• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah K3 Industri Sektor Informal USAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah K3 Industri Sektor Informal USAH"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah K3 Industri Sektor Informal "USAHA PEMBUATAN

PINTU,JENDELA DAN KUSEN"

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam dunia kerja dikenal sektor industri formal dan non formal. Sektor informal dan formal dibedakan karena ketidakberadaannya hubungan kerja atau kontrak kerja yang jelas. Pada umumnya sifat pekerjaan informal hanya berdasarkan perintah dan perolehan upah. Hubungan yang ada hanya sebatas majikan dan buruh (tenaga kerja), dengan minimnya perlindungan K3.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu perlindungan tenaga kerja di segala jenis kegiatan usaha, baik formal maupun informal. Kegiatan dan penerapan K3 terhadap tenaga kerja di sector formal, pada umumnya sudah diterapkan dengan baik. Sedangkan penerapan di sector informal belum diketahui dengan baik. Kegiatan pekerjaan dan tempat kerja sector informal sangat banyak dan belum diklasifikasikan atas jenis usaha , jenis pekerjaan, dan tempat kerja jika ditinjau dari ketiganya, tidak jauh berbeda.

Dalam makalah ini mencoba mengamati kegiatan K3 di sector informal dengan mengamati kondisi tempat kerja, alat pelindung diri, pengetahuan K3, dan faslitas kesehatan di kegiatan sector informal.

B. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

2. Untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja khususnya usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela.

3. Untuk mengetahui penggunaan APD di tempat kerja khususnya usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela.

4. Untuk mengetahui pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada industry usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela.

5. Untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada industri usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela.

(2)

Berdasarkan latar belakang dan tujuan diatas maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu ;

1. Bagaimana pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja?.

2. Bagaiamana kondisi lingkungan kerja khususnya pada usaha pembuat kusen,pintu dan jendela?.

3. Bagaimana penggunaan APD di tempat kerja khususnya pada usaha pembuat kusen,pintu dan jendela?.

4. Bagaimana pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada industry pembuat kusen,pintu dan jendela?.

5. Bagaiamana fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada industri pembuat kusen,pintu dan jendela?.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Lokasi 1. Sejarah Pendirian

Industri sektor informal yang diteliti yaitu industri mebel pembuatan pintu, jendela dan kusen. Industri ini terletak di Jl. Mustapa Dg.Bunga, No.1 Kel.Romang Polong, Kec.Somba Opu, Kab. Gowa. Pemilik atas nama Bapak Sudirman, didirikan pada bulan 5 tahun 2004 letaknya didekat rumah pemilik. Usaha ini didirikan karena adanya dorongan dari keluarga yang sudah lebih dulu menjalankan usaha ini. Pada awalnya hanya pemilik yang bertindak sebagai pekerja. Setahun kemudian mulailah ada pekerja yang direkrut. Luas tempat kerja 8x5 m2.

2. Tenaga Kerja

Orang yang bekerja sejak didirikannya hingga sekarang telah berganti. Untuk saat ini, Jumlah tenaga kerja di ditempat tersebut adalah 2 orang. Berdasarkan hasil wawancara mereka bekerja empat tahun yang lalu.

3. Proses Produksi

Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa (Assauri, 1995).

Menurut Ahyari (2002) proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah keguanaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada.

(3)

1. Penyediaan bahan

Bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan mebel tersebut diatas adalah kayu bayam dan kayu samarindah. Pencarian dan pemilihan bahan dilakukan sendiri oleh pemilik industri. Ada beberapa tempat penyediaan bahan yang sudah bekerja sama dengan pemilik industri.

Setelah bahan yang dibutuhkan didapatkan, selanjutnya pengangkutan bahan. Pengangkutan bahan ini dilakukan sendiri. Berdasarkan hasil wawancara pada saat pengangkutan sering dikeluhkan sakit pada bagian tangan dan punggung. Karena kayu tersebut diangkat sendiri ke atas mobil tanpa menggunakan alat pelindung diri. Setelah pengangkutan bahan, dan tiba di lokasi kerja bahan tersebut diturunkan ke tempat penyimpanan yang tidak jauh dari lokasi kerja. Dan penurunan bahan tersebut dilakukan kembali oleh pemiliknya sendiri. Keluhan yang sering dirasakan sama dengan ketika menaikkan bahan tersebut. Selain itu pemilik mengatakan bahwa bahan yang diturunkan dari mobil terkadang menyederai tangannya. Hal ini karena tidak menggunakan alat pelindung diri seperti handskun. Berdasarkan hasil wawancara, APD tidak digunakan karena menurutnya APD membuat dirinya repot. Selain itu keselamatan dan kesehatan kerjanya dianggap tidak penting karena selama bekerja menurutnya tidak terjadi apa-apa.

2. Penggeregajian

Alat yang digunakan untuk menggeregaji yaitu mesin scap. Proses ini bertujuan memotong bahan untuk menyesuaikan ukuran yang dibutuhkan untuk pembuatan kusen, jendela dan pintu. Proses dilakukan oleh tenaga kerja di tempat tersebut dalam keadaan berdiri ataupun jongkok. Dari hasil wawancara tidak ada keluhan apapun yang dirasakan. Meskipun dari proses ini potensi yang dapat terjadi yaitu debu dari bahan yang digeregaji namun tenaga kerja meminimalasir bahaya kesehatan yang ada dengan menggunakan masker. suara dari alat tersebut juga menimbulkan kebisingan. Namun menurutnya suara tersebut tidak mengganggu dirinya.

3. Pengetaman

Bahan yang sudah digeregaji selanjutnya diketam dengan menggunakan ketam meja. Alat ini bertujuan untuk menghaluskan bahan. Posisi ketika mengetam yaitu berdiri atau jongkok. Potensi yang mungkin terjadi yaitu Cedera di tangan, debu dari hasil ketaman, dan suara bising dari alat.

4. Pemakuan

(4)

yaitu membungkuk atau jonkok. Potensi bahaya yang mungkin terjadi yaitu cedera pada tangan ketika pemakuan jika tidak dilakukan dengan hati-hati.

5. Pemerataan

Setelah pemakuan dilakukan pemerataan dengan menggunakan ketam listrik. Proses ini bertujuan untuk meratakan setiap sudut yang telah dimodel. Posisi ketika pemeraataan yaitu membungkuk. Potensi bahaya yang mungkin terjadi yaitu debu hasil pemerataan dan suara bising yang ditimbulkan oleh mesin pemerataan.

6. Profil

Proses ini bertujuan untuk memperindah setiap sudut yang telah dibentuk. Posisi ketika melakukan profil yaitu membungkuk. Alat tersebut juga mengasilkan debu yang dapat memepengaruhi kesehatan pekerja.

