DAFTAR PUSTAKA
Adjat Djatnika. 2012. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Diakses melalui
Direktorat Jenderal Pajak. 2012. Selayang Pandang. Melalui
Haula, Rosdiana. 2005. Perpajakan : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rajawali Pers
Marihot, Siahaan. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta : Rajawali
Pers.
Mohammad Zain, 2004. Reformasi Perpajakan. Jakarta : Amikom
, Nomor 98/KMK.01/2006. Account Representative.
, Nomor 192/PMK.03/2007. Tata Cara Penetapan Wajib Pajak.
Pandiangan, Liberti. 2008. Modernisasi dan Reformasi Perlayanan Perpajakan.Jakarta
Safri Nurmantu. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.
Siti, Resmi. 1999. Perpajakan : Teori dan Kasus. Jakarta : Salemba Empat Waluyo
dan Wirawan B.Ilyas. 2005. Hukum Pajak. Jakarta : Salemba Empat.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 3.1.1 Pengertian Pajak
Defenisi atau pengertian pajak menurut beberapa ahli adalah sebagai
berikut :
Menurut Prof. Dr. Djajaningrat
“Pajak adalah suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan
negara karena suatu keadaan,kejadian,dan perbuatan yang memberikan kedudukan
tertentu.Pungutan tersebut bukan sebagai hukuman , tetapi menurut peraturan-
peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan.Untuk itu , tidak ada
jasa balik dari negara secara langsung.”
Menurut Abderson, W.H.
“Pajak adalah pembayaran yang bersifat paksaan kepada negara yang
dibebankan pada pendapatan kekayaan seseorang yang diutamakan untuk
membiayai pengeluaran Negara.”
Menurut Mardiasmo
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mebdapat jasa timbal (kontrasepsi) yang
langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.”
Beberapa definisi mengenai pajak menurut ahli yang dapat dipelajari dan
Berdasarkan defenisi dan penjelasan tersebut Mardiasmo (2011:1) menarik
beberapa kesimpulan mengenai unsur-unsur pajak, yaitu:
1. Iuran dari rakyat kepada negara.
Yang berhak mmungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan undang-undang serta
aturan palaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontrasepsi dari negara yang secara langsung dapat
ditunjuk.Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditujukan adanya
kontrasepsi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
3.1.2 Subjek Pajak
Dalam pelaksanaan fungsinya pajak juga memiliki standarisasi persyaratan
dalam menentukan subjek pajaknya. Subjek pajak dapat dibedakan menjadi
2(dua) yaitu, subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar
negeri.Pengertian dan penjabaran subjek pajak dalam negeri dan luar negeri
yang dijabarkan berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas undang-undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak penghasilan adalah :
(1) Yang menjadi subjek pajak adalah :
2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak.
b. Badan.
c. Bentuk usaha tetap.
(2) Subjek pajak yang terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negri.
(3) Yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah :
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak
berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia , kecuali
unit tertentu dari badan pemerintah yang mmenuhi kriteria.
1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
3) Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
4) Dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
(4) Yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah :
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 bulan, badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan dari Indonesia,yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
(5) Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan diIndonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan diIndonesia, yang dapat berupa :
a. Tempat kedudukan manajemen.
b. Cabang perusahaan.
c. Kantor perwakilan.
e. Pabrik.
f. Bengkel.
g. Gudang.
h. Ruang untuk promosi dan penjualan.
i. Pertambangan dan penggalian sumber alam.
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi.
k. Perikanan,peternakan.pertanian,perkebunan,atau kehutanan.
l. Proyek kontruksi,instalasi,atau proyek perakitan.
m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain,sepanjang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.
o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan diIndonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko diIndonesia ; dan
p. Komputer, agen elektronik,atau peralatan otomatis yang dimiliki,disewa,atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan
usaha melalui internet.
(6) Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh
3.1.3 Sistem Pemungutan Pajak
Dalam memungut pajak dikenal tiga sistem penggolongan pemungutan
yang dapat diguakan,menurut Siti Resmi (2008:11) tiga kelompok sistem
pemungutan tersebut adalah :
a. Official Assessment System
Sistem ini memberi kewenangan kepada aparatur perpajakan untuk
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya seesuai
dengan perunang-undangan yang beerlaku.
b. Self Assessment System
Sistem ini memberikan wewenang kepada wajib pajak dalam
menghitung, melaporkan,serta menyampaikan kewajiban pajaknya sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.
c. With Holding System
Sistem ini memberikan wewenang kepada pihak ketiga yang
ditunjuk oleh wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
3.1.3.1 Self Assessment System
Sistem pemungutan perpajakan yang dianut oleh negara Indonesia adalah
Self Assessment System. Sistem ini mewajibkan kepada wajib pajaknya untuk beranggung jawab atas segala pembukuan atau pencatatan yang diperlukan untuk
menetapkan besarnya pajak yang terutang, yang dilakukannya dalam Surat
Pemberitahuan Pajak ( SPT ). Dengan diterapkan Self Assessment System wajib
cara mengalikan tarif orisinil dengan dasar pengenaan pajaknya, kemudian
meemperhitungkan besar pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan (Diana
Sari, 2013 : 94)
Ciri-ciri dari Self Assessment System menurut Mardiasmo (2011:7) adalah:
1. Wewenang untuk menentukan besarnya ada pada wajib pajaknya sendiri.
2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkannya
sendiri pajak terutang.
3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3.1.4 Konsep Pengetahuan Pajak
Menurut Martin dan Oxman dalam buku ( Kusrini, 2006:23 ) defenisi dari
pengetahuan adalah :
“Pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental
yang menggambarkan objek dengan tepat dan mempresentasikannya dalam aksi
yang dilakukan trhadapa suatu objek.”
Sedangkan pengertian pengertian pengetahuan pajak menurut Veronica
Caroline yang dikutip oleh (Lisnawati, 2012) adalah:
“Pengetahuan pajak adalah informasi yang dapat digunakan wajib pajak
sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah
atau strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya
dibidang perpajakannya.” Berdasarkan kedua pengertian diatas, konsep dari
seseorang terhadap pajak yang akan mempengaruhi sikapnya dalam pemenuhan
kewajiban perpajakannya.
3.1.5 Kepatuhan Wajib Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Pasal 1 ayat (2)
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah dengan
UU Nomor 28 Tahun 2007 yang dimaksud dengan wajib pajak adalah :
“Orang pribadi atau badan, meliputi membayar pajak, pemotong pajak,
dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Sedangkan menurut peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
192/PMK.03/2007 tentang cara penetapan pajak wajib pajak dengan kriteria
tertentu dalam rangka pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
pasal 1 yang dimaksud dengan wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda
pembayaran pajak.
c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Lembaga
Pengawasan keuangan peemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian selama 3(tiga) tahun berturut-turut. Tidak pernah dipidana
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam
jangka waktu 5 (lima ) tahun terakhir.
Berdasarkan penjelasan diatas, menerangkan bahwa yang dimaksud
dengan wajib pajak patuh ialah wajib pajak yang mempunyai pengetahuan
serta pemahaman yang memadai dalam menjalankan kewajiban
perpajakannya.
