• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KEBIJAKAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) JALUR BINA LINGKUNGAN KOTA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI KEBIJAKAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) JALUR BINA LINGKUNGAN KOTA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KEBIJAKAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) JALUR BINA LINGKUNGAN KOTA BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh BUNGA JANATI

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

ABSTRACT

EVALUATION OF NEW STUDENTS ADMISSION POLICY (PPDB) COMMUNITY DEVELOPMENT LANE IN BANDAR LAMPUNG

by

BUNGA JANATI

Students New Admission policy (PPDB) through Community Development lane is an education policy as one of several innovations made by the Government of Bandar Lampung. The purpose of this policy is to expand access to education for economically disadvantaged students in order to obtain free school. Expectations of this policy to reduce the dropout rate in Bandar Lampung. However, in practice need to be evaluated to assess the degree of success of this policy. This research is descriptive qualitative.

This study focuses on the evaluation of the implementation of precision measuring instruments. The measuring accuracy is the accuracy of the implementation, the target accuracy, and precision of the results, with reference by Nugroho’s theory that developed the theory Matland. Based on the research that has been done, it can be concluded on the accuracy aspect of Students New Admissions policy (PPDB) Community Development lane is not appropriate in terms of the accuracy of the implementation, the target accuracy and precision of the result/outcomes.

(3)

ABSTRAK

EVALUASI KEBIJAKAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) JALUR BINA LINGKUNGAN KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh BUNGA JANATI

Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan merupakan kebijakan pendidikan sebagai inovasi yang dibuat oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung. Tujuan kebijakan ini adalah untuk memperluas akses pendidikan bagi siswa kurang mampu secara ekonomi agar memperoleh sekolah gratis. Harapan dari kebijakan ini untuk mengurangi angka putus sekolah di Bandar Lampung. Namun dalam pelaksanaannya perlu dilakukan evaluasi untuk menilai tingkat keberhasilan kebijakan ini. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif.

Penelitian ini menitik beratkan pada evaluasi implementasi dengan alat ukur ketepatan. Ketepatan yang di ukur adalah ketepatan pelaksanaan, ketepatan target, dan ketepatan hasil, dengan mengacu pada teori Nugroho yang mengembangkan teori Matland. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan aspek ketepatan pada kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan belum tepat baik segi ketepatan pelaksanaan, ketepatan target dan ketepatan hasil/outcome.

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Bunga Janati lahir di Kota

Bandar Lampung pada tanggal 23 April 1992. Penulis

merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari

pasangan Bapak Bahsan dan Ibu Jumaida.

Pendidikan yang telah penulis tempuh adalah Taman

Kanak-Kanak Pertiwi Kota Madya pada tahun 1997-1998, Sekolah Dasar Negeri

(SDN) 2 Talang pada tahun 1998-2004, SMPN 16 Bandar Lampung pada tahun

2004-2007, SMAN 3 Bandar Lampung pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010

penulis diterima sebagai mahasiswi pada jurusan Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur PKAB.

Penulis pada tahun 2010 tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu

Administrasi Negara (Himagara) sebagai anggota. Pada periode tahun 2012-2013

penulis menjabat sebagai Sekretaris Bidang dan mengikuti organisasi Insan

Cendekia sebagai anggota muda. Selain itu organisasi yang diikuti oleh penulis

yaitu: Youth in Action (YOA), Forkom Bidikmisi Universitas Lampung dan juga

The Young Inspiration Grup Lampung sampai dengan sekarang. Pada tahun 2013,

penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik 2013 di Sudimoro Bangun,

(9)

PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah SWT...

Kupersembahakan karya kecil ini untuk :

Allah SWT dengan segala kerendahan hati kuucapkan syukur

atas karuniaMu kepadaku

Ayah dan Ibu serta adik-adikku tercinta yang selalu

Memberikan yang terbaik untukku

Terima kasih atas segala cinta, pengorbanan, kesabaran,

motivasi,

keikhlasan, dan do’a

yang tiada henti

dalam menanti keberhasilanku

Para pendidik dengan ketulusannya selalu memberikan arahan

dan bimbingan kepadaku

Sahabatku, Teman, dan almamater tercinta yang

mendewasakanku dalam berpikir dan bertindak serta

(10)

MOTO

Introspeksi diri merupakan langkah awal

terangkatnya musibah dan kesalahan

(Bunga Janati)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan

orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya

mereka dengan keberhasilan saat mereka meyerah

(11)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin tercurah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya kepada penulis

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Atas segala kehendak dan kuasa Allah

SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Evaluasi

Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan Kota Bandar Lampung”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara (SAN) pada jurusan Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini

karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setulusnya

kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini antara lain:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu

Administrasi Negara.

3. Ibu Dr. Novita Tresiana, S.Sos., M.Si., selaku dosen pembimbing utama

penulis. Terimakasih atas bimbingan, saran, arahan, serta masukannya selama

(12)

bimbingannya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

5. Bapak Nana Mulyana, S.IP., M.Si., selaku dosen pembimbing kedua penulis.

Terimakasih pak atas segala bimbingan serta sarannya yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi.

6. Ibu Dewie Brima Atikah, S.IP., M.Si., selaku pembimbing akademik yang

telah memberikan nasehat, arahan, ilmu, waktu, dan tenaga selama proses

pendidikan hingga akhir.

7. Seluruh dosen Ilmu Administrasi Negara, terimakasih atas segala ilmu yang

telah penulis peroleh di kampus dapat menjadi bekal yang berharga dalam

kehidupan penulis ke depannya.

8. Ibu Nur sebagai staf jurusan Ilmu Administrasi Negara yang selalu

memberikan pelayanan bagi penulis yang berkaitan dengan administrasi

dalam penyusunan skripsi ini.

9. Ibu Lelawati SH.MM selaku kasubbag SMA Disdik Kota Bandar Lampung,

Ibu Dra. Nellyati selaku Waka Humas SMAN 14 Bandar Lampung, dan Ibu

Dra.Hj. Siti Rohayati, M.Pd sebagai Kepala Sekolah SMAN 12 B.Lampung

yang telah membantu riset peneliti.

10. Keluargaku tercinta yang tak pernah lelah memberikan do’a, nasehat berharga serta spirit kepada ku untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada

Ibu ku yang menjadi penyemangat dan inspirasi dalam menyelesaikan skripsi

ini yang selalu berdoa agar aku selalu diberi kemudahan dalam mengerjakan

(13)

telah memberikan ku semangat dan mendukung semua kegiatan ku, terima

kasih atas jerih payahnya dalam membiayaiku sekolah. terimakasih ayah dan

ibu atas doa-doa kalian untuk ku selama ini agar menjadi orang yang sukses

kelak. Terima kasih untuk adik ku Nurul Aini yang sudah membantu ahen

riset kesana-sini. Semoga kelak kamu bisa menyusul menjadi sarjana ya dek.

Untuk dua adik jagoan ku Rahmat Ramadhan dan M.Satria, makasih ya mat

udah bantuin ahen ngetik ulang skripsi yang ilang, buat Satria yang rajin

belajar ya dek. Semoga adik-adik ku kelak bisa menjadi sarjana bahkan

menempuh pendidikan yang lebih tinggi dari ku.

11. Terima kasih untuk seluruh keluarga besarku: Nenek tercinta, Ibung-ibung,

serta kakak dan adik-adik sepupu ku: Kak Nana, Bila dll, yang selalu nanyain

kapan wisuda dan memberikan ku semangat

12. Ghani Aulia yang selama ini turut memberikan warna di skripsi ku, terima

kasih semangat, doa serta nasehatnya. Terima kasih karena sudah selalu

menghibur ku ketika aku mulai down dan jenuh dengan skripsi.

13. Terima kasih untuk sahabat-sahabat ku Dwi Enggar (Eeng), Indah Pratiwi

(Kiting), dan Maya Larasati (Menyung). Terimakasih kawan atas

kebersamaan, dukungan serta kesan yang telah kalian torehkan. Makasih juga

karena kalian sudah menjadi sahabat sekaligus keluarga ku. Semoga kelak

kita semua bisa menjadi orang yang sukses. Persahabatan bukan hanya untuk

kemarin dan hari ini tetapi selamanya.

