• Tidak ada hasil yang ditemukan

BSTRAK ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI SAWI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BSTRAK ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI SAWI DI KOTA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI SAWI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

Sunawirawan1, Wan Abbas Zakaria2, Hurip Santoso2

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui efisiensi penggunaan faktor – faktor produksi pada usahatani sawi di Kota Bandar Lampung; (2) Menganalisis tingkat pendapatan usahatani sawi di Kota Bandar Lampung.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjung Karang Barat dan Kecamatan Kemiling Kota Bandar lampung. Responden diambil sebanyak 35 petani dengan metode simple random sampling. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah analisis fungsi produksi, analisis efisiensi ekonomi, dan analisis pendapatan dengan menggunakan R/C rasio.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penggunaan faktor – faktor produksi pada usahatani sawi di Kota Bandar Lampung belum efisien. Penggunaan faktor produksi luas lahan (X1), benih (X2), dan pupuk SP36 (X5) perlu ditingkatkan, sedangkan pupuk kandang (X3) dan pestisida (X7) harus dikurangi agar

pendapatan usahatani sawi meningkat.; (2) Usahatani sawi merupakan usahatani yang menguntungkan. Tingkat pendapatan saat ini sebesar Rp 1.640.004,00 per 1.851,43 m2 dengan R/C ratio atas biaya tunai yaitu sebesar 2,58, sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 749.338,40 per 1.851,43 m2 per musim dengan nilai R/C ratio sebesar 1,39. Pada kondisi optimal dengan kendala lahan seluas 1.851,43 m2 diperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 1.618.015,48 dengan R/C ratio sebesar 3,23, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah sebesar 1.017.648,14 dengan R/C ratio sebesar 1,77.

1 : Alumni Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2 : Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

3

ABSTRACT

ANALYSIS OF EFFICIENCY PRODUCTION AND MUSTARD GREENS FARM INCOME IN BANDAR LAMPUNG

By

Sunawirawan1, Wan Abbas Zakaria2, Hurip Santoso2

The purposes of this research were : (1) To know the efficiency of production factors of mustard green farm in Bandar Lampung.; (2) To analyze the income level of mustard green farm in Bandar Lampung.

This research conducted in the West Tanjung Karang district and Kemiling District in Bandar Lampung. The respondents were 35 farmers taken by simple random sampling method. The data used were primary data and secondary data. The analysis method used were the function of production analysis, efficiency of economic analysis and income analysis is used by R/C ratio.

The results showed that. (1) The use of production factors on mustard green farm

corporation in Bandar Lampung wasn’t efficient. The use of factor production on

(2)
(3)

VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Dari hasil penelitian dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Penggunaan faktor – faktor produksi pada usahatani sawi di Kota Bandar Lampung belum efisien. Penggunaan faktor produksi luas lahan (X1), benih (X2), dan pupuk SP36 (X5) perlu ditingkatkan, sedangkan faktor produksi pupuk kandang (X3) dan pestisida (X7) harus dikurangi agar pendapatan usahatani sawi meningkat.

2. Usahatani sawi merupakan usahatani yang menguntungkan. Tingkat pendapatan saat ini sebesar Rp 1.640.004,00 per 1851,43 m2 dengan R/C ratio atas biaya tunai yaitu sebesar 2,58, sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 749.338,40 per 1.851,43 m2 per musim dengan nilai R/C ratio

sebesar 1,39. Pada kondisi optimal dengan kendala lahan seluas 1851,43 m2

diperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 1.618.015,48 dengan R/C ratio sebesar 3,23, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah sebesar 1.017.648,14 dengan R/C ratio sebesar 1,77.

79 B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:

1. Petani diharapkan dapat lebih mengefisienkan penggunaan faktor –faktor produksi yang dipakai dalam proses produksi sawi sesuai dengan tingkat penggunaan optimal dengan melakukan ekstensifikasi usahatani pada skala usaha 2500m2 dengan penggunaan benih sebesar 520,30gr, pupuk kandang sebesar 970kg, pupuk urea sebesar 149,77 kg, pupuk SP36 sebanyak 72,22kg, pestisida sebanyak 43,1 gram bahan aktif, dan tenaga kerja sebesar 7,63 HKP.

2. Pemerintah Kota Bandar Lampung diharapkan berperan aktif dalam memberikan penyuluhan usahatani, menyediakan dana usaha atau mendorong perbankan menyediakan kredit lunak, menyediakan lahan untuk ektensifikasi usahatani sawi, dan memfasilitasi pembentukan koperasi bagi petani sawi di Kota Bandar Lampung.

