• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Cabang Usahatani dan Saluran Pemasaran Pisang Lampung (Kasus di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Cabang Usahatani dan Saluran Pemasaran Pisang Lampung (Kasus di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN

PISANG LAMPUNG (Kasus Di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin,

Kabupaten Bogor)

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Cabang Usahatani dan Saluran Pemasaran Pisang Lampung (Kasus di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Intan Permatasari

(4)

Dibimbing oleh RATNA WINANDI.

Pisang merupakan komoditi dengan produksi tertinggi di Indonesia, Jawa Barat, dan Kabupaten Bogor dimana salah satunya adalah Desa Rabak di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor yang memiliki potensi produksi pisang khususnya pisang lampung. Namun desa tersebut tidak melakukan pembudidayaan tanaman pisang lampung dengan baik yang dapat meminimalisir risiko untuk mendapatkan hasil yang maksimal sehingga dalam pemasarannya dihadapkan pada daya tawar yang rendah kepada petani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis cabang usahatani dan saluran pemasaran pisang lampung dimana cabang usahatani dianalisis dengan menggunakan rasio R/C sehingga dapat dilihat pendapatan dan keuntungan yang diterima oleh petani pisang lampung, sedangkan saluran pemasaran dianalisis dengan rasio Li/Ci sehingga dapat dilihat keuntungan dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran pisang lampung. Hasil rasio R/C pada penelitian ini menunjukkan nilai 1,36 yang berarti bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan maka akan mendapat pendapatan 1,36, sedangkan rasio Li/Ci pada penelitian ini belum merata terhadap setiap lembaga pemasaran yang terlibat sehingga dinyatakan saluran pemasaran belum efisien.

Kata Kunci : pisang, cabang usahatani, saluran pemasaran

ABSTRACT

INTAN PERMATASARI. Lampung banana farming and marketing analysis (Case of Rabak Village, Rumpin District Bogor Regency). Supervised by RATNA WINANDI.

Bananas are a commodity with the highest production in West Java and Bogor Regency of Indonesia. Rabak Village in the Rumpin District of the Bogor Regency has the potential to produce bananas of especially the lampung variety. But the village not doing cultivation well that can minimize the risk to get the maximum results, and thus the farmers marketing their bananas are faced with low bargaining power. This research analyzes current banana farming and lampung banana marketing using the R/C ratio so it can determine income and profit earned by lampung banana farmers, while the marketing channel is analyzed with the Li/Ci ratio so it can determine the benefit of marketing undertaken by the marketing institution involved in lampung banana marketing. The result of the ratio R/C in this research shows a value of 1.36, meaning that each rupiah spent will receive income of 1.36, while the Li/Ci ratio in this research have not been equal to each marketing institution involved, so the avowed the marketing channel is yet efficient.

(5)

Kabupaten Bogor)

INTAN PERMATASARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

Nama : Intan Permatasari NIM : H34104064

Disetujui oleh

Dr Ir Ratna Winandi, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah cabang usahatani dan pemasaran, dengan judul Analisis Cabang Usahatani dan Saluran Pemasaran Pisang Lampung (Kasus di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, Ibu Ir Juniar Atmakusuma, MS dan Ibu Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, staf Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K), staf Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Leuwiliang, serta staf Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(10)

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

Pisang Lampung (Musa parasidiaca var Sapientum) 7

Budidaya Pisang Lampung 9

Penelitian Terdahulu 16

Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu 18

KERANGKA PEMIKIRAN 18

Kerangka Pemikiran Teoritis 18

Kerangkan Pemikiran Operasional 24

METODE PENELITIAN 26

Lokasi dan Waktu 26

Metode Penentuan Responden 27

Data dan Instrumentasi 27

Metode Pengumpulan Data 27

Metode Pengolahan Data 27

GAMBARAN UMUM DESA RABAK 32

Karakteristik Wilayah 32

Karakteristik Responden Petani 34

Teknik Budidaya Pisang Lampung di Desa Rabak 37

HASIL DAN PEMBAHASAN 39

Analisis Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak 39 Analisis Saluran Pemasaran Pisang Lampung di Desa Rabak 45

SIMPULAN DAN SARAN 53

Simpulan 53

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 57

(11)

2011 2 2 Total Produksi Terbesar Beberapa Buah-Buahan di Indonesia (Ton),

2009 – 2011 3

3 Produksi Buah Pisang Terbesar Beberapa Provinsi di Indonesia (Ton),

2009 – 2011 4

4 Total Produksi Terbesar Beberapa Buah-Buahan di Kabupaten Bogor

(Ton), 2009 – 2011 4

5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia di Desa Rabak Kecamatan

Rumpin Kabupaten Bogor Tahun 2013 33

6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Tahun 2013 34 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Rabak

Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Tahun 2013 34 8 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Status Usaha Bertani Pada

Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei –

Juni Tahun 2013 35

9 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Usia Pada Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 35 10 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada

Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei –

Juni Tahun 2013 36

11 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Pada Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei –

Juni Tahun 2013 37

12 Sebaran Respoden Petani Berdasarkan Luas dan Status Pengusahaan Pada Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan

Mei – Juni Tahun 2013 37

13 Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Untuk Luasan Rata-Rata 6.600 m2 Dengan 78 Rumpun pada Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak

pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 41

14 Total Biaya (Rp) Cabang Usahatani Pisang Lampung Responden Petani di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 44 15 Analisis Cabang Usahatani Responden Petani Pisang Lampung Untuk

Rata-Rata Luasan Lahan 6.600 m2 Dengan 78 Rumpun pada Bulan Mei

– Juni 2013 di Desa Rabak 45

16 Fungsi-Fungsi Pemasaran yang Dilakukan Responden Pedagang di

Daerah Penelitian 48

17 Farmer’s Share pada Masing-Masing Saluran Pemasaran Pisang

Lampung di pada Bulan Mei – Juni 2013 49

18 Rincian Marjin Pemasaran (Rp/Sisir) Responden Pedagang Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 50 19 Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Lembaga Pemasaran Pisang

(12)

2 Marjin Pemasaran 23

3 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 26

4 Saluran Pemasaran Pisang Lampung Responden Petani di Desa Rabak

Pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 46

DAFTAR LAMPIRAN

1 Karakteristik Responden Petani Pisang Lampung pada Bulan Mei –

Juni 2013 di Desa Rabak 57

2 Karakteristik Responden Petani Pisang Lampung pada Bulan Mei –

Juni 2013 di Desa Rabak (lanjutan) 58

3 Penerimaan Cabang Usahatani Pisang Lampung Respoden Petani di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 59 4 Penggunaan Peralatan Pertanian Responden Petani Pisang Lampung

pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak 60

5 Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Responden Petani Pisang Lampung pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak 61 6 Kebutuhan Tenaga Kerja Responden Petani pada Kegiatan Budidaya

Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei –

Juni Tahun 2013 62

7 Kebutuhan Tenaga Kerja Luar Keluarga Responden Petani pada Kegiatan Budidaya Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak

pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 63

8 Kebutuhan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Responden Petani pada Kegiatan Budidaya Cabang Usahatani Pisang Lampung di Desa Rabak

pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 64

9 Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (Rp) Responden Petani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 65 10 Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (Rp) Responden Petani Pisang

Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 (lanjutan) 66 11 Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (Rp) Responden Petani Pisang

Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 67 12 Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (Rp) Responden Petani Pisang

Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 (lanjutan) 68 13 Total Biaya (Rp) Cabang Usahatani Pisang Lampung Responden Petani

pada Bulan Mei – Juni 2013 di Desa Rabak 69

14 Penerimaan (Rp), Biaya (Rp), Pendapatan (Rp), rasio R/C Responden Petani Pisang Lampung di Desa Rabak pada Bulan Mei – Juni Tahun

2013 70

15 Karakteristik Responden Pedagang Pisang Lampung di Desa Rabak

pada Bulan Mei – Juni Tahun 2013 71

(13)

Latar Belakang

Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup besar dalam menggerakkan perekonomian nasional, yaitu sebagai penyerap tenaga kerja, penyedia bahan baku, sebagai sumber devisa, berkontribusi terhadap pendapatan, serta penyediaan pangan1. Sektor pertanian juga berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai indikator pertumbuhan perekonomian Indonesia yang terus mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga tahun 2012 dengan laju pertumbuhan rata-rata 3,23 persen per tahun2.

