• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP ADAT TUNGGU TUBANG DI DESA PULAU PANGGUNG KECAMATAN SEMENDE DARAT LAUT KABUPATEN MUARA ENIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SIKAP MASYARAKAT TERHADAP ADAT TUNGGU TUBANG DI DESA PULAU PANGGUNG KECAMATAN SEMENDE DARAT LAUT KABUPATEN MUARA ENIM"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP ADAT TUNGGU TUBANG DI DESA PULAU PANGGUNG KECAMATAN SEMENDE DARAT

LAUT KABUPATEN MUARA ENIM

Oleh

M. Rendy Praditama

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan sikap masyarakat terhadap adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan sampel 48 kepala keluarga (KK). Teknik pokok pengumpulan data menggunakan angket dan untuk menganalisis data yang telah terkumpul digunakan rumus persentase.

Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa sikap masyarakat terhadap adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim adalah netral. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Untuk sikap masyarakat terhadap kewajiban Tunggu Tubang dapat dikategorikan netral. 2. Untuk sikap masyarakat tehadap fungsi/dasar-dasar Tunggu Tubang dapat dikategorikan mendukung. 3. Untuk sikap masyarakat tehadap larangan-larangan Tunggu Tubang dapat dikategorikan netral.

(2)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di dalamnya terdapat beraneka ragam suku bangsa, adat istiadat, dan kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Diantara beraneka ragam suku bangsa yang ada di Indonesia, salah satu diantaranya adalah suku Semende.

(3)

Kalianda, Ketapang, dan sebagian lagi dijumpai di daerah pegunungan Sumatera Selatan.

Struktur kekerabatan dalam suku Semende adalah matrilineal artinya garis keturunan ditarik dari pihak ibu. dengan struktur kekerabatan yang demikian mempengaruhi pula sistem kewarisan mereka dalam penerusan dan pengalihan hak penguasaan atas harta yang tidak terbagi-bagi.

Pada sistem kewarisan, adat Semende dipandang menganut sistem kewarisan mayorat perempuan yang kenal dengan Adat Tunggu Tubang. Adat Tunggu Tubang merupakan suatu adat yang terdapat pada masyarakat Semende yang mengatur tentang pembagian harta warisan dari orang tua kepada anak perempuan tertua yang masih berlaku sampai sekarang. Sedangkan Tunggu Tubang adalah sebutan untuk anak perempuan tertua yang menerima harta pusaka warisan dari nenek moyangnya secara turun temurun.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Minhar payung jurai di Desa Tanjung Raya Kecamatan Semende Darat Tengah Kabupaten Muara Enim orang yang dapat dikategorikan sebagai Tunggu Tubang adalah anak kandung yang sah dari perkawinan orang tuanya dengan kemungkinan sebagai berikut: 1. Anak pertama dengan jenis kelamin perempuan.

2. Anak kedua, ketiga, dan keempat, tetapi sebelumnya tidak ada anak perempuan

3. Anak bungsu, tetapi satu-satunya anak perempuan

(4)

5. Anak laki-laki pertama akan tetapi tidak mempunyai saudari perempuan.

Kelima kategori tersebut merupakan kemungkinan-kemungkinan yang dapat saja terjadi dalam menentukan siapa yang berhak menjadi Tunggu Tubang dalam adat Semende. Kategori-kategori tersebut masih dijunjung tinggi oleh masyarakat suku Semende termasuk masyarakat suku Semende yang ada di Desa Pulau Panggung hingga sekarang. Sedangkan kedudukan anak laki-laki atau saudara dari Tunggu Tubang disebut Jenang Jurai dan Payung Jurai yang berfungsi sebagai pelindung dan pengawas langkah gerak dari proses pengelolahan harta yang berada dibawah kekuasaan Tunggu Tubang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Minhar payung jurai di Desa Tanjung Raya Kecamatan Semende Darat Tengah Kabupaten Muara Enim bahwasanya peraturan yang terdapat dalam adat semende khususnya adat tunggu tubang ini tidak tersurat akan tetapi tersirat. Artinya adalah peraturan tersebut tidak tertulis akan tetapi mengikat sehingga sampai saat ini masih dipegang teguh oleh masyarakat suku Semende yang berada di Desa Pulau Panggung.

(5)

Kewajiban-kewajiban tersebut apabila diabaikan atau tidak sama sekali dilaksanakan maka akan membatalkan hak-hak Tunggu Tubang. Dua hal yang dapat membatalkan kedudukan Tunggu Tubang, yaitu :

1. Permintaan Tunggu Tubang itu sendiri

2. Diberhentikan melalui sidang Meraje dan apit jurai sebab melanggar peraturan-peraturan Tunggu Tubang.

Sidang Meraje merupakan musyawarah anggota ahli waris yang tugasnya di dalam keluarga adalah mengawasi harta seluruhnya supaya tidak rusak, tidak berkurang atau hilang. Sidang Meraje terdiri dari lima tingkatan, yaitu : 1. Payung Jurai dapat di artikan pelindung dan penasehat

2. Ahli Jurai dapat di artikan sebagai ketua umum

3. Jenang Jurai dapat di artikan sebagai ketua pelaksana

4. Apit Jurai diartikan sebagai pelaksananya

5. Tunggu Tubang dapat di artikan sebagai petugas lapangan

Apabila Tunggu Tubang tidak tinggal menetap di rumah pusaka maka akan diadakan musyawarah keluarga yang disebut dengan sidang meraje untuk menentukan siapa yang berhak menempati rumah pusaka tersebut. Orang yang dapat dikategorikan sebagai pengganti dari tunggu tubang untuk menempati rumah pusaka adalah sebagai berikut :

(6)

2. Saudara laki-laki kandung apabila tidak mempunyai saudari perempuan yang disebut dengan muanai.

3. Saudara kandung perempuan dari orang tua atau Ibu tunggu tubang yang dalam bahasa Semende disebut ndis/ndung kecik.

Ketiga kategori di atas merupakan kemungkinan-kemungkinan yang dapat menempati rumah pusaka apabila tunggu tubang tidak tinggal menetap di rumah tersebut.

Sejalan dengan perkembangan zaman, Tunggu Tubang memiliki keinginan-keinginan yang sama dengan perempuan-perempuan lainnya, yaitu ingin mencari kehidupan yang lebih baik, yang tidak hanya tinggal menetap di rumah pusaka dengan segala kewajiban-kewajiban yang harus dijalankannya.

(7)

Tabel 1.1 Jumlah kepala keluarga di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim yang masih melaksanakan adat Tunggu Tubang dan yang tidak lagi melaksanakan adat Tunggu Tubang tahun 2013.

