• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum acara pidana sering disebut sebagai hukum pidana formil. Hukum Acara Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. hukum acara pidana sering disebut sebagai hukum pidana formil. Hukum Acara Pidana"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG MASALAH

Hukum acara pidana merupakan pelengkap dari hukum pidana atau dengan kata lain hukum acara pidana sering disebut sebagai hukum pidana formil. Hukum Acara Pidana merupakan kumpulan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur bagaimana cara Negara, bila dihadapkan suatu kejadian yang menimbulkan syak wasangka telah terjadi suatu pelanggaran hukum pidana, dengan perantaraan alat-alatnya mencari kebenaran, menetapkan dimuka hakim suatu keputusan mengenai perbuatan yang didakwakan, bagaimana hakim harus memutuskan suatu hal yang telah terbukti, dan bagaimana keputusan itu harus dijalankan serta tujuan hukum acara pidana adalah mencari dan memperoleh kebenaran. Tentunya kebenaran yang dimaksud merupakan Kebenaran Materil, artinya kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum secara jujur dan dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindakan pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.

Kebenaran Meteril tersebut dapat tercipta apabila Penyidik dapat menghadirkan barang bukti yang dapat memperkuat keyakinan Hakim untuk memutus Perkara. Barang bukti merupakan bagian dari Alat Bukti yang dihadirkan oleh Penuntut Umum guna membuktikan Terdakwa terkait tindak pidana. Pasal 183 KUHAP mengatur bahwa untuk menentukan pidana kepada terdakwa, kesalahannya harus terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah tersebut, hakim

(2)

2

memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa fungsi barang bukti dalam sidang pengadilan adalah sebagai berikut:1

1. Menguatkan kedudukan alat bukti yang sah (Pasal 184 ayat (1) KUHAP) 2. Mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara sidang yang ditangani.

3. Setelah barang bukti menjadi penunjang alat bukti yang sah maka barang bukti tersebut dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang didakwakan JPU.

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memang tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat disita, yaitu:2

a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana

b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya

c. benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana

e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan Keyakinan Hakim tersebut berimplikasi pada Putusan yang menyatakan bersalah atau tidaknya Terdakwa. Putusan tercantum pada Pasal 1 butir 11 KUHAP dimana “Pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam

1 Kauffal, Barang Bukti Bukan Alat Bukti yang Sah, Penerbitan UMM, Malang, 2013, hal. 65 2 KUHAP

(3)

3

Undang-undang ini”. Setelah diputus dan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka eksekusi ataupun pelaksanaan putusan hakim dapat dilaksanakan dan berlaku secara hukum.

Dengan kata lain, apabila terdakwa dijatuhi pidana maka eksekusi dilakukan dan terdakwa menjalani masa hukuman di Rutan dengan jangka waktu tertentu. Apabila telah menjalankan masa Tahanan, Terdakwa mempunyai hak untuk dinyatakan bebas dan dikembalikan kepada Masyarakat.

Problematika terjadi apabila setelah putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap dan barang bukti milik Korban masih berada pada Penuntut Umum namun tidak diambil oleh pemilik (saksi korban). Padahal, Jaksa harus segera mengembalikan barang bukti kepada orang yang disebutkan dalan isi petikan putusan. Sesuai dengan undang-undang yang mengatur pelaksanaan pengembalian barang bukti.

Kendala dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana adalah tidak adanya undang-undang atau peraturan yang mengatur tentang jangka waktu pengambilan barang bukti oleh orang yang berhak menerima barang bukti. Saran yang ditawarkan oleh peneliti dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana di adalah Penambahan dan pembaharuan sarana prasarana untuk meminimalisir terjadinya penumpukan barang bukti di Kejaksaan.

Sehubungan dengan permasalahan diatas, Putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor 48/Pid.B/2017/PN.SLT memutuskan salah satu amarnya yang berbunyi sebagai berikut:

Memerintahkan barang bukti berupa: i. 1 anak kunci gembok

ii. 1 buah dompet iii. 1 buah handphone

(4)

4 iv. 1 buah jemper

v. 1 buah celana vi. 1 potong kaos

Dikembalikan kepada saksi Muhamad Hendra Saputra

Pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi) diatur dalam Bab XIX Pasal 276 KUHAP. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuataan hukum tetap (inkracht van gewijde). Menurut teoretik dan praktik suatu putusan pengadilan telah berkekuataan hukum tetap apabila terdakwa dan penuntut umum telah menerima putusan sebagaimana dinyatakan dalam “surat pernyataan menerima putusan” jika upaya hukum tidak deipergunakan sehingga tenggang waktunya terlampaui, apabila diajukan permohonan banding kemudian dicabut kembali dan adanya permohonan grasi yang diajukan disertai permohonan penagguhan eksekusi.

Karena bertanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan/ barang bukti tersebut, adalah hakim dengan demikian hakim berwenang menyerahkan barang bukti tersebut kepada dari siapa benda tersebut disita atau kepada orang yang berhak. Penyerahan barang bukti tersebut harus dengan berita acara, sebagai bukti otentik bahwa barang bukti sudah diserahkan, apabila benda tersebut berada atau disimpan di RUPBASAN..

