LAMPIRAN 1: DATA REALISASI PENERIMAAN DANA ALOKASI UMUM 4 Kab. Pasaman 318,683,5
09 5 Kab. Sijunjung 279,405,7
25,000 6 Kab. Tanah Datar 379,889,2
10,000 7 Kota Bukit Tinggi 236,106,1
57,000 11 Kota Sawahlunto 190,325,9
17 Kab. Solok 368,844,8 18 Kota Solok 205,832,3
70,000 LAMPIRAN 2: DATA REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TAHUN
2009-2013 4 Kab. Pasaman 15,721,23
9,991 5 Kab. Sijunjung 25,982,26
9,630.84 6 Kab. Tanah Datar 36,543,14
6,245 7 Kota Bukit Tinggi 38,891,93
5,383.56 11 Kota Sawahlunto 26,532,98
16 Kab. Pesisir 18 Kota Solok 23,829,12
5,411.87
LAMPIRAN 3: DATA REALISASI BELANJA MODAL TAHUN 2009-2013 No 4 Kab. Pasaman 71,061,58
6,703 5 Kab. Sijunjung 92,923,42
4,105 6 Kab. Tanah Datar 77,006,38
0,645 7 Kota Bukit Tinggi 67,474,68
0,595 11 Kota Sawahlunto 42,053,40
14 Kab. 18 Kota Solok 85,894,01
2,160
LAMPIRAN 4: DATA REALISASI PENDAPATAN PERKAPITA TAHUN 2009-2013 4 Kab. Pasaman 11704641
.97 5 Kab. Sijunjung 13580886
.21 6 Kab. Tanah Datar 14367030
.81 7 Kota Bukit Tinggi 17522848
.89 11 Kota Sawahlunto 17996939
12 Kab. Pasaman 18 Kota Solok 16688102
.05
LAMPIRAN-5 POPULASI DAN SAMPEL
NO KABUPATEN/KOTA POPULASI KELENGKAPAN DATA
3 Kabupaten Kepulauan Mentawai
√ √ Sampel 3
4 Kabupaten Limapuluh Kota
√ √ Sampel 4
5 Kabupaten Padang
Pariaman
√ √ Sampel 5
7 Kabupaten Pasaman Barat
√ √ Sampel 7
8 Kabupaten Pesisir Selatan
√ √ Sampel 8
9 Kabupaten Sijunjung √ √ Sampel 9
10 Kabupaten Solok √ √ Sampel 10
11 Kabupaten Solok Selatan
√ √ Sampel 11
12 Kabupaten Tanah Datar √ √ Sampel 12
13 Kota Bukittinggi √ √ Sampel 13
14 Kota Padang √ √ Sampel 14
15 Kota Padangpanjang √ √ Sampel 15
16 Kota Pariaman √ -
17 Kota Payakumbuh √ √ Sampel 16
18 Kota Sawahlunto √ √ Sampel 17
LAMPIRAN-6 OUTPUT SPSS
Histogram Hasil Uji Normalitas
Tabel Hasil Uji Kolmogrov Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 90
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 3624465.02388573
Most Extreme Differences Absolute .044
Positive .044
Negative -.023
Test Statistic .044
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Hasil Uji Multikoloniearitas
Coefficientsa
Hasil Uji Statistik Durbin Watson
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1
.759a .576 .561 3687140.533735
024700000 1.868
a. Predictors: (Constant), BM, PAD, DAU
b. Dependent Variable: PP
Hasil Uji Koefisien Determinasi (�2)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1
.759a .576 .561 3687140.533735
024700000 1.868
a. Predictors: (Constant), BM, PAD, DAU
b. Dependent Variable: PP
Hasil Uji Simultan (Uji F)
ANOVAa
1 Regression
a. Dependent Variable: PP
b. Predictors: (Constant), BM, PAD, DAU
Hasil Uji Parsial (Uji t)
Coefficientsa
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Priyo Hari, dan Harianto, David. 2007. Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Per Kapita. Makasar : Simposium Nasional Akuntansi X.
Bangun, Ricky Andra Levi. 2009. Pengaruh Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan Perkapita. Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.
Brata, Aloysius Gunandi.2004. Komposisi Penerimaan Sektor Publik dan Pertumbuhan Ekonomi Regional. Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya: Yogyakarta.
Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 2004. Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi. Medan.
Erlina. 2008. Metodologi Penelitian. USU Press. Medan.
Gaspersz, Vincent dan Esthon Foenay. 2003. Kinerja Pendapatan Ekonomi Rakyat Dan Produktivitas Tenaga Kerja Di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ekonomi Rakyat.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Cetakan Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam, 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21: Up Date PLS Regresi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta. Salemba Empat.
Halim, Abdul. 2009. Akuntansi Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta : Salemba Empat.
Kadjatmiko.2002. Dinamika Sumber Keuangan bagi Daerah dalam Rangka Otonomi Daerah.Prosiding Workshop Internasional Implementasi Desentralisasi Fiskal sebagai Upaya Memberdayakan Daerah dalam Membiayai Pembangunan Daerah.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan. Bandung.
Kuncoro, Mudrajat. Ph.D.2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perekonomian, Strategi dan Peluang. Penerbit Erlangga.
Mangkoesobroto, Guritno. 2011. Ekonomi Publik. Yogyakarta : BPFE. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Ramayanti, Maya. 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Pendapatan Perkapita Masyarakat Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Ririn, Gurning. 2011.“Analisis Kinerja Keuangan Belanja dengan Pendekatan Value For Money pada Seketariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan”. Skripsi Universitas Hasanudin.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban Dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah Dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.
Rustiadi, Ernan et al. 2010. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi.Penerbit Ghalia Indonesia.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Widjaja, Haw.2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom.PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Widya, Jayanti. 2013.Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Pendapatan Per Kapita.Universitas Muhammadiyah Semarang.
Yani, Ahmad 2002. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah di Indonesia.Raja Grafindo Persada : Jakarta.
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif kasual.Jenis penelitian ini
merupakan penelitian yang menganalisis hubungan antara satu variable dengan
variable lainnya. Dalam penelitian ini akan diuji pengaruh Dana Alokasi Umum,
Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal terhadap Pendapatan Perkapita pada
Kabupaten/Kota di Sumatera Barat.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara mempelajari data-data yang diperlukan.
Data yang digunakan data sekunder yang diperoleh dari
www.bps/sumbar.go.id .
