• Tidak ada hasil yang ditemukan

Trapmed Koreksi Refraksi Blok 16

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Trapmed Koreksi Refraksi Blok 16"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERIKSAA

PEMERIKSAAN N REFRAKSIREFRAKSI

STANDAR KOMPETENSI STANDAR KOMPETENSI

Setelah melakukan pelatihan ketrampilan klinik pemeriksaan Setelah melakukan pelatihan ketrampilan klinik pemeriksaan refraksi, mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refraksi dan refraksi, mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refraksi dan koreksi refraksi pada pasien.

koreksi refraksi pada pasien.

KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

Setelah melakukan pelatihan ini diharapkan : Setelah melakukan pelatihan ini diharapkan :

1.

1. MahasiswMahasiswa a mampu mampu menjelaskan menjelaskan tujuan tujuan pemeriksaapemeriksaan n refraksirefraksi 2.

2. MahasiswMahasiswa a mampu mampu melakukan melakukan pemeriksaan pemeriksaan refraksirefraksi 3.

3. MahasiswMahasiswa a mampu mampu menentukan menentukan jenis jenis gangguan gangguan refraksirefraksi 4.

4. MahasiswMahasiswa a mampu mampu menentukan menentukan seberapa seberapa besar besar gangguangangguan refraksi yang terjadi

refraksi yang terjadi 5.

5. MahasiswMahasiswa a mampu mampu menentukan menentukan jenis jenis dan dan besar besar koreksikoreksi refraksi yang diperlukan

refraksi yang diperlukan

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Pemeriksaan refraksi termasuk pemeriksaan mata

Pemeriksaan refraksi termasuk pemeriksaan mata dasar yangdasar yang banyak dilakukan baik di pusat pelayanan kesehatan maupun di banyak dilakukan baik di pusat pelayanan kesehatan maupun di tempat umum yang menjual produk untuk mengkoreksi kelainan tempat umum yang menjual produk untuk mengkoreksi kelainan refraksi

refraksi seseorang. seseorang. Pemeriksaan Pemeriksaan ini ini bertujuan bertujuan untuk untuk mengetahuimengetahui  jenis kelainan refraksi dan mengukur besarnya kelainan tersebut yang  jenis kelainan refraksi dan mengukur besarnya kelainan tersebut yang perlu dikoreksi. Pemeriksaan refraksi terdiri dari pemeriksaan perlu dikoreksi. Pemeriksaan refraksi terdiri dari pemeriksaan subyektif dan obyektif.

(2)

Gambar 1. Retinoscopy

Pemeriksaan refraksi obyektif dilakukan menggunakan alat retinoscopy  dan auto-refractor  yang hasilnya dapat dilihat atau diukur langsung, tidak tergantung apa yang dikatakan oleh penderita kepada pemeriksa. Hasil pemeriksaan refraksi subyektif sangat tergantung yang dikatakan penderita kepada pemeriksa. Metode pemeriksaan subyektif antara lain menggunakan metode best vision sphere, sphero-sylindrical dan  near refraction  dengan menggunakan phoropter atau lensa coba (trial lens) yang dipakaikan pada penderita. Mengingat masing-masing metode memilki kelebihan dan kekurangan maka biasanya kedua jenis pemeriksaan tersebut dilakukan bersama. Pemeriksaan dengan retinoscopy   dan auto-refrakter   membutuhkan keahlian tingkat lanjut seorang ahli mata, dan alat phoropter  termasuk alat yang berat, rentan dan mahal, maka yang akan dilakukan pada ketrampilan dasar pemeriksaan mata adalah metode pemeriksaan yang paling umum digunakan yaitu secara subyektif menggunakan set alat trial lens.

(3)

Gambar 2. Pemeriksaan refraksi menggunakan phoropter 

(4)

Gambar 4. Set alat trial lens

KELAINAN REFRAKSI

Seseorang dengan kelainan refraksi akan datang dengan mata yang tampak normal dengan keluhan sulit melihat dengan jelas. Kelainan refraksi terjadi karena kelainan bentuk dan ukuran bola mata, sehingga seseorang membutuhkan kaca mata atau lensa kontak (contact lens) agar dapat melihat dengan jelas dan nyaman. Kelainan refraksi terdiri dari miopia, hiperopia, astigmatisma dan presbiopia. Besarnya kelainan refraksi dan koreksi yang perlu dilakukan tergantung pada kelengkungan kornea, lensa dan panjang bola mata.