Apabila sesuai dengan ketentuan Pasal 39 KUHP hanya terbatas pada barang-barang yang telah disita saja. Terhadap barang bukti tersebut dijatuhkan putusan dikembalikan kepada orang yang paling berhak, maka Jaksa selaku pelaksana putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus segara mengembalikannya. Kenyataannya didalam praktek proses pengembalian barang bukti tersebut menemui hambatan atau kendala, sehingga pelaksanaan

(5)

5

pengembalian barang bukti tidak bisa segera dilaksanakan (memakan waktu yang lama). Bedasarkan uraian diatas maka penulis memilih judul

"PROBLEMATIKA PUTUSAN PENGADILAN TENTANG PENGEMBALIAN BARANG BUKTI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM YANG TIDAK DAPAT

DILAKSANAKAN"

(Studi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor 48/Pid.B/2017/PN.SLT).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pemaparan dari latar belakang penelitian hukum, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti adalah:

Bagaimana Putusan Pengadilan Tentang Pengembalian Barang Bukti Oleh Jaksa Penuntut Umum Yang Tidak Dapat Dilaksanakan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah penelitian hukum diatas maka yang menjadi tujuan penelitian hukum penulis adalah:

Untuk mengetahui Putusan Pengadilan Tentang Pengembalian Barang Bukti Oleh Jaksa Penuntut Umum Yang Tidak Dapat Dilaksanakan?

D. MANFAAT PENELITIAN

(6)

6

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran atau memberikan solusi dalam bidang hukum pidana mengenai Putusan Pengadilan Tentang Pengembalian Barang Bukti Oleh Jaksa Penuntut Umum Yang Tidak Dapat Dilaksanakan?. Penelitian ini juga dapat dijadikan acuan maupun pedoman untuk para pihak atau peneliti lain yang ingin mengkaji dan menganalisis secara mendalam mengenai tinjauan problematika yang timbul terhadap pelaksanaan putusan Pengadilan tentang pengembalian barang bukti oleh Jaksa Penuntut Umum.

d.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi Penegak hukum khususnya Jaksa Penuntu Umum dalam rangka meningkatkan kualitas penegakkan hukum pidana dalam bidang Hukum Acara Pidana guna memberikan kepastian hukum mengenai pengembalian barang bukti kepada pihak yang berhak sehingga tidak menimbulkan kebingungan dalam penegakan hukum Pidana

E.

METODE PENELITIAN

e.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian Hukum (legal research) adalah cara menemukan kebenaran yaitu adakah aturan hukum yang berupa perintah atau larangan yang sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan hanya sesuai aturan hukum) atau prinsip hukum.3. Penelitian yang dilakukan termasuk dalam kategori penulisan hukum normatif. Jenis penulisan hukum normatif atau penulisan hukum doktrinal yang digunakan adalah penulisan pada dogmatik hukum, penulisan berdasar bahan-bahan hukum dengan membaca dan

(7)

7

mempelajari bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian dikaji dan ditarik kesimpulan.

e.2 Pendekatan

e.2.1 Pendekatan Konseptual (conceptual approach).

Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi4.

e.2.2 Pendekatan Kasus (Case Approach).

Pendekatan ini bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Penelitian ini dilakukan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor 48/Pid.B/2017/PN.SLT

e.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan cara melakukan study

document dan study literature dalam mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis,

konsep-konsep, pandangan-pandangan, doktrin serta isi kaedah hukum yang menyangkut hukum perdata dan teori perbuatan melawan hukum.Bahan Hukum yang dipakai oleh penulis dalam metode penelitian ini terdapat dua macam bahan pustaka yaitu :

4

(8)

8 a. Bahan Hukum Primer

1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 2. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

3. Undang-undang No. 15 Tahun 1961 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP

5. Putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor 48/Pid.B/2017/PN.SLT b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi dan jurnal-jurnal hukum. Kegunaan bahan hukum sekunder adalah memberikan kepada peeneliti semacam “petunjuk” kearah mana peneliti melangkah5.

e.4 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini digunakan teknik-teknik pengumpulan data dengan harapan mampu diperoleh data yang benar-benar valid dan untuk itu digunakan teknik-teknik dalam pengumpulan datanya melalui: Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan mempelajari, membaca, dan mencatat buku-buku, literatur, catatan-catatan, peraturan perundang-undangan, serta artikel-artikel penting dari media yang erat kaitannya dengan pokok-pokok masalah yang digunakan untuk menyusun penulisan hukum ini.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan

Tujuan kajian keragaan beberapa varietas unggul baru padi gogo di lahan sub-optimal Gunungkidul, Yogyakarta adalah mengembangkan penggunaan varietas unggul baru Inpago,

Velva jambu biji merah probiotik merupakan salah satu frozen desert yang serupa dengan es krim, yang mempunyai kelembutan dan kelezatan yang hampir sama dan bahan bakunya

Efektivitas pemberdayaan masyarakat dalam pengentasan kemiskinan pada program Gerdu Kempling dinilai berdasarkan peningkatan kondisi masyarakat setelah mendapatkan

b. Untuk memperoleh bentuk interaksi sosial siswa tunanetra dengan siswa awas, guru, staf sekolah, staf sekolah, dan kepala sekolah di lingkungan Madrasah Aliyah Negeri 1

Apakah motivasi kerja, kemampuan guru, sikap supervisor berpengaruh langsung dan tidak langsungterhadap keberhasilan pembinaan guru SD pascasertifikasi di Kabupaten

Penelitian yang dilakukan oleh Cita Ayupraba berbeda dengan penelitian Peneliti yakni dalam penelitian tersebut tidak ada analisis maupun kajian mengenai

Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwaperancangan dan pembuatan Sistem Informasi Koperasi Universitas Diponegoro telah berhasil dilakukan