• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KASUS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DITINJAU DARI HUKUM PIDANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KASUS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DITINJAU DARI HUKUM PIDANA"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KASUS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DITINJAU DARI HUKUM PIDANA

Oleh

Winni Feriana

Agama berfungsi sangat penting dalam kehidupan manusia, baik manusia pribadi, maupun manusia sebagai penduduk suatu Negara. Secara konstitutif, jaminan kebebasan kehidupan beragama di Negara Indonesia dapat dilihat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan, bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu”. Timbulnya berbagai aliran-aliran atau organisasi-organisasi kebatinan/kepercayaan masyarakat yang dianggap bertentangan dengan ajaran dan hukum agama yang dapat memecah persatuan nasional, serta menodai agama. Untuk mencegah agar jangan sampai terjadi penyelewengan ajaran-ajaran agama yang dianggap sebagai ajaran-ajaran pokok dari agama yang bersangkutan dan melindungi ketentraman beragama dari penodaan/penghinaan serta dari ajaran-ajaran untuk tidak memeluk agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. Melalui Undang-Undang Nomor 1/Pnps/1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan, Dan/atau Penodaan Agama dan KUHP memberikan perlindungan terhadap kepentingan agama. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah pendapat para ahli hukum mengenai kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia ( JAI ) dan penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penodaan agama.

(2)

2 Hasil Penelitian didapat bahwa menurut pendapat para ahli hukum JAI bagi umat Islam menimbulkan keresahan karena isi ajarannya bertentangan dengan ajaran agama Islam, khususnya dalam hal ubudiyah (shalat), dan penafsiran Alqur’an. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri, memberi peringatan dan memerintahkan kepada anggota, penganut, dan pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) agar menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam. Tindakan aparat hukum dalam menangani kasus tindak pidana terhadap penodaan agama adalah preventif dan represif. Preventif adalah tindakan yang dilakukan dengan cara melakukan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat dan Keagamaan ( BAKOR PAKEM ) dan Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, Kejaksaan Agung dengan cara pendekatan persuasif kepada pelaku penodaan agama. Sedangkan represif adalah tindakan yang diambil para aparat penegak hukum apabila menemukan tindak pidana penodaan agama yang merupakan gangguan terhadap ketertiban umum. Tindakan ini dilakukan dengan cara menyidik, menuntut dan sampai ke persidangan.

(3)

A. Latar Belakang

Agama berfungsi sangat penting dalam kehidupan manusia, baik manusia pribadi, maupun manusia sebagai penduduk suatu Negara. Secara konstitutif, jaminan kebebasan kehidupan beragama di Negara Indonesia dapat dilihat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan, bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu”. Pasal 28e tentang

Hak Asasi Manusia hasil amandemen UUD 1945 tahun 2000 menyebutkan juga bahwa:

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali,

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(4)

Kebebasan yang tidak terbatas akibat reformasi yang disalahartikan telah melahirkan berbagai sikap dan perbuatan yang jauh menyimpang dari norma-norma agama yang sebenarnya. Bermunculannya ajaran/aliran yang menyimpang telah menimbulkan gejolak dalam masyarakat, dan menimbulkan sikap anarkis berupa perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting) terhadap kelompok-kelompok ini, baik berupa perusakan maupun pengusiran terhadap pengikutnya..

Seperti diketahui, pada tanggal 9 Juni 2008, pemerintah Indonesia, melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri, memberi peringatan dan memerintahkan kepada anggota, penganut, dan anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) agar menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama islam dan hingga 3 (tiga) tahun SKB tersebut digulirkan masih tidak ada kepastian akan kasus tersebut. Penulis berpendapat bahwa masyarakat jangan terlalu tergesa-gesa menuduh bahwa aparat penegak hukum lambat betindak, sebab berbicara tentang delik agama dalam KUHP yang berlaku sekarang hanya dijumpai satu pasal saja, yaitu Pasal 156 a KUHP. Pasal ini lebih terkenal dengan pasal penghinaan/penodaan terhadap agama yang dianut dan diakui pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, sikap kehatian-hatian perlu dilakukan pemerintah dalam menangani kasus yang dianggap menodai suatu agama yang dianut di Indonesia.

(5)

KUHP ada tiga kepentingan yang dilindungi yaitu kepentingan individu, kepentingan masyarakat dan kepentingan negara yang masing-masing diperinci ke dalam sub jenis kepentingan lagi.

Hukum pidana memuat ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang sebagai tindak pidana, masalah pertanggungjawaban serta ancaman sanksinya yang dapat terwujud dalam berbagai peraturan perundangan hukum pidana. Secara lengkap, Pasal 156 a KUHP, "Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan (a) yang pada pokoknya bersifat bermusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, (b) dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apa pun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perbuatan yang dapat dihukum menurut pasal ini adalah tindakan memusuhi suatu agama yang dianut, menyalahgunakan ajaran agama yang tidak sesuai dengan ajaran agama tersebut dan penistaan terhadap suatu agama, serta mengajak orang supaya tidak percaya kepada Tuhan, tetapi tidak mengatur secara tegas perbuatan penghinaan terhadap Tuhan, nabi, dan kitab suci.

(6)

dalam tindak pidana perkara penodaan agama diharapkan mampu menciptakan keadilan bagi masyarakat.

Di tengah kegaduhan situasi politik Indonesia yang tak menentu, mencuat kasus seputar Ahmadiyah. Hasil Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Sidang paripurna Lengkap Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia Pada tanggal 4 Maret 1984 memutuskan :

“Bahwa Jemaat Ahmadiyah di wilayah negara Republik Indonesia yang berstatus sebagai badan hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman R.I No.JA/23/13 tanggal 13-3-1953 (tambahan Berita Negara tanggal 31-3-1953 No.26) bagi umat Islam menimbulkan keresahan karena isi ajarannya bertentangan dengan ajaran agama Islam. Perpecahan khususnya dalam hal ubudiyah (shalat),dan penafsiran alqur’an”. (Hanafi :1)

Di beberapa Negara lain, Ahmadiyah telah dinyatakan keluar dari Islam. Pemerintah Malaysia misalnya telah melarang ajaran Qadiani dan dianggap kafir sejak tanggal 18 Juni 1975. Kerajaan Brunei juga telah melarang ajaran Ahmadiyah berkembang di negara Brunei Darussalam. Kerajaan Arab Saudi menyatakan bahwa Ahmadiyah kafir dan tidak boleh memasuki tanah haram. Sedangkan di Pakistan telah dinyatakan bahwa Ahmadiyah adalah termasuk kelompok minoritas non-muslim, sama kedudukannya dengan agama Nasrani, Sikh, dan lain-lain.

