• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN DOKUMEN PERUSAHAAN (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN DOKUMEN PERUSAHAAN (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN DOKUMEN PERUSAHAAN

(Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang) Oleh

EKO RENDI OKTAMA

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk menanggulagi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Upaya yang dilakukan dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Salah satu jenis tindak pidana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan. Permasalahan dalam penelitian adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan pada PT Sucofindo Bandar Lampung (2) Apakah faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan pada PT Sucofindo Bandar Lampung Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Responden penelitian ini terdiri dari Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang sebanyak 2 orang dan Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tanjung Karang. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh suatu kesimpulan.

(2)

efek jera kepada pelaku. Hal ini dapat berkaitan dengan adanya ketentuan Pasal 48 KUHP bahwa barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa maka tidak dipidana, sehingga pidana penjara yang dijatuhkan kepada pelaku hanya empat bulan pidana penjara. (b) Faktor penegak hukum, yaitu belum maksimalnya kinerja aparat penegak hukum, yaitu penyidik kepolisian belum memiliki keahlian yang memadai dalam membedakan dokumen asli dan palsu, jaksa penuntut umum tidak dapat memberikan dakwaan dengan ancaman hukuman yang maksimal dan hakim pengadilan negeri tidak dapat menjatuhkan hukuman secara maksimal (c) Faktor sarana dan fasilitas, yaitu keterbatasan sarana dan prasarana di bidang penyidikan dan kemajuan teknologi yang disalahgunakan oleh pelaku kejahatan untuk melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen. (d) Faktor masyarakat, yaitu adanya ketakutan dan keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dan pelapor ketika mereka mengetahui adanya tindak pidana serta adanya sebagian masyarakat yang ingin memperoleh keuntungan pribadi dengan cara melanggar hukum. (e) Faktor kebudayaan, yaitu adanya sikap individualisme dalam kebudayaan masyarakat dan adanya kecenderungan masyarakat untuk memilih jalan penyelesaian tindak pidana atau kejahatan di luar prosedur hukum.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dokumen merupakan keseluruhan catatan pada suatu lembaga pemerintahan atau organisasi/perusahaan swasta, baik yang berupa surat-surat, barang-barang cetakan tertulis maupun data atau bahan yang memiliki berbagai kegunaan, yaitu pertama berguna sebagai informasi dan dokumentasi yang merupakan bukti dari suatu kejadian yang dibuat dan diterima oleh suatu lembaga. Kedua, dapat disimpan dalam bentuk yang nyata, misalnya secara umum dokumen dapat berbentuk kertas, film dan media megnetis dan sebagainya. Ketiga, berguna untuk membantu daya ingat seseorang serta harus dapat ditemukan kembali.

Dokumen sangat berguna bagi organisasi yang tidak hanya didasarkan pada penggunaannya dalam menunjang kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung, tetapi juga kegunaannya bagi lembaga/instansi pencipta dokumen pada masa yang akan datang, di antaranya adalah:

(4)

b. Kegunaan Keuangan. Dokumen memiliki kegunaan keuangan apabila berisikan segala hal kegiatan yang menyangkut transaksi dan pertanggung jawaban keuangan, misalnya dokumen-dokumen tentang anggaran belanja dan pertanggung jawaban keuangan.

c. Kegunaan Administrasi, adalah kegunaan dokumen yang didasarkan pada kegunaan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga/instansi penciptanya. d. Kegunaan Ilmiah dan Teknologi. Dokumen yang berkegunaan ilmiah dan

teknologi mengandung data ilmiah dan teknologi sebagai hasil penelitian murni dan penelitian terapan. Dalam menentukan kegunaan ilmiah dan teknologi ini memerlukan bimbingan dan peran serta para ilmuwan yang bersangkutan

(Sulistyo Basuki, 1996: 38-42).

(5)

3

Bagi dokumen perusahaan penentuan kebijaksanan akses ke penyimpanan arsip ditentukan oleh kebijaksanaan internal organisasi dan aturan mengenai akses terhadap arsip yang mengandung informasi perdagangan yang bersifat rahasia. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya tindak pidana pemalsuan dokumen. Tindak pidana pemalsuan mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas sesuatu atau objek, di mana sesuatu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, namun sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya atau tidak asli. Dalam ketentuan hukum pidana Indonesia dikenal beberapa bentuk kejahatan pemalsuan, yaitu sumpah palsu, pemalsuan merek dan meterai, pemalsuan surat dan pemalsuan dokumen.