Pada mata normal (emetrop) sinar yang masuk akan difokuskan tepat pada retina, sedangkan pada mata ammetrop sinar tidak tepat jatuh di retina sehingga tidak didapatkan bayangan benda yang jelas.

(5)

Gambar 5. Pembiasan sinar mata emetrop

Gambar 6. Pembiasan sinar mata miopia

Berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi,  jatuh pada fokus yang berada di depan retina akan menimbulkan

kelainan yang disebut miopia. Dalam keadaan ini obyek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen, membentuk lingkaran difus dengan akibat bayangan kabur. Miopia terdiri dari miopia axial yaitu bila sumbu mata lebih panjang dari normal dan miopia pembiasan bila daya bias lebih besar dari normal misalnya pada orang dengan lensa terlalu cembung. Koreksi miopia harus diberi kaca mata sferis lensa negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.

(6)

Sinar yang difokuskan di belakang retina menyebabkan keadaan hipemetropia yang juga dapat disebabkan sumbu mata terlalu pendek disebut hipermetropia axial atau karena daya bias lensa kurang dari norma akibat kornea terlalu datar atau lensa yang menipis sehingga disebut hiperopia bias. Pada waktu koreksi hipermetropia harus diberi lensa positif sekuat-kuatnya.

Gambar 7. Pembiasan sinar pada mata hipermetropia

Pada astigmatisma sinar yang masuk mata tidak difokuskan pada satu titik diretina melainkan pada bidang bias masing-masing.  Ada dua jenis astigmatisma yaitu irreguler yang memiliki titik bias

tidak teratur dan jenis reguler yang titik bianya tertatur pada sumbu mata. Kelainan astigmatisme ireguler terdapat pada ketidakteraturan permukaan kornea yang dapat dinilai dengan tes menggunakan keratoskop plasido berupa piringan datar bergambar lingkaran-lingkaran hitam putih concentrik dengan lubang kecil ditengahnya.

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN

T R IA L F R A M E dan T R IA L L E N S  

Tujuan Pemeriksaan

1. Menentukan jenis lensa bantu yang memberikan penglihatan paling jelas untuk mengkoreksi kelainan refraksi

2. Menentukan jenis lensa bantu yang memberikan penglihatan paling nyaman untuk mengkoreksi kelainan refraksi

(7)

Alat Yang Perlu Dipersiapkan 1. Penggaris

2. Optotype Snellen

3. Set alat trial frame dan trial lens (kaca mata dan lensa coba) 4. Keratoskop Plasido

5. Kartu baca dekat

Cara Pemeriksaan

Persiapkan penderita untuk duduk sejajar pada jarak 6 meter dari optotype snellen (=d). Tentukan dahulu ketajaman penglihatan masing-masing mata, dengan menutup mata yang tidak diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan menunjukkan huruf-huruf pada optotype snelen mulai dari deretan huruf terbesar sampai deretan huruf terkecil yang masih dapat dilihat atau dibaca dengan jelas dan lengkap (=D). Disebelah kanan deretan huruf tersebut, tertera angka yang menunjukkan jarak dalam meter yang masih dapat dibaca mata normal (emmetrop). Ketajaman penglihatan ditentukan dengan rumus snellen yaitu V= d/D, harga d selalu 5 atau 6 meter.

Ukur jarak pupil (PD/Pupil Distance) kedua mata untuk mengukur jarak frame  kanan dan kiri pada trial frame  yang akan dipasangkan dan kaca mata atau lensa bantu koreksi nantinya. Tentukan jarak pupil mata kanan dan kiri dengan meletakkan penggaris di depan kedua mata, kemudian mengarahkan senter di tengah kedua mata pasien. Perhatikan reflek cahaya pada kedua kornea mata, kemudian ukur jarah antara kedua reflek tersebut dalam mm maka didapatkan jarak pupil untuk penglihatan dekat. Tambahkan 2mm untuk jarak pupil untuk penglihatan jauh.

Bila hasil visus awal adalah 6/6, maka kemungkinan keadaan mata adalah emmetropia atau hipermetropia dengan akomodasi. Pasang kaca mata coba pada posisi yang tepat yaitu jarak pupil untuk penglihatan dekat. Pasang penutup (occluder ) di depan salah satu mata yang belum akan diperiksa.