No Nama Dusun Tunggu Tubang Tidak lagi Tunggu Tubang

1 Dusun Darat 93 -

2 Dusun Lembak 95 1

3 Talang Berangin 89 -

4 Lamda 97 1

5 Pasar Ilir 103 6

Jumlah KK 477 8

Sumber : Data pra survey penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh melalui penelitian pendahuluan di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim terdapat 8 kepala keluarga yang tidak lagi melaksanakan adat Tunggu Tubang dan tidak lagi berdomisili di Desa Pulau Panggung. Akan tetapi 477 kepala keluarga masih menjalankan adat Tunggu Tubang. dari hasil temuan di lapangan penulis menarik kesimpulan bahwa sebagian besar masyarakat Pulau Panggung masih melaksanakan adat Tunggu Tubang, akan tetapi ada sebagian masyarakat yang sudah tidak melaksanakan adat Tunggu Tubang.

(8)

kewajiban-kewajiban yang dianggap berat untuk dilaksanakan oleh calon tunggu tubang juga menjadi penghambat dalam pelaksanaan adat tunggu tubang itu sendiri. untuk menjadi seorang tunggu tubang bukanlah perkara yang mudah diperlukan kesabaran yang tinggi untuk menghadapi segala sesuatu masalah yang ada di dalam keluarga, tetap bermuka manis dihadapan semua sanak saudara meskipun dalam keadaan sulit, bersikap ramah kepada semua kerabat dan masyarakat desa, ringan tangan untuk membantu saudara yang dalam kesusahan, serta pandai menyimpan baik dan buruk rahasia yang ada dalam keluarga (wawancara dengan Ibu Dahlianah, salah satu tunggu tubang yang ada di desa Pulau Panggung).

Faktor eksternalnya adalah, adanya pengaruh kebudayaan luar yang masuk sehingga mengakibatkan bergesernya kebudayaan asli dari masyarakat semende itu sendiri. contohnya perkawinan dengan laki-laki dari suku yang berbeda sehingga adanya akulturasi dalam adat tunggu tubang itu sendiri, perkembangan zaman yang semakin maju yang mengakibatkan pola pikir masyarakat khususnya tunggu tubang menjadi berubah sehingga tidak lagi menjalankan kewajiban yang telah dilaksanakan oleh nenek moyangnya secara turun-temurun.

(9)

kebudayaannya. Siapa lagi yang akan melestarikan adat Tunggu Tubang itu sendiri kalau bukan masyarakat suku semende khususnya masyarakat suku semende yang berada di desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Namun pada kenyataannya sudah terjadi pergeseran adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Sehingga penulis merasa tertarik untuk mengkaji “Sikap Masyarakat Terhadap Adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim Tahun 2013”.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka fokus penelitiannya adalah “Sikap Masyarakat Terhadap Adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim”.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Sikap Masyarakat Terhadap Adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim”. dari fokus penelitian di atas maka dijabarkan dalam sub fokus penelitian sebagai berikut :

(10)

2. Bagaimana sikap masyarakat terhadap fungsi Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

3. Bagaimana sikap masyarakat terhadap larangan-larangan yang harus dijauhi oleh Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

1.4Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan “Sikap Masyarakat Terhadap Adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim”. dengan sub fokus penelitian sebagai berikut :

1. Sikap Masyarakat Terhadap Kewajiban-kewajiban Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim Tahun 2013.

2. Sikap Masyarakat Terhadap Fungsi Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim Tahun 2013.

(11)

1.5 Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoretis

Penelitian ini secara teoritis berguna untuk mengembangkan pemahaman tentang konsep-konsep ilmu pendidikan khususnya Pendidkan Kewarganegaraan pada kajian pendidikan nilai moral pancasila. Karena di dalamnya membahas tentang adat dan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat.

2. Secara Praktis

Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang adat tunggu tubang serta bagaimana menjaga dan melestarikan kebudayaan tersebut.

1.6Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Ilmu Pendidikan

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah ilmu pendidikan di masyarakat khususnya Pendidikan Kewarganegaraan kajian pendidkan nilai moral pancasila.

2. Ruang Lingkup Objek Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah membahas “Sikap Masyarakat Terhadap Adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim Tahun 2013” .

3. Ruang lingkup Subjek penelitian

(12)

4. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang Lingkup Wilayah dalam penelitian ini adalah Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Deskripsi Teori

2.1.1 Tinjauan Tentang Adat

Ketika orang-orang barat datang di Indonesia, kebudayaan bangsa Indonesia sudah tinggi, bangsa Indonesia sudah mengatur kehidupan dan ketatanegaraannya sendiri dengan aturan yang di sebut adat. Walaupun ketika itu Indonesia belum menjadi satu negara kesatuan seperti Negara Republik Indonesia sekarang ini, namun diberbagai daerah kehidupan masyarakat sudah mempunyai tata-pemerintahan yang teratur. Sendi-sendi adat yang berlaku bagi bangsa Indonesia walaupun masyarakatnya berbhineka namun pada dasarnya sama. Misalnya asas kekeluargaan, tolong menolong, musyawarah dan mufakat tidak mementingkan diri sendiri, asas-asas tersebut pada umumnya sama diseluruh tanah air, walaupun disana sini terdapat perbedaan cara-cara pemakaian atau pelaksanaannya.

(14)

kehidupan manusia tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut hukum adat. Adat telah melembaga dalam dalam kehidupan masyarakat baik berupa tradisi, adat upacara dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilau warga masyarakat dengan perasaan senang atau bangga, dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh masyarakat menjadi cukup penting.

Pengertian adat yang dikemukakan oleh Roelof Van Djik (1979:5) “adat adalah segala bentuk kesusilaan dan kebiasaaan orang Indonesia yang menjadi tingkah laku sehari-hari antara satu sama lain”. Sementara itu menurut Ida Bagas Darmika (1982:116) “adat adalah sesuatu yang melibatkan setiap orang didalam setiap kegiatannya”. Dari pengertian adat di atas dapat disimpulkan adat adalah suatu kebiasaan orang Indonesia mengenai tingkah laku sehari-hari yang melibatkan setiap orang dalam kegiatannya.

(15)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa adat adalah suatu kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang dari generasi ke generasi sehingga menjadi pedoman atau patokan dalam kehidupan sehari-hari.

Adat merupakan norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita, karena sanksi keras yang kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Misalnya pada masyarakat yang melarang terjadinya perceraian apabila terjadi suatu perceraian maka tidak hanya yang bersangkutan yang mendapatkan sanksi atau menjadi tercemar, tetapi seluruh keluarga atau bahkan masyarakatnya.

2.1.2 Tinjauan Tentang Suku Semende

Kata semende berasal dari kata Same dan Ende, kata Same mengandung makna sama. Sedangkan kata ende adalah keluarga. Jadi dapat disimpulkan bahwa kata semende mempunyai arti satu kesatuan keluarga yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adat masyarakat semende di suatu daerah memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat semende di daerah lain.