(6)

Contoh kasus pemalsuan dokumen perusahaan adalah tiga terdakwa kasus pemalsuan dokumen lada dan kopi senilai Rp55 miliar pada PT Sucofindo Bandar Lampung. Ketiga terdakwa, yakni Juredi Effendi, Kemas Tandri Oktariza, dan Septoni Budiman terbukti bersalah sebab terlibat dalam tindak pidana pemalsuan dokumen. Dalam kasus pemalsuan dokumen perusahaan ini ketiga terdakwa membuat Warehouse Report (WR) yang menyatakan bahwa di gudang Aneka Sumber Kencana (ASK) Bandar Lampung terdapat kopi sebanyak 4,02 ribu metrik ton. Dokumen ini kemudian dijadikan jaminan pinjaman sebesar Rp28,356 miliar ke Deutsche Bank AG Jakarta. Namun, laporan tersebut ternyata palsu. Hal ini mengakibatkan PT Sucofindo Jakarta yang berperan sebagai penjamin mengalami kerugian sebesar Rp55 miliar. Perbuatan para terdakwa diketahui saat gudang ASK diperiksa. Di mana berdasar analisis dan laporan SRR hingga terbit WR bernomor AHM00012/BAAQAB tanggal 15 September 2008, tertulis biji kopi sebanyak 4,02 ribu metrik ton di gudang tersebut. Ternyata, tidak ada biji kopi sesuai laporan yang telah dibuat dan ditandatangani para terdakwa.

(Sumber: www.radarlampung.co.id. Edisi Selasa 05 Januari 2010).

(7)

5

dokumen tersebut. Artinya terdapat permasalahan dalam kasus ini, di mana para pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan harus mendapatkan sanksi atau hukuman yang setimpal sesuai dengan kesalahan yang diperbuatnya.

Pemberian sanksi terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan tersebut merupkan proses penegakan hukum. Penegakan hukum dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah merupakan keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai suatu sistem peradilan pidana.

(8)

Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul: Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Perusahaan (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang).

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan pada PT Sucofindo Bandar Lampung?

2. Apakah faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan pada PT Sucofindo Bandar Lampung?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan dan faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

(9)

7

a. Untuk mengetahui penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam memberikan informasi ilmiah mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan dan faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap pelaku pemalsuan dokumen perusahaan. Penegakan hukum yang dimaksud sesuai dengan Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan.

b. Kegunaan Praktis

(10)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Menurut Soerjono Soekanto (1983: 73), kerangka teoritis adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian hukum. Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Teori Penegakan hukum

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulagi kejahatan secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang (Sudarto, 1999: 109).

Menurut Joseph Goldstein (1976) dalam Muladi dan Badra Nawawi Arif (1991), penegakan hukum pidana terbagi menjadi tiga yaitu:

(11)

9

(2) Full enforcement, yaitu ruang lingkup di mana para penegak hukum pidana diharapkan dapat menegakkan hukum secara maksimal, meskipun hal tersebut bukan harapan yang realistis, karena keterbatasan-keterbatasan dalam bentuk waktu, personil, alat-alat investigasi, dana dan sebagainya.

(3) Actual enforcement, yaitu ruang lingkup penegakan hukum pidana dengan mengembangkan tindakan di luar hukum pidana (non penal). Terhadap adanya berbagai permasalahan dalam penegakan hukum pidana maka dalam kebijakan penanggulangan kejahatan atau politik criminal menggunakan upaya-upaya yang cukup luas, dengan ruang lingkup yaitu penerapan hukum pidana (criminal actual application), pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment) dan mempengaruhi pandangan masyarakat dan pemidanaan melalui media massa (influencing views of society on crime and punishment/mass media).

b. Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto (1986: 8), penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu sebagai berikut:

2) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

(12)

berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum.

3) Faktor penegak hukum

Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan.

4) Faktor sarana dan fasilitas

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranan semestinya.

5) Faktor masyarakat

(13)

11

6) Faktor Kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakannya.

