• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak pidana pemalsuan data dalam undang-undang no. 11 tahun 2008 tentang ite dan kajian hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tindak pidana pemalsuan data dalam undang-undang no. 11 tahun 2008 tentang ite dan kajian hukum Islam"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

HURRIYATUL FIKRIYAH

NIM: 107045101833

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKUKTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

HURRIYATUL FIKRIYAH

107045101833

Dibawah Bimbingan :

Pembimbing I : Pembimbing II :

Zubir Laini, S.H Dr.H.M.Nurul Irfan, M.Ag

NIP. 150009273 NIP. 197308022003121001

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 21 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program

Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Kepidanaan Islam (Siyasah Syar’iyyah).

Jakarta, 21 Juni 2011

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP 195505051982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Dr. Asmawi M.Ag

NIP197210101997031008

2. Sekretaris : Afwan Faizin M.Ag

NIP 197210262003121001

3. Pembimbing I : Zubir Laini, S.H

NIP 150009273

4. Pembimbing II : Dr.H.M.Nurul Irfan, M.Ag NIP 197308022003121001

5. Penguji I : Dr. Asmawi M.Ag NIP 197210101997031008

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Sarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 06 Juni 2011

(5)

i

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT yang telah menciptakan

manusia dengan kesempurnaan sehingga dengan izin dan berkah-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Allah SWT dan

seluruh umat manusia yang mencintai ilmu. Shalawat serta salam selalu tercurahkan

kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW, atas tetesan darah dan air mata

beliaulah kita mampu berdiri dengan rasa bangga sebagai umat Islam yang menjadi

umat yang terbaik diantara semua kaum. Tidak lupa kepada keluarga, para sahabat,

serta yang mengamalkan sunnahnya dan menjadi pengikut setia hingga akhir zaman.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari akan pentingnya orang-orang

yang telah memberikan pemikiran dan dukungan secara moril maupun spiritual

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai yang diharapkan karena adanya mereka

segala macam halangan dan hambatan yang menghambat penulisan skripsi ini

menjadi mudah dan terarah. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada yang terhormat Bapak:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM selaku Dekan Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(6)

ii

menyelesaikan studi srata 1 dengan sebaik-baiknya.

3. Afwan Faizin, MA., Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah yang telah

banyak membantu penulis untuk melengkapi berbagai macam keperluan

berkas-berkas persyaratan untuk menggapai studi strata 1 dengan

sebaik-baiknya.

4. Prof. Masykuri Abdillah selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan arahan dalam proses pembuatan proposal skripsi ini sehingga

skripsi dapat diseminarkan dengan baik.

5. Zubir Laini, SH dan Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag selaku dosen pembimbing

yang telah memberikan banyak bimbingan, petunjuk dan nasehat yang

berguna bagi penulis selama proses penulisan skripsi ini sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

6. Segenap Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang dengan Ikhlas menyalurkan ilmu dan pengetahuannya secara ikhlas dalam kegiatan belajar

mengajar yang penulis jalani.

7. Kedua orang tua penulis yang membantu dengan sekuat tenaga dan

(7)

iii dukungan kepada penulis.

8. Bapak Ferdinandus Setu, SH, MH., sebagai Kepala Sub Bagian Penyusunan

rancangan Peraturan Sekretariat Ditjen Aplikasi Informatika, Kementerian

Komunikasi dan Informatika (Jl. Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Pusat)

yang telah bersedia untuk diwawancara oleh penulis dan membantu

memberikan data dan berbagai artikel dalam kegiatan penelitian.

9. Teman-teman Program Studi Pidana Islam Angkatan 2007 terima kasih telah

menemani saya selama kuliah dan memberikan inspirasi untuk berjuang

dalam hidup, terutama ( Shanti, Rahmah, Farhan, Novi, Ridho ) terimakasih

sebanyak-banyaknya yang selalu bersedia menemani penulis baik berdiskusi

maupun berpetualang, dan mohon maaf semuanya saya lulus duluan.hehee, 

10.Teman-teman Program Studi Pidana Islam Angkatan 2008 dan Angkatan

2008 terutama ( Indah, Amin, Fahdun, Rada, Maul ) terima kasih telah banyak

memberi semangat dan do’anya.

Tiada cita dapat terwujud dengan sendirinya kecuali dengan

pertolongan Allah SWT sehingga penulis dapat memberikan kontribusinya

(8)

iv Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Jakarta, 06 Juni 2011

(9)

v

DAFTAR ISI ……….. v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……….………... 1 B. Pembatasa dan Perumusan Masalah ………...………... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………….…………...…………. 7 D. Metode Penelitian ……….. 9

E. Sistematika Penulisan ………... 10

BAB II KONSEP TINDAK KEJAHATAN PEMALSUAN DATA

A. Kejahatan Komputer ……….... 11

B. Kendala Menciptakan Masyarakat Informasi ……….. 13 C. Faktor Pendorong Laju Pertumbuhan Tindak Pidana Pemalsuan

Data ………. 21

BAB III KETENTUAN DAN SANKSI HUKUMAN BAGI PELAKU TINDAK KEJAHATAN PEMALSUAN DATA

A. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Data Menurut

Hukum Islam

(10)

vi

dalam UU ITE ………... 43

BAB IV TINDAK PIDANA PEMALSUAN DATA SERTA

PENANGGULANGAN MENURUT UU ITE DAN HUKUM ISLAM

A. Pemalsuan Data Menurut Undang-Undang ITE

1. Penjelasan atas Undang-Undang ITE ……… 47

2. Definisi Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pemalsuan Data

Menurut Undang-Undang ITE ……….. 51

B. Jenis-Jenis Tindak Pidana Pemalsuan Data ………... 56 C. Definisi Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pemalsuan Data

menurut Hukum Islam ……… 59

D. Penanggulangan Kejahatan Pemalsuan Data dalam UU ITE …. 65

E. Analisis Pandangan Hukum Islam dan UU ITE Terhadap Tindak

Pidana Pemalsuan Data ………... 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……….. 71

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadirnya masyarakat informasi (information society) yang diyakini

sebagai salah satu agenda penting masyarakat dunia pada milenium ketiga, antara

lain ditandai dengan pemanfaatan internet yang semakin meluas dalam berbagai

aktifitas kehidupan manusia, bukan saja di Negara-negara maju tapi juga di

Negara berkembang termasuk Indonesia. Fenomena ini pada gilirannya telah

menempatkan Informasi sebagai komoditas ekonomi yang sangat penting dan

menguntungkan.1

Kecanggihan Teknologi Informasi ini telah memberikan fasilitas-fasilitas

dan kemudahan-kemudahan yang sangat membantu pekerjaan manusia serta

kebutuhan-kebutuhan lainya. Perpaduan teknologi komputer dengan teknologi

telekomunikasi telah mampu menciptakan jaringan-jaringan atau komputer

network yang bersifat mendunia, aplikasinya pun kini semakin berkembang

bukan hanya di lingkungan Universitas, Pusat penelitian dan Laboratorium untuk

keperluan yang bersifat ilmiah atau Riset, akan tetapi kini telah berkembang di

lingkungan perusahaan, Perbankan, Instansi Pemerintah, Militer, Hukum dan

1

Ashadi Siregar, Negara, Masyarakat, dan Teknologi Informasi, makalah pada Seminar Teknologi Informasi, Pemberdayaan Masyarakat, dan Demokrasi, Yogyakarta, 19 September 2001. h. 47

(12)

