ii ABSTRAK
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERPASANGAN DAN BERKELOMPOK TERHADAP KETERAMPILAN GERAK DASAR
KAYANG PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUKADANA LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh
CHANDRA DARYUSMAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berpasangan dan berkelompok terhadap keterampilan gerak dasar kayang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen murni (True experiment) dengan desain penelitian pre test, post test, central group desain.
Populasi pada penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 1 Sukadana Lampung Timur sebanyak 240 siswa dengan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 60 siswa menggunakan teknik random sampling . Tehnik pengambilan data untuk tes gerak dasar ini menggunakan tes keterampilan gerak dasar.Tehnik analisis data menggunakan Analisis Varians ( ANAVA).
Hasil analisis data menunjukkan bahwa model pembelajaran berpasangan dapat meningkatkan keterampilan gerak dasar kayang dalam senam lantai secara signifikan dengan selisih sebelum dan sesudah tes yaitu sebesar 18,05 sedangkan model berkelompok selisihnya 12,5 dan control 0,3. Dengan nilai hipotesis model pembelajaran berpasangan 9,49 > 3,15) begitu pula model pembelajaran berkelompok menujukkan peningkatan secara signifikan (
6,33 > 3,15). Kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran berpasangan lebih baik dari pada model pembelajaran berkelompok dan kontrol terhadap Keterampilan gerak dasar kayang pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Sukadana, Lampung Timur Tahun Pelajaran 2013/2014.
Rekomendasi dari hasil penelitian ini sebaiknya dalam pembelajaran gerak dasar kayang menggunakan model pembelajaran berpasangan.
xiv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah kurikulum (curriculum) pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga, berasal dari kata curir (pelari) dan curene (tempat berpacu). Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai dengan finish untuk memperoleh penghargaan. Haroll B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activitie that are provided for the student by the school ). Sedangkan menurut Saylor,
Alexande, dan Lewis yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas (the curriculum is the sum total of school’s efforts to influence learning, whether in or out clasroom of school)
Peranan kurikulum menurut Oemar Hamalik (2008:36) sangatlah penting dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan, serta memiliki tiga peranan yaitu peranan konservatif, kritis atau evaluatif serta kreatif. Fungsi dari kurikulum bagi guru adalah pedoman saat belajar mengajar, bagi kepala sekolah
Meurut Alexander (dalam Hamalik, 1990) fungsi kurikulum terdapat enam fungsi yaitu (1) fungsi penyesuaian (2) integritas (3) diferensiasi (4) persiapan (5) pemilihan (6) diagnostik. Keenam fungsi tersebut harus dimiliki oleh suatu kurikulum lembaga pendidikan secara menyeluruh. Dengan demikan
kurikulum dapat memberikan pengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan.
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) adalah kurikulum
operasioanal yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, alokasi waktu, dan sumber ajar.
Pembelajaran Pendidikan Jasmani merupakan media untuk mendorong perkembangan keterampilan motorik, kemampuan fisik, pengetahuan,
diklasifikasikan menjadi enam aspek, yaitu : teknik/keterampilan dasar permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, uji diri/ senam, aktivitas ritmik, aquatik (aktivitas air), dan pendidikan luar kelas (out door).
Senam merupakan aktifitas jasmani yang efektif untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Senam dapat diartikan sebagai setiap bentuk latihan fisik yang disusun secara sistematis dengan melibatkan
gerakan-gerakan yang terpilih dan terencana untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut, olahraga senam mempunyai sistematika tersendiri serta tujuan yang hendak dicapai, seperti daya tahan, kekuatan, kelenturan dan koordinasi yang baik. Senam adalah kegiatan utama yang bermanfaat untuk mengembangkan komponen fisik dan kemampuan gerak.
Selain itu, senam dapat pula menyumbang pengayaan perbendaharaan gerak pelakunya. Dasar-dasar senam akan sangat baik untuk pengembangan gerak tubuh, penguasaan dan kesadaran tubuh secara umum, serta keterampilan-keterampilan senam.
Kayang adalah suatu bentuk atau sikap badan terlentang dan membusur, bertumpu pada kedua tangan, dan kedua kaki dengan siku-siku dan lutut lurus (Muhajir 2003:149-151),. Untuk dapat melakukan gerakan senam kayang maka siswa membutuhkan komponen fisik seperti berkembangnya daya tahan ototnya, kekuatan, kelentukan, koordinasi, kelincahan dan keseimbangannya.
Dalam gerakan kayang kelentukan adalah komponen penting untuk menghasilkan gerakan yang maksimal, yaitu memposisikan tubuh lebih lenting saat melenting ke bawah. Kelentukan dalam gerakan kayang terjadi pada seluruh anggota badan, baik anggota tubuh bagian atas yang terdiri dari lengan, sendi bahu, dada, perut, punggung dan anggota tubuh bagian bawah, yaitu pinggang, paha, dan kaki. Dalam gerakan kayang juga diperlukan kekuatan pada otot lengan sebagai tumpuan saat akan memulai gerakan dan memberikan tolakan agar siswa mampu berguling lenting ke bawah.
bentuk dan manfaat senam dan juga dapat mempraktikan teknik dasar kayang tersebut.
Hasil observasi yang dilakukan penulis di SMP Negeri 1 Sukadana, Lampung Timur ketika siswa mengikuti materi pembelajaran senam lantai, antusias siswa masih sangat kurang. Penulis mengidentifikasi penyebab kurang tertariknya siswa dalam mengikuti materi pembelajaran senam lantai, khususnya materi kayang disebabkan cara pembelajaran yang cenderung monoton dan kurang inovasi-inovasi yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Pembelajaran cenderung monoton, seperti guru hanya
menjelaskan tentang kayang memberikan contoh satu atau dua kali tentang kelangsungan gerak dasar kayang dari awalan sampai sikap akhir, kemudian siswa disuruh melakukan gerakan dasar tersebut. Kesalahan yang dilakukan dievaluasi dan diperbaiki sebagai pengambilan nilai hasil pembelajaran kayang.
Dengan cara pembelajaran seperti ini, siswa menjadi kurang tertarik mengikuti mata pelajaran senam khususnya materi gerak dasar kayang, selain itu
kurangnya peralatan senam sering dibuat menjadi alasan seorang guru tidak mengajarkan pelajaran senam di sekolah. Pola pelajaran yang kurang variatif dan cenderung membosankan membuat siswa menjadi malas dalam
menggunakan metode atau model pembelajaran agar tercapai keberhasilan pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan
keterampilan gerak dasar kayang. Dalam mempelajari keterampilan gerak perlu memperhatikan beberapa aspek dalam berlatih, antara lain dengan menganalisa sikap persiapan, pelaksanaan, dan sikap akhir pada saat melakukan sikap kayang. Dari permasalahan yang muncul inilah peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Model
pembelajaran Berpasangan Dan BerkelompokTerhadap Keterampilan Gerak
Dasar Kayang Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sukadana, Lampung
Timur tahun perlajaran 2013/2014 “. Dengan harapan melalui penelitian ini akan tercapai pembelajaran senam khususnya pada senam artistik gerakan kayang yang efektif sekaligus menyenangkan dengan tujuan utama dalam pembelajaran gerak tersebut adalah pengembangan pembelajaran untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, serta membantu dirinya bertindak efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang timbul antara lain:
2. Masih kurangnya kelentukan tubuh siswa saat melenting tahap pelaksanaan kayang dalam senam lantai.
3. Masih terbatasnya model pembelajaran gerak dasar kayang yang diterapkan di sekolah.
C. Batasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang telah dikemukakan, agar tidak meluas maka batasan masalah penelitian ini hanya terbatas pada masalah Pengaruh Model pembelajaran Berpasangan Dan Berkelompok Terhadap Keterampilan Gerak Dasar Kayang Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sukadana, Lampung Timur.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh model pembelajaran berpasangan terhadap keterampilan gerak dasar kayang dalam senam lantai ?
2. Apakah ada pengaruh model pembelajaran berkelompok terhadap keterampilan gerak dasar kayang dalam senam lantai ?
3. Apakah ada perbedaan antara model pembelajaran berpasangan, model pembelajaran berkelompok dan kontrol terhadap
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, dan batasan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran berpasangan terhadap keterampilan gerak dasar kayang.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran berkelompok terhadap keterampilan gerak dasar kayang.
