Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot
x
x
x
x
x
x
x
x
x
40 cm
15 cm
100 cm
Lampiran 3. Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian No
. Pelaksanaan Penelitian
Minggu Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1. Persiapan lahan X
2. Persiapan benih X
3. Pengaplikasian Konsorium Mikroba X
6. Penanaman X
7. Pemeliharaan tanaman
Penyiraman Disesuaikan dengan kondisi lapangan
Penyulaman X
Penyiangan X X X X
Pengendalian Hama dan Penyakit X
8. Panen X X
9. Pengeringan X X
10. Pengamatan parameter
Pertambahan panjang tanaman (cm) X X X
Jumlah cabang primer (cm) X X X X
Jumlah bintil akar (bintil) X
Bobot bintil akar (g) X
Jumlah bintil akar efektif (bintil) X
Jumlah ginofor yg tidak jadi polong X X
Jumlah polong per tanaman X X
Lampiran 4. Deskripsi Varietas Kacang Tanah Hypoma
Asal : Silang tunggal Lokal Lamongan dengan Lokal Tuban
Umur : ± 90 hari Tipe tumbuh : Tegak Rata-rata tinggi tanaman : ± 35,5 cm Bentuk batang : Bulat
Jumlah polong/ tanaman : ± 29,8 polong Warna polong muda : Coklat muda Warna polong tua : Coklat muda
Posisi polong : Di dalam tanah, dari batang utama dan cabang primer Bobot 100 biji : ± 31,2 gram
Ketahanan terhadap : Agak tahan penyakit layu, karat hama/ penyakit daun dan bercak daun Keterangan : Toleran kekeringan pada fase
generatif
Pemulia : Joko Purnomo, N. Nugrahaeni, Trustinah, Astanto Kasno, Paidi Peneliti Fitopatologist : Nasir Saleh
Agronomis : A.A. Rahmianna
Pengusul : Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi)
Ketersediaan Benih
Lampiran 5. Hasil Analisis Tanah
Parameter Satuan
Lab. Code Kriteria
Unsur Hara
Sumber : PT. NPK Analytical & QC Laboratory (PT. Asian Agri) Tebing Tinggi
Lampiran 6. Data tinggi tanaman2 minggu setelah tanam
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 7. Sidik ragam tinggi tanaman 2 minggu setelah tanam
Lampiran 8. Data tinggi tanaman 3 minggu setelah tanam
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 9. Sidik ragam tinggi tanaman 3 minggu setelah tanam
SK db JK KT F hitung F 5% Ket
Lampiran 10. Data tinggi tanaman 4 minggu setelah tanam
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 11. Sidik ragam tinggi tanaman 4 minggu setelah tanam
Lampiran 12. Data jumlah cabang primer2 minggu setelah tanam
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 13. Sidik ragam jumlah cabang primer 2 minggu setelah tanam
Lampiran 14. Data jumlah cabang primer 3 minggu setelah tanam
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 15. Sidik ragam jumlah cabang primer 3 minggu setelah tanam
SK db JK KT F hitung F 5% Ket
Lampiran 16. Data jumlah cabang primer 4 minggu setelah tanam
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 17. Sidik ragam jumlah cabang primer 4 minggu setelah tanam
Lampiran 18. Data jumlah cabang primer 5 minggu setelah tanam
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 19. Sidik ragam jumlah cabang primer 5 minggu setelah tanam
Lampiran 20. Data jumlah bintil akar
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 21. Transformasi √� +1 jumlah bintil akar
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 22. Sidik ragam jumlah bintil akar
Lampiran 23. Data bobot bintil akar
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 24. Sidik ragam bobot bintil akar
SK Db JK KT F hitung F 5% Ket
Lampiran 25. Data jumlah bintil akar efektif
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 26. Transformasi √� +1 jumlah bintil akar efektif
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 27. Sidik ragam jumlah bintil akar efekif
SK Db JK KT F hitung F 5% Ket
Lampiran 28. Data jumlah ginofor tidak jadi polong
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 29. Sidik ragam jumlah ginofor tidak jadi polong
Lampiran 30.Data jumlah polong per tanaman
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 31. Transformasi √� +1 jumlah polong per tanaman
Perlakuan Ulangan Total Rataan
T2K2 1,34 1,31 1,29 3,93 1,31
T2K3 1,33 1,27 1,38 3,98 1,33
Total 10,75 10,69 10,69 32,12 10,71
Rataan 1,34 1,34 1,34 4,02 1,34
Lampiran 32. Sidik ragam jumlah polong per tanaman
SK Db JK KT F hitung F 5% Ket
Lampiran 33. Data bobot 100 biji
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Lampiran 34. Sidik ragam bobot 100 biji
FK 100884,56 KK PU 7,21 KK AP 13,05
Lampiran 35. Gambar penelitian
Persiapan benih tanam Persiapan lahan penelitian
Jumlah biji per tanaman Penghitungan jumlah polong
Umur tanaman 1 MST
Pengukuran bobot 100 biji Penghitungan jumlah bintil akar
Supervisi dosen pembimbing Lahan penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., dan Widianto, 2004, Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering, Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF.
Arsana. IGK.D. 2007. Peningkatan Produksi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Kemandiarian Pangan. Pengkajian Shuttle Breeding Kacang Tanah di Lahan Kering Beriklim Kering Dataran Rendah Gerokgak-Buleleng. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Bali. Hal 200 -2004. Badan Pusat Statistik, 2015. Produksi Padi dan Palawija Angka Sementara Tahun
2014. Berita Resmi Statistik Provinsi Sumatera Utara. No. 22/03/12/Thn. XVIII, 2 Maret 2015.
Beddes, T and Drost, D. 2010. Peanuts in The Garden. Horticulture. Utah State University. extension.usu.edu
BPS. 2011. Data Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah. Sumatera Utara. Medan.
Cibro, M.A. 2008. Respon Beberapa Varietas Kacang Tanah
(Arachis hypogaea L.) Terhadap Pemakaian Mikoriza pada Berbagai Cara
Pengolahan Tanah. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Deputi Menegristek. 2000. Kacang Tanah. Sistem Informasi Managemen Pembangunan di Pedesaan. Proyek PEMB, BAPPENAS. Jakarta.
Dariah, A. 2007. Konservasi tanah pada lahan tegalan. Pengurus Pusat Masyarakat Konservasi tanah dan Air Indonesia 2004-2007, Jakarta.Hal. 138- 144.
Deptan. 2013. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Direktorat Jendral Tanaman Pangan.
Endriani, 2010. Sifat Fisika dan Kadar Air Tanah Akibat Penerapan Olah Tanah Konservasi. J.Hidrolitan.1(1):26 – 34.
Fuady, Z. 2010. Pengaruh Sistem Olah Tanah Dan Residu Tanaman Terhadap Laju Mineralisasi Nitrogen Tanah. J. Lentera. 10(1):94-101.
Indria, A.T. 2005. Pengaruh Sistem Pengolahan Tanah Dan PemberianMacam Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan Dan HasilKacang Tanah (Arachis Hypogaea L.). Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Jones, P. 2007. The Peanut Plant. The states of Queensland, Department of Primary Industries and Fisheries, copyright@dpi.qld.gov.
Kravopickas, A., W.C. Gregory, D.E Williams, and C.E. Simpson. 2007. Taxonomy of Genus Arachis (Leguminosae). Argentina-USA. Bonplandia 16 (Supl): 1-125.
