• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Hasil Belajar Siswa di Madrasah Aliyah Al Mawaddah Jakarta Selatan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Hasil Belajar Siswa di Madrasah Aliyah Al Mawaddah Jakarta Selatan."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh : Husnawati NIM. 109011000161

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sudah ada pada setiap manusia sejak lahir serta mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiah sebagai makhluk yang memiliki ketergantungan terhadap kekuatan Sang Maha Pencipta.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Untuk mengetahui kecerdasan spiritual siswa MA di lingkungan ponpes Al-Mawaddah Jakarta Selatan, (2) Untuk mengetahui prestasi belajar siswa MA di lingkungan ponpes Al-Mawaddah Jakarta Selatan. (3) Untuk menganalisa pengaruh kecerdasan spiritual terhadap hasil belajar siswa di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Jakarta Selatan.

Metode yang digunakan dalam metode ini adalah menggunakan metode penelitian deskriptif korelasional (Descriptive Correlation Research). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 25 siswa berasal dari kelas XI dan 5 siswa berasal dari kelas XII. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket kecerdasan spiritual dengan bentuk alternatif jawaban SL (selalu) SR (sering) KD (kadang-kadang) TP (tidak pernah) jumlah quesioner sebanyak 60 soal. Sedangkan teknik korelasi yang digunakan adalah product moment.

Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan spiritual terhadap hasil belajar siswa di Madrasah Aliyah Al Mawaddah Jakarta Selatan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual mempunyai pengaruh yang sangat kuat (tinggi) terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari perolehan perhitungan korelasional antara kecerdasan spiritual dengan prestasi belajar yaitu sebesar 0,979 dan setelah dikonsultasikan pada tabel nilai “r” Product Moment berada diposisi 0,90-1,00 yang berarti antara kecerdasan spiritual dan hasil belajar terdapat korelasi yang signifikan.

(8)

being from birth and are able to actualize the divine values as being dependent on the power of the Creator.

The purpose of this study is: (1) To determine the spiritual intelligence MA students in the boarding school Al-Mawaddah South Jakarta, (2) To determine student achievement in environmental MA Al-Mawaddah boarding school in South Jakarta. (3) To analyze the influence of spiritual intelligence on student achievement in environmental MA Al-Mawaddah boarding school in South Jakarta.

The method used in this research is descriptive correlational research method (Descriptive Correlation Research). Sampling was done using purposive sampling technique. Sample was derived from 25 students of class XI and class 5 students coming from XII. The instrument used was a questionnaire study of spiritual intelligence to shape alternative answers SL (always) SR (often) KD (sometimes) TP (never) number questioner about 60. While the correlation technique used is the product moment.

The results found in this study that a significant difference between spiritual intelligence on learning outcomes of students in Madrasah Aliyah Al Mawaddah South Jakarta. The results also suggest that spiritual intelligence has a very strong influence (high) on student learning outcomes. It can be seen from the calculation of correlation between the acquisition of spiritual intelligence with learning achievement that is equal to 0.979 and after consultation on the table of values "r" Product Moment is positioned between 0.90 to 1.00 which means spiritual intelligence and learning achievement, there is a significant correlation.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT.

Karena dengan inayah, rahmat dan karunia Allah SWT, penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad saw

sebagai revolusioner dunia dan pembawa risalah serta kepada keluarga, dan para

sahabatnya, mudah-mudahan kita semua akan mendapatkan syafa’atul ‘udzma di

yaumil kiamat kelak Amin.

Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak sekali

mendapati kesulitan. Akan tetapi, dengan adanya bantuan dan partisipasi dari

berbagai pihak Alhamdulillah penulisan skripsi ini masih banyak sekali

kekurangan sehingga saran serta kritik dengan kerendahan hati penulis terima

dengan sehingga skripsi dapat lebih sempurna lagi.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkanbanyak terima kasih

kepada berbagai pihak dan instansi lainnya yang telah membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini antara lain kepada :

1. Dr. Hj. Nurlena Rifa‟i. M.A. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku ketua Jurusan PAI Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan.

3. Marhamah Saleh, Lc., M.A selaku Sekretaris Jurusan PAI Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan.

4. Dr. Sururin, M.A selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah sabar

membimbing, memberikan saran, arahan, motivasi dan telah meluangkan

waktu, tenaga dan pikiran di sela-sela kesibukannya.

5. Yayasan Baitul Rahim khususnya Ibu Neneng Hasanah, S.Ag, MM,

Selaku Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Al Mawaddah Jakarta Selatan.

Serta seluruh dewan guru, staf karyawan dan siswa siswi Al Mawaddah

(10)

dalam memperoleh informasi, dan telah meluangkan waktunya kepada

penulis hingga terselesainya skripsi ini.

6. Ayahanda Drs Ahmad dan Ibunda Musyarrofah yang selalu memberikan

kasih sayang, doa, dan motivasi hingga terselesainya skripsi ini. Ananda

mungkin tidak mampu membalasnya. Serta kakakku Mawaddah,

adik-adikku Sayyidah Muflihah dan Lailaturrahmah.

7. Teman-teman seperjuangan jurusan PAI kelas D angkatan 2009 dan

jurusan PAI peminatan TH (Tafsir Hadis) angkatan 2009 yang tidak dapat

penulis sebutkan. Yang telah menemani perjalanan dalam menyelesaikan

setiap mata kuliah, selalu memberikan motivasi, hingga selesainya skripsi

ini. Mudah-mudahan tali silaturrahim selalu terjaga diantara kita.

Akhirnya penulis menyerahkan semuanya kepada Allah SWT.

Mudah-mudahan mendapat balasan yang lebih baik. Harapan penulis mudah-Mudah-mudahan

skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi siapa saja yang membacanya

untuk menambah ilmu pengetahuan. Amin ya Robbal ‘alamin.

Jakarta, 01 April 2014

Husnawati

(11)

LEMBAR UJI REFERENSI

LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 6

C. Pembatasan Masalah 6

D. Perumusan Masalah 6

E. Tujuan Penelitian 7

F. Kegunaan Penelitian 7

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teoretik

1. Kecerdasan Spiritual

a. Pengertian Kecerdasan Spiritual 8

1. Kecerdasan Spiritual Perspektif Psikologi 12

2. Kecerdasan Spiritual Perspektif Islam 15

b. Karakteristik dan Ciri-Ciri Kecerdasan Spiritual 24

c. Fungsi Kecerdasan Spiritual 26

d. Perkembangan Jiwa Agama (Spiritual) Anak Usia Remaja

30

2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar 33

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar 34

3. Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi Belajar 36

B. Hasil Penelitian Yang Relevan 37

C. Kerangka Berfikir 38

(12)

D. Populasi dan Sampel 41

E. Teknik Pengumpulan Data 42

F. Teknik Analisis Data 44

G. Hipotesis Statistik 49

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Profil Sekolah 50

2. Sejarah Berdirinya Madrasah Aliyah Al Mawaddah 50

3. Visi dan Misi 51

4. Waktu Belajar dan Aktivitas Siswa 52

5. Struktur Organisasi Madrasah Aliyah Al Mawaddah 54

6. Struktur Kurikulum 54

7. Keadaan Guru Madrasah Aliyah Al Mawaddah 59

8. Keadaan Siswa Madrasah Aliyah Al Mawaddah 59

9. Sarana dan Prasarana Madrasah Aliyah Al Mawaddah 59

B. Deskripsi Data 60

C. Analisa Data 70

D. Interpretasi Data 75

E. Pembahasan Hasil Penelitian 77

F. Keterbatasan Penelitian 78

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 79

B. Implikasi 80

C. Saran-saran 80

DAFTAR PUSTAKA 82

(13)