(7)

ahli hukum, Penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul :“Analisis Kasus

Jemaat Ahmadiyah (JAI) Ditinjau Dari Hukum Pidana.”

B. Permasalahan dan ruang lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:

a. Bagaimanakah Pendapat Para Ahli Hukum mengenai kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia ditinjau dari hukum pidana ?

b. Bagaimanakah Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penodaan Agama ?

2. Ruang Lingkup

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, maka ruang lingkup dalam penelitian ini hanya dibatasi pada masalah pendapat para ahli hukum mengenai kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia serta penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penodaan agama.

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan memahami pendapat para Ahli hukum mengenai kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

(8)

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis adalah untuk memperluas cakrawala berfikir bagi penulis dalam perkara tersebut, serta agar dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi mahasiswa fakultas hukum dalam mengembangkan dan memperluas ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pada umumnya, dan khususnya mengenai pelaksanaan Undang-Undang No.1/PNPS/1965 dan ketentuan dalam KUHP terhadap tindak pidana penodaan agama.

b. Secara peraktis adalah untuk mengetahui Pendapat Para Ahli Hukum mengenai kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia serta Penegakan Hukum Terhadap Penodaan Agama, sebagai bahan kajian aparatur penegak hukum dan masyarakat dalam menyikapi kasus penodaan agama.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti ( Soerjono Soekanto,1986 : 124 ).

(9)

ahli hukum dari unsur : Penegak hukum (Hakim pengadilan, Jaksa, dan Penyidik dari Kepolisian), Majelis Ulama Indonesia, Akademisi (Dosen Ilmu Hukum)

Penegakan hukum pidana yaitu upaya untuk membuat hukum itu berfungsi, beroperasi atau bekerja dan terwujud secara konkret sebagai suatu upaya penegakan hukum pidana.( Hasan Masri : 22).

Permasalahan Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penodaan agama, digunakan teori penegakan hukum menggunakan tindakan preventif dan tindakan represif. Tindakan represif bertujuan sebagai alat penghukuman dan efek pelajaran bagi halayak umum yang melakukan kesalahan yang sama. Sedangkan tindakan preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya kasus penodaan agama sebelum terjadi. Dengan kata lain tindakan preventif adalah tindakan yang paling utama sebelum kasus terjadi.

(10)

membawa dampak positif bagi upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penodaan agama dalam proses peradilan pidana.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti atau ingin diketahui ( Soerjono Soekanto, 1996 :132).

Adapun pengertian dasar yang ingin digunakan dalam penulisan ini adalah : a. Analisis adalah penyidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb)

untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya, dsb). (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

b. Jemaat adalah : Sekumpulan umat ( Kamus besar bahasa Indonesia),

Ahmadiyah adalah kelompok atau jemaat yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada 1889 di sebuah desa kecil yang bernama Qadian, Punjab, India. Di Indonesia, organisasi ini telah berbadan hukum dari Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-03-1953), dan bernama Jemaat Ahmadiyah Internasional.

Yang terpecah menjadi dua kelompok ahmadiyah. Kedua kelompok Ahmadiyah tesebut, masing-masing mempunyai cabangnya di Indonesia, yang pertama (kelompok Qadian ) bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), dan yang kedua (kelompok Lahore) bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI).

(11)

perasaan atau perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersandikan Ketuhanan Yang Maha Esa ( Pasal 156a KUHP).

d. Penodaan agama adalah melarang kepada setiap orang supaya tidak menceritakan, mengajarkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama lain itu, secara sengaja di muka umum, sedang penafsiran dan kegiatan-kegiatan itu menyimpang dari pokok-pokok ajaran tersebut ( Penjelasan Pasal 156a).

E. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab pendahuluan memuat latar belakang penulisan, permasalahan, dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(12)

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini memuat metode yang digunakan dalam penulisan penelitian yang menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Merupakan bab yang menjelaskan tentang pokok masalah yang akan dibahas yaitu pendapat para ahli hukum mengenai kasus jemaat ahmadiyah Indonesia (JAI), serta penegakan hukum pidana terhadap pelaku penodaaan Agama.

V. PENUTUP

(13)

A. Penegakan Hukum Pidana Di Indonesia

1. Pengertian Penegakan Hukum Pidana

Hukum pidana adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tentang tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, dan pidana. (Tri Andrisman : 9 ). Penegakan hukum adalah kegiatan menserasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan menilai yang menetap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan (sebagai “Social control”) kedamaian pergaulan hidup (Soejono Soekanto; 1983: 2).

Pengertian penegakan hukum pidana dapat diartikan sebagai penyelenggaraan hukum oleh petugas penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku. Bila dikaitkan dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana penodaan agama, maka saat ini seharusnya hukum bisa ditegakkan.

(14)

Hoefnagels (Barda Nawawi Arief, 1991 : 42) maka dapat diterapkan dengan beberapa cara yaitu :

1. Penerapan hukum pidana (Criminal law application)

2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment), dan

3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa.

Penegakan hukum pidana denagn nilai humanistik menuntut pula diperhatikannya ide “individualisasi pidana” dalam kebijakan hukum pidana. Ide individualisasi pidana ini antara lain mengandung beberapa karakteristik sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban pidana bersifat pribadi atau perorangan(asas personal). 2. Pidana hanya diberikan kepada orang yang bersalah (asas culpabilitas “tiada

pidana tanpa kesalahan”).