3. Untuk mengetahui pengaruh yang lebih baik antara model pembelajaran berpasangan, berkelompok dan kelompok kontrol terhadap keterampilan gerak dasar kayang.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermaanfaat :
1. Secara teoritis dapat menambah wawasan dan informasi di bidang ilmu pengetahuan pada umumnya, khususnya ilmu keolahragaan.
2. Secara praktis dapat menambah acuan kepada guru pendidikan jasmani dalam meningkatkan keterampilan gerak dasar kayang dalam senam lantai.
G. Ruang Lingkup Penelitian
Agar tidak terjadi salah penafsiran, maka perlu adanya batasan ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritis
1. Teori Belajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subyek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Syaiful Bahri dan Aswan Zain , (2004 : 44) Belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri
seseorang setelah melakukan aktivitas belajar.
Oemar Hamalik (2008 : 36) menjelaskan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defened as the modification or streng-thening of behavior trough experiencing). Dari
pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu. Hasil belajar bukan sesuatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Robert N. Gagne, (1977) dalam Sugiyanto, (1999:267) mendefinisikan bahwa belajar adalah: ” suatu perubahan pembawaan atau kemampuan
yang bertahan dalam jangka waktu tertentu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan”.
Sedangkan Charles Galloway, (1976) dalam Sugiyanto, (1999:267) mengatakan bahwa belajar adalah: ” perubahan kecenderungan tingkah
laku yang relatif permanen, yang merupakan hasil dan berbuat berulang-ulang”.
Kesimpulan dari beberapa teori di atas bahwa belajar adalah suatu proses, fungsi, dan juga hasil dari perubahan-perubahan. Perubahan yang terjadi bisa bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama, maksudnya adalah perubahan itu tidak langsung hilang sesudah kegiatan selesai dilakukan.
Menurut Nana Sujana (1991 : 5) belajar adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktik atau latihan. Sedangkan menurut Thorndike dalam Agus Munadji (1994 : 162) bahwa belajar adalah asosiasi antara kesan yang diperoleh alat indra (stimulus) dan impuls untuk berbuat (respons). Ada tiga aspek
penting dalam belajar, yaitu hukum kesiapan, hukum latihan dan hukum pengaruh
1. Hukum Kesiapan
dirasakan. Ini berarti dalam aktivitas pendidikan jasmani guru seharusnya lah dapat menentukan materi yang tepat dan mampu dilakukan oleh anak. Guru harus memberikan pemahaman mengapa manusia bergerak dan cara melakukan gerakan secara aman, efisien dan efektif sehingga belajar dapat memuaskan.
2. Hukum Latihan
Jika seseorang ingin memperoleh hasil yang lebih baik, maka ia harus terus berlatih. Sebagai hasil dari latihan yang terus menerus akan diperoleh kekuatan, tetapi sebagai hasil tidak berlatih akan memperoleh kelemahan. Kegiatan belajar dalam pendidikan diperoleh dengan melakukan.
Melakukan berulang – ulang tidak berarti mendapatkan kesegaran atau keterampilan yang lebih baik. Melalui pengulangan yang dilandasi dengan konsep yang jelas tentang apa yang harus dikerjakan dan dilakukan secara teratur akan menghasilkan kemajauan dalam pencapaian tujuan yang dikehendaki. Ini berarti guru harus menerapkan latihan atau pengulanagan dengan penambahan beban agar meningkatnya kesegaran jasmani anak, dengan memperhatikan pula fase pertumbuhan dan perkembangan anak.
3. Hukum Pengaruh
keberhasilan serta mempunyai pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan. Guru harus merencanakan model-model pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, sesuia dengan fase pertumbuhan dan
perkembangan anak, pada usia remaja, anak menyukai permainan, bermain dengan kelompok-kelompok dan menunjukan prestasinya sehingga
mendapat pengakuan diri dari orang lain.
Menurut Syaiful Bahri dan Azwan Zain (2006 : 120) proses belajar
dikatakan berhasil apabila ada perubahan pada diri anak berupa perubahan prilaku yang menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dalam proses belajar mengajar peserta didik harus menunjukkan kegembiraan, semangat yang besar dan percaya diri. Atas dasar tersebut, guru berperan untuk menciptakan dan memperthankan kelangsungan proses belajar mengajar, guna tercapainya tujuan belajar yang sudah ditetapkan.
Adapun berikut pandangan beberapa para ahli psikologi tentang belajar, yaitu:
a. Teori Conditioning Dari Pavlov
Pavlov mendapat kesimpulan bahwa kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 2002:56).
b. Teori Conditioning dari Watson
Watson adalah salah seorang behavioris dari Amerika, Watson
mengadakan percobaan-percobaan tentang perasaan-perasaan takut pada anak, dengan menggunakan tikus dan kelinci. Juga dari hasil
percobaannya ia menarik kesimpulan bahwa perasaan takut pada anak dapat diubah dan dilatih. Anak percobaan Watson mula-mula tidak takut kepada kelinci dilatih sehingga menjadi takut kepada kelinci. Kemudian anak tersebut dilatihnya lagi sehingga menjadi tidak takut lagi kepada kelinci. Oleh karena itu, menurut teori conditioning, belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditioning) yang kemudian menimbulkan reaksi (respon). Untuk menjadikan seseorang itu belajar, haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori
latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya didalam kehidupannya.
Berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar
dianggap sebagai faktor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting, Akan tetapi faktor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi. Hanya dengan asumsi demikianlah yang dapat diramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa. Hanya dengan demikian pulalah psikologi dan ilmu tentang belajar dapat disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empiris (Bakker, 2002:64).
c. Teori Skinner
Skinner memandang bahwa teori Pavlov tentang reflek bersarat itu hanya tepat untuk dinyatakan tingkah laku responden. Tingkah laku responden adalah tingkah laku yang terjadi setelah dan sebagai hasil dari suatu perangsang. Dalam percobaannya, Skinner mendapatkan tipe tingkah laku yang secara spesifik di tunjukan kepada perangsang lingkungan yang diistilahkannya dengan “Operant behavior”. Oleh sebab itu teorinya disebut “Operant conditioning”. Percobaannya
2. Belajar Gerak
Motorik merupakan kata bentukan dari motor yang berarti gerak. Gerak yang terjadi atas koordinasi antara aspek jasmani dan rohani. Koordinasi gerak adalah berupa kemampuan untuk mengatur keserasian gerak bagian-bagian tubuh. Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan kontrol tubuh. Individu yang koordinasi geraknya baik akan mampu
mengendalikan gerak tubuhnya dengan kemauannya.
Belajar motorik atau bergerak menurut Herman Tarigan (2008 : 15) adalah perubahan secara permanen berupa gerak belajar yang diwujudkan melalui respon-respon muskular dan di ekspresikan dalam gerak tubuh.
Kemampuan motorik yang menunjang pelaksanaan senam sangat banyak, di antaranya adalah kelincahan, koordinasi, kecepatan, keseimbangan, dan lain-lain. Kesemua atribut motorik dapat ditingkatkan melalui keikutsertaan dalam olahraga senam dan sebaliknya. Kemampuan tersebut harus secara spesifik ditingkatkan agar mampu memperbaiki penampilan.
Menurut Schmidt dan Lutan (1988: 102) belajar motorik adalah
Tugas utama dari belajar gerak adalah peneriman segala informasi yang relevan tentang gerakan-gerakan yang dipelajari, kemudian mengolah dan menyusun informasi tersebut memungkinkan suatu realisasi secara optimal. Menurut Lutan (1988: 101) belajar motorik dapat menghasilkan perubahan yang relatif permanen, yaitu perubahan yang dapat bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama. Dalam menyempurnakan suatu keterampilan motorik ada tiga tahapan yaitu :
1. Tahap Kognitif
Merupakan tahap awal dalam belajar motor, dalam tahap ini seseorang harus memahami mengenai hakikat kegiatan yang dilakukan dan juga harus memperoleh gambaran yang jelas baik secara verbal maupun visual
berikutnya.
2. Tahap Asosiatif/Fiksasi
Pada tahap ini pengembangan keterampilan dilakukan melalui adanya praktek secara teratur agar perubahan prilaku gerak menjadi permanen. Setelah latihan harus adanya semangat dan umpan balik untuk mengetahui apa yang dilakukan itu benar atau salah. Pola gerakan sudah sampai pada taraf merangkaikan urutan-urutan gerakan yang didapatkan secara keseluruhan yang harus dilakukan secara berulang-ulang hingga penguasaan terhadap gerak semakin meningkat. Apabila siswa telah melakukan latihan keterampilan dengan baik dan benar, dan dilakukan secara berulang baik di sekolah maupun di luar sekolah, maka pada akhir tahap ini siswa diharapkan telah memiliki keterampilan yang memadai.