3. Tabel 3.3 Skor Angket Penelitian untuk jawaban yang negatif 45

4. Tabel 3.4 Skala kecerdasan spiritual 46

5. Tabel 3.5 Klasifikasi Prestasi Belajar Siswa 46

6. Tabel 3.6 Angka indeks korelasi “r” Product Moment 47

7. Tabel 3.7 Hipotesis Statistik 49

8. Tabel 4.1 Aktifitas Harian Siswa Al Mawaddah 53

9. Tabel 4.2 Aktivitas Mingguan Siswa Al Mawaddah 54

10.Tabel 4.3 Kurikulum Madrasah Aliyah Al Mawaddah 56

11.Tabel 4.4 Struktur Kurikulum Kelas X 57

12.Tabel 4.5 Struktur Kurikulum Kelas XI dan XII program IPS 58

13.Tabel 4.6 Keadaan siswa MA Al Mawaddah Tahun 2013/2014 60

14.Tabel 4.7 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Ibadah atau Keimanan 62

15.Tabel 4.8 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Ibadah atau Keimanan 62

16.Tabel 4.9 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Ibadah atau Keimanan 63

17.Tabel 4.10 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan keilmuan 64

18.Tabel 4.11 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan akhlak 65

19.Tabel 4.12 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan akhlak 66

20.Tabel 4.13 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Pergaulan Sosial dalam

Kehidupan Sehari-hari 67

21.Tabel 4.14 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Pergaulan Sosial dalam

Kehidupan Sehari-hari 68

22.Tabel 4.15 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Belajar 68

23.Tabel 4.16 Kecerdasan Spiritual Berkaitan dengan Kejujuran 69

24.Tabel 4.17 Kecerdasas Spiritual Berkaitan dengan kebersihan 70

25.Tabel 4.18 Data hasil angket kecerdasan spiritual siswa MA Al Mawaddah 71

26.Tabel 4.19 Data Hasil belajar siswa kelas XI dan XII MA Al Mawaddah 73

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan suatu Bangsa akan selalu membawa perubahan di segala

bidang kehidupan, terutama dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Dengan melalui pendidikan yang berkesinambungan dan peran serta aktif semua

pihak akan memberikan dampak yang baik dalam menentukan kemajuan suatu

bangsa.

Dalam rangka melaksanakan pendidikan, Bangsa Indonesia melakukan

usaha untuk mencapai Tujuan Nasional. Tujuan Pendidikan yang demikian

mulianya oleh Pemerintah tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia

No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 mengenai

fungsi dan tujuan pendidikan yaitu :

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”1

1

(15)

Selain terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun

2003, tujuan pendidikan nasional juga terdapat dalam Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai tujuan pendidikan nasional yang

tercantum dalam Pasal 31 ayat 3 yaitu : “Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan

dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

yang diatur dengan undang-undang”.2

Dari kutipan-kutipan tersebut jelas bahwa pendidikan bertujuan

menciptakan manusia-manusia yang berkualitas baik lahiriah maupun bathiniah.

Salah satu usaha pemerintah untuk merealisasikan tujuan pendidikan

nasional agar bangsa Indonesia menjadi manusia yang cerdas, dan berkualitas

secara lahiriah dan bathiniah, maka pemerintah menetapkan Pesantren sebagai

sebuah lembaga pendidikan Islam, guna tercapainya realisasi tujuan akhir

pendidikan Islam bagi bangsa Indonesia.

Memahami tentang tujuan pendidikan Islam, mengutip dari Ibnu Khaldun,

A. Fattah Yasin menyebutkan bahwa tujuan pendidikan menyangkut tiga aspek

diantaranya untuk mencerdaskan manusia, menumbuhkan sikap sosial manusia,

dan untuk meningkatkan jiwa keruhanian manusia. Begitupun mengenai tujuan

pendidikan Islam sebenarnya tidak terlepas dari tujuan hidup manusia. Maka

tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan diciptakannya manusia itu

sendiri yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.3

Menurut Samsul Nizar, “menurut hasil Kongres Pendidikan Islam

Sedunia Tahun 1980 di Islamabad, menyebutkan, bahwa pendidikan Islam

haruslah bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh,

secara seimbang, melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan indera”.4

Untuk itu harus dibina seluruh potensi yang dimiliki dalam

2

MPR RI, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Ketetapan Majlis Permusyawaratan Rakyat Rapublik Indonesia, (Jakarta : Sekretariat Jenderal MPR RI, 2012), cet. ke-XI, h. 191.

3

A. Fattah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang : UIN-Malang Press, 2008), cet. ke-1, h. 114.

4

(16)

segala aspeknya seperti potensi spiritual, intelektual, perasaan, kepekaan,

imajinatif, fisik, ilmiah dan sebagainya. Adapun, secara khusus agar

pengembangan seluruh potensi manusia menjadi berkembang secara optimal dan

bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan nasional, potensi manusia

Indonesia dikembangkan melalui :

1) olah hati untuk memperteguh keimanan dan ketakwaan, meningkatkan akhlak mulia, budi pekerti, atau moral, membentuk kepribadian unggul, membangun ke-pemimpinan dan enterpreuneurship; 2) olah pikir untuk membangun kompetensi dan kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi; 3) olah rasa untuk meningkatkan sensitifitas, daya apresiasi, daya kreasi, serta daya ekspresi seni dan budaya; dan 4) olah raga untuk meningkatkan kesehatan, kebugaran, daya tahan, dan kesigapan fisik serta keterampilan kinestetis.5

Pendapat ini memberikan petunjuk dengan jelas bahwa dalam rangka

mencapai pendidikan, Islam mengupayakan pembinaan seluruh potensi manusia

secara serasi dan seimbang. Itulah manusia seutuhnya yang hendak dibentuk dan

dituju oleh pendidikan Islam.

Sementara itu, dengan adanya Madrasah Aliyah yang menjadi fokus

penelitian ini diharapkan kecerdasan spiritual dapat terbentuk sehingga terdapat

keselarasan antara manusia sebagai makhluk dengan Khaliq-Nya, antara manusia

dengan manusia lainnya sebagai makhluk sosial dan bahkan manusia dengan

alam.

Hubungan manusia sebagai makhluk dengan Khalik-Nya, merupakan

kebutuhan agama. Kebutuhan agama atau spiritual adalah kebutuhan manusia

terhadap pedoman hidup yang dapat menunjukkan jalan ke arah kebahagiaan

duniawi dan ukhrawi. Semenjak lahirnya manusia sudah membawa fitrah

beragama seperti disebutkan dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 30 yang

berbunyi :

5

(17)







































































Artinya : “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut. Tidak ada perubahan bagi fitrah Allah; itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar-Rum :30).

Di samping ayat tersebut, juga disebutkan dalam hadits Nabi :

ُدَلْوُ ي ٍدْوُلْوَم ْنِماَم

الِا

ِِناَسِجَمُيْوَا ِِناَرِصَُ ي ْوَا ِِناَدِوَهُ ي ُاَوَ بَاَف ِةَرْطِفْلا ىَلَع

)ملسم اور(

Artinya :

“Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecendrungan untuk percaya kepada Allah). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Muslim).6

Dari ayat dan hadits di atas, jelaslah bahwa fitrah beragama pada manusia

telah dibawa sejak lahir. Fitrah inilah yang merupakan intisari Kecerdasan

Spiritual dalam perspektif Islam.