Sektor pertanian Indonesia mencakup subsektor-subsektor yang masing-masing memberikan kontribusi terhadap PDB. Subsektor-subsektor tersebut terdiri atas subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan, subsektor tanaman hortikultura, subsektor peternakan dan hasil-hasilnya, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan. Salah satu subsektor dari sektor pertanian tersebut yang memegang peranan cukup penting dalam sumber pendapatan petani, perdagangan, industri, penyerapan tenaga kerja serta dapat memberikan sumbangan PDB Indonesia, yaitu subsektor tanaman hortikultura.

Subsektor tanaman hortikultura menjadi salah satu sumber perekonomian pertanian Indonesia yang peranannya cukup penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Kontribusi subsektor tanaman hortikultura terhadap PDB terus mengalami peningkatan dari tahun 2005 hingga tahun 2010 dengan laju pertumbuhan rata-rata 6,36 persen per tahun3.

Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman pertanian yang mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi karena Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis yang cocok untuk tanaman hortikultura. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 511/Kpts/PD.310/9/2006 Tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Tanaman Hortikultura4, tanaman hortikultura terdiri atas beberapa komoditas, yaitu komoditas buah-buahan, komoditas sayuran, komoditas biofarmaka dan komoditas tanaman hias. Salah satu komoditas dari tanaman hortikultura yang cukup potensial untuk dikembangkan, yaitu komoditas buah-buahan.

Komoditas buah-buahan merupakan komoditas yang cukup potensial untuk dikembangkan yang berarti bahwa dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan dalam perekonomian nasional. Komoditas buah-buahan menjadi salah satu sumber pertumbuhan pertanian yang mempunyai peranan cukup penting dalam kontribusinya terhadap PDB. Kontribusi komoditas buah-buahan terhadap PDB terus mengalami perkembangan dari tahun 2005 hingga tahun 2010 dengan laju pertumbuhan rata-rata 7,05 persen per tahun5.

1

http://www.deptan.go.id/renbangtan/konsep_pembangunan_pertanian.pdf [17 Juli 2013]

2

www.bps.go.id [30 Juni 2013]

3

www.go.id dan www.deptan.go.id [24 Juni 2012]

4

www.deptan.go.id [30 Juni 2013]

5

(14)

Salah satu dari komoditas buah-buahan yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah pisang (Musa parasidiaca). Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang merupakan tumbuhan berbatang lunak, tidak berkayu, atau hanya mengandung jaringan kayu yang sedikit. Pisang merupakan tanaman buah yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) yang kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan, dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang6.

Pisang merupakan salah satu komoditi tanaman buah Indonesia yang prospektif untuk dikembangkan karena dapat tumbuh dari dataran rendah hingga ketinggian 1.300 meter dari permukaan laut7, serta mampu bersaing di pasar internasional sebagai produk ekspor bersama dengan beberapa negara pengekspor pisang lainnya, seperti Ekuador, Columbia, Costa Rica, serta Filipina. Volume ekspor komoditas buah-buahan Indonesia menunjukkan bahwa volume ekspor komoditi pisang terus mengalami perkembangan dari tahun 2007 hingga tahun 2011 dengan laju pertumbuhan rata-rata 3.124 persen per tahun. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 yang menunjukkan perkembangan volume ekspor buah pisang tahun 2007 hingga tahun 2011. Pasar eskpor pisang yang telah di tembus oleh Indonesia, yaitu Arab Saudi, Singapura, Korea, Hongkong, Amerika Serikat, Kanada, Afrika Selatan, Selandia Baru, Denmark, serta Jepang.

Tabel 1 Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Buah Pisang (Ton), 2007 - 2011

Tahun Volume Ekspor (ton)

2007 2.378

2008 1.970

2009 701

2010 14

2011 1.735

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012

Selain menjadi komoditi ekspor, buah pisang di dalam negeri sendiripun merupakan buah yang cukup potensial untuk dikembangkan. Terbukti dari data tahun 2010 menunjukkan bahwa konsumsi buah masyarakat Indonesia hanya 32 kg per kapita per tahun, sementara Food and Agriculture Organization (FAO) memberi batas minimal 65,75 kg per kapita per tahun8. Sedangkan untuk pisang sendiri, berdasarkan data Susenas tahun 2010 menunjukkan bahwa konsumsi pisang masyarakat Indonesia hanya 7,4 kg per kapita per tahun atau 11,26 persen dari total konsumsi buah yang dianjurkan oleh FAO. Selain itu, produksi pisang Indonesia pada tahun 2010 sebesar 5.755.073 ton menunjukkan bahwa konsumsi

6

http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/pisang.pdf [10 April 2013]

7

http://balitbu.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/hasil-penelitian-mainmenu-46/teknologi-mainmenu-78/64-teknologi-pisang/62-prospek-pengembangan-pisang-di-lahan-pasang-surut [ 17

Juli 2013]

8

Fitri Rahmadianti. Buah Nusantara Tak Kalah Dengan Buah Impor.

(15)

pisang masyarakat Indonesia dapat meningkat seiring dengan ketersediaan produksi pisang yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan terhadap kebutuhan konsumsi buah-buahan, khususnya pisang dapat berkembang dengan cukup baik seiring dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan nilai gizi dari buah-buahan.

Buah pisang memiliki kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Buah pisang memiliki mineral yang kaya akan kalium, magnesium, besi, fosfor, dan kalsium, juga mengandung vitamin B, B6, dan C, serta serotonin yang aktif sebagai neutransmitter dalam kelancaran fungsi otak. Nilai energi buah pisang rata-rata 136 kalori untuk setiap 100 gram. Kandungan karbohidrat pada buah pisang memberikan energi lebih cepat daripada nasi dan biskuit. Karbohidrat pada buah pisang merupakan karbohidrat komplek tingkat sedang dan tersedia secara bertahap, sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu yang tidak terlalu cepat9.

Pisang merupakan komoditas tanaman hortikultura yang memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan yang mencakup keanekaragaman varietas dan kondisi tanah-agroklimat yang kondusif untuk kegiatan produksi tanaman pisang sehingga komoditi pisang menghasilkan tingkat produksi yang paling tinggi diantara buah-buahan lainnya di Indonesia10. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 yang menunjukkan Total Produksi Terbesar Beberapa Buah-Buahan di Indonesia (Ton), 2009 – 2011. Produksi komoditi pisang di Indonesia terus mengalami perkembangan dari tahun 2006 hingga tahun 2011 dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,89 persen per tahun11.

