itu, perlu
pendekatan yang tepat bagi siswa untuk mencapai tujuan belajar, dan salah
satu pendekatan yang dapat membantu siswa mengembangkan
pengetahuannya yaitu dengan pendekatan kontekstual.
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 19 Juli 2016 yang
dilakukan oleh peneliti kepada guru kelas IV SD Negeri Jetis Bantul
mengenai proses pembelajaran matematika, cara guru untuk memperjelas
konsep perkalian dan pembagian, media yang digunakan untuk
memperjelas materi, kedisiplinan siswa kelas IV ketika mengikuti
pembelajaran matematika, hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran
KKM, penyebab siswa tidak paham terhadap materi perkalian dan
pembagian dan menanyakan pendekatan apa yang digunakan dalam proses
pembelajaran di kelas IV SD Negeri Jetis Bantul. Guru kelas menjawab
seluruh pertanyaan yang telah diberikan oleh peneliti.
Peneliti melakukan observasi bertempat di SD N Jetis Bantul pada
kelas IV pada tanggal 19 Juli 2016 tentang kompetensi dasar 1.3
melakukan operasi perkalian dan pembagian. Berdasarkan hasil observasi
di kelas 4 SD Negeri Jetis Bantul pada pelajaran matematika, kelemahan
siswa pada pelajaran matematika adalah (1) mengerjakan tugas lebih cepat
lebih baik, (2) membiasakan diri membereskan apa yang sudah dimulai,
(3) menghindari mengulur-ulur waktu, (4) berusaha untuk menjadi percaya
diri, (5) menghindari kecemasan, (6) merencanakan yang akan datang, (7)
menyiapkan diri saat belajar. Siswa masih kurang disiplin dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran. Dalam pengamatan, hanya enam siswa
atau presentasenya 20% dari 30 siswa yang keluar kelas dengan meminta
ijin kepada guru dan yang lain masih belum meminta ijin saat keluar kelas
dan ada yang tidak berminat untuk keluar kelas. Ada 25 siswa atau 83,3%
dari 30 siswa yang sudah tepat waktu dalam mengumpulkan tugas. Jumlah
seluruh kelas IV A SD Negeri Jetis Bantul yaitu 30 siswa yang terdiri dari
11 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan. Masalah-masalah tersebut
merupakan masalah pendekatan yang tidak digunakan oleh guru, belum
lagi masalah dari siswa itu sendiri. Rendahnya hasil belajar matematika
menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan rumit,
sehingga siswa cukup disiplin dalam mengikuti setiap pembelajaran
matematika terbukti dalam kondisi awal rata-rata kedisiplinan siswa
adalah 70,1 dan kondisi awal hasil belajar siswa adalah 75,4.
Salah satu cara untuk meningkatkan kedisiplinan siswa dalam
mengikuti pembelajaran matematika dan meningkatkan hasil belajar siswa
adalah melalui pendekatan Kontekstual. Jhonson (2007: 14) menyatakan
bahwa pendekatan kontekstual adalah sebuah sistem belajar didasarkan
pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka
menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima dan
mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa
mengkaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang
sudah dimiliki sebelumnya. Maka dari itu, pendekatan dalam kegiatan
belajar sangat menentukan keberlangsungan kegiatan belajar. Semakin
menarik pendekatan yang dipilih oleh guru, maka kegiatan belajar akan
membuat siswa disiplin dalam mengikuti kegiatan belajar tersebut dan
mau terlibat langsung dalam seluruh kegiatan pembelajaran. Pendekatan
kontekstual adalah suatu proses pembelajaran yang bersifat menyeluruh
atau holistik. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kontekstual
untuk meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar siswa. Pada
pembelajaran kontekstual siswa dimotivasi sehingga mereka dapat
memahami makna bahan pelajaran sesuai konteks konteks kehidupan
melaksanakan pengajaran matematika menggunakan pendekatan
kontekstual diperlukan kerjasama antara guru yang mengampu mata
pelajaran matematika (guru kelas) dengan peneliti yaitu melalui Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Proses PTK ini memberikan kesempatan kepada
peneliti dan guru matematika untuk mengidentifikasi masalah-masalah
pembelajaran di sekolah sehingga dapat dikaji, ditingkatkan dan
dituntaskan. Dengan demikian proses pembelajaran matematika di sekolah
yang menerapkan pembelajaran dengan melalui pendekatan Kontekstual,
diharapkan dapat meningkatkan kedisiplinan belajar siswa dan hasil
belajar siswa.
1.2Pembatasan Masalah
Permasalahan peelitian ini difokuskan pada pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kedisiplinan
dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika dengan standar
kompetensi 1. Memahami dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung
bilangan dalam pemecahan masalah. Kompetensi 1.3 Melakukan operasi
perkalian dan pembagian.
1.3Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang muncul berdasarkan latar belakang dan
1. Bagaimana proses pembelajaran matematika menggunakan
pendekatan kontekstual yang diterapkan di kelas IV SD Negeri Jetis
Bantul dalam rangka meningkatkan kedisiplinan dan hasil belajar
siswa?