Sedangkan menurut psikologi modern, intisari dari SQ adalah God – Spot

(Titik Tuhan).7 Sehingga SQ dilihat dari perspektif psikologi tidak mesti

berhubungan dengan agama. Selain kebutuhan agama (Spiritual) manusia juga

memerlukan pendidikan. Pendidikan merupakan sarana atau alat untuk

mendapatkan Ilmu Pengetahuan. Pada awal abad ke-20, IQ pernah menjadi isu

besar dalam dunia pendidikan. Kecerdaan intelektual adalah kecerdasan yang

digunakan untuk memecahkan masalah logika maupun strategis. Kecerdasan

Intelektual (IQ) inilah yang umumnya menjadi ukuran kecerdasan seseorang.

Menurut teori, semakin tinggi IQ seseorang, maka semakin tinggi pula

kecerdasannya.

6

Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), cet. ke-5, h. 96.

7

(18)

Ternyata, IQ tinggi tidak menjamin mempunyai prestasi dan kehidupan

yang sukses. Hal itu terjadi pada pertengahan tahun 1990-an, ketika Daniel

Goleman mempublikasikan faktor-faktor yang terkait mengapa orang yang ber IQ

tinggi gagal, dan orang yang ber IQ sedang menjadi sangat sukses. Faktor-faktor

ini mengacu pada suatu cara lain untuk menjadi cerdas, cara itu disebut Emotional

Quotien (Kecerdasan Emosional) atau umumnya disebut dengan istilah EQ.

Emotional Quotien (EQ) ini merupakan suatu keterampilan yang mencakup

kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat, dan motivasi diri,

empati dan kecakapan sosial.

Penelitian-penelitian yang dilakukan para ilmuan telah berhasil menemukan “Q” jenis ke-3 yang memberikan gambaran utuh kecerdasan manusia, yaitu kecerdsan spiritual (SQ). Spiritual Quotien (SQ) adalah kecerdasan

untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai. Kecerdasan yang

dapat membuat kita mampu menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks

makna yang lebih luas dan kaya. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ

adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.

Bahkan, SQ merupakan kecerdasan tertinggi manusia.8 Spiritual Quotien (SQ)

juga memberikan potensi bagi seseorang untuk tumbuh dan berubah, bersikap

kreatif, luwes, berwawasan luas serta memungkinkan seseorang untuk

menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta

menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain.9

Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan, bahwa keberadaan

kecerdasan spiritual akan memupuk sikap-sikap positif seperti kejujuran,

semangat, motivasi, kepemimpinan, kecerdasan emosional dan sikap-sikap positif

lainnya. Dalam proses belajar, kehadiran sikap positif tersebut diharapkan dapat

memacu semangat peserta didik untuk lebih giat belajar sehingga nantinya

diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar yang akan mereka peroleh.

Apabila kecerdasan spiritual dimiliki oleh siswa, mereka akan lebih

mampu memahami berbagai persoalan yang timbul selama proses belajar

8

Ibid, h. 3.

9

(19)

mengajar berlangsung di sekolah. Tidak hanya itu, dengan kecerdasan spiritual ini

para santri akan lebih mampu memotivasi diri utuk lebih giat belajar atau

menuntut ilmu sehingga dapat menemukan makna (arti) dari pelajaran yang

diberikan oleh guru. SQ juga mendorong untuk lebih kreatif yaitu memiliki daya

cita (kreasi) yang tinggi sehingga prestasi belajar di sekolah meningkat.

Untuk memahami pembahasan tersebut, penulis mencoba mengangkatnya menjadi bahan kajian dalam skripsi yang berjudul “Kecerdasan Spiritual dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Siswa di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Jakarta Selatan ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan

masalah yang akan dimunculkan, diantaranya :

1. Tujuan pendidikan dalam undang-undang belum sepenuhnya dilaksanakan

secara sempurna oleh lembaga pendidikan.

2. Perlu diupayakan tercapainya tujuan pendidikan Islam yaitu membina

seluruh potensi yang dimiliki siswa secara seimbang terutama potensi

spiritual.

3. Proses pembelajaran lebih banyak menekankan pada nilai-nilai kognitif.

4. Kecerdasan spiritual dapat mengoptimalkan IQ hal ini dapat diketahui

siswa yang ber-SQ dapat meraih prestasi dalam belajarnya.

5. Orang yang mempuyai kecerdasan spiritual mempunyai kepribadian yang

positif.

6. Meraih prestasi dalam belajar bisa dipengaruhi oleh kecerdasan spiritual.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, penulis hanya membatasi masalah pada

pengertian kecerdasan spiritual dalam perspektif Islam dan pengaruhnya terhadap

prestasi belajar berdasarkan hasil raport siswa Madrasah Aliyah di lingkungan

(20)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka dalam

penulisan skripsi ini masalah yang dibahas dapat dirumuskan :

1. Bagaimana kecerdasan spiritual siswa MA di Madrasah Aliyah

Al-Mawaddah Jakarta Selatan?

2. Bagaimana prestasi belajar siswa MA di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah

Jakarta Selatan?

3. Adakah pengaruh kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar siswa MA

di Madrasah Aliyah Jakarta Selatan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kecerdasan spiritual siswa MA di Madrasah Aliyah

Al-Mawaddah Jakarta Selatan.

2. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa MA di Madrasah Aliyah

Al-Mawaddah Jakarta Selatan.

3. Untuk menganalisa pengaruh kecerdasan spiritual terhadap prestasi

belajar siswa MA di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Jakarta Selatan.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Dapat menambah wawasan bagi penulis untuk mengetahui mengetahui pengertian kecerdasan spiritual dalam perspektif Islam dan pengaruhnya

terhadap prestasi belajar santri

2. Dapat dijadikan pertimbangan dalam mengambil kebijakan mengenai peningkatan hasil belajar siswa.

3. Dapat dijadikan acuan dan perbandingan untuk penelitian lebih lanjut mengenai tema-tema yang berhubungan dengan nilai-nilai spiritualitas

(21)
(22)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretik 1. Kecerdasan Spiritual

a. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Kata kecerdasan spiritual terdiri dari dua kata “kecerdasan” dan “spiritual”. Sebelum mengetahui arti kecerdasan spiritual secara integral terlebih dahulu mengetahui arti kecerdasan spiritual secara terpisah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kecerdasan yaitu

kesempurnaan akal budi seperti; kepandaian, ketajaman pikiran.1 Sedangkan

kata kecerdasan menurut kamus psikologi yaitu kemampuan menghadapi dan

menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara tepat dan efektif`.2 Kecerdasan

(dalam bahasa Iggris disebut intelligence dan dalam bahasa Arab disebut al-Dzaka) menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan dan kesempurnaan

sesuatu. Dalam arti, kemampuan (al-Qudrah) dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna. Begitu cepat penangkapannya itu sehingga Ibnu

Sina, seorang psikolog falasafi, menyebut kecerdasan sebagai kekuatan

intuitif (al-Hads).3

Beberapa tokoh masing-masing memiliki pengertian yang berbeda

tentang kecerdasan. Bischof dan HeidenRich mengemukakan definisi

1

DepartemenPendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008) , cet. Ke- IV, h. 262.

2

J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi terjemahan Kartini Kartono, (Jakarta : PT Raja Grafindo persada, 2008), h. 253.

3

(23)

intelegensi dengan pengertian yang sama yaitu : “inttelligence refers to the

ability to leam and to utilize what has been learned in adjuting to unfamiliar situations, or in the solving of problems.” (inteligensi menyangkut kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalm

usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal, atau dalam

pemecahan masalah-masalah).4

Suparman menjelaskan kecerdasan (intelligence) adalah kemampuan

manusia untuk memperoleh pengetahuan dan pandai melaksanakannya dalam

praktik, hal ini berarti kemampuan berpikir dan menalar. Adapun potensi

kecerdasan meliputi : kemampuan memahami, menganalisis, membuat

keputusan, sampai pada kemampuan menjalankan (mngeksekusi).5 Dalam hal

ini yang terlibat bukan hanya kecerdasan intelektual, melainkan juga

kecedasan emosional dan juga kecerdaan spiritual.