Tabel 2 Total Produksi Terbesar Beberapa Buah-Buahan di Indonesia (Ton), 2009 – 2011

Komoditi Tahun

2009 2010 2011*

Pisang 6.373.533 5.755.073 5.899.640

Nanas 1.558.196 1.406.445 2.169.431

Mangga 2.243.440 1.287.287 2.129.608

Jeruk 2.131.768 2.028.904 1.807.808

Jumlah 12.306.937 10.477.709 12.006.487

Keterangan : * Angka sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012

Jawa Barat merupakan provinsi penghasil pisang dengan produksi terbesar di Indonesia diantara beberapa daerah lainnya. Produksi pisang di Jawa Barat terus mengalami perkembangan dari tahun 2009 hingga tahun 2011 dengan laju pertumbuhan rata-rata 0,58 persen per tahun12. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3

9

Sulusi Prabawati, dan kawan-kawan. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang. http://www.scribd.com/doc/51687928/11/NILAI-GIzI-BUAH-PISANG [24 Juni 2012]

10

Nurlaili Irmawati. Pengaruh Globalisasi dan Upaya Pemerintah dalam Melindungi Petani Jeruk Siam. http://mbem25.blogspot.com/2012/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html [1 Maret 2013]

11

www.bps.go.id [24 Juni 2012]

12

(16)

yang menunjukkan Produksi Buah Pisang Terbesar Beberapa Provinsi di Indonesia (Ton), 2009 – 2011.

Tabel 3 Produksi Buah Pisang Terbesar Beberapa Provinsi di Indonesia (Ton), 2009 – 2011

Provinsi Tahun

2009 2010 2011*

Jawa Barat 1.415.694 1.090.777 1.360.126

Jawa Timur 1.020.773 921.964 1.188.724

Jawa Tengah 965.389 854.383 750.775

Sumatera Utara 335.790 403.391 429.629

Lampung 681.875 677.781 427.727

Banten 194.835 243.887 248.272

Keterangan : * Angka sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011

Perumusan Masalah

Provinsi Jawa Barat memiliki beberapa daerah sentra produksi pisang, yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Ciamis13. Sebagai salah satu sentra produksi pisang di Kabupaten Bogor, produksi pisang di Kabupaten Bogor sendiri merupakan tingkat produksi paling tinggi diantara buah-buahan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4 yang menunjukkan Total Produksi Terbesar Beberapa Buah-Buahan di Kabupaten Bogor, 2009 – 2011. Produksi Pisang di Kabupaten Bogor terus mengalami perkembangan dari tahun 2009 hingga tahun 2011 dengan laju pertumbuhan rata-rata 7,36 persen per tahun (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2012).

Tabel 4 Total Produksi Terbesar Beberapa Buah-Buahan di Kabupaten Bogor (Ton), 2009 – 2011

Komoditi Tahun

2009 2010 2011

Pisang 18.912,9 23.744,0 22.924,0

Rambutan 16.107,1 8.558,4 18.727,0

Pepaya 8.813,0 5.764,5 8.566,0

Durian 6.178,8 5.512,1 12.108,0

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2012

13

(17)

Daerah pertanian hortikultur seperti sayuran dan buah juga menyebar pada hampir semua wilayah di Kabupaten Bogor14, salah satunya adalah Kecamatan Rumpin. Kecamatan Rumpin merupakan kecamatan yang mengunggulkan sektor pertaniannya15. Terbukti bahwa salah satu desa di kecamatan rumpin menjadi salah satu dari enam finalis lomba desa tingkat kabupaten Bogor16. Desa tersebut adalah Desa Rabak. Desa Rabak merupakan desa yang memiliki potensi produksi pisang yang cukup tinggi, yaitu sebesar 1,7 persen dari total produksi di Kabupaten Bogor namun menurut petugas penyuluh lapang di Desa Rabak, Desa Rabak belum pernah mendapatkan pengetahuan tentang teknologi peningkatan nilai tambah produksi pisang itu sendiri sehingga akan dilakukan Primatani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Teknologi Inovasi Pertanian) oleh Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) pada bulan September 2013 mendatang untuk memberikan nilai tambah terhadap produk pisang tersebut.

Desa Rabak memiliki satu Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani), yaitu Barokah Tani yang terdiri dari lima Poktan (Kelompok Tani), yaitu Kelompok Tani Bina Harapan I, Kelompok Tani Bina Harapan II, Kelompok Tani Sari Makmur, Kelompok Tani Kuntum Mekar, dan Kelompok Tani Sugih Tani. Kelompok Tani Sari Makmur merupakan kelompok tani yang memiliki usia termuda dalam pembentukannya terhadap kelompok tani lain sehingga penelitian di kelompok tani ini perlu dilakukan untuk melihat bagaimana potensi usahatani yang ada pada Kelompok Tani Sari Makmur ini. Oleh karena itu, penelitian dilakukan di Kelompok Tani Sari Makmur.

Berdasarkan data dari Kelompok Tani Sari Makmur, jenis pisang yang paling banyak di produksi adalah pisang lampung dimana pisang lampung sendiri merupakan salah satu jenis pisang buah yang memiliki nilai ekonomis tinggi karena pisang lampung merupakan pisang yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Buah pisang lampung mengandung energi sebesar 99 kilokalori, protein 1,3 gram, karbohidrat 25,6 gram, lemak 0,2 gram, kalsium 10 miligram, fosfor 19 miligram, zat besi 1 miligram, vitamin A 618 IU, vitamin C 4 miligram17.

Pisang lampung ini mirip pisang mas. Perbedaannya terletak pada ujung buahnya. Pisang lampung ujung buahnya lancip sedangkan pisang mas ujung buahnya tumpul. Setiap tandan terdiri dari 6 – 8 sisir dan setiap sisir terdiri dari 18 – 20 buah. Berat setiap sisir 940 gram, berat setiap buah 50 gram. Panjang buah 9 cm dan lingkar buah 10,5 cm Warna kulit buah kuning penuh dan warna daging buah putih kemerahan. Rasa buahnya manis dan aromanya harum. Pisang lampung disajikan sebagai hidangan segar. Sayangnya jenis pisang ini mudah sekali rontok dari sisirnya18.

14

http://www.bogorkab.go.id/potensi-daerah/pertanian/ [20 Juni 2013]

15

Aan dan Iwan. Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Salah Satu Finalis Lomba Desa Tingkat Kabupaten Bogor. http://mediakota.com/?p=695 [20 Juni 2013]

16

Loc.cit

17

Emma. Komposisi Gizi dan Bahan Makanan Manusia.

http://emma65152.tripod.com/gizi/id3.html [20 Juni 2013]

18

(18)

Berdasarkan data dari Kelompok Tani Sari Makmur, status kepemilikan lahan pisang lampung didaerah penelitian adalah petani penggarap dengan menggarap lahan milik Perum Perhutani yang berada di sekitar pemukiman petani. Lahan yang digarap oleh petani di daerah penelitian berkisar antara 0,4 hektar hingga 1 hektar. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2 yang menunjukkan karakteristik responden petani di Desa Rabak. Pada umumnya pengusahaan pisang lampung didaerah penelitian merupakan usaha sampingan dari para petani. Penanaman pisang lampung sendiri di daerah penelitian pada umumnya hanya memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam sehingga pola tanaman yang ditanam adalah pola tumpang sari dengan tanaman buah-buahan lain seperti pepaya, durian, jambu biji, dan lain-lain. Selain itu, petani di Desa Rabak tidak melakukan pembudidayaan tanaman pisang lampung dengan baik yang dapat meminimalisir risiko untuk mendapatkan hasil yang maksimal, seperti kurangnya melakukan pemupukan pada tanaman pisang lampung tersebut. Tidak dijadikannya pisang sebagai tanaman utama dikarenakan harga jual pisang ditingkat petani masih cukup rendah jika dibandingkan dengan harga ditingkat konsumen akhir. Pada umumnya petani menjual pisang lampung yang diproduksi kepada pedagang pengumpul (tengkulak). Lampiran 2 menunjukkan adanya gap

pemasaran dimana rendahnya harga yang diterima petani dikarenakan lemahnya posisi tawar petani terhadap harga jual pisang lampung yang diproduksi sehingga harga ditentukan oleh pedagang pengumpul dan petani hanya sebagai penerima harga. Berdasarkan hal tersebut, analisis cabang usahatani dan saluran pemasaran pisang lampung di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor perlu dilakukan untuk dapat mengetahui usahatani yang dilakukan tersebut masih dapat menguntungkan atau tidak dan untuk dapat mengetahui keefisienan kegiatan pemasaran pisang lampung yang terjadi di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana keuntungan cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor?