Kurnia, U., A. Rachman. danA. Daraih. 2004. Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat BPPP Departemen Pertanian, Jakarta
Noertjahyani. 2007. Kandungan N dan P Tanaman Serta Hasil Kedelai Akibat Inokulasi Konsosium Bradyrhizobium japonicum dan Pseudomonas sp pada Tanah Inceptisol. J. Agroland. 14(1):6-10.
Oktaviani, D., Y. Hasanah, dan A. Barus. 2014. Pertumbuhan Kedelai
(Glycine max L. Merrill) Dengan Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular
(FMA) Dan Konsorsium Mikroba. J. Online. Agroekoteknologi. 2(2):905-918.
Pane, S.I., L. Mawarni dan T. Irmansyah. 2013. Respons Pertumbuhan Kedelai Terhadap Pemangkasan dan Pemberian Kompos TKKS pada Lahan Ternaungi. J. Online. Agroekoteknologi. 2(1):393-401.
Prasad, P.V.V., V.G. Kakani, and H.D. Uphadhyaya, 2011. Growth andProduction of Groundnuts. Soil, Plant Growth and Production Vol- II. UNESCO-EOLSS.
Prihastuti, E. R. 2008. Kandungan IAA dan Respon Pertumbuhan Tanaman Jagung dan Kedelai Terhadap Perlakuan Pupuk Hayati [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Purwaningsih, S. 2004. Pengujian Mikroba sebagai Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan Tanaman Acacia mangium pada Pasir Steril di Rumah Kaca. Puslit Biologi-LIPI, Bogor. 5(2):85:88.
Raifuddin, R. Padjung dan M. Tandi. 2006. Efek sistem olah tanah dan super mikro hayati terhadap pertumbuhan dan produksi jagung. J. Agrivigor.5(3): 239-246.
Rauf. A, 2005. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Fakultas Pertanian, Jurusan Ilmu Tanah. USU, Medan.
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi, dan Gizi. ITB, Bandung.
Sembiring, M., R.Sipayung, dan F.E. Sitepu. 2014. Pertumbuhan Dan Produksi Kacang Tanah Dengan PemberianKompos Tandan Kosong Kelapa Sawit PadaFrekuensi Pembumbunan Yang Berbeda. J. Online Agroekoteknologi 2(2):598-607.
Sinuraya, M.A., A. Barus, dan Y. Hasanah. 2015. Respon Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L. (Meriil)) terhadap Konsentrasi dan Cara Pemberian Pupuk Organik Cair. J.Agroekoteknologi. 4(1):1721-1725. Universitas Sumatera Utara.
Siregar, M. 2008. Respon Beberapa Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) Terhadap Waktu Pemangkasan dan Perebahan. Tesis. USU e-Repository, Medan.
Septiningrum, K. dan H. Hardiani. 2011. Aplikasi Konsorsium Mikroba Untuk Meremediasi Tanah Terkontaminasi Timbal Dari Limbah Proses Deinking Industri Kertas. J. Selulose. 1(2):89-101.
Setiawati, M.R., R. Wulansari, dan E. Pranoto. 2014. Perbandingan Efektivitas Pupuk Hayati Konsorsium dan Pupuk Hayati Endofitik Terhadap Produktivitas dan Kesehatan Tanaman Teh Menghasilkan Klon GMB 7. J.Pen. Teh dan Kina.17(2): 71-82.
Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Steenis, C.G.G.J. V., D. den Hoed, J. Bloembergen. dan P.J. Emya. 2003. Flora: Untuk Sekolah di Indonesia. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Hal: 23
Swibawa, I. G., S. P. Yulistiara, dan T. N. Aeny. 2015. Penerapan Sistem Olah Tanah dan Pemulsaan pada Tebu untuk Mengendalikan Nematoda Parasit Tumbuhan Dominan. J. Pertanian Terapan. 15(2): 115-124.
Tajima, R., J. Abe, O.N. Lee, S. Morita, and A. Lux, 2008. Development Changesin Peanut Root, Structure during Root Growth and Root-structure Modification by Nodulation. Oxford Journals Annals of Botany 101: 491-499.
Utomo, M. 2012. Tanpa Olah Tanah: Teknologi Pengelolaan Pertanian Lahan Kering. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 110 Halaman.
Widodo. 206. Peran Mikroba Bermanfaat dalam Pengelolaan Terpadu Hama dan Penyakit Tanaman. Makalah Disampaikan pada Apresiasi Penanggulangan Organisme Pengganggu Tanaman Sayuran. Nganjuk, 3-6 Oktober 2006. Widyawati, I., Sugiyanta, A. Junaedi, dan R. Widyastuti. 2014. Peran Bakteri
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan masyarakat, Kelurahan
Mencirim, Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai dengan ketinggian tempat ±28 m dpl pada bulan Januari sampai dengan April 2016.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan antara lain adalah benih kacang tanah varietas Hypoma, konsorsium mikroba, air, dan plastik.
Adapun alat yang digunakan antara lain cangkul, meteran, kamera, pacak, timbangan digital, kalkulator, penggaris, amplop, gembor, dan spidol.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 2 faktor:
Petak Utama : Pengolahan Tanah
T1 = Pengolahan Tanah Konservasi T2 = Pengolahan Tanah Konvensional
Anak Petak : Aplikasi Konsorsium Mikroba K0 = Tanpa konsorsium mikroba K1 = Konsorsium mikroba 6g/ kg benih
Maka diperoleh 8 kombinasi perlakuan sebagai berikut:
T1K0 T2K0
T1K1 T2K1
T1K2 T2K2
T1K3 T2K3
Jumlah ulangan ( Blok ) : 3
Jumlah anak petak : 24
Ukuran plot anakan petak : 200 x 100 cm
Jarak tanam : 40 x 15 cm
Jumlah tanaman per anakan petak : 25
Jumlah seluruh tanaman : 600 tanaman
Jumlah sampel : 5 tanaman
Jumlah seluruh sampel : 120 tanaman Jarak antar ulangan : 100 cm
Jarak antar plot : 50 cm
Luas Lahan :1050 cm x 1000 cm
Maka model linear yang digunakan adalah:
Data hasil penelitian di análisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear aditif sebagaiberikut :
Yijk = µ + αi + βj + εij + ρk + (βρ)jk + εijk
Dimana:
Yijk : Hasil pengamatan pada blokke-i akibat olah tanah ke-j dan konsorsium mikroba pada ke-k
µ : Nilai tengah
αi : Efek dari blok ke-i
βj : Efek sistem olah tanah ke-j
εij : Efek dari galat blok ke-i yang disebabkan pengolahan tanah pada taraf
ke-j
ρk : Efek konsorsium mikrobapada jenis ke-k
(βρ)jk : Interaksi antara sistem olah tanah pada taraf ke-j dan konsorsium
mikroba ke-k
εijk : Galat dari blok ke-i, sistem olah tanah (T) ke-j dan konsorsium mikroba
(K) taraf ke-k
Data dianalisis dengan analisis sidik ragam, sidik ragam yang nyata
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan
Diukur areal pertanaman yang akan digunakan seluas 1000 cm x 1500 cm,
plot dibentuk dengan ukuran 200 cm x 100 cm dengan jarak antar plot 50 cm dan antar blok 100 cm. Kemudian tanah diolah sedalam ± 25-30 cm sesuai dengan perlakuan.
Pengolahan Tanah Konservasi
Lahan yang telah ditentukan plotnya seluas 200 x 100cm dilakukan
dengan cara mengolah tanah seperlunya saja dengan menyisakan gulma yang telah mengering selama 2 minggu dibiarkan pada permukaan tanah.