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
No. Kegiatan Nov. Des. Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun Jul
1. Pengajuan Judul
2. Perencanaan Daftar Isi
3. Penyetujuan Proposal
4. Penulisan Proposal
5. Seminar Proposal
6. Penulisan Skripsi
7. Sidang
3.3 Batasan Operasional
Penulis memberi kajian penelian batasan operasional agar tujuan penelitian
dapat tercapai, adapun batasan tersebut antara lain:
1. Faktor-faktor yang diteliti yang diperkirakan dapat mempengaruhi
pendapatan perkapita adalah dana alokasi umum, pendapatan asli daerah,
dan belanja modal
2. Objek penelitian ini adalah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat
yang data DAU, PAD, dan Belanja Modalnya ada di situs
Definisi operasional “menjelaskan karakteristik dari objek dalam
elemen-elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan
dioperasionalkan dalam penelitian” (Erlina, 2008).
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pelaksanaan
penelitian ini, maka perlu diberikan definisi variabel operasional yang akan diteliti.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Dana Alokasi Umum, Pendapatan
Asli Daerah, dan Belanja Modal, sementara variabel dependen dari penelitian ini
adalah Pendapatan Perkapita.
3.4.1 Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah pendapatan daerah yang bersumber dari
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.Variabel ini menggunakan skala pengukuran rasio.
3.4.2 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang bersumber dari
hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang bertujuan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Variabel ini
3.4.3 Belanja Modal
Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset
lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal
meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan,
peralatan dan aset tak berwujud. Variabel ini menggunakan skala pengukuran rasio.
3.4.4 Pendapatan Perkapita
Pendapatan Perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu
daerah.Diperoleh dengan Produk Domestik Regional Bruto tanpa minyak dan gas
dari tiap kabupaten/kota dibagi dengan jumlah penduduk pada wilayah tersebut.Data
PDRB dan jumlah penduduk diperoleh dari Badan Pusat Statistik.Variabel ini
menggunakan skala pengukuran rasio.
3.5 Skala Pengukuran Variabel
Tabel 3.2
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Jenis Variabel
Variabel Definisi Variabel Pengukur an
Pendapatan daerah yang bersumber dari APBN
yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan
antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan
Pendapatan daerah yang bersumber dari APBN
yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan
antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat
lebih dari satu periode akuntansi, yang meliputi belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak
Variabel Dependen
Pendapatan Perkapita
Besarnya pendapatan rata-rata penduduk di
suatu daerah yang diperoleh dari Produk
Domestik Regional Bruto tanpa minyak dan
gas dari tiap kabupaten/kota dibagi
dengan jumlah penduduk pada wilayah
tersebut.
3.6 Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007). Populasi dalam
penelitian ini adalah 19 kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat
dengan menggunakan data sejak 2009-2013.
Sampel adalah bagian populasi (Erlina, 2008).Sampel dalam penelitian ini
diambil dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel
berdasarkan kriteria tertentu yaitu kelengkapan data yang tersedia. Kriteria sampel
dalam penelitian ini adalah :
1. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat yang laporan Realisasi
APBDnya ke dimuat dalam situs
2. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat yang angka PDRBnya
dimuat dalam situs Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat
yaitu www.bps.go.id/sumbar selama periode 2009-2013
3. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat yang jumlah penduduknya
dimuat dalam situs Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat
yaitu www.bps.go.id/sumbar selama periode 2009-2013
Berdasarkan kriteria tersebut, maka sampel yang diperoleh dalam penelitian ini
berjumlah 18 kabupaten/kota dengan 5 tahun pengamatan yang berarti 90 sampel.
3.7 Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, data kuantitaif, data yang
diukur dalam suatu skala numerik (angka) yaitu data Pendapatan Perkapita tahun
2009-2013 dan data Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal
tahun 2009-2013, dan merupakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan
oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat. Sumber data
Dana Alokasi Umum, Pendapatan Perkapita, data Belanja Modal diperoleh dari situs
Departemen Keuangan Republik Indonesia
Pusat Statistik ya
3.8 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan yang digunakan studi
alokasi Pendapatan Perkapita, data Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah,
dan Belanja Modal Kabupaten/Kota Sumatera Barat selama tahun 2009-2013, serta
buku, artikel yang menguatkan dan berkaitan dengan penelitian ini. Data diperoleh
dari internet dengan cara mengunduh data-data yang diperlukan dengan mengakses
dari situs Departemen Keuangan Republik Indonesia yaitu
dan situs Badan Pusat Statistik ya
3.9 Metode dan Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode
analisis statistic dengan menggunakan software SPSS 22 (Statistical Product and
Services Solution). Metode dan teknik analisis dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
3.9.1 Uji Asumsi Klasik
Salah satu syarat yang menjadi dasar penggunaan model regresi berganda
dengan metode Ordinary Least Square (OLS) adalah dipenuhinya semua
asumsi klasik, agar hasil pengujian bersifa tidak bias dan efisien (Best Linear
Unbiased Estimator/BLUE).
Uji ini bertujuan untuk “mengetahui apakah dalam model regresi variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.Pengujian ini perlu
dilakukan karena untuk melakukan uji T dan uji F mengasumsikan bahwa nilai
residual mengikuti distribusi normal.Jika asumsi ini dilanggar atau tidak
terpenuhi maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil”
(Erlina 2008).Untuk mendeteksi apakah residual terdistribusi normal atau tidak
yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Dalam analisis grafik, distribusi
normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotting data residual
akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika garis yang menggambarkan data
sesungguhnya mengikuti garis diagonalnya maka data residual terdistribusi
secara normal. Untuk uji statistik, dapat dilakukan dengan melihat nilai
Kolmogorov-Smirnov, jika nilai signifikansinya <0,05 maka data terdistribusi
secara normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansinya >0,05 maka data tersebut
tidak terdistribusi secara normal.
3.9.1.2 Uji Multikolonieritas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara variabel
yang satu dengan variabel lainnya. “Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi diantara variabel independen” (Ghozali,2006). Jika terjadi
korelasi antara variabel independen maka variabel independen tersebut tidak
orthogonal. Dalam hal ini variabel independen tersebut memiliki nilai korelasi
multikolonieritas biasanya digunakan nilai cutoff dengan nilai tolerance <0,10
dan nilai VIF> 10.
3.9.1.3 Uji Heteroskedastisitas
Menurut (Ghozali, 2006). Uji ini bertujuan untuk “menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain.Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lainnya tetap, maka disebut homokedastisitas, jika berbeda disebut
heterokedastisitas”.Untuk melihat ada atau tidaknya heterokedastisitas
dilakukan dengan mengamati grafik scatterplot antar nilai prediksi variabel
terkait dengan residualnya. Deteksi atau tidaknya heterokedastisitas dilakukan
dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot dengan dasar
analisis, yaitu: Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk
pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas; Jika tidak ada pola yang jelas,
seperti titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu y, maka tidak
terjadi heteroskedasitas.