3. Pidana harus disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi si pelaku, ada fleksibilitas bagi hakim dalam memilih sanksi pidana (jenis maupun berat ringannya sanksi) dan harus ada kemungkinan modifikasi pidana (perubahan atau penyesuaian) dalam pelaksanaannya.

Penegakan hukum pidana merupakan suatu sistem yang menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah-kaidah serta prilaku nyata masyarakat. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi prilaku atau tindakan yang dianggap pantas atau seharusnya. Perilaku atau sikap itu bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan perdamaian.

(15)

diberikan kepada seseorang, agar dirasakan sebagai derita. Yang menjatuhkan derita itu adalah Penguasa (Pemerintah), dan karena itu hukum pidana digolongkan sebagai hukum publik.

Hukum pidana hanya memberikan ancaman pidana pada pelanggaran-pelanggaran norma hukum lain (perdata, dagang, tatanegara dan lain-lain) yang memerlukan. Jadi hukum pidana itu tidak mempunyai norma tersendiri. Yang dimasukkan ke dalam hukum pidana adalah norma-norma hukum lain itu, yang apabila dilanggar menimbulkan kerusakan atau kekacauan dalam masyarakat, kerusakan dan kekacauan itu tidak mungkin diatasi dengan cara lain.

(16)

pencurian dan lain-lain yang sejenis, selalu merupakan bagian dari hukum pidana dimana saja.

Hukum pidana di Indonesia di masa-massa kerajaan Islam tentulah terambil dari Syari’ah Islam, seperti halnya bidang-bidang hukum lainnya yang berlaku waktu itu. Setelah Belanda menjajah Indonesia, maka mulailah secara berangsur-angsur hukum pidana yang di perlakukan adalah hukum pidana yang berlaku di negeri Belanda. Mula-mula hukum pidana itu dikodifisir, yaitu kodifikasi yang sama yang telah berlaku di negeri Belanda, dan hanya berlaku bagi golongan Eropa saja (K.B 10 Pebruari 1866 no.55), dan kemudian dikodifikasi pula hukum pidana yang khusus untuk golongan Inlanders (Pribumi) dan yang dipersamakan (Ordonantie 6 Mei 1872 no.85). Jadi ada dua kodifikasi hukum pidana, yaitu golongan Eropa dan golongan Inlanders dan yang dipersamakan dengannya. Kemudian kedua buku hukum pidana itu dijadikan satu lagi (mulai berlaku 1 Januari 1918), dan inilah yang berlaku sampai sekarang seperti yang kita kenal dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

2. Hukum Pidana Islam

(17)

A. Jenis-Jenis Hukuman

Jenis Hukuman dalam hukum pidana Islam menurut Syamsul Bahri Ismail dalam Buletin dakwah ( Dewan dakwah Islamiah No.29 Thn.XXVIII) adalah; qisas dan diyat, hududdanta’zir.

1. Qisas dan Diyat

Qisas kata aslinya adalah qishash yang menurut bahasa berarti persamaan atau seimbang. Jadi qisasadalah hukuman yang sama atau seimbang dengan kejahatan yang dibuat pelaku tindak pidana, seperti pembunuhan dengan sengaja, diancam dengan hukuman mati, pelukaan diancam dengan hukuman pelukaan. Sedangkan diyat adalah sejumlah harta tertentu yang harus diberikan oleh pelaku kejahatan terhadap jiwa kepada pihak korban/keluarganya sebagai hukuman. Hukuman diyat diantaranya diberikan kepada pelaku pembunuhan yang tidak disengaja atau pelukaan yang tidak disengaja.

Qisas menurut pandangan Fiqh Islam adalah hak perorangan. Oleh karena itu pelaksanaannya tergantung kepada yang bersangkutan atau keluarganya, bila yang bersangkutan atau ahli warisnya memaafkan, hukuman qisas menjadi gugur dan berpindah kepada hukuman pengganti yaitudiyat(denda), (Albaqarah 178).

(18)

2. Hudud

Katahududadalah bentuk jamak dari kata had, yang maksudnya adalah hukuman yang macam dan kadarnya telah ditegaskan dalam Al-Qur’an dan hadits. Kejahatan yang termasukhududdiantaranya adalah :

a) Tindakan riddah atau tindakan kejahatan terhadap agama, yaitu Murtad (QS. 2 : 217). Terhadap tindakan Riddah hanya diancam dengan hukuman akhirat, yaitu amalnya sia-sia dan menjadi penghuni neraka, Kecuali tindakan riddah tersebut diikuti dengan penghinaan terhadap agama Islam atau menghina nabi Muhammad S.A.W atau Al-Qur’an atau pembocoran rahasia perang umat Islam, maka orang tersebut diancam dengan hukuman mati.

b) Zina, terhadap pelaku tindak pidana zina ada dua bentuk ancaman hukuman; pertama hukuman cambuk 100 kali bagi pelaku yang belum menikah. Kedua rajam, bagi pelaku zina yang sudah menikah. Perbuatan zina merupakan kejahatan terhadap keturunan dan kehormatan yang merupakan salah satu kunci kehidupan bahagia. Dengan merajarelanya perzinaan banyak anak yang hidup terlantar dan sering terjadi pembunuhan terhadap bayi, baik melalui abortus maupun pembunuhan bayi yang baru lahir. Zina juga menyebarkan berbagai macam penyakit. Oleh karena itu hukum pidana Islam mengancam tindak pidana perzinaan dengan hukuman yang berat, dicambuk atau dirajam, dan pelaksanaannya disaksikan oleh orang banyak.

(19)

ditambah dengan tidak diterima untuk menjadi saksi selama-lamanya (QS. 24 :3).

d) Pencurian dan perampokan. Pencurian adalah kejahatan terhadap harta dan pelakunya diancam dengan hukuman potong tangan. (QS. 5 :38). Sedangkan perampokan hukumannya lebih berat , yaitu dibunuh dan disalib atau dipotong tangan dan kaki secara timbal balik atau dibuang dari tempat kediamannya (QS5 :33). Hukuman ini diterapkan dengan hati-hati dan selektif. Tidak semua yang terbukti mencuri dipotong tangannya. Dalam memutuskan hukuman terhadap pencuri hakim harus mempertimbangkan nilai barang yang dicuri dan kondisi si pencuri pada waktu melakukan kejahatan tersebut. Bila yang dicuri hanya seekor ayam dan kondisi pelaku seorang pencuri karena lapar tidak bisa dihukum potong tangan karena kondisi memaksanya melakukan perbuatan pidana.