(8)
(9)

Pemeriksaan dimulai dengan memberikan lensa speris positif (+)0,25D. Ulangi pemeriksaan dengan meminta penderita membaca semua deretan huruf snellen dari yang terbesar hingga terkecil yang masih dapat dibaca dengan jelas dan lengkap.

Bila dengan lensa ini deretan huruf 6/6 yang semula jelas menjadi kabur maka berarti mata penderita adalah emmetropia. Pada hipermetropia, mata dapat melihat huruf-huruf yang lebih kecil dari 6/6 dengan akomodasi. Untuk koreksinya, pemeriksa mulai dengan memberikan lensa positif (+)0,25D, berturut-turut meningkat 0,25D. Hal ini adalah usaha untuk membuat mata menjadi emmetrop dengan mengurangi akomodasi, sebagai hasilnya diharapkan penderita dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan jelas tanpa akomodasi. Lensa positif terkuat dimana mata hipermetropia masih dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan jelas menunjukkan besar kelainan hipermetropianya.

Bila visus kurang dari 6/6, lanjutkan dengan tes  pinhole dengan meletakkan  pinhole didepan mata yang diperiksa. Bila dengan tes  pinhole  ketajaman penglihatan menjadi lebih baik maka terbukti pasien mengalamai kelainan refraksi, namun bila pada tes pinhole tidak mengalami perbaikan maka pasien tidak mengalami kelainan refraksi dan perlu dirujuk untuk pemeiksaan mata lebih lanjut.

(10)

Gambar 9. Cara pemasangan lensa coba pada kaca mata coba

Bila visus kurang dari 6/6 dengan tes pinhole positif, maka kemungkinan mata termasuk miopia. Untuk menilai besar miopia, dimulai dari lensa negatif (-)0,25D, ditambahakan berturut-turut -0,25 sampai pada lensa negatif terlemah penderita dapat membaca deretan huruf 6/6.

Untuk melakukan koreksi, kadang terdapat beberapa jenis kekuatan lensa yang pas untuk digunakan melihat dengan jelas, namun tidak semua lensa tersebut akan nyaman digunakan sebagai lensa bantu. Hanya akan ada satu jenis kekuatan lensa yang memberikan penglihatan yang jelas dan kenyamanan saat dipakai sebagai lensa bantu yaitu lensa yang akan meminimalkan akomodasi penderita. Untuk melakukan koreksi perlu dicoba beberapa jenis kekuatan lensa secara berurutan yang tetap memberikan penglihatan yang jelas dan kenyamanan saat membaca huruf tersebut.

(11)

Seseorang dengan miopia bila diberikan lensa bantu negatif yang terlalu lemah akan menimbulkan ketidaknyamanan karena membuat orang tersebut berakomodasi untuk dapat melihat dengan  jelas atau pada hiperopia yang diberikan lensa positif terlalu kuat akan

menyebabkan pandangan orang tersebut kabur. Jadi bila pasien miopia dikoreksi dengan -3,0D memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25D, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi. Demikian pula pada penderita hipermetropia, perlu ditambah atau kurangkan kekuatan lensa sampai didapatkan visus terbaik (trial and error ). Ketepatan koreksi sangat ditentukan oleh ketepatan ukuran lensa bantu yang dapat membiaskan sinar tepat pada retina dengan akomodasi lensa yang minimal agar penderita dapat melihat dengan jelas dan nyaman. Orang yang tidak mengontrol akomodasinya sering menyatakan bahwa kadang ia melihat deretan huruf yang sama secara jelas dan kabur. Hal tersebut harus dapat dikontrol oleh pemeriksa.

Usahan untuk melakukan pemeriksaan refraksi secepat mungkin untuk menghindari kebosanan dari penderita yang akan mempengaruhi keakuratan hasil pemeriksaan. Terutama pada anak-anak yang cepat bosan sehingga perlu banyak dihibur untuk membantu konsentrasinya dan orangtua yang cepat lelah sehingga pemeriksaan dapat diteruskan di lain waktu.