2. Konseptual

Menurut Soekanto (1983: 112), konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan definisi tersebut, maka konseptualisasi dalam penelitian mengenai penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan, adalah sebagai berikut:

(14)

b. Pelaku tindak pidana adalah sebutan bagi seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perbuatan secara melawan hukum dan perbuatannya tersebut dapat menimbulkan suatu bahaya atau kerugian bagi orang lain, masyarakat, bangsa maupun negara (Barda Nawawi Arif, 1998).

c. Tindak pidana pemalsuan mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas sesuatu atau objek, di mana sesuatu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, namun sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya atau tidak asli. Dalam ketentuan hukum pidana Indonesia dikenal beberapa bentuk kejahatan pemalsuan, yaitu sumpah palsu, pemalsuan merek dan meterai, pemalsuan surat dan pemalsuan dokumen (Hendrawan, 2001)

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen

1. Pengertian Tindak Pidana

Menurut Badra Nawawi (2002), tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan “ strafbaar feit “ untuk menyebutkan “ tindak pidana “di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Perkataan “feit”dalam Bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan”, sedangkan “straftbaar”

berarti “dapat dihukum”, sehingga secara harfiah, perkataan “staftbaar feit” itu dapat diterjemahkan sebagai “ sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, sifat penting dari tindak pidana ialah adanya sifat melanggar hukum dari suatu perbuatan.

(16)

Menurut Van Hammel dalam Andi Hamzah (2001), tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut.

Menurut Andi Hamzah (2001), unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut: a. Kelakuan dan akibat ( = perbuatan )

b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana d. Unsur melawan hukum yang objektif

e. Unsur melawan hukum yang subyektif.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana

(17)

15

a. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran“ itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku ke III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam PerUndang-Undangan secara keseluruhan.

b. Cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (formeel Delicten) dan tindak pidana materil(Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang pencurian. Tindak Pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana.

(18)

d. Berdasarkan macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP).

Tindak Pidana pasif dibedakan menjadi dua macam :

1) Tindak Pidana murni adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP. 2) Tindak Pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya

berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak pidana terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana formil dan tindak pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta tindak pidana aktif dan tindak pidana pasif.

(19)

17

3. Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen

Tindak pidana pemalsuan adalah kejahatan yang mana di dalamnya mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu sesuatu (objek) yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan denganmyangmsebenarnya. Jadi secara umum tindak pidana pemalsuan uang adalah kegiatan menirukan keaslian dari suatu nilai mata uang yang di dalamnya mengandung ketidakbenaran untuk diedarkan luas di masyarakat.

Menurut The Liang Gie (2000), untuk menjaga kelestarian keaslian isi sebuah dokumen maka harus dipahami beberapa syarat keaslian dokumen, yaitu:

a. Otentik

Untuk menunjukkan keotentikan sebuah dokumen, organisasi perusahaan harus mendokumentasikan dan melaksanakan dengan baik kebijakan dan prosedur yang mengawasi penciptaan, transmisi, dan pemeliharaan dokumen untuk menjamin bahwa pencipta dokumen dapat dikenal dan memang mempunyai kewenangan untuk mencipta dokumen. Dokumen juga harus dijaga dari adanya penambahan, perubahan dan penghapusan oleh pihak yang tidak berwenang.

b. Andal

(20)

c. Bulat

Adalah suatu keharusan bahwa sebuah dokumen terlindungi dari adanya perubahan. Kebijakan dan prosedur manajemen dokumen harus menjelaskan tambahan atau anotasi yang mungkin dibuat pada sebuah dokumen sesudah masa penciptaannya. Pada kondisi apa penambahan atau anotasi diperbolehkan dan siapa yang berwenang untuk melakukannya. Setiap perubahan atau anotasi yang sah pada dokumen setelah penciptaanya harus secara jelas tercantum sebagai tambahan atau anotasi.

d. Siap Pakai

Sebuah dokumen dinyatakan siap pakai jika ia dapat diketahui lokasinya, dapat ditemukan kembali, dapat diperlihatkan dan dapat ditafsirkan dalam konteks kegiatan bisnis yang lebih luas.

e. Akurat, Memadai dan Lengkap

Sebuah dokumen harus dengan benar menggambarkan apa yang telah dikomunikasikan, diputuskan atau dilakukan. Sebuah dokumen harus dapat mendukung kebutuhan-kebutuhan bisnis yang berhubungan dengannya atau yang menjadikannnya sebagai alat bukti. Dengan demikian ia dapat digunakan untuk tujuan pertanggungan jawab.