Pengolahan Tanah Konvensional
Plot seluas 200 x 100 m sesuai dengan perlakuan olah tanah dibersihkan dari sisa gulma, tanah dicangkul dengan di bolak-balik secara terus menerus sampai tanah itu menjadi gembur dan dibiarkan selama 2 minggu. Setelah 2
minggu, dilakukan pencangkulan kembali agar tanah tetap gembur.
AplikasiKonsorsium Mikroba
Konsorsium mikroba diaplikasikan bersamaan dengan penanaman benih kacang tanah dengan cara mencampurkan konsorsium mikroba dengan dosis 6 gram/kg benih, 12 gram/kg benih dan18 gram/kg benih dengan cara merendam
benih dan konsorsium mikroba sebelum penanaman di sore hari.
Penanaman
yang telah dilumuri konsorsium mikroba per lubang tanam sesuai dengan
perlakuan ditutup dengan tanah halus dan disiram dengan air.
Penjarangan Tanaman
Penjarangan dilakukan pada umur tanaman 1 minggu setelah tanam (MST) dengan cara menggunting 1 tanaman yang kurang baik pertumbuhannya per lubang tanam sehingga hanya meninggalkan 1/lubang tanam.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman dilakukan pada sore hari tergantung kondisi dan keadaan
cuaca setempat. Jika terjadi serangan hama maka dilakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida nabati yang berasal dari daun mimba dan pengendalian gulma dengan dicabut menggunakan tangan dan cangkul.
Panen
Pemanenan dilakukan ketika tanaman telah menunjukkan ciri-ciri panen yaitu 70-80% daun telah menguning dan mulai berguguran dan polong telah
mengeras yaitu tanaman berumur 90-100 hari.
Peubah Amatan Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur setelah tanaman berumur 2 MST sampai dengan berakhirnya fase vegetatif.
Jumlah Cabang Primer
Jumlah cabang dihitung setelah tanaman berumur 2, 3, 4, dan 5 MST
Jumlah Bintil Akar (bintil)
Dihitung jumlah bintil akar pada sampel dekstruktif yang terbentuk di akar tanaman kacang tanah. Pengamatan ini dilakukan pada akhir fase vegetatif.
Bobot Bintil Akar (g)
Bobot bintil akar dihitung pada saat akhir fase vegetatif tanaman dengan cara menimbang bobot bintil akar setelah perhitungan jumlah bintil akar.
Jumlah Bintil Akar Efektif (bintil)
Jumlah bintil akar yang efektif dilakukan dengan cara membelah bintil
akar. Kriteria bintil akar efektif yakni jika dibelah bintil akar tersebut berwarna merah jambu.
Jumlah Ginofor yang Tidak Jadi Polong
Dihitung semua ginofor yang terbentuk termasuk ginofor yang mulai membentuk tonjolan kecil pada ujungnya dan masih berwarna hijau, dilakukan pada saat panen.
Jumlah Polong Per Tanaman
Semua polong yang terbentuk pada tanaman dihitung pada saat panen
yang diambil dari 5 tanaman sampel per petak.
Bobot 100 Biji
Penimbangan dilakukan dengan menimbang 100 biji kacang tanah yang
telah dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 hari. Bobot 100 biji = Bobot kering biji / tanaman x 100
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Tinggi Tanaman
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengolahan tanah dan pemberian konsorsium berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman 2 – 4 MST (Tabel 1).
Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) pada perlakuan olah tanah dan konsorsium mikroba pada umur 2 – 4 MST
Umur Olah Tanah Konsorsium Mikroba Rataan
K0 K1 K2 K3
Tabel 1 menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada 2 MST dan 3 MST
tertinggi terdapat pada perlakuan pengolahan tanah konvensional (T2) (5,19 cm), tetapi pada 4 MST yang tertinggi adalah pada perlakuan pengolahan tanah
konservasi (T1) (16,11 cm). Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan tanah konservasi memberikan hasil yang baik untuk tinggi tanaman pada tanaman kacang tanah pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian
konsorsium mikroba berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, tetapi tinggi tanaman pada 2 MST (5,27 cm) dan 4 MST (16.46 cm) merupakan tinggi
pemberian konsorsium dengan dosis 18g/kg benih (K3) lebih baik dibanding
dengan 12g/kg benih (K2) lebih baik dibanding tanpa pemberian konsorsium (K0).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan pengolahan tanahdan konsorsium mikroba untuk tinggi tanaman pada 2 MST (5,37 cm) dan 3 MST (8,79 cm) tertinggi pada perlakuan pengolahan tanah konvensional dengan
pemberian konsorsium 18g/kg benih (T2K3), tetapi pada 4 MST (17,51 cm) tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan pengolahan tanah konservasi dengan pemberian
konsorsium mikroba 18g/kgbenih (T1K3). Jumlah Cabang Primer
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengolahan tanah dan
pemberian konsorsium berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah cabang primer umur 2 - 5 MST (Tabel 2).
Tabel 2. Rataan jumlah cabang primer pada olah tanah dan konsorsium mikroba pada umur 2 - 5 MST
MST Olah Tanah Konsorsium Mikroba Rataan
Tabel 2 menunjukkan bahwa untuk perlakuan olah tanah baik olah
konservasi (T1) maupun konvensional (T2) pada 2, 3, 4 MST memiliki jumlah cabang primer yang sama, tetapi pada 5 MST untuk perlakuan pengolahan tanah
konservasi (T1) memiiki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan konvensional yaitu 8,35 cabang primer.
Berdasarkan hasil penelitian pemberian konsorsium untuk jumlah cabang
primer tertinggi pada 2 MST terdapat pada perlakuan 18g/kg benih (K3), tetapi pada 3, 4 dan 5 MST berturut-turut tertinggi pada perlakuan 12g/kg benih (K2).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi pengolahan tanah dengan pemberian konsorsium mikroba untuk jumlah cabang primer berpengaruh tidak nyata. Jumlah cabang primer tertinggi pada 5 MST (8,60) terdapat pada perlakuan
pengolahan tanah konservasi dengan pemberian konsorsium mikroba 12g/kg benih (T1K2) dan terendah (7,60) terdapat pada perlakuan pengolahan tanah konvensional dengan pemberian konsorsium 6g/kg benih (T2K1).
Jumlah Bintil Akar
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengolahan tanah dan
pemberian konsorsium berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bintil akar (Tabel 3).
Tabel 3. Rataan jumlah bintil akar pada perlakuan olah tanah dan pemberian konsorsium mikroba
Olah Tanah Konsorsium Mikroba Rataan
K0 K1 K2 K3
T1 96 49,83 59,17 62 66,75
T2 96,17 106,67 100 98,67 100,38
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan pengolahan tanah konvensional
(T2) memiliki jumlah bintil akar tertinggi (100,38). Pada perlakuan pemberian konsorsium mikroba jumlah bintil akar tertingi dibandingkan dengan perlakuan
yang lain terdapat pada perlakuan tanpa pemberian konsorsium mikroba atau kontrol (K0) (96,08) dan perlakuan pemberian konsorsium 18g/kg benih (K3) lebih baik dibandingkan dengan perlakuan 12g/kg benih (K2) lebih baik
dibandingkan perlakuan 6g/kg benih (K1) .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara pengolahan tanah
dengan pemberian konsorsium mikroba berpengaruh tidak nyata, tetapi jumlah bintil akar tertinggi terdapat pada perlakuan pengolahan tanah konvensional dengan pemberian konsorsium mikroba 6g/kg benih (T2K1) yaitu sebesar 106,67
bintil .
Bobot Bintil Akar
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengolahan tanah dan
pemberian konsorsium berpengaruh tidak nyata terhadap bobot bintil akar (Tabel 4).