3.1.6 Reformasi Perpajakan
Mengingat pentingnya perpajakan dalam keikutsertaannya terhadap
pembangunan bangsa dan negara, pemerintahan Indonesia tru berupaya untuk
memperbaiki berbagai aspek perpajakan, salah satu cara yang ditempuh dengan
melakukan reformasi perpajakan. Berdasarkan penjabaran Sari ( 2013 : 6)
mengemukakan bahwa Reformasi perpajakan di Indonesia dilakukan pertama kali
pada tahun 1983 dimana pada saat itu terjadi rformasi atau perubahan sistem
mendasar atas pengelolaan dan pemungutan sistem perpajakan Indonesia dari
sistem Official Assessment ke sistem Self Assessment. Perubahan sistem ini
bertujuan untuk mengurangi kontak langsung antara Aparat Pajak dengan wajib
pajak yang sebelumnya dikhawatirkan dapat menimbulkan praktek-praktek ilegal
untuk menghindari atau mengurangi kewajiban perpajakan para Wajib Pajak yang
bersangkutan.
Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar disegala aspek
perpajakan, melalui reformasi :
a. Moral, etika, dan integritas Aparat Pajak.
c. Pelayanan kepada masyarakat Wajib Pajak.
d. Pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan.
e. Pemberian reward dan penerapan punishment yang tegas terhadap Aparat
Pajak.
Reformasi perpajakan secara komperhensif sebagai satu kesatuan
dilakukan terhadap tiga (3) bidang pokok atau utama yang secara langsung
menyentuh pilar perpajakan, yaitu :
a. Bidang Administrasi, yakni melalui informasi administrasi perpajakan.
b. Bidang Peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap undang-
undang perpajakan.
c. Bidang Pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa reformasi
perpajakan hanya akan tercapai apabila perubahan-perubahan
perpajakan dilakukan secra bertahap dan mencakup seluruh aspek
dibidang perpajakan. Reformasi mendasar yang dapat dilakukan
adalah:
a. Bidang Administrasi
Reformasi perpajakan dibidang administrasi dilakukan oleh ditjen
pajak dengan melakukan upaya terhadap transparancy terhadap berbagai
aspek seta peningkatan pelayanan perpajakan terhadap Wajib Pajak yang
akan memenuhi kewajibannya. Untuk mewujudkannya diperlukan
kerjasama yang baik antara Wajib Pajak dengan Aparat Pajak. Wajib
diharapkan untuk selalu memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik
sedangkan Aparat Pajak diharapkan untuk selalu bekerja sesuai dengan
moral dan kode etik perpajakan.
b. Bidang Peraturan / Undang-undang Perpajakan
Dari aspek peraturan perpajakan, Ditjen pajak terus mengupayakan
pengembangan yuridis formal dan materil perpajakan. Langkah yang
dilakukan yakni melalui penyesuaian dan pembaruan atau amandemen
peraturan dan kebijakan perpajakan seirama dengan perkembangan yang
terjadi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Reformasi
kebijakan perpajakan ini dilakukan untuk lebih mengefektifkan dan
mengefisiensikan pemungutan pajak sejalan dengan perkembangan dunia
usaha sehingga lebih kompetitif.
c. Bidang Pengawasan
Dibidang pengawasan dibangun Bank Data Perpajakan Nasional
(BPDN) yang befungsi untuk menyeimbangkan pelaksanaan sistem self
assessment dengan official assessment dalam perhitungan dan penetapan
besarnya pajak yang terutang. Selain itu, pembangunan Bank Data
Perpajakan Nasional (BPDN) juga bertujuan untuk melakukan kegiatan
efektensifikasi dan intensifikasi perpajakan yakni kegiatan untuk
menambah jumlah Wajib Pajak yang terdaftar sebagai upaya dalam
peningkatan penerimaan Negara. Dalam melakukan pengawasan
kepatuhan dalam perpajakan kepada Wajib Pajak, bidang pengawasan
melakukan bimbingan dan himbauan atau konsultasi kepada Wajib Pajak.
Kemudian melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang
3.1.7 Perubahan Reformasi Perpajakan
Kebijakan perpajakan telah mengalami beberapa tahapan reformasi
perpajakan, beberapa perubahan reformasi yang terjadi adalah :
1. Reformasi Pajak (Tax Reform) 1983
Reformasi pajak (tax reform) telah dilakukan sejak tanggal 1 Januari
1984, bersamaan dengan dikeluarkannya serangkaian undang-undang
perpajakan yaitu :
1. UU nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
2. UU nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan (PPh).
3. UU nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak atas Penjualan Barang Mewah.
4. UU nomor 12 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
5. UU nomor 13 tentang Bea Materai.
Pada tahun 1991 dikeluarkan undang-undang Nomor 7 tahun 1991
sebagai perubahan Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang
pajak penghasilan.
2. Reformasi Pajak (Tax Reform) 1994
Reformasi perpajakan tidak berhenti begitu saja tetapi terus dilakukan
perubahan dan penyempurnaan sesuai dengan tuntutan perubahan
sistem perekonomian. Pada taun 1991 perubahan pertama dilakukan
serangkaian perubahan terhadap peraturan perpajakan. Reformasi
perpajakan kedua tahun 1994 meliputi empat perubahan dan
penyempurnaan undang-undang pajak yaitu:
a. UU Nomor 9 tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
b. UU Nomor 10 tahun 1994 tentang perubahan kedua atas Undang-
undang Nomor 11 tahun 1983 tentang pajak penghasilan.
c. UU Nomor 11 tahun 1994 tentang perubahan atas undang-undang
nomor 8 tahun 1983 tentang Paak pertambahan nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
d. UU Nomor 12 tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 12 tahun 1983 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Reformasi Pajak (Tax Reform) 1997
a. UU No 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
b. UU No 17 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
c. UU No 17 tahun 1997 tentang Penghasilan Pajak dengan Surat
Paksa.
d. UU No 17 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
e. UU No 17 tahun 1997 tentang Bea Perolehan atas Tanah dan
4. Reformasi Pajak (Tax Reform) 2000
Pada tahun 2000 seiring dengan perkembangan sosial dan
ekonomi, pemerintah kembali mengeluarkan serangkaian Undang-
undang untuk mengubah Undang-undang yang telah ada, yaitu:
1. UU nomor 16 tahun 2000 tentang Perubahan kedua atas UU
nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
2. UU nomor 17 tahun 2000 tentang Perubahan ketiga atas UU
nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan.
3. UU nomor 18 tahun 2000 tentang Perubahan kedua atas UU
nomor 8 tahun 1984 tentang pajak pertambahan nilai barang
dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.
4. UU nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa.
5. UU nomor 20 tahun 2000 tentang Bea perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan.
6. UU nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan atas UU Nomor
18 tahun 1997 entang Pajak Daerah dan Retribusi.
5. Reformasi Pajak (Tax Reform)2004-2009
Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar disegala aspek
perpajakan melalui reformasi
1. Moral, etika dan integritas aparat pajak.
a. Melaksanakan kewajiban hidup beragama dengan sebaik-
b. Peduli sesama lingkungan sosial dan dinas.
c. Pembentukan kode etik dan komisis kode etik.
d. Tiada hari tanpa sosialisasi kode etik.
2. Kebijakan perpajakan.
a. Transparanssi melalui komunikasi dan partisispasi.
b. Amandemen dan UU perpajakan.