14. Terima kasih juga buat temen-temen ADUSELON: Daus, Ali, Cori, Hadi,

Ardi, Genk Mutar (Fadri, Jodi, Ade, Anjas, Aris), Kantin 337 (Beg, Aying,

Aden, Uyung, Samsu, Efrido, Bogel dll), Genk Batak (Sari, Jeni, Dora, Ani,

(14)

15. Terima kasih untuk senior HIMAGARA: Bang Fajrin, Bang Arwin, Bang

Ari, Bang Panji, Bang Fahmi, Bang Joko dan semuanya yang sudah berbagi

pengalaman, pengetahuan dan juga berorganisasi di kampus.

16. Terima kasih untuk adik-adik Himagara 2011, 2012, dan 2013 Vike, Umay,

Menceng, Aji, Pur, Ayu mira, Anisa, Rida, Daus, Endrik, Riki, Wahyu, Rere

dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

17. Terima kasih untuk keluarga besar tim pengelola Bidikmisi dan seluruh

Forkom atas pengetahuan, pengalaman dan juga kebersamaannya: Bapak

Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., MH yang sudah menjadi bapak bagi kami, Pak

Muhidin Sirat, Ibu Taryati, Pak Qodar, Pak Hartono serta teman-teman

forkom: Akbar, Jepri, Anis, Reni, Seli, Noval, Isma, Meri, Amir, Riski dll.

18. Temen-temen The Young Inspiration Grup Lampung yang sudah menjadi

teman sekaligus keluarga ku. M.Ridho Ficardo dewan pembina, Mba Gita

Farina, Mas Wisnu, Bang Rudi, Mas yayan, Dian, Endang, Ridho, Tiara, Rio,

Eka (Cacing),Sandi, Kak Emir, Kak Iqbal, Mas Pai, serta Yayuk Nur. Terima

kasih atas kekeluargaan dan pengalaman organisasinya.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

akan tetapi sedikit harapan semoga karya sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bandar Lampung, 15 Juli 2014

Penulis

(15)

i A. Tinjauan Mengenai Kebijakan Publik ...7

1. Konsep Kebijakan Publik ...7

2. Tahapan Kebijakan Publik ...9

B. Tinjauan Mengenai Evaluasi Kebijakan Publik ...12

1. Konsep Evaluasi Kebijakan ...12

2. Tipe-tipe Evaluasi Kebijakan ...14

3. Dimensi Evaluasi Kebijakan ...20

4. Masalah dalam Evaluasi Kebijakan ...23

5. Tahap-tahap Evaluasi Kebijakan ...28

C. Tinjauan Mengenai Kebijakan Pendidikan ...30

1. Konsep Pendidikan ...30

2. Konsep Kebijakan Pendidikan ...30

3. Sasaran Kebijakan Pendidikan ...32

D. Tinjauan Mengenai Bina Lngkungan...33

1. Konsep Bina Lingkungan ...33

2. Prosedur Bina Lingkungan ...36

(16)

1. Jenis Data ...43

2. Sumber Data ...44

E. Instrumen Penelitian ...45

F. Teknik Pengumpulan Data ...46

G. Teknik Analisis Data...47

H. Teknik Keabsahan Data ...49

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kota Bandar Lampung ...50

1. Sejarah Singkat Kota Bandar Lampung ...50

2. Letak Geografis Kota Bandar Lampung ...52

B. Profil Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung ...53

1. Sejarah Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung ...53

2. Visi Misi Organisasi ...55

3. Tujuan Dinas Pemdidikan Kota Bandar Lampung ...59

4. Sasaran Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung ...60

C. Profil SMAN 12 Bandar Lampung ...65

1. Sejarah SMAN 12 Bandar Lampung ...65

2. Visi Misi SMAN 12 Bandar Lampung ...66

3. Sarana adan Prasarana...67

D. Profil SMAN 14 Bandar Lampung ...68

1. Sejarah SMAN 14 Bandar Lampung ...68

2. Visi Misi SMAN 14 Bandar Lampung ...68

V. HASIL DAN PEMBAHASAN I. Fokus 1: Ketepatan Pelaksanaan Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan di Kota Bandar Lampung 1. Deskripsi Standar Operasional Prosedur (SOP) Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan di Kota Bandar Lampung ...70

2. Aktor Pelaksana, Alur Koordinasi dan Pendanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan ...77

II. Fokus 2: Ketepatan Target Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan di Kota Bandar Lampung 1. Target Sasaran Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan di Kota Bandar Lampung ...86

(17)

iii

III. Fokus 3: Ketepatan Hasil Pelaksanaan Kebijakan Penerimaan

Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan di Kota BandarLampung... 99

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tipe-tipe Evaluasi ... 15

Tabel 3.1 Informan Peneliti... 44

Tabel 3.2 Daftar Dokumentasi Penelitian ... 45

Tabel 4.1 Nama-nama Walikota dan Wakil Walikota Bandar Lampung dan Periode Jabatan ... 52

Tabel 4.2 Nama-nama Kepala Sekolah SMAN 12 Bandar Lampung ... 65

Tabel 4.3 Luas Tanah yang dikuasai Sekolah Menurut Status Kepemilikan dan Penggunaan ... 67

Tabel 4.4 Perlengkapan Administrasi ... 67

Tabel 4.5 Kegiatan Belajar Mengajar ... 67

Tabel 5.1 Jadwal Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan di Kota Bandar Lampung ... 75

Tabel 5.2 Kriteria Target Sasaran PPDB Bina Lingkungan ... 87

Tabel 5.3 Jumlah Siswa Bina Lingkungan di SMAN Bandar Lampung ... 87

Tabel 5.4 Jumlah Siswa Bina Lingkungan di SMAN 14 Bandar Lampung ... 96

(19)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 5.1 Panitia Bina Lingkungan ... 80

Gambar 5.2 Sosialisasi Bina Lingkungan di Media Elektronik ... 92

Gambar 5. 3 Sosialisasi Bina Lingkungan di Gedung Semergo Kota Bandar Lampung ... 93

(20)

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Tahapan-tahapan Kebijakan Publik ... 10

Bagan 2.2 Model Evaluasi Implementasi... 22

Bagan 2.3 Matrik Model Matland ... 22

Bagan 2.4 Kerangka Pikir ... 39

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan

bangsa, sebagaimana pula termuat dalam pasal 31 bahwa tiap-tiap warga Negara

berhak mendapatkan pengajaran. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pemerintah

bertanggung jawab penuh dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang cerdas,

dengan harapan bangsa Indonesia dapat menjadi negara yang unggul dari segi

kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pemerintah Indonesia telah membuat

beberapa kebijakan tentang pendidikan sebagai bentuk usaha atau langkah

pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan tersebut. Beberapa kebijakan

pendidikan yang ada saat ini antara lain, wajib belajar 9 tahun yang pada saat ini

sudah berkembang dengan adanya wajib belajar 12 tahun serta masih banyak

kebijakan-kebijakan pendidikan yang lainnya.

Sistem pendidikan Indonesia telah diatur secara jelas dalam UU No. 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sistem Pendidikan Nasional di

Indonesia secara ideal bersifat desentralistik yang diarahkan sebagai pengganti

atas peraturan sebelumnya yang bersifat umum, yaitu Undang-undang No.22

Tahun 1999 khususnya pada pasal 7 yang menyatakan bahwa pendidikan

merupakan kewenangan yang dipusatkan. Sejak era reformasi hingga tahun 2013,

(22)

dengan manajemen yang desentralistik. Kebijakan yang bersifat desentralistik

merupakan tantangan terbesar dalam pembangunan Indonesia untuk membangun

kebijakan di daerah yang unggul, ditatanan kebijakan pendidikan dalam konteks

otonomi daerah dikaitkan dengan kebijakan publik desentralisasi

(Undang-Undang No. 32/2004) dan kebijakan pendidikan nasional ((Undang-Undang-(Undang-Undang No.

20/2003). Kemudian Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal

11 menjelaskan perihal bahwasanya pemerintah dan pemerintah daerah wajib

memberikan layanan yang menjamin kemudahan terselenggaranya pendidikan

yang bermutu serta berdayaguna bagi setiap warga negara. Kebijakan pendidikan

terus dibuat oleh pemerintah guna mengentaskan angka anak-anak putus sekolah.