Tabel 4. Rataan bobot bintil akar (g) pada perlakuan olah tanah dan konsorsium mikroba
Olah Tanah Konsorsium Mikroba Rataan
K0 K1 K2 K3
T1 0,76 0,61 0,64 0,70 0,68
T2 0,70 0,69 0,81 0,76 0,74
Rataan 0,73 0,65 0,73 0,73 0,71
Tabel 4 menunjukkan bahwa bobot bintil akar pada perlakuan pengolahan
terdapat pada perlakuan kontrol (K0), 12g/kg benih (K2) dan 18g/kg benih (K3)
dengan jumlah yang sama yaitu 0,73 g dan terendah pada 6g/kg benih (K1) (0,65 g).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara pengolahan tanah dan konsorsium mikroba berpengaruh tidak nyata, tetapi pada tabel dapat dilihat bahwa bobot bintil akar terberat pada perlakuan pengolahan tanah konvensional
dengan pemberian konsorsium mikroba 12g/kg benih (T2K2) (0,81 g) dan terendah terdapat pada perlakuan pengolahan tanah konservasi dengan pemberian
konsorsium 6g/kg benih (T1K1) (0,61 g). Jumlah Bintil Akar Efektif
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengolahan tanah dan
pemberian konsorsium berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bintil akar efektif (Tabel 5).
Tabel 5. Rataan jumlah bintil akar efektif pada olah tanah dan konsorsium mikroba
Olah Tanah Konsorsium Mikroba Rataan
K0 K1 K2 K3
T1 77,00 41,50 50,17 56,17 56,21
T2 75,00 79,67 87,83 79,17 80,42
Rataan 76,00 60,58 69,00 67,67 68,31
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada perlakuan pengolahan tanah, jumlah bintil akar efektif tertinggi terdapat pada pengolahan tanah konvensional (T2)
(80,42). Sedangkan pada pemberian konsorsium mikroba, jumlah bintil akar efektif tertinggi pada perlakuan kontrol (K0) (76,00) dibandingkan dengan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara pengolahan tanah
dengan konsorsim mikroba terhadap jumlah bintil akar efektif berpengaruh tidak nyata, tetapi tertinggi pada perlakuan pengolahan tanah konvensional dengan
pemberian konsorsium mikroba 12g/kg benih (T2K2) (87,83), sedangkan yang terendah pada perlakuan pengolahan tanah konservasi dengan pemberian konsorsium mikroba 6g/kg benih (T1K1) (41,50).
Jumlah Ginofor Tidak Jadi Polong
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengolahan tanah dan
pemberian konsorsium berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah ginofor tidak jadi polong (Tabel 6).
Tabel 6. Rataan jumlah ginofor tidak jadi polong pada olah tanah dan konsorsium mikroba
Olah Tanah Konsorsium Mikroba Rataan
K0 K1 K2 K3
T1 23,80 30,20 24,40 23,80 25,55
T2 23,40 25,80 24,87 23,13 24,30
Rataan 23,60 28,00 24,63 23,47 24,93
Tabel 6 menunjukkan bahwa pada perlakuan pengolahan tanah terhadap jumlah ginofor tidak jadi polong tertinggi terdapat pada pengolahan tanah
konservasi (25,55) (T1). Sedangkan pada pemberian konsorsium mikroba jumlah ginofor tidak jadi polong tertinggi pada perlakuan pemberian konsorsium mikroba
6g/kg benih (28,00) (K1), perlakuan 12g/kg benih (K2) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (K0) lebih tinggi dibandingkan dengan 18g/kg benih (K3) .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara pengolahan tanah
pada perlakuan pengolahan tanah konservasi dengan pemberian konsorsium
mikroba 6g/kg benih (T1K1) (30,20) dan yang terendah pada perlakuan pengolahan tanah konvensional dengan pemberian konsorsium mikroba 18g/kg
benih (T2K3) (23,15).
Jumlah Polong Per Tanaman
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengolahan tanah dan
pemberian konsorsium berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah polong per tanaman (Tabel 7).
Tabel 7. Rataan jumlah polong per tanaman pada olah tanah dan konsorsium mikroba
Olah Tanah Konsorsium Mikroba Rataan
K0 K1 K2 K3
T1 22,70 24,67 21,20 20,33 22,07
T2 18,93 21,33 19,47 20,33 20,02
Rataan 20,50 23,00 20,33 20,33 21,04
Tabel 7 menunjukkan bahwa pengolahan tanah terhadap jumlah polong
per tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan pengolahan tanah konservasi (T1) (22,07). Sedangkan pemberian konsorsium mikroba terhadap jumlah polong per tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian konsorsium mikroba 6g/kg
benih (K1) (23,00), tanpa pemberian konsorsium mikroba/ kontrol (K0) lebih baik dibandingkan dengan 12g/kg benih (K2) dan 18 g/kg benih (K3).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara pengolahan tanah dengan pemberian konsorsium mikroba berpengaruh tidak nyata, tetapi jumlah polong per tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan pengolahan tanah konservsi
terendah terdapat pada perlakuan pengolahan tanah konvensional tanpa pemberian
konsorsium mikroba (T2K0) (18,93).
Bobot 100 Biji
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengolahan tanah dan pemberian konsorsium berpengaruh tidak nyata terhadap bobot 100 biji (Tabel 8). Tabel 8. Rataan bobot 100 biji pada olah tanah dan konsorsium mikroba (g)
Olah Tanah Konsorsium Mikroba Rataan
K0 K1 K2 K3
T1 60,85 66,99 66,17 67,12 65,28
T2 66,88 62,09 65,41 63,16 64,39
Rataan 63,87 64,54 65,79 65,14 64,84
Tabel 8 menunjukkan bahwa pengolahan tanah terhadap bobot 100 biji
tertinggi terdapat pada perlakuan pengolahan tanah konservasi (T1) (65,28 g). Sedangkan pemberian konsorsium mikroba terhadap bobot 100 biji tertinggi
terdapat pada perlakuan pemberian konsorsium mikroba 12g/kg benih (K2) (65,79 g), 18g/kg benih (K3) lebih baik dibandingkan 6g/kg benih (K1) lebih baik dibandingkan dengan tanpa perlakuan atau kontrol (K0).
Hasil penelitian menunjukan bahwa interaksi antara pengolahan tanah dengan pemberian konsorsium mikroba berpengaruh tidak nyata, tetapi bobot 100
biji tertinggi terdapat pada perlakuan pengolahan tanah konservasi dengan pemberian konsorsium 18g/kg benih (T1K3) (66,99 g) dan terendah terdapat pada perlakuan pengolahan tanah konservasi tanpa pemberian konsorsium mikroba
Pembahasan
Pertumbuhan dan Produksi kacang tanah (Arachis hypogea L.) Terhadap Pengolahan Tanah
Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan pengolahan tanahberpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah cabang
primer, jumlah bintil akar, bobot bintil akar, jumlah bintil akar efektif, jumlah ginofor tidak jadi polong, jumlah polong per tanaman, dan bobot 100 biji.Hal ini
disebabkan oleh faktor cuaca yan berubah-ubah dengan kondisi hujan dan kemudian kering (Lampiran 6.) sehingga berbagai sistem pengolahan tanah tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini sesuai dengan literatur Sarlin, et al
(2013) yang menyatakan bahwa faktor hujan dan penerimaan cahaya tidak efektif sehingga berbagai pengolahan tanah dan waktu penyiangan tidak memberikan
pengaruh nyata pada tinggi tanaman kacang tanah.