Feldam mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan memahami

dunia, berpikir secara rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara

efektif pada saat dihadapkan dengan tantangan. Dalam pengertian ini

kecerdasan terkait dengan kemampuan memahami lingkungan atau alam

sekitar, kemampuan penalaran atau berpikir logis, dan sikap bertahan hidup

dengan menggunakan sarana dan sumber-sumber yang ada.6

Menurut tokoh psikologi David C. Edward seperti dikutip oleh Alisuf Sabri dalam buku “Psikologi Pendidikan” sebagai berikut : “Intelligence is a general capacity of behave in an adaptable and acceptable manner”. Bahwa

kecerdasan adalah kemampuan umum mental individu yang tampak dalam

cara bertindak atau berbuat atau dalam memecahkan masalah (problem solving).7

4

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan : Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006), cet. ke-5, h. 141-142

5

Ririen Kusumawati, Artificial Intelligence Menyamai Kecerdasan Buatan Ilahi?, (Malang : UIN-Malang Press, 2007), cet. 1, h. 46.

6

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006), cet. 1, h. 59.

7

(24)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah

kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memahami lingkungan atau alam

sekitar serta berpikir rasional guna menghadapi tantangan hidup serta dapat

memecahkan berbagai problem yang dihadapi.

Sedangkan pengertian spiritual, menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia yaitu berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, bathin).8

Dalam kamus psikologi spiritual yaitu pertama berkaitan dengan roh,

semangat atau jiwa, kedua religius yang berhubungan dengan agama,

keimanan, kesalehan, menyangkut nilai-nilai transendental, ketiga sifat

mental bersifat lawan dari mental, fisikal atau jasmaniyah. 9

Menurut Aliah B. Purwakania Hasan, kata “spirit” berasal dari kata benda bahasa Latin “spiritus” yang berarti napas dan kata kerja “spirare” yang berarti untuk bernapas. Melihat asal katanya, untuk hidup adalah untuk

bernapas, dan memiliki napas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual

berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau

kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material.10 Ada juga yang mengartikan pengertian spiritual secara leksikal, “spiritual” berarti berkenaan dengan kualitas, atau makna di luar kualitas, makna fisik, material, dan

temporal, seperti mengani keadaan akal atau jiwa manusia; tentang makhluk

supera natural; dan tentang sesuatu yang bersifat ukhrawi dan hakiki.11 Dapat

disimpulkan bahwa spiritual adalah keadaan akal dan jiwa atau rohani

manusia yang berhubungan dengan nilai-nilai ketuhanan.

Setelah mengetahui arti dari masing-masing kata kecerdasan dan

spiritual, maka dapat diketahui arti kecerdasan spiritual secara integral. Yaitu,

kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berkenaan dengan hati dan

8

Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 1335.

9

J.P. Chaplin, op. cit., h. 480.

10

Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 288.

11

(25)

kepedulian antar sesama manusia, makhluk lain, dan alam sekitar berdasarkan

keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa.12

Selama ini kecerdasan hanya diartikan dengan kemampuan yang

digunakan untuk masalah logika maupun strategis, yang lebih dikenal dengan

IQ. Kecerdasan intelektual inilah yang umumnya menjadi ukuran kecerdasan

seseorang. Namun pada awal abad 1990 Daniel Goleman, mempopulerkan

kecerdasan emosional atau EQ. Kecerdasan ini tak kalah pentingnya dengan

kecerdasan intelektual. Sebuah kemampuan untuk menanggapi dan mengenali

perasaan secara tepat. Kecerdasan ini merupakan prasyarat dasar untuk

menggunakan kecerdasan intelektual secara efektif.13

Pada akhir abad kedua puluh ini, dalam lapangan psikologi

dipopulerkan kecerdasan jenis ketiga dalam diri manusia, yakni kecerdasan

spiritual, atau yang dikenal dengan spiritual quotient (SQ).

Adapun, pengertian kecerdasan spiritual menurut tokoh-tokoh

psikologi sebagaimana yang dikutip dari Danah Zohar dan Sudirman Tebba

sebagai berikut :

1. Danah Zohar dan Ian Marshall

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.

Selain itu, secara literal kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan

Ian Marshall adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri

manusia yang berhubungan dengan kearifan di luar ego atau jiwa sadar.

2. Marsha Sinetar

Kecerdasan spiritual adalah pemikiran yang terilhami atau mendapat

inspirasi. Kecerdasan ini diilhami oleh dorongan dan efektifitas yang

12

Departemen Pendidikan Nasional. loc. cit.

13

(26)

terinspirasi, keberadaan atau hidup keilahian atau penghayatan ketuhanan

yang mempersatukan kita sebagai bagiannya.14

3. Khalil Khavari

Kecerdasan spiritual adalah bagian dari dimensi non material-roh

manusia.15

4. Howard Gardner

Dalam multipe intelligence, Howard Gardner dari Harvard menyatakan

bahwa sedikitnya ada 7 macam kecerdasan yang dimiliki manusia, termasuk

kecerdasan musikal, spasial, kinenstetis, rasional, dan emosional. Tapi

menurut Danah Zohar, bahwa semuajenis kecerdasan yang disebutkan

Gardner pada hakikatnya adalah variandari ke-3 kecerdasan utama yaitu IQ,

EQ, SQ, serta pengaturan saraf ketiganya.16

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

spiritual adalah kecerdasan yang sudah ada pada setiap manusia sejak lahir

dan mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiah sebagai makhluk yang

memiliki ketergantungan terhadap kekuatan Sang Maha Pencipta.17

1. Kecerdasan Spiritual Perspektif Psikologi (Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall)

Secara umum dalam meningkatkan kecerdasan spiritual

menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, adalah dengan mengenali diri

sendiri. Dan selalu bertanya mengapa? Untuk mencari keterkaitan

antara segala sesuatu, untuk membawa ke permukaan asumsi-asumsi

mengenai makna di balik atau di dalam sesuatu, menjadi lebih suka

merenungi diri, lebih jujur terhadap diri sendiri, dan lebih

pemberani.18

14

Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik, (Jakarta : Kencana, 2004), cet. ke-1, h. 24.

15

Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., h. xxvii.

16

Ibid, h. 4.

17

Abd. Wahab dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011), h. 52-53.

18

(27)

Kecerdasan terhadap diri sendiri merupakan langkah awal

dalam meningkatkan kecerdasan spiritual. Selain itu ada enam jalan

untuk bisa cerdas secara spiritual, yaitu :

Jalan 1 : Jalan tugas

Jalan ini ditempuh oleh manusia yang konvensional. Yaitu manusia yang melaksanakan tugas atau kewajiban yang telah ditambahkan Tuhan secara optimal sesuai dengan kemampuannya.

Jalan 2 : Jalan Pengasuhan

Jalan ini ditempuh oleh manusia sebagai makhluk sosial. Pengabdiannya terhadap Tuhan diwujudkan dengan membantu sesama manusia atau memberikan pengabdian sosial kepada masyarakat. Jalan ini sangat cocok untuk orang-orang seperti : perawat, guru, dan setiap orang yang berjiwa sosial.

Jalan 3 : Jalan pengetahuan

Jalan yang ditempuh manusia dengan mengabdikan diri melalui jalur ilmu pengetahuan. Jalan ini sangat cocok bagi mereka yang berlatar belakang akademik, intelektual, atau yang berminat pada ilmu pengetahuan, sekecil apapun.

