• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal Terhadap Pendapatan Perkapita Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal Terhadap Pendapatan Perkapita Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1: DATA REALISASI PENERIMAAN DANA ALOKASI UMUM 4 Kab. Pasaman 318,683,5

09 5 Kab. Sijunjung 279,405,7

25,000 6 Kab. Tanah Datar 379,889,2

10,000 7 Kota Bukit Tinggi 236,106,1

57,000 11 Kota Sawahlunto 190,325,9

(2)

17 Kab. Solok 368,844,8 18 Kota Solok 205,832,3

70,000 LAMPIRAN 2: DATA REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH TAHUN

2009-2013 4 Kab. Pasaman 15,721,23

9,991 5 Kab. Sijunjung 25,982,26

9,630.84 6 Kab. Tanah Datar 36,543,14

6,245 7 Kota Bukit Tinggi 38,891,93

5,383.56 11 Kota Sawahlunto 26,532,98

(3)

16 Kab. Pesisir 18 Kota Solok 23,829,12

5,411.87

LAMPIRAN 3: DATA REALISASI BELANJA MODAL TAHUN 2009-2013 No 4 Kab. Pasaman 71,061,58

6,703 5 Kab. Sijunjung 92,923,42

4,105 6 Kab. Tanah Datar 77,006,38

0,645 7 Kota Bukit Tinggi 67,474,68

0,595 11 Kota Sawahlunto 42,053,40

(4)

14 Kab. 18 Kota Solok 85,894,01

2,160

LAMPIRAN 4: DATA REALISASI PENDAPATAN PERKAPITA TAHUN 2009-2013 4 Kab. Pasaman 11704641

.97 5 Kab. Sijunjung 13580886

.21 6 Kab. Tanah Datar 14367030

.81 7 Kota Bukit Tinggi 17522848

.89 11 Kota Sawahlunto 17996939

(5)

12 Kab. Pasaman 18 Kota Solok 16688102

.05

LAMPIRAN-5 POPULASI DAN SAMPEL

NO KABUPATEN/KOTA POPULASI KELENGKAPAN DATA

3 Kabupaten Kepulauan Mentawai

√ √ Sampel 3

4 Kabupaten Limapuluh Kota

√ √ Sampel 4

5 Kabupaten Padang

Pariaman

√ √ Sampel 5

(6)

7 Kabupaten Pasaman Barat

√ √ Sampel 7

8 Kabupaten Pesisir Selatan

√ √ Sampel 8

9 Kabupaten Sijunjung √ √ Sampel 9

10 Kabupaten Solok √ √ Sampel 10

11 Kabupaten Solok Selatan

√ √ Sampel 11

12 Kabupaten Tanah Datar √ √ Sampel 12

13 Kota Bukittinggi √ √ Sampel 13

14 Kota Padang √ √ Sampel 14

15 Kota Padangpanjang √ √ Sampel 15

16 Kota Pariaman √ -

17 Kota Payakumbuh √ √ Sampel 16

18 Kota Sawahlunto √ √ Sampel 17

(7)

LAMPIRAN-6 OUTPUT SPSS

Histogram Hasil Uji Normalitas

(8)
(9)

Tabel Hasil Uji Kolmogrov Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 90

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation 3624465.02388573

Most Extreme Differences Absolute .044

Positive .044

Negative -.023

Test Statistic .044

Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.

d. This is a lower bound of the true significance.

Hasil Uji Multikoloniearitas

Coefficientsa

(10)

Hasil Uji Statistik Durbin Watson

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1

.759a .576 .561 3687140.533735

024700000 1.868

a. Predictors: (Constant), BM, PAD, DAU

b. Dependent Variable: PP

Hasil Uji Koefisien Determinasi (�2)

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1

.759a .576 .561 3687140.533735

024700000 1.868

a. Predictors: (Constant), BM, PAD, DAU

b. Dependent Variable: PP

Hasil Uji Simultan (Uji F)

ANOVAa

(11)

1 Regression

a. Dependent Variable: PP

b. Predictors: (Constant), BM, PAD, DAU

Hasil Uji Parsial (Uji t)

Coefficientsa

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Priyo Hari, dan Harianto, David. 2007. Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Per Kapita. Makasar : Simposium Nasional Akuntansi X.

Bangun, Ricky Andra Levi. 2009. Pengaruh Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan Perkapita. Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.

Brata, Aloysius Gunandi.2004. Komposisi Penerimaan Sektor Publik dan Pertumbuhan Ekonomi Regional. Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya: Yogyakarta.

Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 2004. Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian Dan Penulisan Skripsi. Medan.

Erlina. 2008. Metodologi Penelitian. USU Press. Medan.

Gaspersz, Vincent dan Esthon Foenay. 2003. Kinerja Pendapatan Ekonomi Rakyat Dan Produktivitas Tenaga Kerja Di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ekonomi Rakyat.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Cetakan Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, Imam, 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21: Up Date PLS Regresi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta. Salemba Empat.

Halim, Abdul. 2009. Akuntansi Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta : Salemba Empat.

(13)

Kadjatmiko.2002. Dinamika Sumber Keuangan bagi Daerah dalam Rangka Otonomi Daerah.Prosiding Workshop Internasional Implementasi Desentralisasi Fiskal sebagai Upaya Memberdayakan Daerah dalam Membiayai Pembangunan Daerah.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan. Bandung.

Kuncoro, Mudrajat. Ph.D.2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perekonomian, Strategi dan Peluang. Penerbit Erlangga.

Mangkoesobroto, Guritno. 2011. Ekonomi Publik. Yogyakarta : BPFE. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Ramayanti, Maya. 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Pendapatan Perkapita Masyarakat Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Ririn, Gurning. 2011.“Analisis Kinerja Keuangan Belanja dengan Pendekatan Value For Money pada Seketariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan”. Skripsi Universitas Hasanudin.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban Dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah Dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.

Rustiadi, Ernan et al. 2010. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi.Penerbit Ghalia Indonesia.

(14)

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Widjaja, Haw.2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom.PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Widya, Jayanti. 2013.Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Pendapatan Per Kapita.Universitas Muhammadiyah Semarang.

Yani, Ahmad 2002. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah di Indonesia.Raja Grafindo Persada : Jakarta.

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif kasual.Jenis penelitian ini

merupakan penelitian yang menganalisis hubungan antara satu variable dengan

variable lainnya. Dalam penelitian ini akan diuji pengaruh Dana Alokasi Umum,

Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal terhadap Pendapatan Perkapita pada

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan cara mempelajari data-data yang diperlukan.

Data yang digunakan data sekunder yang diperoleh dari

www.bps/sumbar.go.id .