3.9.1.4 Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk “menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
dapat terjadi pada observasi yang menggunakan runtut waktu (time series)
dimana pengganggu dari data pada periode sebelumnya akan berpengaruh
terhadap data pada periode berikutnya. Model regresi yang baik harus terbebas
dari adanya autokorelasi. Salah satu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya
korelasi yaitu dengan melakukan uji Durbin-Watson (DW test) sebagai berikut:
• angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
• angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi.
• angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif.
3.9.2 Pengujian Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan analisis regresi berganda
(multiple regression analysis).Uji ini dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh beberapa variabel independen terhadap satu variabel
dependen.Hasil dari analisis regresi berganda berupa koefisien untuk setiap
variabel independen. Persamaan regresi linier berganda yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Y = α + ��1 X1+��2 X2+��3 X3+ ��
Keterangan:
Y = pendapatan perkapita
α = konstanta
X1 = dana alokasi umum
X2 = pendapatan asli daerah
X3 = belanja modal
ε = error
3.9.2.1 Koefisien Determinasi (��)
Koefisien determinasi digunakan untuk “mengukur seberapa jauh
kemampuan model menerangkan variasi variabel independen (Ghozali,2006).
Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol sampai dengan 1.Jika koefisien
determinasi semakin mendekati 1 maka semakin kuat pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen dan koefisien determinasi mendekati 0,
maka dapat dikatakan semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen. Menurut Ghozali (2006), kelemahan mendasar penggunaan
koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang
dimasukkan kedalam model. Banyak peneliti menganjurkan untuk
menggunakan nilai Adjusted R² pada saat mengevaluasi mana model regresi
terbaik.Tidak seperti R², nilai Adjusted R² dapat naik atau turun apabila satu
3.9.2.3 Uji Statistik t (uji secara parsial)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen
(Ghozali, 2006). Suatu variabel independen dikatakan mempunyai pengaruh
yang kuat dengan variabel dependen jika t-hitung lebih besar dari t-tabel atau
probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi (Sig. < 0,5). Dan sebaliknya,
variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen apabila
thitung lebih kecil dari t-tabel atau probabilitas lebih besar dari tingkat
signifikansi (Sig. > 0,05).
3.9.2.2 Uji Statistik F (uji secara simultan)
Uji F bertujuan untuk menguji variabel independen yang digunakan
dalam model regresi berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen
(Ghozali, 2006). Ketentuan yang digunakan dalam uji F adalah jika F hitung
lebih besar dari F tabel atau probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi
(Sig. < 0,05) maka model penelitian dapat digunakan atau model tersebut
sudah tepat. Sebaliknya jika F hitung lebih kecil dari F tabel atau probabilitas
lebih besar dari tingkat signifikansi (Sig. > 0,05) maka model penelitian tidak
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari internet melalui
situs www.djpk.go.id da
Laporan Realisasi Angaran dan Laporan Pendapatan Perkapita Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat tahun 2009 s/d tahun 2013. Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik uji
asumsi klasik dan analisis regresi berganda.
Pengujian asumsi klasik dan analisis regresi berganda dilakukan dengan
menggunakan software SPSS versi 22. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan,
diperoleh 18 daerah kabupaten/kota dengan time series sebayak 5 tahun pengamatan
sehingga jumlah sampel penelitian 90. Variabel independen yang digunakan adalah
Dana Alokasi Umum (�1), Pendapatan Asli Daerah (�2), dan Belanja Modal
(�3).Variabel dependen yang digunakan adalah Pendapatan Perkapita (Y).
4.2 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran umum atau deskripsi suatu data yang
standar deviasi.Statistik deskriptif dan variabel yang diteliti ditunjukkan dalam Tabel
4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1
Hasil Statistik Deskriptif
Sumber :Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016
Tabel 4.1 merupakan output statistik deskriptif ariabel penelitian dari tahun
2009 sampai 2013 dengan menggunakan software sps. Jumlah sampel keseluruhan
adalah 90 sampel (18 daerah pemerintahan kabupaten/kota, selama 5 tahun). Dari
tabel dapat dijelaskan statistik deskriptif masing-masing variabel sebagai berikut: Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic
PP
90 62069000000 1003116000000 355188746800.00 17266270255.110
1. Pendapatan perkapita memiliki nilai minimum 8055776.201161562, nilai
maksimum sebesar 40905430.91471135, nilai rata-rata sebesar
18844696.630026665, dan standar deviasi sebesar 5565832.706463502.
2. Dana alokasi umum memiliki nilai minimum 62069000000, nilai maksimum
sebesar 1003116000000, nilai rata-rata sebesar 355188746800, dan standar
deviasi sebesar 163802222106.491
3. Pendapatan asli daerah memiliki nilai minimum 11242988644.1, nilai
maksimum sebesar 238872000000, nilai rata-rata sebesar
38886380897.18189, dan standar deviasi sebesar 33786559838.61655
4. Belanja modal memiliki nilai minimum 27900000000, nilai maksimum
sebesar 289610000000, nilai rata-rata sebesar 98067620914.29013, dan
standar deviasi sebesar 50484889035.079475
4.3 Uji Asumsi Klasik 4.3.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.Seperti diketahui uji t dan uji F
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distrbusi normal.Jika asumsi ini
dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.Pengujian
normalitas data dapat dilakukan secara kasat mata yaitu dapat dilihat pada grafis
histogram dan grafik PP Plots. Berikut hasil uji normalitas pada histogram dan grafik
Gambar 4.1 Histogram Normalitas
Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016
Gambar 4.2 Hasil Probability Plot
Menurut Ghozali (2013) pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan
melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat
histogram dari residualnya.dasar pengambilan keputusan :
• Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi nomal,
maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
• Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi tidak memnuhi asumsi normalitas.
Grafik histogram dan garfik PP Plot di atas menunjukkan bahwa data menyebar
disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal dan grafik histogramnya,
maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini mempunyai pola distribusi yang
normal, maka regresi memenuhi asumsi normalitas.