Namun saat ini Angka Putus Sekolah (APS) atau Droup Out masih tetap memiliki

presentase. Angka Putus Sekolah (APS) atau angka drop out menurut Nugroho (2008:64) merupakan presentase siswa yang meninggalkan sekolah sebelum lulus

pada jenjang pendidikan tertentu. Kegunaannya adalah untuk mengetahui berapa

banyak siswa yang putus sekolah di suatu daerah. Makin rendah nilainya, berarti

makin baik. Angka putus sekolah yang ideal adalah 0%. Menurut data Dinas

Pendidikan Kota Bandar Lampung 2010 , jumlah APS untuk pendidikan tingkat

menengah di Bandar Lampung mencapai 29,64% . Kemudian mengenai angka

partisipasi kasar SD di Kota Bandar Lampung mencapai 111.189 anak, sementara

untuk angka partisipasi murni mencapai 93.903 anak. Pada tingkat SMP angka

partisipasi kasar 47.533 anak sedangkan angka partisipasi murni mencapai 33.039

anak (sumber: www.lampost.com, Edisi 24 Desember 2010). Berdasarkan data

tersebut dapat kita lihat bahwa masih banyak anak putus sekolah di Kota Bandar

(23)

3

Untuk mengatasi jumlah angaka putus sekolah maka dibutuhkan solusi melalui

sebuah kebijakan pendidikan. Pemerintah daerah khususnya pemerintah Kota

Bandar Lampung memiliki inovasi dalam rangka mengatasi jumlah angka anak

putus sekolah melalui sebuah kebijakan pendidikan. Kebijakan pendidikan

tersebut telah diatur melalui Perda No. 01 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan

pendidikan dengan dikeluarkan pula Peraturan Walikota No. 49 Tahun 2013

tentang pedoman pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada

jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah

Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Bandar Lampung. Perda Kota Bandar

Lampung No.1 Tahun 2012 bagian kedua menjelaskan tentang penerimaan dan

daftar ulang, dalam hal ini dijelaskan mengenai Penerimaan Peserta Didik Baru

(PPDB).

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dilaksanakan melalui 3 Jalur. Ketiga jalur

tersebut adalah jalur reguler, jalur prestasi dan jalur bina lingkungan. Ketiga jalur

ini terdapat jalur khusus untuk anak kurang mampu agar dapat melanjutkan

sekolah, yaitu Jalur Bina Lingkungan. Jalur Bina Lingkungan ini merupakan

bentuk langkah pemerintah Kota Bandar Lampung dalam mewujudkan salah satu

tujuan negara, yang mana kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang

bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada calon siswa yang berasal dari

keluarga yang belum mampu secara ekonomi agar tetap dapat melanjutkan

(24)

Jalur Bina Lingkungan merupakan kebijakan yang strategis dan inovatif yang

dilakukan pemerintah Kota Bandar Lampung, diharapkan kebijakan ini menjadi

solusi terhadap permasalahan dalam dunia pendidikan guna memenuhi kebutuhan

masyarakat ekonomi rendah agar tetap mampu memperoleh pendidikan yang

sama. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan telah

berjalan sejak tahun ajaran 2011/2012. Calon siswa yang melalui Jalur Bina

Lingkungan diseleksi berdasarkan kelengkapan berkas, yang mana berkas tersebut

menerangkan mengenai keadaan keluarga dan identitas keluarganya. Khusus bagi

siswa Jalur Bina Lingkungan seluruh biaya sekolah sudah ditanggung oleh

pemerintah Kota Bandar Lampung, sehingga tidak ada lagi pungutan untuk biaya

SPP.

Fakta di lapangan ditemukan bahwa masih ada siswa Jalur Bina Lingkungan yang

dikenakan biaya. Contohnya ada siswi kelas X SMAN 14 Bandar Lampung

dipungut biaya Rp. 1,7 juta oleh pihak sekolah. Padahal sudah jelas dalam

Peraturan Walikota No. 49 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tidak ada pungutan biaya untuk siswa

Jalur Bina Lingkungan. (Sumber:

http://lampost.co/berita/bandar-lampung-siswa-bina-lingkungan-dipungut-biaya, diakses pada tanggal 18 Oktober 2013)

Selain itu, program ini justru dinilai membuka ruang kecurangan manipulasi data

dari para calon siswa yang mampu namun mengaku berasal dari keluarga yang

tidak mampu. Di SMAN 12 Bandar Lampung terbukti ada 2 siswa yang diduga

memanipulasi data, dan masalah ini dibenarkan oleh Kadisdik Bandar Lampung

(25)

5

memanipulasi data karena ketika ditinjau secara langsung kedua siswa tersebut

ternyata memiliki rumah mewah, kendaraan mobil dan sepeda motor di rumahnya.

(Sumber:http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/59906-evaluasi-program-biling diakses pada tanggal 18 Oktober 2013)

Kebijakan PPDB Jalur Bina Lingkungan jika dilihat tujuannya sangat baik dan

merupakan suatu bentuk inovasi pemerintah daerah Kota Bandar Lampung dalam

memajukan dunia pendidikan. Namun, seiring dengan berjalannya Kebijakan

PPDB Jalur Bina Lingkungan terlihat adanya fakta-fakta mengenai bentuk

ketidaksesuaian yang terjadi pada pengimplementasian Jalur Bina Lingkungan

seperti yang telah diuraikan peneliti di atas. Melihat persoalan itu, peneliti sangat

tertarik untuk melakukan penilaian atas implementasi kebijakan PPDB Jalur Bina

Lingkungan Kota Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana hasil pelaksanaan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru

(PPDB) Jalur Bina Lingkungan di Kota Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian

1. Memberikan penilaian pada pelaksanaan kebijakan Penerimaan Peserta Didik

(26)

D. Manfaat Penelitian

1. Secara ilmiah hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran,

informasi, dan pengetahuan bagi studi Ilmu Administrasi Negara mengenai

fenomena yang terjadi dalam salah satu ruang lingkup administrasi negara,

yaitu evaluasi implementasi kebijakan publik. Dalam hal ini yakni Evaluasi

Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan

Kota Bandar Lampung terkait ketepatan pelaksanaan, target, dan hasil

kebijakan.

2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat menjadi penilaian bagi pelaksanaan

kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan

Kota Bandar Lampung dilihat dari ketepatan pelaksanaan, target, dan hasil

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Kebijakan Publik

1. Konsep Kebijakan Publik

Secara epistimologi istilah kebijakan berasal dari Bahasa Inggris “policy”. Akan tetapi, kebanyakan orang berpandangan bahwa istilah kebijakan diartikan sama

dengan keputusan. Padahal sebenarnya istilah kebijakan dengan keputusan

merupakan kedua istilah yang jauh berbeda. Letak perbedaan yang dapat kita lihat

dari kedua istilah tersebut terletak pada luas cakupan dan arti pentingnya. Dunn

(dalam Pasolong, 2007:39) menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu

rangkaian pilihan-pilihan yang saling berubungan yang dibuat oleh lembaga atau

pejabat pemerintah pada bidang yang menyangkut tugas pemerintah. Eyestone

(dalam Winarno, 2012:20) mengartikan kebijakan publik secara luas sebagai

hubungan satu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pendapat yang diutarakan

oleh Eyestone tentang kebijakan publik sangat luas dan mencakup banyak hal

sehingga terlihat tidak ada batasan dalam definisi Robert tentang kebijakan publik.

Ada beberapa ahli yang mengutarakan pendapatnya tentang kebijakan publik.

Sehingga kebijakan publik memiliki ragam denifisi. Friedrich (dalam Wahab,

2004:3) mendefinisikan kebijakan publik sebagai perangkat tindakan yang

(28)

seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan adanya

hambatan-hambatan sehingga mencapai sasaran dan tujuan yang telah diinginkan.