3. Ta’zir

Ta’zirialah hukuman yag bersifat mendidik terhadap perbuatan dan dosa atau kemaksiatan yang tidak diancam dengan hukuman hudud. Bentuk dan kadar hukumannya diserahkan kepada pemerintah dan pembuat undang-undang. Mereka diberi wewenang untuk merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana qishash ta’zir, dengan ketentuan harus

(20)

3. Tahap-Tahap Penegakan Hukum Pidana Indonesia

Menurut Syafrudin, Penegakan hukum pidana melalui beberapa tahap sebagai usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tahap Formulasi

Tahap Formulasi adalah tahap penegakan hukumin abstractooleh badan pembuat undang-undang yang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan legislatif.

b. Tahap Aplikasi

Tahap Aplikasi adalah tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan perundangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut tahap Yudikatif. c. Tahap Eksekusi

(21)

putusan pengadilan. Dengan demikian proses pelaksanaan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam putusan pengadilan, aparat pelaksana pidana itu dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang dan nilai-nilai suatu daya guna. (Syafrudin,1998: 3-4).

Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jelas harus merupakan jalinan mata rantai aktivitas yang terputus yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan.

B. Fungsi Hukum Pidana

Fungsi hukum pidana dapat dibedakan menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi umum hukum pidana untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata kehidupan masyarakat., dan fungsi khusus hukum pidana yaitu untuk melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang hendak memperkosanya, dengan sanksi pidana yang sifatnya lebih tajam dari sanksi cabang hukum lainnya. Fungsi khusus hukum pidana ini dapat dibedakan menjadi 3 ( tiga ) fungsi, yaitu :

1. Fungsi primer, yaitu sebagai sarana dalam penanggulangan kejahatan atau sarana untuk mengontrol atau mengendalikan masyarakat.

(22)

3. Fungsi subsider, yaitu usaha melindungi masyarakat dari kejahatan hendaknya menggunakan sarana atau upaya lain terlebih dahulu. Apabila dipandang sarana atau upaya lain itu kurang memadai barulah digunakan hukum pidana. Banyak pakar yang menyarankan dalam menerapkan hukum pidana prinsip ultimum remidium, berarti hukum pidana itu merupakan obat atau sarana yang terakhir. Maksudnya dalam menaggulangi kejahatan hendaknya digunakan dulu upaya atau sanksi hukum yang lain, selain hukum pidana, misalnya menggunakan sanksi perdata atau sanksi administrasi. Sanksi pidana sabagai upaya hukum yang terakhir.

C. Esensi - Esensi Pokok Ajaran Islam 1. Esensi - Esensi Pokok Alqur’an

Alqur’an merupakan wahyu yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad

(23)

Kemukjizatan Alqur’an ini antara lain dapat dilihat dari segi bahasa dan isi : 1. Dari Segi Bahasa

Dari segi ini, Alqur’an memang turun tepat pada waktunya, yakni disaat orang-orang Arab berlomba memperlihatkan ketangkasan mereka dalam merangkai dan menyusun bahasa yang indah. Prosa dan puisi sangatlah maju, sehingga tidak sedikit dari kalangan bangsa itu tampil sebagai penyair besar dan tersohor.Setiap tahun dilaksanaakan perlombaan menggugah puisi maupun prosa dan yang menang berhak mendapat kehormatan untuk menggantungkan gubahnya disisi Ka’bah.

Dimasa para penyair berbangga dengan hasil karyanya itu turunlah wahyu pertama. “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam.Dan mengajarkan manusia apa yang tidak di ketahuinya (Al-Alaq (96) : 1-5). Mendengar ayat tersebut mereka amat takjub dan heran. Mereka sebagai kalangan yang ahli dan mengerti benar akan kedalaman bahasa mersakan keindahan dan ketinggian sususnan bahasa Alqur’an. Bahkan Alqur’an itu merupakan mukjizat besar

sepanjang masa, gaya bahasanya yang luhur dan indah, tetapi mudah dimengerti, enak dibaca dan tidak membosankan.

b. Dari Segi Isi

Alqur’an dari segi isi menampilkan keajaiban luar biasa yang memberikan

(24)

wahyunya yang pertama, Alqur’an telah meletakkan prinsip-prinsip dasar dan fondasi pembangunan ilmupengetahuan dan peradaban manusia yang maju.

Alqur’an sebagai pedoman hidup, sumber nilai dan petunjuk dalam rangka melakukan berbagai aspek kehidupan. Alqur’an menampilakn pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup, baik antara kepada Allah, hubungan antar sesama manusia maupun hubungan terhadap lingkungan (alam semesta).Alqur’an datang dibawa nabi terakhir yang tidak ada nabi lagi sesuadahnya : “ Muhammad

itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.’ (QS.33 :40). Karena itu sepantasnyalah bila Alqur’an paling

lengkap disbanding dengan kitab-kitab yang diturunkan Allah sebelumnya. Kesempurnaan pedoman ajaran Islam adalah suatu hal yang dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa pasca risalah Muhammad S.A.W sehingga manusia tidak menjadi kehilangan kompas dalam hidupnya, meskipun pembawa risalah itu telah lama tiada.

2. Kerasulan Muhammad S.A.W

(25)

sebagai penutup nabi-nabi itu. Ia menjadi penyempurna dan pelengkap terakhir, yang setelah datangnya itu tidak lagi diperlukan nabi yang lain.