Pemeriksaan kelainan refraksi astigmatisme dapat dilakukan dengan metode refraksi spero-cylindrical menggunakan lensa silindris untuk mengoreksinya. Selain itu dapat juga menggunakan keratoscop palsido. Pemeriksaan astigmatisme dengan ketatoskop plasido bertujuan untuk mengetahui keteraturan permukaan kornea. Ketatorkop plasido diletakkan kurang lebih 20cm didepan mata orang yang diperiksa, kemudian penderita diminta terus memandang lubang keratoskop. Dari lubang tersebut pemeriksa dapat melihat bayangan lingkaran pada kornea. Bila kornea bulat sempurna, yang tampak adalah lingkaran konsentrik. Bila ada meredian yang lebih melengkung daripada yang lain tegak lurus pada meredian I tadi,

(12)

maka tampak lingkaran-lingkaran lonjong sehingga disebut sebagai astigmatisme reguler. Pada astigmatisme irreguler, bentuk bayang garis hitam putih yang tampak tidak teratur.

Pemeriksaan adanya presbiopia berhubungan dengan keluhan membaca dekat dan usia lanjut, karena presbiopia biasanya terjadi pada usia diatas 38 tahun. Metode yang digunakan adalah near refraction dengan kartu baca dekat. Sebelumnya sesuakan jarak pupil penglihatan dekat pada kaca mata coba. Berikan lensa speris (+) umumnya disesuaikan umur S+1,00D (usia 40 tahun), S+1,50D (45 tahun) hingga S+3,00D (60 tahun). Minta penderita untuk membaca kartu baca dekat pada jarak baca yang baik (±30 cm).

Mengingat pemeriksaan ini adalah subyektif, maka dapat terjadi kasus maligering terutama pada anak-anak yang hanya ingin memakai kaca mata sepeti orang tuanya atau pada orang dengan kelainan perilaku. Gunakan plano test pada lensa coba untuk mengetes adanya maliongering dan lihat adanya perbaiakan. Pindahkan anak lebih dengan kartu snellen dan ulangi pemeriksaan tajam penglihatan bila tidak ada perbaikan maka dapat dikatakan penderita berpura-pura mengalami kelaian refraksi.

Penulisan hasil pemeriksaan refraksi dan koreksi lensa bantu yang diperlukan meliputi identitas penderita, usia, jenis kelainan refraksi yang didapatkan pada mata kanan (OD/Oculi dextra) dan mata kiri (OS/Oculi sinistra), jarak pupil (PD) penglihatan jauh dan dekat dan besarnya koreksi yang diperlukan.

Nama : Tn. A Usia : 30 tahun Myopia R/ OD S

 –

 2,25D OS S

 –

 3,24D PD 64/62mm  Addisi ODS S+ 1,50 D Paraf :

(13)
(14)

DAFTAR PUSTAKA

 Anonymous, 2009, Introduction to Refraction-Student Manual , ICEE Refractive Error Training Package

Casser L., Carmiencke K., Goss D.A., Kneib B.A., Morrow D., Musick J.E., 2005, Optometric Clinical Practice Guideline Comprehensive Adult Eye and Vision Examination, Reference Guide for Clinicians, Second Edition, American Optotric  Association, St. Louis.

Naidoo K., Govender P., 2002, Case Finding in the Clinic: Refractive Errors, Community Eye Health Vol 15 No. 43 2002 p39-40

Rahayu A.M., 2009, Buku Penuntun Praktikum Fisiologi Program Studi S1 Farmasi Universitas Mulawarman, Laboratorium Ilmu Faal Program Studi Kedokteran Umum Universitas Mulawarman, Samarinda.

(15)

SKENARIO

Seorang pasien laki-laki usia 25 tahun datang ke poli mata rumah sakit anda dengan keluhan kabur ketika melihat jauh, kesulitan membaca atau melihat benda kecil harus dari dekat dan lekas lelah ketika membaca buku. Lakukan pemeriksaan kelainan refraksi yang diperlukan.

(16)

CEK LIST PENILAIAN KETRAMPILAN PEMERIKSAAN REFRAKSI

No ASPEK YANG DINILAI SKOR

0 1 2 1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri

2. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan

3. Mempersiapkan alat berupa penggaris, set trial frame dan trial lens, keratoskop placido dan optotype snellen

4. Mempersilahkan penderita duduk nyaman pada jarak 6 meter dari snellen chart

5. Tentukan jarak pupil mata kanan dan kiri dengan meletakkan penggaris di depan kedua mata, kemudian mengarahkan senter di tengah kedua mata pasien. Perhatikan reflek cahaya pada kedua kornea mata, kemudian ukur jarah antara kedua reflek tersebut dalam mm maka didapatkan jarak pupil untuk penglihatan dekat. Tambahkan 2 mm untuk  jarak pupil untuk penglihatan jauh.