Ada dua cara mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak selain
dengan analisis grafik (grafik histogram dan grafik PP Plot) bisa juga menggunakan
analisis statistik. Dalam hal ini analisis statistik menggunakan uji
Kolmogrov-Smirnov dengan melihat data residualnya apakah berdistribusi normal atau tidak. Jika
nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka data tersebut terdistribusi tidak
normal. Jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka data terdistribusi normal.
signifikansi alpha yang telah ditetapkan (0.05), maka data dalam penelitian ini
terdistribusi normal.Hasil uji Kolmogrof-Smirnov dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Hasil Uji Kolmogrov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 90
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 3624465.02388 573
Most Extreme Differences Absolute .044
Positive .044
Negative -.023
Test Statistic .044
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016
4.3.2. Uji Multikoloniearitas
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
independen. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoloniearitas di dalam model
regresi salah satunya dengan cara melihat nilai tolerance dan nilai variance inflation
factor (VIF). Batas nilai tolerance adalah 0,1 dan batas VIF adalah 10. Apabila nilai
tolerance < 0,1 atau VIF > 10 = terjadi multikoloniearitas. Hasil pengujian terhadap
Tabel 4.3
Hasil Uji Multikoloniearitas
Coefficientsa
a. Dependent Variable: PP
Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa semua variabel independen mempunyai
nilai tolerance yang lebih besar dari 0.10 dan mempunyai nilai VIF yang lebih kecil
dari 10.Hasil uji multikoloniearitas menunjukkan bahwa tidak terjadi
multikoloniearitas dari data yang diuji.
4.3.3 Uji Heteroskedastisitas
Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki variance residual
yang tetap dari satu pengamatan ke pengamatan lain atau disebut homokedastisitas.
Grafik scatterplot pada gambar 4.3 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak
serta tersebar baik di atas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. hal ini dapat
Gambar 4.3 Hasil Scatterplot
Sumber : data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016
4.3.4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya).Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada
problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karna observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lainnya.
Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari
satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada runtut waktu (time
periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi. Salah satu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi yaitu
dengan melakukan uji Durbin-Watson (DW test).
Penelitian ini menggunakan uji Durbin-Watson untuk menguji
autokorelasi.Sampel 18 daerah pemerintahan kabupaten/kota dengan 5 tahun
peneltian, maka jumlah sampel adalah 90. Pada tabel Durbin-Watson menunjukkan
bahwa untuk jumlah sampel 90 dan total variabel independen 3, mempunyai batas
atas (du) 1.7264 dan batas bawah (dl) 1.5889. ketentuan dalam uji Durbin-Watson
seperti berikut :
• Jika d lebih kecil dari dl atau lebih besar dari (4-dl) maka terdapat
autokorelasi.
• Jika d terletak antara du dan (4-du), maka tidak terdapat autokorelasi.
• Jika d terletak antara dl dan du atau diantara (4-du_ da (4-dl), maka tidak
menghasilkan kesimpulan yang pasti.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa penelitian memiliki nilai d = 1.868. maka du < d <
(4-du); atau 1.7264 < 1.868 < 2.2736. dari hasil uji durbin-watson tersebut dapat
Tabel 4.4
Uji Statistik Durbin-Watson
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1
.759a .576 .561 3687140.5337350
24700000 1.868
a. Predictors: (Constant), BM, PAD, DAU b. Dependent Variable: PP
Sumber : Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016
4.4 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis secara statistik dilakukan dengan
menggunakan analisis koefisien determinasi (�2), uji parsial (t-test), dan uji simultan
(F-test).
4.4.1 Koefisien Determinasi (��)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan
model menerangkan variasi variabel independen.Nilai koefisien determinasi berkisar
antara nol sampai dengan 1.Jika koefisien determinasi semakin mendekati 1 maka
semakin kuat pengaruh variabel independen terhadap ariabel dependen dan koefisien
determinasi mendekati 0, maka dapat dikatakan semakin kecil pengaruh variabel
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai �2 sebesar 0.576 yang berarti hubungan
antara Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal terhadap
Pendapatan Perkapita sebesar 57.6%. Nilai Adjusted R Square diperoleh sebesar
0.561 yang berarti 56.1% faktor-faktor Pendapatan Perkapita dapat dijelaskan oleh
Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal, sedangkan 43.9%
dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Tabel 4.5
Hasil Koefisien Determinasi (�2)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1
.759a .576 .561 3687140.533735
024700000 1.868
a. Predictors: (Constant), BM, PAD, DAU b. Dependent Variable: PP
Sumber : Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016
4.4.2 Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
independen.Variabel independen dikatakan memiliki pengaruh signifikan terhadap
variabel dependen apabila variabel dependen tersebut memiliki nilai signifikansi (sig)
Tabel 4.6 Hasil Uji Parsial (Uji t)
Coefficientsa
a. Dependent Variable: PP
Sumber :Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016
Berdasarkan tabel 4.7, dapat disimpulkan mengenai uji hipotesis secara parsial
dari masing-masing variabel independen adalah sebagai berikut:
��: Dana alokasi umum tidak berpengaruh terhadap pendapatan
perkapita
Nilai t hitung variabel dana alokasi umum diperoleh sebesar -1,545 dan nilai
signifikansi sebesar 0.000. Data t tabel df = jumlah sampel - jumlah variabel-1, yaitu
90-3-1 maka df = 86 pada tingkat sigifikansi 5 %, maka nilai t tabel adalah 2.372.
Nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel yang telah ditetapkan atau –(1.545) < 2.372
signifikansi alpha yang ditetapkan 5% (0.05). Sehingga�1ditolak dengan pengertian
bahwa dana alokasi umum tidak berpengaruh terhadap pendapatan perkapita.
��: Pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap pendapatan perkapita
Nilai t hitung variabel pendapatan asli daerah diperoleh sebesar 8.846 dan nilai
signifikansi sebesar 0.000. Data t tabel df = jumlah sampel-jumlah variabel-1, yaitu
90-3-1 maka df = 86 pada tongkat sigifikansi 5 %, maka nilai t tabel adalah 2.372.
Nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel yang telah ditetapkan atau 8.846 > 2.372
dan nilai signifikansi untuk uji t yang diperoleh sebesar 0.000 lebih kecil dari tingkat
signifikansi alpha yang ditetapkan 5% (0.05).Sehingga�2 diterima dengan pengertian
bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh negatif terhadap pendapatan perkapita.
��: Belanja modal berpengaruh terhadap pendapatan perkapita
Nilai t hitung variabel belanja modal diperoleh sebesar 0.519 dan nilai
signifikansi sebesar 0.605. Data t tabel df = jumlah sampel-jumlah variabel-1, yaitu
90-3-1 maka df = 86 pada tongkat sigifikansi 5 %, maka nilai t tabel adalah 2.372.
Nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel yang telah ditetapkan atau 0.519 < 2.372
dan nilai signifikansi untuk uji t yang diperoleh sebesar 0.605 lebih kecil dari tingkat
signifikansi alpha yang ditetapkan 5% (0.05).Sehingga�3 ditolak dengan pengertian
4.4.3 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Secara simultan, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji F-test.Uji F
digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan
dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
Bentuk pengujiannya adalah �0 : βi = β2=….=βk=0, artinya semua variabel
independen bukan merupakan penjelas yang signifikan atau tidak memiliki pengaruh
terhadap variabel dependen dan �� : β1 ≠ β2 ≠…. β3 = 0, artinya semua variabel
independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen atau
dengan kata lain semua variabel independen tersebut memiliki pengaruh terhadap
variabel dependen.
Uji ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi F hitung dengan
ketentuan juka signifikansi <0.05 maka �� diterima, sedangkanjika signifikansi >0.05
maka �� ditolak.Serta membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan F menurut
tabel.Bila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka Ha diterima dan
sebaliknya.Uji F ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel DAU (�1), PAD
(�2), dan Belanja Modal (�3) berpengaruh secara simultan terhadap Pendapatan
Tabel 4.7
Hasil Uji Simultan (Uji F)
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 1587915483620
140.000 3
5293051612067
13.440 38.934 .000
b
Residual 1169170457134
015.000 86
1359500531551 1.805
Total 2757085940754
155.000 89
a. Dependent Variable: PP
b. Predictors: (Constant), BM, PAD, DAU
Sumber : Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016
Tabel 4.6 mengungkapkan bahwa nilai signifikan (0.000) lebih kecil dari 0.05
maka DAU, PAD, dan Belanja Modal secara simultan berpengaruh terhadap
Pendapatan Perkapita. Jika membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel,
diketahui bahwa nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel (38.934 > 2.734), maka
dapat disimpulkan bahwa DAU, PAD, dan Belanja Modal secara simultan
berpengaruh terhadap Pendapatan Perkapita.
4.5 Pembahasan dan Hasil
4.5.1 Pengaruh Dana Alokasi Umum (��) terhadap Pendapatan Perkapita (Y)
Variabel dana alokasi umum menunjukkan koefisien regresi sebesar -5.099, dan
bahwa hasil t hitung -1.545 berarti nilainya lebih kecil dari t tabel, dan dengan taraf
signifikansi 0.126 berarti lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu
0.05. Hal ini menyimpulkan bahwa secara parsial hasil penelitian ini menolak
hipotesis satu (�1)yang diajukan.Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Bangun (2009) yang menyimpulkan bahwa DAU secara parsial tidak
berpengaruh terhadap pendapatan perkapita.
4.5.2 Pendapatan Asli Daerah (��) terhadap Pendapatan Perkapita (Y)
Variabel pendapatan asli daerah menunjukkan koefisien regresi 0.000 dan setelah
diuji dengan dengan menggunakan Uji Signifikansi Parsial atau t-Test diperoleh
bahwa hasil t hitung adalah 8.846, berarti nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel,
dan dengan taraf signifikansi 0.000 berarti lebih kecil dari signifikansi yang
ditetapkan yaitu 0.05. Hal ini menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini menerima
hipotesis dua (�2)yang diajukan, atau dengan kata lain variabel pendapatan asli
daerah secara parsial berpengaruh terhadap pendapatan perkapita. Berdasarkan hasil
penelitian bisa diartikan bahwa pendapatan asli daerah mempunyai peranan besar
dalam peningkatan Pendapatan Perkapita di suatu daerah, dimana sumber-sumbernya
penerimaan dalam Pendapatan Asli Daerah merupakan hasil dari pengelolaan sumber
daya potensial yang dilakukan secara mandiri oleh tersebut. Hal ini sejalan dengan
penelitian BAPPENAS (2003) yang mengindikasikan Pendapatan Asli Daerah
menegaskan bahwa pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan
pendapatan perkapita. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Adi dan Harianto
(2007) yang meneliti tentang “Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja
Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Per Kapita”, yang menyimpulkan
bahwa Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Perkapita.
Hal ini membuktikan bahwa Pendapatan Asli Daerah mempunyai peranan besar
dalam peningkatan Pendapatan Perkapita di suatu daerah, dimana
sumber-sumberpenerimaan dalam Pendapatan Asli Daerah merupakan hasil dari pengelolaan
sumber daya potensial yang dilakukan secara mandiri oleh daerah tersebut.
4.5.3 Belanja Modal (��) terhadap Pendapatan Perkapita (Y)
Variabel belanja modal menunjukkan koefisien regresi sebesar 4.808, dan
setelah diuji dengan menggunakan Uji Signifikansi Parsial atau t-Test diperoleh
bahwa hasil t hitung adalah 0.519 berarti nilainya lebih kecil dari t tabel, dan dengan
taraf signifikansi 0.605 yang berarti lebih besar dari taraf signifikansi yang
ditetapkan. Hal ini menyimpulkan bahwa secara parsial belanja modal tidak
berpengaruh terhadap pendapatan perkapita. Hal ini menunjukkan bahwa belanja
modal bila dikaitkan dengan pembangunan infrastruktur dan juga pelayanan publik
akan dapat menjadi salah satu pemicu dalam peningkatan produktivitas masyarakat
serta berdampak pada meningkatnya partisipasi masyarakat dalam Pendapatan Asli
pendapatan perkapita. Hal ini sejalan dengan penelitian Sinaga (2015) yang
menyatakan bahwa belanja modal secara parsial tidak berpengaruh terhadap
pendapatan perkapita.
4.5.4 Pengaruh Dana Alokasi Umum (��), Pendapatan Asli Daerah (��), dan Belanja Modal (��) terhadap Pendapatan Perkapita (Y)
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diatas dapat diketahui bahwa secara
simultan variabel DAU, PAD, dan Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan perkapita.Hal ini sesuai dengan penelirian Sinaga (2015) yang
menyatakan bahwa PAD, DAU dan Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap
Pendapatan Perkapita.Pengaruh tersebut dapat dilihat dari perbandingan nilai F hitung
dengan nilai F tabel.Diketahui bahwa nilai F hitung sebesar 38,934 lebih besar dari
nilai F tabel sebesar 2,374.Jadi dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum,
Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal secara bersama-sama berpengaruh
terhadap Pendapatan Perkapita. Hal ini juga didukung oleh nilai R square sebesar
0.561, yang berarti 56.1 % faktor-faktor Pendapatan Perkapita dapat dijelaskan oleh
Dana Alokasi Umum, Pendapatan Perkapita, dan Belanja Modal, sedangkan sisanya
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini menguji apakah Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah,
dan Belanja Modal berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Pendapatan
Perkapita di kabupaten dan kota pada provinsi Sumatera Barat. Sampel dalam
penelitian ini berjumlah 18 kabupaten dan kota dengan lima tahun pengamatan
2009-2013. Berdasarkan hasil analisa dan uji hipotesis penelitian pada bab sebelumnya.