7. Pengantaran

Proses ini dilakukan oleh pemilik usaha untuk mengantarkan pesanan ke tempat tujuan. Pesanan tersebut dturunkan sendiri oleh pengantar.

B. Tinjauan Umum Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja 1. Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja

Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi alam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha- usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan–gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.

Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut : a. Sasarannya adalah manusia

b. Bersifat medis.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993). Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :

(5)

Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam ; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.

2. Tujuan kesehatan dan keselamatan kerja

Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990):

a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.

b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.

Dalam UU No. 1 tahun 1970 dinyatakan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja untuk : a. mencegah dan mengurangi kecelakaan

b. mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan

d. memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya

e. memberikan pertolongan pada waktu kecelakaan

f. memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja

g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, gas, hembusan

h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan

i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup l. memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban

m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya

n. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang

o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan p. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya

q. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamatan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaan menjadi bertambah tinggi.

3. Kecelakaan kerja

(6)

korban manusia dan atau harta benda. Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes). a. Penyebab Dasar

1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :

a) kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis

b) kurangnya/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian. c) stress

d) motivasi yang tidak cukup/salah

2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena : a) tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan b) tidak cukup rekayasa (engineering)

c) tidak cukup pembelian/pengadaan barang d) tidak cukup perawatan (maintenance)

e) tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan barang-barang/ f) tidak cukup standard-standard kerja

g) penyalahgunaan b. Penyebab Langsung

1. Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :

a) Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat. b) Bahan, alat-alat/peralatan rusak

c) Terlalu sesak/sempit

d) Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai e) Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan

f) Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk

g) Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll h) Bising

i) Paparan radiasi

j) Ventilasi dan penerangan yang kurang

2. Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003):

(7)

c) Gagal untuk mengamankan.

d) Bekerja dengan kecepatan yang salah.

e) Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi. f) Memindahkan alat-alat keselamatan.

g) Menggunakan alat yang rusak.

h) Menggunakan alat dengan cara yang salah.

i) Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.

4. Ergonomi

Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimal mungkin. Di beberapa negara Ergonomi diistilahkan Arbeitswissenschaft (Jerman), Biotechnology (Skandinavia), Human (factor) Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. (Budiono, Sugeng, 2003).

Penerapan ergonomi/ruang lingkup ergonomi meliputi (Setyaningsih, Yuliani, 2002) ; a. Pembebanan kerja fisik

Beban fisik yang dibenarkan umumnya tidak melebihi 30-40% kemampuan maksimum seorang pekerja dalam waktu 8 jam sehari. Untuk mengukur kemampuan kerja maksimum digunakan pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 kali per menit di atas denyut nadi sebelum bekerja. Di Indonesia beban fisik untuk mengangkat dan mengangkut yang dilakukan seorang pekerja dianjurkan agar tidak melebihi dari 40 kg setiap kali mengangkat atau mengangkut.

b. Sikap tubuh dalam bekerja

Sikap pekerjaan harus selalu diupayakan agar merupakan sikap ergonomik. Sikap yang tidak alamiah harus dihindari dan jika hal ini tidak mungkin dilaksanakan harus diusahakan agar beban statis menjadi sekecil-kecilnya. Untuk membantu tercapainya sikap tubuh yang ergonomik sering diperlukan pula tempat duduk dan meja kerja yang kriterianya disesuaikan dengan ukuran anthropometri pekerja. Ukuran anthropometri tubuh yang penting dalam ergonomi adalah :

1) Berdiri

a) Tinggi badan berdiri b) Tinggi bahu

(8)

d) Tinggi pinggul e) Depa

f) Panjang lengan 2) Duduk

a) Tinggi duduk b) Panjang lengan atas

c) Panjang lengan bawah dan tangan

d) Jarak lekuk lutut sampai dengan garis punggung e) Jarak lekuk lutut sampai dengan telapak

3) Keadaan bekerja sambil berdiri, mempunyai kriteria :

a) Tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.

b) Pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang digunakan 10-20 cm lebih tinggi dari siku.

c) Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja 10-20 cm lebih rendah dari siku.

c. Mengangkat dan mengangkut

Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses mengangkat dan mengangkut adalah beratnya beban, intensitas, jarak yang harus ditempuh, lingkungan kerja, ketrampilan dan peralatan yang digunakan. Untuk efisiensi dan kenyamanan kerja perlu dihindari manusia sebagai “alat utama” untuk mengangkat dan mengangkut.

d. Sistem manusia – mesin

Penyesuaian manusia-mesin sangat membantu dalam menciptakan kenyamanan dan efisiensi kerja. Perencanaan sistem ini dimulai sejak tahap awal dengan memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia dan mesin yang digunakan interaksi manusia-mesin memerlukan beberapa hal khusus yang diperhatikan, misalnya :

1) adanya informasi yang komunikatif 2) tombol dan alat pengendali baik

3) perlu standard pengukuran anthropometri yang sesuai untuk pekerjaannya. e. Kebutuhan kalori

(9)

1) Pekerja Pria

a) Pekerjaan ringan : 2400 kal/hari b) Pekerjaan sedang ; 2600 kal/hari c) Pekerjaan berat : 3000 kal/hari 2) Pekerja Wanita

a) Pekerjaan ringan : 2000 kal/hari b) Pekerjaan sedang ; 2400 kal/hari c) Pekerjaan berat : 2600 kal/hari

f. Pengorganisasian kerja

Pengorganisasian kerja berhubungan dengan waktu kerja, saat istirahat, pengaturan waktu kerja gilir (shift) dari periode saat bekerja yang disesuaikan dengan irama faal tubuh manusia. Waktu kerja dalam 1 hari antara 6-8 jam. Dengan waktu istirahat ½ jam sesudah 4 jam bekerja. Perlu juga diperhatikan waktu makan dan beribadah. Termasuk juga di dalamnya terciptanya kerjasama antar pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan serta pencegahan pekerjaan yang berulang (repetitive).

g. Lingkungan kerja

Dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja berbagai faktor lingkungan kerja sangat berpengaruh. Berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh misalnya suhu yang nyaman untuk bekerja adalah 24-26O C.

h. Olahraga dan kesegaran jasmani

Kegiatan olahraga dan pembinaan kesegaran jasmani dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, tes kesehatan sebelum bekerja/tes kesegaran jasmani perlu dilakukan sebagai tahap seleksi karyawan.

i. Musik dan dekorasi

Musik dapat meningkatkan kegairahan dan produktivitas kerja dengan mempertimbangkan jenis, saat, lama dan sifat pekerjaan. Dekorasi dan pengaturan warna dapat memberikan kesan jarak, kejiwaan dan suhu. Misalnya :

a) biru ; jarak jauh dan sejuk b) hijau ; menyegarkan

(10)

Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan. Sebab-sebab kelelahan diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja yang berlebihan, lingkungan kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi kurang.