B. Penegakan Hukum

1. Pengertian Penegakan Hukum

(21)

19

terhadap sistem hukum menekankan pada beberapa hal, yaitu: bertambah meningkatnya diferensiasi internal dari keempat unsur dasar system hukum tersebut, menyangkut perangkat peraturan, penerapan peraturan, pengadilan dan penegakan hukum serta pengaruh diferensiasi lembaga dalam masyarakat terhadap unsur-unsur dasar tersebut (Satjipto Rahardjo, 1996: 27).

Penegakan hukum dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah merupakan keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai suatu sistem peradilan pidana (Satjipto Rahardjo, 1996: 28).

Penegakan hukum sendiri harus diartikan dalam kerangka tiga konsep, yaitu: a. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang

menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali

b. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individual

(22)

daya manusianya, kualitas perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat (Mardjono Reksodiputro, 1994: 64).

2. Sistem Peradilan Pidana

Menurut Mardjono Reksodiputro (1994: 12-13), sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan, dengan tujuan mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana dan mengusahakan mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.

Menurut Atmasasmita (1996: 27), sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun demikian kelembagaan substansial ini harus dilihat dalam kerangka atau konteks sosial. Sifatnya yang terlalu formal apabila dilandasi hanya untuk kepentingan kepastian hukum saja akan membawa bencana berupa ketidakadilan. Dengan demikian demi apa yang dikatakan sebagai precise justice, maka ukuran-ukuran yang bersifat materiil, yang nyata-nyata dilandasi oleh asas-asas keadilan yang bersifat umum benar-benar harus diperhatikan dalam penegakan hukum.

(23)

21

lembaga pemasyarakatan. Dalam kerangka kerja sitematik ini tindakan badan yang satu akan berpengaruh pada badan yang lainnya.

Menurut Sudarto (1986: 35), instansi-instansi tersebut masing-masing menetapkan hukum dalam bidang dan wewenangnya. Pandangan penyelenggaran tata hukum pidana demikian itu disebut model kemudi (stuur model). Jadi kalau polisi misalnya hanya memarahi orang yang melanggar peraturan lalu lintas dan tidak membuat proses verbal dan meneruskan perkaranya ke Kejaksaan, itu sebenarnya merupakan suatu keputusan penetapan hukum. Demikian pula keputusan Kejaksaan untuk menuntut atau tidak menuntut seseorang di muka pengadilan. Ini semua adalah bagian-bagian dari kegiatan dalam rangka penegakan hukum, atau dalam suasana kriminologi disebut crime control suatu prinsip dalam penanggulangan kejahatan ini ialah bahwa tindakan-tindakan itu harus sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Selanjutnya tampak pula, bahwa sistem peradilan pidana melibatkan penegakan hukum pidana, baik hukum pidana substantif, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana, dalam bentuk yang bersifat prefentif, represif maupun kuratif. Dengan demikian akan nampak keterkaitan dan saling ketergantungan antar subsistem peradilan pidana yakni lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.

3. Proses Hukum Yang Adil (Layak)

(24)

yang dalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan menjadi proses hukum yang adil atau layak. Secara keliru arti dari proses hukum yang adil dan layak ini seringkali hanya dikaitkan dengan penerapan aturan-aturan hukum acara pidana suatu negara pada seorang tersangka atau terdakwa. Padahal arti dari due process of law ini lebih luas dari sekedar penerapan hukum atau perundang-undangan secara formil.

Pemahaman tentang proses hukum yang adil dan layak mengandung pula sikap batin penghormatan terhadap hak-hak yang dipunyai warga masyarakat meski ia menjadi pelaku kejahatan, namun kedudukannya sebagai manusia memungkinkan dia untuk mendapatkan hak-haknya tanpa diskriminasi. Paling tidak hak-hak untuk didengar pandangannya tentang peristiwa yang terjadi, hak didampingi penasehat hukum dalam setiap tahap pemeriksaan, hak memajukan pembelaan dan hak untuk disidang di muka pengadilan yang bebas dan dengan hakim yang tidak memihak.