(16)

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

No. Kegiatan Nov. Des. Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun Jul

1. Pengajuan Judul

2. Perencanaan Daftar Isi

3. Penyetujuan Proposal

4. Penulisan Proposal

5. Seminar Proposal

6. Penulisan Skripsi

7. Sidang

3.3 Batasan Operasional

Penulis memberi kajian penelian batasan operasional agar tujuan penelitian

dapat tercapai, adapun batasan tersebut antara lain:

1. Faktor-faktor yang diteliti yang diperkirakan dapat mempengaruhi

pendapatan perkapita adalah dana alokasi umum, pendapatan asli daerah,

dan belanja modal

2. Objek penelitian ini adalah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat

yang data DAU, PAD, dan Belanja Modalnya ada di situs

(17)

Definisi operasional “menjelaskan karakteristik dari objek dalam

elemen-elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan

dioperasionalkan dalam penelitian” (Erlina, 2008).

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pelaksanaan

penelitian ini, maka perlu diberikan definisi variabel operasional yang akan diteliti.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Dana Alokasi Umum, Pendapatan

Asli Daerah, dan Belanja Modal, sementara variabel dependen dari penelitian ini

adalah Pendapatan Perkapita.

3.4.1 Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah pendapatan daerah yang bersumber dari

APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar

daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi.Variabel ini menggunakan skala pengukuran rasio.

3.4.2 Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang bersumber dari

hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang bertujuan untuk

memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam

pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Variabel ini

(18)

3.4.3 Belanja Modal

Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset

lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal

meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan,

peralatan dan aset tak berwujud. Variabel ini menggunakan skala pengukuran rasio.

3.4.4 Pendapatan Perkapita

Pendapatan Perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu

daerah.Diperoleh dengan Produk Domestik Regional Bruto tanpa minyak dan gas

dari tiap kabupaten/kota dibagi dengan jumlah penduduk pada wilayah tersebut.Data

PDRB dan jumlah penduduk diperoleh dari Badan Pusat Statistik.Variabel ini

menggunakan skala pengukuran rasio.

(19)

3.5 Skala Pengukuran Variabel

Tabel 3.2

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Jenis Variabel

Variabel Definisi Variabel Pengukur an

Pendapatan daerah yang bersumber dari APBN

yang dialokasikan dengan tujuan

pemerataan kemampuan keuangan

antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan

Pendapatan daerah yang bersumber dari APBN

yang dialokasikan dengan tujuan

pemerataan kemampuan keuangan

antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat

lebih dari satu periode akuntansi, yang meliputi belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak

(20)

Variabel Dependen

Pendapatan Perkapita

Besarnya pendapatan rata-rata penduduk di

suatu daerah yang diperoleh dari Produk

Domestik Regional Bruto tanpa minyak dan

gas dari tiap kabupaten/kota dibagi

dengan jumlah penduduk pada wilayah

tersebut.

3.6 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007). Populasi dalam

penelitian ini adalah 19 kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat

dengan menggunakan data sejak 2009-2013.

Sampel adalah bagian populasi (Erlina, 2008).Sampel dalam penelitian ini

diambil dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel

berdasarkan kriteria tertentu yaitu kelengkapan data yang tersedia. Kriteria sampel

dalam penelitian ini adalah :

1. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat yang laporan Realisasi

APBDnya ke dimuat dalam situs

(21)

2. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat yang angka PDRBnya

dimuat dalam situs Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat

yaitu www.bps.go.id/sumbar selama periode 2009-2013

3. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat yang jumlah penduduknya

dimuat dalam situs Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat

yaitu www.bps.go.id/sumbar selama periode 2009-2013

Berdasarkan kriteria tersebut, maka sampel yang diperoleh dalam penelitian ini

berjumlah 18 kabupaten/kota dengan 5 tahun pengamatan yang berarti 90 sampel.

3.7 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, data kuantitaif, data yang

diukur dalam suatu skala numerik (angka) yaitu data Pendapatan Perkapita tahun

2009-2013 dan data Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal

tahun 2009-2013, dan merupakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan

oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat. Sumber data

Dana Alokasi Umum, Pendapatan Perkapita, data Belanja Modal diperoleh dari situs

Departemen Keuangan Republik Indonesia

Pusat Statistik ya

3.8 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan yang digunakan studi

(22)

alokasi Pendapatan Perkapita, data Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah,

dan Belanja Modal Kabupaten/Kota Sumatera Barat selama tahun 2009-2013, serta

buku, artikel yang menguatkan dan berkaitan dengan penelitian ini. Data diperoleh

dari internet dengan cara mengunduh data-data yang diperlukan dengan mengakses

dari situs Departemen Keuangan Republik Indonesia yaitu

dan situs Badan Pusat Statistik ya

3.9 Metode dan Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode

analisis statistic dengan menggunakan software SPSS 22 (Statistical Product and

Services Solution). Metode dan teknik analisis dilakukan dengan tahapan sebagai

berikut:

3.9.1 Uji Asumsi Klasik

Salah satu syarat yang menjadi dasar penggunaan model regresi berganda

dengan metode Ordinary Least Square (OLS) adalah dipenuhinya semua

asumsi klasik, agar hasil pengujian bersifa tidak bias dan efisien (Best Linear

Unbiased Estimator/BLUE).

(23)

Uji ini bertujuan untuk “mengetahui apakah dalam model regresi variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.Pengujian ini perlu

dilakukan karena untuk melakukan uji T dan uji F mengasumsikan bahwa nilai

residual mengikuti distribusi normal.Jika asumsi ini dilanggar atau tidak

terpenuhi maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil”

(Erlina 2008).Untuk mendeteksi apakah residual terdistribusi normal atau tidak

yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Dalam analisis grafik, distribusi

normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotting data residual

akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika garis yang menggambarkan data

sesungguhnya mengikuti garis diagonalnya maka data residual terdistribusi

secara normal. Untuk uji statistik, dapat dilakukan dengan melihat nilai

Kolmogorov-Smirnov, jika nilai signifikansinya <0,05 maka data terdistribusi

secara normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansinya >0,05 maka data tersebut

tidak terdistribusi secara normal.

3.9.1.2 Uji Multikolonieritas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara variabel

yang satu dengan variabel lainnya. “Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi korelasi diantara variabel independen” (Ghozali,2006). Jika terjadi

korelasi antara variabel independen maka variabel independen tersebut tidak

orthogonal. Dalam hal ini variabel independen tersebut memiliki nilai korelasi

(24)

multikolonieritas biasanya digunakan nilai cutoff dengan nilai tolerance <0,10

dan nilai VIF> 10.

3.9.1.3 Uji Heteroskedastisitas

Menurut (Ghozali, 2006). Uji ini bertujuan untuk “menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain.Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan

lainnya tetap, maka disebut homokedastisitas, jika berbeda disebut

heterokedastisitas”.Untuk melihat ada atau tidaknya heterokedastisitas

dilakukan dengan mengamati grafik scatterplot antar nilai prediksi variabel

terkait dengan residualnya. Deteksi atau tidaknya heterokedastisitas dilakukan

dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot dengan dasar

analisis, yaitu: Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk

pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka

mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas; Jika tidak ada pola yang jelas,

seperti titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu y, maka tidak

terjadi heteroskedasitas.