2. Apakah penerapan pendekatan kontekstual dengan langkah-langkah
konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan,
refleksi, dan penilaian nyata dapat meningkatkan kedisiplinan siswa
pada pelajaran matematika selama proses pembelajaran di SD Negeri
Jetis Bantul?
3. Apakah penerapan pendekatan konteksual dengan langkah-langkah
konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan,
refleksi, dan penilaian nyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa
pada pelajaran matematika selama proses pembelajaran di SD Negeri
Jetis Bantul?
1.4Tujuan Penelitian
Memperhatikan masalah-masalah yang timbul dalam proses
pembelajaran diperlukan usaha-usaha agar dapat meningkatkan
kedisiplinan dan hasil belajar siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui proses pembelajaran matematika dalam rangka
meningatkan kedisiplinan dan hasil belajar di kelas IV SD Negeri Jetis
2. Meningkatkan kedisiplinan siswa kelas IV SD Negeri Jetis Bantul
selama proses pembelajaran matematika menggunakan pendekatan
kontekstual.
3. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Jetis Bantul
selama proses pembelajaran matematika menggunakan pendekatan
kontekstual.
1.5Manfaat Penelitian
Sebagai penelitian tindakan kelas, penelitian ini memberikan
manfaat konseptual terutama pada pembelajaran, selain itu juga
kepada hasil belajar dan kedisiplinan pada pembelajaran matematika.
1.5.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian tindakan kelas mampu memberikan
manfaat terhadap pembelajaran matematika, terutama dalam meningkatkan
kedisiplinan dan hasil belajar pada pembelajaran matematika
menggunakan pendekatan kontekstual.
1.5.2 Manfaat Praktis
Pada manfaat praktis penelitian ini memberikan manfaat bagi:
1.5.2.1 Bagi Guru
Guru dapat menjadi fasilitator untuk membantu siswa di
banyak memberikan kemudahan dan sumber-sumber informasi
yang dibutuhkan siswa untuk proses belajar.
1.5.2.2 Bagi Siswa
Siswa akan menemukan sendiri dan menghubungkan
pengetahuan yang diperolehnya dengan pengetahuan yang
dimilikinya dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk
menyelesaikan masalah-masalah kontekstual.
1.5.2.3 Bagi Peneliti
Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk memperbaiki
kinerja peneliti bahwa pendekatan kontekstual yang diterapkan
pada pelajaran matematika baik bagi siswa dan sebagai pembuktian
untuk membantu siswa dalam meningkatkan kedisiplinan dan hasil
belajar siswa.
1.6Definisi Operasional
Pada bagian ini akan dijelaskan istilah-istilah yang digunakan pada
penelitian, antara lain:
1.6.1 Kedisiplinan adalah sesuatu yang berkenaan dengan
kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan norma yang
berlaku.
1.6.2 Hasil belajar adalah hasil pencapaian siswa melalui kegiatan
1.6.3 Pendekatan kontekstual adalah kosep belajar dimana guru
menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
1.6.4 Siswa sekolah dasar adalah siswa dengan kemampuan
berpikir secara logis meskipun harus dengan objek yang
bersifat konkret.
1.6.5 Matematika adalah pelajaran yang berkaitan dengan sesuatu
yang dapat dihitung atau sesuatu yang dinyatakan dalam
bentuk kuantitas (jumlah) dan terdapat nilai konsistensi
dalam berpikir logis.
1.6.6 Pembelajaran matematika adalah proses belajar siswa dalam
memahami konsep matematika dengan cara menemukan
pengetahuan baru, sehingga konsep tersebut sebagai kunci
11
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II berisi landasan teori yang akan dibahas adalah kajian pustaka,
kajian penelitian yang relevan memuat beberapa hasil penelitian terdahulu yang
sesuai topik penelitian, selanjutnya dirumuskan kerangka berpikir, dan hipotesis
yang menjadi dugaan/ jawaban sementara dari masalah penelitian.
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kedisipinan
2.1.1.1 Pengertian Kedisiplinan
Lickona (2014: 73-74) mengatakan disiplin adalah celah masuk bagi
pendidikan karakter. Pendidikan karakter menegaskan bahwa jika disiplin hendak
berfungsi, hal itu harus mengubah anak-anak pada sisi dalamnya. Disiplin harus
mengubah sikap mereka, cara mereka berpikir dan merasa. Disiplin harus
menyebabkan mereka ingin berperilaku secara berbeda. Disiplin harus membantu
mereka mengembangkan kebajikan-kebajikan, penghormatan, empati, penilaian
yang baik, dan pengendalian diri yang tanpa hal-hal ini, masalah disiplin muncul
pertama kali.