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah :
1. Secara simultan Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja
Modal berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Perkapita pada kabupaten
dan kota di provnsi Sumatera Barat.
2. Secara parsial variabel pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan perkapita pada kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Sedangkan
variabel dana alokasi umum dan belanja modal secara parsial tidak berpengaruh
dengan tingkat alpha 5% terhadap pendapatan perkapita pada kabupaten dan kota
provinsi Sumatera Barat.
3. Nilai R Square atau Koefisien Determinasi sebesar 0.561 yang berarti bahwa
umum, pendapatan asli daerah, sedangkan 43.9% dijelaskan oleh faktor-faktor
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang memerlukan perbaikan dan
pengembangan dalam pebelitian berikutnya. Keterbatasan-keterbatasan dalam
penelitian ini adalah:
1. Sampel dalam penelitian ini dibatasi ada kabupaten/kota tertentu yang memiliki
ketersediaan data, yaitu 18 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini
menyebabkan hasil penelitian hanya berlaku untuk kabupaten/kota yang menjadi
sampel penelitian, sehingga belum dapat digeneralisasikan untuk seluruh
kabupaten/kota di Indonesia.
2. Penelitian hanya mengambil tiga variabel independen saja sehingga hasil
penelitian ini belum dapat menjelaskan semua variabel yang mempengaruhi
pendapatan perkapita.
3. Periode penelitian yang digunakan hanya lima tahun yaitu antara tahun 2009
5.3 Saran
Dengan segala keterbatasan yang telah diungkapkan sebelumnya, maka
beberapa saran yang diajukan adalah:
1. Bagi Pemerintah Daerah
Pemerintah diharapkan mampu menggali potensi daerah secara optimal untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah yang sangat signifikan berpengaruh pada
peningkatan pendapatan perkapita. Beberapa cara yang bisa dilakukan dalam
eksploitasi potensi daerah adalah dengan melakukan insentifikasi
sumber penerimaan selama ini dan juga dengan melakukan penggalian
sumber-sumber penerimaan baru dengan mempertimbangkan aspek kemampuan
masyarakat dan tidak menimbulkan high cost economy.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat seharusnya turut mengambil andil dalam rangka pembangunan di
daerahnya.Hal ini dapat dilaksanakan dengan melakukan pengawasan terhadap
kinerja pemerintah dan memberikan masukan-masukan positif demi
mewujudkan masyarakat madani, terciptanya good governance, dan
mengembangkan model pembangunan berkeadilan yang kesemuanya bermuara
pada terciptanya kesejahteraan masyarkat. Kesemuanya ini akan bermuara pada
kepuasan publik dan akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
3. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya disarankan agar mengambil sampel kabupaten dan kota di
luar Provinsi Sumatera Barat. Ini dimaksudkan agar dapat membandingkan
apakah hasil penelitian ini berlaku untuk kabupaten/kota di luar Provinsi
Sumatera Barat, dan disarankan juga agar menambah variabel independen
seperti Dana Alokasi Khusus, Tingkat Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi,
Jumlah Penduduk Miskin, dan Tingkat Inflasi. Disarankan pula untuk
menambah tahun amatan agar data yang diolahakan menghasilkan output yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah perwujudan dari pelaksanaan urusan pemerintah
berdasarkan asas desentralisasi yaknipenyerahan urusan pemerintah daerah kepada
daerah untuk mengurus rumah tangganya.Salah satu urusan yang diserahkan kepada
daerah adalah mengenai urusan yang memberikan penghasilan kepada pemerintah
daerah dan potensial untuk dikembangkan dalam penggalian sumber-sumber
pendapatan baru bagi daerah bersangkutan karena PAD ini sangat diharapkan dapat
membiayai pengeluaran rutin daerah.
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat
5 “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus diri sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”
Menurut Saragih (2003 :39 dan 40) kata autonomy berasal dari bahasa Yunani
(Greek), yakni kata autonomia, yang artinya: “The quality orstate being independent,
free, and self directing. Atau The degree of self determination or political control
passed by a minority group, territorial division or political unit in its relation to the
forms a part and extending from local to full independence.” Sedangkan menurut
Encyclopedia of Social Science dalam Ahmad Yani (2002 : 5) pengertiannya yang
orisinal, otonomi adalah The legal self suffiency of social body and its actual
independence.
Sejalan dengan bergulirnya pelaksanaan otonomi daerah di tanah air, setiap
pemerintahan kabupaten dan kota melakukan berbagai pembenahan menuju kearah
terselenggaranya otonomi di masing-masing daerah di kabupaten dan kota. Hal yang
sangat penting dalam menjawab berbagai isu dalam implementasi daerah tersebut
adalah tersedianya sistem dan mekanisme kerja organisasi perangkat daerah.
2.1.2 Desentralisasi Fiskal
2.1.2.1 Definisi Desentralisasi
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 Ayat
7 dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan
Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 8, “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh oleh pemerintah daerah kepada otonom untuk mengatur dan
2.1.2.2 Definisi Desentralisasi Fiskal
Menurut Saragih (2003: 83) desentralisasi fiskal secara singkat dapat diartikan
sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi
kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas
pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang
pemerintahan yang dilimpahkan.
2.1.2.3 Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal
Tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan desentralisasi fiskal sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun
1999 yang secara serentak diberlakukan di seluruh provinsi di Indonesia. Menurut
Widjaja (2004: 65) “dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan
undang-Undang No. 25 tahun 1999, mulai tanggal 1 Januari 2001 Menteri Dalam
Negeri dan otonomi daerah member petunjuk yang dapat dipedomani dalam
penyusunan dan pelaksanaan APBD”. Menurut Sekretaris Ditjen Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah Departemen Keungan Negara Djoko Hidayanto (2004 :
53) “pelaksanaan Otonomi daerah di Indonesia efektif dimulai pada tanggal 1 Januari
2001”. Menurut Direktur dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Departemen
Keuangan Republik Indonesia Kadjatmiko (2004 : 92) “1 Januari 2001 merupakan
penyelenggara pemerintah di daerah, karena pada tahun tersebut kebijakan tentang
otonomi daerah mulai dilaksanakan secara efektif ”. Menurut Widjaja (2004 : 100)
“Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan
pelaksanaan daerah dimulai dari tahun 2001”.