(4)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Yudohusodo (2006) mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian tropis dan potensi pasar pangan yang besar. Hal itu ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk nasional yang signifikan pada tahun 2000 sebesar 200 juta jiwadan diperkirakan mencapai 400 juta jiwa pada tahun 2040.

Optimisme tentang prospek produksi pertanian ke depan sangat didukung dengan potensi lahan pertanian yang ada. Indonesia masih memiliki potensi lahan pertanian yang cukup besar. Sampai dengan tahun 2001, menurut data BPN seperti yang dilaporkan Syahyuti (2006), total lahan pertanian yang sudah dikelola sebesar 36,3 juta ha dengan proporsi terbesar di Sumatera (15,2 juta ha) dan Jawa (7,7 juta ha). Luas kawasan yang dapat dipergunakan untuk pertanian 123,4 juta ha dengan proporsi terbesar di Kalimantan (38,8 juta ha), Sumatera (30,4 juta ha) dan Irian Jaya (23,6 juta ha). Areal yang yang masih tersisa yang dapat dipergunakan untuk lahan pertanian adalah 87,1 juta ha dengan proporsi terbesar di Kalimantan (34,2 juta ha), Irian Jaya (20,58 juta ha) dan Sumatera (15,2 juta ha).

Menurut data BPS (2009), Sektor pertanian masih memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan daerah Propinsi Lampung pada Triwulan III 2008 2

yaitu sebesar (38,85 persen), diikuti sektor industri pengolahan (14,53 persen), sektor perdagangan/hotel/restoran (12,86 persen) dan sektor jasa-jasa (11,10 persen) (Anonim, 2008). Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa

pengembangan dan pembangunan sektor pertanian menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah karena sektor pertanian mampu memberikan kontribusi pendapatan terbesar bagi daerah Lampung.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang sering ditafsirkan sebagai pendapatan daerah menjadi tolok ukur keberhasilan pertumbuhan

perekonomian di suatu daerah. Pada tahun 2008, angka PDRB yang

dihasilkan Kota Bandar Lampung sebesar 13,437 triliyun rupiah. Pencapaian angka PDRB terus meningkat selama 5 tahun terakhir menunjukkan keadaan perekonomian yang membaik. Peningkatan juga dilihat dari PDRB perkapita tahun 2008 yang mencapai 16,329 juta rupiah, dimana pencapaian tahun lalu hanya sebesar 12,960 juta rupiah (BPS Kota Bandar Lampung, 2008).

Lapangan usaha bidang Pertanian merupakan lapangan usaha ke tujuh terbesar penyumbang pendapatan Kota Bandar Lampung. Pencapaian ini selama lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa bidang pertanian juga memiliki potensi yang cukup tinggi walaupun Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Propinsi.

Besarnya kontribusi sektor pertanian harus diimbangi dengan

memprioritaskan pembangunan pertanian di berbagai sub sektor, karena produk pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan, salah satunya untuk memenuhi konsumsi masyarakat.

3

(5)

pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung tahun 2004-2008 Tahun Jumlah (jiwa) Peningkatan (%)

2004 800.490 - 2005 809.860 1,17 2006 844.608 4,29 2007 812.133 -3,84 2008 822.880 1,32 Rata-rata 0,73

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung, 2009

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bandar Lampung terus meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 0,73% / tahun. Hal itu cenderung berbanding lurus dengan jumlah konsumsi pangan di Kota Bandar Lampung.

Dalam pemenuhan konsumsi masyarakat khususnya produk pertanian, tidak dapat terlepas dari pemenuhan gizi yang seimbang, yaitu empat sehat lima sempurna. Sebagai modal energi untuk melangsungkan kehidupan, vitamin dan mineral sangat dibutuhkan agar masyarakat menjadi sehat dan

meminimalisir penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh racun – racun yang terkandung dalam makanan sehari-hari.

Vitamin dan mineral itu sendiri banyak terkandung dalam sayuran yang notabene sebagai salah satu sub sektor di bidang pertanian yaitu sub sektor hortikultura. Kandungan gizi utama dalam buah dan sayuran adalah vitamin dan mineral. Vitamin yang terdapat dalam buah dan sayuran adalah

4

provitamin A, vitamin C, K, E dan berbagai kelompok vitamin B kompleks. Kandungan beta karoten pada sayuran membantu memperlambat proses penuaan dini mencegah resiko penyakit kanker, meningkatkan fungsi paruparu dan menurunkan komplikasi yang berkaitan dengan diabetes. Vitamin

lainnya memiliki fungsi sebagai andtioksidan yang bekerja dengan cara mengikat lalu menghancurkan radikal bebas dan mampu melindungi tubuh dari reaksi oksidatif yang menghasilkan racun. Di samping itu, buah dan sayuran juga kaya akan berbagai jenis mineral, diantaranya kalium (K), kalsium (Ca), natrium (Na), zat besi (Fe), magnesium (Mg), mangan (Mn), seng (Zn), selenium (Se), dan boron (Bo) (margianto,1997).

