• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Asupan Energi, Protein dan Aktivitas Fisik Terhadap Status Gizi Lanjut Usia di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Asupan Energi, Protein dan Aktivitas Fisik Terhadap Status Gizi Lanjut Usia di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP STATUS GIZI LANSIA DI KECAMATAN NATAR

KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2014.

Oleh

M. Agung Prasetya Adyana Yoga

Terjadi peningkatan populasi penduduk lanjut usia disebabkan karena meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Sementara kualitas hidup penduduk Indonesia masih rendah dan prevalensi malnutrisi pada lansia telah mencapai level yang signifikan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan asupan energi, protein dan aktivitas fisik terhadap status gizi lansia di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan responden sebanyak 56 sampel. Sampel penelitian adalah semua lansia yang berada di Panti yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis data menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman dengan bantuan perangkat komputer analisis statistik.

Hasil penelitian ini menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi terhadap status gizi dengan korelasi sangat lemah (r= -0,032 dan nilai p=0,813), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan status gizi lansia dengan korelasi sangat lemah (r=0,065 dan nilai p=0,632) sedangkan terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi lansia dengan korelasi sedang (r=0,476 dan nilai p=0,000). Berdasarkan hasil tersebut, menu dan variasi makanan pada lansia perlu diperhatikan.

(2)

ABSTRACT

THE ASSOCIATION BETWEEN INTAKE OF ENERGY, PROTEIN AND PHYSICAL ACTIVITY WITH NUTRITIONAL STATUS OF ELDERLY

PEOPLE LIVING IN UPTD TRESNA WERDHA NURSING HOUSE NATAR SUBDISTRICT NORTH LAMPUNG REGENCY YEAR 2014.

By

M. Agung Prasetya Adyana Yoga

Increasing of elderly population correlate to increasing of life expectancy. On the other hand quality of life of the population in Indonesia is still low. Dietary intake factor and physical activity have a significant contribution in determining nutitional status of elderly. Prevalence of malnutrition in elderly have achieved significant level. The purpose of this research was to determine the association between intake of energy, protein and physical activity with nutritional status of elderly people living in UPTD Panti Sosial Tresna Werdha nursing house Natar District, Lampung Selatan Regency in 2014.

This Research was cross-sectional design with 56 respondents. The sample of this research was elderly in UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Natar District Lampung Selatan Regency which matched to inclusion and exclusion criteria. Analysis of correlation data using Pearson and Spearman test.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 8 juni 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari Bapak Gde Darmayoga dan Ibu Dewi Untari.

Riwayat Pendidikan diawali dengan bersekolah di Taman Kanak – kanak (TK) Satya Dharma Sudjana diselesaikan tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Satya Dharma Sudjana pada tahun 2006, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Satya Dharma Sudjana pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Umum (SMU) di SMA Bopkri Satu Yogyakarta pada tahun 2011. Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Unila.

(8)

Skripsi ini ku persembahkan untuk

JURUSELAMAT hidupku, Tuhan

SHANGHYANG WIDHI

Yang SELALU setia memimpin setiap

langkahku dalam suka dan duka, walaupun

(9)

JIKA KAMU BERUSAHA KERAS , MUNGKIN KAMU BISA

MENDAPATKAN SEMUA YANG KAMU INGINKAN..

KERJA BERSAMA TUHAN SELALU MANIS..

(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Shang Hyang Widhi karena dengan kasih dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Hubungan Asupan Energi, Protein dan Aktivitas Fisik terhadap Status

Gizi Lansia di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:

1. Terima kasih kepada pihak Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabuten Lampung Selatan dan para responden yang telah membantu saya dalam melaksanakan penelitian sehingga skripsi saya selesai dengan baik.

2. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto. M.Sc., selaku Rektor Universitas Lampung; 3. Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 4. dr. Dian Isti Angraini, M.P.H, selaku Pembimbing Utama yang dengan ikhlas

meluangkan waktu, memberi ide, sabar memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Reni Zuraida, M.Si, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan ide dan gagasan serta dengan ikhlas meluangkan waktu dan sabar memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini;

(11)

Keluarga Besar Wongsodinomo dan Keluarga besar Suyoga.

8. Sahabat – sahabat terbaiku, Miranda, Sugma, Belda, Ayu Lestari, Devi, Kartika, Sarah, Dea terima kasih ku ucapkan untuk kalian memberikan arti sebagai seorang sahabat terbaikku.

9. Untuk temanku Anisa Ratya, Berta Yolanda, Gusti Putu, Sandra Rini, Dea semoga pertemanan yang sudah kita jalin dapat terus terjalin sampai kita sudah jadi dokter sekalipun;

10.Teman ku Roseane Maria, Dessy Eva, Fadia Nadila dan Siska Karolina terima kasih sudah mau menjadi teman belajar ku dalam setiap persiapan OSCE dari semester 1 sampai semester 7, semoga kita menjadi dokter yang professional untuk kedepannya. 11.Teman – teman KKN khususnya untuk Yoga, Nilam, Eka, Gesta, Mia terima kasih

untuk tiap semangat dan doanya.

12.Terima kasih kepada Mela Sarasmita, Tio Galih Dewantoro, Kak Zainuri untuk semangat, bantuan dan doanya sehingga skripsi ini selesai dengan tepat waktu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Namun, penulis memiliki harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat di masa sekarang dan dimasa yang akan datang. Amin.

Bandar Lampung, Desember 2014-12-12

Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

2.2 Perubahan Fisiologi Lansia ... 10

2.3 Aktivitas Fisik ... 12

2.4 Kebutuhan Energi dan Protein Pada Lansia ... 14

2.5 Penilaian Asupan Makan Pada Lansia ... 18

2.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Lansia ... 20

2.7 Penilaian Status Gizi Pada Lanjut Usia ... 26

2.8 Angka Kecukupan Gizi ... 27

2.9 Penilaian Tinggi Badan Lansia ... 30

(13)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ... 36

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

3.3 Populasi Penelitian ... 36

3.4 Sampel Penelitian ... 37

3.5 Identifikasi Variabel Penelitian ... 40

3.6 Definisi Operasional... 40

3.7 Alat dan Bahan Penelitian ... 42

3.8 Alur Penelitian ... 46

3.9 Jenis Data ... 47

3.10 Analisa Data ... 47

3.11 Etika Penelitian ... 50

3.12 Keterbatasan Penelitian ... 50

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 52

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 53

4.1.2 Analisis Univariat ... 54

4.1.3 Analisis Bivariat ... 62

4.2 Pembahasan ... 66

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kategori Aktivitas Fisik Berdasarkan Nilai Physical Activity Level (PAL) ... 13

2. Penilaian Status Gizi Lansia Menurut Departemen Kesehatan RI (Depkes RI, 2005) ... 27

3. Angka Kecukupan Energi dan Protein ... 30

4. Jurnal Penelitian ... 38

5. Definisi Operasional ... 41

6. Klasifikasi IMT (Indeks Massa Tubuh) ... 44

7. Kekuatan Koefisien Korelasi ... 50

10. Distribusi Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ... 53

11. Karakteristik Responden Lansia Berdasarkan Asupan Protein Lansia di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan .. 54

12. Karakteristik Responden Lansia Berdasarkan Asupan Energi, Aktivitas Fisik dan Status Gizi Lansia di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ... 54

13. Karakteristik Responden Lansia Berdasarkan Asupan Energi Lansia Pria dan Wanita di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ... 55

14. Karakteristik Responden Lansia Berdasarkan Asupan Protein Lansia Pria dan Wanita di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ... 56