Misi utama pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah :
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat
2. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah
3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pembangunan
2.1.3 Pendapatan Perkapita
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)adalah jumlah nilai tambah bruto
yang dihasilkan seluruh unit usaha dalm wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Salah satu manfaat
data PDRB adalah untuk mengetahui tingkat produk yang dihasilkan oleh seluruh
faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian
pada suatu periode di suatu daerah tertentu. PDRB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan
nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun
tertentu sebagai dasar penghitungannya.
Selanjutnya menurut Kuncoro (2004), Gaspersz dan Feoni (2003) indikator
pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) atau
PDRB dianggap tidak selalu tepat karena tidak mencerminkan makna pertumbuhan
yang sebenarnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa indikator pendapatan perkapita lebih
komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi karena lebih menekankan
kemampuan daerah untuk meningkatkan PDRB karena secara simultan menunjukkan
pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring
dengan laju pertumbuhan penduduk.
Hukum Wagner merupakan teori mengenai perkembangan presentase
pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap Gross National Product (GNP).
Wagner menyatakan dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita
meningkat secara relative pengeluaran pemerintah juga akan meningkat
(Mangkoesoebroto, 2011). Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan
pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu tuntutan peningkatan perlindungan
keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang
mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi, dan ketidakefisienan
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka
panjang (Boediono, 1999). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek yaitu proses,
output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses
bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Hal ini mencerminkan aspek dinamis dari
suatu perekonomian yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau
berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan
output perkapita. Dalam hal ini berkaitan output total (Gross Domestic Product) dan
jumlah penduduk karena output perkapita adalah total dibagi dengan jumlah
penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa
yang terjadi dengan output total di satu pihak dan jumlah penduduk di pihak lain.
Pendekatan alternative penyebab semakin meningkatnya jumlah anggaran pemerintah
antara lain:
a. Pertumbuhan pendapatan perkapita; oleh karena proporsi antara barang
sosial selalu berubah sesuai dengan kenaikan pendapatan perkapita dan
bahwa porsi barang-barang social selalu mengalami peningkatan. Hal ini
membawa implikasi bahwa kebijakan anggaran yang efisien menghendaki
adanya peningkatan rasio pembelanjaan pemerintah terhadap Gross
National Product (GNP).
b. Perubahan populasi penduduk; perubahan populasi bias merupakan suatu
penentu utama porsi pengeluaran pemerintah. Perubahan tingkat
kecenderungan ini direfleksikan dalam perubahan pengeluaran sperti
kebutuhan pendidikan, fasilitas perumahan, dan sebagainya. Oleh sebab itu
kebutuhan akan pelayanan umum dipengaruhi pula oleh faktor-faktor
seperi mobilitas penduduk yang dapat mendorong pertumbuhan kota-kota
baru dan berakibat meningkatnya permintaan fasilitas publik
Menurut Badan Pusat Statistik, “ pendapatan Perkapita adalah gambaran rata
rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil yang diterima oleh
setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi yang terjadi di suatu daerah.
�������������������= ������ℎ���
�����ℎ����������ℎ���
2.1.4 Dana Alokasi Umum (DAU)
2.1.4.1 Pengertian DAU
Dana ini adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Pembagian dana
untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah penghasil cenderung
menimbulkan ketimpangan antar daerah dengan mempertimbangkan kebutuhan
dan potensi daerah. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun
Sebaliknya daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan
fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar, dengan maksud
melihat kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah dalam
rangka pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD
dikurangi dengan belanja pegawai (Halim 2009).
Menurut Halim (2009) ketimpangan ekonomi antara satu Provinsi dengan
Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi fiskal, disebabkan
oleh minimnya sumber pajak dan Sumber Daya Alam yang kurang dapat digali
oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat berinisiatif memberikan subsidi berupa
DAU kepada daerah untuk menanggulangi ketimpangan tersebut. Bagi daerah
yang tingkat kemiskinanya lebih tinggi, akan diberikan DAU lebih besar
dibanding daerah yang kaya dan begitu juga sebaliknya. Selain itu untuk
mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penugasaan pajak
antara pusat dan daerah telah diatasi dengan adanya kebijakan bagi hasil dan DAU
minimal sebesar 26% dari Penerimaan Dalam Negeri. DAU akan memberikan
kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai
kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah.
DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai
kebutuhan pembelanjaan. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan
1. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam negeri
yang ditetapkan dalam APBN.
2. DAU untuk daerah propinsi dan untuk Kabupaten/Kota ditetapkan
masing-masing 10% dan 90% dari DAU sebagaimana ditetapkan diatas.
3. DAU untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan
perkalian jumlah DAU untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan APBN
dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
4. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan
proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.
Menurut UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan
kewenangan Pemda, Pempus akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri
dari DAU, DAK, dan DBH yang terdiri dari pajak dan Sumber Daya Alam. Selain
itu, Pemerintah Daerah memiliki sumber pendanaan sendiri berupa PAD,
pembiayaan, dan lain-lain pendapatan yang sah.Kebijakan penggunaan semua
dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari
Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah
Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.
Menurut Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah
(Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan
daerah dengan potensi daerah. DAU digunakan untuk menutup celah yang terjadi
karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada
(Rahmawati 2010).
2.1.4.2. Prinsip Dasar Alokasi DAU
Ririn (2011) menyatakan bahwa prinsip dasar untuk alokasi DAU adalah
sebagai berikut :
1. Kecukupan. Prinsip mendasar yang pertama adalah prinsip kecukupan.
Sebagai suatu bentuk penerimaan, sistem DAU harus memberikan
sejumlah dana yang cukup kepada daerah. Hal ini berarti, perkataan
cukup harusdiartikan dalam kaitannya dengan beban fungsi sebagaimana
diketahui, beban finansial dalam menjalankan fungsi tidaklah statis,
melainkan cenderung meningkat karena satu atau berbagai faktor. Oleh
karena itulah maka penerimaan pun seharusnya naik sehingga
pemerintah daerah mampu membiayai beban anggarannya. Bila
alokasiDAU mampu merespon terhadap kenaikan beban anggaran yang
relevan, maka sistem DAU dikatakan memenuhi prinsip kecukupan.