3.9.1.4 Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk “menguji apakah dalam model regresi linear ada

korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

(25)

dapat terjadi pada observasi yang menggunakan runtut waktu (time series)

dimana pengganggu dari data pada periode sebelumnya akan berpengaruh

terhadap data pada periode berikutnya. Model regresi yang baik harus terbebas

dari adanya autokorelasi. Salah satu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya

korelasi yaitu dengan melakukan uji Durbin-Watson (DW test) sebagai berikut:

• angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif.

• angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi.

• angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif.

3.9.2 Pengujian Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan analisis regresi berganda

(multiple regression analysis).Uji ini dilakukan untuk mengetahui seberapa

besar pengaruh beberapa variabel independen terhadap satu variabel

dependen.Hasil dari analisis regresi berganda berupa koefisien untuk setiap

variabel independen. Persamaan regresi linier berganda yang digunakan adalah

sebagai berikut:

Y = α + ��1 X1+��2 X2+��3 X3+ ��

Keterangan:

Y = pendapatan perkapita

α = konstanta

(26)

X1 = dana alokasi umum

X2 = pendapatan asli daerah

X3 = belanja modal

ε = error

3.9.2.1 Koefisien Determinasi (��)

Koefisien determinasi digunakan untuk “mengukur seberapa jauh

kemampuan model menerangkan variasi variabel independen (Ghozali,2006).

Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol sampai dengan 1.Jika koefisien

determinasi semakin mendekati 1 maka semakin kuat pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen dan koefisien determinasi mendekati 0,

maka dapat dikatakan semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen. Menurut Ghozali (2006), kelemahan mendasar penggunaan

koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang

dimasukkan kedalam model. Banyak peneliti menganjurkan untuk

menggunakan nilai Adjusted R² pada saat mengevaluasi mana model regresi

terbaik.Tidak seperti R², nilai Adjusted R² dapat naik atau turun apabila satu

(27)

3.9.2.3 Uji Statistik t (uji secara parsial)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen

(Ghozali, 2006). Suatu variabel independen dikatakan mempunyai pengaruh

yang kuat dengan variabel dependen jika t-hitung lebih besar dari t-tabel atau

probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi (Sig. < 0,5). Dan sebaliknya,

variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen apabila

thitung lebih kecil dari t-tabel atau probabilitas lebih besar dari tingkat

signifikansi (Sig. > 0,05).

3.9.2.2 Uji Statistik F (uji secara simultan)

Uji F bertujuan untuk menguji variabel independen yang digunakan

dalam model regresi berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen

(Ghozali, 2006). Ketentuan yang digunakan dalam uji F adalah jika F hitung

lebih besar dari F tabel atau probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi

(Sig. < 0,05) maka model penelitian dapat digunakan atau model tersebut

sudah tepat. Sebaliknya jika F hitung lebih kecil dari F tabel atau probabilitas

lebih besar dari tingkat signifikansi (Sig. > 0,05) maka model penelitian tidak

(28)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari internet melalui

situs www.djpk.go.id da

Laporan Realisasi Angaran dan Laporan Pendapatan Perkapita Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat tahun 2009 s/d tahun 2013. Metode

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik uji

asumsi klasik dan analisis regresi berganda.

Pengujian asumsi klasik dan analisis regresi berganda dilakukan dengan

menggunakan software SPSS versi 22. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan,

diperoleh 18 daerah kabupaten/kota dengan time series sebayak 5 tahun pengamatan

sehingga jumlah sampel penelitian 90. Variabel independen yang digunakan adalah

Dana Alokasi Umum (�1), Pendapatan Asli Daerah (�2), dan Belanja Modal

(�3).Variabel dependen yang digunakan adalah Pendapatan Perkapita (Y).

4.2 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran umum atau deskripsi suatu data yang

(29)

standar deviasi.Statistik deskriptif dan variabel yang diteliti ditunjukkan dalam Tabel

4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1

Hasil Statistik Deskriptif

Sumber :Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016

Tabel 4.1 merupakan output statistik deskriptif ariabel penelitian dari tahun

2009 sampai 2013 dengan menggunakan software sps. Jumlah sampel keseluruhan

adalah 90 sampel (18 daerah pemerintahan kabupaten/kota, selama 5 tahun). Dari

tabel dapat dijelaskan statistik deskriptif masing-masing variabel sebagai berikut: Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

PP

90 62069000000 1003116000000 355188746800.00 17266270255.110

(30)

1. Pendapatan perkapita memiliki nilai minimum 8055776.201161562, nilai

maksimum sebesar 40905430.91471135, nilai rata-rata sebesar

18844696.630026665, dan standar deviasi sebesar 5565832.706463502.

2. Dana alokasi umum memiliki nilai minimum 62069000000, nilai maksimum

sebesar 1003116000000, nilai rata-rata sebesar 355188746800, dan standar

deviasi sebesar 163802222106.491

3. Pendapatan asli daerah memiliki nilai minimum 11242988644.1, nilai

maksimum sebesar 238872000000, nilai rata-rata sebesar

38886380897.18189, dan standar deviasi sebesar 33786559838.61655

4. Belanja modal memiliki nilai minimum 27900000000, nilai maksimum

sebesar 289610000000, nilai rata-rata sebesar 98067620914.29013, dan

standar deviasi sebesar 50484889035.079475

4.3 Uji Asumsi Klasik 4.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.Seperti diketahui uji t dan uji F

mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distrbusi normal.Jika asumsi ini

dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.Pengujian

normalitas data dapat dilakukan secara kasat mata yaitu dapat dilihat pada grafis

histogram dan grafik PP Plots. Berikut hasil uji normalitas pada histogram dan grafik

(31)

Gambar 4.1 Histogram Normalitas

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016

Gambar 4.2 Hasil Probability Plot

(32)

Menurut Ghozali (2013) pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan

melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat

histogram dari residualnya.dasar pengambilan keputusan :

• Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi nomal,

maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

• Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah

garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi

normal, maka model regresi tidak memnuhi asumsi normalitas.

Grafik histogram dan garfik PP Plot di atas menunjukkan bahwa data menyebar

disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal dan grafik histogramnya,

maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini mempunyai pola distribusi yang

normal, maka regresi memenuhi asumsi normalitas.

Ada dua cara mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak selain

dengan analisis grafik (grafik histogram dan grafik PP Plot) bisa juga menggunakan

analisis statistik. Dalam hal ini analisis statistik menggunakan uji

Kolmogrov-Smirnov dengan melihat data residualnya apakah berdistribusi normal atau tidak. Jika

nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka data tersebut terdistribusi tidak

normal. Jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka data terdistribusi normal.