(25)

23

Selain itu diharapkan pula penegakan hukum berdasarkan undang-undang tersebut memberikan kekuasaan kehakiman yang bebas dan bertanggung jawab. Namun semua itu hanya terwujud apabila orientasi penegakan hukum dilandaskan pada pendekatan sistem, yaitu mempergunakan segenap unsur di dalamnya sebagai suatu kesatuan dan saling interrelasi dan saling mempengaruhi satu sama lain.

4. ModelIntegrated Criminal Justice System

Menurut Romli Atmasasmita (1996: 6), dalam sistem peradilan pidana dikenal tiga bentuk pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan Normatif

Pendekatan normatif memandang keempat aparatur penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan) sebagai institusi pelaksana peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga keempat aparatur tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem penegakan hukum semata-mata.

b. Pendekatan administratif

Pendekatan administratif memandang keempat aparatur penegak hukum sebagai suatu organisasi manajeman yang memiliki mekanisme kerja, baik hubungan yang bersifat horizontal maupun yang bersifat vertikal sesuai dengan struktur organisasi yang berlaku dalam organisasi tersebut. Sistem yang dipergunakan adalah sistem administrasi.

c. Pendekatan sosial

(26)

masyarakat secara keseluruhan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan atau ketidak berhasilan dari keempat aparatur penegak hukum tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Sistem yang dipergunakan adalah sistem sosial.

Lebih lanjut menurut Romli Atmasasmita (1996: 7), ciri pendekatan sistem dalam peradilan pidana, ialah:

a. Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen peradilan pidana (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan)

b. Pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana

c. Efektifitas sistem penanggulangan kejahatan lebih utama dari efisiensi penyelesaian perkara

d. Penggunaan hukum sebagai instrumen untuk memantapkanthe administration of justice

Komponen-komponen yang bekerja sama dalam sistem ini dikenal dalam lingkup praktik penegakan hukum, terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Empat komponen ini diharapkan bekerja sama membentuk suatuintegrated criminal justice system.

Menurut Muladi (1997: 15),integrated criminal justice systemadalah sinkronisasi atau keserempakan dan keselarasan yang dapat dibedakan dalam:

a. Sinkronisasi struktural adalah keserempakan dan keselarasan dalam kerangka hubungan antar lembaga penegak hukum.

(27)

25

c. Sinkronisasi kultural adalah keserempakan dan keselarasan dalam maghayati pandangan-pandangan, sikap-sikap dan falsafah yang secara menyeluruh mendasari jalannya sistem peradilan pidana.

Keselarasan dan keterkaitan antara subsistem yang satu dengan yang lainnya merupakan mata rantai dalam satu kesatuan. Setiap masalah dalam salah satu subsistem, akan menimbulkan dampak pada subsistem-subsistem yang lainnya. Demikian pula reaksi yang timbul sebagai akibat kesalahan pada salah satu subsistem akan menimbulkan dampak kembali pada subsistem lainnya. Keterpaduan antara subsistem itu dapat diperoleh bila masing-masing subsistem menjadikan kebijakan kriminal sebagai pedoman kerjanya. Oleh karena itu komponen-komponen sistem peradilan pidana, tidak boleh bekerja tanpa diarahkan oleh kebijakan kriminal.

Komponen sistem peradilan pidana sebagai salah satu pendukung atau instrumen dari suatu kebijakan kriminal, termasuk pembuat undang-undang. Olehkarena peran pembuat undang-undang sangat menentukan dalam politik kriminal (criminal policy) yaitu menentukan arah kebijakan hukum pidana dan hukum pelaksanaan pidana yang hendak ditempuh dan sekaligus menjadi tujuan dari penegakan hukum. Dalam cakupannya yang demikian, maka sistem peradilan pidana (criminal policy system) harus dilihat sebagai the network of court and tribunals which deal with criminal law and it enforcement.