(16)

purbakala Pusat Jakarta), ada beberapa catatan sejarah bahwa pada tahun 1072 Hijriyah atau 1650 Masehi telah ada seorang tokoh Ulama yang bernama Syech Nurqodim Al-Baharudin yang bergelar Puyang Awak yang mendakwahkan Islam di daerah dataran Gunung Dempo Sumatera Selatan.

Menurut salah seorang keturunan beliau yang masih ada sekarang TSH Kornawi Yacob Oemar dalam imordili blogspot.com dinyatakan bahwa Syech Baharudin adalah pencipta adat Semende. Sebuah adat yang mentransformasi perilaku rumah tangga Nabi Muhammad SAW. Beliau juga pencetus falsafah Jagad Besemah Libagh Semende Panjang, yaitu Negara Demokrasi pertama di Nusantara (1479-1850). Akan tetapi negara itu runtuh akibat peperangan selama 17 tahun (1883-1850) malawan kolonial Belanda.

(17)

anaknya, dengan pesta besar-besaran dengan menyembelih puluhan ekor sapi dan kerbau. Untuk menambah kebanggaan dari keluarga tersebut, maka diumumkan bahwa yang punya hajatan juga akan menyembelih seorang pacal. Suatu bentuk kedzaliman yang melebihi perbuatan kaum jahiliyah Suku Quraisy di Kota Mekkah pada zaman nabi Muhammad SAW.

Pola hidup masyarakat Basemah yang liar, zalim, dan biadab seperti itu, bukan hanya diceritakan kembali secara turun-tumurun dari generasi ke generasi, melainkan tercatat pula pada tulisan-tulisan kuno aksara ka-ga-nga yang dijadikan benda-benda pusaka oleh tua-tua adat dari suku-suku sekitar Basemah, antara lain di daerah Enim. Intinya memperingatkan warga agar berhati-hati dan selalu waspada terhadap kedatangan para perampok dari Basemah yang sering menjarah harta benda serta menculik wanita dan anak-anak mereka. Bahkan selain itu Marco Polo pada abad12, membuat catatan khusus tentang Basemah yang berbunyi “Basma, where the people’s like a beast withuot law or religion. (Basemah, penduduknya bagaikan binatang buas, tanpa aturan atau agama)”.

(18)

Awak dalam menyebarkan ajaran Islam yang mendasar tersebut, tidak mempergunakan bahasa Arab, melainkan beliau rumuskan kedalam bahasa Basemah yang cukup dikenal sampai saat ini yaitu falsafah Ganti nga Tungguan (Akhlakul Karimah) .

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendiri adat semende adalah Syech Nurqodim al-Baharudin yang berasal dari tanah jawa yang menyebarkan agama islam di dataran bukit barisan sehingga sampailah di daerah pardipo pasemah dan menetap disana. Kemudian beliau menciptakan adat atau kebiasaan yang mentransformasi perilaku rumahtangga Nabi Muhammad SAW yaitu adat semende. Dalam adat semende terdapat suatu adat yang mengatur tentang sitem kewarisan yang di sebut dengan adat tunggu tubang dimana yang berhak atas segala harta peninggalan orang tua adalah anak perempuan pertama.

Puyang awak tidak sendiri dalam menyebarkan agama islam di pasemah pada waktu itu. Beliau dibantu oleh tokoh-tokoh agama dari berbagai daerah dan kemudian membuka wilayah yang nantinya akan ditempati oleh masyarakat suku semende, kegiatan pembukaan wilayah oleh Syeh Al Baharudin antara lain adalah :

1. Pembukaan Desa dan wilayah pertanian Pagaruyung yang dipimpin oleh Puyang Ahmad Pendekar Raje Adat Pagaruyung dari tanah Minang Kabau.

(19)

Tuan Kuase Raje Ulieh dari negeri Cina yang nama aslinya Ong Gun Tie.

3. Pembukaan Desa dengan pemukiman di Desa Muara Tenang oleh Putra Sunan Bonang dari Jawa.

4. Pembukaan Desa di Tanjung Iman oleh Puyang Same Wali.

5. Pembukaan Desa dan pemukiman di Padang Ratu oleh Puyang Nakanadin.

6. Pemukaan Desa Tanjung Raye oleh Puyang Regan Bumi dan Tuan Guru Sakti Gumai

7. Pembukaan Desa dan pemukiman di Desa Tanjung Laut oleh Puyang Tuan Kecik yang berpusat di Pardipe.

8. Pemekaran pembukaan wilayah Marga Semende, Muare Saung dan Marga Pulau Beringin (OKU).

9. Pembukaan wilayah Marga Semende Ulu Nasal dan Marga Semende Pajar Bulan Segimin Bengkulu.

10.Pembukaan Desa dan wilayah pertanian di Lampung yakni Marga Semende Waitenang, Marga Semende Wai Seputih, Marga Semende Kasui, Marga Semende Peghung dan Marga Semende Ulak Rengas (Raje Mang Kute) Muchtar Alam.

2.1.3 Adat Tunggu Tubang

Adat atau tradisi Tunggu Tubang lebih merupakan wujud kebudayaan, norma atau seperangkat aturan yang diyakini dan turun temurun dari nenek moyang masyarakat Semende. Tunggu Tubang adalah tradisi yang dibebankan dan diberlakukan pada anak perempuan dalam sebuah keluarga secara turun temurun.

(20)

laki-laki. Tradisi Tunggu Tubang sudah terjadi sejak lama bahkan sebelum Indonesia merdeka atau mampu mengusir penjajahan Belanda dan Jepang.

Menurut Wati Rahmi Ria (1987:88) “pengertian Tunggu Tubang berasal dari kata tunggu yang berarti menunggu, sedangkan tubang berarti tempat penyimpanan yang menjadi simbol tempat berkumpul, ada juga yang mengartikan dengan pengertian parak (dekat)”. Dari pendapat di atas dapat di tarik kesimpulan tunggu tubang adalah suatu wadah untuk berkumpul bagi seluruh keturunan anggota keluuarga dari leluhur mereka selama masih menjalankan adat tersebut.

Menurut Chopa CH. Mulkan (1978:11) “tunggu tubang adalah anak tertua wanita yang menerima harta warisan dari nenek moyangnya secara turun-temurun dan ia mampu bersikap adil terhadap kedua belah pihak”. Kemudian menurut Hilman Hadikusuma (2003;29) “tunggu tubang adalah anak tertua perempuan sebagai penunggu harta orang tua”. Jadi kesimpulan dari pengertian tunggu tubang adalah anak perempuan tertua yang memperoleh warisan berupa mandat dalam bentuk tugas menjaga, memelihara dan merawat harta orang tua secara turun menurun.

(21)

bertanggung jawab dalam aktivitas dan kegiatan-kegiatan penting dalam tradisi masyarakat Semende, apalagi aktivitas-aktivitas itu menyangkut kepentingan saudara-saudaranya.