Ada beberapa keistimewaan Nabi Muhammad S.A.W dibandingkan nabi-nabi sebelumnya. Beliau merupakan Nabi terakhir. Tidak akan datang lagi nabi dan rasul sesudahnya, baik nabi yang dinamai pengiring Muhammad, atau nabi yang membawa syariat baru. Alqur’an menjelaskan hal ini dalam suratAl-Ahzab 33:40. Nabi sendiri pernah bersabda : “La nabiya Ba’di” (tiada ada lagi nabi

sesuadahku). Tidak ada lagi nabi sesudahnya, karena tidak ada lagi soal-soal yang tak terpecahkan oleh ajaran yag dibawa Muhammad. Beliau meninggalkan dua pedoman yang tidak akan tersesat seseorang selama ia berpegang kepada kedua warisannya itu yaitu Alqur’an dan Al-hadits.

Berdasarkan pengamatan penulis Seringkali kerasulan Muhammad yang merupakan penutup nabi-nabi ini dinodai orang-orang yang ambisius. Berkali-kali telah dicoba orang mendakwakan dirinya sebagai nabi sesudahnya. Ada yang sengaja hendak menandingi Muhammad S.A.W. Dan ada pula yang menyatakan syari’at Muhammad S.A.W telah putus, sebab nabi baru telah datang dengan

membawa syari’at baru. Dan ada pula yang mengatakan bahwa dia, atau guru ikutannya adalah nabi pula sesudah Muhammad S.A.W. Tetapi bukan pembawa syari’at baru, melainkan hendak menyempurnakan syari’at Muhammad itu. Hal

(26)

D. Penodaan Agama 1. Rumusan Agama

Agama mempunyai makna yang penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pembicaraan mengenai definisi agama diperlukan untuk memperoleh pemahaman yang memadai tentang agama.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan perbadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Pengertian agama dalam arti bahasa berarti “segenap kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa dan sebagainya) serta ajaran kebaktian dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu”. Sedangkan agama di dalam bahasa Arab adalah “ad -dien”, perbuatan beragama itu disebut “at-tadayyun” yang diartikan dengan kecendrungan manusia karena tabiatnya untuk meyakini adanya sesuatu kekuatan di atas kekuatan-kekuatan alami ini dan pula menguasai kekuatan manusiawi. (Juhaya S. Praja dan Ahmad Syihabuddin 1993 : 6)

(27)

Agama sebagai realitas sosial mempunyai pengertian yang sangat luas, sebagaimana dikenal dalam Antropologi termasuk agama adalah Animisme, dinamisme atau sering dibedakan adanya agama-agama suku dan aliran-aliran mistik yang tersebar diseluruh tanah air sebagai hasil dari kebudayaan. Tetapi dalam hal ini, perumusan agama dibatasi pengertiannya, yaitu hanya menunjuk agama-agama yang resmi diakui oleh Pemerintah Indonesia.

Agama-agama tersebut adalah Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha dan Konghucu, yang tergabung dalam Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama No. 35 Tahun 1980, masing-masing agama tersebut mempunyai majelis sebagai wakil atau penghubungnya, yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk agama Islam, Dewan Gereja-Gereja Indonesia (DGI) untuk agama Kristen Protestan, Majelis Agung Wali gereja Indonesia (MAWI) untuk Agama Kristen Khatolik, Parisada Hindu Dharma Pusat (PHDP) untuk agama Hindu, Perwakilan umat Budha untuk umat Budha. Agama tersebut menurut Koentjaraningrat merupakan suatu sistem religi yang diakui secara resmi oleh Negara, yang terdiri dari empat komponen yaitu emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritus, dan para pemeluknya (Umat).

2. Tindak Pidana Penodaan Agama

Mengenai kejahatan penghinaan yang berhubungan dengan agama, dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam, ialah :

1. Penghinaan terhadap agama tertentu yang ada di Indonesia (Pasal 156a).

(28)

3. Penghinaan mengenai benda-benda untuk keperluan ibadah (Pasal 177 angka 2).

4. Menimbulkan gaduh di dekat tempat ibadah sedang digunakan beribadah (Pasal 503). ( Adami Chazawi : 2009 : 237 ).

Perumusan tentang penodaan agama dalam Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan / atau penodaan agama terdapat dalam pasal 1 dan 4 yaitu sebagai berikut :

Pasal 1

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan,menganjurkan,atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Pasal 4

Pada kitab Undang-Undang hukum pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut :

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan :

a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

b. Dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa,

(29)

mengenai kejahatan terhadap ketertiban umum. Perbuatan tersebut tidak lain sebagai tindak pidana terhadap kepentingan agama ( Delik Agama ) tetap.

Pada umumnya orang menyebut delik agama dalam konotasi seperti yang ditunjuk pada tindak pidana yang pertama, tidak termasuk tindak pidana yang kedua, sehingga dapat dikatakan delik agama ini dalam pengertian sempit. Sedangkan delik agama dalam pengertian yang luas mencakup baik delik yang pertama maupun delik yang kedua, yang dalam tulisan ini disebut sebagai tindak pidana terhadap kepentingan agama ( tindak pidana/delik agama ).

Tindak pidana yang ditujukan terhadap agama dapat ditemukan dalam bab V yaitu ketentuan kejahatan terhadap ketertiban umum melalui pasal 156, 156a, dan 157 KUHP.

Tindak pidana terhadap kepentingan agama yang paling serius atau berat adalah menyangkut sistem keyakinan yang utama yang sudah ditentukan setiap agama masing-masing. Sistem keyakinan tersebuat seperti ditentukan dalam agama Islam dikenal dengan rukun iman, dalam agama Kristen yang ditentukan dalam Credo 12, dalam agama Hindu ditentukan dalam Widhi cradha, yang system keyakinannya sebagai Sadsaddha.

3. Penyidikan Tindak Pidana Penodaan Agama

Larangan terhadap penodaan agama atau tindak pidana terhadap penodaan agama ditentukan dalam pasal 156, 156a, 157 KUHP yang menyatakan sebagai berikut :

Pasal 156

(30)

pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 156a

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan :

a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

b. Dengan maksud agar orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikaan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sedangkan yang dimaksud Penodaan Agama dalam penjelasan pasal 156a KUHP adalah melarang kepada setiap orang supaya tidak menceritakan, mengajarkan atau mengusahakan dekungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama lain itu, secara sengaja di muka umum, sedang penafsiran dan kegiatan-kegiatan itu menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama tersebut.