2) Bagaimana saluran pemasaran pisang lampung yang terjadi di Desa Rabak Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Menganalisis cabang usahatani pisang lampung di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.

(19)

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1) Penulis

Meningkatkan kemampuan penulis dalam mengidentifikasi masalah, menganalisis dan menemukan solusi sebagai perwujudan dari aplikasi ilmu yang diperoleh.

2) Petani dan lembaga pemasaran pisang

Sebagai bahan informasi tentang cabang usahatani dan pemasaran yang dilakukan.

3) Akademisi

Menjadi referensi terhadap penelitian cabang usahatani dan pemasaran pisang, serta sebagai bahan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada petani yang berusahatani pisang yang dijadikan responden di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor dan lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran pisang lampung di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA

Pisang Lampung (Musa parasidiaca var sapientum)

Pisang merupakan tanaman hortikultura yang berasal dari Kawasan Asia Tenggara yang kemudian menyebar ke Afrika, Amerika Selatan, dan Tengah. Berdasarkan fungsinya, pisang terbagi menjadi empat jenis, yaitu pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak, pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak, pisang berbiji, serta pisang yang diambil seratnya. Bagian tanaman pisang yang dapat dimakan adalah bunga pisang yang dapat digunakan sebagai bahan sayuran dan buah pisang yang dapat digunakan sebagai bahan berbagai macam olahan pangan. Klasifikasi botani dari tanaman pisang tersebut, yaitu19:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Keluarga : Musaceae

Genus : Musa Spesies : Musa spp.

19

(20)

Pisang dapat tumbuh di dataran rendah hangat bersuhu 21 – 32oC dan beriklim lembab. Topografi yang dikehendaki tanaman pisang berupa lahan datar dengan kemiringan 8o. Pertumbuhan optimal pisang dicapai di daerah bercurah hujan lebih dari 2.000 mm yang merata sepanjang tahun. Keasaman tanah (pH) yang dikehendaki pisang adalah 5,5 – 7,5 (Trubus, 2011).

Tanaman pisang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat luas untuk berbagai macam keperluan hidup. Selain buahnya, bagian tanaman lain, mulai dari akar hingga daunnya, banyak dimanfaatkan orang untuk berbagai macam keperluan, yaitu (Cahyono, 2009):

1. Umbi batang atau yang lebih dikenal sebagai bonggol dapat dimanfaatkan sebagai soda dalam pembuatan sabun serta sebagai pupuk tanaman. Bonggol pisang yang masih muda dapat dimanfaatkan sebagai rebung yang dapat dimasak dan dimakan sebagai sayur.

2. Air yang terdapat pada batang tanaman dapat digunakan sebagai obat penyakit kencing yang panas dan sebagai obat penawar racun warangan. Batang tanaman ini (pelepahnya) banyak digunakan sebagai pembungkus bibit tanaman, serta sebagai tali pembungkus tembakau. Dalam bidang pertanian, batang tanaman pisang dapat digunakan dalam pembuatan kompos, sedangkan dalam bidang perikanan, dapat digunakan sebagai campuran media dalam budidaya belut.

3. Daun pisang banyak dimanfaatkan sebagai pembungkus aneka makanan. Daun tanaman yang telah tua dapat dimanfaatkan sebagai pakan hijauan ternak, misalnya sapi, kambing, kerbau, kelinci, serta marmut. Daun pisang juga dapat dijadikan sebagai kompos.

4. Bunga pisang atau yang lebih dikenal sebagai jantung pisang, memiliki kandungan lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan sayuran. Bunga pisang dapat diolah menjadi berbagai macam makanan dan masakan, misalnya acar, manisan, lalapan, serta sayur lodeh.

5. Selain sebagai buah segar, buah pisang dapat diolah menjadi tepung pisang untuk makanan bayi, sari buah, sale pisang, roti pisang, keripik pisang, pisang rebus, pisang goreng, kolak pisang, serta pisang bakar. Buah pisang berkhasiat sebagai obat luka lambung, menurunkan kolesterol darah, mencegah kanker usus, menjaga kesehatan jantung, membantu melancarkan pengiriman oksigen ke otak, menyuburkan rambut, serta menghaluskan kulit.

(21)

Gambar 1 Pisang Lampung

Budidaya Pisang Lampung

Budidaya yang diterapkan pada suatu usaha budidaya, sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya tersebut. Pembibitan, pengolahan tanah, penanaman, pemberian pupuk, pengairan, penyiangan, pengendalian hama penyakit, dan lain-lain merupakan unsur-unsur dalam budidaya yang harus sangat diperhatikan. 1. Pembibitan tanaman pisang

(22)

dibelah-belah itu dikenal dengan nama bibit bit, sedangkan bibit yang berupa anakan disebut sucker.

Dari pembibitan dengan menggunakan bonggol dapat diperoleh bibit yang seragam dan dalam waktu yang tidak lama dapat diperoleh bibit dalam jumlah yang banyak. Selain itu, bibit yang berasal dari bonggol memiliki daya tahan produksi yang lebih tinggi dengan masa berbuah yang lebih pendek dibandingkan dengan bibit yang berasal dari anakan.

Bibit dengan menggunakan bonggol dapat dipanen pada umur 529 hari, sedangkan bibit dengan menggunakan anakan dipanen antara 523 – 552 hari tergantung pada anakan yang digunakan. Penggunaan bibit pada anakan pisang yang sudah dewasa, akan memiliki umur panen yang lebih pendek dibandingkan bibit dari anakan muda ataupun anakan sedang. Keuntungan lain adalah bibit dari bonggol lebih produktif daripada bibit anakan.

Di samping dari anakan dan bonggol, pembibitan pisang juga dapat dilakukan dengan teknik kultur jaringan.

2. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fisik tanah, dari struktur tanah yang padat/pejal menjadi struktur tanah yang remah/gembur sehingga akan terdapat imbangan yang baik antara udara dan air yang diperlukan bagi pernapasan akar tanaman serta unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, struktur tanah yang remah akan memudahkan akar tanaman untuk tumbuh dan berkembang, tata air menjadi baik karena air mudah merembes, udara dapat lebih mudah masuk dan keluar hingga peredaran udara dalam tanah menjadi lebih baik. Kondisi seperti ini akan mendukung jasad hidup tanah lebih aktif dalam proses nitrifikasi dan penguraian bahan organis tanah. Di samping itu, proses pelepasan unsur hara di dalam tanah yang dibutuhkan oleh tanaman dapat lebih cepat. Ketersediaan oksigen yang cukup dalam tanah dapat menghindarkan tanaman dari keracunan, karena terjadi proses oksidasi gas-gas beracun dalam tanah seperti asam sulfida yang sangat membahayakan kehidupan tanaman.