Orang yang menjadi tunggu tubang harus mengamalkan dasar-dasar atau fungsi tunggu tubang. Dasar/fugsi tunggu tubang itu adalah sebagai berikut :

1. Memegang pusat jale (jala), yang artinya bila dikipaskan batu jale itu bertaburan dan apabila ditarik kembali bersatu. Dengan kata lain, menghimpun semua sanak famili, baik yang jauh maupun yang dekat. 2. Memegang kapak, artinya segala pengurusan tidak boleh berbeda-beda

antara kedua belah pihak, baik dari pihak suami ataupun dari pihak isteri. Yang keduanya itu harus adil, tidak boleh berat sebelah.

3. Harus bersifat balau (tombak), yang artinya kalau dipanggil atau diperintahkan harus segera melaksanakan, yang menurut kebiasaannya, perintah itu datang dari Entue Meraje.

4. Harus bersifat guci yang artinya orang yang menjadi tunggu tubang harus tabah dalam menghadapi segala macam persoalan yang menimpa diri mereka.

5. Memelihara tebat (kolam) yang artinya menggambar ketenangan dan ketentraman dalam rumah tangga, tidak membocorkan rahasia rumah tangga. Walaupun ada problem dalam rumah tangga, harus dijaga jangan sampai bocor diketahui oleh semua ahli tunggu tubang, terutama kepada Entue Meraje. Kesemuanya ini harus dijaga dengan sebaik-baiknya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang akan menjadi tunggu tubang haruslah bisa menjadi panutan bagi sanak saudara terutama adik-adiknya, harus bersikap adil, dapat diandalkan, sabar dalam menghadapi segala persoalan dalam rumah tangga, dan dapat dipercaya.

(22)

1. Menolak keluarga yang datang kerumahnya. 2. Berperilaku kasar terhadap keluarga.

3. Menjual harta keluarga/ harta tubang.

4. Menggadaikan harta keluarga/harta tubang tanpa meminta izin dan pertimbangan dari jenang jurai (musyawarah keluarga).

5. Menelantarkan saudara-saudaranya sekandung yang belum berkeluarga yang berada dibawah asuhannya sebagai pengganti orang tua.

6. Membuka rahasia keluarga.

2.1.4 Tinjauan Tentang Sikap

Pada dasarnya sikap merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau kepribadian yang memancar keluar. Sikap dapat bersifat positif dan negatif, sikap positif memunculkan kecenderungan untuk menyenangi, mendekati, menerima atau bahkan mengharapkan kehadiran objek tertentu. Sedangkan sikap negatif memunculkan kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, ataupun tidak menyukai keberadaan suatu objek tertentu.

Menurut La Pierre dalam Saifudin Azwar (2012:5) mengemukakan bahwa sikap adalah “suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, dan

(23)

yang tersusun melalui pengalaman dan memberikan pengaruh terhadap semua objek atau situasi yang tentang objek tersebut.

Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respons hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respons evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan tidak-menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap.

Pendapat lain dikemukakan oleh Secord dan Backman dalam Saifuddin Azwar (2012:5) “sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseroang terhadap sutatu aspek di lingkungan sekitarnya”. Sedangkan menurut Harlen dalam Djaali (2006) “sikap adalah kesiapan atau kecendrungan seseorang untuk bertindak berkenaan dengan objek tertentu.”

Berdasarkan beberapa pandangan di atas dapat di simpulkan bahwa sikap adalah keteraturan atau kecenderungan dalam hal perasaan, pemikiran, dan predisposisi tindakan yang berkenaan dengan objek tertentu di lingkungan sekitarnya.

(24)

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam inetraksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola prilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara individu dengan lingkugan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya.

Menurut Saifuddin Azwar (2012:30) faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah sebagai berikut :

1. Pengalaman pribadi.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. 3. Pengaruh kebudayaan.

4. Media massa.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama. 6. Pengaruh faktor emosional

Berdasarkan pandangan di atas dapat penulis jelaskan pengertiannya adalah sebagai berikut :

1. Pengalaman pribadi.

(25)

mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Middlebrook dalam Azwar (2012:31) mengatakan “bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut”.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Orang lain disekitar kita merupakan salah-satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita (significant others), akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.

3. Pengaruh kebudayaan.

Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan pribadi seseorang. Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan lah yang menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.

(26)

Berbagai bentuk media massa seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan pengetahuan baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama.

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

6. Pengaruh faktor emosional

(27)

B. Perubahan sikap

Menurut Davidoff dalam Zaim Elmubarok (2008: 50) Sikap dapat berubah dan berkembang karena hasil dari proses belajar, proses sosialisasi, arus informasi, pengaruh kebudayaan dan adanya pengalaman-pengalaman baru yang dialami oleh individu. Sedangkan menurut Sarlito W. Sarwono (2009, 203-204), sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat cara yaitu :

1. Adopsi

Adopsi yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.

2. Diferensiasi.

Dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang sebelumnya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.

3. Integrasi

Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut.

4. Trauma

Trauma adalah pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba dan menegangkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis juga menyebabkan perubahan sikap.

Menurut Kelman dalam Azwar S (2012: 55) ada tiga proses yang berperan dalam proses perubahan sikap yaitu :

(28)

Berdasarkan pendapat di atas dapat di jelaskan pengertiannya sebagai berikut : 1. Kesediaan (Compliance)

Terjadinya proses yang disebut kesediaan adalah ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau kelompok lain dikarenakan ia berharap untuk memperoleh reaksi positif, seperti pujian, dukungan, simpati, dan semacamnya sambil menghindari hal-hal yang dianggap negatif. Tentu saja perubahan perilaku yang terjadi dengan cara seperti itu tidak akan dapat bertahan lama dan biasanya hanya tampak selama pihak lain diperkirakan masih menyadari akan perubahan sikap yang ditunjukkan.

2. Identifikasi (Identification)

Proses identifikasi terjadi apabila individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau sikap sekelompok orang dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan menyenangkan antara lain dengan pihak yang dimaksud. Pada dasarnya proses identifikasi merupakan sarana atau cara untuk memelihara hubungan yang diinginkan dengan orang atau kelompok lain dan cara menopang pengertiannya sendiri mengenai hubungan tersebut.

(29)

Internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia percaya dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, maka isi dan hakekat sikap yang diterima itu sendiri dianggap memuaskan oleh individu. Sikap demikian itulah yang biasanya merupakan sikap yang dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan.

C. Ciri-Ciri Sikap

Sikap merupakan suatu kecenderungan yang dapat mendorong dan menimbulkan perbuatan-perbuatan atau tingkah laku seseorang terhadap objek tertentu. Meskipun demikian, sikap memiliki segi perbedaan dengan pendorong-pendorong lain yang ada dalam diri manusia, seperti set, kebiasaan, motivasi dan minat.