Namun demikian, perlakuan olah tanah konservasi menunjukkan hasil yang lebih tinggi pada tinggi tanaman terlihat pada pengamatan 4 MST (16,11
cm), jumlah cabang primer (8,35), jumlah ginofor tidak jadi polong (25,55), jumlah polong per tanaman (22,07), dan bobot 100 biji (65,28 g) dibandingkan dengan olah tanah konvensional. Hal ini disebabkan pengolahan tanah konservasi
dapat mengurangi tingkat erosi dan penguapan air sehingga lebih banyak air yang tersimpan di akar dan membentuk permukaan tanah yang kasar dan bergulud
dengan ditutupi oleh sisa-sisa tanaman, sebaiknya olah tanah konvensional lebih banyak air yang hilang. Hal ini sesuai dengan literatur Cibro (2008) yang menyatakan bahwa pengolahan tanah mampu meningkatkan pertumbuhan
tanah konservasi dapat mengurangi penguapan air sehingga air banyak tersimpan,
infiltrasi meningkat dan penguapan menurun.
Pertumbuhan dan produksi Kacang Tanah (Arachis Hypogea L.) Terhadap Pemberian Konsorsium Mikroba
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pengolahan tanah
berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah cabang primer, jumlah bintil akar, bobot bintil akar, jumlah bintil akar efektif, jumlah
ginofor tidak jadi polong, jumlah polong per tanaman, dan bobot 100 biji. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang sudah tergolong baik dan kandungan unsur hara N, P,dan K sudah tergolong tinggi ketersediannya (Lampiran 5) sehingga
pemberian konsorsium mikroba berpengaruh tidak nyata pada tanaman kacang tanah. Konsorsium mikroba yang mengandung beberapa jenis mikroba seperti Rhizobium sp., Bacillus sp. Azospirillium sp. yang masing-masing mikroba
memiliki peran, karena kandungan N, P, dan K tanah yang cukup tinggi maka kacang tanah mendapatkan kebutuhan N, P maupun K dari tanah tersebut. Hal ini
sesuai dengan literatur Oktaviani, et al (2011) yang menyatakan bahwa mikroba yang terdapat pada konsorsium mikroba juga terdiri atas mikroba yang dapat membantu akar tanaman dalam penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman seperti fosfor. Mikroba yang berperan adalah Bacillus sp. dan Pseudomonas sp.
Namun demikian pada pemberian konsorsium 6g/kg benih memiliki hasil yang lebih tinggi pada pengamatan tinggi tanaman 4 MST (16,46 cm) dan jumlah polong per tanaman (23,00). Pada pemberian konsorsium 12g/kg benih memiliki
karena pemberian konsorsium mikroba yang terdiri dari beberapa mikroba yang
bersinergi dalam menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman kacang tanah. Jenis mikroba yang berperan dalam pertumbuhan tanaman kacang tanah
yang terdapat pada konsorsium mikroba antara lain Rhizobium sp. sebagai penambat N dari udara, Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. sebagai pelarut pospat dan penghasil fitohormon dan Ochrobactrum sp. sebagai pemacu pertumbuhan
pembungaan. Hal ini didukung oleh Prihastuti (2008) yang menyatakan bahwa
Pseudomonas sp. yang dapat memacu pertumbuhan kecambah kedelai dan
mampu memproduksi fitohormon (IAA) dan bakteri endofitik yakni Ocrobactrum
pseudogrigmonense yang hidup didalam tanaman sebagai anti patogen.
Pada perlakuan tanpa pemberian konsorsium memiliki hasil yang lebih
tinggi pada pengamatan jumlah bntil akar (96,08), dan jumlah bintil efektif (76,00). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah bintik akar terbentuk maka semakin banyak pula jumlah bintil akar efektif. Hal ini didukung oleh
Oktaviani (2014) yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah bintil akar efektif maka bobot bintil akar juga meningkat. Bintil akar efektif mengandung
leghemoglobin yang berfungsi memfiksasi nitrogen dari udara.
Pertumbuhan dan produksi Kacang Tanah (Arachis Hypogea L.) Terhadap Pengolahan Tanah dan Pemberian Konsorsium Mikroba
Berdasarkan hasil penelitian interaksi antara pengolahan tanah dan
pemberian konsorsium mikroba terhadap pertumbuhan dan produksi kacang tanah berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah cabang primer, jumlah bintil akar, bobot bintil akar, jumlah bintil akar fektif, jumlah
kedua faktor tidak saling bersinergis satu sama lain untuk pertumbuhan dan
produksi kacang tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pane dkk (2013) yang menyatakan bahwa kedua faktor perlakuan memberikan respon masing-masing
sebagai faktor tunggal tanpa adanya interaksi. Didukung pula oleh Steel and Torrie (1993) yang menyatakan bila pengaruh-pengaruh sederhana suatu faktor berbeda lebih besar daripada yang dapat ditimbulkan oleh faktor kebetulan, beda
respon ini disebut interaksi antara kedua faktor itu. Bila interaksinya tidak nyata, maka disimpulkan bahwa faktor-faktornya bertindak bebas satu sama lain.
Walaupun secara statistik berpengaruh tidak nyata namun kombinasi dari masing- masing perlakuan memberikan dampak positif pada komponen pertumbuhan dan produksi.
Produksi kacang tanah pada pada luas lahan penelitian adalah sebesar 1556,03 g/105 m2 maka setara dengan 1,5 ton/ 1,05 ha. Berdasarkan angka tersebut, produksi kacang tanah pada luasan penelitian setara ataru lebih baik dari
nilai rata-rata produksi pada umumnya. Hal ini didukung oleh literatur BPS Sumatera Utara (2011) yang menyatakan bahwa pada tahun 2007 produksi 20.329
ton dengan produktivitas 11,49 Kw/Ha, produksi pada tahun 2008 turun menjadi 19.316 ton dengan produktivitas 11,62 Kw/Ha, produksi kembali turun pada tahun tahun 2009 menjadi 16.771 ton dengan produktivitas 11,73 Kw/Ha, hal serupa
terjadi pada tahun 2010 dengan produksi 16.449 ton dengan produktivitas 11,33 Kw/Ha. Sedangkan pada tahun 2011, hanya mencapai angka produksi sekitar
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Perlakuan pengolahan tanah berpengaruh tidak nyata pada komponen
pertumbuhan dan produksi kacang tanah.
2. Perlakuan pemberian konsorsium berpengaru h tidak nyata pada komponen pertumbuhan dan produksi kacang tanah.
3. Interaksi antara pengolahan tanah dan pemberian konsorsium mikroba berpengaruh tidak nyata.
Saran
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), sistematika tanaman kacang
tanah adalah Sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Leguminales, Famili: Leguminoceae, Genus: Arachis, Spesies: Arachis hypogaea L.
Kacang tanah memiliki sistem perakaran tunggang dengan akar primer yang panjang dan akar-akar lateral memanjang ke samping. Pada perakaran
kacang tanah terdapat bintil akar yang berisi bakteri-bakteri penambat N2 dari udara (Tajima, et al., 2008).
Batang tanaman kacang tanah memiliki panjang 50-120 cm, tumbuh tegak
pada awalnya, tetapi kemudian tumbuh menyamping memiliki cabang dengan bunga yang terdapat pada pangkal batang atau cabang. Cabang lateral memiliki panjang 80-100 cm, batang semi silindris dengan rambut-rambut halus 1.5-2
mmpada batang terdapat ruas (internodes) dengan panjang ± 4cm (Krapovickas, et al., 2007).