Kandungan gizi yang tinggi itu menjadi alasan mengapa sayuran banyak dikonsumsi masyarakat, khususnya di Kota Bandar Lampung. Hal itu dapat kita ketahui salah satunya dengan melihat rumah makan dan restoran –restoran pasti menyajikan sayuran, baik itu sebagai pelengkap makanan utama, ataupun sebagai menu spesial. Konsumsi dan surplus defisit kebutuhan sayuran di Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Konsumsi dan surplus/defisit pemenuhan kebutuhan sayuran di Kota Bandar Lampung tahun 2006 – 2008

(6)

Produksi (ton) Konsumsi (ton)

Surplus/defisit (ton)

2006 844.608 1.0010 37.830,96 -27.821 2007 812.133 11.546,4 36.306,45 -24.760,1 2008 822.880 3.006,2 50.560,09 -47.553,9

Sumber : BPS dan Badan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung, 2009 (diolah).

5

Tabel 2 menunjukkan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini konsumsi sayuran terus meningkat, hal ini tidak diimbangi dengan produksi sayuran yang merosot tajam pada tahun 2008 yang mengakibatkan meningkatnya defisit pemenuhan konsumsi sayuran di Kota Bandar Lampung. Untuk mencukupi kebutuhan sayuran, maka didatangkan komoditi sayuran dari daerah – daerah sentra pertanian baik dari dalam Propinsi Lampung maupun dari luar daerah lainnya. Permasalahan ini menciptakan peluang usaha yang sangat strategis agar kebutuhan masyarakat terhadap sayuran dapat terpenuhi dan kesejahteraan petani meningkat.

Usahatani sayuran seperti hal nya usahatani komoditas lainnya tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan dimulai dari input sampai output dan pasca panen. Keuntungan yang diperoleh petani dipengaruhi oleh harga yang diperoleh, jumlah produksi dan biaya – biaya yang dikeluarkan oleh petani sayuran. pemilihan benih yang unggul, pemupukan dan pemeliharaan yang baik dapat mempengaruhi produksi yang didapat petani yang juga dapat mempengaruhi keuntungan petani dengan asumsi harga yang stabil.

Dalam pencatatan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung, yang meliputi tanaman sayuran antara lain buncis, kacang panjang, kangkung, bayam, terong, ketimun, sawi, cabe, dan tomat. Berdasarkan sebaran per kecamatan dengan menggabungkan semua komoditi sayuran, dapat dilihat pada Tabel 3.

6

Tabel 3. Sebaran luas lahan dan produksi tanaman sayuran per kecamatan di Kota Bandar Lampung

Kecamatan Luas Panen (ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Teluk Betung Barat 31 23,9 0,77 Teluk Betung

(7)

Tanjung Karang timur 1,4 7,75 0,18

Teluk Betung Utara 49 65,2 1,33 Tanjung Karang

Pusat 0 0 ~ Tanjung Karang Barat 46 264,8 5,76 Kemiling 131 239,6 1,83 Kedaton 44 53,4 1,21 Rajabasa 16 61,4 3,84

Tanjung Seneng 45 49,1 1,09 Sukarame 51 108,1 2,12 Sukabumi 31 118,4 3,82 Kota Bandar

Lampung 490,4 1069,55 2,18

Sumber : BPS Kota Bandar Lampung, 2007 (diolah).

Tabel 3 menunjukkan bahwa Kecamatan Tanjungkarang Barat dan Kecamatan Kemiling merupakan sentra penghasil sayuran di Kota Bandar Lampung. Tabel 3 juga menunjukkan produktivitas tanaman sayuran di kecamatan Kemiling cukup rendah jika dibandingkan tingkat produkstivitas di Kecamatan Tanjung karang Barat dan di tingkat Kota. Hal ini dapat

ditingkatkan lagi dengan penggunaan faktor – faktor produksi yang efisien dan didukung dengan tingginya harga jual produk yang diterima petani sayuran di Kota Bandar Lampung serta faktor – faktor lain yang mempengaruhi.