Jalan 4 : Jalan perubahan pribadi

Sebuah upaya untuk pengabdian diri lewat latihan-latihan mistik dan spiritual. Jalan ini sangat cocok bagi mereka yang berlatar belakang seni.

Jalan 5 : Jalan persandaran

Sebuah upaya untuk pengabdian kepada Tuhan lewat jalur pengorbanan akan kepentingan diri demi kepentingan manusia yang lebih banyak ini sangat cocok bagi orang yang berjiwa realistis.

Jalan 6 : Jalan pemimpin yang penuh pengabdian

Sebuah upaya pengabdian kepada Tuhan lewat jalan pengabdian kepada orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya sedemikian sehingga pemimpin sebenarnya adalah pengabdian kepada umatnya.19

Keenam jalan ini menuju ke pusat. Pusat adalah perasaan

kesucian dalam obyek dan peristiwa sehari-hari, rasa kesucian dalam

tindakan penuh kasih sayang, rasa gembira ketika seseorang

membawa sesuatu yang baru kedunia, rasa sangat puas ketika

19

(28)

seseorang melihat keadilan ditegakkan, rasa damai ketika seseorang

mengabdi kepada Tuhan.20

Namun menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, meskipun dari

masing-masing keenam jalan spiritual itu berbeda untuk mendapatkan

kecerdasan spiritual lebih tinggi, karena untuk mendapatkan

kemajuan, setiap jalan harus melalui langkah berikut :

Langkah 1 : Menyadari situasi

Pada tahap ini, dituntut upaya untuk menggali kesadaran diri,

sehingga menjadi kebiasaan untuk merenungkan diri. Kecerdasan

spiritual yang paling tinggi adalah menyelami diri hingga yang palng

dalam, menilai diri sendiri dan perilaku dari waktu ke waktu.

Langkah 2 : Ingin berubah

Pada tahap ini kesadaran diri mendorong setiap kegiatan akan lebih

baik sehingga bertekad untuk berubah dan rela menanggung segala

resiko.

Langkah 3 : Mengenali diri

Pada tahap ini, dibutuhkan tingkat perenungan yang paling dalam,

mengenal dirinya dan letak pusat diri, sehingga mengetahui motivasi

diri yang paling dalam.

Langkah 4 : Menyingkirkan hambatan

Pada tahap ini, menyadari penghalang yang merintang, mengetahui

posisi diri, seperti kemarahan, kerasukan, rasa bersalah, rasa takut,

atau sekedar kemalasan.

Langkah 5 : Disiplin

Pada tahap ini, mengetahui disiplin atau jalan yang harus ditempuh

sebagai kemungkinan untuk bergerak maju.

Langkah 6 : Makna terus menerus

Pada tahap ini, menjalani hidup menuju pusat berarti mengubah

pikiran dan aktivitas sehari-hari menjadi ibadah terus menerus,

20

(29)

memunculkan kesucian alamiah yang ada dalam setiap situasi yang

bermakna.

Langkah 7 : Hormati mereka

Dan akhirnya setelah menetapkan jalan yang telah dipilih, tetaplah

sadar bahwa masih ada jalan-jalan yang lain. Hormatilah mereka yang

melangkah dijalan-jalan lain. Sikap ini menumbuhkan sikap hidup

yang terbuka, inklusif dan lapang menghadapi keragaman dan

perbedaan.21

2. Kecerdasan Spiritual Perspektif Islam

a) Menurut KH. Toto Tasmara

Kecerdasan ruhaniah atau kecerdasan spiritual adalah

kecerdasan yang berpusatkan pada rasa cinta yang mendalam kepada Allah Rabbul „Alamin dan seluruh ciptaanNya. Kecerdasan ruhaniah merupakan bentuk kesadaran tertinggi yang berangkat dari keimanan

kepada Allah SWT.22

b) Menurut Dr. M. Utsman Najati

Kecerdasan spiritual yaitu kemampuan seseorang dalam

memperhatikan keseimbangan antara kesehatan mental dan fisik.

Rasulullah selalu mendidik sahabat dalam meluruskan perilaku dan

mental para sahabat yang mengalami keguncangan-keguncangan

kejiwaan dan cenderung berperilaku menyimpang. Rasulullah

mencerdaskan ruhani dengan :

Iman. Tidak pelak lagi bahwa iman dapat memperkuat sisi ruhaniah manusia. Iman yang terdapat dalam hati manusia adalah

sumber ketenangan batin dan keselamatan jiwa. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim “Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya.

Ketahuilah itu adalah hati.”

21

Ibid., h. 231-233.

22

(30)

Ibadah. Beribadah dapat menghapus kegelisahan yag timbul dari perasaan berdosa dan memberikan perasaan tenang. Beribadah

juga mengajarkan banyak hal terpuji bagi manusia seperti sikap sabar,

mampu menanggung kesulitan, melawan hawa nafsu, taat, teratur,

mencintai dan berbuat baik kepada manusia, membantu orang-orang

yang membutuhkan, saling tolong-menolong dan solodaritas sosial.

Hal tersebut menjadi indikator penting dalam kesehatan jiwa.

Shalat. Shalat memiliki pengaruh besar dan efektif

meyembuhkan manusia dari dukacita dan gelisah. Allah

memerintahkan manusia untuk meminta pertolongan dengan shalat

jika kesulitan dan duka cita menghadang, karena shalat memberikan

ketenangan dan kedamaian dalam jiwa dan memberi energi ruhaniah

yang luar biasa yang dapat membantu menyembuhkan

penyakit-penyakit fisik dan jiwa. Energi ruhani shalat juga dapat membantu

membangkitkan harapan, menguatkan tekad, meninggikan cita-cita

dan menjadikan seseorang lebih siap menerima ilmu, pengetahuan dan

hikmah.

Puasa. Manfaat utama puasa adalah menumbuhkan kemampuan mengontrol syahwat dan hawa nafsu pada diri manusia,

serta dapat meningkatkan solidaritas sosial dengan kecendrungan

membantu manusia dan merasakan penderitaan fakir miskin.23

Selain itu, menurut Dr. Djamaludin Ancok Fuat Nashori

Suroso dalam bukunya Psikologi Islam, mengemukakan bahwa :

Ditinjau dari segi ilmiah puasa dapat memberikan kesehatan jasmani maupun rohani. Dua buku yang ditulis oleh Dr. Alan Cott, doktor ahli dari Amerika tentang manfaat puasa “Fasting as a Way of Life” dan

“Fasting the Ultimate Diet”.

Dari kedua buku tersebut dikemukakan antara lain bagaimana keterkaitan antara puasa dengan gangguan kejiwaan dan tingkat kecerdasan seseorang.

Pertama, gangguan jiwa yang parah dapat disembuhkan dengan berpuasa. Dr. Nicolayev, seorang guru yang bekerja pada Lembaga

23

(31)

Psikiatri Moskow, mencoba menyembuhkan gangguan kejiwaan dengan berpuasa. Nicolayev mengadakan penelitian eksperimen dengan membagi subyek menjadi dua kelompok yang sama besar, baik usia maupun berat-ringannya penyakit yang diderita. Kelompok pertman diberi pengobatan dengan ramuan obat-obatan. Sementara kelompok kedua diperintahkan untuk berpuasa selama 30 hari. Dua kelompok tadi diikuti perkembangan fisik dan mentalnya dengan tes-tes psikologis. Dari eksperimen itu diperoleh hasil sangat baik, yaitu banyak pasien-pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi medik ternyata bisa disembuhkan dengan puasa dan kemungkinan pasien untuk tidak kambuh kembali setelah 6 tahun kemudian, ternyata sangat tinggi. Lebih dari separuh pasien tetap sehat. Ditinjau dari segi penyembuhan kecemasan Alan Cott juga mengatakan bahwa penyakit seperti susah tidur, merasa rendah diri, juga dapat disembuhkan dengan puasa.