15. Karakteristik Responden Lansia Berdasarkan Status Gizi Lansia Pria dan Wanita di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ... 56

16. Hubungan Asupan Energi Terhadap Status Gizi Lansia di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ... 57

17. Hubungan Asupan Protein Terhadap Status Gizi Lansia di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan ... 58

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 ... 99

Lampiran 2 ... 100

Lampiran 3 ... 101

Lampiran 4 ... 103

Lampiran 5 ... 105

Lampiran 6 ... 107

Lampiran 7 ... 109

Lampiran 8 ... 110

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram Kerangka Teori Hubungan Asupan Energi, Protein Dan Aktivitas

Fisik Terhadap Status Gizi Lansia ... 7

2. Diagram Kerangka Konsep Hubungan Asupan Energi, Protein Dan Aktivitas Fisik Terhadap Status Gizi Lansia ... 8

3. Diagram Alur Penelitian ... 46

4. Hubungan Asupan Energi Terhadap Status Gizi Lansia ... 62

5. Hubungan Asupan Protein Terhadap Status Gizi Lansia ... 64

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan usia harapan hidup (UHH) merupakan salah satu dampak dari perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi sosial masyarakat dan tercermin dari semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia (lanjut usia) dari tahun ke tahun. Usia lanjut adalah tahap akhir dalam siklus hidup manusia yang pasti dialami oleh setiap individu. Peningkatan UHH ini dapat mengakibatkan terjadinya transisi epidemiologik dalam bidang kesehatan karena meningkatnya jumlah angka kesakitan akibat penyakit degeneratif (Fatmah, 2010).

(18)

kelompok negara berstruktur tua (ageing population) karena persentase penduduk lansia telah mencapai angka diatas 7% (BPS, 2010).

Penurunan aktivitas akan berdampak pada status gizi, pada lansia yang tergolong aktivitas ringan untuk asupan energi karbohidrat tidak melebihi 65%, dan asupan lemak tidak melebihi 25% karena akan berdampak pada masalah obesitas. Di Indonesia, jumlah lansia yang mengalami keterbatasan untuk melakukan aktivitas fisik setiap tahunnya mengalami peningkatan. Menurut penelitian Fatmah (2010), tahun 1993 terdapat 94 (5,8%) responden yang tidak dapat melakukan aktivitas fisik dasar, dan mengalami peningkatan pada tahun 1997 menjadi 126 (7,7%) responden, dan meningkat menjadi 171 (10,5%) responden pada tahun 2000.

Bertambahnya usia seseorang merupakan faktor risiko timbulnya masalah kesehatan seperti kekurangan gizi dan obesitas. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian Setiani (2012) bahwa lansia yang mengalami kurang gizi sebanyak 3,4%, berat badan kurang sebesar 28,3%, berat badan ideal berjumlah 42,4%, berat badan lebih sebanyak 6,7% dan obesitas sebanyak 3,4%, sedangkan konsumsi energi dan protein rata – rata

lansia <80% AKG.

(19)

diperuntukkan bagi lansia yang tidak mempunyai sanak keluarga atau teman yang menerima sehingga pemerintah wajib melindungi lansia dengan menyelenggarakan panti werdha (Boedhi-Darmojo, 2009).

(20)

status gizi lansia di Panti Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

1.2 Perumusan Masalah

Jumlah lansia di Indonesia yang semakin meningkat membutuhkan perhatian dari pemerintah dan masyarakat karena dapat meningkatnya masalah kesehatan pada lansia, salah satunya adalah masalah gizi. Kondisi ekonomi yang kurang baik pada lansia yang berada di panti dapat menyebabkan kurang gizi yang dapat menurunkan status kesehatan para lansia karena sudah tidak ada keluarga yang mengurus mereka. Kondisi yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik memiliki pengaruh dalam menentukan status gizi seseorang.

(21)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara asupan energi dan protein serta aktivitas fisik terhadap status gizi lansia di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan antara asupan energi dengan status gizi pada lansia di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

2. Mengetahui hubungan antara asupan protein dengan status gizi pada lansia di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat : 1.4.1 Manfaat bagi Penulis

Mendapatkan pengalaman langsung dalam merencanakan penelitian, melaksanakan penelitian dan menyusun hasil penelitian mengenai hubungan asupan energi dan protein serta aktivitas dengan status gizi pada lansia di UPTD Panti Werdha Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

1.4.2 Manfaat bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan tambahan informasi penelitian yang berkaitan dengan hubungan asupan energi, protein dan aktivitas fisik dengan status gizi lansia.

1.4.3 Manfaat bagi UPTD Panti Sosial Tresna Werdha

(23)

1.5 Kerangka Teori

Gambar 1. Skema Kerangka Teori Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Lansia.

Pekerjaan

Status Ekonomi Pendidikan

Kebiasaan Merokok Umur dan hormon Genetik

Jenis Kelamin Status Perkawinan Aktivitas Sosial Gangguan Suasana Hati

Status Tinggal

Aktivitas Fisik

Pola Konsumsi

Makan

(24)

1.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan Gambar 2 dibawah ini, variabel independen pada penelitian ini adalah asupan energi, asupan protein, dan aktivitas fisik. Variabel dependen pada penelitian ini adalah status gizi.

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 2. Kerangka Konsep Hubungan Asupan Energi, Protein, dan Aktivitas Fisik Terhadap Status Gizi

1.7 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat diturunkan suatu hipotesis bahwa terdapat hubungan antara asupan energi, protein dan aktivitas fisik terhadap status gizi pada lansia di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

Status Gizi Asupan Energi

Asupan Protein

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut usia

(26)

2.2 Perubahan Fisiologi Lansia

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas atau kerusakan yang diderita (Boedhi-Darmojo, 2010). Proses menua dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen yang dapat menjadi faktor risiko penyakit degeneratif yang dimulai sejak usia muda atau produktif, namun bersifat subklinis (Fatmah, 2010).

Beberapa perubahan anatomi dan fisiologis tubuh meliputi sistem organ kulit pada lansia, terjadi penurunan epidermal 30 – 50% dan penurunan kecepatan pergantian stratum korneum menjadi dua kali lebih lama dibandingan orang muda. Selain itu, terjadi penurunan respon terhadap trauma di kulit, penurunan proteksi kulit, penurunan produksi vitamin D, penurunan fungsi sebum, serta penurunan jumlah sel melanosit yang aktif (Fatmah, 2010).

(27)

gigi yang tanggal serta terjadi kerusakan gusi karena proses degenerasi. Kedua hal ini sangat mempengaruhi proses pengunyahan makanan. Lansia mengalami kesulitan untuk mengkonsumsi makanan berkonsistensi keras. Kelenjar saliva sukar untuk disekresi yang mempengaruhi proses perubahan karbohidrat kompleks menjadi disakarida karena enzim ptialin menurun (Fatmah, 2010).

Lansia mengalami penanggalan gigi akibat hilangnya tulang penyokong periosteal dan periodontal, sehingga lansia akan mengalami kesulitan dalam mencerna makanan (Stanley, 2006). Fungsi lidah sebagai pelicin pun berkurang sehingga proses menelan terganggu. Fungsi pengecapan juga mengalami penurunan karena papila pada ujung lidah berkurang, terutama untuk rasa asin (Fatmah, 2010)

(28)

2.3 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan anggota tubuh yang diproduksi oleh kontraksi otot sehingga menghasilkan tenaga yang berfungsi untuk pemeliharaan kesehatan fisik dan mental serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Metode yang sering digunakan untuk mengukur aktivitas fisik seseorang dalam suatu penelitian instrumen adalah recall dan pemberian kuesioner. Metode tersebut sering digunakan karena murah dan lebih cepat. Namun, dalam metode tersebut dapat terjadi bias data karena seseorang cenderung melebihkan tingkat aktivitas fisiknya (Borodulin, 2006).