3. Tahap Otomatis
akan dan sedang diilakukan dengan hasil yang baik dan benar.
3. Pendidikan Jasmani
Pendidikan Jasmani merupakan wahana pengembangan motorik,
pengetahuan, dan penghayatan nilai-nilai moral serta membiasakan diri dari pola hidup sehat yang bermuara pada pengembangan jiwa pribadi peserta didik secara utuh. Isi dari pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan memuat berbagai permainan olah gerak jasmani yang dapat merangsang peserta didik aktif, kreatif dan menarik sesuai dengan jiwa perkembangan anak yang merasa senang dalam bermain dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah maupun di sekolah.
Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran dalam kurikulum di sekolah. Mata pelajaran ini beroreantasi pada pelaksanaan misi
pendidikan melalui aktivitas jasmani dan pembiasaan perilaku hidup sehat sehari-hari.
Tujuan yang ingin dicapai dalam mata pelajaran ini adalah “membantu
peserta didik untuk kesegaran jasmani dan kesehatan melalui pengenalan dan penanaman sikap positif serta kemampuan gerak dasar dan berbagai aktivitas jasmani” (Depdikbud, 1993:1).
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani,
diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, baik jasmani, psikomotor, dan afektif setiap siswa.
Pengalaman yang disajikan akan membantu siswa untuk memahami mengapa manusia bergerak dan bagaimana cara melakukan gerakan secara aman, efisien dan efektif.
Tamat dan Mirman Muekarto (2005), mendefinisikan :
”pendidikan jasmani merupakan usaha untuk mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak ke arah kehidupan yang sehat jasmani dan rohani,
usaha tersebut berupa kegiatan jasmani atau fisik yang di program secara
ilmiah, terarah, dan sistematis”.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses
pembelajaran pendidikan jasmani yang lebih diutamakan adalah pemahaman tentang karakteristik pertumbuhan dan perkembangan yang professional dari ranah belajar yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif. Oleh karena itu
program pendidikan jasmani harus merupakan suatu program yang memberikan perhatian yang cukup dan seimbang kepada ketiga ranah tersebut.
4. Strategi Pembelajaran
Gabbard, LeBlance dan Lovy (1994: 7) dalam Muhajir (2007: 15) menyatakan bahwa strategi pembelajaran merujuk pada suatu proses
mengatur lingkungan belajar. Setiap strategi merupakan gabungan beberapa variabel. Variabel yang penting dalam strategi pembelajaran adalah metode penyampaian bahan ajar, pola organisasi yang digunakan guru untuk menyampaikan materi, dan bentuk komunikasi yang dipergunakan.
Secara rinci strategi pembelajaran seperti yang dikemukakan di atas dapat diuraikan satu-persatu sebagai berikut:
1. Metode Pembelajaran (Teaching Method)
Menurut Griffin, Mitcheil, dan Oslin (1997: 1); Joyce, Well dan Showers (1992: 5); Magill (1993: 10); Mosston dan Ashworth (1994: 6); Singer dan Dick (1980: 8) dalam Muhajir (2007: 15) bahwa metode pembelajaran yang sering digunakan dalam pengajaran aktivitas jasmani sebanyak tujuh
katagori. Ketujuh katagori tersebut dirinci sebagai berikut:
a. Pendekatan pengetahuan-keterampilan (Knowladge-skill approach) yang memiliki dua metode, yaitu metode ceramah (lecture) dan latihan (drill).
metode tingkah laku penerapan kekeluargaan (the havioral system family), dan pendekatan metode kemampuan yang dimiliki oleh suatu
individu (profesional skills).
c. Pendekatan personalisasi yang berlandaskan atas pemikiran bahwa aktivitas jasmani dapat dipergunakan sebagai media untuk
mengembangkan kualitas pribadi, metodenya adalah pembelajaran gerak atau tingkah laku (movement education).
d. Pendekatan belajar (learning approach) yang berupaya untuk mempengaruhi kompetensi dan proses belajar anak dengan metode terprogram (programmed intruction), dan metode kreativitas dan pemecahan masalah (creativity and problem solving).
e. Pendekatan motor learning yang mengajarkan aktivitas jasmani berdasarkan klasifikasi keterampilan dan teori proses informasi yang diterima. Metode yang dikembangkan berdasarkan pendekatan ini adalah metode bagian keseluruhan (part-whole), dan modelling (demonstration)
f.Spektrum dikembangkan berdasarkan pemikiran bahwa pembelajaran merupakan interaksi antara guru-siswa dalam pelaksanaan pembagian tanggungjawab. Metode yang ada dalam spectrum berjumlah sebelas, yaitu: (1) komando/command, (2) latihan/practice, (3)
initeated, dan (12) pengajaran mandiri / self teaching.
g. Pendekatan taktis permainan (tactical games approaches). Pedekatan yang dikembangkan oleh Universitas Lougborogh untuk mengajarkan permainan agar anak memahami manfaat teknik permainan tertentu dengan cara mengenal situai permainan tertentu terlebih dahulu kepada anak.
2. Pola Organisasi (Organizational Pattern)
Meurut Gabbard, LeBlance dan Lovy (1994: 10) dalam Muhajir (2007: 15) bahwa pola organisasi digunakan untuk mengelompokan siswa aktivitas jasmani agar metode yang diinginkan dapat dipergunakan. Pola dasar organisasi adalah kelas (clasical), kelompok (group), dua atau lebih, dan individu (individual).
Pengajaran kelas menempatkan siswa dalam kelompok atau perorangan membagi kelas menjadi beberapa unit (kelompok atau individual) sehingga beberapa kegiatan dapat dikerjakan pada satu satuan waktu tertentu. Selain itu, ada beberapa bentuk formasi yang dapat digunakan, yaitu: berjajar, melingkar, setengah lingkaran, dan bergerombol.
3. Bentuk Komunikasi (Comunication Mede)
5. Model Pembelajaran
Menurut Gerlach dan Ely (1980) “model pembelajaran merupakan cara
-cara yang diplih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Sedangkan Dick dan Carey (1990) menjelaskan bahwa “model pembelajaran terdiri atas seluruh komponen
materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang digunakan oleh guru dalam rangka membantu peseta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu”.
Model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
peningkatan keterampilan gerak dasar kayang adalah model pembelajaran berkelompok dan berpasangan. Model ini sangat sesuai dengan materi pendidikan jasmani di sekolah yang pencapaian tujuan pendidikannya melalui aktivitas jasmani yang berupa gerak jasmani atau olahraga.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut guru agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat disediakan oleh sekolah dan sekurang-kurangnya guru dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahaja tetapi dapat membantu dalam pencapaian pembelajaran yang maksimal.
5.1 Model Pembelajaran Berpasangan
berpasangan juga disesuaikan dengan materi, mempertimbangkan situasi dan kondisi serta kebutuhan dan karakteristik siswa, sehingga dengan model pembelajaran berpasangan ini diharapkan dapat memudahkan siswa dalam menguasai materi yang diberikan.
Siedentop (1995) model pembelajaran berpasangan berorientasi pada nilai rujukan Disciplinary Mastery (penguasaan materi), dan merujuk pada model kurikulum Sport Socialization. Siedentop banyak membahas model ini dalam bukunya yang berjudul “Quality PE Through Positive Sport
Experiences: Sport Education”. Beliau mengatakan bahwa bukunya
merupakan model kurikulum dalam pembelajaran pendidikan jasmani.
Inspirasi yang melandasi munculnya model ini terkait dengan kenyataan bahwa olahraga merupakan salah satu materi pendidikan jasmani yang banyak digunakan oleh para guru pendidikan jasmani dan siswa pun senang melakukannya, Namun di sisi lain ia melihat bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks pendidikan jasmani sering tidak lengkap dan tidak sesuai diberikan kepada siswa karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sering terabaikan. Para guru lebih senang mengajarkan teknik-teknik olahraga yang sering terpisah dari suasana permainan sebenarnya. Atau, jika pun melakukan permainan, permainan tersebut lebih sering tidak sesuai dengan tingkat kemampuan anak sehingga kehilangan nilai-nilai
Menurut Hellison (1995) pelaksanaan model pembelajaran berpasangan mengembangkan prosedur untuk mengajak siswanya berlatih bersama meningkatkan rasa tanggung jawabnya dalam praktek pembelajaran pendidikan jasmani. Untuk menerapkannya, pertama-tama, guru perlu memberikan pemahaman kepada para siswanya, bahwa rasa tanggung jawab itu berkembang sesuai tingkatannya. Adapun tingkatan tanggung jawab itu dapat ditunjukkan melalui perilaku-perilaku nyata yang dapat diidentifikasi secara mudah, terutama dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani.