Kedua, adanya percobaan Psikologi yang membuktikan bahwa berpuasa mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang. Hal ini berkaitan dengan prestasi belajarnya. Ternyata orang yang rajin berpuasa dalam tugas-tugas kolektif memperoleh sekor yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak puasa.24

Haji. Haji mengajarkan manusia untuk mampu menanggung kesulitan, melatih berjihad melawan nafsu dan megontril syahwat.

Karena orang yang melakukan haji dilarang bersenggama, tidak

menyakiti sesama, dan tidak melakukan hal yang dibenci Allah. Haji

juga mendidik manusia untuk tidak takabur, ujub, dan tinggi hati.

Karena semua makhluk di hadapan Allah adalah sama tidak ada

perbedaan antara si kaya dan si miskin, majikan dan pelayannya.

Zikir dan Doa. Rasulullah menyatakan bahwa dengan

zikrullah, dapat memberikan kedamaian dan ketenangan dalam jiwa.

dan doa merupakan zikir dan ibadah. Dengan berdoa terdapat

kelapangan jiwa dan penyembuhan kesulitan, duka cita dan gelisah,

karena berdoa dapat meringankan beban kesulitan dengan cara

berkeluh kesah kepada Allah.

Membaca Al-Quran. Membaca Al-Quran adalah bentuk zikit yang paling utama karena dapat membersihkan hati, menyembuhkan

dan menenangkan jiwa. jadi, Al-Quran menghilangkan

24

(32)

penyakit yang menimbulkan keinginan-keinginan destruktif sehingga

hati menjadi sehat dan kembali pada fitrah aslinya sebagaimana

halnya badan kemali pada kondisi normal.25

c) Menurut Amr Hasan Ahmad Badran

Ibadah mahdah seperti shalat, puasa, haji dan lain sebagainya

sebenarnya adalah olah spiritual yang sering dilaksanakan. Hal itu

termasuk prinsip olah spiritual diri seseorang untuk membentuk pola

hidup yang baik agar menjadikan hidup ini bernilai ibadah.

Usaha-usaha untuk meningkatkan daya kecerdasan baik fisik,

mental maupun spiritual ternyata telah dilakukan oleh orang-orang

saleh terdahulu dan berhasil seperti Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, dan Imam Syafi‟i.

Adapun beberapa praktik olah spiritual yang juga harus

diperhatikan adalah :

Meninggalkan kemaksiatan. Melakukan kemaksiatan dapat membuat diri menjadi berat untuk menjalankan ketaatan, kebaikan, bahkan dalam mencari ilmu. Imam syafi‟i pernah mengeluh kepada gurunya Imam Waki‟ atas daya ingatnya yang buruk, lalu Imam Waki‟ menasihatinya agar meninggalkan kemaksiatan. Sebab, menurut Imam Waki‟ “Ilmu itu cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang-orang yang bermaksiat”.

Bersyukur. Makna bersyukur adalah bahagia dengan apapun yang didapatkan pada hari ini. Dengan bersyukur maka seseorang akan

mendapatkan kebahagiaan, sekaligus mendapatkan kekuatan daya

kecerdasan baik fisik, mental maupun spiritual. Rasa bersyukur harus

dilatih, tanpa latihan dalam kehidupn sehari-hari, bersyukur akan

terasa sulit untuk dilakukan.

Meminta didoakan oleh orang shaleh. Sahabat Abu Hurairah pernah

mengeluhkan daya ingatnya kepada Rasulullah, lalu Rasulullah

memerintahkan untuk membentangkan selendangnya lalau Rasulullah

25

(33)

mendoakannya. Sejak saat itu Abu Hurairah tidak pernah lupa

sedikitpun terhadap hadits yang diterimanya.

Mendirikan shalat dengan rutin. Shalat melatih diri untuk sellu disiplin, mencegah diri dari kemaksiatan dan kemungkaran. Mencegah

diri dari kemaksiatan dan kemungkaran merupakan pola hidup yang

benar untuk mendapatkn kekuatan daya ingat atau kecerdasan fisik,

mental dan spiritual yang maksimal, kekuatan daya tersebut yang akan

membawa diri selalu dalam kebaikan. Oleh karena itu shalat lima

waktu ditambah shalat-shalat sunnah menjadi kebutuhan harian

seseorang terutama orang muslim.26

d) Menurut Ary Ginanjar Agustian

Dalam buku ESQ berdasarkan 6 rukun Iman dan 5 rukun

Islam, Ary Ginanjar memberikan sebuah definisi tentang kecerdasan,

yaitu kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap

perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang

bersifat fitrah, menuju manusia seutuhnya (Insan Kamil), dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik), serta prinsip “hanya kepada Allah swt”.

Kecerdasan spiritual (SQ) dalam pandangan Khalil Khavari

merupakan dimensi nonmaterial atau ruh manusia. Hal tersebut selaras

dengan SQ perspekif Islam. Karena, ruh merupakan esensi

kemanusiaan. Ruhlah yang membedakan manusia dengan makhluk

lain.

Ruh menjadi sumber segala kecerdasan manusia baik

intelektual, emosional, dan spiritual. Hakikat ruh adalah kuasa Tuhan,

tetapi ruh bisa dikenal melalui manifestasi elemen-elemennya berupa

kesadaran, yaitu kesadaran ilmiyah dan intelektual, kesadaran akhlaqi,

dan kesadaran ruhaniah (dzikrullah).

26

(34)

Spiritualitas tidak dapat dipisahkan dari kesadaran tauhid,

ke-Esaan Allah, dan hidup berjalan sesuai kehendak-Nya salah satu

bentuk kecerdasan spiritual model Islam terdapatdalam bukunya Ary

Ginanjar Agustian yang berjudul ESQ (Emosional Spiritual Quotient).

Berdasarkan 6 rukun Iman dan 5 rukun Islam, yaitu :

Tahap 1 : Zero Mind Process (Penjernihan Emosi)

Usaha mengungkapkan belenggu-belenggu pikiran dan

mencoba mengidentifikasi paradigma itu. Sehingga dapat dikenali

apakah paradigma tersebut telah mengkerangkeng pikiran. Tujuh

belenggu itu : prasangka negatif, prinsip-prinsip hidup, pengalaman,

kepentingan dan prioritas, sudut pandang, perbandingan dan

literatur.27

Apabila manusia telah dapat mengendalikan belenggu yang

dapat menutupi fitrah (God-Spot) maka terbentuklah hati dan pikiran

yang jernih (suci).

Tahap 2 : Mental Building (Membangun mental)

Setelah melalui tahap 1, manusia diharapkan sudah dapat

mengenali tujuh faktor yang membelenggu god-spot (fitrah),. Pada

tahap 2, manusia akan mulai diisi dan dibangun melalui enam prinsip

yang didasarkan atas 6 rukun Iman, yaitu :

Prinsip Bintang (Star Principle) : Tuhan menciptakan manusia dengan sempurna dan dianugerahi sifat-sifat-Nya. Sehingga

manusia dapat menjalankan tugas-tugasnya sebagai khalifah di Bumi.