3. Pelayanan kepada Masyarakat Wajib Pajak.
a. Kemudahan informasi (kotak pos, hotline service, IVR dan
website.
b. Kemudahan pelayanan dengan membentuke-system & kantor
WP besar.
4. Pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan.
a. Pembentukan bank data pajak diantaranya SPT WP, lawan
transkasi dari SPT WP, dan data pihak ketiga.
b. Pembentukan bank data Nasional yaitu Bank data pajak KISS dengan membntuk Nomor Identitas Tunggal (Single
Identification Number / SIN), meluruskan ketentuan yang bertentangan dengan UU dan penegakan hukum / Law
Enforcement.
5. Pemberian reward dan penerapan punishment yang tegas terhadap
aparat pajak.
a. Piagam penghargaan berupa karier maupun studi keluar negeri.
b. Penegakan hukum/ Law Enforcement : ringan, sedang, berat
Pemerintah kembali mengeluarkan serangkaian UU untuk mengubah UU
yang telah ada yaitu :
1. UU Nomor 28 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
2. UU Nomor 36 tahun 208 tentang perubahan keempat atas U Nomor
7 tahun 193 tentang Pajak Penghasilan.
3. UU Nomor 42 tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor
8 tahun 1983 Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah.
4. UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 18
tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi.
6. Reformasi Pajak (Tax Reform) 2009-2014
Direktorat Jenderal Pajak melakukan reformasi perpajakan yang selaras
dengan dinamika perekonomian dan dunia usaha agar dapat mewujudkan sistem
perpajakan yang adil kompetitif, dan memberikan kepastian hukum. Pada tahun
2009 Direktorat Jenderal Pajak meluncurkan apa yang diebut sebagai reformasi
jilid II, hal ini karena berdasar analisis yang dilakukan, diketahui masih terdapat
tax yang cukup lebar yang menggambarkan jumlah potensi pajak yang belum
disetorkan ke kas negara. Refomasi pajak jilid II tersebut antara lain :
1. Peningkatan pelatihan dan pendidikan pegawai baik didalam maupun
diluar negeri.
2. Remunerasi tenaga pemeriksa dan juru sita dievaluasi.
4. Pembentukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Orang Besar
Pribadi ( Hight Wealth Individual ).
5. Peningkatan efisiensi sistem MPN sehingga wajib pajak membayar
pajak, dilayani dengan waktu luas tanpa terlalu banyak syarat
administrasi bank ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan juga
laporan yang tanpa jeda waktu ke Direktorat Jenderal Pajak.
6. Kerjasama dengan expert kelas dunia untuk menyiapkan perbaikan lanjutan di Drektorat Jeneral Pajak yaitu Project for Indonesian Tax
Administration Reform ( PINTAR ).
7. Perluasan Inbond danOutbound Call Center.
Tujuan dari penyebarluasan UU pajak adalah dalam rangka ekstensifikasi
pengenaan dan pemungutan pajak yang sekaligus merupakan upaya peningkatan
keadilan pajak yang tidak memiliki landasan hukum yang akan merugikan
perekonomian nasional dan menutp celah-celah penghindaran pajak ( loopheles ).
Adapun tujuan dan sasaran dari perubahan perundang-undangan ini, diantaranya:
1. Kesederhanaan sistem ( simpicity ).
2. Netral dan mengurangi / meminimumkan distorsi.
3. Transparansi.
4. Konsistensi dan persisten.
5. Kepastian hukum.
6. Keadalian ( Fairness ).
7. Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, dan
3.1.7.1 Modernisasi Perpajakan
Dalam melaksanakan pembaruan yang terus yang dilaksanakan
Direktorat Jenderal Pajak terus meningkatkan upaya dalam pningkatan
penerimaan negara trhadap pajak. Pada tahun 2002 Direktorat Jenderal
Pajak meluncurkan program perubahan aau secara singkat yang dimaksud
dengan modernisasi perpajakan ialah reformasi terhadap administrasi
perpajakan. Penerapan program administrasi ini dilakukan dengan
mengoptimalisasi sistem administrasi dengan pemanfatan tknologi yang
handal dan terkini. Menurut penjabaran Diana Sari ( 2013 : 14 ) dalam
mewujudkan modernisasi perpajakan terdapat perubahan-prubahan yang
dilakukan meliputi berbagai bidang berikut :
1. Struktur organisasi.
2. Business Process dan teknologi informasi dan komunikasi.
3. Manajemen sumber daya manusia.
4. Pelaksanaan Good Governance.
Berdasarkan uraian tersebut, dalam bukunya sari menjelaskan keempa
bidang trsebut. Penelesan dari kempat biang trsebut ialah:
1. Struktur Organisasi
Dalam mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan
modern yang berorientasi terhadap pelayanan dan pengawasan, maka
Direktorat Jenderal Pajak perlu mengubah organisasinya. Perubahan
struktur organisasi ini diterpakan dari level kantor pusat sampai kantor
operasional. Sebagai langkah awal untuk memudahkan Wajib Pajak dalam
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), Kantor Pelayanan
Pajak (KPP), serat Kantor Pemerksaan dan Penyidikan Pajak(Karipka)
menjadi satu kantor dalam mengurus segala urusan perpajakan yaiu
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) . Unit vertical DJP dibedakan berdasarkan
segmentasi Wajib Pajak Besar (LTO-Large Tax Payers Office), KPP
Madya (MTO-Medium Tax Payr Office), dan KPP Pratama (STO-Small
Tax Payer Office). Pembagian seperti ini diharapkan mampu
meningkatkan strategi dan pendekatan terhadap Wajib Pajak yang
disesuaikan dengan karakteristik Wajib Pajak yang ditangani. Khusus pada
kantor operasional, dibuat posisi baru yang disebut Account
Representative. Tugas dari posisi ini adalah memberikan bantuan konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak, membritahukan peraturan
perpajakan yang baru, dan mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.
2. Business Process dan Teknologi Informasi dan Komunkasi
Direktorat Jenderal Pajak mlakukan perbaikan Business Process
dalam rangka memperbaiki metode, sistem, dan prosedur kerja untuk
memperbaiki birokrasi yang berbelit-belit. Businss Process dirancang
untuk mengurangi kontak langsung antara pegawai DJP dan Wajib Pajak.
Langkah pertama dalam perbaikan Businss Process penulisan dan
dokumentasi Standar Oprating Procedures (SOP) yang diterapkan pada
setiap kegiatan di DJP. Sampai akhir tahun 2007 DJP telah berhasil
mengidentifikasi 1900 SOP. Selain penulisan SOP, DJP banyak
melakukan optimalisasi pada tekhnologi informasi dan komunikasi dalam
memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Hal ini terlihat dengan penerapan e-system dengan dibukanya fasilitas
e-filling (pengiriman SPT secara Online melalui internet), e-SPT
online untuk PBB), dan e-registration (pendaftaran NPWP secara online
melalui internet).
3. Manajemen Sumber Daya Manusia
Selain perbaikan dan pengoptimalisasian penggunaan sistem
tekhnologi, DJP menyadari bahwa fokus utama dari reformasi perpajakan
adalah perbaikan dari manajemen sumber daya manusia, karena elemen
utama dari organisasi adalah manusianya. Maka dari hal itu DJP
mengadakan modernisasi sumber daya manusia, dengan tujuan untuk
meningkatkan upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak. Semakin modern
sumber daya manusianya, maka kemungkinan akan memperlancar
kegiatan perpajakan.