Peradilan dan individu / perorangan.2 Sebagaimana yang diungkapkan oleh

Soerjono Soekanto bahwa, “Pembangunan merupakan perubahan terencana dan

teratur yang antara lain mencakup aspek-aspek politik, ekonomi, demografi,

psikologi, huku, intelektual maupun teknologi.”3

Kini ada kecenderungan bahwa berbagai kebijakan didasarkan pada

sistem komputer. Internet saat ini telah menghubungkan jaringan komputer lebih

dari tiga ratus ribu (300.000) network of networks yang menjangkau sekitar

seratus (100) Negara di dunia setiap 30 menit (waktu rata-rata) muncul satu

jaringan tambahan lagi atau ratusan halaman informasi web pages yang baru

tersajikan setiap menitnya sehingga memperkaya khazanah yang telah ada yaitu

sekitar lima puluhan juta halaman, ditafsirkan bahwa memakai internet akan

melonjak melebihi seratus juta orang di awal tahun 2000. Sekarang bahkan telah

terdapat TV net yaitu Pesawat Televisi dengan kemampuan menjelajahi Informasi

dan membuat orang yang sama sekali tidak mengetahui kemampuan, dan

membuat orang yang sama sekali tidak mengetahui pengetahuan tentang

komputer dapat memanfaatkan kecanggihan teknologi information super

highway bagi kehidupan mereka sehari-hari, misalnya untuk berbelanja jarak

jauh, menyaksikan live concert, mengikuti seminar internasional, melacak

informasi dan sebagainya.

2

Budi Raharjo, Pernak Pernik Peraturan dan Pengaturan Cyberspace di Indonesia, 2003. h. 107

3

(13)

Ada juga teknologi Wireless Application Protocol (WAP) yang

memungkinkan teknologi telepon genggam mengakses internet, membayar

rekening bank, sampai dengan memesan tiket pesawat Fenomena tersebut

menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kehidupan masyarakat modern

terhadap teknologi komputer, sehingga komputer merupakan teknologi kunci

keberhasilan pembangunan pada masa sekarang dan masa yang mendatang,

dengan kata lain kehadiran teknologi di bidang komputer merupakan kebutuhan

yang tidak dapat dielakkan untuk menunjang pembangunan nasional. Namun di

samping itu patut pula disadari bahwa perkembangan teknologi komputer

tersebut dapat atau telah menimbulkan berbagai kemungkinan yang buruk baik

yang diakibatkan karena keteledoran, dan kekurang mampuan maupun

kesengajaan yang dilandasi karena itikad buruk, oleh sebab itu kebijakan

pengembangan teknologi komputer harus pula diimbangi dengan kebijakan di

bidang proteksinya, terutama kebijakan yang berkaitan dengan proteksi

yuridisnya (dengan peraturan perundang-undangan).4

Fenomena tindak kejahatan pada internet memang harus diwaspadai

karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya.

Kejahatan pada internet dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak

diperlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan. Bisa

4

(14)

dipastikan dengan sifat global internet, semua negara yang melakukan kegiatan

internet hampir pasti akan terkena impas perkembangan kejahatan ini.

Dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE tersirat

perbuatan pemalsuan data yakni terdapat dalam Pasal 31 ayat (1) (2) dan (3),

Pasal 32 ayat (1) (2) dan (3).

Pemberlakuan UU ITE ini dapat dikatakan sebagai ketentuan aturan

hukum dalam menjerat pelaku cyber crime yang dalam penelitian ini dikhususkan

dalam kasus pemalsuan data. Menurut perspektif hukum pidana Islam (Fiqih

Jinayah), karena di dalam undang-undang tersebut telah memenuhi unsur-unsur

yang ada dalam fiqih jinayah. Penerapan sanksi yang diberikan kepada pelaku

pemalsuan data ini menurut fiqih jinayah dengan menggunakan sanksi ta’zir, di

mana sanksi ta’zir ini hukumannya tidak ditentukan oleh nas maupun hadis,

melainkan diserahkan kepada Ulil Amri. Tujuan dari sanksi ta’zir ini untuk

memberikan rasa jera pada setiap pelaku jarimah.

Dalam kajian hukum Islam tindak kejahatan pemalsuan data pada jaringan

internet ini bisa diqiyaskan dengan tindakan penipuan atau pencurian data

informasi, yang mana dalam hal ini terdapat dalil yang berkaitan tentang

penelitian ini, yaitu:

Surat Al-Hajj (ayat 30)

...





















(15)

Artinya : “…….. Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.”

Sehubungan dengan hal di atas menarik perhatian penulis untuk menyusun

skripsi yang berjudul : ”TINDAK PIDANA PEMALSUAN DATA DALAM UNDANG UNDANG NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN KAJIAN HUKUM ISLAM”

B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah

Penelitian ini menjelaskan kejahatan pada internet dalam kasus tindak

pidana pemalsuan data pada internet, perkembangan kejahatan pada internet, dan

upaya penanganannya dalam era informasi yang semakin meningkat pada zaman

sekarang ini dari apa yang terkandung dalam UU No.11 Tahun 2008 ITE dan

konsep-konsep yang ada dalam hukum pidana Islam.

Untuk mendapatkan pembahasan yang objektif, maka dalam skripsi ini

penulis membatasi, meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Tindak Pidana Pemalsuan data yang penulis maksud, adalah tindak

kejahatan pemalsuan data yang dijelaskan di dalam Kitab

Undang-Undang ITE dan mengkaji dengan kacamata hukum Islam.

2. Tinjauan hukum Islam yang penulis maksud, adalah ancaman hukuman,

dan penanganan tindak kejahatan pemalsuan data dalam hukum Islam.

3. UU NO.11 tahun 2008 tentang ITE yang penulis maksud adalah tindak

(16)

tersebut, dengan memperhatikan pasal-pasal yang berhubungan dalam

tindak kejahatan tersebut.

Dari pembatasan masalah diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Apa sanksi hukum yang ditentukan dalam perundang-undangan Indonesia

yang khususnya pada UU ITE terhadap pelaku tindak kejahatan

pemalsuan data?

2. Adakah sanksi hukum yang ditentukan dalam hukum Islam terhadap

pelaku tindak kejahatan pemalsuan data?

3. Bagaimana upaya menanggulangi tindak kejahatan pemalsuan data pada

komputer yang semakin canggih di zaman modern sekarang ini?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum, studi ini bertujuan, yang pertama, menjelaskan secara

komprehensif tindak kejahatan pemalsuan data dengan perundang-undangan

khusus di Indonesia, yang berupa Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik. Yang pada gilirannya menggambarkan wujud transformasi hukum

pidana islam ke dalam hukum pidana nasional. Adapun secara spesifik

penelitian ini bertujuan:

a. Menjelaskan mengenai pengertian tindak kejahatan pemalsuan data

(17)

b. Untuk mencari jalan keluar dalam memberikan sanksi sebagai bentuk

pencegahan dari tindak kejahatan pemalsuan data dalam

Undang-Undang ITE.

c. Untuk mengetahui ketentuan khusus yang terkandung didalam

perundang-undangan khususnya di dalam Undang-Undang ITE,

mengenai efek yang akan dialami masyarakat informasi mengenai

tindak kejahatan pemalsuan data.

d. Mencari jawaban atas permasalahan serta upaya menanggulangi tindak

kejahatan pemalsuan data.

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Hasil penelitian ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui

seberapa besar pengaruh dunia internet di dalam meningkatnya

kriminalitas (kejahatan).

b. Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menambah khazanah keilmuan

bagi pembaca.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis khususnya

dan masyarakat pada umumnya, agar berhati-hati dalam dunia

(18)

d. Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk mempermudah pembaca

dalam memahami tindak kejahatan pada komputer khususnya jaringan

internet.

D. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode Deskriptif

Analitis yaitu menggambarkan dan memaparkan secara sistematis tentang apa

yang menjadi objek penelitian dan kemudian dilakukan analisis.5

Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian normatif

yaitu suatu penelitian dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang

telah ada. Dalam mengolah dan menganalisa data, penulis menggunakan metode

kualitatif dengan cara menggambarkan permasalahan yang akan dibahas dengan

mengambil materi-materi yang relevan dan fakta-fakta dilapangan tanpa

menggunakan rumus dan angka.

Adapun mengenai sumber data yang penulis gunakan adalah sumber data

primer. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil kajian hukum terhadap

perundang-undangan, yang dalam hal ini perundang-undangan sebagai acuan

utama untuk membatasi permasalahan yang dihadapi.6 Dalam hal ini adalah

buku-buku, majalah-majalah, dan literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan

5

Dr. Johnny Ibrahim, S. H., M. Hum. Teori dan Metodologi Penenlitian Hukum Normatif.

Cet, ke-2. Bayu Media Publishing. Jakarta: 2006

6

(19)

penulisan skripsi ini. Setelah data-data terkumpul, kemudian penulis mengolah

dan menganalisa data tersebut dengan menggunakan metode :

Metode Deduktif, yaitu suatu cara menganalisa data bertitik tolak dari data

yang bersifat umum, kamudian ditarik atau diambil kesimpulan yang bersifat

khusus.

Metode Komparatif, yaitu membandingkan keduanya antara hukum Islam

dan hukum positif, dengan menganalisa keduanya.

Teknik penulisan dalam pembuatan skripsi ini mengacu kepada buku

pedoman penulisan skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2007.7

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, sama halnya dengan sistematika penulisan

pada penelitian-penelitian lainnya, yaitu dimulai dari kata pengantar, daftar isi,

dan dibagi menjadi bab dan sub bab serta diakhiri dengan kesimpulan dan saran.

Untuk lebih jelasnya pembagian bab-bab sebagai berikut :

BAB I Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, identifiksi masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

7 Fakultas Syari’ah dan Hukum Syar

(20)

BAB II Konsep tindak kejahatan pemalsuan data. Yang terdiri dari tiga sub

bab. Yang pertama, pengertian mengenai kejahatan komputer.

Kedua, kendala menciptakan masyarakat informasi. Ketiga, faktor

pendorong laju pertumbuhan tidak pidana pemalsuan data.

BAB III Ketentuan dan sanksi hukuman bagi pelaku tindak kejahatan

pemalsuan data menurut hukum Islam dan Undang Undang ITE.

Yang terdiri dari dua subbab. Yang pertama, dasar hukum serta

sanksi bagi pelaku tindak pidana pemalsuan data menurut hukum

islam. Kedua, sanksi dan ancaman pidana tindak kejahatan

pemalsuan data dalam Undang-Undang ITE.

BAB IV Tindak pidana pemalsuan data serta penanggulangan menurut

UU ITE dan Hukum Islam. Yang terdiri dari lima subbab.

Yang pertama, Pemalsuan data menurut UU ITE. Kedua,

jenis-jenis tindak pidana pemalsuan data. Ketiga, pemalsuan data

menurut hukum islam. Keempat, penanggulangan tindak

kejahatan pemalsuan data dalam UU ITE. Kelima, analisis

pandangan hukum islam dan undang-undang ITE tentang

pemalsuan data.

BAB V Penutup, yang terdiri dari dua subbab, yang pertama kesimpulan,

(21)

BAB II

KONSEP TINDAK KEJAHATAN PEMALSUAN DATA

A. Kejahatan Komputer

Kejahatan Komputer adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan memakai komputer sebagai sarana / alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi yang berbasis utama komputer dan jaringan telekomunikasi ini dalam beberapa literatur dan prakteknya dikelompokkan dalam beberapa bentuk, antara lain:8

a) Illegal Access / Akses Tanpa Ijin ke Sistem Komputer

Dengan sengaja dan tanpa hak melakukan akses secara tidak sah terhadap

seluruh atau sebagian sistem komputer, dengan maksud untuk

mendapatkan data komputer atau maksud-maksud tidak baik lainnya, atau

berkaitan dengan sistem komputer yang dihubungkan dengan sistem

komputer lain. Hacking merupakan salah satu dari jenis kejahatan ini yang

sangat sering terjadi.

b) Illegal Contents / Konten Tidak Sah

8

H. Heru Soepraptomo, Kejahatan komputer dan siber serta antisipasi pengaturan pencegahannya di Indonesia, (Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis Volume 12, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2001). h. 12.dapat diakses melalui underlaw98.tripod.com/azam3.pdf.

(22)

Kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang

sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar

hukum atau mengganggu ketertiban umum.

c) Data Forgery / Pemalsuan Data

Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen

penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet.

Kejahatan ini bisaanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce

dengan membuat seolah-olah terjadi salah ketik yang pada akhirnya akan

menguntungkan pelaku.

d) Data Theft / Mencuri Data

Kegiatan memperoleh data komputer secara tidak sah, baik untuk

digunakan sendiri ataupun untuk diberikan kepada orang lain. Identity

theft merupakan salah satu dari jenis kejahatan ini yang sering diikuti

dengan kejahatan penipuan (fraud). Kejahatan ini juga sering diikuti

dengan kejahatan data leakage.

e) Misuse of devices / Menyalahgunakan Peralatan Komputer

Dengan sengaja dan tanpa hak, memproduksi, menjual, berusaha

memperoleh untuk digunakan, diimpor, diedarkan atau cara lain untuk

kepentingan itu, peralatan, termasuk program komputer, password

komputer, kode akses, atau data semacam itu, sehingga seluruh atau

sebagian sistem komputer dapat diakses dengan tujuan digunakan untuk

(23)

sistem komputer, atau melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum

lain.

Contoh penyalahgunaan peralatan komputer : Pemalsuan data /

dokumen-dokumen, pemalsuan kartu kredit, perjudian melalui komputer, pelanggaran

terhadap hak cipta, dll.

B. Kendala Menciptakan Masyarakat Informasi

Masyarakat informasi, istilah itulah yang sedang berkembang di kalangan

praktisi telematika dan pemerintahan. Istilah masyarakat informasi menurut

Ronfeld (1992) diartikan sebagai masyarakat yang menunjukkan batas yang

semakin kabur antara perangkat keras komputer, sistem berkomunikasi dan satelit

komunikasi, jaringan global dan sebagainya (Sulistyo Basuki, 1999). Berdasarkan

definisi tersebut jelas bahwa dengan adanya masyarakat informasi, maka interaksi

antar individu satu dengan individu lainnya akan semakin dibantu dengan

keberadaan jaringan satelit komunikasi.9

Ada beberapa alasan mengapa masyarakat informasi sangat penting untuk

dilaksanakan. Pertama, masyarakat akan semakin mudah untuk menerima akses

informasi yang sedang berkembang. Ketika dulu masyarakat hanya mungkin

9

(24)

mendapatkan informasi dari koran ataupun televisi yang mungkin pembahasannya

terbatas hanya pada wacana nasional saja. Tapi ketika adanya masyarakat

informasi, maka masyarakat akan dimungkinkan untuk mengakses semua

informasi dari seluruh penjuru dunia ini tanpa adanya batasan-batasan ruang dan

waktu. Kedua, akan mengefektifkan kegiatan masyarakat. Misalnya ketika dulu

transaksi jual beli hanya bisa dilakukan ketika antara si penjual dan pembeli telah

bertemu. Tetapi ketika sudah ada sistem IT, maka transaksi jual beli

dimungkinkan dilakukan di dunia maya. Proses tawar menawar dimungkinkan

terjadi, walaupun si penjual dan pembeli tidak bertemu. Hal ini jelas akan

mengefektifkan dari semua aspek baik itu waktu, biaya, dan tenaga. Ketiga, akan

memermudah pemerintah untuk menjalankan sebagian fungsi utamanya yaitu

pelayanan dan regulasi. Di sini pemerintah bisa mengumpulkan sebanyak

mungkin masalah yang berkembang di masyarakat dan kemudian ketika sudah

ditemukannya solusi berupa kebijakan, maka pemerintah dapat mensosialisasikan

informasi itu kembali pada masyarakat.10

Namun, ternyata dalam mewujudkan masyarakat iinformasi itu sangat

sulit. Ada beberapa kendala yang menghadang terwujudnya masyarakat

informasi, yaitu :