Menurut W.A. Gerungan (2009: 153) untuk dapat membedakan antara attitude, motif kebiasaan dan lain-lain, faktor psychis yang turut menyusun pribadi orang, maka telah dirumuskan lima buah sifat khas dari pada attitude. Adapun cirri-ciri sikap adalah sebagai berikut :

1. Attitude bukan dibawa orang sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan objeknya.

2. Attitude itu dapat berubah-ubah.

(30)

4. Objek attitude kumpulan dari hal-hal tertentu.

5. Attitude itu mempunyai segi-segi motivasi dan segi perasaan, sifat inilah yang membedakan attitude dari pada kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

D. Fungsi Sikap

Menurut Katz dalam Zaim Elmubarok (2008: 50) ada empat fungsi sikap yaitu: 1. Fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat.

2. Fungsi pertahanan ego. 3. Fungsi pernyataan nilai. 4. Fungsi pengetahuan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan pengertiannya sebagai berikut : 1. Fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat yang menunjukkan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkannya dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkannya. Dengan demikian, maka individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakan akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang merugikannya.

(31)

3. Fungsi pernyataan nilai, menunjukkan keinginan individu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan sesuatu nilai yang dianutnya sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.

4. Fungsi pengetahuan, menunjukkan keinginan individu untuk mengekspresikan rasa ingin tahunya, mencari pebalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya.

E. Struktur Sikap

Menurut saifuddin azwar (2012:23) struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu :

1. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

2. Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap.

3. Komponen Prilaku/Konatif

Komponen prilaku atau konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana prilaku atau kecenderungan berprilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

(32)

lain. Ketiganya merupakan suatu sistem yang menetap pada diri individu yang dapat menjelmakan suatu penilaian positif atau negatif. Penilaian tersebut disertai dengan perasaan tertentu yang mengarah pada kecenderungan yang setuju (pro) dan tidak setuju (kontra).

2.1.5 Pengertian Masyarakat

Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan disekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dan sebagainya. Manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat.

(33)

segala perkembangan dalam hidup bersama antara manusia dengan manusia”. Kemudian Hasan Sadily (dikutip oleh Abu Ahmadi dkk:1988:96) berpendapat bahwa masyarakat adalah “suatu keadaan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama”.

Kesimpulan dari pengertian masyarakat adalah suatu kumpulan manusia yang hidup bersama dalam suatu daerah atau wilayah, kemudian berinteraksi antara satu sama lain, adanya hubungan sosial, dan memiliki kepentingan yang sama.

A. Faktor-Faktor / Unsur-Unsur Masyarakat

Menurut Soerjono Soekanto(2005:30) dalam masyarakat setidaknya memuat unsur sebagai berikut ini :

a. Beranggotakan minimal dua orang. b. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.

c. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat.

d. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.

(34)

maksud atau tujuan tertentu. Oleh karena adanya sifat memengaruhi satu sama lain, tindakan ini menyebabkan hubungan sosial. Jika hubungan sosial ini berlangsung timbal balik maka akan menciptakan interaksi sosial.

B. Ciri-ciri pokok masyarakat

Menurut Soerjono Seokanto dalam Abdul Syani (2007:41) masyarakat mempunyai ciri pokok yaitu :

a. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan teapi secara teoritis, angka minimun ada dua orang yang hidup bersama

b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Sebab akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dalam kelompok tersebut.

c. Mereka sadar bahwa mereka satu kesatuan.

d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan, oleh karena itu setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat dengan yang lainnya.

Ciri-ciri masyarakat di atas telah nampak selaras dengan definisi masyarakat sebagaimana telah dikemukaan oleh J.L. Gilian dan J.P. Gillin dalam Abdulsyani (2007:32)”Bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang tersebar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Mayarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil”.

(35)

Menurut Tania Murray Li seorang Profesor sosiologi dan antropologi sosial di University Dalhousie Halifax Canada dalam syahyutivariabel blogspot.com

masyarakat adat adalah “orang yang hidupnya tergantung pada sumber daya alam dan akses tersebut diperoleh secara adat atau kebiasaan”. Sedangkan menurut Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (1999) adalah “ komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelolah keberlangsungan kehidupan masyarakatnya”.

Kesimpulan dari masyarakat adat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama di suatu wilayah adat secara turun temurun, yang hidupnya tergantung pada sumber daya alam di sekitarnya, akan tetapi diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelolah keberlangsungan kehidupan masyarakatnya.

Menurut kovensi Interasional Labour Organization (ILO) 169, 1989 dalam green.kompasiana.com masyarakat adat adalah “Masyarakat yang berdiam di negara-negara merdeka di mana kondisi sosial, kultural, dan ekonominya membedakan mereka dari bagian-bagian masyarakat lain di negara tersebut dan statusnya diatur, baik seluruh maupun sebahagian oleh masyarakat adat dan tradisi masyarakat adat tersebut atau dengan hukum dan peraturan khusus”.

(36)

kondisi sosial, kultur, dan ekonominya membedakan status mereka dengan masyarakat lain di negara tersebut yang diatur oleh adat, tradisi dan peraturan khusus yang ada dalam masyarakat adat itu sendiri.

2.2Kerangka Pikir

Sejalan dengan perkebangan zaman, adat Tunggu Tubang di desa pulau panggung kecamatan semende darat laut sudah mulai bergeser. Ada sebagian masyarakat yang tidak lagi melaksanakan adat tunggu tubang dikarenakan adanya keinginan-keinginan untuk maju dan memiliki keinginan-keinginan yang sama dengan perempuan-perempuan lainnya, tidak hanya berdiam diri di kampung halaman terikat dengan amanah yang mengharuskan menjaga dan mengembangkan harta Tubang.

(37)

leluhur dari zaman ke zaman melainkan masyarakat dari suku semende itu sendiri.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui Bagaimanakah Sikap Masyarakat Terhadap Adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim 2013. Jadi dapat di gambarkan kerangka pikir sebagai berikut :

X Y

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Sikap Masyarakat

1. Pandangan (Kognisi) 2. Perasaan (Afeksi) 3. Kecenderungan

Respon (Konasi)

Adat Tunggu Tubang 1. Kewajiban Tunggu

Tubang

2. Fungsi /Dasar-dasar Tunggu Tubang 3. Larangan-larangan

(38)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena penulis ingin menggambarkan keadaan yang terjadi pada masyarakat saat ini sesuai dengan fakta yang ada. Oleh karena itu peneliti ingin menggambarkan Sikap Masyarakat Terhadap Adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim Tahun 2013.