Apabila manusia telah menyadari bahwa dirinya memiliki sifat-sifat

Tuhan, maka upayakan dan pupuklah terus hingga menghasilkan

sebuah kekuatan dan motivasi yang maha dahsyat. Dengan sebuah

keberanian dan kekuatan yang berlandaskan Iman kepada Tuhan.

Akan tercipta sebuah jati diri (eksistensi) yang memiliki nilai tinggi.

27

(35)

Hasil prinsip bintang : kepemilikan rasa aman instrinsik, kepercayaan diri yang tinggi, integritas yang kuat, bersikap bijaksana,

dan memiliki tingkat motivasi yang tinggi, semua dilandasi dan

dibangun karena iman kepada Allah.

Prinsip Malaikat (Angel Principle) : Malaikat adalah makhluk mulia, mereka sangat dipercaya oleh Allah untuk

menjalankan segala perintah-Nya. Semua pekerjaan dilakukan dengan

sebaik-baiknya. Seberat apapun pekerjaan yang diberikan kepada

mereka, akan dilaksanakan dengan sepenuh hati karena Allah.

Hasil prinsip Malaikat : seorang yang memiliki tingkat

loyalitas yang tinggi, komitmen yang kuat, memiliki kebiasaan untuk

mengawali dan memberi, suka menolong dan memiliki sikap saling

percaya.

Prinsip kepemimpinan (Leadership Principle) : hampir semua orang menjadi pemimpin dilingkungannya masing-masing

terlepas dari besar kecilnya jumlah orang dalam kelompok tersebut.

Meskipun hanya satu orang saja pengikutnya maka ia masih dikatakan

sebagai seorang pemimpin. Bahkan manusia seorang diripun harus

memimpin dirinya sendiri untuk mengarahkan hidupnya.

Hasil prinsip kepemimpinan : pemimpin sejati yaitu seorang yang selalu mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain,

sehingga ia dicintai. Memiliki integritas yang kuat, sehingga ia

dipercaya oleh pengikutnya. Selalu membimbing dan mengajari

pengikutnya. Memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten. Dan

yang terpenting adalah memimpin melandaskan suara hati yang fitrah.

Prinsip pembelajaran (Learning Principle) : perintah untuk

membaca adalah langsung diturunkan oleh Tuhan. Perintah ini

(36)





















“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (al-Alaq/29: 1-5).

Membaca adalah awal mulanya suatu ilmu pengetahuan,

karena dengan membaca seorang dapat mengetahui sesuatu.

Hasil prinsip pembelajaran : memiliki kebiasaan membaca buku dan

membaca situasi dengan cermat. Selalu mengevaluasi pemikirannya

kembali. Bersikap terbuka untuk mengadakan penyempurnaan.

Memiliki pedoman yang kuat dalam belajar, yaitu berpegang teguh

hanya kepada Allah.

Prinsip masa depan (mision principle) : pembangunan visi, tahap pembentukannya akan sangat tergantung pada kualitas

kecerdasan hati yang terbentuk pada tahap sebelumnya. Visi yang

dibangun sulit untuk berjalan dengan baik, sekiranya prinsip bintang

yang dianut sudah salah sejak awal, maka prinsip malaikatnya tidak

akan berhasil membangun suatu kepercayaan. Akibatnya pada tahap

prinsip kepemimpinan, ia akan begitu rapuh dan sangat mudah

terpengaruh, hingga akhirnya gagal menjadi pemimpin. Akibat dari

semua kesalahan di atas maka pada tahap prinsip masa depan ini, ia

akan membangun visi pada landasan yang goyah atau bahkan visi

yang keliru.

Hasil prinsip masa depan : selalu berorientasi pada tujuan akhir dalam setiap langkah yang dibuat. Melakukan setiap langkah

secara optimal dan sungguh-sungguh memiliki kendali diri dan sosial,

karena telah memiliki kesadaran akan adanya “hari kemudian”.

(37)

batiniah yang tinggi, tercipta oleh keyakinannya akan adanya “hari pembalasan”.

Prinsip keteraturan (well organized principe) : prinsip ini menghasilkan manusia yang memiliki kesadaran, ketenangan dan

keyakinan dalam berusaha, karena pengetahuan akan kepastian hukum

alam dan hukum sosial dan sangat memahami akan arti penting

sebuah proses yang harus dilalui dengan berorientasi pada

pembentukan sisten (sinergi) , dan selalu berupaya menjaga sistem

yang telah dibentuk.28

Tahap 3 : Personal Strength (ketangguhan pribadi)

Ketika seseorang berada pada posisi atau dalam keadaan telah

memiliki pegangan prinsip hidup yang kokoh dan jelas. Seseorang

bisa dikatakan tangguh apabila ia telah memiliki prinsip yang kuat

sehingga tidak mudah terpengaruh oleh lingkungannya yang terus

berubah dengan cepat. Personal Strength terbagi menjadi :

Mission Statement (syahadat) : syahadat akan membangun suatu keyakinan dalam berusaha. Syahdat akan menciptakan suatu

dorongan dalam upaya mencapai tujuan. Syahadat akan

membangkitkan keberanian dan optimisme, sekaligus menciptakan

ketenangan batiniah dalan menjalankan misi hidup.

Character Building (Shalat) : shalat merupakan metode relaksasi untuk menjaga kesadaran diri agar tetap memiliki cara

berfikir yang fitrah. Shalat merupakan metode yang dapat

meningkatkan kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual secara

terus menerus. Shalat merupakan teknik pembentukan pengalaman

positif.29

Self Controling (puasa) : puasa adalah suatu metode

pelatihan untk pengendalian diri. Puasa bertujuan untuk meraih

kemerdekaan sejati, dan pembebasan dari belenggu nafsu yang tak

28

Ibid., 99-216

29

(38)

kendali. Selain itu, puasa dapat melatih manusia untuk

mengendalikan suasana hati dan pelatihan untuk menjaga

prinsip-prinsip yang telah dianut berdasarkan rukun iman. 30

Tahap 4 : social strength (ketangguhan sosial)

Ketika seseorang dapat memberikan sebagian hartanya

kepada orang lain yang memerlukan, maka orang itu dapat dikatakan

memiliki ketangguhan sosial. Social strength terdiri dari :

Strategic Collaboration (zakat) : Zakat adalah lagkah nyata

membangun sebuah sistem atau sinergi yang kuat, yaitu

berlandaskan sikap empati, kepercayaan, sikap koperatif dan

keterbukaan serta kredibilitas.

Total Action (Haji) : Haji merupakan lambang dari puncak “ketangguhan pribadi” dan puncak “ketangguhan sosial”. Haji berupakan sublimasi dari shalat dan keseluruhan Rukun Iman. Dan

merupakan lambang perwujudan akhir dari rukun Islam. Singkatnya,

haji adalah suatu wujud keselarasan antara idealisme dan praktek,

keselarasan antara rukun Iman dan rukun Islam.31

Pokok pikiran dalam Rukun Iman dan Rukun Islam memberikan

manusia bimbingan untuk mengenal dan memahami perasaan kita

sendiri, dan perasaan orang lain, motivasi diri, mengelola emosi

dalam berhubungan dengan orang lain yang berdasarkan keyakinan

kepada Tuhan.

Sehingga Rukun Iman dan Rukun Islam bukan hanya sebuah

ajaran ritual semata, tetapi memiliki makna yang penting dalam

membangun kecerdasan emosi dan spiritual.

b. Karakteristik atau ciri-ciri Kecerdasan Spiritual

Anak-anak yang memiliki kecerdasan spiritual, memiliki

karakter-karakter sebagai berikut :

1. Kemampuan untuk membedakan yang fisik dan material.

30

Ibid., h. 249-308.

31

(39)

2. Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak

yakni yakni merasakan kesejukan dalam diri ruhaniahnya.