Dengan melakukan aktivitas fisik, maka lansia tersebut dapat mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatannya, karena keterbatasan fisik yang dimilikinya akibat pertambahan usia serta perubahan dan penurunan fungsi fisiologis sehingga lansia memerlukan beberapa penyesuaian dalam melakukan aktivitas fisik sehari–hari (Fatmah, 2010).

(29)

jantung maksimal, toleransi latihan, kapasitas aerobik dan terjadinya peningkatan lemak tubuh (Boedhi-Darmojo, 2010).

Kegemukan atau obesitas disebabkan oleh pola konsumsi makanan yang berlebihan, banyak mengandung lemak, karbohidrat dan protein yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Kegemukan yang terjadi pada lansia disebabkan karena menurunnya metabolisme yang tidak diimbangi dengan peningkatan aktivitas fisik atau penurunan jumlah makanan, sehingga kalori jumlahnya berlebihan diubah menjadi lemak dan mengakibatkan kegemukan. Lansia yang aktivitas fisiknya menurun, sebaiknya konsumsi energi dikurangi untuk mencapai keseimbangan energi dan mencegah terjadinya obesitas (Rowahani, 2012).

Tabel 1. Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai Physical Activity Level Kategori Aktivitas Fisik Nilai PAL

Sangat Ringan 1,20- 1,39

Ringan 1,40- 1,69

Sedang 1,70- 1,99

Berat 2,00- 2,40

Sumber : FAO/WHO, 2001

(30)

kelompok lanjut usia tahun 1993-2000 pada tahun 2000 menyimpulkan bahwa responden yang tidak dapat melakukan aktivitas fisik dasar pada tahun 1993 sebanyak 94 (5,8%), tahun 1997 mengalami peningkatan menjadi 126 (7,7%) responden dan meningkat sebanyak 171 (10,5%) responden pada tahun 2000 (Trihandini, 2007).

Kurang olahraga berisiko terhadap penurunan kekuatan dan massa tulang, dan berkurangnya absorbsi kalsium. Intensitas olahraga yang tinggi dihubungkan dengan dengan peningkatan densitas tulang, tetapi untuk lansia tidak dianjurkan melakukan jenis olahraga berat agar memiliki efek positif terhadap kesehatan tulang (Fatmah, 2010). Aktivitas fisik yang sesuai bagi lansia di Indonesia antara lain ketahanan (endurance) adalah aktivitas yang bersifat untuk ketahanan dapat membantu jantung, paru – paru, otot, dan sistem sirkulasi darah untuk tetap sehat, beberapa kegiatan yang dipilih antara lain berjalan kaki, lari ringan, berkebun dan kerja di taman.

2.4 Kebutuhan Energi dan Protein Pada Lansia

1. Energi

(31)

tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi seperti bernafas, kontraksi jantung, dan untuk menjalankan berbagai aktivitas fisik (Fatmah, 2010).

Konsumsi karbohidrat sebagai penyumbang energi terbesar harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Selain asupan yang berlebihan yang akan menyebabkan kelebihan berat badan, maka apabila asupan kurang maka terjadi keadaan kurang energi protein (KEP) (Budianto, 2009). Asupan serat dan karbohidrat yang dibutuhkan tubuh berkurang seiring bertambahnya usia. menurut National Cancer Institute, lansia direkomendasikan untuk mengkonsumsi 20 – 30 g/hari (Fatmah, 2010).

Makanan untuk lansia adalah yang cukup energi untuk mempertahankan fungsi tubuh, aktivitas otot dan pertumbuhan serta membatasi kerusakan yang menyebabkan penuaan dan penyakit (Barasi, 2007). Energi yang diperlukan tubuh diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak. Masyarakat Indonesia umumnya menggunakan karbohidrat sebagai penyumbang energi terbesar karena dijadikan sebagai makanan pokok. Asupan energi yang berlebihan akan mempengaruhi terjadinya penyakit degeneratif karena kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Hal ini dapat mengakibatkan berat badan lebih (Proverawati, 2010).

(32)

49 tahun dan 10% pada usia 50–59 tahun serta 60–69 tahun. Kebutuhan energi yang dianjurkan untuk lansia (>60 tahun) pada pria adalah 2200 kalori dan pada wanita adalah 1850 kalori. Menurut WHO, seseorang yang telah berusia 40 tahun sebaiknya menurunkan konsumsi energi sebanyak 5%. Selanjutnya, pada usia 60–70 tahun, konsumsi energi dikurangi 10%, dan setelah berusia diatas 70 tahun dikurangi 10% (Fatmah, 2010).

Kalori adalah energi potensial yang dihasilkan dari makanan yang diukur dalam satuan. Kebutuhan kalori pada seseorang ditentukan oleh beberapa faktor, seperti tinggi dan berat badan, jenis kelamin, status kesehatan dan penyakit serta tingkat kebiasaan aktivitas fisik (Miller, 2004).

(33)

2. Protein

Protein dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pembangun dan pemeliharaan sel. Pemeliharaan protein yang baik untuk lansia sangat penting karena sintesis protein di dalam tubuh fungsinya sudah menurun pada lansia dan banyak terjadi kerusakan sel (Fatmah, 2010). Kebutuhan protein untuk lansia USA ditentukan sebesar 0.8 gr/kgBB/hari (Boedhi-Darmojo, 2010). Pada lansia yang sakit, kebutuhan dapat meningkat menjadi 1,5 gr/kgBB/hari untuk dapat mempertahankan keseimbangan nitrogen. Keadaan peningkatan kebutuhan protein karena terjadi katabolisme jaringan (penurunan massa otot) serta adanya penyakit baik yang akut maupun yang kronik (Boedhi-Darmojo, 2010).

Pada masa lansia terjadi penurunan berbagai fungsi sel seiring dengan bertambahnya usia. Akibatnya adalah kemempuan sel untuk mencerna protein jauh lebih menurun dibandingkan yang bukan lansia, sehingga secara keseluruhan akan terjadi penurunan kebutuhan asupan protein yang akan terjadi pada semua lanjut usia. Hal ini disebabkan oleh penurunan fungsi tubuh yang terjadi secara alamiah dan tidak dapat dihindari (Fatmah, 2010).

(34)

proses menjadi tua, protein diperlukan untuk memperbaiki sel–sel yang rusak. Protein tidak dianjurkan dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan, karena dapat memberatkan fungsi dan kerja ginjal. Protein dibedakan menjadi protein nabati dan protein hewani (Soekirman et al., 2006).

Untuk Indonesia, berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2004), kecukupan yang dianjurkan adalah 60 gram/hari untuk laki–laki dan 50 gram/hari untuk perempuan usia 60 tahun ke atas dengan berat badan standar 60 dan 50 kg. Kebutuhan protein untuk usia 40 tahun tidak berbeda dengan usia sebelumnya. Dengan bertambahnya usia, perlu pemilihan makanan yang kandungan proteinnya bermutu tinggi dan mudah dicerna. Beberapa sumber protein hewani yang dapat dikonsumsi adalah susu, telur, daging, dan ikan. Sedangkan protein nabati seperti tahu, tempe, kacang–kacangan, dan lain sebagainya baik dikonsumsi (Fatmah, 2010).

2.5 Penilaian Asupan Makan pada Lansia

(35)

makanan agar diperoleh data tentang frekuensi dari konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi dalam suatu periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau tahun (Gibson, 2005). Metode yang digunakan dalam penilitian ini dengan menggunakan 24 hours food recall questionaire karena berdasarkan survey pendahulan yang dilakukan di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha bahwa menu makanan yang disediakan oleh pihak panti untuk para lansia dalam sehari – hari dalam satu tahun tidak ada yang berbeda sehingga untuk mencegah bias dalam pengambilan data maka menggunakan metode 24 hours food recall questionaire.

(36)

Kekurangan metode recall 24 jam adalah tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan recall satu hari, ketepatannya sangat bergantung pada daya ingat responden. Oleh karena itu responden harus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia dibawah 7 tahun, orang tua berusia di atas 70 tahun dan orang yang hilang ingatan. The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan untuk responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over esimate) dan untuk responden yang obesitas cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate). Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang diapakai menurut kebiasaan masyarakat. Pewawancara harus dilatih untuk dapat secara tepat menanyakan yang dimakan oleh responden, dan mengenal cara-cara pengolahan makanan serta pola pangan daerah yang akan diteliti secara umum (Fatmah, 2010).

2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi lansia antara lain Persentase lemak tubuh biasanya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur, oleh karena itu kejadian gizi lebih banyak di jumpai pada orang dewasa.

(37)

dibandingkan wanita. Banyak penelitian yang melaporkan bahwa wanita mudah mengalami kelebihan berat badan daripada wanita. Sedangkan pria, jumlah sel lemak lebih banyak pada wanita, disamping itu juga wanita mempunyai basal metabolisme rate (BMR) yang lebih rendah daripada laki-laki (Simanjuntak, 2010).

b. Pola makan antara pria dan wanita berbeda. Perbedaan ini menyebabkan timbulnya kecenderungan pada pria untuk mengalami masalah kesehatan dibandingkan dengan wanita. Berdasarkan riset yang dilakukan di Amerika Serikat, pria lebih menyukai jenis makanan seperti daging dan produk unggas, sedangkan wanita lebih menyukai sayuran dan buah – buahan (Simanjuntak, 2010).

c. Tingkat pendidikan

(38)

kesehatan (BPS, 2007). Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui pendidikan. Pengetahuan gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan.

d. Kondisi Fisik

Penduduk usia lanjut banyak mengalami penurunan, sehingga tergolong penduduk yang sudah tidak produktif. Sebagian besar penduduk lanjut usia termasuk penduduk yang tidak mempunyai jaminan pendapatan dihari tuanya. Meskipun penduduk lanjut usia dianggap tidak produktif, namun banyak penduduk lanjut usia yang masih bekerja. Penduduk lanjut usia lebih banyak bekerja disektor pertanian. Tingginya persentase lansia yang bekerja di bidang pertanian antara lain terkait dengan tingkat pendidikan penduduk usia lanjut yang masih rendah (BPS, 2009).

e. Merokok

(39)

merokok (Lewa et al, 2010). Penelitian Budiman dan Nanny (2005) pada lansia di DKI Jakarta didapatkan 21,2% lansia mempunyai kebiasaan merokok, diantaranya 6,7% perokok berat dengan merokok lebih dari 10 batang sehari.

f. Status perkawinan

Status perkawinan merupakan salah satu indikator menilai status gizi lansia. Survei Ekonomi Nasional (2000) menunjukkan bahwa penduduk laki-laki yang berstatus belum kawin sebesar 41,65% lebih besar dibandingkan dengan perempuan yaitu 32,0%. Sementara itu, penduduk perempuan yang berstatus cerai sebesar 12,3% dan laki-laki sebesar 2,52%. Penelitian Formayoza (2006) menunjukkan bahwa status gizi berdasarkan IMT tinggi lutut tidak normal terdapat pada lansia yang tidak memiliki pasangan yaitu sebesar 46,2%, sedangkan lansia yang memiliki pasangan 30,9%.

g. Aktivitas Fisik

(40)

kesehatan seperti latihan fisik yang teratur berkaitan dengan angka mortalitas, kematian karena penyakit kardiovaskuler, timbulnya diabetes tipe 2 ,hipertensi dan penyakit kanker yang lebih rendah (Gibney, 2008).

Pada umumnya lansia dapat melakukan aktivitas sosial yang secara fisik relatif ringan, tetapi sangan berguna bagi mental dan spiritual seseorang. Lansia dapat mengisi waktu luang dengan kegiatan bermanfaat baik di dalam rumah maupun di luar rumah dalam kegiatan sosial budaya. Beberapa kegiatan sosial yang dapat dilakukan lansia adalah: membaca, menonton TV, partisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan berupa arisan dan kegiatan keagamaan (BPS, 2007). Dukungan sosial dari keluarga sangat diperlukan oleh lansia di mana pada masa tersebut seorang lansia membutuhkan perhatian, pertolongan dan perasaan masih dibutuhkan atau dihargai.

(41)

asupan makanan sehingga akan mempengaruhi asupan makanan. Lansia yang berada dirumah sakit atau perawatan jangka panjang juga mungkin mengalami masalah nutrisi. Hal ini disebabkan karena diet yang dibatasi serta waktu dan fasilitas staf yang kurang dalam membantu lansia.

i. Gangguan mood adalah salah satu bentuk gangguan suasana hati atau mood disorder.Terjadinya depresi pada lansia merupakan interaksi faktor-faktor biologik-psikologik dan sosial. Faktor sosial adalah berkurangnya interaksi sosial, kesepian, berkabung, dan kemiskinan. Menurut Darmojo (2006) dari hasil penelitian tentang keadaan mental lansia di Indonesia 20,4% wanita lanjut usia merasa kesepian, 4,2% depresi, 17,3% cepat marah dan 21,3% mengalami sulit tidur.

(42)

Kebutuhan protein lansia tidak berbeda dengan kebutuhan orang dewasa. Konsumsi lemak pada lansia harus dibatasi, yaitu sekitar 20% dari total konsumsi kalori. Konsumsi lemak pada lansia harus di kurangi karena menurunnya aktivitas fisik sehingga kebutuhan energi pun berkurang.konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori yang dibutuhkan (Fatmah, 2010).

Konsumsi lemak total yang tinggi (lebih dari 40% dari konsumsi energi) dapat menimbulkan penyakit aterosklerosis (penyumbatan pembuluh darah ke arah jantung). Kebutuhan protein lansia per hari dalam kondisi sehat adalah ±0,8 g/kgBB atau 15 – 25% dari kebutuhan energi. Kelebihan protein dapat membebani kerja ginjal. Pada lansia yang memiliki status gizi buruk dan atau sedang dalam taraf penyembuhan, maka kebutuhan proteinnya adalah 1,2 – 1,8 g/kgBB/hari (Fatmah, 2010).

2.7 Penilaian Status Gizi pada Lanjut Usia

(43)

Antropometri merupakan salah satu metode penilaian status gizi secara langsung untuk menilai ketidakseimbangan antara energi dan protein (Supariasa, 2002). Penilaian status gizi lansia diukur dengan antropometri atau ukuran tubuh, yaitu tinggi badan (TB) dan berat badan (BB). Akan tetapi, pengukuran tinggi badan lansia tidak mudah dilakukan mengingat adanya masalah postur tubuh seperti terjadinya kifosis atau pembengkokan tulang punggung, sehingga lansia tidak dapat berdiri tegak oleh karena itu pengukuran tinggi lutut, panjang depa, dan tinggi duduk dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi badan (Fatmah, 2010).

Tabel 2. Penilaian status gizi lansia Departemen Kesehatan RI (Depkes RI, 2005)

IMT Status Gizi

<18,5 kg/m² Gizi Kurang 18,5 – 25 kg/m² Gizi Normal

>25 kg/m² Gizi Lebih

2.8 Angka Kecukupan Gizi (AKG)

(44)

gizi makro untuk lansia adalah 20 – 25% protein, 20% lemak, 55 – 60% karbohidrat. Asupan makan diukur dengan food recall 24 jam yaitu meliputi asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat yang dikonsumsi dalam waktu 24 jam terakhir. Hasil estimasi asupan makan tersebut dibandingkan dengan nilai angka kecukupan gizi (AKG) rata – rata orang Indonesia yang disesuaikan menurut kelompok umur (Fatmah, 2010) dan dikelompokan menjadi tiga, yaitu kurang ( bila<80% AKG), cukup (80 – 110% AKG), dan lebih (>110%AKG) (Arifin, 2011).

a. Energi

Energi merupakan asupan utama yang dibutuhkan oleh tubuh untuk proses metabolisme pada tingkat seluler, proses turn over untuk menjaga keseimbangan dan kerja otot (Almatsier, 2004). Banyaknya energi yang berasal dari asupan makanan per hari disesuaikan dengan banyaknya energi yang digunakan tubuh (Supariasa, 2002).

(45)

Kebutuhan kalori pada usia 50-60 tahun akan menurun ± 10% (Fatmah, 2010).

b. Protein

Protein adalah substansi kimia dalam makanan yang terbentuk dari serangkaian atau rantai – rantai asam amino. Protein berfungsi sebagai pembangun dan pemelihara sel, protein juga dapat berfungsi sebagai sumber energi dengan menyediakan 4 kalori per gram, namun sumber energi bukan merupakan fungsi utama protein (Fatmah, 2010). Fungsi protein adalah sebagai bahan bakar dan hormon di dalam tubuh, mengatur keseimbangan air dan mempertahankan kenetralan PH tubuh (Almatsier, 2004).

Menurut buku Modern Nutrition in Health and Disease diberikan pedoman asupan protein untuk orang Indonesia adalah 50 gram per hari untuk pria di atas 60 tahun, dan cukup 40 gram sehari pada wanita di atas 60 tahun (Fatmah, 2010). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukan bahwa rata – rata tingkat kecukupan protein usia 56 tahun ke atas mencapai 91,7%. Sebanyak 49,2% penduduk indonesia usia 56 tahun ke atas masih mengkonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal (80%) (Depkes, 2010).

(46)

Tabel 4. Angka Kecukupan Gizi untuk Lansia (WNPG, 2004)

Zat Gizi Usia Pria Wanita

Energi (kkal) 55 – 64 2250 1750

≥65 2050 1600

Protein (g) 55 – 64 60 50

≥65 60 50

2.9 Prediktor Tinggi Badan Lansia

Lansia akan mengalami penurunan tinggi badan akibat terjadinya pemendekan tulang belakang, berkurangnya massa tulang (12% pada pria dan 25% pada wanita), osteoporosis, dan kifosis. Rata – rata penurunan tinggi badan lansia adalah sekitar 1 – 2 cm per 10 tahun, dimana penurunan ini dimulai sejak usia 50 tahun (Fatmah, 2010).

Penilaian status gizi lansia diukur dengan antropometri atau ukuran tubuh, yaitu tinggi badan (TB) dan berat badan (BB). Pengukuran tinggi badan lansia sukar untuk dilakukan karena masalah postur tubuh seperti terjadinya kifosis atau pembengkokan tulang punggung, sehingga lansia tidak dapat berdiri tegak. Sehingga dilakukan prediksi pengukuran tinggi badan lansia dengan menggunakan panjang depa.

(47)

tinggi badan lansia, karena usia berkaitan dengan penurunan tinggi badan. Panjang depa relatif kurang dipengaruhi oleh pertambahan usia. Akan tetapi, nilai panjang depa pada kelompok lansia cenderung lebih rendah dari pada kelompok dewasa muda (Fatmah, 2010).

Pada kelompok lansia terlihat adanya penurunan nilai panjang depa yang lebih lambat dibandingkan dengan penurunan tinggi badan, sehingga dapat disimpulkan bahwa panjang depa cenderung tidak banyak berubah seiring pertambahan usia. Subyek yang diukur harus memiliki kedua tangan yang dapat direntangkan sepanjang mungkin dalam posisi lurus lateral dan tidak dikepal. Jika salah satu kedua tangan tidak dapat diluruskan karena sakit atau sebab lainnya, maka pengukuran ini tidak dapat dilakukan. Pembacaannya dilakukan dengan skala 0,1 cm mulai dari bagian ujung jari tengah tangan kanan hingga ujung jari tengah tangan kiri. Model prediksi tinggi badan untuk panjang depa.

(48)

tahun menunjukan korelasi yang kuat antara pengukuran panjang depa dan tinggi badan (r= 0,85 pada pria dan r= 0,91 pada wanita). Terlihat adanya kecenderungan penurunan kecepatan panjang depa daripada tinggi badan seiring peningkatan usia. Disimpulkan bahwa kemungkinan panjang depa tidak berubah selama terjadinya proses penuaan pada populasi penelitian (Fatmah, 2010).

Pengukuran tinggi badan lansia tidak dapat diukur dengan tepat sehingga untuk mengetahui tinggi badan lansia dapat dilakukan suatu estimasi dengan formula berdasarkan beberapa parameter antara lain tinggi lutut, panjang lengan, dan panjang depa (demispan) (Fatmah, 2006).

2.10 Jurnal Penelitian Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein, dan Aktivitas Fisik terhadap Status Gizi Lansia

(49)

fisik di panti (1385 ± 307, 3 Kal) dan di non panti (1933 ± 324, 8 Kal) dengan nilai p=0,000 (Nissa, 2006).

Pada penelitian yang dilakukan Eviyanti Yuli Rulianto mendukung hasil penelitian Choirun Nissa. Penelitian yang dilakukan Eviyanti yang

berjudul “Perbedaan Konsumsi Energi – Protein dan Status Gizi Pada

Lansia yang Tinggal di Panti dan Non Panti” dengan menggunakam design cross sectional dan jumlah sampel yang diteliti 74 lansia di panti dan non panti. Hasil penelitian menunjukan, lansia di panti : 87,5% wanita dan 82,4% pria mengkonsumsi energi dibawah AKG (Angka Kecukupan Gizi). Untuk protein proporsi tersebut adalah 52,5% dan 55,9%. Untuk lansia non panti : 65% wanita serta 52,9% pria mengkonsumsi energi, 22,5% wanita dan 26,5% pria mengonsumsi protein dibawah AKG. Rerata IMT lansia di panti dan non panti adalah 20,0 (±2,15) dan 22,1 (±2,12). Perbedaan tersebut secara statistik sangat bermakna terdapat perbedaan konsumsi energi dan protein serta status gizi lansia di panti dan non panti dengan nilai p = 0,000 (Rulianto, 2004).

Hasil penelitian yang dilakukan Eviyanti dan Choriun Nissa berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Erly Sentiomina Sipayung yang

berjudul “Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein dengan Status

(50)

hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi lansia di Panti Werdha Harapan Ibu Bringin Semarang dengan nilai r = 0,103 dan nilai p = 0,540 (>0,05). Disebutkan juga bahwa tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi lansia di Panti Werdha Harapan Ibu Bringin Semarang dengan nilai r = 0,267 dan p = 0,106 (Sipayung, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rusilanti dan Clara M Kusharto

yang berjudul “Model Hubungan Aspek Psikososial dan Aktivitas Fisik

Dengan Status Gizi Lansia “ dengan jumlah sampel penelitian 100 lansia di Kelurahan Budi agung, Baranangsiang, dan Situ Gede di kota Bogor. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat korelasi yang sangat rendah antara aktivitas fisik dengan status gizi lansia dengan nilai r :0,04 (Rusilanti, 2005). Hasil penelitian berbeda dengan Hilda Fauzia Akmal

yang berjudul “Perbedaan Asupan Energi, Protein, Aktivitas Fisik Dan

(51)
(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu peneliti mempelajari hubungan antara asupan energi, protein, dan aktivitas fisik terhadap status gizi lansia yang diobservasi hanya sekali pada waktu yang sama. Penelitian ini bersifat parsipatoris yaitu responden yang diteliti ikut berperan aktif dalam mencapai tujuan penelitian (Notoatmodjo, 2012).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober – Desember 2014. Penelitian dilakukan di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

3.3 Populasi Penelitian

(53)

3.4 Sampel Penelitian

Sampel penelitian dalam penelitian ini adalah lansia yang terdapat di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha, Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi meliputi :

a. Lansia yang sehat.

b. Lansia berusia lebih dari 60 tahun c. Memiliki komunikasi yang baik.

c. Lansia yang tidak menderita cacat fisik pada bagian ektremitas atas dan bawah.

d. Bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani informed consent.

Kriteria Eksklusi meliputi :

a. Ketidakmampuan merentangkan lengan dengan sempurna.

(54)

(55)

Pengambilan sampel dilakukan dengan rumus uji korelatif.

=

(Z +Z )

0,5 In 1+r/1−r

²+

3

Keterangan

n = Besar Sampel Penelitian

Z

α = 5%, hipotesis dua arah, sehingga Zα = deviat baku alfa :

1,96dengan tingkat kemaknaan 95%.

Z

β = deviat baku beta dengan kekuatan uji penelitian (power) 80% : 0,842

r

= korelasi minimal yang dianggap bermakna

� = 1,96 + 0,8

0,5 In 1 + 0,371/1−0,371

² +

3

� = 2,76

0,38

² +

3

� = 55,753

� = 56

Berdasarkan n minimal sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi maka didapatkan jumlah responden 56 sampel.

(56)

3.5 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang apabila nilainya berubah akan mempengaruhi variabel yang lain (Sopiyudin, 2008). Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.Variabel dalam penelitian ini yaitu :

3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu :

a. Asupan energi b. Asupan protein c. Aktivitas fisik

3.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu status gizi lansia.

3.6 Definisi Operasional

(57)

Tabel 6. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Skala

1 Status

Jumlah asupan energi ke dalam tubuh yang berasal dari

makanan dan minuman sehari – hari oleh subjek yang diukur dengan menggunakan 24 hours food recall.

24 hours

food recall Rasio

3 Asupan protein

Jumlah asupan energi ke dalam tubuh yang berasal dari

(58)

3.7 Alat dan Teknik Pengambilan Data

3.7.1 Alat Penelitian

Pada penelitian ini digunakan alat – alat sebagai berikut :

a. Kuesioner aktivitas fisik recall 24 jam. b. Alat tulis.

c. Formulir Informed Consent. d. 24 hours food recall questionaire. e. Form identitas responden.

f. Kuesioner MMSE (Mini Mental Status Examination).

g. Alat meteran dengan panjang 2 meter dengan ketelitian 0,1 cm. h. Timbangan injak jarum yang telah dikalibrasi oleh UPTD Balai

Metrologi untuk menimbang berat badan subyek penelitian.

3.7.2 Teknik Pengambilan Data

a. Asupan Energi dan Protein

(59)

komposisi bahan makanan). Kemudian didapatkan jumlah total energi dan protein responden per hari. Metode ini memiliki kelemahan yaitu membutuhkan ingatan atas pola makan di masa lalu dan memiliki tingkat kejenuhan yang tinggi dalam melakukan wawancara dengan SQFFQ selama 30 menit untuk seorang responden (Fatmah, 2010). Selain itu, menu makanan yang disediakan dari pihak Panti memiliki kesamaan selama dalam waktu satu tahun dan untuk menghindari kejenuhan responden dalam melakukan wawancara sehingga peneliti menggunakan kuesioner food recall 24 jam.

b. Aktivitas Fisik

Wawancara dilakukan kepada responden menggunakan kuesioner satu kali 24 jam recall aktivitas fisik. Responden ditanyakan semua jenis aktivitas fisik yang dilakukan dalam 24 jam sebelumnya. Seperti misalnya berkebun, memasak, menonton televisi dan lain – lain. Kemudian semua jenis aktivitas fisik tersebut diterjemahkan dalam nilai physical activiy level.

PAL = Lama melakukan aktiv�tas X Physical Activity Ratio 24 jam

c. Status Gizi

(60)

dan melakukan pengukuran panjang depa pada lansia dengan menggunkan meteran sepanjang 2 meter dengan ketelitian 0,1 cm. panjang depa kemudian diterjemahkan menjadi tinggi badan berdasarkan normogram konversi tinggi badan ke tinggi lutut (Fatmah, 2009). Setelah didapatkan nilai tinggi badan maka dilakukan perhitungan IMT dengan menggunakan rumus yaitu :

IMT

=

berat badan (kg )

tinggi badan (m )²

Depkes (2005) mengklasifikasikan hasil penghitungan IMT berdasarkan Tabel 7 dibawah ini.

Tabel 7. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (Depkes RI, 2005)

IMT Status Gizi

<18,5 kg/m² Gizi kurang 18,5 – 25 kg/m² Gizi normal >25 kg/m² Gizi lebih

d. MMSE (Mini Mental Status Examination)

(61)

Tabel 8. Nilai MMSE

Skor Interpretasi 27 – 30 Normal

(62)

3.8 Alur Penelitian

Gambar 3. Alur penelitian

LANSIA DI PANTI WERDHA KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(63)

3.9 Jenis Data

3.9.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data. Pengambilan data primer yaitu pengukuran langsung dan wawancara pada lansia yang meliputi data asupan energi, protein,aktivitas fisik dan status gizi.

3.9.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak UPTD Panti Sosial Tresna Werdha yang berhubungan dengan jumlah dan nama lansia di Panti tersebut.

3.10 Pengolahan dan Analisis Data

3.10.1 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel–tabel, kemudian data diolah menggunakan program software pengolahan data statistik dengan

α<0,1. Kemudian, proses pengolahan data menggunakan komputer

(64)

a. Editing, pada tahapan ini dilakukan penyuntingan data sebelum proses pemasukan data. Kegiatan ini dilakukan agar dapat mengurangi terjadinya kesalahan dalam pengumpulan kuesioner.

b. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

c. Data Entry, data yang terkumpul dimasukan ke dalam komputer.

d. Verifikasi, pemeriksaan secara visual terhadap data yang sudah dimasukan kedalam komputer.

e. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer dilakukan kemudian dicetak.

3.10.2 Analisis Statistika

(65)

Setelah melalui analisis univariat makan dilanjutkan dengan analisa bivariat. Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik.

Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi pearson yang merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih bila datanya berbentuk skala numerik. Apabila uji korelasi pearson tidak memenuhi syarat karena distribusi data tidak normal oleh karena nilai p > 0,05 maka dipilih uji alternatif yaitu uji korelasi spearman. Untuk mengetahui apakah distribusi normal atau tidak menggunakan uji kolmogorov-smirnov untuk sampel yang lebih dari 50. Kriteria distribusi dikatakan normal jika nilai kemaknaan (p) > 0,05 (Dahlan, 2011). Syarat untuk uji pearson adalah :

1. Data harus berdistribusi normal (wajib)

2. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama.

(66)

Tabel 8. Kekuatan Koefisien Korelasi (Dahlan, 2008) Interval Koefisien Kekuatan Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat kuat

3.11 Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dan telah mendapatkan ethical clearance dengan nomor 2285/UN/26/8/OT/2014 dan informed consent dari subyek penelitian.

3.12 Keterbatasan Penelitian

(67)

data yang dikumpulkan dalam penelitian ini sangat tergantung dari kemampuan pewawancara dan juga persepsi responden dalam menjawab setiap pertanyaan kuesioner.

Keterbatasan lainnya yaitu mengingat responden dalam penelitian ini adalah lanjut usia, kemungkinan bias sulit dihindari terutama dalam hal perkiraan konsumsi makanan walaupun telah dilakukan penyaringan MMSE. Penggunaan metode food recall 24 jam dalam memperkirakan konsumsi makanan mempunyai kelemahan dalam tingkat ketelitiannya yaitu ukuran porsi sulit untuk diestimasi secara akurat atau tepat sehingga disarankan untuk peneliti selanjutnya menggunakan metode penilaian asupan makanan dengan SQFFQ (Semiquantitative Food Frequency Questionaire).

(68)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Asupan energi lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014 rata – rata memiliki asupan energi dalam kategori kurang yaitu 997,9 kkal. Asupan protein lansia rata – rata memiliki asupan protein adalah 49,6 g menunjukan bahwa asupan protein dalam kategori kurang untuk lansia pria dan aktivitas fisik lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014 rata – rata memiliki aktivitas fisik dalam kategori sangat ringan dan ringan.

2. Asupan energi tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan status gizi berdasarkan IMT di Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014 dengan nilai p=0,813 dan r=0,032.

(69)

4. Aktivitas fisik mempunyai hubungan yang bermakna dengan status gizi berdasarkan IMT di Panti Sosial Tresna Werdha Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014 dengan nilai p=0,000 dan r=0,476.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Institusi Panti Wreda

Disarankan agar lebih berupaya memperhatikan menu dan menyediakan menu makanan yang bervariasi dengan kandungan gizi yang seimbangsehingga kebutuhan zat gizi energi dan protein dapat terpenuhi.

5.2.2 Bagi Lansia

Diharapkan agar lansia makan sesering mungkin dengan porsi kecil danolahraga secara teratur agar dapat mempertahankan berat badan secara optimal

5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

(70)

DAFTAR PUSTAKA

Afriwardi. 2011. Ilmu Kedokteran Olahraga. Jakarta.EGC

Akmal, H.F. 2012. Perbedaan Asupan Energi, Protein , Aktivitas fisik dan Status Gizi Antara Lansia Yang Mengikuti dan Tidak Mengikuti Senam Bugar Lansia. [skripsi]. Universitas Diponegoro;Semarang.

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, S., Soetardjo, S., Soekarti, M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Arifin. 2011. Hubungan Kesehatan Mulut dan Status Gizi Dengan Kualitas Hidup Lansia. [tesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

(71)

Badan Pusat Statistik. 2010. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009. Jakarta : Komnas Lansia.

Barasi, M. 2007. At a glance Ilmu Gizi.Jakarta: Erlangga

Biro Pusat Statistik et al. 2004. Prosiding Widyakarya Nasional PANGAN dan GIZI VIII Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: BPS.

Biro Pusat Statistik. 2007. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2006. Jakarta.

Boedhi, D & Martono, H. 2006. Buku Ajar Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Jakarta. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia.

Boedhi, D. 2010. Buku Ajar Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Jakarta. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia.

Borodulin, K. 2006. Physical activity, fitness, abdominal obesity, and cardiovascular risk factors in finnish men and women [dissertation]. Helsinki (Finland): University of Helsinki.

Borodulin, K. 2006. Physical activity, fitness, abdominal obesity, and cardiovascular risk factor in finnish men and women [disertation]. Helsinki (Finland): University of Helsinki.

BPS (Badan Pusat Statistik). 2010. Statistik penduduk lanjut usia, 2009. Jakarta: BPS.

BPS. 2009. Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta: Badan Pusat Statistik

BPS. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2013.Jakarta. Badan Pusat Statistik.

(72)

Budiman, Hendra, Djaya, N. 2005. Nutritional status of elderly people. Jakarta: Unika Atma Jaya.

Constantinides P. In general pathobiology, appleton & lange, connecticut. Dalam: Martono H, Pranarka K, editors. Buku ajar Boedhi-Darmojo geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). 2010. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat.

Departemen Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Sosial Republik Indonesia. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Jakarta:Direktorat Bina Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Dwiyanti, Defriani, Hadi, H., Susetyowati. 2004. Pengaruh Asupan Makanan Terhadap Kejadian Malnutrisi di Rumah Sakit. Journal Gizi Klinik Indonesia : Yogyakarta.

Fatimah, M.S., Puruhita, N. 2010. Gizi pada lansia. Dalam: Martono H, Pranaka K. Buku ajar Boedhi-Darmojo: geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Jakarta:

Fatmah. 2005. Persamaan (equation) tinggi badan manusia usia lanjut (manula) berdasarkan usia dan etnis pada 6 panti terpilih di DKI Jakarta dan Tangerang . MAKARA Kesehatan 2006;23:7-16.

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta. Erlangga.

Fitriyani. 2009. Hubungan antara Motivasi dengan Kemampuan Aktivitas Sehari

(73)

Formayoza. 2006. Hubungan Karakteristik, Tingkat Pendidikan, Status Ekonomi, Aktifitas Fisik dan Riwayat Sakit dengan Status Gizi Lansia.Puskesman Kecamatan Nanggalo Kota Padang. Propinsi Sumatera Barat. Tesis. Fakultas Kesehatan .Masyarakat Universitas Indonesia.

Gibson, R.S. 2005. Principles of nutritional assessment. 2nd ed. New York: Oxford University Press.

Gibson, Rosalin, S. 2008. Principle of nutritional assesment second edition. Oxford. University Press. New York.

Harris, N.G. 2004. Nutrition in Aging. Di dalam: Mahan LK, Escott-Stump S,

editor. Krause’s Food, Nutrition & Diet Therapy 11th edUSA. Elsevier.

Hary. 2008. Hubungan Karakteristik Individu Gaya Hidup dan Konsumsi Zat Gizi Terhadap Status Gizi IMT Lansia di 3 Posbindu Kelurahan Rangkapan Jaya Lama Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Tahun 2008. [skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Hidayat, A., A., Aziz. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia : aplikasi konsep dan proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Hirani, V., Mindel, J.A. 2008. Comparison of Measured Height and Demi-span Equivalent Height in The Assesment of Body Mass Index Among People Aged 65 Years and Over in England. Age and Ageing 37(3).11-7.

Ismayanti, N., Solikhah. 2012. Hubungan antara pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan status gizi pada lansia di panti sosial tresna werdha unit abisoyo yogyakarta. [skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.

Johnson, L., Sullivan, D. 2004. Nutrition and Failure to Thrive. In: Landefeld C, Palmer R, Johnson M, Johnston C, Lyons W, editors. Current Geriatric Diagnosis & Treatment. Boston: McGraw-Hill. p.391-406.

(74)

Lewa, A.F., Pramantara, I.D.P., Rahayujati, T.B. 2010. Faktor – Faktor Risiko Hipertensi Sistolik Terisolasi Pada Lanjut Usia. 26(4) : 6-8.

Loeser, R.F., Delbono, O. 2009. Aging of the muscle and joints. In:Halter JB, editor. Hazzard,s geriatric medicine and gerontology. Chicago: Mc Graw Hill .p.356-68.

Made, S, I. 2009. Status Gizi Pada Lanjut Usia Pada Banjar Paang Tebel di Desa Peguyangan Kaja Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara. Jurnal Ilmiah. Vol 2. Hal 45-59.

Martono, H., Pranaka, K. editor. 2010. Buku ajar Boedhi-Darmojo geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Meiner, S & Annete, G.L. 2006. Gerontological nursing. St. Louis Missouri: Mosby.

Miller., Carol, A. 2004. Nursing for wellness in older adults : theory and practise. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkin.

Mohan, L.K., Stump, S.E. 2004. Krause’s: food, nutrition & diet therapy. 11th ed. Pennsylvania: Elsevier.

Muis, S.F. 2009. Buku ajar geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut): Gizi pada usia lanjut. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Nair, K., Sreekumaran. 2005. Aging Muscle. American Journal Clinical Nutrition. 85:965 – 63.

Nanik, S. 2007. Hubungan Asupan Energi dengan Status Gizi pada Lansia di Panti Werdha Pucang Gading Semarang.[skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

(75)

Notoatmojo, S. 2003. Konsep Perilaku da Perilaku Kesehatan. Dalam : Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 121-128.

Oenzil, Fadil. 2012. Gizi Meningkatkan Kualitas Manula. Jakarta. EGC. Hlm 79 – 80.

Oktariyani. 2012. Gambaran Status Gizi Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 01 Dan 03. [Skripsi].Universitas Indonesia. Jakarta Timur.

Pietinen., Patterson. 2009. Penilaian konsumsi pangan. In: Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L, editors. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC.

Prasetya, B., Jannah, L.M. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi, Jakarta: P.T.Radjagrafindo Persada.

Proverawati, Atikah. 2010. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Rahmianti., Bahar, B., Yustini. 2014. Hubungan Pola Makan, Status Gizi, dan Interaksi Sosial dengan Kulaitas Hidup Lansia Suku Bugis di Kelurahan Sapanang Kabupaten Pangkep.[skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanudin.

Rulianto, E.Y. 2004. Perbedaan Konsumsi Energi – Protein dan Status Gizi Pada Lansia Yang Tinggal di Panti dan Non Panti [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Riyadi, A., Wiyono, P., Budiningsari, R.D. 2007. Asupan Zat gizi dan Status Gizi Sebagai Faktor Risiko Hipertensi Esensial Pada Lansia di Puskesmas Curup dan Perumnas Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu. Jurnal Gizi Klinik Indonesia ;4(1):43-51.

Rohmawati, N. 2013. Anxiety, Asupan Makanan, Dan Status Gizi Pada Lansia Di Kabupaten Jember. Universitas Jember. Hlm 4-5.

(76)

Sanni, M. 2011. Hubungan antara Penampilan dan Rasa Makanan dengan Asupan Energi dan Protein di Panti Tresna Werdha Budhi Pertiwi Bandung.[skripsi]. Bandung.

Setiani, W. D. 2012. Hubungan Antara Riwayat Penyakit, Asupan Protein, dan Faktor – faktor lain dengan Status Gizi Peserta Posyandu Lansia di

Kecamatan Grogol Pertamburan Jakarta Barat Tahun 2012. [skripsi]. Depok. Universitas Indonesia.

Simanjuntak, E. 2010. Status Gizi Lanjut Usia di Daerah Pedesaan, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara (artikel penelitian). Depok. Fakultas Kesehatan Masyarakat Indonesia. Hlm 18-23.

Sipayung, E.S. 2012. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein dengan Status Gizi Lansia di Panti Werdha Harapan Ibu Bringin Kecamatan Ngaliyan Semarang.[Thesis]. Semarang. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Soekirman, dkk. 2006. Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Sopiyudin, D. 2011. Statistik Untuk Kedoteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Media.

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Sugiyono. 2009.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: Alfabeta.

Suhardjo. 2008. Perencanaan Pangan dan Gizi.Jakarta. Bumi Aksara

Sumiyati, N. 2007. Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi Dan protein Dengan Status Gizi Pada Lansia Di Pantiwreda Pucang Gading Semarang. [skripsi]. Semarang: Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.

(77)

Surilena., Agus, D. 2006. Faktor-faktor yang memengaruhi depresi pada lansia di Jakarta. Majalah Kedokteran Damianus ;5(2):115-29.

Survei Sosial Ekonomi Nasional. 2005. Jakarta: BPS

Tabel Angka Kecukupan Gizi 2004 Bagi Orang Indonesia. In: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi;2004;Jakarta;2004.

Touthy, T. A. & Jett, K. F. 2010. Gerontological nursing & healthy aging. 3rd ed. St. Louis Missouri : Mosby Elsevier.

Trihandini, I. Peran medical check-up terhadap aktifitas fisik dasar lansia: studi panel kelompok lanjut usia 1993-2000. Makara, Kesehatan.2007;11(2): 90-96.

Waaler, N. 2007. It’s Never Too Late : Physical Activity and Elderly People Norwegian Knowledge Centre for the Health Services.

Watson. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta. EGC.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.2004. Ketahanan pangan dan gizi di era otonomi daerah dan globalisasi. Jakarta: LIPI.

Winarno, F.G. 2008. Kimia pangan dan gizi edisi terbaru. M-Brio Press : Bogor.

Wirakusumah, E.S. 2003. Menu Sehat Lanjut Usia. Jakarta . Puspa Swara

Yani, A. 2004. Faktor- faktor yang berhubungan dengan status gizi lansia di klub jantung sehat Semarang [artikel penelitian]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Teori  Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Status     Gizi Lansia
Tabel 1. Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai Physical Activity Level
Tabel 2. Penilaian status gizi lansia Departemen Kesehatan RI (Depkes RI, 2005)
Tabel 8. Nilai MMSE
+3

Referensi

Dokumen terkait

listrik pada sela kontak atau peristiwa busur api tidak terulang lagi, sehingga. pemutusan berlangsung

banyak dibentuk dari pergumulannya dengan ko- munitas-komunitas sastra, misalnya Persada Stu- di Kliib (PSK) yang banyak melahirkan sastrawan besar, seperti Emha Ainim Nadjib

Pelaksanaan peningkatan keterampilan berbicara pada anak usia 4-5 tahun melalui metode bermain peran mikro di Pendidikan Anak Usia Dini Kasih Bunda Pontianak telah

Pertimbangan para ulama perempuan di atas adalah banyaknya kasus pernikahan anak, terutama di wilayah pedesaan. Dalam Undang-undang sendiri, batas seorang perempuan

episiotomy saat bokong membuka vulva dan perineum sudah tipis. 21) Melahirkan bayi dengan cara Bracht : Pada waktu bokong mulai membuka. vulva (crowning) segera

Rancang Bangun tungku Sekan Model ABC (Nama ini berasal dari APESSI, Bimasakti, dan Cilamaya) kapasitas 3 ton dilakukan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB

Seluruh variabel eksogen yang dimasukkan kedalam persamaan konsumsi minyak biji bunga matahari Mesir mampu menerangkan keragaman konsumsi sebesar 30% dan seluruh

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan adapun saran yang dapat diajukan yaitu: (1) Sebaiknya pendidik selalu memperhatikan aspek pembelajaran dari