3.2 Langkah-Langkah Penelitian

(39)

3.2.1 Persiapan Pengajuan Judul

Pengajuan judul penelitian merupakan langkah pertama yang harus dilakukan didalam suatu penelitian, tujuannya adalah untuk memberikan arahan kepada peneliti mengenai perihal objek yang harus diteliti. Rencana judul yang akan diteliti oleh peneliti diajukan terlebih dahulu kepada pembimbing akademik (PA) yaitu Mona Adha, S.Pd., M.Pd., setelah mendapatkan persetujuan, langkah selanjutnya, peneliti mengajukan judul tersebut kepada Kepala Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan FKIP UNILA Drs. Holilulloh, M.Si. untuk meminta persetujuan penelitian lebih lanjut sekaligus untuk menentukan pembimbing satu yang sesuai dengan kajian penelitian yang dilakukan peneliti. Pada tanggal 14 Januari 2013, judul penelitian mengenai Sikap Masyarakat Terhadap Adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim disetujui dan pembimbing kedua yang ditunjuk untuk mengadakan pembimbingan kepada peneliti hingga akhir penyusunan skripsi ini adalah Mona Adha, S.Pd., M.Pd. dengan Dr. Irawan Suntoro, M.S. sebagai pembimbing utama.

3.2.2 Penelitian Pendahuluan

(40)

Kabupaten Muara Enim. Informasi awal yang didapat dalam penelitian pendahuluan ini menggunakan teknik wawancara untuk mendapatkan informasi mengenai Adat Tunggu Tubang dan masalah yang akan diteliti dalam menyusun proposal penelitian. Penelitian pendahuluan fokus dilakukan kepada kepala keluarga dan ketua adat (Jenang Jurai) yang ada di Desa Pulau Panggung dan Desa Tanjung Raya Kabupaten Muara Enim.

3.2.3 Pengajuan Rencana Penelitian

(41)

3.2.4 Pelaksanaan Penelitian a. Persiapan Administrasi

Persiapan administrasi untuk mengadakan penelitian ini dilakukan setelah melakukan perbaikan proposal sesuai dengan saran pembahas dan mendapat persetujuan dari kedua pembahas untuk melanjutkan penelitian mengenai Sikap Masyarakat Terhadap Adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim, selanjutnya penelitian ini dilakukan berdasarkan surat izin penelitian dari Dekan FKIP UNILA nomor 3401/UN26/3/PL/2013 yang ditujukan kepada Kepala Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

b. Penyusunan Alat Pengumpul Data

(42)

dapat diuji coba kepada sepuluh orang diluar responden, pada tanggal 12 Mei 2013, peneliti mengadakan uji coba angket dan data yang diperoleh dari hasil uji coba tersebut diolah untuk mengetahui tingkat reliabilitas atau kelayakan angket untuk digunakan dalam penelitian.

c. Penelitian di Lapangan

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2013 dengan menyebarkan angket yang sebelumnya telah disetujui oleh kedua pembimbing setelah angket yang diuji coba sebelumnya memiliki tingkat reliabilitas sangat tinggi dan dinyatakan layak untuk digunakan dalam memperoleh data didalam penelitian mengenai Sikap Masyarakat Terhadap Adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Responden yang menjadi sasaran penyebaran angket terdiri dari 48 kepala keluarga (KK) di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

3.3Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2010:173) populasi adalah “keseluruhan

(43)

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan obyek/subyek yang akan diteliti dalam penelitian yang mempunyai karakteristik tertentu.

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat Desa Pulau Panggung yang terdiri dari 5 Dusun seperti yang tertera pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.1. Data jumlah kepala keluarga di desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

Sumber: Kepala Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim tahun 2013.

Berdasarkan tabel di atas jumlah Kepala Keluarga ( KK) keseluruhan di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut adalah 477 orang.

3.3.2 Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto (2010:174) sampel adalah “sebagian atau

wakil populasi yang diteliti”. Sedangkan Sugiyono (2009:118) sampel

adalah “bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut”.

No Nama Lingkungan Jumlah Warga

1 Dusun I 93 KK

2 Dusun II 95 KK

3 Dusun III 89 KK

4 Dusun IV 97 KK

5 Dusun V 103 KK

(44)

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 62). Apabila subjek dalam suatu penelitian kurang dari 100 orang maka semua sampelnya digunakan, sehingga penelitian tersebut menggunakan penelitian populasi. Apabila subjeknya lebih dari 100 orang dapat diambil antara 10-15%, 20-25%, ataupun lebih.

Berdasarkan pendapat di atas maka sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak 10% sehingga sampelnya 10% x 477 = 47,7 Dengan demikian, jumlah keseluruhan sampel dibulatkan menjadi 48 orang.

Berikut ini adalah jumlah sampel penelitian pada masyarakat desa pulau panggung kecamatan semende darat laut kabupaten muara enim tahun 2013.

Tabel 3.2 Distribusi sampel penelitian pada Masyarakat Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

No Nama Lingkungan Perhitungan Jumlah

1 Dusun I 93 KK x 10% = 9,3 9

2 Dusun II 95 KK x 10%= 9,5 10

3 Dusun III 89 KK x 10% = 8,9 9

4 Dusun IV 97 KK x 10% = 9,7 10

5 Dusun V 103 KK x 10% = 10,3 10

Jumlah 477 KK x 10% = 47,7 48

(45)

3.4Variable Penelitian dan Pengukuran 3.4.1 Variable Penelitian

Variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variable yang mempengaruhi atau disebut variable bebas (x) adalah

Sikap Masyarakat.

2. Variable yang dipengaruhi atau disebut variable terikat (y) adalah Adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim Tahun 2013.

3.4.2Pengukuran variable

Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah sikap masyarakat terhadap adat tunggu tubang, yang terdiri dari beberapa komponen yaitu pengetahuan (kognisi), Perasaan (afeksi), dan kecenderungan bertindak (konasi). Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan alat ukur berupa skoring yang berisikan sikap masyarakat dengan ukuran sebagai berikut :

a. Mendukung b. Netral

c. Tidak Mendukung

3.5Definisi Konseptual dan Devinisi Operasional 3.5.1 Definisi Konseptual

A. Sikap masyarakat

(46)

secara sederhana sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

B. Adat Tunggu Tubang

Adat tunggu tubang adalah suatu tradisi dalam masyarakat Semende yang mengatur tentang pembagian harta warisan. Sedangkan tunggu tubang adalah sebutan untuk anak perempuan tertua yang menerima harta pusaka warisan dari nenek moyangnya secara turun temurun.