Pasal 157

1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karana kejahatan semacam itu juga yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.

(31)

yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama lain itu, secara sengaja dimuka umum, sedang penafsiran dan kegiatan-kegiatab yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama tersebut dapat dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda empat ribu lima ratus rupiah.

Berkaitan tentang perumusan ketentuan Pasal 156, Pasal 156a, Pasal 157 KUHP yang bersifat umum, maka pada tahap penanganan kasus yang bersangkutan baik tahap penyelidikan/penyidikan oleh polisi, tahap penuntutan oleh penuntut umum, maupun tahap pemeriksaan dalam siding hingga putusannya oleh hakim memerlukan penafsiran. Hal ini menyangkut pemahaman atau pengetahuan bidang agama untuk menentukan kriteria suatu perbuatan bersifat menghina, menyalahgunaakan, atau menodai agama sehingga meruapakan tindak pidana terhadap kepentingan agama. Dengan begitu penting sekali peranan ahli di bidang agama untuk memberikan kesaksian/keterangannya pada setiap tahap pemeriksaan tersebut.

E. Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI)

Ahmadiyah adalah kelompok atau jemaat yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada 1889 di sebuah desa kecil yang bernama Qadian, Punjab, India. Di Indonesia, organisasi ini telah berbadan hukum dari Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-03-1953), dan bernama Jemaat Ahmadiyah Internasional.

(32)

jumlah keanggotaannya di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 150 juta orang. Menurut harian Republika (13/6/2008), sampai tahun 2001 yang telah berbaiat menjadi anggota Jemaat ini berjumlah 80 juta orang.

Pada 1914 Ahmadiyah pecah menjadi dua golongan yang satu berpusat di Qadian, dibawah pimpinan Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Putera almarhum Hazrat Mirza Ghukam Ahmad (sekarang berpusat di rabwah Pakistan). Dan satunya lagi berpusat di Lahore, Pakistan di bawah pimpinan Maulana Muhammad ali M.A. LL.B., sekretaris almarhum Hazrat Mirza Ghulam Ahmad.

Perpecahan terjadi karena timbulnya Perbedaan pendapat yang prinsipil. Golongan Ahmadiyah Qadian berpendapat bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang nabi dan beliaulah Ahmad yang diramalkan dalam Al-Qur’an Suci surah ash-Shaff (61) :6. Kaum Muslim yang tidak berbaiat kepada beliau dianggap kafir dan keluar dari Islam, sekalipun belum pernah mendengar nama beliau. Kelompok Qadian berpandangan, Ahmadiyah harus dipegang oleh seorang Khalifah yang memegang kekuasaan tertinggi.

(33)

Kedua kelompok Ahmadiyah tesebut, masing-masing mempunyai cabangnya di Indonesia, yang pertama (kelompok Qadian ) bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), dan yang kedua (kelompok Lahore) bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI). (Muchlis M. Hanafi ; 2011 : 1-3)

Pada tanggal 9 Juni 2008, pemerintah Indonesia, melalui surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri, member peringatan dan memerintahkan kepada anggota, penganut, dan anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) agar menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam. (Muchlis M. Hanafi ; 2011 :IX)

Berikut, isi SKB 3 Menteri yang banyak dipermasalahkan oleh berbagai kalangan: 1. Memberi peringatan dan memerintahkan untuk semua warga negara untuk tidak menceritakan, menafsirkan suatu agama di Indonesia yang menyimpang sesuai UU No 1 PNPS 1965 tentang pencegahan penodaan agama.

2. Memberi peringatan dan memerintahkan bagi seluruh penganut, pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam agar menghentikan semua kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran Agama Islam pada umumnya. Seperti pengakuaan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.

3. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada anggota atau pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan tersebut dapat dikenani saksi sesuai peraturan perundangan.

4. Memberi peringatan dan memerintahkan semua warga negara menjaga dan memelihara kehidupan umat beragama dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum terhadap penganut JAI.

5. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah dapat dikenakan sanksi sesuai perundangan yang berlaku.

6. Memerintahkan setiap pemerintah daerah agar melakukan pembinaan terhadap keputusan ini.

(34)

A. Pendekatan Masalah

Penelitian adalah merupakan proses mencari kebenaran secara sistematis dalam kurun waktu tertentu dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku. Untuk menerapkan metode ilmiah dalam praktek penelitian, maka diperlukan suatu desain penelitian. Metode penelitian menurut Nazir (1998 : 99) adalah “semua proses

yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian”.

(35)

Dengan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan empiris dapat diharapkan oleh penulis untuk memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas dan benar terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

B. Sumber dan Jenis Data

Menurut Arikunto (2006:129) yang dimaksud sumber data dalam penulisan adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.Data-data dalam pembahasan skripsi ini diperoleh melalui dua sumber data, yaitu:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian lapangan dengan menggunakan metode yang telah ditentukan. Data yang dimaksud diperoleh dari hasil wawancara di lapangan dengan pihak-pihak yang terkait dan menguasai permasalahan ini.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara membaca, mencatat bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Jenis data sekunder dalam penulisan skripsi terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat, yaitu :

1. Undang-undang Nomor 73 tahun 1956 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentangKitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

(36)

4. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 70 Tahun 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan, petunjuk pelaksanaan, serta peraturan pelaksanaan lainnya.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang fungsinya melengkapi dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder agar dapat menjadi lebih jelas, Literatur hikum seperti pendapat para sarjana dan ahli hukum,Website, Koran, Majalah, Kamus, Jurnal dan sebagainya.

C. Penentuan Populasi Dan Sampel

1. Penentuan Populasi

Populasi menurut Arikunto (2006:130) adalah jumlah keseluruhan objek penulisan. Populasi dapat berupa organisme, orang atau sekelompok orang, masyarakat organisasi, benda, objek, peristiwa atau laporan yang semuanya memiliki ciri dan harus didefinisikan secara spesifik dan tidak secara mendua

Dalam Penelitian ini, yang penulis jadikan populasi penelitian adalah aparat penegak hukum dan penegakan hukumnya.