Dalam model pembelajaran ini siswa diberi pengarahan untuk melakukan gerakan kayang dengan cara berpasangan dengan siswa lain (2 orang), lalu melakukan gerakan kayang dengan pasangannya sehingga siswa dapat melakukan gerakan kayang dan dapat memahami suatu proses serta komunikasi antar pasangan.
5.2 Model Pembelajaran Berkelompok
Model pembelajaran berkelompok merupakan salah satu strategi belajar mengajar. Menurut Roestiyah (2008:15) “model pembelajaran
Menurut Sanjaya (2007:67) “model pembelajaran berkelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok – kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan”. Robert dan William mengatakan “model pembelajaran berkelompok merupakan kerja kelompok sebagai kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar”. Sedangkan menurut Spencer Kagen (1993:21) “model
pembelajaran berkelompok adalah model yang menerapkan pembelajaran berkelompok yang menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan yang diberikan.”
Menurut Sanjaya (2007:68) terdapat empat unsur penting dalam model pembelajaran kelompok, yaitu : (1) Adanya peserta dalam kelompok, (2) Adanya aturan kelompok, (3) Adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, (4) Adanya tujuan yang harus dicapai.
Zain (1995:64) mengatakan “dengan model pembelajaran kelompok, diharapkan dapat ditumbuh kembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik”. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois yang
ada dalam diri mereka masing – masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di kelas. Ketika guru ingin menggunakan
6. Keterampilan Gerak Dasar
Menurut Herman Tarigan (2009:20) ”gerak dasar merupakan kemampuan yang biasa siswa lakukan guna meningkatkan kualitas hidup”. Sedangkan menurut Wikipedia “Gerak dasar adalah elemen yang mendasari dari suatu rangkaian gerak”. Menurut Herman Tarigan dalam Rusli Lutan (2003:23) membagi tiga gerakan dasar yang melekat pada individu yaitu, 1)
lokomotor, (2) gerak non lokomotor, (3) manipulatif.
Rusli Lutan (2000:11) mendefinisikan gerak lokomotor adalah :
“Gerak yang digunakan untuk memudahkan tubuh dari satu tempat ke tempat lain atau memproyeksikan tubuh ke atas misalnya: jalan, lompat dan berguling”. Gerak non lokomotor “adalah keterampilan yang dilakukan tanpa memindahkan tubuh dari tempatnya, misalnya membungkuk badan, memutar badan, mendorong dan menarik”.
Sedangkan gerak manipualtif adalah keterampilan memainkan suatu proyek baik yang dilakukan dengan kaki maupun dengan tangan atau bagian tubuh yang lain.Gerak manipulatif ini bertujuan untuk koordinasi kaki, mata-tangan, misalnya melempar, menangkap dan menendang.
7. Senam
Senam merupakan olahraga yang sangat mengesankan karena menampilkan gerakan-gerakan yang menarik dan mengagumkan. Dahulu senam
dilakukan dengan tujuan memperoleh kekuatan serta keindahan jasmani seseorang, khususnya kaum lelaki. Kata senam itupun berasal dari bahasa latin (Yunani) yaitu Gymnos yang berarti menim atau telanjang.
leluasa. Kemudian dengan berkembangnya zaman, lambat laun senam dilakukan dengan modern yaitu menggunakan pakaian yang didesain khusus namun tetap menonjolkan unsur keindahan dalam gerakannya.
Dalam Muhajir (2007: 202) dijelaskan secara umum menurut FIG (Federation International de Gymnastique) senam dibedakan menjadi 6
macam yaitu senam artistik (arsistic gymnastics), senam ritmik sportif (sportive rythmic gymnastics), senam akrobatik (acrobatic gymnastics),
senam aerobik sport (sport gymnastics), senam trompolin (trompolinning gymnastics), dan senam umum (general gymnastics).
Senam itu sendiri merupakan kegiatan yang paling bermanfaat untuk mengembangkan komponen fisik seperti daya tahan otot, kekuatan, kelentukan, koordinasi, kelincahan dan keseimbangan. Senam juga dapat menyumbangkan pengayaan perbendaharaan gerak pelakunya. Dengan dasar-dasar senam akan sangat baik untuk mengembangkan pelurusan tubuh, penguasaan dan kesadaran tubuh secara umum sehingga siswa mampu menggunakan kemampuan berpikir kreatifnya, dan menguasai keterampilan-keterampilan senam.
7.1 Senam Lantai
komponen motorik/gerak seperti kekuatan, kecepatan, keseimbangan, kelentukan, kelincahan, dan ketepatan.
Senam lantai pada umumnya disebut floor exercise, tetapi ada juga yang menamakan tumbling. Senam lantai merupakan salah satu rumpun dari senam. Senam lantai adalah latihan senam yang dilakukan pada matras. Unsur-unsur gerakannya terdiri dari mengguling, melompat, meloncat, berputar di udara, menumpu dengan tangan atau kaki untuk
mempertahankan sikap seimbang atau pada saat meloncat ke depan atau ke belakang. Bentuk latihannya merupakan gerakan dasar dari senam perkakas (alat). Pada dasarnya, bentuk-bentuk katihan bagi putra dan putri adalah sama, hanya unuk putri banyak unsur gerak balet. Jenis senam juga disebut latihan bebas karena pada waktu melakukan gerakan pesenam tidak
mempergunakan suatu peralatan khusus.
Disebut senam lantai, karena gerakan senam dilakukan di matras. Senam lantai disebut juga dengan istilah latihan bebas, karena saat melakukannya tidak menggunakan benda atau perkakas lain (alat lain). Roji (2007:112).
7.2 Kayang
Menurut Muhajir (2003:149-151), Kayang adalah suatu bentuk atau sikap badan terlentang dan membusur, bertumpu pada kedua tangan, dan kedua kaki dengan siku-siku dan lutut lurus.
(2006:119) gerakan kayang adalah sikap badan terlentang seperti “busur”
dengan bertumpu pada kedua kaki dan tangan sedangkan lutut dan sikutnya dalam posisi lurus. Saat kayang posisi tubuh bertumpu dengan empat titik dalam keadaan terbalik dengan meregang dan mengangkat perut dan panggul. Latihan / gerakan dapat melatih kelenturan otot perut, pinggang dan punggung.
Sikap atau gerakan kayang akan mudah dilakukan apabila: a. mempunyai kelentukan otot perut, punggung, dan paha;
b. kelentukan persendian bahu, ruas-ruas tulang belakang, dan persendian panggul, serta;
c. kekuatan lengan dan bahu untuk menopang.
Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan pada saat melakukan sikap kayang adalah sebagai berikut :
a. jarak kedua tangan dan kedua kaki terlalu jauh;
b. siku-siku bengkok, disebabkan kekakuan persendian siku dan bahu; c. badan kurang melengkung (membusur), disebabkan kurang lemas/
lentuknya bagian punggung dan kakakuan pada otot perut; d. sikap kepala yang selalu menengadah;
e. kurangnya keseimbangan.
Cara melakukan latihan kayang :
b. pembantu berdiri di sisi dengan tangan memegang pinggang pesenam yang melakukan latihan;
c. jatuhkan badan bagian atas ke belakang dengan melengkungkan badan; d. teman lain menolong hingga kedua tangan pesenam melakukan
pendaratan di lantai dengan jari tangan mengarah ke depan;
e. setelah dapat melakukanya dengan cukup baik, selanjutnya berusaha kembali pada sikap permulaan.