Pengolahan tanah bertujuan untuk menggemburkan tanah sehingga bibit tanaman dengan mudah dapat menyerap unsur hara, air, udara, dan panas sehingga kebutuhan untuk pertumbuhan dan berproduksi tercukupi. Di samping itu, pengolahan tanah yang sempurna dapat memberantas dan menekan pertumbuhan gulma, menghancurkan sisa-sisa tanaman menjadi humus, mengatur permukaan tanah, dan mengatur kelembaban udara dalam tanah. Pengolahan tanah untuk tanaman pisang dilakukan melalui beberapa tahap, yakni penggemburan, pembuatan bedeng, pembuatan parit-parit untuk saluran irigasi, dan pembuatan lubang tanam.

Penggemburan tanah dilakukan melalui tahap pembajakan atau pencangkulan dan dibiarkan selama satu minggu. Kemudian, dibajak lagi dan dibiarkan satu minggu lagi agar bongkahan-bongkahan tanah dapat terkena sinar matahari sehingga bibit-bibit penyakit yang terdapat di dalam tanah akan mati. Di samping itu, proses oksidasi gas-gas beracun di dalam tanah dapat berjalan dengan baik.

(23)

oleh semua tanaman. Bedengan dapat dibuat dengan lebar 2,80 m untuk jenis pisang yang bertajuk lebar; 2,30 m untuk jenis pisang yang bertajuk sedang; dan 1,8 m untuk jenis pisang bertajuk sempit. Sementara, tinggi bedeng dapat dibuat ± 50 cm, dengan panjang disesuaikan keadaan lahan.

Tahap berikutnya adalah pembuatan parit-parit atau selokan. Parit harus dibuat dengan tujuan agar pengairan dapat berjalan dengan lancar. Parit dibuat dengan ukuran lebar ± 40 cm, kedalaman 50 cm dari permukaan bedeng, dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan. Di samping itu, dibuat pula saluran pembuangan air pada sekeliling petak-petak bedengan dengan ukuran lebar ± 60 cm dan kedalaman antara 60 – 70 cm. Pembuatan saluran pembuangan ini bertujuan agar kelebihan air dapat dibuang dengan cepat dan lancar, terutama pada musim hujan, sehingga air tidak menggenang areal tanaman pisang.

Bedengan dibuat sebagai tempat atau media pertumbuhan tanaman pisang. Dengan tanah yang ditinggikan berbentuk bedeng-bedeng tersebut, diharapkan sifat fisik tanah pada bagian atas (permukaan bedengan) tetap terpelihara, tidak kehilangan air dan oksigen, sehingga imbangan antara oksigen dan air dalam tanah tetap dapat dipertahankan.

Setelah bedeng dan parit-parit terbentuk, dilanjutkan dengan pembuatan lubang tanam. Lubang tanam dibuat dengan cara dicangkul. Setengah dari tanah galian bawah atas harus dipisahkan dari setengah bagian tanah galian bawah. Tujuannya adalah agar lapisan tanah atas (top-soil) yang banyak mengandung bahan-bahan organis tidak tercampur dengan lapisan tanah bawah (sub-soil) yang tidak begitu banyak mengandung bahan organis. Pada saat penanaman, tanah galian lapisan atas dan lapisan bawah dikembalikan seperti keadaan/urutan semula.

Lubang tanam dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 50 cm atau 80 cm x 80 cm x 50 cm tergantung pada tingkat kesuburan tanahnya. Pada tanah yang subur, dapat dibuat lubang tanam dengan ukuran yang pertama, sedangkan untuk tanah yang kurang subur dibuat lubang tanam dengan ukuran yang kedua. Lubang tanam yang telah jadi dibiarkan terbuka selama 1 – 2 bulan agar gas-gas beracun dapat menguap keluar dan bibit-bibit penyakit mati terkena sinar matahari. Penutupan lubang tanam dilakukan bersamaan dengan saat penanaman.

Proses pengolahan tanah sampai siap tanam berlangsung cukup lama, yaitu sekitar 2 – 3 bulan. Waktu penanaman yang baik adalah saat awal musim hujan, kecuali pada lahan yang beririgasi teknis, dimana kebutuhan air dapat tercukupi sepanjang tahun.

3. Penanaman

Waktu tanam yang baik bagi tanaman pisang adalah 2 – 3 bulan setelah persiapan dan pengolahan tanah selesai dilakukan. Pada awal pertumbuhan tanaman memerlukan air dalam jumlah yang cukup.

(24)

tepat sangat ditentukan oleh jenis atau kultivar tanaman pisang yang akan ditanam, yaitu 5 m x 5 m.

Selesai penanaman, langkah berikutnya adalah pemberian mulsa di sekeliling tanaman. Pemberian mulsa bertujuan untuk mengurangi penguapan air tanah, mengatur dan mempertahankan temperatur serta kelembaban tanah, menjaga tanah dari pemadatan akibat curah hujan yang tinggi, meningkatkan kadar humus, mempertahankan dan memperbaiki sifat fisik tanah, dan mencegah tumbuhnya gulma di sekitar tanaman. Sebagai bahan mulsa dapat digunakan jerami padi, ataupun sisa-sisa tanaman lain yang telah mati. Kebutuhan bibit pisang untuk areal seluas 1 hektar adalah 305 – 687 bibit, dengan kerapatan tanam 5 m x 5 m.

4. Pemberian pupuk

Setiap tanaman, termasuk tanaman pisang, sangat memerlukan pupuk untuk proses fisiologis dan morfologisnya. Selain itu, pemberian pupuk juga berfungsi untuk: (1) konservasi atau pengaawetan tanah; (2) meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah; (3) mencegah terjadinya erosi; (4) menambah kandungan zat-zat mineral dalam tanah; (5) meningkatkan populasi jasad renik dalam tanah; (6) meningkatkan dan mempertahankan sifat fisik tanah agar tetap gembur dan lembap, hingga sifat keasaman tanah tetap optimal; (7) mengembalikan keseimbangan unsur hara dalam tanah terutama unsur N, P, K; (8) mengganti dan menambah unsur-unsur hara tanah yang telah hilang.

Cara pemberian pupuk sangat tergantung pada kondisi lahan setempat. Di samping itu, pemberian pupuk dilakukan dengan memperhatikan cara penggunaannya serta dosisnya. Pemberian pupuk yang tidak tepat justru dapat menyebabkan penurunan produksi. Pemberian pupuk, khususnya pupuk anorganik (kimia) yang dilakukan secara tidak tepat akan berdampak negatif terhadap tanah dan mikroorganisme dalam tanah.

Pemupukan dapat dikatakan berhasil apabila tanaman menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan tunas-tunas baru. Sebaliknya, pemupukan dikatakan tidak berhasil apabila tanaman tidak menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan atau bahkan tanaman tumbuh merana.

Pupuk yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi terdiri atas tiga unsur utama, yaitu nitrogen, fosfor, dan kalium. Ketiga unsur ini sangat sedikit tersedia dalam tanah. Oleh karena itu, pemberian pupuk, khususnya N, P, K, sangat diajurkan guna mencukupi kebutuhan tanaman.

Sementara, pupuk kandang diberikan sebagai pupuk dasar pada saat penanaman, dengan dosis 8 – 15 kg per lubang tanam, tergantung ukuran lubang tanamnya.

(25)

5. Pengairan

Sistem pengairan yang baik sangat berpengaruh terhadap peredaran udara (aerasi) dalam tanah, jasad renik yang bermanfaat dalam tanah, pertumbuhan akar tanaman, dan daya tahan tanaman itu sendiri. Pertumbuhan akar yang baik memungkinkan tanaman dapat menyerap air dan unsur hara dengan lebih baik sehingga tanaman dapat berproduksi dengan optimal. Oleh karena itu, sistem pengairan haruslah baik. Air yang menggenang dapat menyebabkan pembusukan akar pada tanaman pisang sekaligus mengundang berbagai macam bibit penyakit seperti cendawan Fusarium oxysporum yang dapat menyebabkan penyakit Panama.