Mustari (2014: 35-36) menyatakan disiplin merujuk pada instruksi
sistematis yang diberikan kepada murid. Mendisiplinkan berarti menginstruksikan
orang untuk mengikuti tatanan tertentu melalui aturan-aturan tertentu. Dalam arti
lisan, disiplin berarti suatu ilmu tertentu yang diberikan kepada murid. Disiplin
dirinya untuk melaksanakan tugas tertentu atau menjalankan pola perilaku
tertentu, walaupun bawaanya adalah malas. Disiplin diri adalah penundukan diri
untuk mengatasi hasrat-hasrat yang mendasar. Disiplin diri biasanya disamakan
artinya dengan “kontrol diri” (self-control). Disiplin ini diperlukan dalam rangka
menggunkan pemikiran sehat untuk menentukan jalannya tindakan yang terbaik
yang menentang hal-hal yang lebih dikehendaki.
Jadi, kedisiplinan adalah pendidikan karakter yang memberikan instruksi
kepada siswa untuk mengikuti tatanan tertentu melalui aturan-aturan tertentu,
sehingga siswa dapat mengembangkan kebijakan-kebijakan, penghormatan,
empati, penilaian yang baik, dan pengendalian diri.
2.1.2 Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Hasil
Engkoswara (2010: 212) menyatakan bahwa hasil merupakan pengertian
dari seseorang dalam memahami hasil kerja yang diperoleh nanti setelah
pekerjaan tersebut selesai. Apabila hasil yang akan diperoleh sudah dapat
diprediksi dan dipahami, maka dapat memberikan motivasi pada seseorang untuk
lebih giat dalam melakukan pekerjaannya.
Hasil merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk memperoleh apa
yang diinginkan melalui kerja keras atau upaya belajar lebih giat agar
mendapatakan hasil yang maksimal atau hasil yang sudah ditargetkan secara
individual, penjelasan ini diperkuat menurut Zalukhu (2010: 29) yang menyatakan
sebuah keputusan. Dipembelajaran matematika hasil merupakan kemampuan
siswa dalam memahami materi perkalian dengan ditujuan yang sudah ditentukan
sehingga menyebabkan peningkatan kemampuan kognitif yang akan
menyebabkan timbulnya hasil dari proses belajar
Dari definisi dua ahli tersebut peneliti menyatakan bahwa hasil adalah suatu
tindakan yang dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan yang sudah
ditentukan dan kesuksesan tercapainya tujuan tersebut yang akan menimbulkan
hasil. Hasil merupakan sesuatu yang didapat setelah pelajaran selesai.
2.1.3 Belajar
2.1.3.1 Pengertian Belajar
Rohmah (2015: 171-172) menyatakan belajar adalah key term, istilah kunci, yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar
sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Karena demikian pentingnya arti
belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi belajar pun
diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai
proses perubahan manusia itu. Belajar yaitu setiap perubahan yang relatif menetap
dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan dan pengalaman. Belajar
adalah perubahan kepribadian sebagai pola baru yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian/suatu pengertian. Makmun (dalam Rohmah, 2015: 172)
menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku atau pribadi
Skinner, dkk (dalam Kurniawan, 2014: 3) mengatakan bahwa belajar
menurut golongan behavioristik dipandang sebagai proses adaptasi atau
penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Timbulnya tingkah
laku itu disebabkan oleh adanya hubungan stimulus dengan respon dimana suatu
stimuli tertentu akan menyebabkan respon tertentu dari individu. Bruner, dkk
(dalam Kurniawan, 2014: 3) menyatakan dalam pandangan para kognitivistik
belajar dipandang sebagai proses aktif individu dalam memproses individu dalam
memproses informasi. Mayer, dkk (dalam Kurniawan, 2014: 3) menyatakan
faham konstruktivisme memandang belajar sebagai proses aktif pebelajar dalam
mengkonstruk ilmu pengetahuan melalui proses seleksi, organisasi, dan integrasi
informasi.
Syah (dalam Kurniawan, 2014: 4) menyatakan belajar pada hakikatnya
merupakan proses kognitif yang mendapat dukungan dari fungsi ranah
psikomotor. Fungsi psikomotor dalam hal ini meliputi: mendengar, melihat,
mengucapkan. Apapun manifestasi belajar yang dilakukan siswa hampir dapat
dipastikan selalu melibatkan fungsi ranah akalnya yang intensitas pengunaannya
tentu berbeda dengan peristiwa belajar lainnya.
Rohmah (2015: 172) menyatakan ada beberapa karakteristik belajar antara
lain, yaitu:
1. Belajar adalah suatu perubahan dalam tingkah laku
2. Belajar terjadi melalui latihan dan pengalaman(perubahan karena
pertumbuhan atau kematangan bukan merupakan hasil belajar, contoh
3. Belajar terjadi melalui latihan dan pengalaman, berarti perubahan tingkah
laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi/kepekaan
seseorang yang biasanya hanya berlangsung sementara bukan merupakan
hasil belajar.
4. Perubahan tingkah laku itu menyangkut beberapa aspek kepribadian
(fisik/psikis) seperti perubahan pengertian, berpikir, keterampilan,
kebiasaaan, sikap, dan lain-lain.
Fudyartanto (dalam Baharudin dan Wahyuni, 2015: 15) menyatakan
belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Usaha
untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi
kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai
sebelumnya. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami,
mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu.