Daun merupakan daun majemuk tetrafoliate, yaitu terdiri atas empat anak daun yang berbentuk bulat, berbulu, berbaris menyatu pada stipula atau seperti perahu dengan lebar 5-6x4 mm (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Bunga bewarna kuning berbentuk kupu-kupu terbuka pada saat malam hari. Bunga menyerbuk sendiri self polination pada pagi hari atau pada malam
Polong kacang tanah berkulit keras dan bewarna putih kecoklatan. Polong
terbentuk setelah pembuahan, bakal buah memanjang yang disebut ginofor. Ginofor akan mejadi tangkai polong (Steenis, 2003).
Biji matang memiliki dormansi singkat atau tidak dorman sama sekali dan penundaan panen dapat berakibat biji berkecambah di dalam polong. Biji yang ditanam tidak menunjukan perkecambahan epigeal atau hipogeal, tetapi kotiledon
terdorong ke permukaan tanah oleh hipokotil dan tetap pada permukaan tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Syarat Tumbuh Iklim
Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kacang tanah antara 800-1.300
mm/tahun. Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan rontok dan bunga tidak terserbuki oleh lebah. Selain itu, hujan yang terus-menerus akan meningkatkan kelembaban di sekitar pertanaman kacang tanah. Suhu udara bagi tanaman kacang
tanah tidak terlalu sulit, karena suhu udara minimal bagi tumbuhnya kacang tanah sekitar 28–32 0C. Bila suhunya di bawah 10 0C menyebabkan pertumbuhan
tanaman sedikit terhambat, bahkan jadi kerdil dikarenakan pertumbuhan bunga yang kurang sempurna (Deputi Menegristek, 2000).
Kelembaban udara antara 65-75%, tumbuh baik pada dataran rendah yaitu
kurang dari 600m diatas permukaan laut. Air sangat penting pada awal pertumbuhan, pembentukan ginofor dan pengisisan polong. Kekeringan pada
Tanah
Kacang tanah menghendaki tanah lempung berpasir dan kaya akan bahan organik serta tanah gembur mampu mempercepat perkecambahan biji. Pemberian
mulsa pada permukaan tanah dapat meningkatkan kelembaban dan menjaga suhu
tanah. pH yang dikehendaki kacan tanah berkisar antara 6,0-6,5 (Beddes and Drost, 2010).
Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati. Air yang diperlukan tanaman berasal dari mata air atau sumber air
yang ada disekitar lokasi penanaman. Tanah berdrainase dan beraerasi baik atau lahan yang tidak terlalu becek dan tidak terlalu kering, baik bagi pertumbuhan kacang tanah (Deputi Menegristek, 2000).
Sistem Olah Tanah
Sistem olah tanah ialah suatu usaha pencegahan tumbuhnya gulma pada areal budidaya tanaman. Sistem olah tanah dikelompokkan menjadi 3, ialah sistem
tanpa olah tanah, sistem olah tanah minimal dan sistem olah tanah maksimal. Di lahan pertanian Indonesia sendiri, petanisering menggunakan sistem olah tanah
maksimal (Raifuddin, et al., 2006).
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari pengolahan tanah jangka panjang yaitu dengan penggunaan sistem olah tanah konservasi.
Dalam sistem olah tanah konservasi terdapat dua sistem yang biasa digunakan yaitu tanpa olah tanah dan olah tanah minimum. Olah tanah konservasi adalah
Olah Tanah Konservasi
Olah tanah konservasi (OTK) adalah cara penyiapan lahan yang menyisakan tanaman di atas permukaan tanah sebagai mulsa dengan tujuan untuk
mengurangi erosi dan penguapan air dari permukaan tanah. OTK merupakan suatu cara pengolahan tanah yang optimum, namun tetap memperhatikan aspek konservasi tanah dan air. OTK dicirikan oleh berkurangnya
pembongkaran/pembalikan tanah, penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa, dan kadang-kadang disertai penggunaan herbisida untuk menekan pertumbuhan gulma
atau pengganggu lainnya (Kurnia, et al., 2004).
Beberapa cara pengolahan tanah yang memenuhi kriteria sebagai olah tanah konservasi (OTK) diantaranya adalah tanpa olah tanah (zerro tillage), olah
tanah seperlunya (reduced tillage) dan olah tanah strip (strip tillage). Aplikasi dari ketiga jenis OTK tersebut harus selalu disertai dengan penggunaan mulsa organik. Hal yang menentukan keberhasilan OTK adalah pemberian bahan organik dalam
bentuk mulsa yang cukup. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, menekan laju kehilangan air, dan laju pemadatan tanah. Sisi lain dari penerapan OTK
adalah karena juga dapat menghemat tenaga kerja (Dariah, 2007).
Pengolahan tanah terbatas atau pengolahan tanah minimum (minimum tillage) adalah salah satu cara pengolahan tanah seperlunya saja, lalu
benih/tanaman ditanam. Pengolahan tanah dilakukan hanya satu kali saja dengan mengembalikan sisa tanaman atau gulma yang ada. Dengan demikian, sisa
Sistem olah tanah konservasi yang diantaranya adalah sistem TOT dengan
pemulsaan dapat mempertahankan kesuburan tanah. Dalam sistem ini, gangguan terhadap tanah dapat diminimalkan, proses penggemburan tanah dapat terjadi
secara alami karena aktivitas penetrasi akar, mikroorganisme, cacing tanah, dan biota tanah lainnya. Utomo, et al., (2010) melaporkan bahwa penerapan sistem olah tanah konservasi memberikan pengaruh signifikan karena dapat
meningkatkan kelimpahan cacing tanah sampai 252%, biomassa mikroba 70%, dan kandungan C-organik tanah sebesar 13,0%, apabila dibandingkan dengan
sistem olah tanah konvensional. Penutup tanah dari sisa tanaman yang diberikan dalam sistem TOT menjadi sumber C-organik dan sumber nutrisi bagi mikroorganisme dan biota tanah lainnya. Selain itu, mulsa juga berfungsi untuk
menjaga stabilitas suhu dan kadar air tanah sehingga cocok bagi aktivitas biota tanah termasuk nematoda (Swibawa, et al., 2015).
Olah Tanah Konvensional
Pengolahan tanah konvensional dikenal juga dengan istilah Olah Tanah Intensif (OTI) yang menjadi pilar intensifikasi pertanian sejak program Bimas
dicanangkan, dan secara turun menurun masih digunakan oleh petani. Pada pengolahan tanah intensif, tanah diolah beberapa kali baik menggunakan alat tradisional seperti cangkul maupun dengan bajak singkal. Pada sistem OTI,
permukaan tanah dibersihkan dari rerumputan dan mulsa, serta lapisan olah tanah dibuat menjadi gembur agar perakaran tanaman dapat berkembang dengan baik
(Utomo, 2012).
mineralisasi N sehingga N menjadi tersedia. Hal ini akan mempercepat kehilangan
N dalam tanah, karena N terabsorbsi oleh tanaman, tercuci dan menguap sehingga kadar N tanah cepat berkurang. Sedangkan pada tanah yang diolah terbatas dan
tidak diolah sama sekali, laju mineralisasi N berjalan sedang dan agak lambat, sehingga kadar N organik tanah lebih dapat dipertahankan (Fuady, 2010).
Cibro (2008) melaporkan bahwa olah tanah konvensional mampu
meningkatkan pertambahan luas daun, bobot kering tanaman, mempercepat umur berbunga dan jumlah bunga yang terbentuk lebih banyak.