4. Pelaksanaan Good Governance
Unit elemen terakhir dalam moernisasi perpajakan adalah
pelaksanaan Good Governance. Program ini sering dihubungkan dengan
integritas pegawai dan institusi. Hal ini menerangkan bahwa sebuah
organisasi akan berjalan dengan sesuai manakala suatu organisasi
memiliki rambu-rambu yang jelas dalam memandu pelaksanaan tugas dan
pekerjaannya serta adanya konsistensi terhadap implementasi rambu-
rambu tersebut.
3.1.8 Account Representative
3.1.8.1 Pengertian Account Representative
Berdasarkan keputusan menteri Nomor : 98/ KMK/01/2006 pasal 1
ayat 2 menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Account
Representative adalah :
“ Pegawai yang diangkat pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi di
Kantor Pelayanan Pajak yang telah mengimplementasikan organisasi
Sedangkan pengertian Account Representative menurut Kanwil
Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar yang dikutip oleh ( Dini W.
Hapari, 2012) menerangkan bahwa :
“Account Representative adalah petugas yang berada di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yang telah melaksanakan sistem adaministrasi
modern dan penghubung antara KPP Wajib Pajak Besar dan Wajib Pajak,
yang bertanggung jawab untuk memberikan respon yang efektif atas
pertanyaan dan permaalahan yang diajukan wajib pajak sesegera
mungkin.”
Berdasarkan dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Account Representative merupakan petugas yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak penghubung utama antara KPP dan Wajib Pajak yang berperan
penting terhadap pemahaman pengetahuan pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak.
3.1.8.2 Tugas Account Representative
Berdasarkan keputusan Menteri Nomor : 98/KMK/01/2006 pasal 2
ayat 1 menyebutkan bahwa tugas dari Account Representative yaitu:
a. Melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak.
b. Bimbingan/himbauan dan konsultasi tekni perpajakan kepada Wajib
Pajak.
c. Analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam
rangka Intensifikasi.
Selain beberapa hal tersebut diatas, berikut beberapa tugas dari Account
Representative pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama L.Pakam :
1. Menyusun pemutakhiran pemetaan (mapping) potensi pajak dan
menggunakannya sebagai alat pengawasan dan penggalian potensi
wilayah dan atau WP.
2. Menyusun analisis resiko, rencana pengawasan, dan rencana
penggalian potensi wilayah dan atau WP berdasarkan pemetaan WP.
3. Menyusun rencana dan melakukan kunjungan kerja (visit) ke WP
dalam rangka pembuatan atau pemutakhiran profil WP, pengawasan,
dan penggalian potensi WP, serta menyusun konsep laporan hasil
kunjungan kerja.
4. Menyusun pemuktahiran profil WP dan menggunakannya sebagai alat
pengawasan dan penggalian potensi wilayah dan atau WP berdsarkan
profil WP.
5. Menyusun analisis resiko, rencana pengawasan, dan rencana
penggalian potensi wilayah dan atau WP berdasarkan profil WP.
6. Melakukan perekaman atas kegiatan pngawasan dan penggalian
potensi pajak kedalam aplikasi profil WP.
7. Melakukan pemanfaatan dan atau tindak lanjut atas keterangan, data,
atau informasi yang diperoleh dari sumber internal maupun eksternal.
8. Menyusun konsep surat Himbauan, konfirmasi, klarifikasi atau
permintaan keterangan kepada WP atau pihak terkait.
9. Menyusun Laporan tindak lanjut surat Himbauan, konfirmasi,
10. Melakukan konseling dan menyusun konsep laporan pelaksanan
konseling sebagai tindak lanjut penerbitan Surat Himbauan.
11. Menyusun nota dinas dan konsep analisis resiko usulan pemeriksaan
dan atau pemeriksaan bukti permulaan sebagai tindak lanjut
pelaksanaan konseling.
12. Melakukan verifkasi/penilitian/pemeriksaan dan menyusun laporan
hasil verifkasi/penilitian/pemeriksaan dan nota penghitungan dalam
rangka penerbitan surat ketetapan pajak.
13. Melakukan pengawasan dan penggalian atas potensi, pembayaran, dan
pelaporan masa atas Pajak Pertambhan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
14. Melakukan pengawasan dan penggalian atas potensi, pembayaran,dan
pelaporan masa atas pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan
(PPh), PBB, dan Bea Materai.
15. Melakukan pengawasan dan penggalian atas potensi, pembayaran,dan
pelaporan masa atas PPH yang harus dibayar sendiri baik yang bersifat
final maupun tidak final.
16. Menyusun konsep Surat Pemberitahuan Perubahan Angsuran PPh
Orang Pribadi dan Badan.
17. Menyusun nota perhitungan dalam rangka penerbitan Surat Tagihan
Pajak (STP) berdasarkan pasal 7, 8, 9, 14, dan pasal 19 UU Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan ( UU KUP ), tidak termasuk STP
3.1.9 Definisi Kinerja
Menurut (Guritno dan Waridin : 2005), kinerja merupakan perbandingan
hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar yang telah ditentukan.
Sedangkan menurut (Robbins : 2008), kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap
pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah
ditetapkan bersama. Paramter menjelakan bahwa ada tiga tipe ukuran kinerja,
yaitu :
1. Indikator hasil utama (Key Result Indicators – KRI), menggambarkan
bagaiman keberhasilan anda secara persfktif.
2. Indikator Kinerja (Performance Indicator – PI), menjelaskan apa yang
harus anda lakukan.
3. Indikator kinerja utama (Key prformance indicators – KPI), menjelaskan
apa yang harus anda lakukan untuk meningkatkan kinerja secara dramatis.
Mangkunegara (dalam penelitian Lubis : 2008) mengemukakan tiga faktor
yang mempengaruhi kinerja (Performance), yaitu faktor individual, faktor
psikologis, dan faktor organisasi. Faktor individual terdiri dari kemampuan
dan keahlian, latar belakang, dan demografi. Faktor psikologis terdiri dari
persepsi, attitude (sikap), personality (kepribadian), pembelajaran dan
motivasi. Dan faktor organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan,
penghargaan, struktur, dan job design.
3.1.10 Strategi Pelayanan
Sejak dilaksanakan reformasi birokrasi di Ditjen Pajak tahun 2002, telah
dilakukan penyempurnaan struktur organisasi Ditjen Pajak dengan menerapkan
organisasi berbasis fungsi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), yaitu seperti
tugas pengumpulan penerimaan pajak menjadi lebih efektif. (Direktorat Jendral
Pajak : 2012). Menurut Ditjen Pajak yang dikutip oleh (John Hutagaol : 2010)
menerangkan bahwa agara sistem self assessment dapat berjalan baik maka DJP
menjalankan tiga fungsinya yaitu pelayanan (tax service), penyuluhan
(dissemination), dan penegakan hukum (law enforement). Selain itu DJP
menjelaskan bahwa pelayanan Ditjen Pajak kepada Wajib Pajak termasuk
pelayanan publik (public services) yaitu segala bentuk pelayanan yang dilakukan
oleh instansi pemerintah dalam bentuk barang atau jasa dalam rangka pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Pelayanan publik harus memenuhi azas-azas :
1. Transparansi, yaitu terbuka dan mudah diakses oleh pengguna jasa
manapun.