Tanaman pisang yang kekurangan air akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya. Kekurangan air pada masa pertumbuhan vegetatif dapat mempengaruhi kecepatan perkembangan daun dan jumlah bunga menjadi sedikit, sehingga produksi buah dalam satu tandan menjadi sedikit. Kekurangan air pada masa pembungaan juga dapat menurunkan jumlah buah yang dihasilkan. Sementara, kekurangan air yang terjadi selama periode pembentukan buah dapat mempengaruhi ukuran dan kualitas buah, yakni tandan menjadi pendek dengan buah yang kecil-kecil.

Jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pisang sangat ditentukan oleh umur tanaman. Pada periode perkecambahan, awal periode pertumbuhan vegetatif, pada saat pembungaan, dan pada periode pembentukan buah, tanaman memerlukan suplai air yang memadai. Pemberian air yang teratur dan memadai selama periode pertumbuhan, akan menghasilkan tanaman yang tumbuh subur, batang tinggi, daun lebar tangkai bunga cepat muncul, dengan buah yang banyak. Interval pemberian air juga mempunyai pengaruh besar terhadap buah yang dihasilkan. Hasil yang besar dapat diperoleh dengan interval (selang waktu) pemberian air (irigasi) yang pendek.

Penyerapan air oleh tanaman pisang pada umumnya 100% dapat diperoleh dari lapisan tanah atas (top soil) dengan kedalaman 50 – 80 cm. Hal ini disebabkan karena tanaman pisang memiliki perakaran yang dangkal dengan akar yang jarang. Kedalaman perakaran pada umumnya kurang dari 75 cm. Apabila kondisi evapotranspirasi maksimal mencapai 5 – 6 mm/hari, maka penguapan air tanah yang tersedia diusahakan jangan melebihi 35%. Penguapan air tanah yang melebihi 35% selama masa pertumbuhan sangat membahayakan kehidupan tanaman. Dengan kondisi demikian, maka sangat dibutuhkan pengairan dengan frekuensi yang tinggi.

Interval pemberian air pada tanaman pisang sangat tergantung pada laju evapotranspirasi dan kemampuan tanah dalam menahan air yang tersedia di sekitar perakaran tanaman. Pada kondisi penguapan air yang tinggi dan kemampuan tanah dalam menahan air rendah, interval pemberian air dapat dilakukan sekitar 3 hari. Sementara, pada kondisi penguapan air rendah dan kemampuan tanah menahan air tinggi, maka interval pemberian air pengairan dapat sekitar 15 hari.

6. Penyiangan dan pendangiran

(26)

Penyiangan dan pendangiran dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan harus dilakukan secara hati-hati. Sebab, tanaman pisang memiliki sistem perakaran yang dangkal. Perakaran yang rusak pada saat penyiangan dan pendangiran dapat memacu terjadinya infeksi yang akhirnya dapat menyebabkan pembusukan akar. Kerusakan akar dapat menyebabkan proses penyerapan unsur hara terganggu yang akhirnya mempengaruhi proses fisiologis tanaman sehingga produksinya menurun.

Penyiangan dan pendangiran tanaman pisang dapat dilakukan seperlunya saja, tergantung pada kondisi kebun. Dalam satu tahun, dapat dilakukan 3 – 4 kali penyiangan dan pendangiran.

7. Pengendalian hama dan penyakit

Pada umumnya, hama dan penyakit yang menyerang tanaman pisang berasal dari golongan insekta, nematoda, moluska, mamalia, bakteri, dan cendawan. Untuk mencegah dan mengatasi terjadinya serangan hama dan penyakit tersebut, kebun pisang perlu dikontrol secara berkala, cermat, dan teliti, agar bila ada hama atau penyakit yang menyerang tanaman pisang tersebut, dapat diketahui sejak dini.

Pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman pisang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu preventif dan kuratif. Pemberantasan secara preventif merupakan usaha pencegahan tumbuhnya hama dan penyakit sebelum tanaman terinfeksi. Tindakan preventif ini dapat dilakukan dengan pengolahan tanah secara intensif, pengaturan jarak tanam secara tepat, penanaman tepat waktu, pengaturan sistem pengairan teknis yang baik, penanaman jenis yang resisten, serta penyiangan secara teratur. Sementara, pemberantasan secara kuratif adalah pemberantasan atau pengobatan tanaman yang telah terinfeksi hama dan penyakit.

Metode pemberantasan hama dan penyakit yang paling efektif pada saat ini adalah menggunakan pestisida, misalnya insektisida, fungisida, bakterisida, nematida, dan lain-lain. Sementara, metode pemberantasan lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara biologis, yakni dengan menggunakan hewan lain yang merupakan musuh alamiahnya. Di samping itu, dapat pula dilakukan secara mekanis, yakni dengan langsung membunuh hewan yang menjadi hama atau dengan memangkas bagian tanaman yang telah terinfeksi oleh cendawan dan bakteri. Dapat pula dilakukan sanitasi, yaitu membersihkan sisa-sisa tanaman setelah panen sehingga tidak menjadi inang atau tempat persembunyian hama dan penyakit.

Berbagai macam obat-obatan yang dapat digunakan untuk memberantas hama dan penyakit tanaman pisang adalah Diazenon, Thiodan, Dieldrin, Bayrusil, Furadan, Hostathion, Cymbush, Dithane, Benlate, Brestan, dan lain-lain. Penyemprotan tanaman dengan obat-obatan tersebut di atas dilakukan bila pemberantasan secara mekanis sudah tidak mungkin lagi dilakukan.

8. Panen dan penanganan pascapanen

Panen dan penanganan pascapanen merupakan kegiatan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas buah selama dalam penyimpanan hingga sampai ke tangan konsumen.

(27)

tanaman buah tahunan yang lain, tanaman pisang hanya berbuah satu kali dan setelah berbuah, akan mati. Oleh karena, tanaman pisang yang sudah diambil buahnya harus segera dibongkar dan diganti dengan tanaman pisang yang baru atau dengan memelihara anakannya yang tumbuh.

Cara panen dan waktu panen (petik) buah pisang sangat menentukan kualitas buah yang dihasilkan. Oleh karena itu, cara panen dan waktu panen harus dilakukan dengan baik dan benar serta tepat waktu.

Buah pisang yang dipetik sebelum mencapai derajat kematangan yang tepat sangat berpengaruh terhadap kualitas buah pisang, yakni: rasa kurang manis, aroma kurang kuat, tekstur lembek, daging buah kurang padat berisi, dan penampilan buah secara keseluruhan kurang menarik. Buah pisang dengan kondisi demikian, tergolong dalam buah pisang berkualitas rendah sehingga harganya pun rendah pula. Sebaliknya, buah pisang yang dipetik saat telah mencapai derajat kematangan yang tepat, akan menghasilkan buah pisang yang berkualitas tinggi, yakni: rasanya manis, aromanya kuat, penampilannya menarik, daging buah padat berisi, dan berukuran besar. Kondisi buah pisang yang demikian, akan mempunyai harga yang tinggi.

Pemetikan buah pisang yang terlambat juga berpengaruh terhadap kualitas buah. Daya simpannya menjadi pendek, cepat mengalami kerusakan atau pembusukan sebelum sampai di pasaran atau di tangan konsumen.