C. Tinjauan Umum Pembuatan Kusen,Pintu dan Jendela

Sektor informal adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan yang tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job security), tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Sedangkan ciri-ciri kegiatan-kegiatan informal adalah mudah masuk, artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang kompetitif. Contoh dari jenis kegiatan sektor informal antara lain pedagang kaki lima (PKL), becak, penata parkir, pengamen dan anak jalanan, pedagang pasar, buruh tani dan lainnya. ( fatmawati,2012).

Kusen adalah bagian yang sama penting dari sebuah rumah tinggal atau gedung. Kusen pintu merupakan bingkai tempat "bergantung" sang pintu dan juga berfungsi sebagai "rumah" bagi perangkat kunci si alat pengaman. Begitu juga dengan kusen jendela. Tidak hanya di kawasan tropis seperti Indonesia, juga di sebagian besar belahan Bumi ini, umumnya rumah tinggal menggunakan kusen yang seperti halnya daun pintu itu sendiri-terbuat dari material kayu. Selain dapat beradaptasi terhadap berbagai macam cuaca, material kayu sangat memenuhi persyaratan artistik karena mudah dibentuk bermacam model yang variatif.

Proses pembuatannya melalui beberapa tahap yaitu mulai dari pemilihan jenis kayu yang dibutuhkan, kemudian mengantarkan kayu ke lokasi pembuatan, penggeregajian, pengetaman, pemakuan, pemerataan, profil, kemudian sampai pada tahap akhir yaitu mengantarkannya ketempat pemesanan. Dalam proses tersebut tanpa pekerja sadari, berpotensi terhadap kesehatan dan keselamatan kerjanya.

BAB III

PEMBAHASAN

(11)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya.Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pengetahuan tentang K3.

Dari hasil wawancara baik dari pemilik usaha dan pekerja mengatakan bahwa tidak pernah mendengar tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun demikian mereka berpendapat bahwa “kesehatan dan keselamatan kerja adalah bagaimana agar kita terhindar dari penyakit akibat bekerja”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka mengetahui tujuan kesehatan dan keselamatan kerja meskipun tidak pernah mendengarnya. Pendapat tersebut sesuai dengan tujuan K3 menurut Rachman,1990 yaitu agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.

B. Kondisi Lingkungan Kerja

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, dapat diklasifikasikan potensi bahaya dari usaha pembuatan pintu, kusen dan jendela ini berdasarkan lingkungan kerjanya.

1. Potensial Hazard Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik meliputi keadaan fisik seperti kebisingan, radiasi, getaran, iklim (cuaca ) kerja, tekanan udara, penerangan, bau-bauan serta hal-hal yang berhubungan di tempat kerja. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan potensial hazard lingkungan fisik dari usaha pembuatan pintu, jendela dan kusen yaitu kebisingan, cahaya, dan debu.

a. Kebisingan

Kebisingan adalah semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmennaker, 1999). Sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 adalah 85 desi Bell A( dBA ), untuk waktu pemajanan 8 jam perhari. Dan untuk kebisingan lebih dari 140 dBA walaupun sesaat pemajanan tidak diperkenankan.

Suara bising yang terdapat dalam proses pembuatan pintu, jendela dan kusen berasal dari peralatan yang digunakan, seperti mesin penggeregajian, mesin pengetaman, ketam tangan listrik dan profil, Namun, dari hasil wawancara yang telah dilakukan suara bising dari mesin tersebut menurutnya tidak menganggu pengerjaanya karena telah terbiasa. Dan selama bekerja menurutnya tidak ada kelainan pada alat pendengaran. Meskipun, pada saat pengamatan suara yang dikeluarkan dari alat tersebut cukup bising yang akan mempengaruhi kesehatan apabila melewati nilai ambang batas.

b. Pencahayaan

(12)

memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi :

1) Pencahayaan alami

Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai.Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari.

2) Pencahayaan buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut:

a) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat.

b) Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman.

c) Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja.

d) Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang.

e) Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi.

Untuk pembuatan pintu, jendela dan kusen dibutuhkan paling sedikit mepunyai penerangan 200 luks. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan usaha ini menggunakan 2 sumber penerangan yaitu pencahayaan alami yang digunakan pada siang hari dan pencahayaan buatan yang digunakan pada malam hari.

c. Debu

Debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu adalah zat padat yang berukuran 0,1 – 25 mikron. Debu termasuk kedalam golongan partikulat. Yang dimaksud dengan partikulat adalah zat padat/cair yang halus, dan tersuspensi diudara, misalnya embun, debu, asap, fumes dan fog. (putraprabu.wordpress.com)

(13)

2. Potensial Hazard Lingkungan Fisiologis

Potensial hazard lingkungan fisiologis dari usaha pembuatan kusen,pintu dan jendela adalah egonomi. Ergonomi disebut sebagai human factor yang berarti menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras berkaitan dengan mesin (perkakas kerja/tools, alat peraga/display, conveyor dan lain-lain) sedangkan perangkat lunak lebih berkaitan dengan sistem kerjanya seperti penentuan jumlah istirahat, pemilihan jadwal pergantian shift kerja, rotasi pekerjaan, prosedur kerja dan lain-lain.

Dalam kaitannya dengan pembuatan pintu, jendela dan kusen, ergonomic juga mempunyai peranan penting. Ini dapat dilihat dari kesesuaian posisi pada saat bekerja. Berdasarkan hasil wawancara, pada saat pesanan banyak menuntut pekerja untuk bekerja lebih dari hari biasanya. Menurutnya keadaan tersebut membuatnya merasa lelah ketika berdiri lama pada saat pengetaman. Namun, jika hal itu dialami maka pekerja langsung berstirahat. Dan melanjutkan pekerjaanya setelah merasa membaik. Menurut informan dalam pengerjaannya tidak ada waktu yang menentu. Tergantung dari banyaknya pesanan. Jika pesanan banyak maka, pekerja dapat bekerja hingga larut malam.

C. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.( http://id.wikipedia.org/wiki/Alatpelindungdiri).

Dalam usaha pembuatan pintu, jendela, dan kusen ini, penggunaan alat pelindung diri masih perlu ditingkatkan. Pekerja hanya menggunakan masker karena menurutnya hanya debu yang berbahaya bagi dirinya. Sementara kebisingan hanya dianggap hal yang biasa sehingga tidak digunakan APD seperti ear plug atau ear mup (sumbat telinga). Selain itu pada saat pangangkatan bahan seharusnya menggunakan sarung tangan untuk mengurangi bahaya yang dapat menyederai tangan. Karena menurut informan terkadang bahan atau kayu yang diangkat meyederai tangannya. Namun hal tersebut menurtnya biasa saja. Bahkan menurutnya jika menggunakan APD membuatnya repot.