2. Akuntabilitas, yaitu pemberian segala bentuk jasa harus dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Kondisional, yaitu pelaksanaan pelayanan sesuai dengan kemampuan dan
keadaan pemberi maupun pengguna jasa dengan memperhatikan aspek
efektifitas dan efisiensi.
4. Partisipatif, yaitu keikut sertaan masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
5. Kesamaan hak, yaitu tidak ada diskriminatif.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pemberi maupun pengguna jasa
memiliki hak serta kewajibannya masing-masing.
Berdasarkan penjabaran DJP serta azas-azas dari pelayanan publik dapat
disimpulkan bahwa konsep pelayanan publik bukan hanya bergantung
terhadap pemerinah semata,akan tetapi keikut serta kesadaran terhadap
dari suatu pelayanan.Sejak agustus 2013 Direktorat Jenderal Pajak
mengeluarkan peraturan mengenai penetapan standar pelayanan dengan nomor
KEP-378/PJ/2013. Mengingat pentingnya peraturan tersebut maka penulis
menyantumkannya pada daftar lampiran.
3.2 Kerangka Pemikiran
3.2.1 Kerangka Pemikiran Penerapan Strategi Pelayanan
Tujuan utama dari reformasi perpajakan adalah untuk menegakkan
dalam hal kemandirian ekonomi dalam pembiayaan pembangunan
nasional dengan jalan lebih ditujkan kepada kemampuan sendiri. Ujung
tombak dari reformasi perpajakan diharapkan berbagai strateginya dapat
menghantarkan implementasi misi Direktorat Jenderal Pajak, yaitu
menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu
menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-
undang perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi
(Sinta Setiana : 2010).
Sejak Indonesia mengganti sistem pmungutan pajaknya dari
Official Assessment System menjadi self assessment system fiskus memiliki banyak tugas untuk melakukan pembenahan dari berbagai sisi
perpajakan. Salah satu bagian dari reformasi perpajakan adalah dilakukan
berbagai medernisasi perpajakan. Menurut Liberti Pandiangan dalam
(Sinta Setiana : 2010) modernisasi perpajakan yang dilakukan merupakan
bagian dari grand design reformasi perpajakan (tax reform) secara
komprehensif. Sebagaimana yang telah menjadi sasaran sejak tahun 2002,
bahwa reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan
1. Bidang Administrasi, yakni melalui modernisasi admininistrasi
perpajakan.
2. Bidang Peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap UU
perpajakan.
3. Bidang pengawasan ,membangun bank data perpajakan nasional.
Eksistensinya instansi pajak (administrasi pajak) diperlukan untuk
mengelola dan melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi efektif dalam
bentuk penerimaan negara atau dengan perkataan lain instalasi pajak merupakan
penanggung jawab dan memegang peranan penting dalam hal pelaksanaan sistem
perpajakan (Mohammad Zain : 2004). Direktorat Ekstensifikasi dan penilaian
memiliki dua cakupan tugas. Pertama, ekstensifikasi dan yang kedua penilaian.
Untuk ekstensifikasi, difokuskan kepada perluasan basis subjek pajak. Tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan jumlah wajib pajak yang terdaftar melalui
berbagai pendekatan. Sedangkan untuk penilaian, digunakan terutama untuk pajak
bumi dan bangunan (PBB) dab Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTP). (Hartoyo : 2010).
Dalam pelaksanaan fungsi pelayanannya KPP diwajibkan
mengimplemintasikan Account Representative sebagai salah satu dampak dari
penerapan modernisasi sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Republilk
“Account Representative adalah pegawai yang diangkat pada setiap Seksi
Pengawasan dan Konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak yang telah
mengimplementasikan Organisasi Modern”
Dalam menjalankan tugasnya, Account Representative dihimbau untuk
memberikan himbauan, sosialisasi, bimbingan, serta pengawasan terhadap
kepatuhan para wajib pajak (Dini Hapsari : 2012). Menurut undang-undang
Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan defenisi wajib pajak adalah :“Wajib pajak adalah orang pribadi atau
badan, meliputi membayar pajak, pemotong pajak, dan memungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undang perpajakan.”
3.2.2 Kerangka Pemikiran Pengetahuan Pajak
Terdapat berbagai cara untuk mengefektifitaskan strategi pelayanan dalam
meningkatkan jumlah kepemilikan NPWP, salah satunya dengan mengadakan
sosialisasi, dan cara lain dengan adanya tax education yang ditujukan bagi wajib
pajak dan siswa-siswi di sekolah-sekolah (Haryanto : 2010).Menurut penjabaran
Martin dan Oxman dalam Kusrini (2006:23) defenisi dari pengetahuan adalah
sebagai berikut :
“Pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental yang
menggambarkan obyek dengan tepat dan mempresentasikannya dalam aksi yang
dilakukan terhadap suatu obyek.”
Menurut Kusrini (2006:23) pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi
(deklarative knowledge), dan pengetahuan tacit (tacit knowledge). Pengetahuan
prosedural lebih menekankan pada bagaimana melakukan sesuatu. Pertanyaan
deklaratif menjawab pertanyaan apakah sesuatu bernilai salah atau benar.
Sedangkan pengetahuan tacit merupakan pengetahuan yang tidak dapat
diungkapkan dengan bahasa.
Dalam penelitian ini, konteks pengetahuan yang akan dibahas adalah
pengetahuan dibidang perpajakan. Menurut (Witono, 2008) pengetahuan tentang
perpajakan penting untuk menumbuhkan perilaku patuh, karena bagaimana
mungkin wajib pajak akan patuh apabila wajib pajak tidak mengetahui peraturan
perpajakan. Dan penelitian yang dlakukannya menerangkan bahwa semakin baik
pengetahuan pajak dan konsultan pajak terhadap peraturan pajak maka semakin
tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak.