Untuk pemasaran jarak jauh seperti pemasaran antar-daerah, antar-pulau, ataupun antar-negara (ekspor), hendaklah buah pisang dipetik pada stadium ketuaan ¾ penuh, yakni dalam keadaan sudah tua namun masih mentah, umur petik sekitar 80 hari sejak tanaman berbunga (mengeluarkan jantung). Pada stadium ini, buah pisang memiliki daya simpan lebih lama, dan buah akan matang 7 – 10 hari setelah penyimpanan. Sementara, apabila pemasaran dilakukan untuk pasar lokal, maka akan lebih baik apabila pemetikan dilakukan pada stadium matang penuh, yakni apabila sudah terdapat beberapa buah yang matang dalam satu tandan atau kira-kira berumur 110 hari setelah tanaman berbunga. Pada stadium ini, daya simpan buah pisang akan lebih pendek, dan umumnya buah akan mencapai matang secara keseluruhan dalam 3 – 4 hari kemudian.

Untuk menjaga kualitas buah tetap baik, pemetikan buah harus dilakukan dengan hati-hati agar buah tidak mengalami kerusakan mekanis. Cara panen yang benar adalah dengan menggores atau menusuk-nusuk batang pisang yang akan dipetik buahnya pada ketinggian ¾ dari permukaan tanah, kemudian merobohkannya secara pelan-pelan sambil menyangganya dengan bambu agar buah tidak membentur batang pisang ataupun tanah. Setelah batang pisang roboh, kemudian tandan pisang dipotong dengan hati-hati agar tidak merusak buah.

(28)

Penanganan pasca panen adalah suatu rangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan hasil panen sampai pada tahapan siap untuk dipasarkan. Kegiatan penanganan pasca panen yang perlu mendapat perhatian adalah grading dan sortasi, pemeraman, pengepakan, dan pengangkutan.

Perlakuan pasca panen tersebut di atas harus dilakukan secara cermat dan hati-hati, karena sangat menentukan kualitas akhir buah. Penanganan yang dilakukan secara kasar akan meningkatkan jumlah kerusakan buah sehingga memperpendek daya simpannya, kualitas buah juga menurun, dan harga jualnya pun menjadi rendah.

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang terkait dengan cabang usahatani dan pemasaran pisang. Beberapa penelitian terdahulu tersebut adalah Musaddad (1985), Nasution (2000), Fitria (2004), Maharani (2008), Utami (2009).

Musaddad (1985) melakukan penelitian mengenai struktur, tingkah laku, dan keragaan pasar pada tataniaga pisang di Desa Simpang, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan alat analisis struktur pasar, tingkah laku pasar, dan keragaan pasar. Proses tataniaga yang terjadi pada penelitian ini melibatkan satu pola saluran pemasaran, yaitu Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar – Distributor – Pedagang Pengecer – Konsumen. Penelitian ini menunjukkan bahwa efisiensi tataniaga yang terjadi kurang efisien, dimana farmer’s share sangat rendah yakni 24,13% dengan marjin tataniaga sebesar 75,87% dari harga konsumen. Efisiensi pemasaran di lokasi penelitian ini dapat dikembangkan dengan membuang kelebihan bonggol dan ujung tandan di tingkat petani, memperbaiki prasarana transportasi, serta mengaktifkan Koperasi dan KUD yang ada dan mendirikan fasilitas pengolahan pisang yang dapat menyerap produksi pisang yang ada.

(29)

Fitria (2004) melakukan penelitian mengenai sistem pemasaran pisang di Desa Mekargalih, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Proses tataniaga yang terjadi pada penelitian ini melibatkan empat pola saluran pemasaran, yaitu saluran I : Petani – STA – Pedagang Grosir Luar Kota – Pedagang Pengecer Luar Kota – Konsumen Luar Kota, salura II : Petani – PPD – Bandar – Pedagang Grosir Luar Kota – Pedagang Pengecer Luar Kota – Konsumen Luar Kota, saluran III : Petani – PPD – Bandar – Pedagang Pengecer Dalam Kota – Konsumen Dalam Kota, dan saluran IV : Petani – Pedagang Pengecer Desa – Konsumen. Penelitian ini menunjukkan bahwa saluran pemasaran empat karena memiliki marjin pemasaran yang terendah, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi, tetapi karena saluran pemasaran empat memiliki volume penjualan terkecil yaitu sebesar 10 persen atau sebesar 18.000 kg dari total 180.000 kg total hasil panen petani responden dan tidak semua petani bisa menggunakan saluran pemasaran empat. Efisiensi pemasaran dapat dikembangkan dengan memilih saluran pemasaran dimana terdapat lembaga-lembaga yang bisa memberikan keuntungan kepada petani dan petani dapat pula melakukan standarisasi dan sortasi untuk meningkatkan harga jual.

Maharani (2008) melakukan penelitian mengenai cabang usahatani dan sistem tataniaga pisang tanduk di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan metode analisis cabang usahatani, R/C rasio, saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, perilaku pasar, dan margin tataniaga. Proses pemasaran yang terjadi pada penelitian ini melibatkan dua pola saluran pemasaran, yaitu saluran I : Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen, dan saluran II : Petani – Pedagang Pengecer – Pedagang Pengecer – Konsumen. Penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan hanya menghasilkan produksi yang rendah karena R/C rasio yang dihasilkan sebesar 1,05 yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 1,00 maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,05. Efisiensi pemasaran di lokasi penelitian ini dapat ditingkatkan dengan memperpendek saluran pemasaran yang terjadi sehingga dapat memperbesar farmer’s share dan memperkecil marjin pemasaran.

(30)

Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu dalam hal jenis komoditi yang diteliti, topik penelitian yakni mengenai cabang usahatani dan saluran pemasaran suatu produk pertanian, metode analisis data yang digunakan yakni analisis cabang usahatani dan analisis pemasaran, serta metode pengambilan responden terhadap petani dan lembaga tataniaga secara sengaja (purposive) dan

snowball sampling. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu lokasi penelitian yang dilakukan di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor, serta waktu penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2013.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Kerangka pemikiran teoritis dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan mengenai teori-teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian yang akan dilaksanakan.

Usahatani

(31)

Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Jadi pendapatan usahatani merupakan total penerimaan yang dikurang dengan total biaya. Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, sedangkan biaya usahatani merupakan semua biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani (Soekartawi, 2002).

Biaya Usahatani

Menurut Mubyarto (1986) dan Soekartawi (1987), biaya usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Termasuk biaya tetap adalah sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, seperti biaya saprodi (tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan bibit). Selain itu, biaya juga terdiri dari dua, yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya yang langsung dikeluarkan, misalnya upah tenaga kerja. Biaya tidak tunai adalah biaya yang tidak dibayarkan secara tidak langsung, misalnya biaya tenaga kerja keluarga dalam usahatani.

Faktor Produksi

Faktor produksi dalam usahatani memiliki kemampuan terbatas untuk berproduksi secara berkelanjutan, tetapi dapat ditingkatkan nilai produktivitasnya melalui pengelolaan yang tepat. Berikut uraian dari masing-masing faktor produksi dalam usahatani (Shinta, 2011):

a. Tanah

Sumber pemilikan tanah dapat diperoleh dari beberapa sumber, antara lain beli, sewa, sakap, pemberian oleh negara, warisan, wakaf, serta membuka lahan sendiri. Status tanah akan memberikan kontribusi bagi pengelolanya, antara lain tanah hak milik, tanah sewa, tanah sakap, tanah gadai, serta tanah pinjaman. b. Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk. Tenaga kerja manusia (laki-laki, perempuan, dan anak-anak) bisa berasal dari dalam maupun luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan cara upahan dan sambatan.

c. Modal

Terdapat beberapa contoh modal dalam usahatani, misalnya tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, saprodi, piutang dari bank, dan uang tunai. Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, pinjaman (kredit dari bank, tetangga, atau saudara), warisan, usaha lain, dan kontrak sewa. d. Pengelolaan/Manajemen

(32)

lain peningkatan produktivitas yang dilakukan dengan penerapan teknologi maju, serta dengan perluasan areal tanam untuk meningkatkan usahatani, peningkatan nilai tambah yang mampu memberikan nilai tambah bagi petani sehingga petani dapat memasarkan produknya bukan hanya dalam bentuk mentah akan tetapi dalam bentuk olahan, serta pengembangan kelembagaan yang merupakan upaya pemberdayaan petani baik kelembagaan petani maupun pemerintah.