Konsorsium Mikroba
Konsorsium mikroba adalah sekumpulan mikroba yang bekerja sama dalam suatu kelompok sehingga mempunyai kemampuan lebih untuk
mendegradasi suatu senyawa organik. Mikroba dalam konsorsium mempunyai peluang yang besar untuk memperoleh energi dan bertahan hidup, karena dapat saling memanfaatkan koenzim atau ekosoenzim yang diekskresikan oleh mikroba
lainnya, selain itu mikroba lainnya dapat menguraikan substrat yang telah didegradasi sebelumnya oleh suatu mikroba (Septiningrum dan Hardiani, 2011).
Interaksi mikroba dengan tanaman di rizosfer dapat berupa hubungan yang menguntungkan, netral, atau mengganggu pertumbuhan tanaman. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan
Tanaman (RPPT) berpotensi meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan tanaman, seperti dalam menghadapi hama dan penyakit; memproduksi fitohormon
Azospirillum sp., Azotobacter sp., Bacillus sp., dan Serratia sp. Diketahui sebagai
RPPT (Widodo, 2006).
Rhizobia adalah kelompok mikroba yang mampu menambat N2 dari udara
dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman ketika bersimbiosis dengan tanaman legum (Widyati, 2007). Penambatan nitrogen secara biologis diperkirakan menyumbang lebih dari 170 juta ton nitrogen ke biosfer pertahun,
80% merupakan hasil dari simbiosis antara bakteri Rhizobium dengan tanaman Leguminosae (Purwaningsih, 2004).
Hasil penelitian Octaviani, et al., (2014) menyatakan bahwa pemberian konsorsium mikroba dengan dosis 15 g/kg benih meningkatkan tinggi tanaman 6 MST, dan diameter batang kedelai. Mikroba yang terdapat pada konsorsium
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kacang tanah merupakan tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi karena kandungan gizinya terutama protein dan lemak yang tinggi. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan gizi masyarakat, diversifikasi pangan,
serta meningkatnya kapasitas industri pakan dan makanan di Indonesia. Namun produksi kacang tanah dalam negeri belum mencukupi kebutuhan Indonesia yang
masih memerlukan subsitusi impor dari luar negeri (Sembiring, et al., 2014). Produksi nasional kacang tanah di Indonesia pada tahun 2010 adalah 779.228 ton. Pada tahun 2011 terjadi penurunan produksi menjadi 691.289 ton,
lalu mengalami peningkatan hingga tahun 2012 menjadi 709.061 ton. Namun, peningkatan produksi tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini ditunjukkan dengan masih besarnya nilai impor kacang tanah pada tahun
2012 sebesar 125.636 ton (Deptan, 2013). Produksi kacang tanah nasional diharapkan pada tahun 2015-2016 dapat mencapai 742.750-755.750 ton
(Kementrian Pertanian, 2015).
Produksi kacang di Sumatera Utara pada tahun 2012 mencapai 12.074 ton, pada tahun 2013 menurun menjadi 11.351 ton. Penurunan produksi disebabkan
oleh penurunan luas panen sebesar 1.066 hektar atau 11,37%, sedangkan hasil per hektar mengalami penurunan sebesar 0,34 kw/ha atau 2,81%. Pada tahun 2014
menurun kembali menjadi 9.778 ton (Badan Pusat Statistik, 2015).
mengakibatkan pertumbuhan akan terbatas, sehingga zona serapan akar menjadi
sempit. Sedangkan pengolahan tanah yang dilakukan secara terus menerus dapat menurunkan laju infiltrasi tanah sebagai akibat terjadinya pemadatan tanah
(Indria, 2005).
Menurut Arsana (2007), umumnya kacang tanah menghendaki pengolahan tanah sempurna agar perkembangan akar dan pertumbuhan
berlangsung dengan baik, sehingga ginofor mudah masuk ke dalam tanah membentuk polong dan mempermudah pemungutan hasil, tanpa banyak yang
hilang atau tertinggal di dalam tanah dan pengolahan tanah dimaksudkan untuk menciptakan ruang tumbuh bagi tanaman, sehingga akan menopang pertumbuhan dan perkembangan di atasnya.
Konsorsium mikroba yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan mikroorganisme yang berasosiasi membentuk kerja sama untuk memfiksasi N, sebagai penyedia unsur hara agar tersedia bagi tanaman dan
sebagai biokontrol patogen akar. Selain Rhizobium sp., didalam konsorsium mikroba yang digunakan terdiri dari Bacillus sp., Azospirillum sp., Pseudomonas
sp., dan Bakteri Endofitik (Ocrobactrum pseudogrigmonense) (Oktaviani, et al., 2014).
Menurut hasil penelitian Noertjahyani (2007) menyatakan bahwa inokulasi
konsorsium Bradyrhizobium japonicum dan Pseudomonas sp. sebanyak 12 g/kg benih kedelai dapat mempercepat keluarnya bunga kedelai dan meningkatkan
Widyawati, et al., (2014) melaporkan bahwa pemberian konsorsium
mikroba mampu meningkatkan bobot 1000 butir gabah tanaman padi, serapan dan kandungan N, dan mampu mengurangi 25% penggunaan pupuk anorganik dari
dosis rekomendasi 100 kg N/ha berdasarkan pada efektivitas agronomi relatif. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti mengenai pengolahan tanah dan pemberian inokulasi konsorsium mikroba terhadap
pertumbuhan dan hasil kacang tanah.
Tujuan Penelitian
Meningkatkan pertumbuhan dan produksi kacang tanah
(Arachis hypogea L.) dengan beberapa sistem olah tanah dan inokulasi
konsorsium mikroba.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh nyata olah tanah, inokulasi konsorsium mikroba dan interaksi keduanya terhadap pertumbuhan dan produksi kacang tanah
(Arachis hypogeal L.).
Kegunaan Penelitian
hypogea L.) to Some Tillage and Addition of Microbe Concortium ”. Surpervised by Ir. Lisa Mawarni, MPandIr. T. Irmansyah, MP. The objectives of the research was to deacreased growth and yield of Peanut with some tillage and addition of microbe concortium. The research was held at society field Kelurahan Mencirim, Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai,North Sumatera from January until April 2016. The research used Split Plot Design (SPD), main plot is Tillage with 2 treatments conservation tillage and conventional tillage, sub plot is addition microbe concortium with 4 treatments, no addition (control), 6g/kg seed, 12g/kg seed, and 18g/kg seed. From the treatments was get 8 combination and 3 replications.
The results showed that tillage was not significantly affected of growth and yield of peanut, addition of microbe concortium was not significantly affected of growth and yield of peanut, and interaction of tillage and microbe concortium were not significantly affected of growth and yield of peanut.
(Arachis hipogea L.) dengan Beberapa Sistem Olah Tanah dan Konsorsium Mikroba”. Di bawah bimbingan Ir. Lisa Mawarni, MP. dan Ir. T. Irmansyah, MP. Penelitian ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan dan produksi kacang tanah
(Arachis hypogea L.) dengan beberapa sistem olah tanah dan pemberian
konsorsium mikroba. Penelitian dilakukan di lahan masyarakat, Kelurahan Mencirim, Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai, Sumatera Utara pada bulan Januari sampai dengan April 2016. Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi (RPT), petak utama yaitu pengolahan tanah dengan 2 perlakuan; pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah konvensional, anak petak yaitu aplikasi konsorsium mikroba dengan 4 perlakuan; tanpa pemberian konsorsium mikroba, pemberian 6g/kg benih, 12g/kg benih, dan 18g/kg benih, dari perlakuan tersebut terdapat 8 kombinasi perlakuan dan 3 ulangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan tanah berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kacang tanah, pemberian konsorsium mikroba berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan kacang tanah dan interaksi antara pengolahan tanah dan pemberian konsorsium mikroba berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan kacang tanah.