(28)

gagasan-gagasan yang merupakan susunan yang teratur yang satu sama lain berada dalam ketergantungan.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang tidak pernah henti-hentinya dibicarakan. Perkataan penegakan hukum mempunyai konotasi menegakkan, melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih luas penegakan hukum merupakan kelangsungan perwujudan konsep-konsep abstrak yang menjadi kenyataan.

Hukum tidak bersifat mandiri, artinya ada faktor-faktor lain yang erat hubungannya dengan proses penegakan hukum yang harus diikutsertakan, yaitu masyarakat dan aparat penegak hukum. Untuk itu hukum tidak lebih hanya ide-ide atau konsep-konsep yang mencerminkan didalamnya apa yang disebut keadilan, ketertiban dan kepastian hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu. Namun demikian tidak berarti pula peraturan-peraturan hukum yang berlaku diartikan telah lengkap dan sempurna melainkan suatu kerangka yang masih memerlukan penyempurnaan. Proses merealisasikan tujuan hukum tersebut, sangat ditentukan dari profesionalisme aparat penegak hukum yang meliputi kemampuan dan keterampilan baik dalam menjabarkan peraturan maupun dalam penerapannya.

(29)

27

1. Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum.

Penyelenggaraan hukum bukan hanya mencangkup law enforcement saja, akan tetapi jua peace maintenance, karena penyelengaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai-nilai dan kaidah-kaidah serta pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian. Demikian tidak berarti setiap permasalahan sosial hanya dapat diselesaikan oleh hukum yang tertulis, karena tidak mungkin ada peraturan perundang-undangan yang mengatur seluruh tingkah laku manusia, yang isinya jelas bagi setiap warga masyarakat yang diaturnya dan serasi antara ketentuan untuk menerapkan peraturan dengan perilaku yang mendukung.

2. Faktor penegak hukum

(30)

lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat serta harus diaktualisasikan.

3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranannya sebagaimana mestinya.

4. Faktor masyarakat

(31)

29

5. Faktor Kebudayaan

(32)

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif merupakan upaya memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan atau kajian ilmu hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris merupakan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan penelitian berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus (Soerjono Soekanto, 1999).

Studi kasus yang dimaksud dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan dan faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan

B. Sumber dan Jenis Data

(33)

31

Data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut: 1. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan responden, untuk mendapatkan data mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan dan faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder dalam penelitian ini, terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer bersumber dari:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan

b. Bahan Hukum Sekunder

(34)

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier dapat bersumber dari berbagai bahan seperti teori/ pendapat para ahli dalam berbagai literatur/buku hukum, dokumentasi, kamus hukum dan kamus Bahasa Indonesia maupun dari internet.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Soerjono Soekanto (1999: 119), yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan subyek hukum yang memiliki karakteristik tertentu untuk diteliti. Berdasarkan pengertian di atas maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang, seluruh jaksa pada Kejaksaan Negeri Tanjung Karang dan seluruh dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila.

2. Sampel

Menurut Soerjono Soekanto (1999: 121), yang dimaksud dengan sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri utama dari populasi dan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu untuk dijadikan sebagai responden dalam penelitian. Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi responden atau sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1). Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang = 2 orang 2). Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tanjung Karang = 2 orang +

(35)

33

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik:

a. Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian kegiatan membaca, menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan

b. Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data dengan cara mengajukan tanya jawab kepada responden penelitian, dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. 2. Pengolahan Data

Tahap pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Seleksi Data, data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

b. Klasifikasi Data, penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian.

(36)

E. Analisis Data

(37)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku pemalsuan dokumen perusahaan

dilaksanakan dengan kriteria yaitu melakukan kesalahan dan kesengajaan melawan hukum yang berlaku. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku pemalsuan dokumen perusahaan ini tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 1576/Pid.B/2009/PN.TK, yang menjatuhkan pidana pada Terdakwa Kemas Tandri Oktariza Bin Kemas As Murni A.R (29 Tahun), dengan pidana penjara selama empat bulan karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan yang menimbulkan kerugian mencapai Rp27.410.000.000. Putusan tersebut belum sesuai dengan ketentuan Pasal 266 KUHP, tentang ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen yaitu maksimal tujuh tahun pidana penjara.

2. Faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap pelaku pemalsuan dokumen perusahaan adalah sebagai berikut:

(38)

Pasal 48 KUHP bahwa barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa maka tidak dipidana, sehingga pidana penjara yang dijatuhkan kepada pelaku hanya empat bulan pidana penjara.

b. Faktor penegak hukum, yaitu belum maksimalnya kinerja aparat penegak hukum melakukan penegakan hukum pidana pemalsuan dokumen perusahaan, yaitu penyidik kepolisian belum memiliki keahlian yang memadai dalam membedakan dokumen asli dan palsu, sehingga dugaan terjadi tindak pidana yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan dan dilimpahkan kepada kejaksaan masih belum maksimal. Akibatnya jaksa penuntut umum tidak dapat memberikan dakwaan dengan ancaman hukuman yang maksimal dan hakim pengadilan negeri tidak dapat menjatuhkan hukuman secara maksimal kepada pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan.

c. Faktor sarana dan fasilitas, yaitu keterbatasan sarana dan prasarana di bidang penyidikan dan kemajuan teknologi yang disalahgunakan oleh pelaku kejahatan untuk melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen. d. Faktor masyarakat, yaitu adanya ketakutan dan keengganan masyarakat

untuk menjadi saksi dan pelapor ketika mereka mengetahui adanya tindak pidana serta adanya sebagian masyarakat yang ingin memperoleh keuntungan pribadi dengan cara melanggar hukum.

(39)

62

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah:

1. Pihak aparat penegak hukum hendaknya bekerja lebih maksimal dalam melaksanakan penegakan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan.

(40)

(Skripsi)

Oleh

EKO RENDI OKTAMA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(41)

DAFTAR ISI

Halaman

I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 8

DAFTAR PUSTAKA II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen ... 13

B. Penegakan Hukum ... 18

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ... 26

DAFTAR PUSTAKA III METODE PENELITIAN... 30

A. Pendekatan Masalah... 30

B. Sumber dan Jenis Data ... 30

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 32

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33

(42)

B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan

Dokumen Perusahaan ... 36

C. Faktor-Faktor Yang Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Perusahaan ... 51

V KESIMPULAN DAN SARAN... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran... 62

(43)
(44)

Arief, Barda Nawawi dan Muladi. 1999.Masalah Penegakan Hukum dan

Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung Hamzah, Andi. 2001.Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.

Rahardjo, Satjipto. 1996.Hukum dalam Perspektif Sejarah dan Perubahan Sosial dalam Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional. Rajawali. Jakarta.

Reksodiputro, Mardjono. 1994.Sistem Peradilan Pidana Indonesia(Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi) Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1983.Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

________________. 1986.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Badra Nawawi. 2002.Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT Citra . Aditya Bakti. Bandung.

_________________. 2002.Kebijakan Hukum Pidana.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung

Hamzah, Andi. 2001.Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta. Atmasasmita, Romli. 1996.Sistem Peradilan Pidana. Binacipta. Bandung. Moeljatno, 1993.Asas-Asas Hukum Pidana,Rineka Cipta, Jakarta.

Rahardjo, Satjipto. 1996.Hukum dalam Perspektif Sejarah dan Perubahan Sosial dalam Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional. Rajawali. Jakarta.

Reksodiputro, Mardjono. 1994.Sistem Peradilan Pidana Indonesia(Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi) Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta.

Sudarto. 1986.Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni.Bandung.

(46)

Soekanto, Soerjono. 1999.Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Rahardjo, Satjipto. 1996.Hukum dalam Perspektif Sejarah dan Perubahan Sosial dalam Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional. Rajawali. Jakarta.

Reksodiputro, Mardjono. 1994.Sistem Peradilan Pidana Indonesia(Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi) Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan

(48)

i Oleh

EKO RENDI OKTAMA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(49)

ii

Judul Skripsi : PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN DOKUMEN PERUSAHAAN (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang)

Nama Mahasiswa :EKO RENDI OKTAMA No. Pokok Mahasiswa :0642011161

Bagian :Hukum Pidana

Fakultas :Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati, S.H., M.H. NIP.19620817 198703 2 003

Firganefi, S.H., M.H. NIP. 19631217 198803 2 003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana,

(50)

iii 1. Tim Penguji

Ketua :Diah Gustiniati, S.H., M.H. ………

Sekretaris/Anggota :Firganefi, S.H., M.H. ………

Penguji Utama :Tri Andrisman, S.H., M.H. ………

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 19621109 198703 1 003

(51)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 14 Oktober 1988, sebagai anak pertama dari empat bersaudara, buah kasih dari pasangan Ayahanda Hi. Dwi Febrianto dan Ibunda Hj.Eka Yanti, S.H.