Berdasarkan data BPS tahun 2008 juga, komoditas sayuran paling besar yang di budidayakan di Bandar Lampung adalah tanaman sawi yaitu sebesar 496,6 7

ton dengan luas panen sebesar 187 hektar yang berarti memiliki tingkat produktivitas sebesar 2,66ton/ha.

Menurut Nazaruddin (1993), produktivitas ideal tanaman sawi adalah sebesar 10 ton/ha. Jika dibandingkan dengan tingkat prodktivitas yang dicapai petani di Kota Bandar Lampung, maka dapat dikategorikan bahwa Kota Bandar Lampung memliki tingkat produktivitas tanaman sawi sangat rendah sekali. Sesuai dengan sifat produk pertanian yang relatif berfluktuatif maka akan sangat berpengaruh pada tingkat harga yang berlaku (Hernanto, 1994).

Berdasarkan data yang didapat dari survey pendahuluan, harga sawi di Bandar Lampung di tingkat – tingkat pelaku tataniaga dan petani dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Harga sawi di beberapa pelaku tataniaga dan petani. Pelaku Pemasaran Harga

(Rp/Kg) Petani 2,000 Pengumpul 3,500 Pasar Induk 4,500 Pasar tempel 6,000

(8)

Sumber : data survey pendahuluan

Rendahnya harga yang diterima oleh petani tentunya akan berpengaruh terhadap pendapatan keluarga yang juga berpengaruh pada semangat untuk menanam sawi. Perbaikan sistem tataniaga terutama masalah harga yang diterima petani akan dapat meningkatkan minat petani untuk

membudidayakan sawi. Selama ini petani biasanya hanya menerima harga (price taker) yang ditentukan oleh pedagang pengumpul. Dengan adanya perbaikan di atas maka pendapatan dan kesejahteraan petani dapat meningkat. 8

Permodalan menjadi permasalahan yang turut pula harus diperhatikan. Kebijakan pemerintah saat ini sudah memberikan jalan seluas-luasnya bagi petani untuk memiliki modal usaha dengan sistem kredit atau pinjaman pada bank – bank yang ditunjuk pemerintah dengan bunga pinjaman yang sangat rendah. Hal ini tentunya sangat membantu petani untuk mendapatkan modal usaha agar usahanya dapat berkembang dan maju. Salah satu syarat untuk mendapatkan pinjaman di bank adalah kelayakan usahatani yang dijalankan dengan melihat seberapa besar pendapatan yang didapat oleh petani sawi. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang terjadi dalam usahatani sawi sebagai berikut:

1. Apakah penggunaan faktor – faktor produksi pada usahatani sawi di Kota Bandar Lampung sudah efisien?

2. Apakah usahatani sawi di Kota Bandar Lampung menguntungkan? B. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui efisiensi penggunaan faktor – faktor produksi pada usahatani sawi di Kota Bandar Lampung.

2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani sawi di Kota Bandar Lampung. C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna:

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi petani dalam mengelola usahatani sawi yang dilakukan.

9

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan serta pengembangan usahatani sawi di Kota Bandar Lampung.

Referensi

Dokumen terkait

“Dinas perhubungan telah memberlakukan sistem untuk menghindari tarif liar, Dishub berkerjasama dengan Pemerintah Kota Bandar Lampung, telah menerapkan sistem parkir

Tingginya produksi tanaman tomat yang diperoleh persatuan luas lahan belum menjamin tingginya pendapatan yang akan diterima petani, hal ini disebabkan karena

mempengaruhi terjadinya defisit pada pembiayaan Kota Bandar Lampung yaitu yang pertama minimnya sumber penerimaan pembiayaan Kota Bandar Lampung dari Tahun Anggaran 2004-2007

Permasalahan ini jelas bahwa faktor motivasi dan disiplin kerja pegawai di Kantor Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung sangat perlu untuk ditingkatkan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, disimpulkan bahwa responden sayuran organik di Swalayan Chandra Tanjung Karang Kota Bandar Lampung didominasi oleh kaum perempuan

Untuk 40 petani sampel lainnya belum efisien dalam penggunaan input produksi tetapi masih memiliki kesempatan untuk memperoleh hasil maksimal seperti petani yang sudah

Sehingga analisis mengenai faktor–faktor yang mempengaruhi pendapatan UMKM sektor kuliner pengguna layanan online food delivery di Kota Bandar Lampung perlu dilakukan untuk melihat

Penelitian Anggiasari, Indriani, dan Endaryanto 2016 yang menyatakan bahwa atribut kesegaran sayuran organik di Kota Bandar Lampung merupakan atribut yang memiliki nilai sikap paling