D. Pencegahan / Pengendalian Kecelakaan Kerja dan PAK

(14)

E. Fasilitas Kesehatan

Usaha ini tidak memiliki fasilitas kesehatan. Untuk menangani jika terjadi kecelakaan kerja di tempat ini, pekerja langsung di bawa ke puskesmas. Biaya penanganan dan penanggulangan kesehatan bila ada kecelakaan ditanggung oleh pemilik usaha.

Fasilitas yang ada pada tempat tersebut yaitu Terdapat tempat peristirahatan, kamar, dan kamar mandi dengan air bersih yang memadai, dan air minum yang cukup.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di industri nonformal khususnya di industri pembuatan kusen,pintu, dan jendela dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ;

1. Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki pemilik dan tenaga kerja masih minim. Hal ini karena mereka tidak pernah mendengar tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

2. Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa potensial bahaya bagi keselamatan kerja. Seperti ; potensial hazard lingkungan fisik ( kebisingan, pencahayaan, dan debu ), potensial hazard lingkungan fisiologis ( ergonomi ). Tidak ada potensial hazard lingkungan kimi,biologi dan psikologi ( stress kerja )

3. Pada penggunaan Alat Pelindung Diri, pekerja sudah menggunakan masker untuk mencegah debu memasuki saluran pernapasan. Namun masih perlu ditingkatkan karena pada lingkungan kerja itu, tidak hanya debu yang berbahaya bagi kesehatan namun, kebisingan dan saat pengangkatan kayupun berpotensi membahyakan keselamatan kerja. Walaupun tidak semua sumber bahaya diproteksi tapi setidaknya sudah ada upaya preventif yang dilakukan. 4. Pencegahan / pengendaliaan kecelakaan kerja di tempat ini yaitu beristirahat jika merasakan

kelelahan. Dan sering berolahraga pada pagi hari selain itu makanan yang dikonsumsi menurutnya harus disesuaikan dengan pekerjaannya.

5. Fasilitas yang ada pada tempat tersebut yaitu Terdapat tempat peristirahatan, kamar, dan kamar mandi dengan air bersih yang memadai, dan air minum yang cukup.

B. Saran

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2012. Pengertian Dan Proses Produksi. Di akses dari: http// Yprawira.wordpress.co m. Pada tanggal 30 Maret 2012.

Mohamad yani.2006.Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Sektor Informal. Di akses dari: http//repository.ipb.ac.pdf. Pada tanggal 30 Maret 2012.

Putra Prabu.2008. Dampak Partikulat Terhadap Kesehatan. Di akses dari: http// putraprabu.wordpress.com. Pada tanggal 30 Maret 2012.

Ragil setiyabudi, SKM.2010.Kesehatan dan keselamatan kerja di lingkungan industri. Di akses dari: http// thebachtiar.wordpress.com. Pada tanggal 30 maret 2012.

Zein Property.2011.Kusen Pintu dan Jendela; Pembuatan, Pemasangan dan Finishing. Di akses dari: http//Depeloverdankontraktor.blogspot.com. Pada tanggal 30 Maret 2012.

oleh Andi Ismawati

(16)

Makalah K3 Industri Sektor Informal "Pedagang Gorengan"

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan industri di Indonesia semakin berkembang pesat juga.Tidak hanya industri formal tapi perkembangan industry informal juga semakin berkembang pesat. Bertolak dari perkembangangan industry penerapan kesehatan dan keselamatan kerja juga harus menjadi perhatian.

Namun dalam penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di industri formal jauh lebih baik dibanding industri nonformal. Dalam sektor formal institusinya jelas yaitu institusi formal, ada perjanjian ketenagakerjaan serta program perlindungan K3 sudah ada dan diterapkan. Sedangkan industry nonformal masih jauh dari yang diharapkan.

Menyadari pentingnya K3 bagi semua orang di manapun berada maupun bekerja, serta adanya persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan di era globalisasi ini maka mau tidak mau upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja harus menjadi prioritas dan komitmen semua pihak baik pemerintah maupun swasta dari tingkat pimpinan sampai ke seluruh karyawan dalam manajemen perusahaan. Dengan tingkat kesehatan dan keselamatan kerja yang baik jelas mangkir kerja karena sakit akan menurun, biaya pengobatan dan perawatan akan menurun, kerugian akibat kecelakaan akan berkurang, tenaga kerja akan mampu bekerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, keuntungan akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan karyawan maupun pemberi kerja akan meningkat. Untuk itu berbagai upaya hendaknya dilakukan untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk juga penelitian-penelitian dari perguruan tinggi guna mencari solusi terbaik untuk memperbaikinya.

Oleh karna jumlah penjual gorengan terutama di kota Makassar ini yang hanya bekerja dimalam hari membuatku tertarik untuk melakukan penilaian terhadap pontensial bahaya yang ada pada lingkungan kerja tersebut.

(17)

dalam bekerja baik itu ringan, sedang maupun berat. Selama ini banyak pekerja sektor informal belum mendapat perlindungan dan jaminan hidup layak saat dalam bekerja.

B. TUJUAN PENULISAN

 Untuk mengetahui faktor risiko pada usaha gorengan

 Untuk mengetahui pengendalian faktor resiko pada usaha tersebut dan APD yang digunakan  Untuk mengetahui pengetahuan pemilik usaha gorengan tentang K3

 Untuk mengetahui falisitas kesehatan yang di disediakan pada usaha gorengan

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah Bagaimana gambaran lingkungan kerja serta potensi hazard di penjual gorengan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. GAMBARAN LOKASI

Usaha gorengan milik Bapak Jamal berada di Jalan Paccerakkang, Daya Makassar Sulawesi Selatan. Tempat usahanya berupa gerobak sederhana dengan berbagai jenis gorengan yang siap makan, dengan peralatan sederhana, seperti kompor gas, baskom berisi bahan-bahan gorengan. 1. Sejarah Pendirian

Sesuai dengan kebutuhan manusia sehari-hari, makanan merupakan salah satu kebutuhan primer. Karena semakin berkembangnya zaman, permintaan terhadap makanan semakin banyak, khususnya makanan cepat saji. Bertolak dari hal itu, maka usaha pedagang makanan semakin berkembang pula. Walaupun usaha ini masih bertahap industri rumahan, tetapi banyak juga yang mencoba peruntungan dalam usaha menjual gorengan.

Adapun sejarah berdirinya, usaha ini (gorengan) mulai dijalankan pada tahun 2011. Berawal dari coba-coba dengan modal seadanya, namun seiring berjalannya waktu langganan semakin banyak sehingga usaha ini masih bisa bertahan sampai sekarang.

Lokasi dari pedagang gorengan ini cukup strategis karena berada di tepi jalan raya. Selain itu, akses transportasi juga cukup lancar. Para pembeli dapat langsung membeli gorengan, saat mereka melintas di Jalan Paccerakkang tersebut.