6. Memeriksa tajam penglihatan masing-masing mata penderita dengan meminta penderita membaca deretan hurup pada kartu snellen dari yang terbesar hingga terkecil yang masih dapat dibaca jelas dan lengkap

7. Menentukan nilai ketajaman penglihatan (visus) dengan membaca hasil pada sebelah kanan kartu snellen (sesuai huruf yang masih dapat dibaca dengan jelas dan lengkap)

(17)

8. Bila hasil visus 6/6, pemeriksa mulai memasangkan trial lens dengan kekuatan +0,25D untuk membedakan mata emmetrop dan hipermetrop. Pasang kaca mata coba pada posisi yang tepat yaitu  jarak pupil untuk penglihatan dekat. Pasang penutup (occluder ) di depan salah satu mata yang belum akan diperiksa.

9. Bila penderita menyatakan kabur pada deretan huruf yang tadi dapat dibaca dengan jelas berarti penderita termasuk emmetropia

10. Pada hipermetropia, mata dapat melihat huruf-huruf yang lebih kecil dari 6/6 dengan akomodasi. Untuk koreksinya, pemeriksa mulai dengan memberikan lensa positif (+)0,25D, berturut-turut meningkat 0,25D. Lensa positif terkuat dimana mata hipermetropia masih dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan jelas menunjukkan besar kelainan hipermetropianya

11. Bila visus kurang dari 6/6, lanjutkan dengan tes  pinhole  dengan meletakkan  pinhole  didepan mata

yang diperiksa. Bila pinhole positif, maka kemungkinan mata termasuk miopia

12. Nilai besar miopia, dimulai dari lensa negatif (-)0,25D, ditambahakan berturut-turut -0,25 sampai pada lensa negatif terlemah penderita dapat membaca deretan huruf 6/6.

13. Koreksi kelainan refraksi penderita dengan menambah atau mengurangi kekuatan lensa sesuai kelainan untuk mengurangi akomodasi penderita hingga penderita jelas melihat dan nyaman menggunakan jenis lensa tersebut.

(18)

14. Lakukan pemeriksaan kelainan refraksi astigmatisme menggunaklan keratoskop plasido dengan meletakannya ±20 cm di depan mata penderita dan minta penderita terus memandang lubang keratoskop 15. Lihat bayangan lingkaran dari lubang pada kornea.

Bila tampak lingkaran konsentrik berarti kornea bular sempurna, sedangkan bila ada meredian yang lebih melengkung berarti terdapat astigmatisme irreguler 16. Laporkan dan catat hasil pemeriksaan dan koreksi

Gambar

Gambar 1. Retinoscopy
Gambar 2. Pemeriksaan refraksi menggunakan phoropter 
Gambar 4. Set alat trial lens
Gambar 5. Pembiasan sinar mata emetrop
+4

Referensi

Dokumen terkait

The purpose of this research is to know how is the condition of tourism in Kediri Residency, to analyse the loyalty level of local tourism who have ever go to Kediri

terlibat dalam tiap transaksi atau pertukaran merupakan pengukur dan bahan olah akuntansi yang

Kode Barang Asal-usul Cara Nomor Bahan Nomor Register Merk / Type Ukuran /cc Nama Barang /.

pada angka 2 huruf b) telah habis masa berlakunya, tetap dinyatakan memenuhi syarat administrasi dan ditindaklanjuti dengan verifikasi faktual. 5) Dalam hal alamat

b. Karakteristik individu adalah potensi insani yang masih “tertanam” pada diri setiap individu dan siap untuk dimunculkan. Karakteristik individu diukur melalui alat

Penambahan NaOH berpengaruh nyata terhadap waktu retensi antikoagulan, waktu retensi koagulan, pH, kadar abu, kadar zat menguap, nilai P o dan PRI, tetapi berpengaruh tidak

- Dinilai dari aspek manajemen Koperasi Serba Usaha Karyawan Pemerintah Kota Semarang tahun 2011 adalah termasuk baik dengan hasil skor 11,50 dari keseluruhan skor 15.

[r]