Morgan, dkk (dalam Baharudin dan Wahyuni, 2015: 18) menyatakan
bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai
hasil latihan atau pengalaman. Pernyataan Morgan dan kawan-kawan senada
dengan pendapat yang dikemukakan para ahli yang menyatakan bahwa belajar
merupakan proses yang dapat menyebabkan perubahan tingkah laku disebabkan
adanya reaksi terhadap situasi tertentu atau adanya proses internal yang terjadi di
dalam diri seseorang.
Dari uraian pendapat tujuh ahli yang mendefinisikan pengertian belajar,
diperoleh. Belajar adalah mencari tahu apa yang belum diketahui dan
mengembangkan pengetahuan yang sudah diketahui.
2.1.4 Hasil Belajar
2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar
Sudjana (dalam Kurniawan, 2014: 9) mengatakan Kingsley membedakan
hasil belajar siswa (individu) menjadi tiga jenis yaitu: 1) keterampilan dan
kebiasaan, 2) pengetahuan dan pengertian, 3) sikap dan cita-cita. Setiap golongan
bisa diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah.
2.1.4.2 Penggolongan Hasil Belajar
Bloom menggolongkan hasil belajar menjadi tiga bagian yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotor.
1. Hasil Belajar Kognitif
Dimyati dan Mudjiono (dalam Kurniawan, 2014: 10-11) menyatakan
hasil belajar kognitif yaitu hasil belajar yang ada kaitannya dengan ingatan,
kemampuan berpikir atau intelektual. Hasil belajar ranah kognitif meliputi
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi, dan
kreativitas. Hasil belajar pengetahuan meliputi kemampuan berupa ingatan
terhadap suatu yang pernah dipelajari. Hasil belajar pemahaman, yaitu
kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu yang sudah dipelajari.
Penerapan yaitu kemampuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam situasi nyata maupun tiruan. Hasil belajar analisis
menjadi jelas unsur-unsur pembentuk kesatuan suatu entitas. Hasil belajar
sintetis yaitu kemampuan membuat intisari, membentuk suatu pola tertentu
berdasarkan elemen-elemen yang berbeda, sehingga membentuk suatu
kesatuan yang bermakna. Hasil belajar evaluasi yaitu kemampuan
memberikan pendapat atau menentukan baik dan tidak baik atas sesuatu
dengan menggunakan suatu kriteria tertentu. Kreativitas merupakan
kemampuan kognitif tertinggi, menggantikan kemampuan evaluasi.
Kreativitas adalah kemampuan untuk mengkreasi atau mencipta, yaitu
kemampuan yang dipandang paling sulit/tinggi dibandingkan dengan
kemampuan kognitif lainnya.
2. Hasil Belajar Afektif
Dimyati dan Mudjiono (dalam Kurniawan, 2014: 12) menyatakan
hasil belajar ranah afektif yaitu merujuk pada hasil belajar yang berupa
kepekaan rasa atau emosi. Hasil belajar afektif terdiri dari lima jenis
tahapan, yaitu:
a. Kepekaaan, yaitu sensitivitas mengenai situasi dan kondisi tertentu
serta memperhatikan keadaan tersebut.
b. Partisipasi, yaitu mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan
berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
c. Penilaian dan penentuan sikap, yaitu mencakup menerima suatu nilai,
menghargai, mengakui, dan menentukan sikap.
pedoman atau pegangan hidup.
e. Pembentukan pola hidup, yaitu kemampuan menghayati nilai dan
membentuk menjadi pola nilai kehidupan pribadi.
3. Hasil Belajar Psikomotorik
Dimyati dan Mudjiono (dalam Kurniawan, 2014: 12-13)
menyatakan hasil belajar psikomotorik yaitu berupa kemampuan gerak
tertentu. Kemampuan gerak ini juga bertingkat mulai dari gerak sederhana
yang mungkin dilakukan secara refleks hingga gerak kompleks yang
terbimbing hingga gerak kreativitas. Menurut Simpson (dalam Kurniawan,
2014: 12-13) gerak psikomotorik meliputi:
a. Persepsi, yaitu kemampuan memilah-milah dan kepekaan terhadap
sesuatu.
b. Kesiapan, yaitu kemampuan bersiap diri secara fisik.
c. Gerakan terbimbing, yaitu kemampuan meniru contoh.
d. Gerakan terbiasa, yaitu keterampilan yang berpegang pada pola.
e. Gerakan kompleks, yaitu gerakan luwes, lancar, gesit, dan lincah.
f. Penyesuaian, yaitu kemampuan mengubah dan mengatur kembali.
g. Kreativitas, yaitu kemampuan mencipta pola baru.
Dari definisi di atas peneliti menyatakan bahwa hasil belajar berupa
pengetahuan yang akan menjadi tolak ukur seberapa jauh siswa mampu
mampu mengaplikasikan materi tersebut ke dalam sikap dan keterampilan, karena
hasil belajar bukan hanya dari kemampuan kognitif saja, tetapi sikap dan
keterampilan akan ikut serta mempengaruhi hasil belajar. Dalam penelitian ini
peneliti membatasi pada aspek penilaian kognitif. Penilaian kognitif adalah
penilaian yang berkaitan dengan ingatan, kemampuan berpikir, dan intelektual.