2. Penentuan Sampel

(37)

sehingga sulit dijangkau oleh penulis, sulit dalam mengolah data, membutuhkan biaya yang besar serta waktu yang banyak.

Teknik yang digunakan oleh penulis adalah sample bertujuan atau purposive sample. Arikunto (2006:139) menjelaskan bahwa pengambilan sample dengan teknik ini didasarkan pada adanya tujuan tertentu, bukan pada strata, area, atau bukan random. Dalam teknik ini anggota sampel ditentukan berdasarkan pada ciri tertentu yang dianggap mempunyai hubungan erat dengan ciri populasi.

Adapun responden yang akan dijadikan sampel dalam membahas skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 Orang 2. Jaksa Kejaksaan Negeri Tanjung Karang : 1 Orang 3. Penyidik Poltabes Bandar Lampung : 1 Orang

4. Majelis Ulama Indonesia : 1 Orang

5. Akademisi IAIN (Dosen) : 1 Orang +

Jumlah : 5 Orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

(38)

a. Studi Kepustakaan(library research)

Studi kepustakaan yaitu untuk mengumpulkan data sekunder yang dilakukan dengan cara membaca, menelaah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

b. Studi Lapangan (field research)

Studi lapangan yaitu pengumpulan data primer yang dilakukan dengan cara mengadakan wawancara kepada beberapa nara sumber dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan.

2. Pengolahan Data

Dari keseluruhan data yang sudah terkumpul kemudian diperiksa kembali dengan maksud untuk mengetahui kelengkapan dan kejelasannya. Selanjutnya diadakan pengolahan data dengan menyusun data secara sistematis dan diklarifikasikan dengan pokok bahasan dalam rangka penyempurnaan data, sehingga memudahkan dalam menganalisis data.

E. Analisis Data

(39)

A. KESIMPULAN

Setelah dilakukan analisis atau pembahasan data dan informasi yang penulis dapatkan dari penelitian, maka sebagai penutup dari pembahasan terhadap permasalahan dalam skripsi ini, penulis mencoba menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pendapat Para Ahli Hukum Jemaat Ahmadiyah Indonesia dinyatakan melakukan suatu penodaan agama dimana diatur dalam Pasal 156a KUHP .

2. Ajaran Jemaat Ahmadiyah Indonesia menimbulkan pertentangan ajaran agama, dalam hal ini bertentangan dengan ajaran agama Islam. Pertentangan khususnya dalam hal ubudiyah (Ibadah), dan Penafsiran Al-qur’an. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penodaan agama dilakukan menggunakan dua cara yaitu tindakan preventif dan tindakan represif.

(40)

fungsionalisasi hukum pidana disebut dengan tahap-tahap eksekusi yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum secara kongkret oleh aparat-aparat penegak hukum. Adanya peraturan hukum tentang delik agama ini merupakan dasar hukum yang secara legal formal memberikan kewenangan kepada aparatur penegak hukum dan pemerintah untuk menindak segala bentuk kejahatan terhadap delik agama di Bandar lampung mengidentifikasikan tindakan preventif dan tindakan represif.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan dan uraian tersebut diatas maka saran dan masukan penulis antara lain :

1. Kepada anggota, penganut, dan pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) agar menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam.

2. Perlu adanya sikap pro aktif dari BAKOR PAKEM (Badan Koordinasi pengawas aliran kepercayaan masyarakat dan Keagamaan) sehingga perkara yang menyangkut tentang delik agama dapat dicegah terlebih dahulu. Seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1/Pnps Tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Terhadap Agama.

(41)
(42)

oleh

WINNI FERIANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(43)

(Skripsi)

oleh

WINNI FERIANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(44)

(SKRIPSI)

OLEH: WINNI FERIANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(45)

Andrisman, Tri. 2009.Hukum Pidana.Universitas Lampung. Bandar Lampung. Arief, Nawawi Barda. 1991. Upaya Non Penal Dalam Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan.Semarang : Makalah seminar Kriminologi UI. Hukum UNDIP.

Arief, Nawawi Barda. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung.

Arikunto, Suharsimi, 2006,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, P.T. Rineka Cipta, Jakarta.

Chazawi, Adami . 2009. Hukum Pidana Positif Penghinaan. ITS Press. Surabaya.

Departemen Pendidikan Nasional.2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Hamzah. A. 1993.Hukum Acara Pidana Indonesia. Arikha Media Cipta. Jakarta Hanafi, M. Muchlis. 2011.Menggugat Ahmadiyah.Lentera Hati. Tangerang. HD, Kaelany. 2000.Islam Iman dan Amal Saleh. Rineka Cipta. Jakarta.

Moeljatno. 2011.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara. Jakarta. Nazir, Moh., 2005,Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Hasan Masri & Tim. 2008. Bunga Rampai Ajaran Islam. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.

Praja, Juhaya S Dan Ahmad Syihabuddin.1993. Delik Agama Dalam Hukum Pidana Indonesia.Angkasa Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.Rajawali. Jakarta.

(46)

Undang-undang nomor 1/PNPS/1965 tentang pencegahan, penyalahgunaan dan/atau penodaan agama.

http://news.okezone.com/read/2011/02/11/337/423732/337/apa-saja-isi-skb-3-menteri.

http://www.voa-islam.com/news/citizens-jurnalism/2011/02/10/13268/kasus-ahmadiyah-bukan-soal-kebebasan-beragama-tapi-penodaan-agama/

(47)

DAFTAR ISI

B. Permasalahan Dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian... 5

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 6

E. Sistematika Penulisan... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Penegakan Hukum Pidana... 11

1. Pengertian Penegakan Hukum Pidana ... 11

2. Hukum Pidana Islam... 14

2. Tahap-Tahap Penegakan Hukum Pidana ... 17

B. Fungsi Hukum Pidana ... 19

C. Esensi-Esensi Pokok Ajaran Islam... 20

D. Penodaan Agama ... 24

1. Rumusan Agama ... 24

2. Tindak Pidana Penodaan Agama ... 25

3. PenyidikanTindak Pidana Penodaan Agama ... 27

E. Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Pendekatan Masalah... 32

B. Sumber Dan Jenis Data ... 33

C. Penentuan Populasi Dan Sampel... 34

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan data ... 35

(48)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Karakteristik Responden ... 37

C. Pendapat Para Ahli Hukum Mengenai Kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia ... 38

D. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penodaan Agama ... 43

BAB V PENUTUP... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 54

(49)

1. Tim Penguji

Ketua :Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H ………

Sekretaris/Anggota :Dr. Maroni, S.H., M.H ………

Penguji Utama :Tri Andrisman, S.H., M.H ...

2. Pejabat Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 19621109 198703 1 003

(50)

HUKUM PIDANA

Nama Mahasiswa :

Winni Feriana

No. Pokok Mahasiswa : 0812011309

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1.Komisi pembimbing

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H Dr. Maroni, S.H., M.H. NIP. 19620817 198703 2 003 NIP. 19600310 198703 1 002

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(51)

Hidup dengan sepenuhnya ikhlas dalam kebaikan

adalah persiapan bagi kehidupan abadi yang indah

dan mulia di surga nanti

(Mario Teguh)

Kegagalan adalah cara Tuhan untuk mengajarkan

kita tentang pantang menyerah, kesabaran, kerja

keras dan percaya diri

(52)

Kupersembahkan skripsi ini kepada :

Kedua Orang Tuaku,

Bapak Andi Suratno dan Ibu Wiwit Purwati yang

senantiasa memberikan doa, pengorbanan, kasih sayang serta

dukungan untuk keberhasilanku

Kedua kakak ku,

Niken Agustin dan Dory Sukma Wahyu Prabowo

(53)

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 9 Februari 1990, anak kedua dari dua bersaudara, buah cinta dari pasangan Bapak Andi Suratno dan Ibu Wiwit Purwati.

Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis, Sekolah Dasar Negeri 1 Metro Utara 1997-2002, Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Metro 2002-2005, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Metro 2005-2008.

(54)

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia ( JAI ) Ditinjau Dari Hukum Pidana”. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung. 2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum

Universitas Lampung dan selaku dosen pembimbing I atas bimbingan, arahan serta ide yang sangat bermanfaat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing II yang telah berkenan memberikan waktu, bimbingan dan saran selama penulisan skripsi ini.

4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku dosen pembahas I atas koreksinya yang telah memberikan perbaikan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Maya Shafira, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II atas koreksinya dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Siti Nurhasanah, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik atas bantuan dan bimbingan selama penulis menjalani aktivitas perkuliahan.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak memberikan ilmu, khusunya ilmu hukum kepada Penulis.

(55)

kakak ku Niken Agustin dan Dory Sukma Wahyu Prabowo, keponakanku Raiqa Sabia Prabowo dan Nayra Zavira Prabowo, terimakasih yang begitu besar atas doa yang selalu menyertai di setiap langkahku.

10. Sahabat-sahabat ku : Ria, Ressy, Windy, Ratih, Widya, Fely, Riani, terimakasih atas segala dukungan, bantuan serta kebahagiaan yang telah kalian berikan dari awal perkuliahan kita, semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus dan akan terus terjalin, serta Herman, S.An., terimakasih banyak atas segala doa, bantuan, dukungan dan kesabaran yang telah diberikan selama ini.

11. Keluarga KKN ku di Datar Bancong, Way kanan : Shofarani, Iramanda, Wira, Bukit, Topan, Nay, Sadam, David, Apri, Sofyan, Elfrida, Nina, Evi, Wanti, Garda, selama 40 hari KKN bersama kalian telah memberikan banyak pengalaman, suka duka dan beribu warna di kehidupan ini.

12. Teman-teman kost Yokohama, Kak bagus, Orin, Ayu, Angga, Mbak Ratih, Tiara, Mega, Lusi, terimakasih atas segala keceriaan yang selalu kalian berikan setiap hari.

13. Sahabat-sahabat Alumni SMAN 1 METRO, Dian, Farich, Rio, Rafika, Yogi dan semua alumni kelas IPA 1, tetap semangat karena kerja keras kita untuk meraih kesuksesan tidak akan pernah sia-sia.

14. Sahabat kecilku, Kartika Sari, Leni Fajar Susanti ( Almh ), Ajeng Wilis Valentina,Isa Mira, Fitriana Dewi, Meta Endimar dan Mustika Putri, persahabatan kita tidak akan pernah terpisah kecuali oleh maut yang telah ditakdirkan oleh Allah SWT.

(56)

Semoga semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih besar dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan bagi semua pembaca.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rangkaian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang Eigen Value Method sebagai Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Beasiswa Bidikmisi di UINSA

belajaran IPS yang aktif dan kreatif. Maka perlu ada perbaikan nilai dengan cara pembelajaran yang aktif agar seluruh siswa kelas 4 SD Negeri Kopeng 03 mendapat

Ključne besede: borza, delnice, teorija učinkovitega trga kapitala, analiza vrednostnih papirjev, temeljna analiza delnic, podcenjena delnica, precenjena delnica, tveganje,

menunjang aktifitas olahraga dalam rangka mencapai prestasi prima”. Selain itu, tinggi rendahnya keterampilan seseorang dalam bermain bolavoli juga dipengaruhi

Data hasil observasi aktivitas guru dalam penggunaan media permainan kartu kuartet pada siklus III: Aktivitas guru yang diamati pada siklus III secara keseluruhan

Pada pertemuan kedua kelas eksperimen, dalam kategori sedang siswa paham konsep persamaan linear satu variabel dengan bantuan alat peraga kartu persamaan, sebagian besar

Penundaan umur panen menyebabkan penurunan kadar P dalam buah okra, dan hasil ini memiliki kemiripan dengan hasil percobaan yang dilaporkan Mirdehghan dan Rahemi (2007)