10

(25)

1. Dana

Seperti kita ketahui utnuk membeli peralatan-peralatan IT sangat mahal

harganya dibandingkan kemampuan bangsa ini. Di saat kondisi

perekonomian negeri ini yang kurang baik, maka IT belum bisa dijadikan

prioritas utama oleh pemerintah. Pembangunan infrastruktur lain lebih

diutamakan, mengingat ternyata IT memang belum menjadi kebutuhan

primer masyarakat.

2. Konektivitas

Di mana tidak semua daerah Indonesia terkoneksi dengan audio, video,

komputer dan web-based technology. Hal ini disebabkan negara kita yang

terdiri dari berbagai kepulauan, sehingga hal ini menyulitkan pemerintah

dalam membangun infrastruktur yang mendukung sistem informasi yang

dapat dinikmati oleh semua daerah. Maka tidak mengerankan

pembangunan sistem IT masih terbatas di wilayah perkotaan, yang

mempunyai struktur geografis yang merata.11

3. Adanya kesenjangan informasi dan pengetahuan

Hambatan lain adalah masih adanya kesenjangan informasi dan

pengetahuan. Kesenjangan ini dapat terjadi apabila informasi tidak

tersebar secara merata kepada seluruh masyarakat dan apabila banyak

11

(26)

informasi yang tertutup, sehingga masyarakat mempunyai informasi yang

terbatas. Ketidakseimbangan arus informasi tersebut dapat terjadi antara

masyarakat kota dan masyarakat pedesaan, antara kelompok minoritas

=yang kaya dengan kelompok mayoritas yang miskin dan antara

kelompok elite dan massa, yang menyebabkan berkurangnya kegiatan

komunikasi dan mengurangi kegiatan persediaan dan permintaan di “pasar

informasi”, sehingga dapat mengurangi sirkulasi informasi yang lebih

bebas. Sampai saat ini masih ada kesenjangan informasi antara masyarakat

kota dengan masyarakat pedesaan dan daerah terpencil. Kesenjangan ini

disebabkan masih terbatasnya infrastruktur di daerah pedesaan dan daerah

terpencil sehingga masih kesulitan untuk mengakses informasi yang

mereka butuhkan, sedangkan di perkotaan sumber-sumber informasi itu

relatif banyak dan mudah didapatkan. Perbedaan status sosial seperti

ekonomi, pendidikan dan sebagainya juga dapat menyebabkan

kesenjangan informasi. Orang kaya cenderung mudah mendapatkan

berbagai sumber informasi, sedangkan orang miskin tidak mampu untuk

mendapatkan sumber-sumber informasi terebut karena lebih memikirkan

ekonominya dari pada memikirkan untuk mendapatkan suatu sumber

informasi. Orang yang berpendidikan tinggi juga cenderung mudah

mendapatkan sumber-sumber informasi yang mereka butuhkan,

sedangkan orang yang berpendidikan rendah akan mengalami kesulitan

(27)

4. SDM yang lemah

Sumber daya manusia yang lemah, baik di masyarakat maupun kalangan

pemerintahan itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka buta

huruf dan masih rendahnya minat baca serta masih berkembangnya tradisi

lisan, terutama pada masyarakat yang hidup di pedesaan dan daerah

terpencil. Padahal informasi dan pengetahuan bisaanya disajikan dalam

media bacaan, baik cetak maupun non cetak, seperti buku, koran, majalah,

internet dan sebagainya. Namun sadar informasi bukan hanya terbatas

pada kebisaaan membaca, tetapi lebih dari itu yaitu kesanggupan untuk

memahaminya (literasi informasi). Rendahnya kualitas sumber daya

manusia tersebut dapat menyebabkan rendahnya posisi tawar dan fungsi

kontrol mereka terhadap kelemahan berbagai lembaga pelayanan publik.12

5. Regulasi yang kacau

Hambatan terhadap kebebasan informasi ini sering disebabkan karena

adanya regulasi yang kacau. Sehingga yang terjadi adalah peraturan yang

menekan, adanya sensor, intimidasi dan kekerasan fisik, birokrasi yang

berbelit-belit, infrastruktur yang tidak memadai dan takut pada penguasa.

Hambatan terebut pernah terjadi pada masa pemerintahan orde baru, dan

12

(28)

setelah terjadi reformasi, beberapa hambatan berangsur-angsur mulai

menghilang. Namun pada saat ini yang sering terjadi adalah adanya

birokrasi yang masih berbelit-belit dan kinerja aparat pelayanan publik

yang belum transparan dan akuntabel, di sisi lain masyarakat belum

mempunyai bargaining power dan kontrol terhadap kinerja aparat tersebut.

Adanya berbagai masalah seperti tersebut di atas menyebabkan sampai

saat ini masyarakat dan negara kita belum mempunyai empowerment dalam

menghadapi era informasi yang sangat kompetitif ini. Untuk menyelesaikan

masalah tersebut maka perlu ada perhatian dari semua pihak yang terkait

seperti pemerintah, lembaga legislatif, para profesional dan sebagainya. Selain

itu keberhasilan memecahkan masalah ini juga sangat tergantung dari

partisipasi masyarakat agar selalu aktif mencari dan memanfaatkan informasi

yang dibutuhkan serta menyampaikan berbagai keluhan kepada pemerintah

apabila mendapat pelayanan informasi yang tidak sesuai dengan yang

diharapkan.13

Adapun hal–hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu :

1. Penyediaan infrastruktur pendukung IT

13

(29)

Dalam membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana

telekomunikasi seyogianya tidak hanya bertumpu kepada komunikasi

telepon kabel dan seluler/satelit saja. Melihat kondisi ekonomi kita yang

terpuruk, yang terpenting dalam pembangunan dan pengembangan sistem

komunikasi adalah segi biaya yang murah. Penghematan biaya seperti

yang diusulkan pakar telekomunikasi DR Onno Widodo Purbo (Kompas,

10/1) perlu dijadikan alternatif yang bisa dilakukan sekaligus mengurangi

ketergantungan terhadap utang luar negeri. Untuk daerah-daerah

kepulauan atau pedalaman yang sulit dijangkau komunikasi kabel dan

seluler bisa digunakan komunikasi radio, seperti HF (high frequency) dan

VHF (very high frequency). Sistem komunikasi tersebut memang sedikit

atau bahkan sudah terpinggirkan (marjinal), namun dalam kondisi

geografis dan keadaan ekonomi bangsa ini, sistem komunikasi radio itu

dapat menjadi alternatif pilihan. Sistem komunikasi utama (kabel dan

satelit) jika diintegrasikan dengan sistem komunikasi radio mungkin bisa

menjadi salah satu solusi dalam rangka pemerataan informasi.14

2. Perbaikan SDM

Untuk meningkatkan sumber daya manusia yang sadar teknologi

informasi perlu ada gerakan sadar teknologi informasi yang tidak hanya

bagi masyarakat kota, namun juga masyarakat pedesaan. Hasil survei yang

14

(30)

dilakukan Lapan pada tahun 2003, ternyata banyak operator komunikasi

radio di pemerintah kabupaten (sub bagian sandi dan telekomunikasi) di

luar Jawa yang masih memerlukan peningkatan kemampuan. Belum lagi

masih banyak ibu kota kecamatan yang belum terjangkau sarana

komunikasi sama sekali. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan pendidikan

dan pelatihan yang berkaitan dengan komunikasi radio tersebut. Perlu juga

mendorong masyarakat atau pemerintah daerah (kabupaten dan

kecamatan) untuk menggunakan sarana komunikasi alternatif (marjinal)

yang lebih murah untuk mendukung operasional rutin.