(33)

signifikansi alpha yang telah ditetapkan (0.05), maka data dalam penelitian ini

terdistribusi normal.Hasil uji Kolmogrof-Smirnov dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2

Hasil Uji Kolmogrov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 90

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation 3624465.02388 573

Most Extreme Differences Absolute .044

Positive .044

Negative -.023

Test Statistic .044

Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.

d. This is a lower bound of the true significance.

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016

4.3.2. Uji Multikoloniearitas

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel

independen. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoloniearitas di dalam model

regresi salah satunya dengan cara melihat nilai tolerance dan nilai variance inflation

factor (VIF). Batas nilai tolerance adalah 0,1 dan batas VIF adalah 10. Apabila nilai

tolerance < 0,1 atau VIF > 10 = terjadi multikoloniearitas. Hasil pengujian terhadap

(34)

Tabel 4.3

Hasil Uji Multikoloniearitas

Coefficientsa

a. Dependent Variable: PP

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa semua variabel independen mempunyai

nilai tolerance yang lebih besar dari 0.10 dan mempunyai nilai VIF yang lebih kecil

dari 10.Hasil uji multikoloniearitas menunjukkan bahwa tidak terjadi

multikoloniearitas dari data yang diuji.

4.3.3 Uji Heteroskedastisitas

Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki variance residual

yang tetap dari satu pengamatan ke pengamatan lain atau disebut homokedastisitas.

Grafik scatterplot pada gambar 4.3 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak

serta tersebar baik di atas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. hal ini dapat

(35)

Gambar 4.3 Hasil Scatterplot

Sumber : data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016

4.3.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear

ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya).Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada

problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karna observasi yang berurutan sepanjang

waktu berkaitan satu sama lainnya.

Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari

satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada runtut waktu (time

(36)

periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari

autokorelasi. Salah satu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi yaitu

dengan melakukan uji Durbin-Watson (DW test).

Penelitian ini menggunakan uji Durbin-Watson untuk menguji

autokorelasi.Sampel 18 daerah pemerintahan kabupaten/kota dengan 5 tahun

peneltian, maka jumlah sampel adalah 90. Pada tabel Durbin-Watson menunjukkan

bahwa untuk jumlah sampel 90 dan total variabel independen 3, mempunyai batas

atas (du) 1.7264 dan batas bawah (dl) 1.5889. ketentuan dalam uji Durbin-Watson

seperti berikut :

• Jika d lebih kecil dari dl atau lebih besar dari (4-dl) maka terdapat

autokorelasi.

• Jika d terletak antara du dan (4-du), maka tidak terdapat autokorelasi.

• Jika d terletak antara dl dan du atau diantara (4-du_ da (4-dl), maka tidak

menghasilkan kesimpulan yang pasti.

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa penelitian memiliki nilai d = 1.868. maka du < d <

(4-du); atau 1.7264 < 1.868 < 2.2736. dari hasil uji durbin-watson tersebut dapat

(37)

Tabel 4.4

Uji Statistik Durbin-Watson

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1

.759a .576 .561 3687140.5337350

24700000 1.868

a. Predictors: (Constant), BM, PAD, DAU b. Dependent Variable: PP

Sumber : Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016

4.4 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis secara statistik dilakukan dengan

menggunakan analisis koefisien determinasi (�2), uji parsial (t-test), dan uji simultan

(F-test).

4.4.1 Koefisien Determinasi (��)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan

model menerangkan variasi variabel independen.Nilai koefisien determinasi berkisar

antara nol sampai dengan 1.Jika koefisien determinasi semakin mendekati 1 maka

semakin kuat pengaruh variabel independen terhadap ariabel dependen dan koefisien

determinasi mendekati 0, maka dapat dikatakan semakin kecil pengaruh variabel

(38)

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai �2 sebesar 0.576 yang berarti hubungan

antara Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal terhadap

Pendapatan Perkapita sebesar 57.6%. Nilai Adjusted R Square diperoleh sebesar

0.561 yang berarti 56.1% faktor-faktor Pendapatan Perkapita dapat dijelaskan oleh

Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal, sedangkan 43.9%

dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Tabel 4.5

Hasil Koefisien Determinasi (�2)

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1

.759a .576 .561 3687140.533735

024700000 1.868

a. Predictors: (Constant), BM, PAD, DAU b. Dependent Variable: PP

Sumber : Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016

4.4.2 Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

independen.Variabel independen dikatakan memiliki pengaruh signifikan terhadap

variabel dependen apabila variabel dependen tersebut memiliki nilai signifikansi (sig)

(39)

Tabel 4.6 Hasil Uji Parsial (Uji t)

Coefficientsa

a. Dependent Variable: PP

Sumber :Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016

Berdasarkan tabel 4.7, dapat disimpulkan mengenai uji hipotesis secara parsial

dari masing-masing variabel independen adalah sebagai berikut:

��: Dana alokasi umum tidak berpengaruh terhadap pendapatan

perkapita

Nilai t hitung variabel dana alokasi umum diperoleh sebesar -1,545 dan nilai

signifikansi sebesar 0.000. Data t tabel df = jumlah sampel - jumlah variabel-1, yaitu

90-3-1 maka df = 86 pada tingkat sigifikansi 5 %, maka nilai t tabel adalah 2.372.

Nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel yang telah ditetapkan atau –(1.545) < 2.372

(40)

signifikansi alpha yang ditetapkan 5% (0.05). Sehingga�1ditolak dengan pengertian

bahwa dana alokasi umum tidak berpengaruh terhadap pendapatan perkapita.

��: Pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap pendapatan perkapita

Nilai t hitung variabel pendapatan asli daerah diperoleh sebesar 8.846 dan nilai

signifikansi sebesar 0.000. Data t tabel df = jumlah sampel-jumlah variabel-1, yaitu

90-3-1 maka df = 86 pada tongkat sigifikansi 5 %, maka nilai t tabel adalah 2.372.

Nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel yang telah ditetapkan atau 8.846 > 2.372

dan nilai signifikansi untuk uji t yang diperoleh sebesar 0.000 lebih kecil dari tingkat

signifikansi alpha yang ditetapkan 5% (0.05).Sehingga�2 diterima dengan pengertian

bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh negatif terhadap pendapatan perkapita.

��: Belanja modal berpengaruh terhadap pendapatan perkapita

Nilai t hitung variabel belanja modal diperoleh sebesar 0.519 dan nilai

signifikansi sebesar 0.605. Data t tabel df = jumlah sampel-jumlah variabel-1, yaitu

90-3-1 maka df = 86 pada tongkat sigifikansi 5 %, maka nilai t tabel adalah 2.372.

Nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel yang telah ditetapkan atau 0.519 < 2.372

dan nilai signifikansi untuk uji t yang diperoleh sebesar 0.605 lebih kecil dari tingkat

signifikansi alpha yang ditetapkan 5% (0.05).Sehingga�3 ditolak dengan pengertian

(41)

4.4.3 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Secara simultan, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji F-test.Uji F

digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan

dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Bentuk pengujiannya adalah �0 : βi = β2=….=βk=0, artinya semua variabel

independen bukan merupakan penjelas yang signifikan atau tidak memiliki pengaruh

terhadap variabel dependen dan � : β1 ≠ β2 ≠…. β3 = 0, artinya semua variabel

independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen atau

dengan kata lain semua variabel independen tersebut memiliki pengaruh terhadap

variabel dependen.

Uji ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi F hitung dengan

ketentuan juka signifikansi <0.05 maka � diterima, sedangkanjika signifikansi >0.05

maka � ditolak.Serta membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan F menurut

tabel.Bila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka Ha diterima dan

sebaliknya.Uji F ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel DAU (�1), PAD

(�2), dan Belanja Modal (�3) berpengaruh secara simultan terhadap Pendapatan

(42)

Tabel 4.7

Hasil Uji Simultan (Uji F)

ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 1587915483620

140.000 3

5293051612067

13.440 38.934 .000

b

Residual 1169170457134

015.000 86

1359500531551 1.805

Total 2757085940754

155.000 89

a. Dependent Variable: PP

b. Predictors: (Constant), BM, PAD, DAU

Sumber : Data sekunder yang diolah dengan SPSS, 2016

Tabel 4.6 mengungkapkan bahwa nilai signifikan (0.000) lebih kecil dari 0.05

maka DAU, PAD, dan Belanja Modal secara simultan berpengaruh terhadap

Pendapatan Perkapita. Jika membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel,

diketahui bahwa nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel (38.934 > 2.734), maka

dapat disimpulkan bahwa DAU, PAD, dan Belanja Modal secara simultan

berpengaruh terhadap Pendapatan Perkapita.

4.5 Pembahasan dan Hasil

4.5.1 Pengaruh Dana Alokasi Umum (��) terhadap Pendapatan Perkapita (Y)

Variabel dana alokasi umum menunjukkan koefisien regresi sebesar -5.099, dan

(43)

bahwa hasil t hitung -1.545 berarti nilainya lebih kecil dari t tabel, dan dengan taraf

signifikansi 0.126 berarti lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu

0.05. Hal ini menyimpulkan bahwa secara parsial hasil penelitian ini menolak

hipotesis satu (�1)yang diajukan.Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Bangun (2009) yang menyimpulkan bahwa DAU secara parsial tidak

berpengaruh terhadap pendapatan perkapita.

4.5.2 Pendapatan Asli Daerah (�) terhadap Pendapatan Perkapita (Y)

Variabel pendapatan asli daerah menunjukkan koefisien regresi 0.000 dan setelah

diuji dengan dengan menggunakan Uji Signifikansi Parsial atau t-Test diperoleh

bahwa hasil t hitung adalah 8.846, berarti nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel,

dan dengan taraf signifikansi 0.000 berarti lebih kecil dari signifikansi yang

ditetapkan yaitu 0.05. Hal ini menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini menerima

hipotesis dua (�2)yang diajukan, atau dengan kata lain variabel pendapatan asli

daerah secara parsial berpengaruh terhadap pendapatan perkapita. Berdasarkan hasil

penelitian bisa diartikan bahwa pendapatan asli daerah mempunyai peranan besar

dalam peningkatan Pendapatan Perkapita di suatu daerah, dimana sumber-sumbernya

penerimaan dalam Pendapatan Asli Daerah merupakan hasil dari pengelolaan sumber

daya potensial yang dilakukan secara mandiri oleh tersebut. Hal ini sejalan dengan

penelitian BAPPENAS (2003) yang mengindikasikan Pendapatan Asli Daerah

(44)

menegaskan bahwa pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan

pendapatan perkapita. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Adi dan Harianto

(2007) yang meneliti tentang “Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja

Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Per Kapita”, yang menyimpulkan

bahwa Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Perkapita.

Hal ini membuktikan bahwa Pendapatan Asli Daerah mempunyai peranan besar

dalam peningkatan Pendapatan Perkapita di suatu daerah, dimana

sumber-sumberpenerimaan dalam Pendapatan Asli Daerah merupakan hasil dari pengelolaan

sumber daya potensial yang dilakukan secara mandiri oleh daerah tersebut.

4.5.3 Belanja Modal (��) terhadap Pendapatan Perkapita (Y)

Variabel belanja modal menunjukkan koefisien regresi sebesar 4.808, dan

setelah diuji dengan menggunakan Uji Signifikansi Parsial atau t-Test diperoleh

bahwa hasil t hitung adalah 0.519 berarti nilainya lebih kecil dari t tabel, dan dengan

taraf signifikansi 0.605 yang berarti lebih besar dari taraf signifikansi yang

ditetapkan. Hal ini menyimpulkan bahwa secara parsial belanja modal tidak

berpengaruh terhadap pendapatan perkapita. Hal ini menunjukkan bahwa belanja

modal bila dikaitkan dengan pembangunan infrastruktur dan juga pelayanan publik

akan dapat menjadi salah satu pemicu dalam peningkatan produktivitas masyarakat

serta berdampak pada meningkatnya partisipasi masyarakat dalam Pendapatan Asli

(45)

pendapatan perkapita. Hal ini sejalan dengan penelitian Sinaga (2015) yang

menyatakan bahwa belanja modal secara parsial tidak berpengaruh terhadap

pendapatan perkapita.

4.5.4 Pengaruh Dana Alokasi Umum (��), Pendapatan Asli Daerah (��), dan Belanja Modal (��) terhadap Pendapatan Perkapita (Y)

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan diatas dapat diketahui bahwa secara

simultan variabel DAU, PAD, dan Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap

pendapatan perkapita.Hal ini sesuai dengan penelirian Sinaga (2015) yang

menyatakan bahwa PAD, DAU dan Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap

Pendapatan Perkapita.Pengaruh tersebut dapat dilihat dari perbandingan nilai F hitung

dengan nilai F tabel.Diketahui bahwa nilai F hitung sebesar 38,934 lebih besar dari

nilai F tabel sebesar 2,374.Jadi dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum,

Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal secara bersama-sama berpengaruh

terhadap Pendapatan Perkapita. Hal ini juga didukung oleh nilai R square sebesar

0.561, yang berarti 56.1 % faktor-faktor Pendapatan Perkapita dapat dijelaskan oleh

Dana Alokasi Umum, Pendapatan Perkapita, dan Belanja Modal, sedangkan sisanya

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini menguji apakah Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah,

dan Belanja Modal berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Pendapatan

Perkapita di kabupaten dan kota pada provinsi Sumatera Barat. Sampel dalam

penelitian ini berjumlah 18 kabupaten dan kota dengan lima tahun pengamatan

2009-2013. Berdasarkan hasil analisa dan uji hipotesis penelitian pada bab sebelumnya.

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah :

1. Secara simultan Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja

Modal berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Perkapita pada kabupaten

dan kota di provnsi Sumatera Barat.

2. Secara parsial variabel pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap

pendapatan perkapita pada kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Sedangkan

variabel dana alokasi umum dan belanja modal secara parsial tidak berpengaruh

dengan tingkat alpha 5% terhadap pendapatan perkapita pada kabupaten dan kota

provinsi Sumatera Barat.

3. Nilai R Square atau Koefisien Determinasi sebesar 0.561 yang berarti bahwa

(47)

umum, pendapatan asli daerah, sedangkan 43.9% dijelaskan oleh faktor-faktor

lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang memerlukan perbaikan dan

pengembangan dalam pebelitian berikutnya. Keterbatasan-keterbatasan dalam

penelitian ini adalah:

1. Sampel dalam penelitian ini dibatasi ada kabupaten/kota tertentu yang memiliki

ketersediaan data, yaitu 18 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini

menyebabkan hasil penelitian hanya berlaku untuk kabupaten/kota yang menjadi

sampel penelitian, sehingga belum dapat digeneralisasikan untuk seluruh

kabupaten/kota di Indonesia.

2. Penelitian hanya mengambil tiga variabel independen saja sehingga hasil

penelitian ini belum dapat menjelaskan semua variabel yang mempengaruhi

pendapatan perkapita.

3. Periode penelitian yang digunakan hanya lima tahun yaitu antara tahun 2009

(48)

5.3 Saran

Dengan segala keterbatasan yang telah diungkapkan sebelumnya, maka

beberapa saran yang diajukan adalah:

1. Bagi Pemerintah Daerah

Pemerintah diharapkan mampu menggali potensi daerah secara optimal untuk

meningkatkan pendapatan asli daerah yang sangat signifikan berpengaruh pada

peningkatan pendapatan perkapita. Beberapa cara yang bisa dilakukan dalam

eksploitasi potensi daerah adalah dengan melakukan insentifikasi

sumber penerimaan selama ini dan juga dengan melakukan penggalian

sumber-sumber penerimaan baru dengan mempertimbangkan aspek kemampuan

masyarakat dan tidak menimbulkan high cost economy.

2. Bagi Masyarakat

Masyarakat seharusnya turut mengambil andil dalam rangka pembangunan di

daerahnya.Hal ini dapat dilaksanakan dengan melakukan pengawasan terhadap

kinerja pemerintah dan memberikan masukan-masukan positif demi

mewujudkan masyarakat madani, terciptanya good governance, dan

mengembangkan model pembangunan berkeadilan yang kesemuanya bermuara

pada terciptanya kesejahteraan masyarkat. Kesemuanya ini akan bermuara pada

kepuasan publik dan akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

(49)

3. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya disarankan agar mengambil sampel kabupaten dan kota di

luar Provinsi Sumatera Barat. Ini dimaksudkan agar dapat membandingkan

apakah hasil penelitian ini berlaku untuk kabupaten/kota di luar Provinsi

Sumatera Barat, dan disarankan juga agar menambah variabel independen

seperti Dana Alokasi Khusus, Tingkat Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi,

Jumlah Penduduk Miskin, dan Tingkat Inflasi. Disarankan pula untuk

menambah tahun amatan agar data yang diolahakan menghasilkan output yang

(50)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah perwujudan dari pelaksanaan urusan pemerintah

berdasarkan asas desentralisasi yaknipenyerahan urusan pemerintah daerah kepada

daerah untuk mengurus rumah tangganya.Salah satu urusan yang diserahkan kepada

daerah adalah mengenai urusan yang memberikan penghasilan kepada pemerintah

daerah dan potensial untuk dikembangkan dalam penggalian sumber-sumber

pendapatan baru bagi daerah bersangkutan karena PAD ini sangat diharapkan dapat

membiayai pengeluaran rutin daerah.

Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat

5 “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus diri sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”

Menurut Saragih (2003 :39 dan 40) kata autonomy berasal dari bahasa Yunani

(Greek), yakni kata autonomia, yang artinya: “The quality orstate being independent,

free, and self directing. Atau The degree of self determination or political control

passed by a minority group, territorial division or political unit in its relation to the

(51)

forms a part and extending from local to full independence.” Sedangkan menurut

Encyclopedia of Social Science dalam Ahmad Yani (2002 : 5) pengertiannya yang

orisinal, otonomi adalah The legal self suffiency of social body and its actual

independence.

Sejalan dengan bergulirnya pelaksanaan otonomi daerah di tanah air, setiap

pemerintahan kabupaten dan kota melakukan berbagai pembenahan menuju kearah

terselenggaranya otonomi di masing-masing daerah di kabupaten dan kota. Hal yang

sangat penting dalam menjawab berbagai isu dalam implementasi daerah tersebut

adalah tersedianya sistem dan mekanisme kerja organisasi perangkat daerah.

2.1.2 Desentralisasi Fiskal

2.1.2.1 Definisi Desentralisasi

Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 Ayat

7 dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan

Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 8, “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang

pemerintahan oleh oleh pemerintah daerah kepada otonom untuk mengatur dan

(52)

2.1.2.2 Definisi Desentralisasi Fiskal

Menurut Saragih (2003: 83) desentralisasi fiskal secara singkat dapat diartikan

sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi

kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas

pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang

pemerintahan yang dilimpahkan.

2.1.2.3 Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal

Tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan desentralisasi fiskal sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun

1999 yang secara serentak diberlakukan di seluruh provinsi di Indonesia. Menurut

Widjaja (2004: 65) “dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan

undang-Undang No. 25 tahun 1999, mulai tanggal 1 Januari 2001 Menteri Dalam

Negeri dan otonomi daerah member petunjuk yang dapat dipedomani dalam

penyusunan dan pelaksanaan APBD”. Menurut Sekretaris Ditjen Perimbangan

Keuangan Pusat dan Daerah Departemen Keungan Negara Djoko Hidayanto (2004 :

53) “pelaksanaan Otonomi daerah di Indonesia efektif dimulai pada tanggal 1 Januari

2001”. Menurut Direktur dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Departemen

Keuangan Republik Indonesia Kadjatmiko (2004 : 92) “1 Januari 2001 merupakan

(53)

penyelenggara pemerintah di daerah, karena pada tahun tersebut kebijakan tentang

otonomi daerah mulai dilaksanakan secara efektif ”. Menurut Widjaja (2004 : 100)

“Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan

pelaksanaan daerah dimulai dari tahun 2001”.

Misi utama pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah :

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan

masyarakat

2. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah

3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk

berpartisipasi dalam pembangunan

2.1.3 Pendapatan Perkapita

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)adalah jumlah nilai tambah bruto

yang dihasilkan seluruh unit usaha dalm wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai

barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Salah satu manfaat

data PDRB adalah untuk mengetahui tingkat produk yang dihasilkan oleh seluruh

faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian

pada suatu periode di suatu daerah tertentu. PDRB atas dasar harga berlaku

menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan

(54)

nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun

tertentu sebagai dasar penghitungannya.

Selanjutnya menurut Kuncoro (2004), Gaspersz dan Feoni (2003) indikator

pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) atau

PDRB dianggap tidak selalu tepat karena tidak mencerminkan makna pertumbuhan

yang sebenarnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa indikator pendapatan perkapita lebih

komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi karena lebih menekankan

kemampuan daerah untuk meningkatkan PDRB karena secara simultan menunjukkan

pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring

dengan laju pertumbuhan penduduk.

Hukum Wagner merupakan teori mengenai perkembangan presentase

pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap Gross National Product (GNP).

Wagner menyatakan dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita

meningkat secara relative pengeluaran pemerintah juga akan meningkat

(Mangkoesoebroto, 2011). Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan

pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu tuntutan peningkatan perlindungan

keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang

mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi, dan ketidakefisienan

(55)

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka

panjang (Boediono, 1999). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek yaitu proses,

output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses

bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Hal ini mencerminkan aspek dinamis dari

suatu perekonomian yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau

berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan

output perkapita. Dalam hal ini berkaitan output total (Gross Domestic Product) dan

jumlah penduduk karena output perkapita adalah total dibagi dengan jumlah

penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa

yang terjadi dengan output total di satu pihak dan jumlah penduduk di pihak lain.

Pendekatan alternative penyebab semakin meningkatnya jumlah anggaran pemerintah

antara lain:

a. Pertumbuhan pendapatan perkapita; oleh karena proporsi antara barang

sosial selalu berubah sesuai dengan kenaikan pendapatan perkapita dan

bahwa porsi barang-barang social selalu mengalami peningkatan. Hal ini

membawa implikasi bahwa kebijakan anggaran yang efisien menghendaki

adanya peningkatan rasio pembelanjaan pemerintah terhadap Gross

National Product (GNP).

b. Perubahan populasi penduduk; perubahan populasi bias merupakan suatu

penentu utama porsi pengeluaran pemerintah. Perubahan tingkat

(56)

kecenderungan ini direfleksikan dalam perubahan pengeluaran sperti

kebutuhan pendidikan, fasilitas perumahan, dan sebagainya. Oleh sebab itu

kebutuhan akan pelayanan umum dipengaruhi pula oleh faktor-faktor

seperi mobilitas penduduk yang dapat mendorong pertumbuhan kota-kota

baru dan berakibat meningkatnya permintaan fasilitas publik

Menurut Badan Pusat Statistik, “ pendapatan Perkapita adalah gambaran rata

rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil yang diterima oleh

setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi yang terjadi di suatu daerah.

�������������������= ������ℎ���

�����ℎ����������ℎ���

2.1.4 Dana Alokasi Umum (DAU)

2.1.4.1 Pengertian DAU

Dana ini adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk

mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Pembagian dana

untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah penghasil cenderung

menimbulkan ketimpangan antar daerah dengan mempertimbangkan kebutuhan

dan potensi daerah. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun

(57)

Sebaliknya daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan

fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar, dengan maksud

melihat kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah dalam

rangka pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD

dikurangi dengan belanja pegawai (Halim 2009).

Menurut Halim (2009) ketimpangan ekonomi antara satu Provinsi dengan

Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi fiskal, disebabkan

oleh minimnya sumber pajak dan Sumber Daya Alam yang kurang dapat digali

oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat berinisiatif memberikan subsidi berupa

DAU kepada daerah untuk menanggulangi ketimpangan tersebut. Bagi daerah

yang tingkat kemiskinanya lebih tinggi, akan diberikan DAU lebih besar

dibanding daerah yang kaya dan begitu juga sebaliknya. Selain itu untuk

mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penugasaan pajak

antara pusat dan daerah telah diatasi dengan adanya kebijakan bagi hasil dan DAU

minimal sebesar 26% dari Penerimaan Dalam Negeri. DAU akan memberikan

kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai

kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah.

DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan

tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai

kebutuhan pembelanjaan. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan

(58)

1. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam negeri

yang ditetapkan dalam APBN.

2. DAU untuk daerah propinsi dan untuk Kabupaten/Kota ditetapkan

masing-masing 10% dan 90% dari DAU sebagaimana ditetapkan diatas.

3. DAU untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan

perkalian jumlah DAU untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan APBN

dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

4. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan

proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Menurut UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan

kewenangan Pemda, Pempus akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri

dari DAU, DAK, dan DBH yang terdiri dari pajak dan Sumber Daya Alam. Selain

itu, Pemerintah Daerah memiliki sumber pendanaan sendiri berupa PAD,

pembiayaan, dan lain-lain pendapatan yang sah.Kebijakan penggunaan semua

dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari

Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah

Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.

Menurut Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah

(Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan

(59)

daerah dengan potensi daerah. DAU digunakan untuk menutup celah yang terjadi

karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada

(Rahmawati 2010).

2.1.4.2. Prinsip Dasar Alokasi DAU

Ririn (2011) menyatakan bahwa prinsip dasar untuk alokasi DAU adalah

sebagai berikut :

1. Kecukupan. Prinsip mendasar yang pertama adalah prinsip kecukupan.

Sebagai suatu bentuk penerimaan, sistem DAU harus memberikan

sejumlah dana yang cukup kepada daerah. Hal ini berarti, perkataan

cukup harusdiartikan dalam kaitannya dengan beban fungsi sebagaimana

diketahui, beban finansial dalam menjalankan fungsi tidaklah statis,

melainkan cenderung meningkat karena satu atau berbagai faktor. Oleh

karena itulah maka penerimaan pun seharusnya naik sehingga

pemerintah daerah mampu membiayai beban anggarannya. Bila

alokasiDAU mampu merespon terhadap kenaikan beban anggaran yang

relevan, maka sistem DAU dikatakan memenuhi prinsip kecukupan.

2. Netralitas dan efisiensi. Desain dari sistem alokasi harus netral dan efisien.

Netral artinya suatu sistem alokasi harus diupayakan sedemikian rupa

sehingga efeknya justru memperbaiki (bukannya menimbulkan) distorsi

(60)

alokasi DAU tidak boleh menciptakan distorsi dalam struktur harga

input, untuk itu sistem alokasi harus memanfaatkan berbagai jenis

instrumen finansial alternatif relevan yang tersedia.

3. Akuntabilitas. Sesuai dengan namanya yaitu Dana Alokasi Umum,

maka penggunaan terhadap dana fiskal ini sebaiknya dilepaskan ke daerah,

karena peran daerah akan sangat dominan dalam penentuan arah

alokasi, maka peranlembaga DPRD, pers dan masyarakat di daerah

bersangkutan amatlah penting dalam proses penentuan prioritas anggaran

yang perlu dibiayai DAU. Format yang seperti ini, format akuntabilitas

yang relevan adalah akuntabilitas kepada elektoral (accountability to

electorates) dan bukan akuntabilitas finansial kepada pusat (financial

accountability to the centre).

4. Relevansi dengan tujuan. Sistem alokasi DAU sejauh mungkin harus

mengacu pada tujuan pemberian alokasi sebagaimana dimaksudkan

dalam UU. Alokasi DAU ditujukan untuk membiayai sebagian dari

beban fungsi yang dijalankan, hal-hal yang merupakan prioritas dan

target-target nasional yang harus dicapai. Perlu diingat bahwa kedua UU

telah mencantumkan secara eksplisit beberapa hal yang menjadi tujuan

yang ingin dicapai lewat program desentralisasi.

5. Keadilan. Prinsip dasar keadilan alokasi DAU bertujuan untuk

pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai

(61)

6. Objektivitas dan transparansi. Sebuah sistem alokasi DAU yang baik

harus didasarkan pada upaya untuk meminimumkan kemungkinan

manipulasi, maka sistem alokasi DAU harus dibuat sejelas mungkin

dan formulanya pun dibuat se-transparan mungkin. Prinsip transparansi

akan dapat dipenuhi bila formula tersebut bisa dipahami oleh khalayak

umum. Oleh karena itu maka indikator yang digunakan sedapat mungkin

adalah indikator yang sifatnya obyektif sehingga tidak menimbulkan

interpretasi yang ambivalen.

7. Kesederhanaan. Rumusan alokasi DAU harus sederhana (tidak

kompleks). Rumusan tidak boleh terlampau kompleks sehingga sulit

dimengerti orang, namun tidak boleh pula terlalu sederhana sehingga

menimbulkan perdebatan dan kemungkinan ketidak-adilan. Rumusan

sebaiknya tidak memanfaatkan sejumlah besar variabel dimana jumlah

variabel yang dipakai menjadi relatif terlalu besar ketimbang jumlah dana

yang ingin dialokasikan.

2.1.5 Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari

sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan

daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terdiri

(62)

1. Hasil pajak daerah yaitu pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah

kepada semua objek pajak, seperti orang / badan, benda bergerak / tidak

bergerak.

2. Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan

suatu jasa/fasilitas yang berlaku oleh pemerintah daerah secara langsung dan

nyata.

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan antara lain laba dividen, penjualan saham milik daerah.

4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain hasil penjualan asset

tetap dan jasa giro (Sirozujilam dan Mahali, 2011)

Menurut Mardiasmo (2002) “PAD adalah penerimaan daerah dari sektor pajak

daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.Menurut Halim (2003) PAD

merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, dituntut kemandirian pemerintahan

daerah untuk dapat melaksanakan kebijakan desentralisasi fiscal secara lebih

bertanggung jawab.Oleh karena itu, pajak dan Retribusi yang telah diserahkan

menjadi urusan pemerintah daerah sebagai bagian dari kebijakan desentralisasi fiskal

baik untuk provinsi maupun kabupaten/kota harus dikelola dan ditingkatkan sebagai

(63)

merupakan pendapatan asli daerah dan menjadi sumber pendanaan bagi

keberlangsungan pembangunan daerah dalam kerangka otonomi daerah

(Undang-undang nomor 28 Tahun 2009).

PAD yang tinggi belum merupakan jaminan tingginya pendapatan masyarakat

di suatu daerah (regional income). Namun demikian, tingginya PAD dapat menjadi

sumberdaya yang sangat penting bagi pemerintah daerah di dalam pengembangan

wilayah termasuk dalam peningkatan pendapatan masyarakatnya (Rustiadi, Ghifari,

Suradinata, Wijanarko, Supranto, Karmaji, Oyong, Nurbaya dan Martha, 2010).

Perolehan PAD diperlukan bagi manajemen pemanfaatan dana yang mampu

digunakan semaksimal mungkin bagi kemakmuran masyarakat yang sebesar-besarnya

melalui program-program dan kegiatan-kegiatan yang diluncurkan pemerintah daerah

tersebut (Rustiadi, Ghifari, Suradinata, Wijanarko, Supranto, Karmaji, Oyong,

Nurbaya dan Martha, 2010).

2.1.6 Belanja Modal

Menurut Halim (2004:73), “Belanja Modal merupakan belanja pemerintah

daerah yang manfaatnya melebihi satu anggaran dan akan menambah aset atau

kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti

biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum.”

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002,

(64)

a. Belanja Pelayanan Publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati

secara langsung oleh masyarakat umum.

b. Belanja Aparatur Daerah, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara

langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan secara langsung oleh

aparatur.

Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, belanja menurut kelompok

belanja terdiri dari:

a. Belanja Tidak Langsung

Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak

terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan

kegiatan.Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja

yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan social,

belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.

b. Belanja Langsung

Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara

langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.Kelompok belanja

langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdir dari belanja pegawai

yang dimaksudkan untuk pengeluaran honorarium/upah dalam

melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah; belanja barang

(65)

Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, “Belanja modal digunakan untuk

pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan

asset tetap berwujud dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan asset

tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan

dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin,

gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan asset tetap lainnya.”

Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan

pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan kepercayaan

publik.Pergeseran ini dilakukan untuk meningkatkan investasi modal dalam bentuk

asset tetap.Semakin tinggi investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas

peayanan publik, karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal

merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah

daerah.

Proses pembuatan keputusan pengalokasian belanja modal menjadi sangat

dinamis karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki serta terdapat banyak pihak

dengan kepentingan dan preferensi yang berbeda. Pengalokasian sumber daya ke

dalam anggaran belanja modal merupakan sebuah proses yang sarat dengan

kepentingan-kepentingan politis. Anggaran ini sebenarnya dimaksudkan untuk

memenuhi kebutuhan publik akan sarana dan prasarana umum yang diberikan secara

cuma-cuma oleh pemerintah daerah. Namun, adanya kepentingan politik dari

Referensi

Dokumen terkait

Keunggulan teknologi baru yang dimiliki padi hibrida memang menjanjikan, namun memiliki kendala bagi petani yaitu pada harga benih padi hibrida yang lebih mahal dari pada benih

Bapak Kautsar Riza Salman, SE.,Ak.,MSA.,BKP.,SAS selaku Dosen Wali yang telah membimbing dan memberikan banyak saran pada penulis selama menuntut ilmu di STIE

[r]

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok. Pertimbangan untuk nasihat lain •

Perseroan akan melakukan pembayaran kwartalan dalam Rupiah setiap tanggal 26 Januari, 26 April, 26 Juli dan 26 Oktober sampai dengan akhir periode kontrak untuk sejumlah USD

Abstrak – Dalam diskursus tentang keamanan yang saat ini terus berkembang, maka konsep keamanan merujuk pada seluruh dimensi yang menentukan eksistensi negara,

Bupati atau Walikota atau Gubernur dan/atau masyarakat dapat mengajukan usulan secara tertulis kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup mengenai jenis rencana usaha dan/atau

[r]