Pendidikan formal yang penulis tempuh adalah sebagai berikut: Sekolah Dasar Negeri 2 Palapa Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2000, Sekolah Menengah Pertama Al-Kautsar Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2003, Sekolah Menangah Atas Negeri 9 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006. Pada tahun 2006 pula penulis diterima sebagai Mahasiswa Bagian hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(52)

v

Jangan memberitahu siapapun

kalau kau mempunyai masalah besar,

tapi tunjukan kepada masalahmu

jika kau memiliki jiwa yang besar

untuk menghadapinya

(53)

vi

PERSEMBAHAN

Ucapan syukur Alhamdulilah kepada Allah SWT yang telah memberikan aku karunia yang besar,

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Mama dan Papa,

Yang begitu tulus telah memberikan cinta dan kasih sayang, perjuangan dan pengorbanan serta tidak pernah berhenti

memanjatkan doa-doa demi keberhasilan dan kebaikanku

Adikku-adikku: Novandre Dwi Nugraha ( jadi abang yg hebat ya ),

Asha Diarti

( jadi adik yang dibanggain mama papa ya )

Nenek, Kakek, Andung, Datuk dan Om Panca Yang Disiplin Terima kasih atas motivasi, doa dan dukungannya kepadaku dalam menempuh studi dan masa depan

Seseorang yang menemaniku keliling naik motor Untuk membagikan undangan Kompre

(Adinda RCM)

(54)

vii

Alhamdulillahirabbil ’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen Perusahaan (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Hi. Armen Yasir.S.H., M.Hum., selaku Plh. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, SH, MH., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus sebagai Pembimbing I, atas bimbingan dan saran yang diberikan selama proses penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Firganefi, SH., M.H., selaku Dosen Pembimbing II, atas bimbingan dan

(55)

viii

4. Bapak Tri Andrisman, SH, MH., selaku Dosen Penguji, atas saran dan perbaikan yang diberikan dalam perbaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen, staf, karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan sampai penulisan skripsi ini selesai.

6. Pihak Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung yang telah memberikan izin penelitian dan data yang penulis butuhkan selama penelitian

7. Seseorang yang menemaniku keliling naik motor untuk membagikan undangan Kompre (Adinda RCM)

8. Sahabat-sahabatku mahasiswa Bagian Hukum Pidana Ekstensi Angkatan 2006 atas kebersamaan, motivasi dan dukungan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi dan studi.

9. Sahabat-sahabatku Rahmad Septa, Akbar Gemilang, Napoleon, D’Rei, kita masih harus berjuang kawan.

10. Seluruh pekerja Mahkota Jati Furniture

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bandar Lampung, Februari 2012 Penulis

Referensi

Dokumen terkait

Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan ijazah dapat ditempuh melaui : (a) Sarana Penal atau upaya represif (penumpasan setelah terjadinya kejahatan) dengan

Direktorat Jendral Bea dan Cukai (Kepabeanan) hendaknya membentuk satuan khusus untuk menangani kasus kejahatan kepabeanan yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas penegakan

Dengan penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pidana pada umumnya, dan khususnya berkaitan dengan upaya penanggulangan

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum baik hukum Islam maupun hukum positif. 2) Penelitian ini berguna untuk menambah

Bentuk penegakan hukum terhadap pelanggaran hak Merek yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Sumatera Utara cenderung bersifat pasif karena hanya menunggu adanya

Kendala-kendala penegakan hukum terhadap tindak pidana eksploitasi anak dipengaruhi oleh faktor kendala yang berasal dari pihak pelaku, pihak korban, dan pihak

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran atau memberikan solusi dalam bidang hukum pidana mengenai Putusan Pengadilan Tentang Pengembalian Barang Bukti

Direktorat Jendral Bea dan Cukai (Kepabeanan) hendaknya membentuk satuan khusus untuk menangani kasus kejahatan kepabeanan yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas penegakan