SKRIPSI
OLEH:
SYUKRON HAMDALAH SIREGAR 110301154/AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
SKRIPSI
OLEH:
SYUKRON HAMDALAH SIREGAR 110301154 / AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Nama : Syukron Hamdalah Siregar
Nim : 110301154
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
(Ir. Lisa Mawarni, MP) (Ir. T. Irmansyah, MP)
Ketua Anggota
Mengetahui.
hypogea L.) to Some Tillage and Addition of Microbe Concortium ”. Surpervised by Ir. Lisa Mawarni, MPandIr. T. Irmansyah, MP. The objectives of the research was to deacreased growth and yield of Peanut with some tillage and addition of microbe concortium. The research was held at society field Kelurahan Mencirim, Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai,North Sumatera from January until April 2016. The research used Split Plot Design (SPD), main plot is Tillage with 2 treatments conservation tillage and conventional tillage, sub plot is addition microbe concortium with 4 treatments, no addition (control), 6g/kg seed, 12g/kg seed, and 18g/kg seed. From the treatments was get 8 combination and 3 replications.
The results showed that tillage was not significantly affected of growth and yield of peanut, addition of microbe concortium was not significantly affected of growth and yield of peanut, and interaction of tillage and microbe concortium were not significantly affected of growth and yield of peanut.
(Arachis hipogea L.) dengan Beberapa Sistem Olah Tanah dan Konsorsium Mikroba”. Di bawah bimbingan Ir. Lisa Mawarni, MP. dan Ir. T. Irmansyah, MP. Penelitian ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan dan produksi kacang tanah
(Arachis hypogea L.) dengan beberapa sistem olah tanah dan pemberian
konsorsium mikroba. Penelitian dilakukan di lahan masyarakat, Kelurahan Mencirim, Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai, Sumatera Utara pada bulan Januari sampai dengan April 2016. Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi (RPT), petak utama yaitu pengolahan tanah dengan 2 perlakuan; pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah konvensional, anak petak yaitu aplikasi konsorsium mikroba dengan 4 perlakuan; tanpa pemberian konsorsium mikroba, pemberian 6g/kg benih, 12g/kg benih, dan 18g/kg benih, dari perlakuan tersebut terdapat 8 kombinasi perlakuan dan 3 ulangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan tanah berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kacang tanah, pemberian konsorsium mikroba berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan kacang tanah dan interaksi antara pengolahan tanah dan pemberian konsorsium mikroba berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan kacang tanah.
Februari 1994 dari pasangan Ayahanda Ramlan Siregar, SPdI dan Ibunda Nila
Hayati Hutagalung. Penulis merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara.
Lulus dari Sekolah Dasar Negeri 095553 Marihat MRS pada tahun 2005.Lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Pematangsiantar pada tahun
2008. Lulus dari Sekolah Menengah Atas Swasta Yayasan Perguruan Keluarga pada tahun 2011. Pada tahun 2011 diterima di Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan, Program Studi Agroekoteknologi melalui jalur SNMPTN tertulis.
Pada tahun 2012-2015 menjadi anggotadi Badan Kenaziran Mushalla
(BKM) Al-Mukhlisn Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.Pada tahun 2011-2015 menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan pada
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penelitian ini berjudul ”Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah
(Arachis hipogea L.) dengan Beberapa Sistem Olah Tanah dan Konsorsium
Mikroba”yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda
Ramlan Siregar dan Ibunda Nila Hayati yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada komisi pembimbing Ir. Lisa Mawarni, MP., selaku ketua komisi pembimbing dan
Ir. T. Irmansyah, MP., selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan kritik dan saran berbagai masukan kepada penulis mulai dari menetapkan judul hingga penyelesaian skripsi ini dan kepada seluruh
teman Agroekoteknologi 2011.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan skripsi ini dapat
digunakan sebagai bahan bacaan yang berguna bagi semua orang.
Medan, Agustus 2016
Hal.
Pengolahan Tanah Konservasi ... 14
Pengolahan Tanah Konvensional ... 14
Aplikasi Konsorsium Mikroba ... 14
Penanaman Benih ... 14
Penjarangan Tanaman ... 15
Jumlah Bintil Akar ... 16
Bobot Bintil Akar ... 16
Jumlah Bintil Akar Efektif ... 16
Jumlah Ginofor Tidak Jadi Polong... 16
Jumlah Polong per Tanaman ... 16
Jumlah Ginofor Tidak Jadi Polong... 21
Jumlah Polong per Tanaman ... 22
Bobot 100 Biji ... 23
Pembahasan Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) Terhadap Pengolahan Tanah ... 24
Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) Terhadap Pemberian Konsorsium Mikroba ... 25
Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogeaL.) Terhadap Pengolahan Tanah dan Pemberian Konsorsium Mikroba 26 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 28
Saran ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
1. Rataan tinggi tanaman (cm) pada perlakuan olah tanah dan konsorsium
mikroba pada umur 2-4 MST ... 23 2 Rataan jumlah cabang primer pada olah tanah dan konsorsium mikroba
pada umur 2-5 MST ... 24 3 Rataan jumlah bintil akar pada perlakuan olah tanah dan pemberian
konsorsium mikroba ... 25 4 Rataan bobot bintil akar (g) pada perlakuan olah tanah dan konsorsium
mikroba ... 27 5 Rataan jumlah bintil akar efektif pada olah tanah dan konsorsium mikroba . 29 6 Rataan jumlah ginofor tidak jadi polong pada olah tanah dan konsorsium
mikroba ... 30 7 Rataan jumlah polong per tanaman pada olah tanah dan konsorsium
1. Bagan penanaman pada plot ...34
2. Bagan lahan penelitian ...35
3. Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian ...36
4. Deskripsi kacang tanah varietas Hypoma ...37
5. Hasil analisis tanah ...38
6. Data tinggi tanaman 2 minggu setelah tanam ...38
7. Sidik ragam tinggi tanaman 2 minggu setelah tanam ...38
8. Data tinggi tanaman 3 minggu setelah tanam ...39
9. Sidik ragam tinggi tanaman 3 minggu setelah tanam ...39
10. Data tinggi tanaman 4 minggu setelah tanam ...39
11. Sidik ragam tinggi tanaman 4 minggu setelah tanam ...40
12. Data jumlah cabang primer 2 minggu setelah tanam ...40
13. Sidik ragam jumlah cabang primer 2 minggu setelah tanam ...40
14. Data jumlah cabang primer 3 minggu setelah tanam ...41
15. Sidik ragam jumlah cabang primer 3 minggu setelah tanam ...41
16. Data jumlah cabang primer 4 minggu setelah tanam ...41
17. Sidik ragam jumlah cabang primer 4 minggu setelah tanam ...42
18. Data jumlah cabang primer 5 minggu setelah tanam ...42
19. Sidik ragam jumlah cabang primer 5 minggu setelah tanam ...42
20. Data jumlah bintil akar ...43
21. Transformasi √� +1 jumlah bintil akar ...43
25. Data jumlah bintil akar efektif ...44
26. Transformasi √� +1 jumlah bintil akar efektif ...45
27. Sidik ragam jumlah bintil akar efektif ...45
28. Data jumlah ginofor tidak jadi polong ...45
29. Sidik ragam jumlah ginofor tidak jadi polong ...46
30. Data jumlah polong per tanaman ...46
31. Transformasi √� +1 jumlah polong per tanaman ...46
32. Sidik ragam jumlah polong per tanaman ...47
33. Data bobot 100 biji ...47
34. Sidik ragam bobot 100 biji ...47