3.2.3 Kerangka Pemikiran Kepatuhan Wajib Pajak
Sebagai konsekuensi dari penerapan Self Assessment System fiskus
mempunyai tanggungjawab dalam meningkatkan kesadaran wajib pajak. Karena
tenaga penyuluh memiliki peranan yang sangat strategis untuk mengedukasi dan
meningkatkan kepatuhan wajib pajak Menurut Safri
Nurmantu (2005 : 148) Kepatuhan wajib pajak adalah suatu keadaan dimana
wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melakukan kewajiban
perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh ( Hutagaol, 2005)
mengenai penerapan strategi pelayanan menyimpulkan bahwa “Pada Era DJP baru
Pajak mengingat pentingnya perpajakan dalam keikutsertaannya terhadap
pembangunan bangsa dan negara, pemerintahan Indonesia terus berupaya untuk
memperbaiki berbagai aspek perpajakan, salah satu cara yang ditempuh dengan
melakukan reformasi perpajakan. Berdasarkan penjabaran Diana Sari ( 2013 : 6)
mengemukakan bahwa Reformasi perpajakan di Indonesia dilakukan pertama kali
pada tahun 1983 dimana pada saat itu terjadi reformasi atau perubahan sistem
mendasar atas pengelolaan dan pemungutan sistem perpajakan Indonesia dari
sistem Official Assessment ke sistem Self Assessment. Perubahan sistem ini
bertujuan untuk mengurangi kontak langsung antara Aparat Pajak dengan wajib
pajak yang sebelumnya dikhawatirkan dapat menimbulkan praktek-praktek ilegal
untuk menghindari atau mengurangi kewajiban perpajakan para Wajib Pajak yang
bersangkutan. Pengetahuan pajak adalah informasi yang dapat digunakan wajib
pajak sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh
arah atau strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya
dibidang perpajakannya.” Berdasarkan kedua pengertian diatas, konsep dari
pengetahuan pajak yaitu suatu sikap pola pikir atau pemahaman atau penilaian
Wajib pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban dan haknya
dibidang perpajakan”. Menurut penelitian yang dilakukan (Muchsin Ichsan :
2013) para wajib pajak akan patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya
tergantung bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan terbaik kepada
wajib pajaknya. Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis ditemukan adanya
bukti yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan dan positif antara
kualitas pelayanan terhadap kepatuhan wajib pajak. Oleh karena itu, para aparat
BAB IV
KESIMPULAN & SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Kinerja Account
Representative dalam upaya peningkatan kepatuhan Wajib Pajak Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Account Representative yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Lubuk Pakam telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan
yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan oleh Direktorat
Jederal Pajak, yaitu memberikan pelayanan yang baik kepada wajib
pajak, memberikan pembinaan kepada wajib pajak serta memberikan
pengawasan kepada wajib pajak yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Pengaruh dari beberapa tugas pokok dan fungsi yang dilakukan oleh
Account Representative mulai dari bimbingan, pengawasan, konsultasi dan arahan kepada Wajib Pajak dinilai akan menambah persentase
kepatuhan Wajib Pajak dan meningkatkan mutu perpajakan.
3. Pelaksanaan kegiatan intensifikasi perpajakan yang dilakukan oleh
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dengan tujuan untuk
mengoptimalisasi penerimaan pajak terhadap objek atau subjek pajak
yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi Direktorat
Jenderal Pajak dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
77
KPP Pratama Lubuk Pakam telah melaksanakan intensifikasi
perpajakan yang mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-06/PJ.9/2001 tentang pelaksanaan ekstensifikasi wajib
pajak dan intensifikasi pajak.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan peneliti terkait penulisan Tugas Akhir antara lain :
1. Agar Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam lebih
meningkatkan lagi kualitas dan kuantitas dari hasil pelayanan yang
dilakukan, melalui kegiatan penyediaan sarana dan prasarana yang
terus ditingkatkan, penyederhanaan proses penerbitan NPWP,
melakukan pengawasan masa SPT Masa dan SPT Tahunan serta
memberikan citra yang baik kepada masyarakat demi membangun rasa
peduli akan adanya kewajiban pajak.
2. Agar Account Representative pada Wawasan Konsultasi lebih baik
dalam menjalankan tugasnya untuk melayani wajib pajak sesuai
dengan peraturan yang berlaku, dengan cara melakukan pengawasan,
bimbingan atau himbauan, penyusunan profil Wajib Pajak serta
melakukan evaluasi hasil banding untuk memaksimalkan kewajiban
masyarakat dalam membayar pajak.
3. Agar masyarakat lebih peduli kepada kepentingan umum dan lebih taat
pada kewajibannya dalam membayar pajak untuk pembangunan,
melalui penerapan kegiatan audit laporan keuangan pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam oleh Akuntan Publik untuk
BAB II PROFIL INSTANSI
2.1 Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
Pada tahun 1987 Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi
Pajak. Pada saat itu ada dua (2) Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi
Pajak Medan Selatan dan Kantor Pajak Inspeksi Kisaran. Dalam meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat didalam pelayanan pembayaran pajak, maka
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
267/KMK.01/1989 diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direkorat
Jenderal Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti
nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak sekaligus dibentuk Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan.
Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
785/KMK.01/1993 tertanggal 3 Agustus 1993 Kantor Pelayanan Pajak berubah
menjadi 4 ( empat ) wilayah kerja yaitu :
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai
Untuk mengimplementasikan konsep administrasi dan pengawasan, maka
struktur organisasi Direktorat jenderal Pajak perlu diubah, baik dilevel kantor
pusat sebagai pembuat kebijakan maupun level kantor operasional sebagai
memudahkan Wajib Pajak, ketiga jenis kantor pajak yang ada yaitu, Kantro
Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
(KPPBB). Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karipka) dilebur
menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama ( KPP Pratama ).
Adapun Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I
(Kanwil Sumut I) akan mengoperasikan delapan unit Kantor pelayanan
modern yang dijuluki Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Ke delapan KPP
Pratama yang dimaksud enam unit KPP konvensional yang ada saat ini
dimodernisasi dan ditambah dua KPP baru. Keenam KPP konvensional yang
dijadikan KPP Pratama ialah :
1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
2. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat
3. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
4. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur
6. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai
Dua KPP baru yang dibentuk adalah :
1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah
2. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
KPP Pratama Lubuk Pakam sebelumnya adalah Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan Lubuk Pakam yang berada dibawah organisasi
Kanwil Sumut II. Sejak dileburnya ketiga jenis kantor Pelayanan Pajak
Pakam berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
dan berada dibawah organisasi Kanwil Sumut I.
Sesuai dengan keputuan DJP Nomor KEP-95/PJ/2008 Tentang Saat
Mulai Operasi (SMO) Kantor Pelayanan Pajak Pratama dilingkungan
Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I, maka Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ditetapkan mulai beroperasi
tanggal 27 Mei 2008.Kemudian Kantor Pelayanan Pajak Pratama L.Pakam
dibentuk berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
95/PJ/2008 tanggal 19 Mei 2008 tentang “ Penerapan Organisasi Tata
Kerja dan Saat Mulainya Beroperasi Kanwil Direktorat Jenderal Pajak
Sumatera Utara II. Serta Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan atau Kantor
Pelayanan, penyuluhan dan konsultasi Perpajakan di Lingkungan kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I, kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Riau dan Kepulauan Riau, kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur, dan kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Barat dan Tenggara”.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini menunjukkan telah beralihnya
wajah kantor pelayanan pajak yang lama menjadi modern yang sering kita
dengar sebagai modernisasi perpajakan di Indonesia.Dalam struktur
organiasi modernisasi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak ditandai
dengan munculnya KPP Wajib Pajak Besar (LTO), KPP Madya (MTO),
dan KPP Pratama(STO) dan Unit Penyuluhan yaitu Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan ( KP2KP ) didaerah-daerah
modernisasi yang bertujuan untuk meningkatkan mutu perpajakan dalam
upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak.
2.2 Visi dan Misi KPP Pratama Lubuk Pakam 2.2.1 Visi dari KPP Pratama L.Pakam ialah :
“ Menjadi institusi pemerintah yang menylenggarakan sistem administrasikan perpajakan yang modern yang efektif dan efisien, dan dipercaya
masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi “.
2.2.2 Misi dari KPP Pratam L.Pakam ialah
“ Menghimpun penerimaan pajak Negara berdasarkan Undang-undang
perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan anggaran
pendapatan dan belanja Negara melalui sistem Administrasi perpajakan yang
efektif dan efisien”.