(18)

Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara yang telah dilakukan, jumlah tenaga kerja dari usaha ini hanya dua orang yaitu pemilik usaha itu sendiri bersama dengan Ibu Ika, istrinya.

Ketentuan jam kerja pada usaha ini tidak menentu tergantung dari lakunya jualan . Namun, berdasarkan hasil wawancara rata-rata jam kerjanya yaitu tak lebih dari 8 jam kerja setiap hari. Buka dari pukul 17.00 sore.

2. Proses Produksi a. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk, ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan bahan-bahan lainnya. Jadi, bahan baku ini dapat disebut sebagai bahan utama. Adapun bahan baku yang digunakan adalah sebagai berikut :

 Sayuran, meliputi kol, wortel.  Tahu dan tempe

 Pisang (untuk pisang molen)  Tepung terigu

b. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan ditambahkan kedalam proses pembuatan produk dalam rangka meningkatkan mutu produk yang mana komponennya merupakan bagian dari produk akhir. Bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

 Minyak goreng;.

c. Uraian Proses Produksi

Proses produksi adalah metode atau teknik untuk membuat suatu barang atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga kerja, mesin, bahan baku, bahan tambahan dan dana yang ada.Sedangkan proses adalah suatu cara, metode dan teknik bagaimana mengubah sumber daya (material, tenaga kerja, mesin, dana dan metode) yang ada untuk memperoleh hasil. Sedangkan untuk produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Dari definisi diatas maka dapat dibuat kesimpulan bahwa proses produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya material, tenaga kerja, mesin, dana, dan metode yang ada.

Jenis-jenis produksi sangat banyak, tergantung dari metode, dan cara yang digunakan untuk menghasilkan produk. Namun secara garis besar dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu : 1. Proses produksi yang terus menerus (Continue)

(19)

Dalam aktivitas produksinya sehari-hari usaha gorengan menggunakan jenis proses produksi yang terputus-putus Intermittent. Hal ini dikarenakan kegiatan produksi dari usaha tersebut berlangsung untuk memenuhi permintaan atau pesanan dari konsumen/ pembeli.

Secara umum, proses produksi pada pedagang gorengan adalah : 1. Memotong-motong bahan ;

2. Mencampur dengan bumbu; 3. Di goreng.

a. Tinjauan Umum

Dan saat kecelakaan kerja (work accident) terjadi, seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian (loss). Karena itu sebisa mungkin dan sedini mungkin, kecelakaan/ POTENSIAL kecelakaan kerja harus dicegah/ dihilangkan, atau setidak-tidaknya dikurangi dampaknya. Penanganan masalah keselamatan kerja di dalam sebuah perusahaan harus dilakukan secara serius oleh seluruh komponen pelaku usaha, tidak bisa secara parsial dan diperlakukan sebagai bahasan-bahasan marginal dalam perusahaan. Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut:

1. Kelelahan (fatigue)

2. Kondisi tempat kerja (enviromental aspects) dan pekerjaan yang tidak aman (unsafe working condition)

3. Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya (pre-cause) adalah kurangnya training

4. Karakteristik pekerjaan itu sendiri.

Aktifitas, situasi, kondisi, kejadian, gejala, proses, material, dan segala sesuatu yang ada di tempat kerja/ berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi/ berPOTENSIALmenjadi sumber kecelakaan/ cedera/ penyakit/ dan kematian disebut dengan Bahaya/ Risiko. Secara garis besar, bahaya/ risiko dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Bahaya/ risiko lingkungan

Termasuk di dalamnya adalah bahaya-bahaya biologi, kimia, ruang kerja, suhu, kualitas udara, kebisingan, panas/ termal, cahaya dan pencahayaan. dll.

2. Bahaya/ risiko pekerjaan/ tugas

Misalnya: pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan secara manual, peralatan dan perlengkapan dalam pekerjaan, getaran, faktor ergonomi, bahan/ material kerja

3. Bahaya/ risiko manusia

(20)

pelatihan, dsb Berdasarkan "derajad keparahannya", bahaya-bahaya di atas dibagi ke dalam empat kelas, yaitu:

1. Extreme risk 2. High risk 3. Moderate risk 4. Low risk

Dalam manajemen bahaya (hazard management) dikenal lima prinsip pengendalian bahaya yang bisa digunakan secara bertingkat/ bersama-sama untuk mengurangi/ menghilangkan tingkat bahaya, yaitu:

a. Penggantian/ substitution atau yang dikenal sebagai engineering control. b. Eliminasi

c. Pengendalian teknis / rekayasa mesin

d. Pengendalian administratif/ administrative controls

e. Perlengkapan perlindungan personnel/ Personnel Protective Equipment/ PPE

Istilah ergonomic berasal dari bshasa latin yaitu Ergon(kerja) dan Nomos(hokum alam)

Ergonomic adalah satu ilmu yang peduli akan adanya keserasian manusia dengan pekerjanya . ergonomic bertujuan membuat pekerjaan, peralatan, informasi, dan lingkkungan yang serasi satu sama lainnya. (Agus Wibisono. 2011)

b. Tinjauan Khusus

Selama ini banyak pekerja sektor informal yang belum mendapat perlindungan dan jaminan hidup layak saat dalam bekerja. Ketika mengalami kecelakaan saat bekerja, si pekerja informal menanggung sendiri biaya berobat. Keselamatan raga maupun jiwa mereka

tak ada yang menjamin.

(21)

kerja. Angka ini menurun dibanding sepuluh tahun yang lalu, karena sudah banyak yang beralih ke tenaga kontrak.

Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimal mungkin. Di beberapa negara Ergonomi diistilahkan Arbeitswissenschaft (Jerman), Biotechnology (Skandinavia), Human (faktor) Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. (Budiono, Sugeng, 2003)

Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan. Sebab-sebab kelelahan diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja yang berlebihan, lingkungan kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi kurang.

Pedagang gorengan adalah salah satu jenis pedagang makanan siap saji yang digoreng. Dalam usaha gorengan ini terdapat resiko dan bahaya bagi pekerjanya. Bahaya (Hazard) adalah sesuatu yang berpotensi menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup substansi, prose kerja, dan atau aspek lainnya dari lingkungan kerja.

BAB III PEMBAHASAN

A. PENGETAHUAN TENTANG K3

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa informan mempunyai sedikit pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.Tapi cenderung tidak mengaplikasikan, karena faktor kebiasaan.

B. KONDISI LINGKUNGAN KERJA

1. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN FISIK

Faktor fisik yang terdapat pada usaha gorengan yaitu suhu yang panas dari penggorengan 2. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN KIMIA

Api yang berpotensi untuk mengakibatkan luka bakar dan juga minyak akan membuat lingkungan kerja jadi licin. Dan minyak panas pada penggorengan akan menyebabkan tangan melepuh.

3. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN FISIOLOGI

Tidak ergonomis. Karena selama mereka bekerja mereka terus saja berdiri. 4. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN BIOLOGI

Karena posisi usaha gorengan berada di pinggir jalan, debu akibat asap kendaraan dan debu-debu lainnya dapat hinggap pada jajanan tersebut.

(22)

Pengelolah usaha gorengan itu sama sekali tidak menggunakan alat pelindung diri karena menurutnya hanya dapat memperlambat pekerjaanya dan mereka jadi terganggu dalam mengerjakan tugasnya. APD yang harus digunakan pada usaha gorengan ini adalah menggunakan penjepit ketika masukkan adonan kedalam penggorengan. Penggunaan celemek dan penutup kepala juga dapat digunakan untuk menghindari cipratan minyak panas pada kepala dan tubuh.

D. PENGENDALIAN KECELAKAAN KERJA DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA

Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yaitu :

1. Membersihkan lantai atau permukaan lingkungan kerja yang terkena minyak ketika hendak membereskan jualan dan penggunaan alas kaki untuk mencegah pedagang tergelincir; 2. Menggunakan penjepit ketika memasukan adonan kedalam penggorengan

3. Hygiene pribadi juga harus diperhatikan oleh penjamah makanan, seperti, tidak membiarkan kuku panjang, agar tidak ada kuman yang terkontaminasi dengan kuku;

4. Jika tidak ada pembeli, istirahatlah dengan kata lain duduk.

E. FASILITAS KESEHATAN

Oleh karena usaha tersebut adalah usaha kecil jadi tidak ada fasilitas khusus yang menjamin keamanan hidupnya. Jika terjadi kecelakaan, mereka sendiri yang melakukan pertolongan pertama jika tidak sembuh barulah mereka ke puskesmas atau rumah sakit. Bahkan di tempat kerjanya tidak tersedia kotak P3K. Dengan demikian jika terjadi kecelakaan kerja mereka hanya melakukan tindakan pertolongan pertama sesuia pengetahuan yang mereka miliki.

BAB IV PENUTUP

1. KESIMPULAN

(23)

 Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut: 1. Kelelahan (fatigue)

2. Kondisi tempat kerja (enviromental aspects) dan pekerjaan yang tidak aman (unsafe working condition)

3. Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya (pre-cause) adalah kurangnya training

4. Karakteristik pekerjaan itu sendiri.

 Mengenai fasilitas kesehatan bisa dikatakan tidak ada bahkan kotak P3K 2. SARAN

Bagi pengusaha gorengan di harapkan membiasan menggunakan alat pelindung diri agar mengurangi lecet atau kecelakaan pada saat memasukkan adonan dan posisi pada saat kerja harus diperhatikan kenyamanan dan keamanannya bagi tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

 Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja. Jakarta : dian rakyat

 Suardi, Rudi. 2007. Sistem manajemen dan kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : PPM  Subaris, Heru. 2007. Hygiene Lingkungan Kerja. Jogjakarta : Mitra Cendikia Press

Oleh St. Hardianty Salam (70200109080)

Diposkan oleh Kesehatan Masyarakat UIN Alauddin di 06.17

Makalah K3 Industri Sektor Informal "Pedagang Martabak"

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

(24)

dan sering dilupakan dalam sensus resmi, serta merupakan kesempatan kerja yang persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan-aturan hukum.

Agar tetap dapat bertahan hidup ( survive ), para migran yang tinggal dikota melakukan aktifitas-aktifitas informal (baik yang sah dan tidak sah) sebagai sumber mata pencaharian mereka. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan daripada menjadi pengangguran yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan tetapi rendah dan tidak tetap.

Belum ada pembagian yang jelas antara jenis dan tempat kerja dari kegiatan pekerjaan formal dan informal. Sementara ini sekotr informal dan formal dibedakan karena ketidakberadaannya hubllngan kerja atau kontrak kerja yang jelas. Pada umumnya sifat pekerjaan informal hanya berdasarkan perintah dan perolehan upah. Hubungan yang ada hanya sebatas majikan dan buruh (tenaga kerja), dengan minimnya perlindungan K3.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu perlindungan tenaga kerja di segala jenis kegiatan usaha, baik formal maupun informal. Kegiatan dan penerapan K3 terhadap tenaga kerja di sector formal, pada umumnya sudah diterapkan dengan baik. Sedangkan penerapan di sector informal belum diketahui dengan baik. Kegiatan pekerjaan dan tempat kerja sector informal sangat banyak dan belum diklasifikasikan atas jenis usaha , jenis pekerjaan, dan tempat kerja Bila ditinjau dari ketiganya, nampaknya tidak jauh berbeda. Namun bila dilihat kondisi tempat kerja dan K3 nya sangat berbeda (sangat berbeda). Secara langsung maupun tidak langsung aktivitas kerja secara manual apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan menimbulkan kecelakaan kerja.

B. TUJUAN

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja. 2. Untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja khususnya pedagang martabak

3. Untuk mengetahui penggunaan APD di tempat kerja khususnya pedagang martabak.

4. Untuk mengetahui pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada pedagang martabak.

5. Untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada pedagang martabak

C. RUMUSAN MASALAH

(25)

1. Bagaimana pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja?. 2. Bagaiamana kondisi lingkungan kerja khususnya pedagang martabak?.

3. Bagaimana penggunaan APD di tempat kerja khususnya pedagang martabak?.

4. Bagaimana pengendalian / pencecegahan kecelakaan kerja khususnya pada pedagang martabak?.

5. Bagaiamana fasilitas kesehatan yang ada di tempat kerja khususnya pada pedagang martabak?.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. GAMBARAN LOKASI

Usaha Martabak “Gudang Rasa’ berada di Jalan Paccerakkang, Daya Makassar Sulawesi Selatan. Tempat usahanya berupa gerobak sederhana dengan berbagai jenis bahan pembuat martabak dan peralatan menggoreng seperti kompor dan penggorengan.

1. Sejarah Pendirian

Produksi pangan yang baik merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan. Cara produksi pangan yang baik sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Melalui cara produksi pangan yang baik industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang dengan pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan.(BPOM; 2004).

Adapun sejarah berdirinya, usaha Martabak “Gudang Rasa’ mulai dijalankan pada tahun 2008. Berawal dari coba-coba dengan modal seadanya, namun seiring berjalannya waktu langganan konsumen semakin banyak sehingga usaha ini masih bisa bertahan sampai sekarang dan mampu membuka cabangnya dimana-mana.

Lokasi dari Martabak “Gudang Rasa’ ini cukup strategis karena berada di pinggir jalan raya. Selain itu, akses transportasi juga cukup lancar.