3. Dibuatnya regulasi yang mendukung penerapan IT

Sudah saatnya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dapat

mendukung diwujudkannya masyarakat informasi. Dengan demikian

maka akan ada pedoman yang jelas dalam pelaksanaan semua kegiatan

baik masyarakat dan pemerintah. Hal ini akan mengefektifkan kinerja

pemerintah dalam hubungannya pelayanan terhadapa publik. Kemudian

adanya regulasi yang tepat, akan meminimalisir kejahatan-kejahatan yang

terjadi di dunia maya.

Ketiga solusi yang saya tawarkan tadi, mungkin hanya sebagaian kecil

dari solusi-solusi yang ada. Yang terpenting disini adalah adanya kerjasama dari

(31)

pemerintah berusaha secara keras, jika ternyata tidak didukung oleh masyarakat

dan sektor swasta. Dengan kebersamaan itu penulis yakin bahwa untuk

mewujudkan masyarakat informasi, bukan cuma mimpi belaka.

C. Faktor Pendorong Laju Pertumbuhan Tindak Pidana Pemalsuan Data

Proses pembangunan yang selama ini terus menerus dilakukan merupakan

salah satu konsekuensi dari eksistensi Indonesia sebagai Negara berkembang.

Segala bentuk aktivitas pembangunan diharapkan dapat berjalan dalam koridor

yang tepat, sehingga tujuan pembangunan yang tercapainya masyarakat yang adil

dan makmur, material dan spiritual dapat segera terwujud.

Perlunya proses pembanguan dilakukan secara berkelanjutan (sus-ainable

development) merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi mengingat

besarnya resiko yang harus ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat apabila

terjadi kemandengan dalam proses pembangunan, seperti: rendahnya angka

pertumbuhan ekonomi, meningkatnya angka kriminalitas, yang semuanya akan

bermuara pada hilangnya kepercayaan masyarakat terharap pemerintah

sebagaimana pernah terjadi beberapa tahun yang lalu pada saat Indonesia diterpa

krisis moneter.15

15

(32)

Pentingnya proses pembangunan berjalan secara terencana, menyeluruh,

dan berkelanjutan dimaksudkan agar hasil pembangunan dapat memberikan

kontribusi positif bagi pembangunan bangsa. Pengalaman di beberapa Negara

berkembang menunjukkan bahwa pembangunan yang dilaksanakan tanpa

perencanaan yang akan mengakibatkan munculnya pemborosan anggaran negara

baik akibat kualitas pembangunan kualitas pembangunan yang tidak sesuai

dengan harapan maupun adanya berbagai penyelewengan anggaran Negara oleh

berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab.

Proses pembangunan hampir dipastikan akan membawa dampak yang

meluas pada berbagai aspek kehidupan manusia, seperti dikemukakan Soejorno

Soekanto bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana dan teratur yang

antara lain mencakup aspek-aspek politik, ekonomi, demografi, psikologi, hukum,

intelektual maupun teknologi.16

Berkaitan dengan pembangunan di bidang teknologi, dewasa ini

perbedaan manusia dihadirkan dengan adanya fenomena baru yang mampu

mengubah hampir setiap aspek kehidupan manusia, yaitu perkembangan

teknologi informasi melalui internet (Interconnetion Network).

Bagi sebagian orang munculnya fenomena ini telah mengubah perilaku

manusia dalam berinteraksi dengan manusia lain, baik secara individu maupun

kelompok. Di samping itu, kemajuan teknologi tentunya akan berjalan bersamaan

16

(33)

dengan munculnya perubahan-perubahan di bidang kemasyarakatan.

Perubahan-perubahan tersebut dapat mengenai nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial,

pola-pola perikelakuan, organisasi, susunan, lembaga kemasyakat, kekuasaan dan

wewenang interaksi sosial dan lain sebagainya.17

Hal yang sama dikemukakan pula oleh Satjipto Raharjo pada saat

menyatakan: “Dalam kehidupan manusia banyak alasan yang dapat di

kemukakan sebagai penyebab timbulnya suatu perubahan di dalam masyarakat,

tetapi perubahan dalam penerapan hasil-hasil teknologi modern dewasa ini

banyak disebut-sebut sebagai salah satu sebab bagi terjadinya perubahan

social”.18

Kemajuan teknologi informasi khusunya media internet, dirasakan banyak

memberikan manfaat seperti dari segi keamanan, kecepatan serta kenyamanan.

Contoh sedehana, dengan dipergunakannya media internet sebagai sarana

pendukung dalam pemesanan / reservasi tiket (pesawat terbang, kereta api),

hotel, pembayaran tagihan telepon, listrik, telah membuat konsumen semakin

nyaman dan aman dalam menjalankan aktivitasnya. Konsumen tidak perlu keluar

rumah dan antri untuk memperoleh layanan yang dinginkan karena proses

pemesanan / reservasi dapat dilakukan di dalam rumah, kantor, bahkan di dalam

17

Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: (Rajawali Pers, 1980), h. 87-88

18

(34)

kendaraan, begitu pula tingkat keamanan dalam berinteraksi relative terjamin

karena transaksi dilakukan secara on line.

Pada umumnya, bagi suatu masyarakat yang mengalami perubahan,

khusunya perubahan yang bersumber dari kemajuan teknologi akan lebih mudah

menghadapi masalah-masalah sosial. Kondisi ini dapat terjadi karena masyarakat

itu sendiri belum siap untuk menerima perubahan tersebut atau karena nilai-nilai

masyarakat yang telah berubah menilai kondisi lama sebagai kondisi yang tidak

lagi dapat diterima.19 Contoh, dampak negativ dari mulai diterapkannya proses

pemintalan benang dengan mempergunakan mesin-mesin tekstil modern untuk

menggantikan alat pemintalan benang manual / konvensional mengakibatkan

banyak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Akibat dari PHK, angka

pengangguran menjadi meningkat yang pada akhirnya akan memicu pula

terjadinya peningkatan tindak pidana / kriminalitas (instabilitas social).

Kondisi yang relatif sama akan dihadapi akibat maraknya penggunaan

media internet dalam kehidupan masyakat dewasa ini. Melalui media Internet

beberapa jenis tindak pidana semakin mudah untuk dilakukan seperti, tindak

pidana pencemaran nama baik, pornografi, perjudian, pembobolan rekening,

penipuan, pemalsuan data / dokumen-dokumen penting, hingga tindak pidana

terorisme.

19

(35)

Roy Suryo, seorang pakar teknologi informasi, dalam salah satu

penelitiannya pernah mengemukakan: Kejahatan siber (cybercrime) kini marak di

lima kota besar di Indonesia dan dalam taraf yang cukup mengkhawatirkan serta

dilakukan oleh para hacker yang rata-rata anak muda yang kelihatannya kreatif,

tetapi sesungguhnya mereka mencuri nomor kartu kredit melalui internet.