Pendapat lain juga dikatakan oleh Dye (dalam Agustino, 2008:7) mengatakan

bahwa kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan

atau yang tidak dikerjakan. Sedangkan Anderson merumuskan kebijakan publik

sebagai kegiatan-kegiatan pemerintah yang dimaksudkan untuk mengatasi satu

masalah. Dari pendapat beberapa ahli bisa disimpulkan bahwa kebijakan publik

adalah usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mencapai tujuan yang

diusulkan oleh individu atau kelompok guna memecahkan masalah yang sedang

dihadapi yang diharapkan bisa memberikan solusi terhadap masalah publik. Pada

pelaksanaan kebijakan tentu saja nantinya akan ditemui hambatan-hambatan. Oleh

sebab itu maka untuk menetapkan satu kebijakan bukanlah perkara yang mudah,

kebijakan yang akan dibuat harus disesuaikan dengan mempertimbangkan

nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Beberapa definisi yang dikatakan oleh para ahli peneliti berpendapat bahwa

definisi kebijakan publik menurut Friedrich dan Anderson merupakan definisi

yang cocok untuk penelitian ini. Sebagaimana kebijakan Penerimaan Peserta

Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah Kota

Bandar Lampung merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah dengan tujuan

dan diarahkan untuk mencapai sasaran dan tujuan, yaitu siswa miskin agar tetap

mendapatkan hak pengajaran yang sama serta merupakan suatu pilihan

pemerintah Kota Bandar Lampung guna mengatasi persoalan dalam dunia

(29)

9

2. Tahapan Kebijakan Publik

Meskipun ada fakta bahwa seringkali muncul kekecewaan terhadap kerangka

analisis kebijakan yang dominan, yakni analisis pengambilan keputusan rasional,

namun pendekatan tahapan (stagist) atau siklus tetap menjadi basis untuk analisis

proses kebijakan dan analisis di dalam/dan untuk proses kebijakan yang akan

datang. Laswell (dalam Parsons 2011 : 81) berpendapat tahapan proses kebijakan

terdiri dari: inteligensi, promosi, preskripsi, invokasi (invocation), aplikasi,

penghentian (termination), dan penilaian (appraisal). Selain itu ada pula pendapat

Anderson (dalam Santosa, 2008 : 36) mengemukakan bahwa terdapat lima

tahapan-tahapan kebijakan yaitu:

a) Formasi masalah

b) Formulasi

c) Adopsi

d) Implementasi

e) Evaluasi

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan

beberapa variable yang harus dikaji. Beberapa ahli mengkaji kebijakan publik dan

membaginya kedalam proses-proses penyusunan kebijakan ke dalam beberapa

tahap dengan tujuan untuk mempermudah kita dalam mengkaji kebijakan publik.

Melihat pendapat beberapa ahli tentang tahapan-tahapan kebijakan dengan urutan

yang berbeda. Dunn memiliki pendapat tentang tahapan-tahapan kebijakan publik

(30)

Bagan 2.1 Tahapan-tahapan Kebijakan Publik

Sumber: Winarno (2012: 36-37)

a) Tahap Penyusunan Agenda

Pejabat-pejabat yang duduk dalam pemerintahan akan menempatkan

masalah-masalah yang akan dijadikan dalam agenda publik. Sebelum

menetapkan masalah-masalah yang akan masuk dalam agenda publik,

masalah-masalah yang ada di publik akan berkompetisi terlebih dahulu

sehingga akhirnya nanti akan ada beberapa masalah yang masuk dalam

agenda kebijakan para perumus kebijakan. Tahap agenda ini ada masalah

yang tidak disentuh sama sekali, ada pula masalah yang dijadikan fokus

dalam agenda serta terdapat pula masalah yang akan ditunda untuk waktu

yang lama karena alasan-alasan tertentu.

b) Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk dalam agenda kebijakan kemudian akan

dibahas oleh para pembuat kebijakan, masalah tersebut kemudian akan

dicari bentuk-bentuk cara untuk penyelesaiannya. Pemecahan masalah

Perumusan Agenda

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

(31)

11

tersebut berasal dari alternatif-alternatif (policy alternative) yang ada.

Penyeleksian alternatif-alternatif tersebut sama halnya dengan menetapkan

masalah yang ditetapkan sebagai agenda publik yaitu beberapa alternatif

bersaing untuk bisa diambil dan ditetapkan sebagai penyelesaian dari

permasalahan. Pada tahapan formulasi ini para aktor memainkan perannya

untuk mengusulkan pemecahan masalah yang terbaik.

c) Tahap Adopsi Kebijakan

Alternatif-alternatif yang ditawarkan para perumus kebijakan tentu

banyak, dan dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan oleh para

perumus kebijakan, hanya salah satu yang dipilih dan diadopsi dengan

dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara pimpinan atau

keputusan peradilan.

d) Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi dokumen serta arsip-arsip

yang tertata rapi jika kebijakan tidak diimplementasikan. Oleh karena itu,

kebijakan tersebut harus diimplementasikan, yaitu dilaksanakan oleh

badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah sampai pada

tingkat bawah sehingga diharapkan kebijakan yang sudah terbentuk tidak

sia-sia dan berjalan dengan baik, dalam tahap implementasi berbagai

kepentingan akan bersaing yang pada nantinya akan bermunculan para

pelaksana yang mendukung kebijakan tersebut dan para pelaksana yang

menolak dengan kebijakan tersebut.

(32)

Tahap evaluasi ini kebijakan yang telah diimplementasikan akan dinilai

tingkat keberhasilannya untuk melihat sejauh mana kebijakan tersebut

memberikan dampak yang baik terutama untuk mengatasi masalah publik.

Ketika pada tahap ini akan ditetapkan ukuran atau indikator-indikator yang

menjadi alat unuk mengukur suatu kebijakan apakah berhasil atau gagal.

Beberapa tahap-tahap kebijakan di atas bisa diartikan bahwa tahap-tahap

kebijakan merupakan suatu proses terbentuknya suatu kebijakan dimana pada

setiap tahapan satu dengan yang lainnya sangat berkaitan. Untuk penelitian ini

peneliti lebih memfokuskan pada proses evaluasi kebijakan. Pada penelitian ini

evaluasi kebijakan dipilih untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan

kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Bina Lingkungan Kota

Bandar Lampung dengan melihat sejauhmana kebijakan tersebut memecahkan

masalah publik yang dihadapi saat ini.

B. Tinjauan Evaluasi Kebijakan 1. Konsep Evaluasi Kebijakan

Kalau dipandang sebagai suatu kegiatan maka evaluasi kebijakan merupakan

tahap akhir dalam proses kebijakan. Namun ada beberapa ahli yang mengatakan

bahwa evaluasi bukanlah proses akhir dari suatu kebijakan. Menurut Anderson

evaluasi kebijakan dapat dirumuskan sebagai penilaian terhadap kebijakan yang

telah dijalankan, hal yang dinilai adalah isi, implementasi maupun dampaknya.

Kemudian Ripley (dalam Wiyoto, 2005:51) bahwa evaluasi dapat dilakukan pada

setiap tahapan kebijakan. Namun dalam praktiknya, studi evaluasi tidak selalu

(33)

13

dengan mengambil fokus pada salah satu tahapan kebijakan. Dunn (dalam

Nugroho, 2011:670) mendefinisikan evaluasi kebijakan sebagai pemberi

informasi mengenai nilai, manfaat dari suatu hasil kebijakan yang bisa di percaya

mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan

telah dapat dicapai melalui tindakan publik; evaluasi memberi sumbangan pada

klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan

target; dan evaluasi member sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis

kebijakan lainnya termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Oleh karena

itu, evaluasi kebijakan bisa disebut sebagai kegiatan yang ditujukan untuk melihat

sebab-sebab kegagalan dari suatu kebijakan yang telah diimplementasi ataupun

sebaliknya, serta melihat dampak yang ditimbulkan dari suatu kebijakan baik itu

bisa dinilai menyangkut estimasi, substansi, implementasi maupun dampak.