(26)

Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara yang telah dilakukan, jumlah tenaga kerja dari usaha ini ada 3 orang yaitu penanggung jawab cabang usaha, Mas Fajar, beserta 2 orang anggotanya, Kevin dan Iwan. Ketentuan jam kerja pada usaha ini tidak menentu tergantung dari banyaknya pesanan. Namun, berdasarkan hasil wawancara rata-rata jam kerjanya yaitu kurang 8 jam kerja setiap hari. Mulai buka pukul 17.00 (5 sore) sampai pukul 24.00 (12 malam).

3. Proses Produksi a. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk, ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan bahan-bahan lainnya. Jadi, bahan baku ini dapat disebut sebagai bahan utama. Adapun bahan baku yang digunakan adalah sebagai berikut :

 Tepung, sebagai bahan dasar pembuat adonan,  Telur,

b. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan ditambahkan kedalam proses pembuatan produk dalam rangka meningkatkan mutu produk yang mana komponennya merupakan bagian dari produk akhir. Bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

 Isian martabak, seperti jamur, telur, sosis, daging ayam.  Daun bawang.

c. Uraian Proses Produksi

Proses produksi adalah metode atau teknik untuk membuat suatu barang atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga kerja, mesin, bahan baku, bahan tambahan dan dana yang ada.Sedangkan proses adalah suatu cara, metode dan teknik bagaimana mengubah sumber daya (material, tenaga kerja, mesin, dana dan metode) yang ada untuk memperoleh hasil. Sedangkan untuk produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Dari definisi diatas maka dapat dibuat kesimpulan bahwa proses produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya material, tenaga kerja, mesin, dana, dan metode yang ada.

Jenis-jenis produksi sangat banyak, tergantung dari metode, dan cara yang digunakan untuk menghasilkan produk. Namun secara garis besar dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu : 1. Proses produksi yang terus menerus (Continue)

(27)

Dalam aktivitas produksinya sehari-hari Martabak “Gudang Rasa’ menggunakan jenis proses produksi yang terputus-putus Intermittent. Hal ini dikarenakan kegiatan produksi tersebut berlangsung untuk memenuhi permintaan atau tergantung pesanan dari konsumen. Proses produksi Martabak “Gudang Rasa’ adalah sebagai berikut :

Pesanan konsumen

Pengemasan dan transaksi Pembuatan isian martabak

Pembuatan kulit martabak dari adonan penggorengan

Adonan di isi dengan isian martabak

B. TINJAUAN UMUM

Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan agar diperoleh produktifitas kerja yang optimal.

Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerja dan lingkungan kerjanya baik secara fisik maupun psikis dalam hal cara/metoda kerja, proses kerja dan kondisi kerja yang bertujuan untuk :

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan pekerjaan yang setinggi-tingginya baik secara fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya. 2. Mencegah gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi

lingkungan kerjanya.

3. Memberikan perlindungan bagi pekerja didalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.

4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.

(28)

kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seseorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya secara baik.

Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat kimia, dll) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibatnya. Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.

Penyakit akibat kerja dan atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh pemaparan terhadap lingkungan kerja. Dewasa ini terhadap kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk mencegahnya. Juga masih terdapat pendapat yang sesat bahwa dengan mendiagnosis secara benar penyakit-penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja, sudah membuat sutuasi terkendalikan.

Walaupun merupakan langkah yang penting namun hal ini bukan memecahkan masalah yang sebenarnya. Pendekatan tersebut tetap membiarkan lingkungan kerja yang tidak sehat tetap tidak berubah, dengan demikian potensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak diinginkan juga tidak berubah' Hanya dengan "diagnosa" dan "pengobatan/ penyembuhan" dari lingkungan kerja, yang dalam hal ini disetarakan berturut-turut dengan "pengenalan/evaluasi" dan "pengendalian efektif" dari bahaya-bahaya kesehatan yang ada dapat membuat lingkungan kerja yang sebelumnya tidak sehat menjadi sehat. Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya-bahaya dilingkungan kerja yang diperkirakan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja utamanya terhadap para pekerja, ditempuh 3 langkah utama yaitu : Pengenalan lingkungan kerja, evaluasi lingkungan kerja dan pengendalian lingkungan dari berbagai bahaya dan resiko kerja.

1. Pengenalan lingkungan kerja

(29)

rasakan. Beberapa hal lainnya yang tidak jelas atau sulit untuk dikenali seperti zat-zat kimia yang berbentuk dari suatu rangkaian proses produksi tanpa adanya tanda-tanda sebelumnya. Untuk dapat mengenal bahaya dan resiko lingkungan kerja dengan baik dan tepat, sebelum dilakukan survai pendahuluan perlu didapatkan segala informasi mengenai proses dan cara kerja yang digunakan, bahan baku dan bahan tambahan lainnya, hasil antara hasil akhir hasil sampingan serta limbah yang dihasilkan. Kemungkinankemungkinan terbentuknya zat-zat kimia yang berbahaya secara tak terduga perlu pula dipertimbangkan. Hal-hal lain yang harus diperhatikan pula yaitu efek-efek terhadap kesehatan dari semua bahaya-bahaya dilingkungan kerja termasuk pula jumlah pekerja yang potensial terpapar, sehingga langkah yang ditempuh, evaluasi serta pengandaliannya dapat dilakukan sesuai dengan prioritas kenyataan yang ada. 2. Evaluasi Lingkungan kerja

Evaluasi ini akan menguatkan dugaan adanya zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja, menetapkan karakteristik-karakteristiknya serta memberikan gambaran cakupan besar dan luasnya pemajanan. Tingkat pemajanan dari zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja yang terkendali selama survai pendahuluan harus ditentukan secara kualitatif dan atau kuantitatif, melalui berbagai teknik misalnya pengukuran kebisingan, penentuan indeks tekanan panas, pengumpulan dan analisis dari sampel udara untuk zat-zat kimia dan partikelpartikel (termasuk ukuran partikel) dan lain-lain. Hanya setelah didapatkan gambaran yang lengkap dan menyeluruh dari proses pemajanan kemudian dapat dibandingkan dengan standar kesehatan kerja yang berlaku, maka penilaian dari bahaya atau resiko yang sebenarnya terdapat dilingkungan kerja yang telah tercapai.

Perilaku dan sikap para pekerja yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan dapat mempengaruhi status kesehatan pekerja yang bersangkutan. Beberapa contoh perilaku dan sikap tersebut adalah :

 Merokok, terlebih lagi bekerja sambil merokok.  Pola makan yang tidak terartur dan tidak seimbang.

 Ceroboh dan tidak mengindahkan aturan kerja yang berlaku misalnya menolak anjuran menggunakan alat pelindung diri, bercanda dengan teman sekerja pada waktu bekerja.