Gambar.1 : Gerakan kayang ( Roji, 2004:124 )
8 Kekuatan Otot Lengan
Kekuatan atau strength adalah kemampuan otot untuk membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan (Harsono, 1988 : 176). Kekuatan otot adalah kemampuan kondisi fisik seseorang tentang kemampuannya dalam penggunaan otot untuk penerimaan beban sewaktu bekerja. Kekuatan adalah kondisi fisik seseorang tentang kemampuan dari suatu otot untuk bekerja menahan beban yang bertambah (Fredrick, 1996: 31).
menerima beban dalam waktu kerja tertentu (M. Sajoto 1988 : 58). Yang dimaksud dengan kekuatan otot lengan dalam skripsi ini adalah
kemampuan seeorang dalam mempergunakan otot lengan untuk menerima beban sewaktu bekerja.
Otot sendiri merupakan sel-sel otot yang bentuknya panjang dan
ramping, tiap-tiap sel-sel otot mempunyai serabut otot dan beberapa otot ini dikumpulkan menjadi sebuah alat tubuh (Hermawan, 2002:22).
8.1 Otot Lengan Atas
Terdiri atas : otot-otot kentul (flexor) dan otot-otot kedang (ekstensor)
a. Otot-otot kentul ( Musculus flexor).
Otot-otot kentul adalah otot yang dapat membengkokkan tulang di persendian yaitu sendi sikut disebut juga kentul atau Musculus plexor. Musculus plexor terletak di permukaan dalam lengan bawah. Kumpulan
Musculus plexor kebawahnya sampai di pergelangan tangan diikat oleh
Ligamentum Tranversum= Ligamentum Ventarale.
Otot ini terdiri dsari dua kelompok otot, yaitu:
1. Musculus Biceps Brachi (otot lengan berkepala 2)
ini untuk membengkokan lengan bawah siku, meratakan hasta dan mengangkat tangan.
2. Musculus Brachialis (otot lengan dalam)
Otot ini berpangkal di bawah otot segitiga di tulang pangkal lengan dan di pangkal tulang hasta. Fungsinya untuk mmbengkokan lengan di bawah siku.
b. Otot-Otot kedang (Musculus Extensor)
Otot-otot kedang ialah otot yang dapat meluruskan kembali tulang setelah dibengkokan di persendian, disebut otot kedang atau Musculus Extensor. Musculus Extensor ke bawahnya mempunyai ekor yang panjang dan
akhirnya menempel pada ruas-ruas tulang jari tangan dan pada pergelangan tangan diikat oleh jaringan ikat yang disebut Ligamentum Dorsale. Otot ini terdiri dari sebuah otot yang disebut otot kedang berkepala tiga (Musculus Tricep Brachi).
1. Musculus Tricep Brachi
Gambar 2 : Struktur otot lengan atas ( Setiadi, 2007:267-268 )
8.2 Otot Lengan Bawah
Terdiri atas : otot-otot kedang yang memainkan perananya dalam pengetulan di atas sendi siku dan sebagian dalam silang hasta dan otot kentul yang mengendangkan siku dan tangan serta ibu jari dan meratakan hasta tangan.
Otot-otot tersebut adalah :
a. Musculus Ekstensor Karpi Radialis Longus, b. Musculus Ekstensor Karpi Radialis Brevis,
c. Musculus Ekstensor Karpi Radialis Ulnalis. Ketiga otot ini fungsinya sebagai ekstensi lengan (menggerkkan lengan).
d. Musculus Digitorum Karpi Radialis : fungsinya untuk menggerakkan jari tangan kecuali ibu jari.
e. Musculus Ekstensor Policis Longus : fungsinya untuk menggerakkan ibu jari. f. Musculus Pronator Teres, fungsinya yang menggerakkan tulang hasta dan
membengkokkan lengan di bawah siku.
h. Musculus Palmaris Longus, M.Fleksor Karpi Radialis, fungsinya menggerakkan jari kedua dan kelingking.
i. Musculus Digitirum Profundus, menggerakkan jari pertama, kedua, ketiga dan keempat.
j. Musculus Fleksor Policic Longus, fungsinya menggerakkan ibu jari. k. Musculus Pronator Teres Equadratus, fungsinya pronasi dari tangan. l.Musculus Supinator Brevis, fungsinya supinasi dari tangan.
Gambar 3 : Struktur Otot Lengan Bawah ( Setiadi, 2007 : 268-270 )
9 Latihan Peregangan Statis
Salah satu untuk mengembangkan fleksibilitas adalah dengan latihan peregangan statis. Dari beberapa metode melatih fleksibilitas tersebut yang paling mudah dan aman dilakukan untuk mengembangkan fleksibilitas bagi pemula, anak-anak atau non-atlet adalah dengan latihan menggunakan metode peregangan statis.
kelancaran pelaksanaan peregangan statis ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu:
a) Regangkan otot secara perlahan-lahan dan tanpa kejutan. b) Setelah terasa ada regangan pada otot, berhentilah sebentar
kemudian lanjutkan segera sampai terasa agak sakit, berhenti lagi, lanjutkan lagi sampai sedikit melewati titik atau titik rasa sakit (go beyond pain) tapi jangan sampai terasa sakit yang ekstrim.
c) Pertahankan sikap akhir ini secara statis untuk selama 20-30 detik. d) Seluruh anggota tubuh lainnya relaks, terutama ruang antagonisnya
agar ruang gerak sendi mampu meregang lebih luas. e) Bernafaslah terus, jangan menahan nafas.
Gambar 4 : Contoh Peregangan Statis. ( Roji, 2004:124 )
Sajoto (1988: 186) peregangan statis adalah latihan dilakukan dengan cara melakukan penguluran tanpa gerakan melentukkan bagian tubuh yang dilatih. Gerakannya mulai dari mengulur otot dalam persendian sejauh mungkin kemudian mempertahankan posisi tersebut pada waktu tertentu. Dibandingkan dengan peregangan dinamis, kedua peregangan tersebut sama-sama meningkatkan kemampuan fleksibilitas, namun dianjurkan latihan dengan cara statis lebih banyak, karena (1) mereka mengurangi kemungkinan rusaknya jaringan, (2) lebih sedikit membutuhkan energi, dan (3) dapat mencegah rasa sakit dan bahkan dapat mengembalikan rasa nyeri pada otot.
Suharjana (2004: 71) peregangan statis adalah bentuk peregangan yang dilakukan sendiri, dimana pelaku mengambil sikap sedemikian rupa sehingga meregangkan suatu kelompok otot tertentu. Keuntungan
gerakan tidak sengaja dalam waktu yang lama, (3) dapat menyebabkan relaksasi pada otot apabila peregangan tersebut dilakukan cukup lama.
10 Fleksibilitas
Menurut Lutan dkk (2002: 80) fleksibilitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari sebuah sendi dan otot, serta tali sendi di sekitarnya untuk bergerak dengan leluasa dan nyaman dalam ruang gerak maksimal yang diharapkan. Fleksibilitas/kelentukan optimal memungkinkan sekelompok atau satu sendi untuk bergerak dengan efisien.
Suharjana (2004: 70) menerangkan bahwa fleksibilitas adalah kemampuan otot atau persendian untuk bergerak secara leluasa dalam ruang gerak yang maksimal. Apabila seseorang mempunyai fleksibilitas yang optimal, maka akan menambah efisiensi dalam melakukan gerak yang lain.
Fleksibilitas adalah efektivitas seseorang dalam menyesuaikan diri dalam segala aktivitas dengan penguluran tubuh yang luas. Hal ini akan sangat mudah ditandai dengan tingkat (flexibility) persendian pada seluruh tubuh. Kelenturan otot atau sendi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti elastisitas otot, ligament, tendon, umur, dan jenis kelamin. Menurut Harsono (1998:103), faktor-faktor yang mempengaruhi adalah : 1) Sifat elastisitas otot (ligament, tendon, dan capsula). 2) Temperatur dingin, kelenturan kurang. 3) Sesudah melakukan pemanasan, massage temperatur panas, kelentukan baik. 4) Unsur psikologis : takut, bosan, dan kurang bersemangat, menyebabkan kelentukan kurang.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa orang yang fleksibel adalah orang yang mempunyai ruang gerak yang luas dalam sendi-sendinya dan mempunyai otot-otot yang elastis. Seseorang yang memiliki kemampuan untuk menggerakkan sendi hingga mencapai ruang gerak maksimal, akan mudah untuk mempelajari keterampilan gerak. kelentukan akan dibutuhkan orang dalam berbagai aktivitas, baik aktivitas sehari-hari maupun olahraga.