2.3 Kebijakan, Program, dan Kegiatan yang Dilakukan Oleh KPP L.Pakam 2.3.1 Kebijakan
Demi tercapainya kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai
sasaran, tujuan, misi dan visi yang telah ditetapkan, ditetapkan rencana kerja yang
dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan KPP
yaitu :
a. Sebagai kantor pelayanan maka KPP akan selalu berusaha untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat wajib pajak.
b. Melakukan usaha-usaha demi tercapainya rencana penerimaan yang
c. Melakukan usaha-usaha demi tercapainya rencana penerimaan yang
berasal dari Pajak Pertambahan Nilai.
d. Melakukan usaha-usaha demi tercapainya rencana penerimaan yang
berasal dari kegiatan penagihan.
e. Memberikan citra yang baik kepada masyarakat demi membangun rasa
peduli akan adanya kewajiban pajak.
2.3.2 Program
Sebagai implementasi dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah
ditetapkan maka disusun program-program yang dilaksanakan. Program-
program yang dilaksanakan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Sebagai kantor pelayanan maka KPP akan selalu berusaha untuk
meningkatkan pelayanan dengan langkah-langkah :
1. Menyediakan sarana yang memadai baik untuk kerja maupun ruang pada
Tempat Pelayanan Terpadu.
2. Melakukan pembinaan dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia.
3. Melakukan pengelolaan keuangan dengan tertib dan disiplin.
4. Mempercepat pelayanan baik pelayanan administrasi maupun pelayanan
pemberian restitusi.
b. Melakukan usaha-usaha demi dapat tercapainya rencana penerimaan yang
berasal dari pajak penghasilan.
1. Melakukan intensifikasi pajak penghasilan.
2. Melakukan ekstensifikasi Wajib Pajak dengan menggalakkan kegiatan
3. mengadakan kerja sama dengan instansi terkait dalam rangka
memperoleh data-data dan memprmudah pelaksanaan tugas
dilapangan.
4. memperbaiki dan memperkuat administrasi sebagai basis data untuk
menopang kegiatan KPP dalam mencapai rencana penerimaan.
c. melakukan usaha-usaha demi dapat tercapainya rencana penerimaan yang
berasal dari Pajak Pertambahan Nilai
1. melakukan ekstensifikasi pajak pertambahan nilai baik dari sektor jasa,
perdagangan, maupun industri.
2. melakukan ekstensifikasi wajib pajak dengan menggalakkan kegiatan
penyisiran pada sentra bisnis, perumahan, perkantoran, dan
pergudangan.
3. mengadakan kerja sama dengan instansi terkait dalam rangka
memperoleh data-data dan mempermudah pelaksanaan tugas
dilapangan.
4. memperbaiki dan memperkuat administrasi sebagai basis data untuk
menopang kegiatan KPP dalam mencapai rencana penerimaan.
d. melakukan usaha-usaha demi dapat tercapainya rencana penerimaan yang
bersumber dari kegiatan penagihan. Hal ini dilakukan dengan menagih
Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang masih menunggak kewajiban
pajaknya.
e. memberikan citra yang baik kepada masyarakat demi membangun rasa
1. Meningkatkan penyuluhan bagi masyarakat Wajib Pajak yang berada
pada sentra bisnis dan perumahan.
2. Memetakan atau mengukur potensi pajak untuk wilayah yang ada
disekitarnya.
2.3.3 Kegiatan
Sebagai tindakan nyata atas program-program yang dicanangkan,
telah dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Untuk peningkatan kualitas pelayanan dilakukan kegiatan
1. Penyediaan sarana yang baik berupa ruangan kerja maupun
komputer.
2. Mengusulkan diklat, dan melaksanakan administrasi
kepegawaian.
3. Menangani pembrian NPWP/NPKP dengan baik dan
mempercepat pelayanan restitusi dan keberatan/PK.
b. Melakukan usaha-usaha demi dapat tercapainya rencana
penerimaan yang berasal dari pajak penghasilan.
1. Melaksanakan pemeriksaan baik PPh Badan, PPh Orang
Pribadi maupun dari PPh Pemotongan dan Pemungutan.
2. Penyisiran dilakukan pada sentra bisnis, perumahan,
perkantoran, dan pergudangan.
3. Melakukan kerja sama dengan pmda, asosiasi, dan kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
4. Melakukan pengawasan SPT Masa dan SPT Tahunan dan
c. Melakukan usaha-usaha demi dapat tercapainya rencana
penerimaan yang berasal dari Pajak Pertambahan Nilai.
1. Melakukan intensifikasi pajak Pertambahan Nilai baik dari
sektor jasa, perdagangan maupun industri baik untuk
menguji kepatuhan wajib pajak maupun penggalian potensi
termasuk kegiatan membangun sendiri.
2. Melakukan ekstensifikasi wajib pajak dengan
menggalakkan kegiatan penyisiran terutama pada sentra
bisnis dengan harapan adanya tambahan PKP.
3. Melakukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah da
Asosiasi.
4. Melakukan pengawasan SPT Masa dan SPT Tahunan dan
menyiapkan sarana untuk membuat laporan penerimaan.
d. Melakukan usaha-usaha demi dapat tercapainya rencana
penerimaan yang berasal dari kegiatan penagihan.
1. Menagih Wajib Pajak Orang Pribadi yang masih
menunggak kewajiban pajak dengan mengutamakan
tunggakan 100 besar terlebih dahulu.
2. Menagih wajib pajak badan yang masih menunggak
kewajiban pajaknya dengan mengutamakan tunggakan 100
besar terlebih dahulu.
e. Memberikan citra yang baik kepada masyarakat demi
1. Meningkatkan penyuluhan bagi wajib pajak yang berada
pada sentra bisnis seperti pasar pagi, ITC, Mangga Dua,
Ruko Tekstil dan Komplek Grand Boutiqe Center, Permata
Ancol, Marinathama, WTC.
2. Memetakan atau mengukur potensi pajak yang terkait
dengan sentra bisnis, perkantoran yang ada baik untuk
wilayah yang ada disekitarnya.
2.4 KPP Pratama Lubuk Pakam Sebagai KPP yang Modern
KPP Pratama Lubuk Pakam menyatakan dirinya sebagai salah satu KPP yang
sudah modern. Hal ini terlihat dari sistem administrasi dan pelayanannya yang
juga sudah modern. Kualitas layanan bagi wajib pajak terus diperbaiki agar dapat
menghasilkan pelayanan yang prima. Disamping itu, kepatuhan wajib pajak juga
terus dipantau dan diawasi.
1. Keberadaan TPT (Tempat Pelayanan Terpadu) dan Call Center
Tempat pelayanan terpadu di KPP Pratama Lubuk Pakam terdapat
didalam gedung kantor. Pelayanan dibuka sejak pukul 08.00 am sampai
dengan pukul 16.00 pm, dan digunakan untuk melayani kebutuhan
perpajakan para wajib pajak seperti penerimaan dokumen atau laporan
perpajakan yang diserahkan langsung oleh wajib pajak sehingga tidak
perlu kemasing-masing seksi. Disisi lain ada juga call center (kring pajak)
yang bisa digunakan apabila wajib pajak ingin bertanya mengenai
peraturan tertentu atau tata cara pengisian formulir-formulir pajak tertentu.
keluhan wajib pajak apabila ada pelayanan yang kurang maksimal atau
pegawai yang melakukan pelanggaran kode etik.