Bagaimana proses kejahatan siber tersebut terjadi? Para Hacker

melakukan pencurian melalui internet dengan cara membeli barang menggunakan

kartu kredit milik orang lain di luar negeri yang diperoleh melalui internet.

Mengenai hal ini Roy Suryo mengharapkan bahwa untuk mengantisipasi

kejahatan siber diperlukan perangkat hukum semacam badan pengawasan

penggunaan internet atau undang-undang Elektronik yang dapat memberi sanksi

hukum terhadap pelanggaran dan kejahatan di bidang tersebut.

Pernyataan di atas jelas menyiratkan bahwa kemajuan teknologi sangat

potensial terhadap munculnya berbagai bentuk tindak pidana, bahkan yang lebih

mengkhawatirkan aktivitas illegal ini dilakukan oleh kelompok masyarakat yang

selama ini dianggap jauh dari kemungkinan melakukan tindak pidana.

Oleh karena itu, agar suatu kemajuan teknologi (penemuan baru) dapat

dipergunakan ke arah kemajuan karena memang itulah yang menjadi tujuan

utama lahirnya penemuan-penemuan baru maka diharapkan inovasi akan dibawa /

(36)

kemajuan masyarakat yang diinginkan. Tanpa predisposisi, tidak mudah untuk

mengarahkan kemajuan teknik kearah kemajuan untuk masyarakat.20

Kesiapan masyarakat yang diperlukan dalam menghadapi kemajuan

teknologi dapat berwujud kesiapan infrastruktur pendukung, mental masyarakat

yang akan menghadapi kemajuan bahkan perangkat perundang-undangan yang

mengaturnya, yang pada gilirannya akan memaksa dirumuskan suatu

norma-nomra baru,

Apabila dipandang dari sudut alat komunikasi, Internet memiliki

karakteristik khusus dibandingkan dengan alat komunikasi lainnya seperti

telepon, surat, atau fax. Melalui internet pertukaran informasi dapat dilakukan

secara cepat, tepat, serta dengan biaya yang relative murah. Dengan

memperhatikan karakteristik internet yang demikian khusus, maka internet dapat

menjadi media yang memudahkan seseorang untuk melakukan berbagai tindak

pidana yang berbasiskan teknologi informasi (cyber crime). Selama ini, banyak

informasi yang diperoleh perihal banyaknya tindak pidana dengan

mempergunakan internet sebagai alat bantunya.

Hal yang menarik untuk diperhatikan berkenaan dengan semakin

maraknya kejahatan yang dilakukan dengan memepergunakan media internet

adalah pelaku tindak pidana umumnya berasal dari kelompok masyarakat yang

berpendidikan. Di Amerika Serikat, Robert Tappan Morris yang menciptakan

20

(37)

program Worm yang mampu membayar di Internet secara otonom dan tak

terkendali, sehingga mampu memacetkan ribuan komputer di internet adalah

lulusan dari universitas ternama yaitu Cornell university. Begitu pula Dennis M.

Richie, seorang hacker yang lahir di New York adalah lulusan program PhD

Matematika Terapan di Harvard University.

Dari gambaran di atas terlihat dengan jelas bahwa pengaruh kemajuan

teknologi, khususnya teknologi internet mampu mengubah berbagai pola-pola

yang sudah mapan dalam suatu tindak pidana dengan kata lain modus operandi

yang umumnya dilakukan dalam kejahatan konvensional melalui teknologi

internet telah diubah menjadi modus operandi yang sifatnya baru, sehingga hal ini

mengakibatkan perlunya ditemukan upaya-upaya penanganan yang baru pula.

Di bawah ini Penulis akan mencoba memberikan gambaran faktor-faktor

penyebab sehingga angka cybercrime dalam kasus pemalsuan data cenderung

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.21

1. Kesadaran Hukum Masyarakat

Proses penegakan hukum pada dasarnya adalah upaya mewujudkan

keadilan dan ketertiban di dalam kehidupan bermasyarakat. Melalui system

peradilan pidana dan system pemindahan. Pada dasarnya hak-hak warga

Negara yang terganggu akibat perbuatan melawan hukum seseorang akan

diseimbangkan kembali.

21

(38)

Kejahatan Pemalsuan Data adalah sebuah perbuatan yang tercela dan

melanggar kepatutan di dalam masyarakat serta melanggar hukum, sekalipun

sampai sekarang sukar untuk menemukan norma hukum yang secara khusus

mengatur cyber crime dalam kasus pemalsuan data. Oleh karena itu peran

masyarakat dalam upaya penegakan hukum terhadap cyber crime dalam

kasus pemalsuan data adalah penting untuk menentukan sifat dapat dicela dan

melanggar kepatutan masyarakat dari suatu perbuatan cyeber crime dalam

kasus pemalsuan data.

Sampai saat ini, kesadaraan hukum masyarakat Indonesia dalam

merespon aktivitas cyber crime masih dirasakan kurang. Hal ini disebabkan

anatar lain oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan lack of information)

masyarakat terhadap jenis kejahatan cyber crime dalam pemalsuan data. Lack

of information ini menyebabakan upaya penanggulangan cyber crime dalam

kasus pemalsuan data mengalami kendala, dala hal ini kendala yang

berkenaan dengan penataan hukum dan proses pengawasan (controlling)

masyarakat terhadap setiap aktivitas yang berkaitan dengan cybercrime dalam

kasus pemalsuan data.22

Mengenai kendala yang pertama yaitu mengenai proses penataan

terhadap hukum, jika masyarakat di Indonesia memiliki pemahaman yang

22

(39)

benar akan tindak pidana cybercrime khusus nya dalam kasus pemalsuan data

maka baik secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan

membentuk suatu pola penataan. Pola penataan ini dapat berdasarkan karena

ketakutan akan ancaman pidana yang dikenakan bila melakukan perbuatan

cyber crime dalam kasus pemalsuan data atau pola penataan ini tumbuh atas

kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat hukum.

Melalui pemahaman yang komprehensif mengenai cyber crime, peran

masyarakat menjadi sangat penting dalam upaya pengawasan, ketika

masyarakat mengalami lack of information, peran mereka akan menjadi

mandul. Misalnya, dalam sebuah masyarakat yang lack of information datang

seorang mahasiswa yang membawa seperangkat komputer dan ditempat nya

yang baru ini, si mahasiswa memasang barang-barang mewah melalui

carding, maka tidak ada kecurigaan atas perbuatan si mahasiswa ini, bahkan

sebaliknya masyarakat cenderung terkesan dengan pola tingkah mahasiswa

dimaksud.23

Lain halnya dengan detik-detik konvensional seperti pencurian.

Masyarakat secara umum telah mengetahui apa yang dimaksud dengan

pencurian sehingga ketika ada warga masyarakat yang dicurigai akan

melakukan pencurian, masyarakat sekitar dapat mengantisipasinya. Atau jika

23

(40)

telah terjadi pencurian di dalam suatu kompleks masyarakat, warga sekitar

segara melaporkan kepada aparat kepolisian setempat.

2. Faktor Keamanan

Rasa aman tentunya akan dirasakan oleh pelaku kejahatan

(cybercrime) pada saat sedang menjalankan “aksinya”. Hal ini tidak lain

karena Internet lazim dipergunakan ditempat-tempat yang relative tertutup,

seperti rumah, kamar, tempat kerja, perpustakaan bahkan di warung internet

(warnet). Aktivitas yang dilakukan oleh pelaku di tempat-tempat tersebut sulit

untuk diketahui oleh pihak luar. Akibatnya, pada saat pelaku sedang

melakukan tindak pidana/kejahatan sangat jarang orang luar mengetahuinya.