Menurut Lester dan Stewart (dalam Winarno, 2012:229) evaluasi kebijakan dapat

dibedakan ke dalam dua tugas yang berbeda. Pertama, adalah untuk menentukan

konsekuensi-konsekuensi apa yang timbul oleh suatu kebijakan dengan cara

menggambarkan dampaknya. Sedangkan yang kedua adalah untuk menilai

keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standard atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Beberapa pendapat dari para ahli tersebut peneliti mencoba menyimpulkan bahwa

evaluasi kebijakan merupakan suatu kegiatan yang fungsional karena evaluasi

kebijakan dilakukan bukan hanya pada titik penetapan dan implementasi suatu

kebijakan, akan tetapi evaluasi kebijakan harus dilakukan sepanjang proses

(34)

dampak dari kebijakan yang telah dilaksanakan. Evaluasi kebijakan juga

diperlukan ketika proses perumusan beberapa alternatif-alternatif kebijakan,

contohnya saja meramalkan dampak yang akan timbul dari masalah yang akan

ditangani.

2. Tipe-Tipe Evaluasi Kebijakan

Menurut Anderson terdapat tiga tipe evaluasi kebijakan dimana tipe-tipe tersebut

masing-masing didasarkan pada pemahaman evaluator terhadap evaluasi.

Tipe-tipe tersebut adalah :

a) Tipe pertama, evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional.

b) Tipe kedua, evaluasi memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau

program tertentu.

c) Tipe ketiga, tipe evaluasi kebijakan yang sistematis.

Ketiga tipe tersebut merupakan tipe-tipe evaluasi. Kemudian pada setiap tipe

tersebut masing-masing tipe memiliki konsekuensi serta fokus apa yang akan

menjadi kajian dalam evaluasi suatu kebijakan.

Selain itu pendapat lainnya dari Dunn (dalam Nugroho, 2012:729) tipe-tipe

evaluasi terdiri:

1. Efektivitas

2. Efisiensi

3. Kecukupan

4. Perataan

5. Responsivitas

(35)

15

Tabel 2.1 Tipe-tipe Evaluasi

Tipe Kriteria Pertanyaan

Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai?

Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan?

Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah?

Perataan Apakah biaya manfaat didistribusikan dengan merata pada kelompok-kelompok yang berbeda?

Resposivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebtuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok tertentu?

Ketepatan Apakah hasil yang diinginkan berguna atau bernilai?

Sumber: William Dunn (Nugroho, 2011 : 671)

Implementasi secara administratif adalah implementasi yang dilakukan dalam

keseharian perasi birokrasi pemerintahan. Kebijakan di sini mempunyai

ambiguitas atau kemenduaan yang rendah dan konflik yang rendah. Implementasi

secara politik karena walupun ambiguitasnya rendah, tingkat konfliknya tinggi.

Implementasi secara eksperimen dilakukan pada kebijakan yang mendua namun

tingkat konfliknya rendah. Implementasi secara simbolik dilakukan pada

kebijakan yang mempunyai ambiguitas tinggi dan konflik yang tinggi.

Mengutip dari Nugroho yang mengembangkan model implementasi dari Matland

dikembangkan menjadi empat pilah model implementasi kebijakan. Kebijakan

yang bersifat kritikal bagi kehidupan bersama atau berkenaan dengan hidup-mati

atau eksistensi suatu negara, termasuk dalam hal ini pemerintahan yang sah dapat

dengan dipaksakan, sehingga masuk dalam kelompok directed. Kebijakan yang berkenaan dengan pencapaian misi negara-bangsa disarankan untuk dilaksanakan

(36)

kelembagaan yang ada pada negara bersangkutan, mulai dari lembaga negara dan

pemerintahan hingga lembaga masyarakat., baik nirlaba maupun pelaba.

Kebijakan yang bersifat atau khusus, atau kebijakan yang mempunyai resiko yang

tinggi jika gagal, disarankan untuk diimplementasikan dengan model guided

dengan pendekatan pilot project. Kebijakan yang bersifat administratif. Masuk dalam kelompok ini adalah kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan

pelayanan publik yang mendasar.

Selanjutnya yang perlu dicermati adalah siapa aktor implementasi kebijakan

berikut digambarkan pilihan pelaksana kebijakan. Pelaksana kebijakan senantiasa

diawali dari aktor negara atau pemerintah sebagai agensi eksekutif. Namun

demikian, kita dapat melihat bahwa ada empat pilihan aktor implementasi yang

sesungguhnya, yaitu:

1. Pemerintah, meliputi kebijakan-kebijakan yang masuk dalam kategori directed

atau berkenaan dengan eksistensi negara bangsa. Kebijakan ini disebut dengan

eksistensial driven policy. Pertahanan, keamanan, penegakkan keadilan, dan sebagainya. Meskipun masyarakat dilibatkan, perannya sering kali

dikategorikan sebagai periferal.

2. Pemerintah pelaku utama, masyarakat pelaku pendamping.

Kebijakan-kebijakan yang government driven policy. Disini termasuk pelayanan KTP dan

Kartu Keluarga yang melibatkan jaringan kerja non-pemerintah di tingkat

masyarakat.

3. Masyarakat pelaku utama, pemerintah pelaku pendamping.

(37)

17

pemerintah. Termasuk di antaranya panti-panti sosial, yayasan kesenian,

hingga sekolah-sekolah non-pemerintah.

4. Masyarakat sendiri, yang dapat disebut people (private) driven policy.

Termasuk didalamnya kebijakan pengembangan ekonomi yang dilaksanakan

oleh masyarakat melalui berbagai kegiatan bisnis.

Selain itu dalam evaluasi juga terdapat evaluasi implementasi. Seperti yang

dikemukakan Nugroho (2012:706). Menurut Nugroho yang mengembangkan teori

dari Matland pada dasarnya ada lima tepat yang perlu dipenuhi dalam hal

keefektifan implementasi kebijakan:

1. Implementasi efektif dalam hal kebijakan yang sudah tepat. Ketepatan

kebijakan ini dapat diindikatorkan dengan sejauh mana kebijakan yang ada

telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak

dipecahkan. Pertanyaannya adalah, how excellent is the policy. Sisi kedua kebijakan adalah apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan

karakter masalah yang hendak dipecahkan. Sisi ketiga atau indikator ketiga

adalah kebijakan dibuat oleh lembaga yang mempunyai kewenangan (misi

kelembagaan) yang sesuai dengan karakter kebijakannya.

2. Implementasi yang tepat kedua atau yang efektif berkenaan dengan tepat

pelaksanaannya. Aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya pemerintah.

Ada tiga lembaga yang dapat menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerja sama

antara pemerintah-masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang

diswastakan. Kebijakan yang efektif menurut tepat pelaksanaannya ini

berkaitan dengan siapa penjalan atau pelaksana kebijakan ini, bagaimana

(38)

3. On the street siap menjadi pelaksana kebijakan. Tepat ketiga adalah tepat target. Ketepatan berkenaan dengan tiga hal. Pertama, apakah target yang

diintervensi sesuai dengan yang direncanakan, apakah tidak ada tumpang

tindah dengan intervensi lain atau tidak bertentangan dengan intervensi

kebijakan lain. Kebijakan di Indonesia untuk income generating diwarnai dengan banyaknya kebijakan pemberian kredit bersubsidi oleh berbagai

departemen yang akhirnya overlapping dan saling mematikan di lapangan. Kedua, apakah targetnya dalam kondisi siap untuk diinvertensi, ataukah tidak.

Kesiapan bukan saja dalam arti secara alami, namun juga apakah kondisi

target ada dalam konflik atau harmoni, dan apakah kondisi target dalam

kondisi menolak. Ketiga, apakah intervensi kebijakan bersifat baru atau

memperbarui implementasi kebijakan sebelumnya. Terlalu banyak kebijakan

yang tampaknya baru namun pada prinsipnya mengulang kebijakan lama

dengan hasil sama tidak efektifnya dengan kebijakan sebelumnya.