2.1.5 Pembelajaran
2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran
Gagne (dalam Kurniawan, 2014: 27) menyatakan bahwa pembelajaran
adalah serangkaian aktivitas untuk membantu mempermudah seseorang belajar,
sehingga terjadi belajar secara optimal. Dalam proses pembelajaran merujuk pada
segala peristiwa (events) yang bisa memberikan pengaruh langsung terjadinya belajar pada manusia. Dalam konteks pembelajaran di sekolah guru adalah salah
satunya, bukan satu-satunya.
Romizowski (dalam Kurniawan, 2014: 28) menjelaskan bahwa
pembelajaran itu memiliki dua ciri aktivitas yang berorientasi pada tujuan yang
spesifik serta adanya sumber dan aktivitas belajar yang telah direncanakan
sebelumnya. Tujuan, sumber dan aktivitas belajar yang ditetapkan sebelum proses
belajar mengajar terjadi inilah yang terpenting. Belajar dan pembelajaran
merupakan dua hal berbeda namun memiliki keterkaitan, dimana dalam konteks
ativitas di dalam kelas, pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru
untuk menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif bagi terjadinya proses
materi, dan situasi kelas yang dipandang akan kondusif bagai proses belajar siswa
didesain oleh guru sebelumnya dalam bentuk desain pembelajaran.
Al-Tabany (2014: 19) menyatakan bahwa pembelajaran hakikatnya adalah
usaha sadar untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan
sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dari
makna ini jelas bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang
guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang
intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dari definisi di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah
serangkaian aktivitas yang memiliki tujuan untuk mempermudah seseorang dalam
aktivitas belajar yang telah direncanakan sebelumnya, sehingga proses belajar
akan terjadi secara optimal
2.1.6 Matematika
2.1.6.1 Pelajaran Matematika
Menurut Nasution (dalam Suparman, 2009: 8) menyatakan bahwa
matematika merupakan ilmu mengenai dasar-dasar perhitungan, pengukuran, dan
penggambaran bentuk objek. Ilmu ini melibatkan logika dan kalkulasi kuantitatif,
dan pengembangannya telah meningkatkan idealisasi subjek.
Menurut Al-Arif (2013: 16-17) mengatakan matematika merupakan
cabang dari logika yang memberikan suatu kerangka kinerja yang sistematis,
dengan sesuatu yang dapat dihitung atau sesuatu yang dinyatakan dalam bentuk
kuantitas (jumlah).
Zubaedi (2014: 296) menyatakan mata pelajaran matematika terdapat nilai
konsistensi dalam berpikir logis, pemahaman aksioma kemudian mencari
penyelesaian melalui pengenalan terhadap kemungkinan yang ada (semua
probabilitas) lalu mengeliminasi sejumlah kemungkinan tertentu dan akhirnya
menemukan sesuatu kemungkinan yang pasti akan membawa kepada jawaban
yang benar. Dari sini ada pengenalan probabilitas, ada eliminasi probabilitas, ada
konklusi yang menunjukkan jalan pasti akan menuju kepada suatu jawaban yang
benar.
Dari definisi di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa matematika
adalah salah satu mata pelajaran yang mengajarkan siswa untuk belajar mengukur
dan berhitung sehingga dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupan
sehari-hari mengenai bilangan seperti mengukur dan mengitung.
2.1.6.2 Materi Perkalian dan Pembagian
Peneliti memilih materi pembelajaran yaitu perkalian dan pembagian.
Perkalian dan pembulatan merupakan bagian dari materi pada mata pelajaran
Matematika kelas IV semester I. Berdasarkan silabus, materi ini tercantum dalam
Standar Kompetisi 1. Memahami dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung
bilangan dalam pemecahan masalah. Dalam Standar Kompetensi tersebut,
Kompetensi dasarnya yaitu 1.3 Melakukan operasi perkalian dan pembagian.
Mustaqim & Astuty (2008 : 18) mengatakan bahwa perkalian merupakan
penjumlahan yang berulang. Berikut adalah contoh perkalian:
Contoh:
Ema mempunyai 4 kaleng permen pemberian paman. Setelah dibuka satu
kaleng ternyata berisi 21 permen. Menurut Paman, semua kaleng isinya
sama. Berapa banyaknya permen Ema pemberian paman?
Banyaknya permen Ema dapat kita cari dengan perkalian bilangan 4 × 21.
a. Dengan definisi perkalian sebagai penjumlahan yang berulang, maka
bentuk perkalian tersebut dapat kita tuliskan:
4 × 21 = 21 + 21 + 21 + 21 = 84
b. Dengan perkalian langsung dapat kita tuliskan 4 × 21 = 21× 4 (sifat
komutatif perkalian).