3. Kemampuan untuk mengartikan makna pengalaman sehari-hari.

4. Kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual untuk

menyelesaikan masalah.

5. Kemampuan untuk berbuat baik.32

Orang-orang yang bisa berfikir dan memiliki kecerdasan spiritual

serta mengetahui sesuatu secara inspiratif, tidak hanya memahami dan

memanfaatkan sebagaimana adanya, tetapi mengembalikannya pada asal

ontologisnya, yakni Allah SWT.

Menurut Jalaluddin Rahmat, kecerdasan spiritual ditandai dengan

sejumlah ciri yaitu :

1. Mengenal motif kita yang paling dalam.

Motif kreatif adalah motif yang menghubungkan seseorang dengan

kecerdasan spiritual. Ia tidak bisa dikembangkan lewat IQ. IQ hanya

menganalisis atau mencari pemecahan soal secara logis. Sedang EQ

adalah kecerdasan yang membantu kita untuk bisa menyesuaikan diri

dengan orang-orang di sekitar, berempati dengan orang-orang di

sekitar, untuk bisa bersabar, menerima orang lain apa adanya serta

mengendalikan diri. Tetapi, untuk bisa kreatif kita memerlukan suatu

kecerdasan, yaitu kecerdasan spiritual. Jadi, motif kreatif adalah motif

yang lebih dalam, dan salah satu ciri orang yang cerdas seara spiritual

adalah orang yang mengetahui motifnya paling dalam.

2. Memiliki tingkat kesadaran yang tinggi.

Maksudnya adalah dia memiliki tingkat kesadaran bahwa dia tidak

mengenal dirinya lebih, karenanya selalu berupaya untuk mengenal

dirinya lebih dalam.

3. Bersikap responsif pada diri yang paling dalam.

32

(40)

Bersikap responsif artinya, melakukan introspeksi diri, refleksi dan

mau mendengarkan dirinya.

4. Mampu memanfaatkan dan mentransendenkan kesulitan.

Mentransendenkan kesulitan maksudnya adalah orang yang cerdas

secara spiritual tidak menyalahkan orang lain ketika menghadapi

kesulitan, dan ini berarti orang yang cerdas spiritual bertanggung

jawab atas hidupnya dan tidak mengalihkan tanggung jawab itu

kepada orang lain.

5. Sanggup berdiri, menentang, dan berbeda dengan orang banyak.

Maksud pernyataan tersebut adalah orang yang cerdas spiritual

mempunyai pendirian dan pandangan sendiri walaupun harus berbeda

dengan pendirian dan pandangan orang banyak.

6. Enggan mengganggu atau menyakiti orang dan makhluk lain.

Dalam ciri ini orang yang cerdas spiritual merasa bahwa alam semesta

adalah satu kesatuan, sehingga kalau mengganggu apa pun dan siap

pun akan kembali kepada dirinya sendiri.

7. Memperlakukan agama cerdas secara spiritual.

Yaitu orang yang cerdas spiritual mampu mengajarkan dimensi

esosentris pada dirinya, seperti perbuatan hati, sabar, adil, ikhlas dan

sederhana.

8. Memperlakukan kematian cerdas secara spiritual.

Orang yang cerdas spiritual selalu menyiapkan diri untuk menghadapi

kematian dengan selalu berbuat baik, beribadah dan beramal shaleh.33

Dengan demikian, kecerdasan spiritual dapat membuat kehidupan

beragama seseorang mejadi lebih baik. Walaupun demikian tingkat

kecerdasan spiritual seseorang dapat meningkat ataupun menurun. Oleh

karena itu, harus terdapat self management agar kecerdasan spiritual yang memang telah dibangun di dalam diri setiap orang dapat terus

dipertahankan agar tidak menurun.

c. Fungsi kecerdasan spiritual

33

(41)

Manusia yang memiliki spiritual yang baik akan memiliki

hubungan yang kuat dengan Allah SWT, sehingga akan berdampak pula

kepada kepandaian ia dalam berinteraksi dengan manusia, karena dibantu

oleh Allah SWT yaitu hati manusia dijadikan cenderung kepada-Nya.

Firman Allah dalam surat Fushilat ayat 33 :









“Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada

Allah, mengerjakan amal yang shaleh, dan berkata : Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Q.S. Fushilat/41:33).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa kondisi spiritual seseorang

berpengaruh terhadap kemudahan dia dalam menjalani kehidupan ini.

Jika spiritual baik, maka ia menjadi seorang yang cerdas dalam

kehidupan. Untuk itu yang terbaik adalah memperbaiki hubungan dengan

Allah SWT dengan cara meningkatkan takwa dan menyempurnakan

tawakal serta memurnikan pengabdian kepadanya.

Dan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 93 :



















“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka Makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.

Dari ayat tersebut juga, tampak dengan sangat jelas keterkaitan

antara takwa, iman, prinsip, dan amal shaleh yang merupakan indikasi

(42)

Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa seseorang yang

cerdas secara spiritual dalam Al Quran sangat jelas keterkaitannya antara

takwa, iman, dan amal shaleh. Adapaun beberapa fungsi kecerdasan

spiritual menurut KH. Toto Tasmara antara lain :

1. Mengarahkan Manusia untuk Memiliki visi

Mereka yang cerdas secara ruhani, sangat menyadari bahwa hidup

yang dijalaninya bukanlah “kebetulan” tetapi sebuah kesengajaan

yang harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab (takwa).

Orang yang memiliki kecerdasan spiritual merupakan orang yang

mampu bersikap fleksibel, memiliki visi dan prinsip nilai, mempunyai

komitmen dan tanggung jawab.34

2. Selalu Merasakan Kehadiran Allah

Mereka yang cerdas secara ruhaniah, merasakan kehadiran Alah di

mana saja mereka berada. Mereka meyakini bahwa salah satu produk

dari keyakinannya beragama antara lain melahirkan kecerdasan

spiritual yang menumbuhkan perasaan yang sangat mendalam bahwa

dirinya senantiasa berada dalam pengawasan Allah. Mereka

merasakan serta menyadari bahwa seluruh detak hatinya diketahui dan

dicatat Allah. Orang yang cerdas secara ruhaniah merasakan

pengawasan Allah. Allah SWT berfirman :





“sesungg

Gambar

Tabel 3.1 Kisi-kisi instrumen penelitian.
Tabel 3.2 Skor Angket Penelitian untuk jawaban yang positif
Tabel 3.4 Klasifikasi  kategori kecerdasan spiritual
Angka indeks korelasi “r” Product MomentTabel 3.6 11
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan di Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kecerdasan

Program Praktik Kerja Lapang (PKL) merupakan salah satu kegiatan kurikuler dan wajib diprogramkan oleh mahasiswa pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Konsentrasi molase yang paling optimal untuk produksi enzim xilanase adalah konsentrasi 1 % dengan aktivitas enzim tertinggi yang dihasilkan sebesar 0.055 U/ml dan

Salah satu tujuan dalam peneliian ini adalah ingin mengetahui bagaimana kondisi masyarakat kelurahan Watubelah sebelum adanya Pondok Pesantren Al Khairiyah yang

smartphone mengakses fungsi pengecekan level baterai pada sistem operasi android. Selanjutnya, data level pengisian baterai tersebut dibuatkan algoritmanya agar level

Seseorang yang memiliki hubungan yang erat dan baik dengan orang yang meninggal akan mengalami rasa berduka yang berbeda dibandingkan dengan orang yang memiliki hubungan

Dengan memanjatkan puji syukur Alhamdulillah atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmad dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Penulisan laporan akhir ini bertujuan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik