• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kelarutan Kitosan Dalam Larutan Asam Askorbat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Kelarutan Kitosan Dalam Larutan Asam Askorbat"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KELARUTAN KITOSAN DALAM

LARUTAN ASAM ASKORBAT

SKRIPSI

MILA AMELIA

080822016

PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

STUDI KELARUTAN KITOSAN DALAM LARUTAN ASAM ASKORBAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MILA AMELIA 080822016

PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : STUDI KELARUTAN KITOSAN DALAM LARUTAN ASAM ASKORBAT

Kategori : SKRIPSI

Nama : MILA AMELIA

Nomor Induk Mahasiswa : 080822016

Program Studi : SARJANA (S-1) KIMIA EKSTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, September 2010

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil. NIP.195504051983031002 NIP. 195308171983031002

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

STUDI KELARUTAN KITOSAN DALAM LARUTAN ASAM ASKORBAT

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, September 2010

(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmaanirrahim, segala puji dan syukur penulis persembahkan atas

kehadirat ALLAH SWT, berkat petunjuk dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan

skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Sains bidang

Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera

Utara dengan judul “Studi Kelarutan Kitosan Dalam Larutan Asam Askorbat”.

Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, semoga kesabaran beliau

dapat menjadi contoh teladan dalam perjalanan skripsi dan kerja-kerja selanjutnya.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan khusus kepada kedua

orang tua tercinta, Ayahanda Suherman dan Ibunda Aswita dan nenek penulis Animar

yang telah memberikan motivasi baik moral, materil dan perhatian yang tulus kepada

penulis sepanjang perkuliahan sampai selesai skripsi ini. Penulis mengucapkan terima

kasih juga kepada kakak dan adik-adik penulis: Renny Tania, S.Psi; Winda Pratiwi,

A.Md serta Mhd. Fauzi yang selalu memberi semangat dan dukungan yang berarti

pada penulis.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil selaku dosen pembimbing 1

yang telah memberikan judul skripsi dan waktunya untuk membimbing serta

mengarahkan penulis sehingga selesai penulisan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr.Zul Alfian, M.Sc selaku dosen pembimbing 2 yang telah

mengarahkan penulis sehingga selesai penulisan skripsi ini.

3. Ibu DR. Rumondang Bulan Nst, MS, dan Bapak Drs Firman Sebayang, MS,

(6)

5. Sahabat-sahabat penulis senasib dan seperjuangan Yeni Mardhia, S.Si; Fitria

Permatasari Situmorang, S.Si; Anggia murni, Nora Anggreini yang selalu

memberi dorongan dan semangat dalam suka dan duka demi penyelesaian

skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan semoga

akan tetap menjadi sahabatku yang terbaik.

6. Terima kasih juga penulis ucapkan pada Alfieni Putri, Riri Mardawati, Nur

Indah Ritonga dan Kak Nathalin yang telah memberikan semangat dan

saran-sarannya..

7. Semua pihak yang telah berperan serta baik langsung ataupun tidak langsung

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kiranya hanya Allah SWT yang

akan membalas semua kebaikan yang telah diberikan secara tulus kepada

penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

skripsi ini.

Akhir kata saya berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2010

(7)

ABSTRAK

(8)

STUDY OF SOLUBILITY OF CHITOSAN IN A SOLUTION OF ASCORBIC ACID

ABSTRACT

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.6 Metodologi Penelitian 2

1.7 Lokasi Penelitian 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Kitosan 3

2.1.1 Sumber Kitosan 4

2.1.2 Sifat-sifat Kitosan 4

2.2 Kegunaan Kitosan 7

2.2.1 Industri Tekstil 7

2.2.2 Bidang Fotografi 8

2.2.3 Bidang Kedokteran/Kesehatan 8 2.2.4. Industri Fungisida 8 2.2.5 Industri Kosmetika 9 2.2.6 Industri Pengolahan Pangan 9

2.2.7 Penanganan Limbah 9

(10)

BAB 3 METODE PENELITIAN 16

3.1 Bahan-bahan 16

3.2 Alat-alat 16

3.3 Prosedur Penelitian 17

3.3.1 Pembuatan Larutan Asam Askorbat 0,25% 17 3.3.2 Pembuatan Larutan Asam Askorbat 0,50% 17 3.3.3 Pembuatan Larutan Asam Askorbat 0,75% 17 3.3.4 Pembuatan Larutan Asam Askorbat 1,00% 17 3.3.5 Pembuatan Larutan Asam Askorbat 1,25% 17 3.3.6 Penentuan Kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam Askorbat 18 3.4 Bagan Penelitian 19 3.4.1 Pembuatan Larutan Asam Akorbat 0,25% 19 3.4.2 Penentuan Kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam Askorbat

0,25% 20

BAB 4 DATA DAN HASIL PEMBAHASAN 21

4.1 Hasil Penelitian 21

4.2 Pembahasan 24

4.2.1 Penentuan Derajat Deasetilasi 24 4.2.2 Kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam askorbat 25 4.2.3 Analisis Spektrum FT-IR Serbuk Kitosan 26 4.2.4 Analisis Spektrum FT-IR Kitosan dalam Larutan

Asam Askorbat 1,00% 27

4.2.5 Analisis Spektrum FT-IR Serbuk Asam Askorbat 28

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 29

5.1 Kesimpulan 29

5.2 Saran 29

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sumber-sumber Kitin dan Kitosan 4 Tabel 2.2 Kelarutan Kitosan pada Berbagai Pelarut Asam Organik 6 Tabel 4.1 Data hasil Pengukuran kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam Askorbat

0,25% 20

Tabel 4.2 Data hasil Pengukuran kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam Askorbat

0,50% 22

Tabel 4.3 Data hasil Pengukuran kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam Askorbat

0,75% 22

Tabel 4.4 Data hasil Pengukuran kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam Askorbat

1,00% 23

Tabel 4.5 Data hasil Pengukuran kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam Askorbat

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(13)

ABSTRAK

(14)

STUDY OF SOLUBILITY OF CHITOSAN IN A SOLUTION OF ASCORBIC ACID

ABSTRACT

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kitosan adalah turunan utama dari kitin, dan pertama sekali ditemukan oleh Hoppe

Seylor pada tahun 1894 (Muzzarelli, 1978). Kitosan mempunyai sifat dan karakteristik

yang berbeda, ini tergantung sumber kitosan yang diperoleh. Kitosan larut pada

beberapa larutan asam organik didapati pada pH 4 tetapi tidak larut pada pH lebih

besar dari 6,5. Selama ini melarutkan kitosan hanya menggunakan larutan asam asetat

1%, begitu juga dengan penggunaan asam formiat 10% didapati kitosan larut (Robert,

1992). Penggunaan asam sitrat dan asam maleat 10% didapati juga kitosan larut. Jika

konsentrasi larutan dinaikkan, kitosan tidak akan mengalami hidrolisis karena menurut

Muzzarelli (1977), kenaikkan konsentrasi larutan tidak dapat mengubah bentuk.

Kitosan dipengaruhi beberapa faktor seperti berat molekul dan derajat deasetilasi.

Menurut Tokura (1982), kelarutan kitosan dilihat dari sumber kitin yang

diperoleh dan konsentrasi larutan yang digunakan. Agusnar (2006), melaporkan

bahwa campuran larutan asam asetat dan glycerin dengan nisbah 1:1 didapati

menghasilkan larutan gel yang jernih.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin menggunakan larutan asam askorbat

untuk melarutkan kitosan yang diperoleh dari kulit udang.

1.2.Permasalahan

(16)

1.3. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada, karakteristik kitosan dengan variasi berat 0,5g; 1,0g; 1,5g;

2,0g; 2,5g, 3,0g kitosan dengan konsentrasi larutan asam askorbat 0,25%; 0,50%;

0,75%; 1,00% dan 1,25%.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kelarutan kitosan dalam larutan asam

askorbat.

1.5. Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini memberikan suatu informasi

untuk mengetahui seberapa besar kelarutan kitosan dalam larutan asam askorbat untuk

mengikat asam lemak bebas.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental laboratorium yaitu untuk mengetahui

sejauh mana kelarutan kitosan dalam larutan asam askorbat dengan variasi berat

kitosan dengan konsentrasi larutan asam askorbat yang berbeda-beda. Kemudian

dikarakterisasi dengan spektroskopi FT-IR.

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara. Karakterisasi analisis

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitosan

Kitosan dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi

kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Adapun struktur

kitosan:

Gambar 2.1 Struktur Kitosan

Proses deasetilasi kitin dapat dilakukan dengan cara kimiawi atau enzimatik.

Ternyata penghilangan gugus asetil kitin meningkatkan kelarutannya, sehingga

kitosan lebih banyak digunakan daripada kitin, antara lain di industri kertas, pangan,

farmasi, fotografi, kosmetika. Selain itu kitosan juga bersifat nontoksik,

biokompatibel, dan biodegradabel sehingga aman digunakan.

Perkembangan penggunaan kitosan meningkat pada tahun 1940-an terlebih

dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri sekitar tahun

1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus seperti farmasi, kesehatan, bidang

(18)

2.1.1. Sumber Kitosan

Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu

senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin ini umumnya

diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp,

Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur. Selain

dari kerangka hewan invertebrate, juga banyak ditemukan pada bagian insang ikan,

trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai sumber utamanya ialah

cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang

lainnya, terutama asal l

memberdayakan limbah udan

Dari tabel 2.1 dibawah ini bahwa sumber kitin dan kitosan yang banyak adalah

terdapat pada udang-udangan (70%).

Tabel 2.1 Sumber-sumber Kitin dan Kitosan

Jenis Kadar Kitosan

Jamur / Cendawan 5-20%

Cumi-cumi 3-20%

Kalajengking 30%

Laba-laba 38%

2.1.2. Sifat-sifat Kitosan

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan. Kelarutan

kitosan yang paling baik ialah dalam larutan asam asetat 2%. (Sugita, P. 2009).

Kitosan mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun, kationik kuat,

flokulan dan koagulan yang baik, mudah membentuk membran atau film serta

membentuk gel dengan anion bervalensi ganda. Kitosan tidak larut dalam air,

(19)

dengan cepat dalam asam organik seperti asam formiat, asam sitrat dan asam asetat

(Mat,B.Zakaria. 1995).

Kitosan juga sedikit larut dalam HCl dan HNO3 0,5%, H3PO4. Sedangkan

dalam H2SO4 tidak larut. Kitosan juga tidak larut dalam beberapa pelarut organik

seperti alkohol, aseton, dimetil formida dan dimetil sulfoksida tetapi kitosan larut

dengan baik dengan asam formiat berkonsentrasi (0,2-100)% dalam air

(Knorr,D.1987). Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus amino dan

hidoksil yang terikat. Adanya reaktifitas kimia yang tinggi dan menyumbangkan sifat

sifat polielektrolit kation, sehingga dapat berperan sebagai amino pengganti.

Perbedaan kandungan amida adalah sebagai patokan untuk menentukan apakah

polimer ini dalam bentuk kitin atau kitosan. Kitosan mengandung gugus amida 60%

sebaiknya lebih kecil dari 60% adalah kitin (Harahap,V.U. 1995).

Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik (Tabel 2.2) pada pH

sekitar 4,0, tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam

pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3,

kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%.

Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan di dalam

H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut.

Perlu untuk kita ketahui, bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul,

derajat deasetilasi dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan

(20)

Tabel 2.2 Kelarutan Kitosan pada Berbagai Pelarut Asam Organik

Konsentrasi Asam Organik

Konsentrasi Asam Organik (%)

Kitosan memiliki sifat unik yang dapat digunakan dalam berbagai cara serta

memiliki kegunaan yang beragam, antara lain sebagai bahan perekat, aditif untuk

kertas dan tekstil, penjernih air minum, serta untuk mempercepat penyembuhan luka,

dan memperbaiki sifat pengikatan warna. Kitosan merupakan pengkelat yang kuat

untuk ion logam transisi.

Menurut Robert, G. A. F. (1992), kitosan merupakan suatu biopolimer alam

yang reaktif yang dapat melakukan perubahan-perubahan kimia. Karena ini banyak

turunan kitosan dapat dibuat dengan mudah. Beberapa turunan kitosan yag telah

dihasilkan dan juga telah diketahui kegunaannya antara lain:

a. N-karboksialkil kitosan, digunakan sebagai penggumpal ion logam

b. Asetil kitosan, digunakan dalam industri tekstil dan membran

c. Kitosan glukan, digunakan sebagai pengkelat ion logam dan agen penggumpal

(21)

misalnya:

1. Untuk industri kertas, kaca, kain, dan pewarna

2. Dalam industri kosmetik

3. Dalam bidang pertanian dan makanan

4. Dalam industri semen

5. Dalam bidang kesehatan

6. Untuk penyerapan ion logam

2.2. Kegunaan Kitosan

Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Dibidang industri,

kitin dan kitosan berperan antara lain sebagai kogulan polielektrolit pengolahan

limbah cair, pengikat dan penyerap ion logam, mikroorganisme, pewarna, residu

peptisida, lemak, mineral dan asam organik, gel dan pertukaran ion, pembentuk film

dan membran mudah terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp, dan produk tekstil.

(Sugita, P. 2009).

Kitin dan kitosan dapat diterapkan di bidang industri maupun bidang

kesehatan, diantaranya : Industri tekstil, bidang fotografi, bidang

kedokteran/kesehatan, industri fungisida, industri kosmetika, industri pengolahan

pangan, serta penangan limbah.

2.2.1. Industri Tekstil

Serat tenun dapat dibuat dari kitin dengan cara membuat suspensi kitin dalam asam

(22)

maka akan terbentuk serat tenun yang potensial untuk industri tekstil. Pada kerajinan

batik, pasta kitosan dapat menggantikan ''malam'' (wax) sebagai media pembatikan.

2.2.2. Bidang Fotografi

Jika kitin dilarutkan dalam larutan dimetilasetamida LICI, maka dari larutan ini dapat

dibuat film untuk berbagai kegunaan. Pada industri film untuk fotografi, penambahan

tembaga kitosan dapat memperbaiki mutu film yaitu untuk meningkatkan

fotosensitivitasnya.

2.2.3. Bidang Kedokteran/Kesehatan

Kitin dan turunannya (karboksimetil kitin, hidroksietil kitin dan etil kitin) dapat

digunakan sebagai bahan dasar pembuatan benang operasi. Benang operasi ini

mempunyai keunggulan dapat diurai dan diserap dalam jaringan tubuh, tidak toksik,

dapat disterilisasi dan dapat disimpan lama.

Kitin dan kitosan dapat digunakan sebagai bahan pemercepat penyembuhan

luka bakar, lebih baik dari yang terbuat dari tulang rawan. Selain itu juga sebagai

bahan pembuatan garam-garam glukosamin yang mempunyai banyak manfaat di

bidang kedokteran. Misalnya untuk menyembuhkan influenza, radang usus dan sakit

tulang.

Glukosamin terasetilasi merupakan bahan antitumor, sedangkan glukosamin

sendiri bersifat toksik terhadap sel-sel tumor sehingga dapat menurunkan kadar

kolesterol darah dan kolesterol liver. Karena kitin tidak dapat dicerna dalam

pencernaan, maka ia berfungsi sebagai dietary fiber yang berguna melancarkan

(23)

2.2.4. Industri Fungisida

Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari Kitin. Jika

Kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan mikrobia

mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu Kitosan juga dapat disemprotkan

langsung pada tanaman. Misalnya larutan 0,4% kitosan jika disemprotkan pada

tanaman tomat dapat menghilangkan virus tobacco mozaik.

2.2.5. Industri Kosmetika

Kini telah dikembangkan produk baru shampoo kering mengandung kitin yang

disuspensi dalam alkohol. Termasuk pembuatan lotion dan shampoo cair yang

mengandung 0,5 - 6,0 % garam kitosan. Shampoo ini mempunyai kelebihan dapat

meningkatkan kekuatan dan berkilaunya rambut, karena adanya interaksi antara

polimer tersebut dengan protein rambut.

2.2.6. Industri Pengolahan Pangan

Karena sifat kitin dan kitosan yang dapat mengikat air dan lemak, maka keduanya

dapat digunakan sebagai media pewarnaan makanan. Mikrokristalin kitin jika

ditambahkan pada adonan akan dapat meningkatkan pengembangan volume roti tawar

yang dihasilkan. Selain itu juga sebagai pengental dan pembentuk emulsi lebih baik

dari pada mikrokristalin sellulosa. Pada pemanasan tinggi kitin akan menghasilkan

pyrazine yang potensial sebagai zat penambah cita rasa.

Karena sifatnya yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol,

maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran

dan ekstrak kopi. Bahkan terakhir diketahui dapat sebagai penjernih jus apel lebih

(24)

2.2.7. Penanganan Limbah

Karena sifat polikationiknya, kitosan dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal

dalam penanganan limbah terutama limbah berprotein yang kemudian dapat

dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada penanganan limbah cair, kitosan sebagai

chelating agent yang dapat menyerap logam beracun seperti mercuri, timah, tembaga,

pluranium dan uranium dalam perairan dan untuk mengikat zat warna tekstil dalam air

limbah (Krissetiana, H. 2004).

2.3. Karakteristik Kitosan

Karakteristik kitosan yang paling sering dianalisa adalah viskositas, derajat

deasetilasi, berat molekul, pH, residu protein, kadar air, kadar abu, kandungan lemak.

Kadar logam berat, warna dan lain-lain yang bersangkutan dengan tujuan penggunaan.

Menurut Roberts (1992), standar mutu kitosan maupun polimernya belum ada,

sehingga analisa kitosan ditujukan untuk menentukan karakterisasi yang berhubungan

dengan sumber bahan kitosan dan tujuan penggunaannya.

Berat molekul merupakan salah satu parameter yang dapat membedakan kitin

dan kitosan dengan adanya pengurangan berat molekul pada kitosan akibat proses

deasetilasi yang menghilangkan gugus asetil pada kitin.

Metode yang paling sederhana untuk menentukan berat molekul dari kitin dan

kitosan yaitu dengan viskometri (Kumar, 2000). Pada metoda ini berat molekul

polimer ditentukan dengan persamaan Mark-Houwink, yaitu:

Dimana K dan α merupakan tetapan yang khas untuk sistem polimer-pelarut

tertentu (Sopyan, 2001). Harga viskositas intrinsik atau [η] diperoleh dari nilai

viskositas spesifik (ηsp) pada konsentrasi mendekati nol. Viskositas spesifik (ηsp) dapat

ditentukan dengan mengetahui waktu alir larutan dan pelarut pada alat viskometer.

[η] = K.Mα

(25)

Dimana t2 adalah waktu alir larutan dan t1 adalah waktu alir pelarut ( Firman, 1991).

2.4. Asam Askorbat (Vitamin C)

2.4.1. Struktur Asam Askorbat

Asam askorbat merupakan senyawa yang mudah larut dalam air, mempunyai sifat

asam dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat-sifat tersebut terutama disebabkan adanya

struktur enediol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton.

Bentuk asam askorbat yang ada di alam terutama adalah L-asam askorbat. D-asam

askorbat jarang terdapat di alam dan hanya memiliki 10 persen aktivitas asam

askorbat. Biasanya D-asam askorbat ditambah ke dalam bahan pangan sebagai

antioksidan, bukan sebagai sumber asam askorbat (Andarwulan, N. 1992).

Gambar 2.2 Struktur Kimia dari Asam Askorbat

(Poedjiadi, A. 2006)

ηsp = ………(2)

t2 – t1

t1

O

C

C

C

HC

HOCH

CH2OH O HO

(26)

2.4.2. Sifat-sifat Asam Askorbat

Asam askorbat dalam bentuk murni merupakan kristal putih tidak berwarna, tidak

berbau, dan mencair pada suhu 190-1920C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan

mempunyai rasa asam. Asam askorbat sangat mudah larut dalam air ( 1 gram dapat

larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol (1 gram dalam 50 gram

alkohol absolute atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam benzene, eter, kloroform,

minyak dan sejenisnya. Walaupun asam askorbat stabil dalam bentuk kristal tetapi

mudah rusak atau terdegradasi jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika

terdapat udara, logam-logam sepeti Cu dan Fe. Sifat yang paling utama dari asam

askorbat adalah kemampuan mereduksi logam, terutama Cu dan Ag (Andarwulan, N.

1992).

2.4.3. Sumber Asam Askorbat

Asam askorbat pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan

buah terutama yang asam, seperti jeruk, nenas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat.

Asam askorbat juga banyak terdapat di dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol.

(Almatsier, S. 1998)

2.4.4. Manfaat Asam Askorbat

Beberapa manfaat dari asam askorbat, yaitu:

1. Asam askorbat dapat memperkuat otot jantung

2. Asam askorbat berperan penting melelui proses metabolisme kolesterol,

karena dalam proses metabolisme kolesterol

3. Asam askorbat dapat meningkatkan laju kolesterol yang dibuang dalam bentuk

asam empedu dan mengatur metabolisme kolesterol

4. Asam askorbat dapat meningkatkan kadar HDL dan berfungsi sebagi pencahar

(27)

6. Asam askorbat sangat berperan dalam sintesis kolagen sehingga dapat

mencegah terserang penyakit jantung koroner

7. Sebagai penambah sistem kekebalan tubuh

8. Memperbaiki sel-sel yang rusak akibat radikal bebas

9. Menghambat penuaan dini

10.Berperan dalam pembentukan kolagen yang sangat bermanfaat untuk

penyembuhan luka

11. Menghambat sel kanker, terutama kanker paru-paru, prostate, payudara, usus

besar, empedu dan otak

(http:www.sobatsehat.com/2010/03/21/sejuta-manfaat-vitamin-c-yang-wajib-anda-ketahui/)

2.5. Spektroskopi Infra Merah dan FTIR

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang interaksi antara

materi dengan radiasi elektromagnetik (REM). Interaksi yang terjadi dalam

spektroskopi inframerah ini merupakan interaksi dengan REM melalui absorbansi

radiasi. Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum

elektromagnetik yang terletak diantara daerah tampak dan gelombang mikro. Molekul

menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang khusus.

Absorbansi cahaya ultraviolet mengakibatkan pindahnya sebuah elektron ke orbital

dengan energi yang lebih tinggi. Radiasi inframerah tidak cukup mengandung energi

untuk melakukan eksitasi tersebut, absorbsinya hanya mengakibatkan membesarnya

amflitudo getaran atom-atom yang terikat satu sama lain (Sudarmadji, 1989).

Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah vibrasi

molekul yang dideteksi dan dapat diukur pada spektrofotometer infra merah. Spektra

didaerah infra merah dapat digunakan untuk mempelajari sifat-sifat bahan, perubahan

struktur yang sedikit saja dapat memberikan perubahan yang dapat diamati pada

(28)

Menurut Sastrohamidjojo (1992), panjang gelombang yang diserap oleh

berbagai tipe ikatan tergantung pada jenis vibrasi ikatan tersebut. Oleh karena itu

berbagai jenis ikatan mengabsorbsi radiasi inframerah pada panjang gelombang yang

berbeda.

Perubahan ini sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu molekul dengan

membandingkan spektogram yang dihasilkan oleh bahan yang diuji terhadap bahan

yang sudah diketahui secara kualitatif. Penerapan secara kualitatif dapat dilakukan

dengan membandingkan fungsi puncak pada panjang gelombang terkait yang

dihasilkan ole zat-zat yang diujikan dan zat standart. Spectra infra merah ditujukan

terutama untuk senyawa organik yaitu analisis gugus fungsi yang dimiliki oleh

senyawa tersebut (Mulja, M. 1995).

Jumlah energi yang diserap juga bervariasi untuk setiap ikatan. Hal ini

disebabkan karena terjadinya perubahan momen ikatan sewaktu absorbsi. Ikatan

nonpolar (C-H atau C-C) pada umumnya memberikan absorbsi lemah, sedangkan

ikatan polar (C-O) akan terlihat sebagai absorbsi yang kuat.

Spektroskopi FTIR dapat digunakan untuk menganalisa kualitatif maupun

kuantitatif. Analisa kualitatif spektroskopi FTIR secara umum dipergunakan untuk

identifikasi gugus-gugus fungsional yang terdapat dalam suatu senyawa yang

dianalisa (Silverstein, 1986). Dua variasi instrumental dari spektroskopi infra merah

yaitu metode dispersif yang lebih tua, dimana prisma atau kisi dipakai untuk

mendispersikan radiasi infra merah, dan metode Frourier Transform (FT) yang lebih

akhir, yang menggunakan prinsip interferometri.

Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencakup persyaratan ukuran sampel yang

kecil, perkembanagan spektrum yang cepat, dan karena instrumen ini memiliki

komputer yang terdedikasi, kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi

spektrum (Stevens, 2001). Spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) pada

prinsipnya sama dengan spektroskopi inframerah, hanya saja spektroskopi FTIR

ditambahkan alat optik (fourier transform) untuk menghasilkan spektra yang lebih

(29)

Analisa kuantitatif dari spektroskopi FTIR dapat dilakukan berdasarkan

spektra inframerah yang dihasilkan, salah satu contohnya adalah penentuan derajat

deasetilasi dari kitin dan kitosan menggunakan persamaan Domszy dan Robers (Khan,

2002).

%DD = 1 – [(A1655/ A3450) x 1/1,33] x 100%

Dimana:

A1655 = absorbansi pada bilangan gelombang 1655 cm-1

A3450 = absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm-1

1,33 = tetapan yang diperoleh dari perbandingan A1655/A3450 untuk kitosan dengan

asetilasi penuh

Metode yang digunakan untuk menentukan absorbsi pada spektra inframerah

adalah metode garis dasar (base line). Dengan metode ini , transmitan pada bilangan

gelombang yang diinginkan ditentukan dengan memperbandingkan jarak antara dasar

pita dan puncak pita pada bilangan gelombang yang diinginkan tersebut, yang secara

matematis diberikan melalui persamaan berikut ini:

Karena absorbansi merupakan logaritma negatif dari transmitan, maka absorbansi

dapat dinyatakan sebagai berikut:

Dengan I dan Io merupakan intensitas sisa dan intensitas awal.

I

Transmintan (T) = ……….. (1)

Io

I Io

(30)

gelombang tertentu direkam sebagai 100%T (dalam keadaan ideal). Bila suatu

senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu, intensitas radiasi

yang diteruskan oleh contoh akan berkurang. Ini menyebabkan suatu penurunan %T

dan terlihat didalam spektrum sebagai suatu sumur, yang disebut sebagai puncak

absorpsi atau pita absorpsi. Bagian spektrum dimana %T menunjukkan angka 100

(atau hampir 100) disebut garis dasar (baase line), yang didalam spektrum inframerah

(31)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Bahan-bahan

– Kitosan

– Asam askorbat

– Akuadest

3.2. Alat-alat

– Timbangan Elektrik Chyo Electronic Balance

– Pengaduk mekanik Jar Test

– Gelas beaker Pyrex

– Gelas ukur Pyrex

– Labu takar Pyrex

– Plat kaca

– Botol akuadest

– Pipet tetes

(32)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Larutan Asam Askorbat 0,25%

Sebanyak 2,5 gram asam askorbat dimasukkan dalam labu takar 1000 mL dan

diencerkan dengan akuadest sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan sehingga

diperoleh larutan asam askorbat 0,25%.

3.3.2. Pembuatan Larutan Asam Askorbat 0,50%

Sebanyak 5,0 gram asam askorbat dimasukkan dalam labu takar 1000 mL dan

diencerkan dengan akuadest sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan sehingga

diperoleh larutan asam askorbat 0,50%.

3.3.3. Pembuatan Larutan Asam Askorbat 0,75%

Sebanyak 7,5 gram asam askorbat dimasukkan dalam labu takar 1000 mL dan

diencerkan dengan akuadest sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan sehingga

diperoleh larutan asam askorbat 0,75%.

3.3.4. Pembuatan Larutan Asam Askorbat 1,00%

Sebanyak 10 gram asam askorbat dimasukkan dalam labu takar 1000 mL dan

diencerkan dengan akuadest sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan sehingga

diperoleh larutan asam askorbat 1,00%.

3.3.5. Pembuatan Larutan Asam Askorbat 1,25%

Sebanyak 12,5 gram asam askorbat dimasukkan dalam labu takar 1000 mL dan

diencerkan dengan akuadest sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan sehingga

(33)

3.3.6. Penentuan Kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam Askorbat

Sebanyak 0,5g; 1,0g; 1,5g; 2,0g; 2,5g; 3,0 g kitosan di timbang dan dimasukkan ke

dalam gelas beaker lalu dilarutkan dengan 100mL larutan asam askorbat 0,25%

hingga larutan homogen. Larutan gel kitosan yang terbentuk dituang dalam plat kaca

kemudian dikeringkan pada suhu kamar hingga terbentuk film. Film yang terbentuk

(34)

BAB 4

DATA DAN HASIL PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Data hasil pengukuran kelarutan kitosan dalam larutan asam askorbat 0,25%; larutan

asam askorbat 0,50%; larutan asam askorbat 0,75%; larutan asam askorbat 1,00%;

larutan asam askorbat 1,25% dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam

(35)

Tabel 4.2 Data Hasil Pengukuran Kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam

Tabel 4.3 Data Hasil Pengukuran Kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam

(36)

Tabel 4.4 Data Hasil Pengukuran Kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam

Tabel 4.5 Data Hasil Pengukuran Kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam

Askorbat 1,25%

Larut : Campuran homogen antara kitosan dan larutan asam askorbat yang saling melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik.

Sedikit larut : Campuran antara kitosan dengan larutan asam askorbat, dimana campuran tersebut membentuk koloid dalam larutan.

(37)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Penentuan Derajat Deasetilasi

Analisis kuantitatif dari spektroskopi FT-IR dapat dilakukan berdasarkan

spektrum Infra merah yang dihasilkan, dimana penentuan derajat deasetilasi dari

kitosan menggunakan persamaan Domszy dan Robers (Khan, 2002).

%

A1655 = absorbansi pada bilangan gelombang 1655 cm-1

A3450 = absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm-1

1,33 = tetapan yang diperoleh dari perbandingan A1655/A3450 untuk kitosan dengan

asetilasi penuh

Sebagai contoh perhitungan serbuk kitosan :

Jadi, derajat deasetilasi serbuk kitosan adalah 82,87%.

(38)

Sebagai contoh perhitungan kitosan dalam larutan asam askorbat :

Jadi, derajat deasetilasi kitosan dalam larutan asam askorbat adalah 82,82%

4.2.2. Kelarutan Kitosan dalam Larutan Asam Askorbat

Dari tabel 4.1; 4.2; 4.3; 4.4; dan 4.5 dapat dilihat bahwa kelarutan kitosan dengan

variasi berat 0,5g; 1,0g; 1,5g; 2,0g; 2,5g dan 3,0g dalam larutan asam askorbat dengan

variasi konsentrasi 0,25%; 0,50%; 0,75%; 1,00% dan 1,25% memiliki hasil kelarutan

yang berbeda. Dimana dari kelima konsentrasi larutan asam askorbat tersebut yang

memiliki kelarutan kitosan yang baik yaitu pada konsentrasi larutan asam askorbat

1,00% karena konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi yang normal untuk

pengukuran kelarutan kitosan dan untuk mengukur berat molekul kitosan.

(39)

4.2.3. Analisis Spektrum FT-IR Serbuk Kitosan

Hasil analisis spektroskopi FT-IR serbuk kitosan dapat dilihat pada gambar 4.1

dibawah ini.

Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Serbuk Kitosan

Dari gambar 4.1 diatas diperoleh puncak sebagai berikut : Pita serapan pada bilangan

gelombang 3435 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil (-OH). Adanya puncak di

daerah 2880 cm-1 menunjukkan adanya ikatan –CH alifatis. Pita serapan pada bilangan

gelombang 1632 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=O, sedangkan pada bilangan

(40)

4.2.4. Analisis Spektrum FT-IR Kitosan dalam Larutan Asam Askorbat 1,00%

Hasil analisis spektroskopi FT-IR kitosan dalam larutan asam askorbat 1,00% dapat

dilihat pada gambar 4.2 di bawah ini.

Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Kitosan dalam Larutan Asam Askorbat 1,00%

Dari gambar 4.2 diatas diperoleh puncak sebagai berikut: Pita serapan pada bilangan

gelombang 3436,15 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil (-OH). Adanya puncak

di daerah 2880 cm-1 menunjukkan adanya ikatan –CH alifatis. Pita serapan pada

bilangan gelombang 1637 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=O, sedangkan pada

(41)

4.2.5. Analisis Spektrum FT-IR Serbuk Asam Askorbat

Hasil analisis spektroskopi FT-IR serbuk asam askorbat dapat dilihat pada gambar 4.3

dibawah ini.

Gambar 4.3 Spektrum FT-IR Serbuk Asam Askorbat

Dari gambar 4.3 diatas diperoleh puncak sebagai berikut: Pita serapan pada bilangan

gelombang 3033 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil (-OH). Adanya puncak di

daerah 1754 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C=O. Pita serapan pada daerah 1679

cm-1 menunjukkan adanya ikatan C=C, sedangkan pada bilangan gelombang

1497-1458 cm-1 menunjukkan adanya ikatan –CH2, selanjutnya pita serapan pada bilangan

(42)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa kitosan 1,0

gram larut dalam larutan asam askorbat 1,00%. Hasil uji karakterisasi didapati derajat

deasetilasi kitosan 82,87% dan derajat deasetilasi kitosan dalam larutan asam askorbat

adalah 82,82%. Ini menunjukkan asam askorbat sangat sesuai untuk kelarutan kitosan.

5.2. Saran

Disarankan bagi peneliti selanjutnya agar dapat meneliti kelarutan kitosan dengan

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H. 2006. Penggunaan Glutaraldehid Kitosan Untuk Menurunkan

Konsentrasi Ion Logam Cr3+ Menggunakan Ekstraksi Fasa Padat Dalam Sistem Aquatik. Disertasi Universitas Sumatera Utara.

Almatsier, S. 1998. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Andarwulan, N. 1992. Kimia Vitamin. Jakarta: C.V. Rajawali.

Fessenden & Fessenden. 1992. Kimia Organik. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Firman. 1999. Kimia Polimer. Bandung: ITB.

Harahap, V.U. 1995. Optimasi Proses Pembuatan Kitosan dari Limbah Udang. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

sehat.com/2010/03/21/sejuta-manfaat-vitamin-c-yang-wajib-anda-ketahui Diakses tanggal 21 Maret, 2010.

Khan, A. Peh, K. & Ching, S. 2002. Reporting degree of deaacytelation values of

chitosan : the influence of analytical methods. J. Pawn Pharmaceut Sci 5 (3).

Knoor, D. 1987. Use of Chotonous Polimer in Food, Food Technology, (I), p.85.

Kumar,M.N.V.R. 2000. A Review of Chitin and Chitosan Applications. India: Department of Chemistry, University of Roorkee.

Krissetiana, H. 2004. Kitin dan Kitosan dari Limbah Udang. Suara Merdeka.

Diakses tanggal 17 Mei, 2010.

Manurung, M. 2005. Pembuatan dan Penggunaan Kitosan Manik Sebagai Adsorben

Untuk Menurunkan Kadar Limbah Cair Industri. Skripsi Jurusan Kimia

FMIPA USU.

Mat,B. Zakaria. 1995.Chitin and Chitosan. University Kebangsaan Malaysia.

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga Press.

(44)

Sugita, P. 2009. Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor: IPB Press.

Sastrohamidjojo, & Hardjono. 1992. Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta: Liberty.

Siverstein, M., Robert, Bassler, Clayton, G., Morril, C., & Trence. 1986. Penyidikan

Spektrometik Senyawa Organik. Jakarta: Erlangga.

Sopyan, I., 2001. Kimia Polimer. Jakarta: Pradnya Paramita.

Stevent, M.P. 2001. Kimia Polimer, Cetakan I, Jakarta: Pradya Paramitha.

Sudarmadji, Slamet, Haryono, Bambang, dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan

dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Kitosan
Tabel 2.1 Sumber-sumber Kitin dan Kitosan
Tabel 2.2 Kelarutan Kitosan pada Berbagai Pelarut  Asam Organik
Gambar 2.2 Struktur Kimia dari Asam Askorbat
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Hasil analisis variansi menunjukan penambahan tepung purslane pada pakan sampai level 6% tidak memberikan efek negatif terhadap kualitas fisik daging ayam

Dimasa pandemi ini orang tua sangat berperan penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini untuk mendukung, mengarahkan, dan memotivasi dalam kegiatan

Lahir Umur Jenis Keterangan 2) Kelamin L/P Alamat... AHMAD

Natalina Aritonang : Kajian Kuantitatif Pelapukan Pedokimia(C → A)pada Tanah Berbahan Induk Tuff Dasit di

Museum Ulos ini juga mewadahi bagi anak muda sebagai generasi penerus untuk dapat mengetahui cara pembuatan ulos serta alat yang digunakan sehingga budaya asli Indonesia tersebut

Ketika pemerintah kolonial memperketat kontrol dengan memisahkan aktivisme politik para pemimpin dengan massa perkotaan dan perdesaan melalui kehadiran polisi di