21 × 4 = 84
c. Dengan perkalian bersusun dapat kita tuliskan:
Cara Susun Pendek Cara Susun Panjang
2 1 2 1 4 x 4 x 8 4 4 8 0 +
Keterangan:
1. Cara susun 1 (Perkalian bersusun pendek)
2 1 4 dikalikan dengan 1 (satuan), hasilnya 4
4 x 4 dikalikan dengan 2 (puluhan), hasilnya 8
8 4
Pada cara bersusun pendek, ketika angka 4 dikalikan
dengan angka 2 yang terletak pada puluhan, maka angka 0 tidak
perlu dituliskan dalam hasilnya dan hanya dituliskan angka
depannya saja.
2. Cara susun 2 (Perkalian bersusun panjang)
2 1 4 dikalikan dengan 1 (satuan) hasilnya ditulis 4)
4 x 4 dikalikan dengan 2 (puluhan) hasilnya ditulis 80)
4 Kemudian semua hasil dijumlahkan
8 0 +
8 4
Pada cara bersusun panjang, ketika angka 4 dikalikan dengan
angka 2 yang terletang pada puluhan, maka hasilnya tetap ditulis
utuh 80 dan angka 0 tidak dihilangkan, kemudian baru dijumlahkan.
Dari ketiga cara perkalian di atas, kalian peroleh hasil yang sama.
2. Melakukan Operasi Pembagian
Pada kelas-kelas sebelumnya, kalian mengenal pembagian sebagai
pengurangan yang berulang oleh bilangan pembagi terhadap bilangan
yang dibagi.
a. Bagaimana cara membagi bilangan 20 dengan 5? Mari kita
kurangi secara berulang.
20 – 5 = 15
15 – 5 = 10
10 – 5 = 5
5 – 5 = 0
Berapa kali pengurangan dilakukan? Berapa hasil akhir pengurangan
berulang tersebut? Dalam operasi pembagian dituliskan:
20 : 5 = 4
Pembagian tersebut dinamakan pembagian tanpa sisa.
b. Bandingkan dengan pembagian bilangan 20 oleh bilangan 6
berikut ini.
20 – 6 = 14
14 – 6 = 8
8 – 6 = 2
Berapa kali pengurangan dilakukan? Berapa hasil akhir pengurangan
berulang tersebut? Dalam operasi pembagian dituliskan:
Pembagian tersebut dinamakan pembagian bersisa. Hasil
pembagian bersisa kita tuliskan sebagai berikut:
20 : 6 = 3 (sisa 2)
2.1.7 Pembelajaran Matematika
Bruner (Ruseffendi, 1991) mengatakan dalam metode penemuannya
mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan
sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. Menemukan, di sini yang
terutama adalah „menemukan lagi‟ (discovery), atau dapat juga menemukan yang
sama sekali baru (invation). Oleh karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan
dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Dalam
pembelajaran ini, guru harus lebih banyak berperan sebagai pemimbing
dibandingkan sebagai pemberi tahu.
Heruman (2007: 5) menyatakan selain belajar penemuan dan belajar
bermakna, pada pembelajaran matematika harus terjadi pula belajar secara
“konstruktivisme” Piaget. Dalam konstruktivisme, konstruksi pengetahuan
dilakukan sendiri oleh siswa, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan
menciptakan iklim yang kondusif.
Susanto (2013: 186-187) menyatakan bahwa pembelajaran matematika
adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk
mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan
bepikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi
materi matematika. Proses belajar pada matematika mengandung dua kegiatan
yaitu belajar dan mengajar. Kegiatan kolaborasi berupa interaksi antar siswa
dengan guru, antar siswa dengan siswa, dan antar siswa dengan lingkungan di saat
pembelajaran matematika sedang berlangsung.
Dari hasil definisi di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran
matematika adalah proses belajar siswa dalam memahami konsep matematika
dengan cara menemukan pengetahuan baru, sehingga konsep tersebut sebagai
kunci untuk memecahkan masalah. Pembelajaran matematika harus menuntut
siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan
menggunakan daya nalar yang tinggi.
2.1.8 Pendekatan Kontekstual
Kontekstual adalah sebuah sistem yang bersifat menyeluruh yang
menyerupai cara alam bekerja. Kata konteks dipahami sebagai pola
hubungan-hubungan di dalam lingkungan langsung seseorang. Pembelajaran dan pengajaran
kontekstual, sebagai sebuah sistem mengajar, didasarkan pada pikiran bahwa
makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya. Semakin banyak
keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks yang luas, semakin
bermaknalah isinya bagi mereka. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual
melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka
mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka
hadapi. Ketika para siswa menyusun proyek atau menemukan permasalahan yang
informasi dan menarik kesimpulan, ketika mereka secara aktif memilih,
menyusun, mengatur, menyentuh, merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan,
dan membuat keputusan, mereka mengaitkan isi akademis dengan konteks dalam
situasi kehidupan, dan dengan cara ini mereka menemukan makna (Jhonson,
2006: 32-35).