Hal ini sangat berbeda dengan kejahatan-kejahatan yang sifatnya

konvensional, yang mana pelaku akan mudah diketahui secara fisik ketika

sedang melakukan “aksinya”.24

Begitu pula, ketika pelaku sedang beraksidi tempat terbuka, tidak

mudah orang lain mengetahui “aksinya”. Misalnya di warnet yang tidak

mempunyai penyekat ruangan, sangat sulit bagi orang awam untuk

mengetahui bahwa seorang sedang melakukan tindak pidana. Orang lain akan

beranggapan bahwa pelaku sedang menggunakan komputer untuk keperluan

bisaa, padahal sebenarnya ia sedang melakukan kejahatan. Kondisi ini akan

24

(41)

membuat pelaku menjadi semakin berani. Di samping itu, apabila pelaku telah

melakukan tindak pidana, maka dengan mudah pelaku dapat menghapus

semua jejak kejahatan yang telah di lakukan mengingat internet menyediakan

fasilitas untuk menghapus data / file yang ada. Akibatnya pada saat pelaku

tertangkap sukar bagi aparat penegak hukum untuk menemukan bukti-bukti

kejahatan.25

3. Faktor Penegak Hukum

Faktor penegak hukum sering menjadi penyebab maraknya kejahatan

siber (cybercrime). Hal ini dilatarbelakangi masih sedikitnya aparat penegak

hukum yang memahami seluk beluk teknologi informasi (internet), sehingga

pada saat pelaku tindak pidana ditangkap, aparat penegak hukum mengalami

kesulitan untuk menemukan alat bukti yang dapat dipakain menjerat pelaku,

terlebih apabila kejahatan yang dilakukan memilki system pengoprasian yang

sangat rumit.

Di samping itu, aparat penegak hukum di daerah pun belum siap

dalam mengantisipasi maraknya kejatan ini karena masih banyak institusi

kepolisian di daerah baik polri maupun Polsek, belum dilengkapi dengan

jaringan internet. Perlu diketahui, dengan teknologinya yang sedemikian

canggih, memungkinkan kejahatan dilakukan disatu daerah namun akibat

25

Kristina, Yudi. Penegakan Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik dan Implikasinya,

(42)

yang ditimbulkan dapat terjadi di daerah lain, bahkan hingga ke luar negeri.

Jangan menyelidiki dan menyidik kasus cyber crime mengenal internet pun

belum tentu aparat penegak hukum mengetahuinya (kuhusnya untuk penegak

hukum di daerah).26

26

(43)

BAB III

KETENTUAN DAN SANKSI HUKUMAN BAGI PELAKU TINDAK KEJAHATAN PEMALSUAN DATA

A. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Data Menurut Hukum Islam 1. Dasar Hukum Larangan Tindak Pidana Pemalsuan Data

Sebagaimna uraian sebelumnya bahwa di dalam hukum Islam,

pembahasan secara khusus dan jelas, mengenai tindak pidana pemalsuan data

ini belum ditemukan, akan tetapi, bukan berarti tidak ada ketentuan yang bisa

dijadikan landasan larangan terhadap tindak pidana pemalsuan ini, mengingat

hukum islam adalah hukum yang dibangun berdasarkan pemahaman manusia

yang berlaku secara universal, relevan pada setiap zaman (waktu), dan makan

(ruang) manusia.27

Secara umum perbuatan memalsukan data merupakan perbuatan dusta

(bohong), karena pada dasarnya di dalam perbuatan tersebut terdapat dusta

yakni dengan tidak memberikan keterangan yang sebenarnya / seharusnya di

dalam data-data yang dipalsukan tersebut, baik mengenai tanda tangan, isi

data-data, stempel maupun cara memperoleh data-data tersebut.

27

Said Agil Husin al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, (Jakarta: Penamdani, 2004) Cet. 1, h. 6

(44)

Di dalam al-Qur’an terdapat sejumlah ayat yang melarang dengan

tegas untuk tidak berbuat dusta (al-Kidzb). Secara etimologis, kata al-Kidzb

difahami sebagai lawan dari al-Shidiq. Lafadz kadzaba dalam segala

bentuknya terdapat 238 buah di dalam al-Qur’an. Ungkapan dusta dalam ayat

-ayat tersebut sering ditunjukan kepada orang kafir, karena mereka tidak

membenarkan Wahyu Allah, bahkan mereka sering membuat ungkapan

tandingan dalam rangka mendustakan ayat. Dalam surat An-Nahl ayat 116

Allah mengingatkan :



























Artinya : Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yng disebut-sebut

oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk

mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Q.S. An-Nahl 16: 116).

Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa berbohong adalah sifat

tercela dan sangat berbahaya, termasuk dalam konteks pemalsuan data yang

berarti berbohong dalam memberikan keterangan yang sebenarnya di dalam

isi data tersebut.

Hukum Islam sangat mengecam perbuatan-perbuatan yang

(45)

yang ditimbulkannya, seperti contoh perbuatan sumpah palsu dan kesaksian

palsu. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh bukhari dan muslim

yang bersumber dari Abu Bakrah yang berbunyi :

ّص ه ْ س ق ْع ه ض ْبأ ْ ع ْ ب بأ ْب ْح ل ْع ْ ع

ه ب ْشإْل ق ه ْ س ّب ّْق ئ ْل ْ أب ْم أ اأ مّس ّْع ه

اأ ْ ل ش ْ ل ْ ق اأ ف سّجف م

ْ ل ْل ْ ع

لْ ف ْ ل ش ْ ل ْ ق

(

ل

)

Artinya : Dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari bapaknya berkata Rasulullah SAW bersabda, maukah kalian saya beritahu tentang dosa-dosa besar?, kami menjawab tentu wahai Rasulullah, beliau bersabda, menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, pada saat itu beliau duduk bersandar, lalu bersabda, menyekutukan Allah, juga ucapan atau kesaksian palsu, beliau terus bersabda tentang kesaksian palsu (HR.Bukhari).28

Selain itu, perbuatan memalsu juga termasuk ke dalam penipuan dan

pengelabuan. Islam melarang umatnya mengelabui dan menipu dalam

berbagai hal, sekalipun dalam menjalankan jual beli dan seluruhnya dan

seluruh permuamalahan di antara manusia. Sebab, penipuan dan pengelabuan

adalah suatu perbuatan aniaya dan orang, yakni menletakkan sesuatu bukan

pada tempatnya. Di samping itu, penipuan dan pengelabuan merusak

kewajiban tanggung jawab dan kepercayaan serta membisaakan diri memakai

yang haram. Karena itu penipuan dan pengelabuan termasuk ke dalam salah

28

(46)

satu sifat orang munafik. Orang yang menipu dan mengelabui, maka pada

dirinya telah sadarat seperempat kadar munafik.29

Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW diriwayatkan oleh Imam

Bukhari yang berbunyi :30

ق مّس ّع ه ل ع ب ه ع ع

:

ف م عب

ح

ل م ّصخ ف

م ّصخ ف

م صل خ ف م

ع

:

فّخ ع

ف خ

)

,

ع

ح

جف مص خ غ

(

ل

)

Artinya : Dan Abdullah Ibn Amr, bahwa Nabi Muhammad Saw telah

bersabda: “Ada empat perkara, barang siapa terdapat sifat itu

maka ia benar-benar seorang munafik dan barang siapa yang ada dalam dirinya salah satu dari sifat-sifat tersebut, maka ia memiliki karakter kemunafikan hingga ia melepaskannya, yaitu jiaka dipercaya ia berkhianat, (dalam riwayat lain: jika berjanji ia mengingkari). Jika berbicara ia berdusta, jika membuat perjanjian

ia serta, dan jika berdebat ia berlaku curang.”(H.R. Bukhari).