Dalam upaya pembinaan pendidikan jasmani, maka guru harus memberikan cara terbaik untuk peserta didik agar mencapai kondisi fisik yang baik sehingga mampu berpartisipasi dalam aktivitas jasmani.
memiliki kemampuan untuk menggerakkan sendi hingga mencapai ruang gerak maksimal, akan mudah untuk mempelajari keterampilan gerak. Fleksibilitas akan dibutuhkan orang dalam berbagai aktivitas, baik aktivitas sehari-hari maupun olahraga.
Menurut pendapat beberapa ahli, metode yang paling tepat digunakan dalam pembelajaran jasmani, dan sesuai dengan siswa SMP adalah peregangan statis. Keuntungan peregangan statis adalah siswa dapat merasakan sendiri titik rasa sakit dan melalui latihan mulai meningkatkan kemampuan fleksibilitas dari regangan sebelumnya.
B. Penelitian Relevan
Penelitian relevan berguna untuk melihat adanya suatu kaitan atau hubungan dengan apa yang dbicarakan dan apa yang berlaku.
Penelitian relevan ini untuk memperkuat hasil penelitian yang akan diteliti oleh penulis yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Berpasangan Dan Berkelompok Terhadap Keterampilan Gerak Dasar kayang Dalam senam lantai Pada Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 1 Sukadana, Lampung Timur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan analisis data yang diperoleh dari model pembelajaran berpasangan dan
berkelompok nk sebanyak 20 orang, ∑Xk dari kelempok berpasangan 361, berkelompok 250, Dan kontrol 6. ∑X2k dari kelompok berpasangan 7307, berkelompok 4108, Dan kontrol 48 dan M (mean) dari kelompok
hasil yang lebih baik dari pada model pembelajaran berkelompok dan kelompok kontrol.
Untuk memperkuat kesimpulan yang menyatakan bahwa model pembelajaran berpasangan lebih baik dari pada model pembelajaran berkelompok, maka peneliti akan membandingkan hasil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ricky Putra Alit yang meneliti tentang adanya perbedan antara penerapan model pembelajaran berpasangan dan berkelompok yang dilakukan di SMP Negeri 1 Terbanggi Besar.
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis data yang diperoleh dari tes keterampilan gerak dasar senam sikap kayang terlihat bahwa dengan model pembelajaran berpasangan lebih meningkat dari pada model pembelajaran berkelompok.
Penelitian serupa lainnya diteliti oleh Krisna Hadi Prasetya dengan menggunakan model pembelajaran berpasangan berdua dan berempat terhadap gerakan Volley yang dilakukan di SMP Negeri 1 Batu Sangkar. Hasil dari penelitian ini bahwa dengan menggunakan model pembelajaran berpasangan berdua lebih baik dibandingkan dengan berpasangan
berempat. . Dan hasil uji beda ternyata tidak ada perbedaan dari dua model tersebut, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua model tersebut baik digunakan, hanya saja model pembelajaran berpasangan berdua yang lebih baik.
baik dari model pembelajaran berkelompok terhadap keterampilan gerak dasar kayang dalam senam lantai pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Sukadana, Lampung Timur.
C. Kerangka Pikir
Senam dapat diartikan sebagai setiap bentuk latihan fisik yang disusun secara sistematis dengan melibatkan gerakan-gerakan yang terpilih dan terencana untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk dapat melakukan gerakan senam dengan maksimal maka akan dibutuhkan unsur kondisi fisik yang menunjang seperti 1). Kekuatan, 2). Daya ledak (power), 3). Kecepatan, 4). Fleksibilitas, 5). Daya tahan otot, dan 6). Daya tahan kardio-respiratori.
Kayang adalah keterampilan yang sangat dinamis yang memerlukan lentingan minimal. Dimulai dari percepatan yang di dapat saat awalan, menumpukan kedua tangannya di lantai dan membuat gerakan
melentingkan badan ke atas untuk mencapai fase layangan dalam posisi kurvalinier, sebelum mendarat dalam posisi berdiri. Sesuai dengan karakteristik senam lantai khususnya pada gerakan Kayang maka unsur fisik yang dominan adalah komponen kelentukan/fleksibilitas dan kekuatan otot lengan.
memposisikan tubuh lebih lenting saat perputaranke depan. Kelentukan dalam gerakan Kayang terjadi pada seluruh anggota badan, baik anggota tubuh bagian atas yang terdiri dari lengan, sendi bahu, dada, perut, punggung dan anggota tubuh bagian bawah, yaitu pinggang, paha, dan kaki.
Dari hasil observasi bahwa penggunaan model pembelajaran di sekolah terutama di SMP Negeri 1 Sukadana masih sangat jarang menggunakan model pembelajaran yang membuat anak itu bersemangat dalam melakukan kegiatan belajar-mengajar dan terkadang siswa cenderung monoton
sehingga siswa penilaian kurang begitu maksimal. Adanya model
pembelajaran tentu lebih menarik siswa dalam melakukan kegiatan belajar sehingga siswa bisa dapat lebih banyak melakukan gerakan-gerakan yang mengarah pada materi pembelajaran.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan latihan gerak dasar kayang menggunakan model pembelajaran berpasangan dan berkelompok akan meningkatkan fleksibilitas kinerja seseorang, khususnya murid dalam gerak dasar kayang agar meningkatkan kemampuan dalam melakukan dan mencapai hasil yang maksimal.
D. Hipotesis
kebenarannya. Berdasarkan teori dan kerangka pikir yang dikemukakan diatas, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan dengan menggunakan model pembelajaran berpasangan terhadap keterampilan gerak dasar kayang pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Sukadana Lampung Timur.
Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan dengan menggunakan model pembelajaran berkelompok terhadap keterampilan gerak dasar kayang pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Sukadana Lampung Timur.
Ha3 : Ada perbedaan antara menggunakan model pembelajaran berpasangan dan menggunakan model pembelajaran
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian ini merupakan cara, agar penelitian dapat dilakukan dengan efektif dan efisien sehingga suatu penelitian dapat mencapai tujuan
sebagaimana yang diharapkan. Metode penelitian adalah cara yang dilakukan sistematis mengikuti aturan-aturan, direncanakan oleh para peneliti untuk memecahkan permasalahan yang hidup dan berguna bagi masyarakat, maupun bagi peneliti sendiri (Sukardi. 2003:93).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Metode penelitian dalam arti luas adalah penelitian yang mengadakan kegiatan percobaan untuk melihat suatu hasil (Surakhmad ,1998:148)
Sedangkan menurut Arikunto (1998 :3) penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang selalu dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat dari suatu perlakuan.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah gejala yang bervariasi yang menjadi obyek
penelitian ini terdapat variabel-variabel yang merupakan factor-faktor yang akan diteliti. Adapun variabel-variabel tersebut adalah :
1. Variabel bebas
Varian bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini yaitu:
a. Model Pembelajaran berpasangan b. Model Pembelajaran berkelompok
2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan gerak dasar kayang.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
2. Sampel
Menurut Suharsimi Arikunto (1997 : 108) Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Apabila subjeknya kuranag dari 100 lebih diambil semua. Sebaliknya jika subjeknya lebih besar dari 100 dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%. Berdasarkan metode tersebut sampel yang diambil adalah 25% dari jumlah populasi yang ada yaitu 60 siswa dengan
menggunakan pengambilan sampel secara acak (Random Sampling) dengan menggunakan sistem undian.
D. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel.” (Moh. Nazir, 1983:152). Sedangkan
menurut Moh. Nazir mengatakan bahwa Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut . Dengan kata lain definisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989:46).
penelitian ini adalah keterampilan gerak dasar kayang pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sukadana, Lampung Timur.
E. Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara model pembelajaran berpasangan X1 dan model pembelajaran berkelompok X2 terhadap
keterampilan gerak dasar kayang Y. Desain penelitian dibuat agar peneliti mampu menjawab pertanyaan penelitian dengan objektif, tepat dan sehemat mungkin. Adapun desain dalam penelitian ini adalah :
Gambar 5.
Rancangan Penelitian Keterangan :
P = Populasi S = Sampel
T1 = Tes awal (pre-test)
Tes keterampilan gerak dasar kayang. Cgr = Central group desain
K1 = Kelompok perlakuan model pembelajaran berpasangan K2 = Kelompok perlakuan model pembelajaran berkelompok K0 = Kelompok Control
X1 = Perlakuan dengan Menggunakan model pembelajaran berpasangan X2 = Perlakuan dengan Menggunakan model pembelajaran berkelompok X0 = Tanpa Perlakuan
T2 = Tes akhir (post-test)
K1 X1 T2
P S T1 OP K2 X2 T2
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 240 siswa, sampel yang diambil dalam penelitaian ini adalah 25 % dari jumlah populasi yaitu 60 siswa. Sampel didapat melalui pengambilan sampel secara acak (Random Sampling) dengan mengunakan sistem undian, setelah itu dilakukan pre tes gerak dasar kayang untuk dapat menentukan kelompok eksperimen 1 model pembelajaran
berpasangan, kelompok eksperimen 2 model pembelajaran berkelompok dan, kelompok kontrol yaitu didasarkan pada hasil rangking pada tes awal. Adapun pembagian kelompok dalam penelitian ini dengan cara pengelompokan
central group desain.
F. Teknik Pengambilan Data
Sebelum melakukan penelitian dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Mengurus surat izin penelitian
b. Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan
c. Membagi kelompok dengan menggunakan rangking dengan menggunakan teknik ordinal pairing berdasarkan hasil pre-test
d. Menyusun dan mengkordinasikan jadwal latihan hari, tanggal, maupun waktu dengan pihak sekolah.
Teknik pengambilan data dilaksanakan dengan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran merupakan bagian yang integral dalam proses penilaian hasil belajar siswa, dengan melelui tes dan pengukuran kita akan memperoleh data yang objektif Nurhasan (1989: 1.3) tes adalah alat ukur yang dapat
dari suatu obyek tertentu dan dalam proses pengukuran diperlukan suatu alat ukur. Tes dan pengukuran dalam penelitian ini dilaksanakan untuk
mendapatkan data tentang keterampilan gerak dasar kayang. Cara
pengambilan data adalah dengan melakukan tes kualitas gerak kayang mulai dari tahap dari berdiri awalan sampai dengan posisi badan melenting
kebelakang sehingga badan bertumpu pada kaki dan tangan . Penelitian ini berlangsung selama dua bulan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Seluruh sampel selanjutnya dites melakukan kayang, kegiatan tes ini
merupakan tes awal. Tujuan tes ini adalah untuk menilai keterampilan gerak dasar kayang siswa sebelum diberikan latihan dengan menggunakan model pembelajaran berpasangan dan berkelompok serta tanpa diberi perlakuan sebagai kelompok kontrol. Pada penelitian ini sebelum diambil tesnya, maka teste diberikan pemanasan, petunjuk pelaksanaan tes dan teknik dasar kayang. Hasil penilaian disusun berdasarkan dari hasil terbesar sampai hasil terkecil, kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kelompok menggunakan teknik ordinal pairing. Pada akhirnya terbagi ke dalam dua kelompok eksperimen, yaitu kelompok eksperimen dengan model pembelajaran berpasangan, berkelompok dan satu kelompok kontrol.
2. Tahap Pelaksanaan
Waktu penelitian : 8 minggu Frekuensi : 3 x seminggu
3. Tahap Pengambilan Data
Setelah 8 minggu perlakuan selanjutnya dilakukan tes kembali sebagai tes akhir yang dilaksanakan seperti pada tes awal. Tujuan tes ini adalah untuk menilai keterampilan gerak dasar kayang siswa setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran dan tanpa treatment. Pelaksanakan tes akhir sama dengan pelaksanaan tes awal. Dilaksanakannya tes akhir adalah untuk mengetahui hasil yang dicapai oleh siswa baik pada kelompok
eksperimen A dan B, serta kelompok kontrol.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat ukur yang digunakan dalam mengumpulkan data
(Suharsimin Arikunto, 2006:188). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tes keterampilan gerak dasar kayang dengan validitas sebesar 0,86 dan reabilitas sebesar 0,90 dalam melakukan gerakan kayang dengan
Gambar 6 : Gerakan Kayang (Roji, 2004:122)
H. Teknik Analisis Data
Data yang dianalisis adalah data dari hasil tes awal dan akhir. Menghitung hasil tes awal dan tes akhir dengan menggunakan model pembelajaran
berpasangan dan berkelompok untuk meningkatkan keterampilan gerak dasar kayang dalam senam lantai menggunakan teknik analisa varian tunggal (analisis of variant/one ways anova). Tahap-tahap analisisnya menurut
Arikunto (2010:364-367)
ANAVA (Analisis Varians).
Untuk menguji perbedaan mean terhadap dua kelompok, yang satu
Tabel 1. Analisis Varian Tunggal
Apabila misalnya kita memeiliki tiga sampel, yaitu sampel X, Sampel X2, dan sampel Xo maka pengujian perbedaan mean tidak dapat dilakukan sekaligus, tetapi berpasangan dua-dua secara berpasangan.
a. Pertama, menguji perbedaan mean sampel X1 dengan X2 b. Kedua, menguji perbedaan mean sampel X1 dengan X0 c. Ketiga, menguji perbedaan mean sampel X2 dengan X0
Untuk dapat membandingkan ketiga mean sekaligus, harus digunakan teknik lain, yaitu F-tes, atau analisi varians, catatan :
a. t-tes diajukan oleh Gossett, diambil huruf paling belakang huruf t. b. F-tes diajukan oleh Fisher, diambil huruf paling depan huruf F.
karna tidak terdapat variabel baris hanya terdapat kolom, yg juga disebut anava satu jalan adapun rumus anava tunggal sebagai berikut :
1. Menghitung Jumlah Kuadrat Total dengan rumus : = ∑X2T
2. Menghitung Jumlah Kuadrat Kelompok ( ) dengan rumus :
3. Menghitung Jumlah Kuadrat Dalam ) dengan rumus : =
4. Menghitung Jumlah Derajat Kebebasan Total ( ) dengan rumus :
5. Menghitung Jumlah Derajat Kebebasan Kelompok ( ) dengan rumus :
6. Menghitung Jumlah Derajat Kebebasan Dalam (( ) dengan rumus :
7. Menghitung Jumlah Mean Kelompok ( ) dengan rumus :
8. Menghintung Jumlah Mean Kuadrat Dalam ( ) dengan rumus :
9. Mencari FHitung dengan rumus :
10.Mencari FTabel masing-masing kelompok dengan menggunakan α = 0,05 11.Menyusul Tabel Ringkasan Anava Satu Jalur untuk dasar penarikan
12.Uji hipotesis dengan menggunakan rumus :
=
Pengujian taraf signifikan perbedaan antara kelompok esperimen model pembelajaran berpasangan dan eksperimen model pembelajaran berkelompok adalah bila Fhitung < Ftabel tabel berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen model pembelajaran berpasangan, kelompok eksperimen model pembelajaran berkelompok dan klompok kontrol
sebaliknya bila Fhitung > ftabel berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen model pembelajaran berpasangan, kelompok
eksperimen model pembelajaran berkelompok dan kelompok Kontrol.
1. Hipotesis 1
a. Rumusan hipotesis 1
H1 : Ada pengaruh yang signifikan dari Model Pembelajaran Berpasangan terhadap keterampilan gerak dasar kayang siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sukadana.
2. Hipotesis 2
a. Rumusan hipotesis 2:
H2 : Ada pengaruh yang signifikan dari Model Berkelompok terhadap keterampilan gerak dasar kayang siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sukadana.
b. Pengujian hasil analisis data hipotesis 2
=
3. Hipotesis 3
a. Rumusan hipotesis 3:
H3 : Ada perbedaan antara menggunakan model pembelajaran berpasangan dan menggunakan model pembelajaran berkelompok serta kontrol terhadap keterapilan gerak dasar kayang pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Sukadana.
b. Pengujian hasil analisis data hipotesis 3
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa :
1. Model pembelajaran berpasangan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan gerak dasar kayang pada siswa VII SMP N 1 Sukadana.
2. Model pembelajaran berkelompok memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan gerak dasar kayang pada siswa VII SMP N 1 Sukadana.
3. Model Pembelajaran berpasangan lebih baik dari pada model
pembelajaran berkelompok dan kontrol terhadap keterampilan gerak dasar kayang pada pada siswa VII SMP N 1 Sukadana.
B. Saran
Adapun saran dari hasil penelitian ini :
2. Untuk Program Studi Penjaskes diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan dalam program dan pembelajaran dalam mata kuliah senam lantai khusus nya gerakan kayang dalam meningkatkan keterampilan gerak dasar . 3. Bagi peniliti yang tertarik dengan permasalahan ini disarankan untuk
meneliti kembali dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan yang ada serta dapat mencoba berbagai model pembelajaran khususnya gerakan-gerakan senam lantai lain nya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimin. 2011. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Depdiknas. 2008. Pedoman dan Modul Pelatihan Kesehatan Olahraga. Depdiknas. Jakarta
Hermawan, Rahmat. 1995. Perbandingan Pengaruh Latihan Push Up Biasa Dengan Latihan Push Up Tepuk Tangan Terhadap Kekuatan Serta Daya Ledak Dan Daya Tahan Otot Lengan. Tesis. Universitas Airlangga. Surabaya.
Hidayat, Imam. 2011. Biomekanika. Bandung: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung
Husin, Sudirman. 2008. Falsafah Pendidikan Jasmani. Disajikan dalam Seminar Lokakarya Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Bandar Lampung.
Irwansyah. 2008. Pendidikan Jasmani untuk SMA. Bandung : Grafindo Media Pratama.
Kurniasari, Linda. 2008. Pembelajaran Senam Ketangkasan, (Buku Ajar) Lampung.: STKIP Dharma Wacana.
Kurniawan, Feri.2012. Buku Pintar Olahraga. Jakarta : Niaga Swadaya
Lampung Universitas. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Margono. 2009. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta Mutohir , Cholik. 2009
.(http://tsubasaozora10.wordpress.com/about/gaya-mengajar). diakses tanggal 24 Februari 2013. Pukul 22.45 Narrhyanto, Nar . Statistika Dasar. Universitas Terbuka : Jakarta
Putro Widoyoko, Eko 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian.
Yogyakarta : Pustaka Belajar
Riduwan. 2009. Belajar Mudah Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Rineka Cipta. Bandung
Setiadi. 2007. Anatomi Fisologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Sukadiyanto dan Muluk, Dangsina. 2010. Melatih Fisik. Bandung : Lubuk Agung Soeharno HP. 2010. Ilmu Kepelatihan. Yogyakarta.
Surisman. 2008. Penilaian Hasil Pembelajaran, (Bahan Ajar) Universitas Lampung.
Tarigan, Herman. 2009. Pengetehuan Umum Olahraga. Universitas Lampung. Uno, Hamzah. 2007. Model Pembelajaran. Gorontalo. Bumi Aksara.
Usman, Husaini dan Setiyadi Akbar, Purnomo. 2008. Pengantar Statistika, (Edisi Kedua). Jakarta : Bumi Aksara
Wiguna, Ida Bagus. 2011. Kondisi Fisik : Teori dan Apliasi Dalam Latihan Olahraga, (Edisi I). Lampung, STKIP Dharma Wacana.
Wikipedia. 1999. (http://id.wikipedia.org/wiki/gerak dasar). Diakses tanggal 25 Agustus 2012, Pukul 13.30 WIB.
Www.Wikipedia.com
Zain, Aswan.2010.Strategi Belajar Mengajar. Rieneka Cipta. Jakarta.
(http://wyw1d.wordpress.com/2009/11/14/model-pembelajaran-pair-checks-spencer-kagen1993/). Diakses tanggal 13 Agustus 2012. Pukul 12.35 (http://teniwutott.blogspot.com/2012/05/model-pembelajaran-penjas.html).
Lampiran 1
INSTRUMENT PENILAIAN KETERAMPILAN GERAK DASAR KAYANG
Tahap Kriteria Penilaian Nilai
1 2 3 4 5
Persiapan - Berdiri membelakangi arah gerakan dengan posisi kaki dibuka selebar bahu
-Kedua lengan di samping badan
-Pandangan ke depan Gerakan - Ayunkan kedua lengan ke
belakang bawah secara - Kedua lengan dan kaki lurus
serta pandangan ke belakang
- Berdiri dengan posisi kaki selebar bahu
- Kedua lengan lurus ke atas di samping telinga
- Pandangan ke depan atas - Posisi akhir berdiri tegak
(Diadaptasi dari Roji, 2006) Kisi-kisi instrumen penelitian keterampilan gerak dasar kayang adalah sebagai berikut:
Aspek gerakan awalan :
Nilai 1 : Tidak ada awalan pada permulaan gerakan. Nilai 2 : Sikap kaki rapat tidak terbuka (selebar bahu)
Nilai 4 : Condong badan (berat badan) di pindahkan kebelakang.
Nilai 5 : Kaki di buka selebar bahu, lutut di bengkokkan dan condong badan di pindahkan kebelakang pada saat melengkung kebelakang.
Aspek posisi badan :
Nilai 1: Melengkung ke belakang di jatuhkan secara tiba-tiba tidak seirama. Nilai 2 : Kedua tangan rapat pada saat bertumpu dan mengunakan telapak tangan penuh pada saat mendarat tidak mengunakan jari-jari tangan. Nilai 3 : Jarak antar tangan dan kaki terlalu jauh dan sikap
Nilai 4 : Kepala yang selalu mengadah
Nilai 5 : Posisi kayang sempurna dengan melengkung kebelakang secara
bertahap, kedua tangan sedikit di luar bahu, Jarak antar tangan dan kaki tidak terlalu jauh dan kepala kebawah (pasip).
Aspek posisi akhir :
Nilai 1 : Berat badan tidak di pindahkan ke depan. Nilai 2 : Kaki lurus pada saat kembali ke posisi tegak.
Nilai 3 : Terlalu cepat memindahkan badan kedepan (tidak perlahan-lahan) sehingga keseimbangan kurang terjaga.
Penjelasan Sikap Kayang. Sikap Awal :
1. Berdiri membelakangi arah gerakan (Matras) 2. Berdiri tegak pandangan ke depan.
3. Sikap kaki terbuka (selebar bahu)
4. kedua lutut di bengkokkan pada saat melengkung ke belakang.
5. Condong badan atau berat badan di pindah ke depan pada saat akan melengkung ke belakang.
Sikap Posisi Badan
1. Melengkung ke belakang di jatuhkan secara perlahan-lahan dengan memindahkan berat badan ke depan,
2. kedua tangan sedikit di luar lebar bahu, bertumpu dengan telapak tangan dengan jari-jari menyentuh lantai.
3. Jarak antar tangan dan kaki tidak terlalu jauh. 4. Kepala tergantung pasip
5. Setelah Badan melengkung ke belakang berat badan di pindahkan ke belakang.
Sikap Akhir
1. Posisi kembali berdiri tegak
2. Berat badan di pindahkan ke depan
3. Dengan perlahan- lahan ke kembali posisi tegak 4. Menjaga keseimbangan
Keterangan :
Beri tanda (√) pada skor setiap siswa dalam melakukan gerakan.
79 Lampiran 2.
Data Tes Awal Keterampilan Gerak Dasar Kayang.
No Nama JP
Item Test
jumlah Nilai
Persiapan Pelaksanaan Sikap Akhir
81
52 Widho A 2 1 1 4 4 5 3 1 4 4 4 4 37 61,67
53 Yayan K 2 2 3 2 5 2 4 5 3 4 4 3 39 65
54 Yessi Arnita 4 5 2 1 2 5 3 5 5 4 2 4 42 70
55 Yogi A 2 2 2 3 3 3 3 2 4 1 3 1 29 48,33
56 Yudha A 3 3 4 5 3 3 2 3 1 2 4 3 36 60
57 Yudiansyah 4 2 3 2 4 3 2 2 1 2 2 5 32 53,33
58 Yunizar 1 3 4 2 5 3 4 3 1 1 3 3 33 55
59 Zahlendra U 2 1 2 4 2 1 2 4 5 1 5 2 31 51,67
60 Zen Mansyur 1 3 3 2 4 3 2 2 3 2 4 1 30 50
Jumlah 1819 1145
Rerata 30,3167 19.08333333
Mean = Jumlah Semua Nilai Tes = X1 + X2+ ……….X60 Jumlah Siswa n
Tes Awal 1 Mean =
22+26+43+30+18+43+24+20+25+42+36+44+19+31+42+31+32+23+42+25+24+26+42+18+22+19+20+42+27+23+25+18+29 +44+32+27+20+30+25+42+34+38+29+32+28+25+32+22+28+29+40+ 37+39+42+29+36+32+33+31+30
60
= 1819 =30,3167 60
82 Lampiran 3.
Data Tes Akhir Keterampilan Gerak Dasar Kayang.
No Nama
JP item test
Jumlah Nilai Persiapan Pelaksanaan Sikap Akhir