2. Adanya Fungsi Jabatan AR (Account Reprsentative)
Sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK
01/2008 tentang Account Representative pada kantor pelayanan pajak
yang telah mengimplementasikan Organisasi Modern, di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Lubuk Pakam mulai ada fungsi jabatan AR sejak tahun
2007. Fungsi AR ini berada dalam seksi Pengawasan dan Konsultasi.
Fungsi AR ini bertugas mengawasi kepatuhan pajak dan memberikan
bimbingan/ konsultasi kepada wajib pajak.
3. Perubahan Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak
Sebelum dilakukan reformasi dan modernisasi perpajakan oleh
pemerintah, seksi-seksi disebuah kantor pajak diklasifikasikan
berdasasarkan jenis pajaknya, seperti seksi PPh dan seksi PPN. Namun
setelah reformasi dan modernisasi perpajakan berlangsung, struktur
organisasi ditiap-tiap kantor pajak terbagi berdasarkan fungsi, seperti Seksi
Pelayanan, Seksi Pemeriksaan, Seksi Penagihan, Seksi Pengawasan dan
Konsultasi, dan Seksi Ekstensifikasi.
4. Keberadaan Help Desk
Help desk merupakan salah satu fasilitas pelayanan yang
disediakan di KPP ini. Help desk ini digunakan untuk memberi
kemudahan bagi wajib pajak dalam memperoleh informasi perpajakan..
yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik dan memiliki
pengetahuan perpajakan. Di KPP Pratama Lubuk Pakam ini sendiri
petugas yang melayani WP di help desk biasanya merupakan Account
Representative karena mereka dianggap cakap dalam berkomunikasi dan memiliki pengetahuan perpajakan yang baik.
2.5 Pelaksanaan Sosialisasi Perpajakan
Sosialisasi perpajakAn di KPP Pratama L.Pakam dilakukan melalui berbagai
media antara lain:
1. Media spanduk
2. Media billboard atau mini billboard
3. Media standing banner
4. Media radio
5. Leaflet/booklet
Disamping itu media-media diatas, masyarakat dan terutama wajib pajak
yang berada diwilayah kerja dan terdaftar di KPP Pratam L.Pakam dapat
memproleh informasi perpajakan melalui call center, kegiatan penyuluhan
pajak langsung, internet, pojok pajak, dan petugas pajak di KPP ini.
Ketika ada hal yang ditanyakan oleh WP terkait peraturan atau kewajiban
perpajakannya, WP bisa menghubungi call center untuk memperoleh jawaban
yang diperlukan. Media internet juga dapat digunakan dengan mengakses website-
website pajak seperti
masyarakat bisa memperoleh artikel-artikel pajak, mengetahui perkembangan
Penyuluhan yang random biasanya diadakan saat diterbitkannya peraturan
perpajakan yang baru. Sedangkan kegiatan penyuluhan rutin biasanya memang
diadakan setiap periode waktu tertentu seperti simulasi pngisian SPT Tahunan.
Kegiatan penyuluhan dilakukan di kantor pajak ataupun dngan menyewa gedung
dan mengundang sejumlah WP yang potensial melakukan diskusi, simulasi,
maupun seminar perpajakan dengan menggunakan proyektor. Penyuluhan pajak
dilakukan dengan membentuk tim sosialisasi yang terdiri dari pelaksana, Account
Representative, dan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi. Dana untuk
sosialisasi diperoleh dari bagian kepegawaian sub bagian umum. Wajib pajak
akan dikabari dengan mengirimkan surat undangan ke WP dalam jangka waktu
seminggu atau dua minggu sebelum kegiatan.
2.6 Seksi Pengawasan dan Konsultasi dan Account Representative
Di KPP Pratama Lubuk Pakam dan di KPP-KPP lainnya, seksi inilah yang
bertanggung jawab melakukan pengawasan kepatuhan wajib pajak dan
memberikan konsultasi/konseling/himbauan kepada wajib pajak. Seksi ini terdiri
dari Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, Seksi Pengawasan dan Konsultasi II,
Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, dan Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
yang masing-masing dikepala oleh satu orang kepala seksi. Diseksi inilah terdapat
fungsi jabatan Account Representative. Beberapa fungsi Seksi Pengawasan dan
Konsultasi antara lain:
1. Menerbitkan SPMKP (Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak).
2. Memberikan SKBFLN (Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri) di
Kantor Pelayanan Pajak.
3. Menyelesaikan permohonan pengurangan angsuran PPh pasal 25.
5. Menyelesaikan permohonan pengurangan PBB atau BPHTB terutang, dan
lain-lain
2.7 Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam atas Keputusan Menteri Keuangan Indonesia No.785/KMK.01/1993
2.3.1 Tugas
Berdasarkan Peraturan Kementrian Keuangan RI Nomor PMK-
62/PMK.01/2009 tanggal 01 April 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak Pasal 58 KPP Pratama mempunyai
tugas. KPP Pratama Lubuk Pakam mempunyai tugas melaksanakan tugas
penyuluhan, pelayanan dan pengawasan wajib pajak dibidang Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
Bea Materai, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya. Pajak Bumi dan Bangunan
serta Bea perolehan atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah dan
wewenangnya berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang belaku.
Sehingga tugas KPP Pratama Lubuk Pakam adalah melaksanakan segenap
penyuluhan seperti sosialisasi, bimbingan, dan konsling, pelayanan dibidang
administrasi perpajakan, dan pengawasan seluruh wajib pajak diwilayah
kabupaten Deli Serdang.
2.3.2 Fungsi
Dalam melaksanakan tugas, KPP Pratama Lubuk Pakam
Dalam melaksanakan tugas, KPP Pratama Lubuk Pakam
menyelenggarakan fungsi :
a. Pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, pengamatan
potensi.
b. Perpajakan, penyajian informasi perpajakan, penetapan dan
penerbitan.
c. Produk hukum perpajakan.
d. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan,
penerimaan.
e. Pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat
lainnya.
f. Penyuluhan perpajakan.
g. Penatausahaan utang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
h. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.
i. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.
j. Pelaksanaan konsultasi perpajakan.
k. Pelaksanaan ekstensifikasi dan intensifikasi.
l. Dan pelaksanaan administrasian KPP.
2.8 Struktur Organisasi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
A. Struktur Organisasi
Struktur organisasi ialah suatu bagan yang menggambarkan sistematis
jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Tujuan untuk mebina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat
dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang
diinginkan scara maksimal. Susunan organisasi KPP Pratama Lubuk
Pakam adalah sebagai berikut :
1. Sub Bagian Umum
Sub Bagian Umum terdiri dari tiga bagian :
a. Tata Usaha dan Kepegawaian
Tugasnya adalah menyelenggarakan tugas pelayanan
dibidang tata usaha dan kepegawaian dengan cara mlakukan
pengurusan surat, pengetikan surat, pengetikan dan pngadaan,
penataan berkas arsip, tata usaha kepegawaian dan pengirman
laporan agar dapat menunjang tuga s Kantor Pelayanan Pajak.
b. Keuangan
Tugasnya adalah merncanakan kebutuha selama satu tahun dan
melakukan pendanaan di KPP Pratama Lubuk Pakam agar dapat
menunjang kelancaran tugas KPP
c. Bagian Rumah Tangga
Tugasnya adalah melakukan seluruh uruan rumah tangga dan
urusan perlengkapan KPP Pratama Lubuk Pakam agar dapat
menunjang kelancaran tugas KPP.
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Seksi Pengolahan Data dan Informasi dipimpin olh seorang Kepala