3.5.2 Definisi operasional A. Sikap Masyarakat.

Sikap masyarakat adalah pola prilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, dan predisposisi sekelompok manusia untuk menyesuaikan dengan situasi sosial yang terjadi di lingkungannya. Sikap memliki beberapa komponen yaitu pengetahuan (kognisi), perasaan (afeksi), kecenderungan sikap (konasi). Secara operasioanal variabel dalam penelitian ini adalah sikap masyarakat terhadap adat tunggu tubang. Dengan ukurannya sebagai berikut :

a. Mendukung b. Netral

c. Tidak Mendukung

B. Adat Tunggu Tubang.

(47)

perempuan tertua. Sedangkan Tunggu Tubang adalah sebutan untuk anak perempuan tertua yang menerima harta pusaka warisan dari nenek moyangnya secara turun temurun. Indikatornya adalah :

1. Kewajiban-kewajiban Tunggu Tubang 2. Fungsi /Dasar-dasar Tunggu Tubang 3. Larangan-larangan Tunggu Tubang

3.6Teknik Pengumpulan Data 3.6.1 Teknik Pokok

A. Teknik Angket

“Teknik angket adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara

membuat sejumlah pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan maksud mendapatkan data dan informasi langsung dari responden yang brsangkutan” (Sugiyono, 2009:199) . Sasaran angket adalah masyarakat desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Angket ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimanakah sikap masyarakat terhadap adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

Responden hanya memilih serta melihat jawaban yang telah disediakan sesuai dengan keadaan subjek. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut memiliki tiga alternatif jawaban yang masing-masing mempunyai skore atau bobot yang berbeda :

(48)

b. Untuk jawaban yang kurang sesuai dengan harapan diberi skor 2 c. Untuk jawaban yang tidak sesuai dengan harapan diberi skor 1

3.6.2 Teknik Pendukung A. Teknik Dokumentasi

Teknik ini dilaksanakan dengan mencatat data tertulis tentang jumlah masyarakat desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

B. Teknik Wawancara

Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi mengenai objek penelitian berdasarkan sumber seorang responden dengan cara berkomunikasi secara langsung. Bentuk wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur.

(49)

wawancara yang dilakukan kepada payung jurai untuk memperoleh informasi tentang sejarah adat semende dan adat tunggu tubang.

3.7 Instrumen Penelitian 3.7.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu tindakan yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (2010: 211) bahwa “sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat

diukur, apabila dapat diungkapkan data dari variabel yang hendak diteliti dengan tepat”.

Berdasarkan pendapat diatas validitas merupakan tingkat kepercayaan dan kekuatan instrumen penelitian yang dilakukan dengan indikator faktor. Untuk uji validitas dilihat dari logika validity dengan cara “judgement” yaitu dengan mengkonsultasikan kepada beberapa orang ahli penelitian dan tenaga pengajar di lingkungan FKIP UNILA. Dalam penelitian ini peneliti melakukannya dengan cara konsultasi kepada dosen pembimbing yang kemudian diambil revisinya.

3.7.2 Uji Realibilitas

Suatu alat ukur dinyatakan baik bila mempunyai tingkat reliabilitas yang baik pula yakni ketetapan suatu alat ukur. Dimana ketetapan ukur ini akan menentukan layak tidaknya suatu alat ukur untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data. Pendapat Suharsimi Arikunto (2010 :221) bahwa reliabilitas adalah: ”Suatu instrumen dapat dipercaya untuk dipergunakan

(50)

Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut :

1. Menyebarkan angket dan tes untuk uji cobakan kepada 10 orang di luar responden

2. Untuk menguji reliabilitas angket dan tes digunakan teknik belah dua atau ganjil genap

3. Mengkorelasikan kelompok ganjil dan genap dengan korelasi Product Moment yaitu :

4. Untuk menentukan reliabilitas angket digunakan rumus Spearman Brown, yaitu:

rxy : Koefisien reliabilitas seluruh tes

(51)

5. Untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabel menurut Guilford dalam Ruseffendi (1981:144) sebagai berikut:

0,00 – 0,20= Reliabilitas kecil

0,20 – 0,40 = Reliabilitas rendah.

0,40 – 0,70 = Reliabilitas sedang

0,70 – 0,90 = Reliabilitas tinggi.

0,90 – 1,00 = Reabilitas sangat tinggi

3.8Hasil Uji Coba Angket

A. Analisis Validitas angket

Validitas angket didalam penelitian ini diketahui dengan cara berkonsultasi dengan Pembimbing I dan Pembimbing II, setelah dinyatakan valid, maka angket tersebut dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ini.

B. Analisis Reliabilitas Angket

(52)

Hasil dari uji coba angket kepada 10 masyarakat diluar responden yang sebenarnya dengan tehnik belah dua ganjil genap dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

(53)

Berdasarkan Tabel 3.3 dapat diketahui ∑X = 560 yang merupakan penjumlahan hasil skor uji coba angket kepada 10 orang masyarakat di luar responden dengan indikator kelompok item ganjil. Penskoran dilakukan dengan melihat setiap pernyataan yang masing-masing memiliki tiga pilihan jawaban, yaitu skor 3 untuk jawaban yang sesuai dengan harapan, skor 2 untuk jawaban yang mendekati harapan, dan skor 1 untuk jawaban yang tidak sesuai dengan harapan, kemudian hasil penjumlahan ini akan dipakai dalam tabel kerja hasil uji coba angket antara item ganjil (X) dengan item genap (Y) untuk mengetahui besar reliabilitas dan kevalidan instrumen penelitian. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa indikator hasil uji coba angket pada item soal ganjil mempunyai skor yang bervariasi.

(54)
(55)

perhitungan pada tabel 3.3 dan tabel 3.4 dimasukkan dalam tabel kerja berikut ini:

Tabel 3.5 Tabel Kerja Antara Kelompok Item Ganjil (X) dengan Kelompok Item Genap (Y)

No penggabungan hasil skor uji coba angket kepada 10 orang masyarakat di luar responden dengan indikator kelompok item ganjil (X) dengan kelompok item genap (Y). Hasil keseluruhan dari tabel kerja uji coba angket antara kelompok item ganjil (X) dengan kelompok item genap (Y), maka untuk mengetahui reliabilitas angket tersebut, data yang diperoleh dikorelasikan dengan rumus Product Moment sebagai berikut:

Diketahui berdasarkan data di atas, bahwa: ∑X = 560 ∑Y = 559 ∑XY = 31399 ∑X 2

(56)

maka,

(57)

(58)

Terhadap Adat Tunggu Tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

3.9 Teknik Analisis Data

Analisis data yang telah dikualitatifkan digunakan rumus interval sebagai berikut :

I = NT – NR K Keterangan : I : Interval NT : nilai tertinggi NR : nilai terendah K : jumlah kategori (Sutrisno Hadi, 1996:12)

Selanjutnya menggunakan uji persentasi dengan rumus sebagai berikut : P = F x 100%=…….%

N

Keterangan :

P : bedarnya persentasi

F : jumlah skor yang diperoleh dari responden N : jumlah sampel

Untuk menafsirakn besarnya persentasi digunakan kriteria : 76% - 100% : baik

(59)

0% - 39% : tidak baik

(60)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa sikap masyarakat terhadap adat Tunggu Tubang memilki kategori netral. Hal yang mendasari banyaknya responden bersikap netral dikarenakan para masyarakat cenderung menjalankan adat yang sudah diwariskan secara turun-temurun oleh orang tuanya akan tetapi kurang mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang terdapat dalam adat Tunggu Tubang itu sendiri. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Sikap masyarakat terhadap kewajiban Tunggu Tubang

(61)

2. Sikap Masyarakat Terhadap Fungsi / Dasar-dasar Tunggu Tubang.

Berdasarkan pengolahan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sikap masyarakat tehadap fungsi/dasar-dasar Tunggu Tubang dapat dikategorikan mendukung. Hal yang mendasari banyaknya responden mendukung karena Para responden menganggap aspek-aspek yang terdapat dalam fungsi/dasar-dasar Tunggu Tubang memiliki nilai budi pekerti yang luhur sehingga menjadikan masyarakat suku Semende dapat saling menghargai satu sama lainnya.