2. Netralitas dan efisiensi. Desain dari sistem alokasi harus netral dan efisien.
Netral artinya suatu sistem alokasi harus diupayakan sedemikian rupa
sehingga efeknya justru memperbaiki (bukannya menimbulkan) distorsi
alokasi DAU tidak boleh menciptakan distorsi dalam struktur harga
input, untuk itu sistem alokasi harus memanfaatkan berbagai jenis
instrumen finansial alternatif relevan yang tersedia.
3. Akuntabilitas. Sesuai dengan namanya yaitu Dana Alokasi Umum,
maka penggunaan terhadap dana fiskal ini sebaiknya dilepaskan ke daerah,
karena peran daerah akan sangat dominan dalam penentuan arah
alokasi, maka peranlembaga DPRD, pers dan masyarakat di daerah
bersangkutan amatlah penting dalam proses penentuan prioritas anggaran
yang perlu dibiayai DAU. Format yang seperti ini, format akuntabilitas
yang relevan adalah akuntabilitas kepada elektoral (accountability to
electorates) dan bukan akuntabilitas finansial kepada pusat (financial
accountability to the centre).
4. Relevansi dengan tujuan. Sistem alokasi DAU sejauh mungkin harus
mengacu pada tujuan pemberian alokasi sebagaimana dimaksudkan
dalam UU. Alokasi DAU ditujukan untuk membiayai sebagian dari
beban fungsi yang dijalankan, hal-hal yang merupakan prioritas dan
target-target nasional yang harus dicapai. Perlu diingat bahwa kedua UU
telah mencantumkan secara eksplisit beberapa hal yang menjadi tujuan
yang ingin dicapai lewat program desentralisasi.
5. Keadilan. Prinsip dasar keadilan alokasi DAU bertujuan untuk
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai
6. Objektivitas dan transparansi. Sebuah sistem alokasi DAU yang baik
harus didasarkan pada upaya untuk meminimumkan kemungkinan
manipulasi, maka sistem alokasi DAU harus dibuat sejelas mungkin
dan formulanya pun dibuat se-transparan mungkin. Prinsip transparansi
akan dapat dipenuhi bila formula tersebut bisa dipahami oleh khalayak
umum. Oleh karena itu maka indikator yang digunakan sedapat mungkin
adalah indikator yang sifatnya obyektif sehingga tidak menimbulkan
interpretasi yang ambivalen.
7. Kesederhanaan. Rumusan alokasi DAU harus sederhana (tidak
kompleks). Rumusan tidak boleh terlampau kompleks sehingga sulit
dimengerti orang, namun tidak boleh pula terlalu sederhana sehingga
menimbulkan perdebatan dan kemungkinan ketidak-adilan. Rumusan
sebaiknya tidak memanfaatkan sejumlah besar variabel dimana jumlah
variabel yang dipakai menjadi relatif terlalu besar ketimbang jumlah dana
yang ingin dialokasikan.
2.1.5 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari
sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terdiri
1. Hasil pajak daerah yaitu pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
kepada semua objek pajak, seperti orang / badan, benda bergerak / tidak
bergerak.
2. Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan
suatu jasa/fasilitas yang berlaku oleh pemerintah daerah secara langsung dan
nyata.
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan antara lain laba dividen, penjualan saham milik daerah.
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain hasil penjualan asset
tetap dan jasa giro (Sirozujilam dan Mahali, 2011)
Menurut Mardiasmo (2002) “PAD adalah penerimaan daerah dari sektor pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.Menurut Halim (2003) PAD
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, dituntut kemandirian pemerintahan
daerah untuk dapat melaksanakan kebijakan desentralisasi fiscal secara lebih
bertanggung jawab.Oleh karena itu, pajak dan Retribusi yang telah diserahkan
menjadi urusan pemerintah daerah sebagai bagian dari kebijakan desentralisasi fiskal
baik untuk provinsi maupun kabupaten/kota harus dikelola dan ditingkatkan sebagai
merupakan pendapatan asli daerah dan menjadi sumber pendanaan bagi
keberlangsungan pembangunan daerah dalam kerangka otonomi daerah
(Undang-undang nomor 28 Tahun 2009).
PAD yang tinggi belum merupakan jaminan tingginya pendapatan masyarakat
di suatu daerah (regional income). Namun demikian, tingginya PAD dapat menjadi
sumberdaya yang sangat penting bagi pemerintah daerah di dalam pengembangan
wilayah termasuk dalam peningkatan pendapatan masyarakatnya (Rustiadi, Ghifari,
Suradinata, Wijanarko, Supranto, Karmaji, Oyong, Nurbaya dan Martha, 2010).
Perolehan PAD diperlukan bagi manajemen pemanfaatan dana yang mampu
digunakan semaksimal mungkin bagi kemakmuran masyarakat yang sebesar-besarnya
melalui program-program dan kegiatan-kegiatan yang diluncurkan pemerintah daerah
tersebut (Rustiadi, Ghifari, Suradinata, Wijanarko, Supranto, Karmaji, Oyong,
Nurbaya dan Martha, 2010).
2.1.6 Belanja Modal
Menurut Halim (2004:73), “Belanja Modal merupakan belanja pemerintah
daerah yang manfaatnya melebihi satu anggaran dan akan menambah aset atau
kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti
biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum.”
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002,
a. Belanja Pelayanan Publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati
secara langsung oleh masyarakat umum.
b. Belanja Aparatur Daerah, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara
langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan secara langsung oleh
aparatur.
Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, belanja menurut kelompok
belanja terdiri dari:
a. Belanja Tidak Langsung
Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak
terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan
kegiatan.Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja
yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan social,
belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
b. Belanja Langsung
Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.Kelompok belanja
langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdir dari belanja pegawai
yang dimaksudkan untuk pengeluaran honorarium/upah dalam
melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah; belanja barang
Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, “Belanja modal digunakan untuk
pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan
asset tetap berwujud dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan asset
tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan
dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan asset tetap lainnya.”
Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan
pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan kepercayaan
publik.Pergeseran ini dilakukan untuk meningkatkan investasi modal dalam bentuk
asset tetap.Semakin tinggi investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas
peayanan publik, karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal
merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah
daerah.
Proses pembuatan keputusan pengalokasian belanja modal menjadi sangat
dinamis karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki serta terdapat banyak pihak
dengan kepentingan dan preferensi yang berbeda. Pengalokasian sumber daya ke
dalam anggaran belanja modal merupakan sebuah proses yang sarat dengan
kepentingan-kepentingan politis. Anggaran ini sebenarnya dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan publik akan sarana dan prasarana umum yang diberikan secara
cuma-cuma oleh pemerintah daerah. Namun, adanya kepentingan politik dari