4. Tepat keempat adalah tepat lingkungan. Ada dua lingkungan yang paling

menentukan, yaitu lingkungan kebijakan, yaitu interaksi di antara lembaga

perumus kebijakan dan pelaksanaan kebijakan dengan lembaga lain yang

terkait. Calista (dalam Nugroho, 2012:708) menyebutnya sebagai variabel

endogen yaitu authoritative arrangement yang berkenaan dengan kekuatan

sumber otoritas dari kebijakan, network composition yang berkenan dengan komposisi jejaring dan berbagai organisasi yang terlibat dengan kebijakan,

baik dari pemerintah maupun masyarakat dan implementasi setting yang

berkenaan dengan posisi tawar-menawar antara otoritas yang mengeluarkan

(39)

19

kebijakan. Lingkungan kedua adalah lingkungan eksternal kebijakan yang

disebut Calista (dalam Nogroho, 2012:709) variabel eksogen, yang terdiri atas

public opinion yaitu persepsi publik akan kebijakan dan implementasi, interperetive instutions yang berkenaan dengan interpretasi lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok penekanan dan

kelompok kepentingan dalam menginterpratasikan kebijakan dan

implementasi kebijakan individualis, yakni individu-individu tertentu yang

mampu memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan

implementasi kebijakan.

5. Tepat kelima adalah tepat proses. Secara umum, implementasi kebijakan

publik terdiri atas tiga proses yaitu:

a. Policy acceptence, di sini publik memahami kebijakan sebagai sebuah aturan main yang diperlukan untuk masa depan, di sisi lain pemerintah

memahami kebijakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan.

b. Policy adoption, di sini publik menerima kebijakan sebagai aturan main yang diperlukan untuk masa depan, di sisi lain pemerintah menerima

kebijakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan.

c. Strategic readiness, di sini publik siap melaksanakan atau menjadi bagian dari kebijakan di sisi lain birokrat

Beberapa pendapat para ahli peneliti lebih tertarik pada tipe evaluasi Dunn. Dunn

menilai evaluasi dari segi efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan,

resposibilitas, dan ketepatan. Namun pada penelitian ini dari karakteristik evaluasi

(40)

digunakan dalam penelitian kebijakan PPDB Jalur Bina Lingkungan yaitu:

ketepatan.

3. Dimensi-dimensi Evaluasi Kebijakan

Dunn (dalam Nugroho, 2011) memiliki pendapat bahwa evaluasi kebijakan publik

mempunyai empat lingkup makna yaitu evaluasi perumusan kebijakan, evaluasi

implementasi kebijakan, evaluasi kinerja kebijakan, dan evaluasi lingkungan

kebijakan. Keempat dimensi tersebut sebagai fokus evaluasi kebijakan.

a) Evaluasi formulasi kebijakan publik

Secara umum evaluasi formulasi berkenaan dengan apakah formulasi

kebijakan publik dilaksanakan, menggunakan pendekatan yang sesuai dengan

masalah yang hendak diselesaikan, mengarah pada permasalahan inti,

mengikuti prosedur yang diterima secara bersama, mendayagunakan

smberdaya yang ada secara optimal baik berupa waktu, dana, manusia

maupun kondisi lingkungan.

b) Evaluasi implementasi kebijakan publik

Indikator dalam evaluasi implementasi kebijakan publik yang igunakan untuk

menjawab 3 pertanyaan: bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik?,

faktor-faktor apa saja yang menyebabkan variasi itu?, bagaimana strategi

meningkatkan kinerja implementasi kebijakan publik?

c) Evaluasi kinerja kebijakan publik

Dimensi penilaian kinerja kebijakan yang berkenaan dengan: dimensi hasil,

dimensi proses pencapaian hasil dan pembelajaran, dimensi sumber daya yang

(41)

21

keberadaan dan perkembangan organisasi, dan dimensi kepemimpinan dan

pembelajarannya.

d) Evaluasi lingkungan kebijakan publik

Evaluasi lingkungan yaitu konteks lingkungan dikedepanan karena perubahan

lingkungan terjadi hari ini dan dimasa depan adalah perubahan dalam volume

yang besar dan cepat. Evaluasi lingkungan kebijakan publik memberikan

sebuah deskripsi yang lebih jelas bagaimana konteks kebjakan dirumuskan

dan diimplementasikan.

Untuk penelitian ini peneliti memilih salah satu dimensi evaluasi kebijakan yang

akan dijadikan sebagai fokus penelitian yaitu mengenai evaluasi implementasi

kebijakan publik.

Parson (2011:175) untuk mengevaluasi suatu kebijakan bisa dilakukan dengan

berbagai pendekatan salah satunya yaitu pendekatan jaringan (network).

Pendekatan ini mengkaji aspek relasional dan informal dalam sebuah kebijakan.

Selain itu pendekatan ini berfokus pada cara dimana jaringan kebijakan yang

meliputi politisi, pegawai sipil, analisis kebijakan, pakar, kelompok kepentingan

dan sebagainya. Rhodes (dalam Parson, 2011:191) mengatakan bahwa melihat

sebuah jaringan kita harus meneliti struktur dependensi di dalam jaringan

kebijakan dan mengidentifikasi varietas utama dari jaringan pada level sentral dan

lokal. Pendekatan jaringan kerja dan pengawasan yang menyajikan suatu

kerangka dalam mana proyek dapat direncanakan dan implementasinya diawasi

dengan cara mengidentifikasikan tugas-tugas yang harus diselesaikan, hubungan

(42)

Petunjuk praktis model evaluasi implementasi kebijakan publik dapat diringkas

sebagai berikut:

Bagan 2.2 Model Evaluasi Implementasi

Sumber: (Nugroho, 2012 : 743)

Guna membantu pemahaman dapat mempergunakan matriks Matland untuk

meliat kesesuaian antara jenis kebijakan yang harus diimplementasikan dan

metode implementasi yang tepat. Bentuk matriks Matland seperti berikut :

Bagan 2.3 Matrik model Matland

Melalui matrik tersebut peneliti akan melakukan pendekatan implementasi dari

indikator yang ada guna mempermudah peneliti untuk melakukan evaluasi

(43)

23

4. Masalah dalam Evaluasi Kebijakan

Untuk menilai suatu kebijakan berhasil ataupun gagal, maka diperlukan

tahapan-tahapan untuk mengevaluasi suatu kebijakan. Evaluasi merupakan proses yang

rumit dan kompleks, karena memang dalam evaluasi melibatkan berbagai macam

kepentingan individu-individu. Namun dalam proses evaluasi suatu kebijakan

tentunya ada beberapa masalah-masalah yang dihadapi oleh peneliti.

Menurut Anderson (dalam Winarno, 2012:240) teridentifikasi 6 (enam) masalah

yang akan dihadapi dalam proses evaluasi kebijakan yaitu :

a) Ketidakpastian atas tujuan-tujuan kebijakan

Tujuan-tujuan yang disusun untuk menjalankan suatu kebijakan seharusnya

tersusun jelas, bukan samar-samar atau tersebar. Seringkali timbul kesulitan

untuk menentukan sejauh mana tujuan-tujuan tersebut telah tercapai.

Ketidakjelasan tujuan biasanya disebabkan dari proses penetapan kebijakan.

Suatu kebijakan biasanya butuh perhatian dari orang-orang dan kelompok

yang memiliki kepentingan yang berbeda. Kondisi yang seperti inilah yang

menyebabkan timbulnya ketidakpastian dari tujuan kebijakan karena harus

merefleksikan banyaknya kepentingan maupun nilai-nilai dari aktor yang

terlibat dalam perumusan kebijakan

b) Kausalitas

Variabel kausalitas haruslah mendapatkan perhatian. Evaluator menggunakan

evaluasi sistematik terhadap program-program kebijakan maka ia harus

memastikan bahwa perubahan-perubahan dalam kenyaaan harus disebabkan

(44)

c) Dampak kebijakan yang menyebar

Sebelumnya kita telah mengenal dengan apa yang dinamakan dampak yang

melimpah (externalities or spillover effect), yaitu dimana dampak tersebut

muncul oleh kebijakan pada keadaan atau kelompok-kelompok masyarakat

yang menjadi sasaran kebijakan.

d) Kesulitan dalam memperoleh dana

Evaluator biasanya terhalang untuk melakukan evaluasi akibat kekurangan

data statistik dan informasi-informasi yang relevan dalam proses

mengevaluasi suatu kebijakan. Model-model ekonomerik yang biasa

digunakan untuk meramalkan dampak dari pengurangan pajak pada kegiatan

ekonomi dapat dilakukan, tetapi data yang cocok untuk menunjukan dampak

yang sebenarnya pada ekonomi sulit untuk diperoleh.