Islam melarang segala macam bentuk penipuan dan pengelabuan,

termasuk perbuatan pemalsuan data, karena perbuatan zalim. Adapun dari segi

bahasa pengertian zalim ialah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Ia

adalah perbuatan melampaui batas atau bertindak terhadap hak manusia

dengan cara yang tidak benar. Allah mengharamkan manusia berlaku zalim

29

TM. Hasbi Ash-Shiddiqi, Al-Islam (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1998), Cet. 1, h. 583

30

(47)

terhadap sesamanya sebagaimana hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan

oleh Imam Muslim yang berbunyi :

مّّْل إف مّّْل ّّل

ق مّس ّْع ه ّص ه ْع ْب ب ج ْ ع

س ْ أ ّع ْم ّ ح ْم ّْق ْ م ّْ أ ّّل ْ

م ْل مْ

ّظ

ْم م حم ْ ّح ْس ْم ء م

(

مّسم

)

Artinya : Dari Jabir bin Abdullah bahwasannya Rasulullah Saw telah bersabda; Hindarilah kezaliman, karena kezaliman itu adalah kegelapan pada hari kiamat kelak, Jauhilah kekikiran, karena kekikiran itu telah mencelakakan (menghancurkan) orang-orang sebelum kalian yang menyebabkan mereka menumpahkan darah dan menghalalkan yang diharamkan. (H.R. Muslim)31

Berdasarkan adanya kesesuaian antara tindak pidana pemalsuan data

dengan jarimah pemalsuan tanda tangan dan pemalsuan stempel, maka

tindakan Khalifah Umar bin Al-Khatab yang pernah memberikan hukuman

terhadap Mu’an ibn Zaidah, sebagai pelaku jarimah pemalsuan stempel

Bait-Mal cukup untuk dijadikan landasan hukum larangan terhadap tindak pidana

pemalsuan surat tersebut.32 Karena tindakan pemberian hukuman oleh

Khalifah Umar ibn Al-Khatab terhadap pelaku pemalsuan tersebut

menunjukkan bahwa, setiap perbuatan memalsukan adalah melakukan

perbuatan yang dilarang karena termasuk ke dalam perbuatan dusta, penipuan,

dan pengelabuan. Sedangkan perbuatan menipu dan mengelabui merupakan

31

Subhan dan Imran Rasyadi, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003) Cet. 1, h. 256

32

(48)

perbuatan zalim yang dapat merugikan bahkan dapat mencelakakan orang

lain, karena zalim adalah perbuatan menganiaya. Oleh karenanya harus

diberikan hukuman bagi siapa saja yang melakukannya, sebagaimana firman

Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 279.



















Artinya : Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Al-baqarah 2: 279)

2. Sanksi Pidana Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Data dalam Hukum Islam

Dalam uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa tindak pidana

pemalsuan data digolongkan ke dalam jarimah takzir, karena berdasarkan

kesesuaian dengan jarimah pemalsuan tanda tangan, pemalsuan stempel dan

pemalsuan Al-Qur’an. Oleh karenanya terhadap tindak pidana pemalsuan data

maka ini dijatuhan hukuman takzir kepada setiap pelakunya.

Hukuman takzir adalah hukuman yang belum ditetapkan syara dan

(49)

para ulama fikih mendefinisikannya sebagai hukuman yang wajib menjadi hak

Allah atau bani adam pada tiap-tiap kemaksiatan yang tidak mempunyai

batasan tertentu dan tidak pula ada kafaratnya.33 Hukuman takzir ini jenisnya

beragam namun secara garis besar dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu:

1. Hukuman takzir yang berkaitan dengan badan, seperti hukuman

mati dan hukuman jilid.

2. Hukuman takzir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang,

seperti hukuman penjara dan hukuman pengasingan.

3. Hukuman takzir yang berkaitan dengan harta, seperti denda

penyitaan, perampasan harta dan penghancuran barang.

4. Hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh Ulil Amri demi

kemaslahatan umum.34

Berdasarkan jenis-jenis hukuman takzir tersebut di atas, maka

hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pidana pemalsuan surat adalah

hukuman jilid dan hukuman pengasingan. Hal ini berdasarkan atas tindakan

Khalifah Umar Ibn al-Khattab terhadap Mu’an Ibn Zaidah yang memalsukan

stempel Bait Maal. Demikian pula terhadap tindak pidana pemalsuan

al-Qur’an, Khalifah Umar Ibn al-Khattab mengangsingkan Mu’an Ibn Zaidah

setelah sebelumnya dikenakan hukuman takzir.

33 Ruway’I Ar-Ruhaly, Fiqh Umar,

Penerjemah A.M Basalamah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1994), Cet. 1, h. 110

34

(50)

Hukuman jilid dalam pidana takzir ditentukan berdasarkan al-Qur’an,

as-Sunnah serta ijma. Di dalam al-Qur’an misalnya dalam Surat an-Nisa’ ayat

34 yang berbunyi:































































Artinya : Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya. Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya, Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (Annisa 4: 34).

Meskipun hukuman jilid merupakan hukuman had, dan dalam ayat di

atas takzir tidak dijatuhkan oleh Ulil Amri melainkan oleh suami, namun oleh

para ulama ayat tersebut dijadikan dasar diperbolehkannya hukuman takzir.35

Sedangkan hadits yang menunjukkan bolehnya takzir dengan jilid

adalah Haits Abu Burdah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang

berbunyi:36

35

Muslich, Hukum Pidana Islam,h. 196

36

(51)

ا ْ مّس ّْع ه ّص ه ْ س ع س أ

صْأْل ْ ب بأ ْ ع

ه ْ ح ْ م ح ط ْسأ ّع ْ ف حأ ّْج

Artinya : “Dari Abu burdah al-Anshari r.a. bahwa dia mendengar Rasulullah

Gambar

Grafika, 2001.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pelaksanaan tindakan kelas, dengan menggunakan media pembelajaran Audio Visual telah nampak adanya peningkatan minat belajar siswa terhadap materi

1) Kop surat nama instansi adalah kepala surat yang menunjukkan nama instansi yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan alamat Badan Nasional Penanggulangan

Penelitian yang akan peneliti lakukan fokus pada strategi Snowball Throwing dalam kegiatan pembelajaran, sehingga para siswa tidak merasa jenuh dengan apa yang disampaikan

Konsep dasar dari strategi DCA adalah bila beban trafik tidak merata dalam tiap sel maka pemberian kanal frekuensi pada tiap sel akan sering tidak terpakai dalam sel yang

PERANCANGAN SISTEM KOMPETISI VIDEO KLIP GRUP BAND INDIE DENGAN MENGGUNAKAN SMS GATEWAY UNTUK POLLING PEMILIHAN DI MANAJ EMEN

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa didapatkan koefisien regresi untuk variabel pengalaman berusahatani adalah 0,033 Nilai t hitung dari variabel pengalaman

Implementasi Pasal 3 Peraturan Walikota Kediri Nomor 26 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Restoran terkait penerapan self assessment system

Untuk judul tabel : Karakter yang dipakai Arial/Times New Roman dengan ukuran 10, jarak antar baris 1 (satu) spasi, justifikasi di tengah atas tabel.2. Untuk judul gambar :