Majid (2013: 228) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual adalah
konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran aktif, yakni:
konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
Baharudin dan Wahyuni (2015: 190-192) menyatakan kontekstual adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Dalam kelas kontekstual tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama,
yaitu konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan,
refleksi dan penilaian yang sebenarnya. Pendekatan ini dapat diterapkan dalam
2.8.1.1 Langkah-langkah Pendekatan Kontekstual
Baharuddin (2015: 190-192) menyatakan bahwa langkah-langkah
menerapkan pendekatan kontekstual di dalam kelas, adalah sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan barunya.
2. Langsungkan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok-kelompok)
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi diakhir pertemuan
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan
dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya di dalam kehidupan
sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks
yang terbatas, sedikit demi sedikit, dari proses pengkonstruksian sendiri, sebagai
2.1.8.2 Kelebihan dan kekurangan Pendekatan Kontekstual
Menurut Shoimin (2014: 44) kelebihan dan kekurangan kontekstual
adalah sebagai berikut :
A. Kelebihan
1. Pembelajaran kontesktual dapat menekankan aktivitas berfikir siswa
secara penuh, baik fisik maupun mental.
2. Pembelajaran kontesktual dapat menjadikan siswa belajar bukan
menghafal, melainkan proses pengalaman dalam kehidupan nyata.
3. Kelas dalam kontesktual bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, melainkan sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan
mereka di lapangan.
4. Materi pelajaran ditentukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari
orang lain.
Kelebihan menurut Jhonson (2006: 303-304) bahwa keampuhan
kontekstual terletak pada kesempatan yang diberikan siswa untuk
mengembangkan harapan mereka, untuk mengembangkan bakat mereka, dan
mengetahui informasi terbaru, serta menjadi anggota sebuah masyarakat
demokrasi yang cakap.
Kekurangan penerapan pembelajaran kontesktual merupakan
pembelajaran yang kompleks dan sulit dilaksanakan dalam konteks
Dari pendapat dua ahli ahli peneliti menyatakan bahwa kelebihan
pendekatan kontekstual adalah mengajarkan siswa untuk mengeksplor
pengetahunnya sendiri serta memahami guna materi tersebut bagi kehidupan
sehari-hari. Kekurangan dari pendekatan kontesktual ialah membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk membantu siswa agar mendapatkan pengetahuan
yang akan dikembangkan.
2.1.9 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Supriadi (2004: 81-88) menyatakan bahwa karakteristik siswa sekolah
dasar dibedakan ke dalam karakteristik pribadi dan sosial, dan karakteristik
psikologis.
1. Karakteristik Pribadi dan Sosial
a. Umur, secara umum umur menentukan kesiapan siswa untuk belajar.
Siswa yang umurnya lebih tua akan mempunyai kesiapan belajar yang
lebih tinggi daripada siswa yang lebih muda. Ketentuan wajib belajar
dimulai pada umur 7 tahun.
b. Jenis kelamin, dari penelitan-penelitian psikologi diketahui bahwa
perempuan dan laki-laki mempunyai tempo dan ritme perkembangan
yang relatif berbeda. Misalnya anak perempuan lebih cepat memasuki
tahap keremajaan dan anak perempuan lebih cepat mengenal “hidup
teratur” dan lebih mandiri dari pada anak laki-laki.
c. Pengalaman Prasekolah, TK merupakan persiapan untuk memasuki
d. Kemampuan Sosial-Ekonomi, pendidikan orang tua, pekerjaan orang
tua, penghasilan orang tua dan tempat tinggal berkaitan satu sama lain.
Sosial ekonomi keluarga siswa perlu dipertimbangkan dalam proses
belajar dan mengajar, karena hal ini akan mempengaruhi keberhasilan
belajarnya disekolah.
2. Karakteristik Psikologis
a. Tingkat kecerdasan, dapat diamati dari kemampuan belajarnya siswa
yaitu cepat, tepat dan akurat. Ada siswa yang mudah mengingat
sederet angka, ada yang dapat mengingat setelah belajar
berulang-ulang.
b. Kreativitas, kemampuan seseorang dalam menghasilkan sesuatu yang
baru berdasarkan hal-hal yang sudah ada. Kreativitas seseorang
ditandai oleh kemampuannya dalam mencetuskan gagasan-gagasan
yang relatif baru (misalnya dalam cara memecahkan masalah), dapat
menguraikan sesuatu secar lancar dengan bahasa dan istilah yang kaya
serta bervariasi.
c. Bakat dan minat, guru perlu mengakomodasi perbedaan minat dan
bakat tanpa mengabaikan usaha untuk membimbing siswa sehingga
menguasai secara merata materi mata pelajaran sesuai dengan tuntutan
kurikulum.
d. Pengetahuan dasar dan prestasi terdahulu, guru perlu mengetahui dan
mereka diberikan materi baru. Siswa yang mempunyai pengetahuan
dasar yang kuat dari proses belajar sebelumnya, mencapai prestasi
yang lebih baik pada proses belajar berikutnya.
e. Motivasi belajar, motivasi merupakan modal yang sangat penting
untuk belajar, tanpa ada motivasi proses belajar akan kurang berhasil.
f. Sikap dan kebiasaan belajar, sikap siswa terhadap sekolah, guru,
siswa-siswa yang lain dan terhadap materi pelajaran dalam kurikulum
akan menentukan keberhasilan dalam belajar. Ada siswa yang merasa
sekolah merupakan keharusan untuk masa depannya, ada siswa yang
memandang bahwa ia bersekolah karena disuruh oleh orang tuanya.