e) Resistensi pejabat

Badan administrasi dan para pejabat yang terlibat dalam suatu program akan

memberikan perhatian mereka terhadap kemungkinan

konsekuensi-konsekuensi politik yang mungkin timbul dari adanya kebijakan. Apabila

hasil dari kebijakan tidak menunjkan benar menurut pandangan mereka maka

program, pengaruh serta karir mereka akan terancam. Hal ini biasanya

mengakibatkan para pejabat meremehkan studi evaluasi, menolak memberikan

data, atau tidak menyediakan dokumen yang lengkap.

f) Evaluasi yang mengurangi dampak

Evaluasi yang telah rampung terkadang menuai kritik dan diabaikan karena

dianggap tidak meyakinkan. Evaluasi dikritik dengan alasan bahwa evaluasi

(45)

25

penemuan-penemuannya tidak didukung dengan bukti yang meyakinkan

sehingga hal ini yang mendorong mengapa evaluasi kebijakan yang telah

dilakukan tidak mendapatkan perhatian sebagaimana mestinya diharapkan,

walaupun evaluasi tersebut sudah benar. Namun bagi mereka yang memiliki

kepentingan ataupun merasa diuntungkan dengan adanya program tersebut

tidak mungkin kehilangan semangat semata-mata karena studi evaluasi

berkesimpulan biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada keuntungan yang

didapatkan.

Sementara Hogwood dan Gunn (dalam Winarno, 2012:245) mengidentifikasi

beberapa masalah berat yang menjadi kendala dalam evaluasi kebijakan publik

atau program.

Masalah-masalah tersebut sebagai berikut:

a) Tujuan-tujuan kebijakan

Jika tujuan kebijakan tidak jelas atau dengan kata lain tujuan tersebut tidak

dapat diukur dengan tidak adanya kriteria yang jelas untuk menentukan

keberhasilan suatu kebijakan maka tujuan akan terlihat samar-samar.

Kekaburan dalam tujuan kadangkala merupakan konsekuensi dari

perbedaan-perbedaan titik pandangan mengenai tujuan-tujuan kebijakan.

b) Membatasi kriteria untuk keberhasilan

Bahkan pada saat tujuan kebijakan secara jelas menyatakan ada masalah

tentang bagaimana keberhasilan tujuan itu akan diukur. Maka tujuan tersebut

akan berubah dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

(46)

Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan ataupun program

seringkali mempengaruhi evaluasi kebijakan tersebut. Kesulitan yang biasanya

muncul pada saat orang mencoba untuk mengidenifikasi dan mengukur

efek-efek/pengaruh sampingan dan memisahkan efek tersebut dari kebijakan atau

program yang sedang dievaluasi. Terdapat masalah-masalah tentang

faktor-faktor yang merugikan maupun faktor-faktor-faktor-faktor yang menguntungkan serta

seberapa besar faktor ini dipertimbangkan secara relatif dengan tujuan-tujuan

pokok kebijakan.

d) Masalah data

Informasi yang diperlukan untuk menilai dampak yang ditimbulkan dari suatu

kebijakan atau program tidak tersedia atau mungkin saja tersedia namun

dalam bentuk yang tidak cocok.

e) Masalah metodologi

Masalah yang seperti ini umum untuk masalah tunggal, atau suatu kelompok

penduduk, menjadi target dari beberapa program dengan tujuan yang sama

atau saling berkaitan.

f) Masalah politik

Evaluasi bisa menimbulkan ancaman bagi beberapa orang. Keberhasilan

maupun kegagalan suatu kebijakan atau program di mana politisi atau para

birokrat memiliki komitmen terhadap karier secara pribadi, dan dari mana

kelompok-kelompok klien menerima keuntungan yang sedang dievaluasi.

Pertimbangan-pertimbangan ini jelas akan memengaruhi bagaimana hasil

evaluasi bisa dijalankan, sebagai bentuk kerjasama para pejabat publik dan

(47)

27

g) Biaya

Ini bukan tidak umum untuk evaluasi suatu program terhadap biaya sebesar

satu persen dari total biaya programbiaya seperi ini merupakan pengalihan

dari pemberian kebijakan atau program.

Evaluasi baik dilakukan untuk proses yang berkelanjutan bukan hanya sebatas

memberikan penilaian dan berhenti disitu. Telah diuraikan pendapat beberapa ahli

tentang masalah-masalah dalam evaluasi. Oleh karena itu sangatlah penting untuk

kita mengetahui apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghalang bagi

pencapaian tujuan-tujuan kebijakan.

Anderson (dalam Winarno, 2012:248) menyatakan setidaknya ada delapan faktor

yang menyebabkan kebijakan-kebijakan tidak memperoleh dampak yang

diinginkan, yakni:

a) Sumber-sumber yang tidak memadai

b) Cara yang digunakan untuk melaksanaan kebijakan-kebijakan

c) Masalah publik seringkali disebaban karena banyak faktor sementara

kebijakan yang ada ditujukan hanya kepada penanggulangan atau beberapa

masalah saja

d) Cara orang menanggapi atau menyesuaikan diri terhadap kebijakan-kebijakan

publik yang justru meniadakan dampak kebijakan yang diinginkan

e) Tujuan kebijakan tidak sebanding dan bertentangan satu sama lain

f) Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah membutuhkan biaya

yang jauh lebih besar dibandingkan dengan masalah tersebut

(48)

h) Menyangkut sifat masalah yang akan dipecahkan oleh suatu tindakan

kebijakan

Jika kita mengetahui masalah-masalah yang seringkali menjadi penghalang para

evaluator dalam mengevaluasi diharapkan proses evaluasi akan bisa berjalan

dengan baik sebagaimana yang diharapkan.

5. Tahap-tahap evaluasi kebijakan

Setelah mengetahui masalah-masalah yang akan dihadapi di harapkan peneliti

dapat melakukan tahapan-tahapan evaluasi. Menurut William Dunn (dalam

Santosa, 2008:44) ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan dalam

evaluasi kebijakan antara lain :

a) Spesifikasi program kebijakan

b) Apakah kegiatan-kegiatan dan sasaran yang melandasi program

c) Koleksi informasi program kebijakan

d) Modeling program kebijakan

e) Penaksiran evaluabilitas program kebijakan

f) Umpan balik penaksiran evaluabilitas untuk pemakai

Selain itu pendapat lain tentang langkah-langkah evaluasi kebijakan juga

dilontarkan oleh Suchman. Suchman mengemukakan ada enam langkah dalam

evaluasi kebijakan, yakni:

a) Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi

b) Analisis terhadap masalah

(49)

29

d) Pengukuran terhadap tingkat perubahan yang terjadi

e) Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan

tersebut atau karena penyebab yang lain

f) Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

Tahap-tahap evaluasi kebijakan Suchman juga mengidentifikasi beberapa

pertanyaan dalam menjalankan evaluasi yakni:

1. Apakah yang menjadi isi tujuan program?

2. Siapa yang menjadi target program?

3. Kapan perubahan yang diharapkan terjadi?

4. Apakah tujuan yang ditetapkan satu atau banyak?

5. Apakah dampak yang diharapkan besar?

6. Bagaimanalah tujuan tersebut dicapai?

Melihat beberapa tahapan yang ada, yang paling terpenting dalam evaluasi

kebijakan adalah mendefinisikan masalah. Sebab dengan mengidentifikasikan

masalah-masalah maka tujuan-tujuan dalam evaluasi dapat disusun dengan jelas

dan jika mengidenifikasikan masalah gagal maka tujuan yang akan terjadi adalah

kegagalan dalam memutuskan tujuan-tujuan. Segala bentuk proses evaluasi

kebijakan peneliti harus memiliki penilaian standar untuk dapat mengukur tingkat

keberhasilan suatu efektifitas sebuah kebijakan pemerintah. Pada intinya yang

dinilai dari sebuah proses evaluasi terhadap kebijakan yang telah dijalankan

(50)

C. Tinjauan Kebijakan Pendidikan 1. Konsep Pendidikan

Pendidikan merupakan sebuah proses yang tidak bisa dilepaskan pada setiap

kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Dewey

mengemukakan bahwa pendidikan dapat dipahami sebagai upaya konservatif dan

progresif dalam bentuk pendidikan sebagai pendidikan sebagai formasi, sebagai

rekapitulasi dan retrospeksi, serta sebagai rekonstruksi. Sementara pendapat lain

juga dikemukakan oleh Hills yang memahami pendidikan sebagai proses belajar

yang ditujukan untuk membangun manusia dengan pengetahuan dan

keterampilan.

Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas memahami

pendidikan sebagai usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

Negara. Dari beberapa pendapat tersebut bisa kita artikan bahwasanya pendidikan

merupakan usaha manusia yang secara sengaja dilakukan sepanjang hidupnya

untuk mengembangan dirinya dengan pengetahuan baik cerdas secara batin

maupun fisik.

2. Konsep Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan adalah kebijakan publik yang berkenaan di bidang

pendidikan. Menurut Olsen, Codd dan O’Neil dalam buku kebijakan pendidikan

(51)

31

keunggulan, bahkan eksistensi, bagi negara-bangsa dalam persaingan global,

sehingga kebijakan pendidikan perlu mendapatkan prioritas utama dalam era

globalisasi. Salah satu argument utamanya adalah bahwa globalisasi membawa

nilai demokrasi. Demokrasi yang akan memberikan hasil yang didukung oleh

pendidikan. E.Goertz berpendapat kebijakan pendidikan adalah kebijakan yang

berkenaan dengan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan.dengan demikian

kebijakan pendidikan harus selaras dan satu arah dengan kebijakan publik.

Kebijakan pendidikan merupakan suatu kebijakan untuk pencapaian tujuan negara

di bidang pendidikan dan merupakan salah satu tujuan dari keseluruhan tujuan

negara. UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang PROPERNAS menyatakan ada tiga

tantangan dalam bidang pendidikan di Indonesia, yaitu:

a) Mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai

b) Mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan mamp bersaing

dalam pasar kerja global

c) Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah system pendidikan nasional

dituntut untu melakukan perubahan dan penyesuaian dapat mewujudkan

proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman,

memperhatian kebutuhan daerah dan peserta didik, serta mendorong

peningkatan partisipasi masyarakat.

Untuk memaksimalkan kebijakan pendidikan di Indonesia serta dengan adanya

sistem otonomi daerah diharapkan akan ada kebijakan pendidikan yang bisa

memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan hingga pada tingkat daerah

sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang ada di daerahnya. Kebijakan

(52)

kebijakan publik maka akan ada perubahan pula pada kebijakan pendidikan.

Kebijakan pendidikan biasanya cenderung mengarah dan berkiblat kepada

kebijakan yang lebih luas.

3. Sasaran Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan

untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:

a) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh

pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju

tercapainya manusia Indonesia yang berkualitas tinggi dengan peningkatan

anggaran pendidikan secara berarti.

b) Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatan

jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu

berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan

budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa dan tenaga kependidikan.

c) Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan

kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman

peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional mapun lokal

sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan

secara profesional.

d) Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah

(53)

33

partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana

memadai.

e) Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional

berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.

f) Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh

masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang

efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan IPTEK dan seni.

g) Mengembangkan kualitas sumberdayua manusia secara mungkin terarah,

terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh

seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara

optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan

potensinya.

h) Meningkatkan penguasaan pengembangan, dan pemanfaatan ilmu

pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia

usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi.

Kemudian karakter-karakter khusus harus dimiliki oleh kebijakan pendidikan,

antara lain: memiliki tujuan, memiliki aspek legal formal, memiliki konsep

operasional dibuat oleh yang berwenang.

D. Tinjauan Bina Lingkungan 1. Konsep Bina Lingkungan

Program Bina Lingkungan merupakan salah satu program pendidikan Kota

(54)

Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraa Pendidikan serta

Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 49 Tahun 2013 tentang Pedoman

Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Jenjang Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD), Sekolah Dasar(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah

Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Bandar

Lampung. Pada Perda Nomor 01 Tahun 2012 bagian kedua pasal 35 ayat 4

menjelaskan bawa daya tampung Sekolah Dasar dan yang sederajad, Sekolah

Menengah Pertama (SMP) dan yang sederajad, Sekolah Menengah Atas (SMA)

dan yang sederajad, 70% siswa masuk melalui jalur regular, dan 30% siswa

masuk melalui Jalur Bina Lingkungan yang diatur dengan Peraturan Walikota.

Peraturan Walikota 49 Tahun 2013 pada bab V bagian kesatu pasal 10 ayat 3

menjelaskan bahwa Jalur Bina Lingkungan diperuntukan bagi :

1) Calon siswa baru dari keluarga belum mampu secara ekonomi yang

berdomisili dekat dengan sekolah pilihan, dan resmi sebagai warga Kota

Bandar Lampung dengan ketentuan :

a) Memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus

b) Memiliki dan menyerahkan fotokopi kartu jamkesmas dan atau

jamkesda yang sah

c) Ada surat keterangan tidak mampu dari kelurahan atau dari sekolah asal

d) Menyerahkan fotokopi kartu keluarga dan KTP orang tuanya

e) Menyerahan kartu keluarga yang asli dan akan dikembalikan pada saat

pengumuman

f) Hanya diperkenankan memilih satu sekolah yang terdekat dengan

(55)

35

2) Anak kandung Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada sekolah yang

bersangkutan dengan ketentuan:

a) Menyerakan fotokopi KTP, Kartu Keluarga dan atau KP4

b) Menyerahkan fotokopi surat tugas dari satuan kependidikan tempat

bertugas

c) Memenuhi persyaratan umum/khusus PPDB tahun yang telah

ditetapkan

3) Jika persyaratan yang dimaksud pada angka satu dan 2 diatas terpenuhi

maka dapat diterima di SMP/SMA/SMK Negeri tanpa mengikuti proses

seleksi

4) Apabila pendaftar melampaui kuota (50%) yang telah diteapkan akan

diadakan seleksi berdasarkan emampuan akademik dan atau hasil

verifikasi biodata (Home Visit) yang dilakukan oleh panitia

Jalur Bina Lingkungan ini merupakan salah satu jalur yang ditetapkan pemerintah

Kota Bandar Lampung sebagai salah satu jalur dalam Penerimaan Peserta Didik

Baru di Kota Bandar Lampung. Perlu diketahui bahwa tujuan PPDB Kota Bandar

Lampung adalah memberikan kesempatan kepada warga negara utamanya

anak-anak usia sekolah masyarakat Bandar Lampung ntuk memperoleh tempat layanan

pendidikan yang berkualitas pada satuan pendidikan yang lebih tinggi,

terwujudnya suasana aman, tertib, lancer, dan objektif dalam pelaksanaan

penerimaan peserta didik baru tahun 2013/2014, terlaksananya penerimaan peserta

didik baru sesuai dengan kemampuan daya tampung sekolah yang tersedia dan

Gambar

Tabel 2.1  Tipe-tipe Evaluasi
Tabel 3.1 Informan Penelitian
Tabel 3.2 Daftar Dokumentasi Penelitian
Tabel 4.1  Nama-Nama Walikota dan Wakil Walikota Bandar Lampung dan Periode Jabatan
+3

Referensi

Dokumen terkait

atas variasi sudut evacuated glass tube sebesar 15 0 , 30 0 , 45 0 , dan 60 0 , sekaligus akan diuji pembebanan tegangan von misses yang terjadi pada frame

OLE adalah kontrol yang digunakan untuk memungkinkan pemakai untuk menempelkan suatu objek dari aplikasi visual basic ke aplikasi yang mendukung OLE. Data List dan

Pengembangan produk Gadai Syariah merupakan salah satu strategi Bank Muamalat dalam rangka memperluas ragam produk dan jasa keuangan syariah, terutama

Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya1. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai

hibridisasi adalah teknik yang digunakan oleh para pemulia yaitu orang yang berusaha untuk memperbanyak tanaman dalam lingkup pemuliaan tanaman untuk meningkatkan

UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) KABUPATEN KAPUAS HULU. Kelompok Kerja 3

Untuk mendapatkan kondisi ekstraksi terbaik senyawa fenolik dari gambir dengan aktivitas antioksidan yang tinggi dilakukan proses optimasi menggunakan metode permukaan respon