 Menggunakan obat-obat terlarang atau minum-minuman keras (bir atau sejenis minuman beralkohol lainnya).

 Dan Lain-lain.

C. TINJAUAN KHUSUS

(30)

yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Sedangkan ciri-ciri kegiatan-kegiatan informal adalah mudah masuk, artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang kompetitif. Contoh dari jenis kegiatan sektor informal antara lain pedagang kaki lima (PKL), becak, penata parkir, pengamen dan anak jalanan, pedagang pasar, buruh tani dan lainnya. ( Fatmawati,2012).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaanya. 2. Pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang diterapkan oleh

pemerintah.

3. Modal, peraturan dan perlengkapan maupun pemasukan biasanya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan harian.

4. Pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan tidak terpisah dengan tempat tinggal.

5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar.

6. Pada umumnya dilakukan oleh golongan masyarakat yang berpendapatan rendah.

7. Tidak selalu membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat pendidikan.

Menurut Notoatmodjo (1989) dalam Departemen Kesehatan RI (1994) menjelaskan bahwa sektor informal berasal dari terminologi ekonomi, yang dikenal sebagai sektor kegiatan ekonomi marginal atau kegiatan ekonomi kecil-kecilan. Biasanya dikaitkan dengan usaha kerajinan tangan dagang, atau usaha lain secara kecil-kecilan.

Sedangkan menurut Simanjuntak (1985) dalam DepKes RI (1994), sector informal adalah kegiatan ekonomi tradisional, yaitu usaha-usaha ekonomi di luar sektor modern atau sektor formal seperti perusahaan, pabrik dan sebagainya, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Kegiatan usaha biasanya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak orang bahkan

kadang-kadang usaha perorangan dan sistem pembagian kerja yang tidak ketat.

2. Skala usaha relatif kecil, biasanya dimulai dengan modal dan usaha-usaha kecilkecilan. 3. Biasanya tidak mempunyai izin usaha seperti halnya Firma, Perseroan Terbatas atau CV. 4. Sebagai akibat yang pertama, kedua dan ketiga membuka usaha disektor informal relatif

lebih mudah daripada formal.

(31)

ini menimbulkan banyaknya penganggur dan setengan penganggur. Oleh karenanya, secara naluri masyarakat ini berusaha kecil-kecilan sesuai dengan kebiasaan mereka. Inilah yang memunculkan usaha sektor informal (DepKes RI, 1994).

Pedagang Martabak “Gudang Rasa’ adalah salah satu usaha makanan cepat saji yang menyajikan berbagai jenis varian martabak.

Dalam usaha Martabak “Gudang Rasa’ terdapat resiko dan bahaya bagi pekerjanya. Bahaya (Hazard) adalah sesuatu yang berpotensi menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup substansi, prose kerja, dan atau aspek lainnya dari lingkungan kerja. Sedangkan resiko adalah peluang atau sesuatu hal yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakan, atau sakit yang dihasilkan karena bahaya.

BAB III PEMBAHASAN

1. Pengetahuan Tentang K3

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa informan mempunyai sedikit pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.Tapi karena faktor kebiasaan, hal tersebut tidak dihiraukan bahkan tidak diaplikasikan.

2. Kondisi Lingkungan Kerja

a. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN FISIK

Faktor fisik yang terdapat pada usaha Martabak “Gudang Rasa’ yaitu suhu yang panas dari penggorengan.

b. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN KIMIA

Api yang berpotensi untuk mengakibatkan luka bakar dan minyak akan membuat lingkungan kerja jadi licin. Dan minyak panas pada penggorengan akan menyebabkan tangan melepuh. c. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN FISIOLOGI

Tidak ergonomis. Karena selama mereka bekerja mereka terus saja berdiri. d. POTENSIAL HAZARD LINGKUNGAN BIOLOGI

Karena posisi usaha martabak berada di pinggir jalan, debu akibat asap kendaraan dan debu-debu lainnya dapat hinggap pada jajanan tersebut.

3. Penggunaan APD

(32)

4. Pengendalian Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja

Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yaitu :

1. Membersihkan lantai atau permukaan lingkungan kerja yang terkena minyak ketika hendak membereskan jualan

2. Menggunakan celemek ketika menggoreng

3. Jika tidak ada pembeli, istirahatlah dengan kata lain duduk.

4. Hygiene pribadi juga harus diperhatikan oleh penjamah makanan, seperti, tidak membiarkan kuku panjang, penggunaan celemek, alas kaki, serta penutup kepala

BAB IV PENUTUP

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di industri nonformal khususnya di industri penjahit dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ;

1. Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki pekerja di industri ini masih kurang memadai karena dia sedikit tahu tentang kesehatannya saja tanpa memperhatikan aspek keselamatannya.

2. Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa potensial hazard. Seperti ; potensial hazard lingkungan fisik (panas), potensial hazard lingkungan fisiologis ( ergonomi ), serta potensial hazard lingkungan biologi (debu dan mikroorganisme)

3. Pada penggunaan Alat Pelindung Diri, tidak digunakan karena faktor kebiasaan.

4. Pencegahan / pengendaliaan kecelakaan kerja di tempat ini yaitu jika pekerja merasa sudah lelah dia berhenti bekerja kemudian beristirahat sejenak.Ini dapat mengurangi resiko kecelakaan kerja akibat kelelahan. Membersihkan lantai atau permukaan lingkungan kerja yang terkena minyak ketika hendak membereskan jualan Menggunakan celemek ketika menggoreng

A. Saran

(33)

DAFTAR PUSTAKA

 ( http://www.pondokinfo.com/index.php/pondok-realita/45-masyarakat/64-sektor-informal-permasalahan-dan-upaya-mengatasinya.html

 http://sanitationhealth.blogspot.com/2012/01/usaha-kesehatan-kerja-bagi-pekerja.html  Pdf-kesehatan dan keselamatan kerja-sektor informal

 Suardi, Rudi. 2007. Sistem manajemen dan kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : PPM  Subaris, Heru. 2007. Hygiene Lingkungan Kerja. Jogjakarta : Mitra Cendikia Press

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja ( Hiperkes ). Jakarta : sagung seto

Oleh : Ani Muliyani (70200109015)

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan dalam keputusan menteri kesehatan republik Indonesia”Bising adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi dan atau

Sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya yang dimaksud dengan kebisingan dalam NAB ini adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses

Dari definisi diatas maka dapat dibuat kesimpulan bahwa proses produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa

Sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya yang dimaksud dengan kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat proses produksi dan atau alat kerja

13/MEN/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat

Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki.. dan dapat menganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan

48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia

Definisi kebisingan terkait tempat kerja menurut Kepmenaker No 51 tahun 1999 adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses poduksi dan atau alat-alat