Suryobroto (dalam Djamarah, 2011: 124) menyatakan bahwa pada umur
antara 6 atau 7 tahun biasanya anak memang telah matang untuk masuk sekolah
dasar. Masa keserasian bersekolah ini secara relatif diperinci menjadi dua fase
yaitu: (1) masa kelas rendah, kira-kira umur 6 atau 7 sampai umur 9 atau 10 tahun
dan (2) Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar kira-kira umur 9 atau 10 sampai
kira-kira umur 12 atau 13 tahun.
Dari definisi di atas peneliti menyatakan bahwa karakteristik siswa
sekolah dasar adalah terpengaruh oleh umur karena mempertimbangkan kesiapan
siswa untuk belajar dari pra sekolah ke sekolah dasar, kondisi ekonomi dan
lingkungan keluarga akan mempengaruhi siswa dalam merancang pola pikir, dan
2.2 Teori-teori Mendukung
2.2.1 Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Nur (dalam Al-Tabany, 2014: 30) menyatakan perkembangan kognitif
sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan
lingkungan. Piaget yakin bahwa pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan
penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi
sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu
memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih
logis. Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang
perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif
membangun sistem makna dan pemahaman realistis melalui pengalaman dan
interaksi mereka.
Menurut Nur (dalam Al-Tabany, 2014: 30) tahap-tahap perkembangan
kognitif Piaget adalah sebagi berikut:
1. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Terbentuknya konsep “kepermanenan objek” dan kemajuan gradual
dari perilaku refleksif ke perilaku yang mengarah pada tujuan.
2. Tahap Pra-Operasional (2-7 tahun)
Perkembangan kemampuan menggunakan simbol untuk menyatakan
objek-objek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi.
3. Tahap Operasi Konkret (7-11 tahun)
Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis.
tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak
begitu dibatasi oleh keegosentrisan.
4. Tahap Operasi Formal (11 tahun-dewasa)
Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan.
Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi
sistematis.
Menurut Piaget (dalam Al-Tabany, 2014: 31) menyatakan perkembangan
kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi
dan berinteraksi dengan lingkungannya. Berikut ini adalah implikasi penting
dalam model pembelajaran:
1. Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak
sekedar pada hasilnya. Pengamatan belajar yang sesuai dikembangkan
dengan memperhatikan tahap kognitif siswa yang mutakhir, dan jika guru
penuh perhatian terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai
pada kesimpulan terntentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam
posisi memberikan pengalaman sesuai dengan yaang dimaksud.
2. Dalam kelas Piaget, penyajian pengetahuan jadi (ready-made) tidak mendapat penekanan, tetapi didorong menemukan sendiri pengetahuan itu
(Discovery maupun Inquiry) melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.
3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu
berlangsung pada kecepatan yang berbeda.
Dari teori diatas peneliti menyimpulkan bahwa tahap siswa sekolah dasar
adalah tahap perkembangan operasi konkret dimana tahap perkembangan siswa
sudah mampu berpikir secara logis dan pemecahan masalah tidak terlalu dibatasi
oleh keegosentrisan.
2.3 Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Adapun hasil penelitian ini antara lain hasil penelitian yang
dilakukan oleh Catur, Wiji (2013) perbaikan pembelajaran melalui PTK mata
pelajaran matematika. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika
Pecahan Melalui Pendekatan Kontekstual dengan Media CD Interaktif Pada SD
Negeri Kebogadung 02 Brebes. Hasil penelitian menunjukan keterampilan guru
siklus I memperoleh skor 16 dengan kreteria kurang, Siklus II memperoleh skor
20 dengan kreteria cukup, dan siklus III memperoleh skor 30 dengan kreteria
sangat baik. Aktivitas siswa pada siklus I mendapat skor 17 dengan kreteria
cukup, siklus II mendapat skor 23 dengan kreteria baik,. Hasil belajar siswa setiap
siklus mengalami peningkatan. Pada siklus I ketuntasan klasikal 60%, siklus II
ketuntasan klasikal meningkat menjadi 85%. Berdasarkan penelitian dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika melalui pendekatan kontekstual
dapat berhasil, sehingga dapat dijadikan salah satu aternatif solusi untuk
Sari, Puspa (2014) perbaikan pembelajaran melalui PTK mata pelajaran
IPA kelas VA SD Negeri Kenaran 2 Prambanan. Peningkatan Penguasaan Konsep
IPA Melalui Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas VA SD Negeri Kenaran 2
Prambanan Sleman Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
penguasaan konsep IPA siswa kelas VA SD Negeri Kenaran 2 Prambanan Sleman
Yogyakarta melalui pendek