3.

Sikap Masyarakat Terhadap Larangan-Larangan Tunggu Tubang

Berdasarkan pengolahan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sikap masyarakat tehadap larangan-larangan Tunggu Tubang dapat dikategorikan netral. Hal yang mendasari banyaknya responden bersikap netral adalah karena kurangnya pengetahuan terhadap larangan-larangan yang harus di jauhi oleh Tunggu Tubang tersebut.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut:

1. Kepada masyarakat Desa Pulau Panggung agar dapat memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pelestarian adat Tunggu Tubang. karena siapa lagi yang akan melestarikan adat Tunggu Tubang tersebut melainkan masyarakat suku Semende khususnya yang berada di Desa Pulau Pangung.

(62)

2. Kepada orang tua yang telah terlebih dahulu melaksanakan adat Tunggu Tubang agar dapat memberikan pengetahuan dan menceritakan pengalaman yang telah dirasakan kepada anak-anak mereka sebagai generasi penerus adat yang sudah dilaksanakan oleh nenek moyang masyarakat Semende secara turun temurun.

3. Kepada Pemerintah Desa Pulau Panggung diharapkan untuk mengadakan sosialisasi atau penyuluhan mengenai pentingnya pelestarian adat Tunggu Tubang kepada generasi muda supaya nilai-nilai yang terkandung di dalam adat Tunggu Tubang tersebut tidak bergeser dan hilang ditelan zaman yang semakin berkembang

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 2007. Sosiologi: Sistematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara

Ahmadi, Abu. 1988. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta Aliansi Masyarakat Adat. 1999.

http://syahyutivariabel.blogspot.com/2012/07/ciri-ciri-masyarakat-adat.html diakses pada 24 maret 2013.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka cipta: Jakarta

Azwar, Saifuddin. 2012. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Pustaka Belajar: Yogyakarta

Chopa CH Mulkan. 1987. Sejarah Asal Usul dan Silsilah Keturunan Puyang Jurai Pangeran Rene. Sumatera Selatan : Depdikbud

Djaali. 2006. Psikologi Pendidikan. PT Bumi Aksara: Jakarta

Djik, Roeloef van. 1979. Pengantar Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Diterjemahkan oleh A.soehardi. Sumur: Bandung

Elmubarok, Z. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai. Alfabeta: Bandung

Gerungan, W.A. 2009. Psikologi Sosial. Refika Aditama: Bandung

Hadi, Sutrisno. 1996. Metode Research. Yayasan Psikologi UGM: Yogyakarta Hadikusuma, Hilman. 2003. Hukum Waris Adat. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Imrodili. 2010. Sejarah Suku Semende Dalam Penelitian,http.blogspot.com

(64)

Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Kusim, Ali. 1983. Jenang Jurai Dalam Adat Semendo. Palembang: Pustaka Dzumiroh

M. Yoesoef HS. 2000. Asal Usul Daerah Semendo dan Adat Istiadat Semendo. Lahat: Negeri Agung

Mallo, Manse. 1986. Metode Penelitian Sosial. Rajawali: Jakarta

Ra’uf, Tohlon Abdul. 1989. Jagad Besemah Lebar Semende Panjang. Palembang: Pustaka Dzumirroh Yayasan Nurkodim

Ria, Wati Rahmi. 1987. Kedudukan tunggu tubang dalam hukum waris adat semende. Bandar Lampung : Gunung Pesagi.

Russefendi. 1994. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. IKIP Semarang Pers: Semarang

Sani, Ali. 1996. Jeme Semende. Lahat: Negeri Agung

Soekanto , Soerjono.2005. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif

dan R&D. Alfabeta : Bandung.

Sumaatmadja, Nursid. 2000. Manusia dalam Konteks Sosial Budaya dan Lingkungan Hidup. Bandung: Alfabeta

Walgito, Bimo.2010. Pengantar Psikologi Umum. Fakultas psikologi UGM: Yogyakarta

Gambar

Tabel 1.1  Jumlah kepala keluarga di Desa Pulau Panggung Kecamatan    Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim yang masih melaksanakan adat Tunggu Tubang dan yang tidak lagi melaksanakan adat Tunggu Tubang tahun 2013
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
Tabel 3.1. Data jumlah kepala keluarga di desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim
Tabel 3.2 Distribusi sampel penelitian pada Masyarakat Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim
+4

Referensi

Dokumen terkait

Namun penggunaan benih padi hibrida dalam rangka program P2BN tetap disarankan karena menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi.Apabila pemerintah ingin tetap

dapat diatasi dengan adanya sistem pemasaran yang baik serta dengan adanya proses pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah dan tingkat keuntungan pada produk olahan

Penulisan hasil pemeriksaan refraksi dan koreksi lensa bantu yang diperlukan meliputi identitas penderita, usia, jenis kelainan refraksi yang didapatkan pada mata kanan

Berdasarkan hasil penelitian diatas cukup jelas bahwa dukungan sosial memberikan pengaruh terhadap motivasi belajar, meski pengaruhnya tidaklah begitu besar tetapi tidak secara

Batzuen eta besteen hizkuntzak gerturatzeko ahalegina egitea eskatzen du aniztasun horrek, eta, horrenbestez, ikasgaitzat hartzen dute hori bera ere.

Berbicara menurut Tarigan ( 2008:16-17) merupakan kemampuan dalam mengucapkan bunyi artikulasi atau kata dalam mengespesikan, mengungkapkan rasa dan de-ide. Tetapi

orang sama, jadi kalau 5 orang membuat 5 kursi dalam 5 hari, artinya 1 orang membuat 1 kursi dalam 1 hari. Namun, pada sela-sela potongan percakapan FH seringkali mengungkapkan

Setelah dilakukan pewarnaan Gram dari koloni bakteri 20 sampel yang diduga Streptococcus yang diuji kemu- dian dilakukan pengamatan dengan menggunakan