Pemasaran Pertanian

Pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran (Sudiyono, 2002). Sedangkan Kohls dan Downey (1972) atau Kohls dan Uhls (1990 dan 2002) dalam Asmarantaka (2009) mendefinisikan pemasaran sebagai keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran dari produk-produk dan jasa-jasa dimulai dari tingkat produksi pertanian sampai di tingkat konsumen akhir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi pertanian mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen akhir yang disertai dengan perpindahan guna waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan, serta adanya peningkatan nilai tambah produk yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dengan melaksanakan fungsi pemasaran. Saluran Pemasaran

Kotler (2002) dalam Amir (2005) merumuskan bahwa saluran pemasaran (marketing channel) adalah sekumpulan organisasi independen yang terlibat dalam proses membuat sebuah produk atau jasa tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi. Sedangkan Alma (2011) menyatakan bahwa saluran pemasaran adalah lembaga yang saling terkait untuk menjadikan produk atau jasa siap digunakan/dikonsumsi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran adalah lembaga yang terlibat dalam alur yang diikuti produk atau jasa yang diproduksi untuk dapat digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen akhir.

Untuk menyalurkan barang-barang dari produsen ke konsumen ada beberapa cara, yaitu penyaluran langsung dari produsen ke konsumen, penyaluran semi langsung melalui satu perantara, serta penyaluran tak langsung melalui lebih dari satu perantara (Alma, 2011).

Lembaga Pemasaran

(33)

Berdasarkan penguasaannya terhadap komoditi yang diperjualbelikan, lembaga pemasaran dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Lembaga Pemasaran yang bukan pemilik namun mempunyai kuasa atas produk (agent middleman), diantaranya:

a. Perantara, makelar, atau broker baik selling broker maupun buying broker.

Broker merupakan pedagang perantara yang tidak secara aktif berpartisipasi dalam melakukan fungsi pemasaran, mereka hanya berperan menghubungkan pihak-pihak yang bertransaksi. Bila transaksi berhasil dilaksanakan, broker akan memperoleh komisi atas jasa mereka.

b. Commission agent, yaitu pedagang perantara yang secara aktif turut serta dalam pelaksanaan fungsi pemasaran terutama yang berkaitan dengan proses seleksi produk, penimbangan dan grading. Umumnya mereka memperoleh komisi dari perbedaan harga produk.

2. Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai produk pertanian yang diperjualbelikan, antara lain:

a. Pedagang pengepul atau pengumpul, penebas, tengkulak atau contract buyer, whole seller: mereka umumnya menaksir total nilai produk pertanian dengan cara menaksir jumlah hasil panen dikalikan dengan harga yang diharapkan pada saat panen (expectation price). Dalam praktek on farm bila contract buyer adalah penebas atau ijon maka setelah ada kesepakatan harga, mereka akan bertanggung jawab memelihara tanaman sampai panen selesai dilakukan. Biaya panen dibayar oleh penebas.

b. Grain millers: pedagang atau lembaga pemasaran yang memiliki gudang penyimpan produk pertanian. Mereka membeli aneka produk pertanian utamanya padi dan palawija dan sekaligus menangani pasca panen.

c. Eksportir dan importir.

3. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak menguasai produk pertanian yang ditransaksikan:

a. Processors dan manufaktur: lembaga-lembaga ini sangat berperan dalam proses tataniaga produk pertanian, sebab keberadaannya menjadi jaminan pasar bagi produk pertanian. Sebagai contoh dapat diamati industri-industri pangan olahan, seperti produsen sari apel, buah kaleng, susu pasteurisasi, pakan ternak, penggilingan padi, baik dalam skala mikro, kecil, menengah hingga industri besar, seperti Pabrik Gula (PG), Pabrik Kelapa Sawit (PKS), dan sebagainya.

b. Facilitative organizations: salah satu bentuk organisasi fasilitatif yang sudah dikenal di Indonesia adalah pasar lelang ikan. Sub Terminal Agribisnis, walaupun belum sepenuhnya berjalan dengan baik sudah menawarkan alternatif transaksi berbagai produk pertanian melalui lelang. c. Trade associations: asosiasi perdagangan produk pertanian yang terutama

(34)

Fungsi Pemasaran

Fungsi pemasaran merupakan kegiatan yang dilakukan dalam bisnis yang terlibat dalam menggerakkan barang dan jasa dari produsen sampai ke tangan konsumen. Aliran produk pertanian dari produsen sampai kepada konsumen akhir disertai peningkatan nilai guna komoditi-komoditi pertanian tersebut. Peningkatan nilai guna ini terwujud hanya apabila terdapat lembaga-lembaga pemasaran yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran atas komoditi pertanian tersebut. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemasaran tersebut bermacam-macam, pada prinsipnya terdapat tiga tipe fungsi pemasaran, yaitu (Sudiyono, 2002):

a. Fungsi pertukaran

Fungsi pertukaran dalam pemasaran produk-produk pertanian meliputi kegiatan yang menyangkut pengalihan hal kepemilikan dalam sistem pemasaran. Fungsi pertukaran ini terdiri dari fungsi penjualan dan pembelian. Dalam melaksanakan fungsi penjualan, maka produsen atau lembaga pemasaran yang berada pada rantai pemasaran sebelumnya harus memperhatikan kualitas, kuantitas, bentuk, dan waktu, serta harga yang diinginkan konsumen ataupun lembaga pemasaran yang ada pada rantai pemasaran berikutnya. Sedangkan fungsi pembelian ini diperlukan untuk memiliki komoditi-komoditi pertanian yang akan dikonsumsi ataupun digunakan dalam proses produksi berikutnya. b. Fungsi fisik

Fungsi fisik meliputi kegiatan-kegiatan yang secara langsung diperlakukan terhadap komoditi pertanian, sehingga komoditi-komoditi pertanian tersebut mengalami tambahan guna tempat dan guna waktu. Berdasarkan definisi fungsi fisik di atas, maka fungsi fisik ini meliputi pengangkutan dan penyimpanan. Fungsi pengangkutan ini, meliputi perencanaan, pemilihan, dan pergerakan alat-alat transportasi dalam pemasaran produk-produk pertanian yang pada prinsipnya adalah memindahkan produk-produk pertanian dari daerah surplus, dimana kegunaan produk pertanian rendah, ke daerah minus atau dari daerah produsen ke daerah konsumen. Fungsi penyimpanan ini diperlukan karena produksi komoditi pertanian bersifat musiman, sedangkan pola konsumsi bersifat relatif tetap dari waktu ke waktu yang bertujuan untuk mengurangi fluktuasi harga yang berlebihan dan menghindari serangan hama dan penyakit selama proses pemasaran berlangsung.

c. Fungsi penyediaan fasilitas

Fungsi penyediaan fasilitas pada hakekatnya adalah untuk memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik yang merupakan usaha-usaha perbaikan sistem pemasaran untuk meningkatkan efisiensi operasional dan efisiensi penetapan harga. Fungsi penyediaan fasilitas ini meliputi standarisasi, penggunaan risiko, informasi harga, dan penyediaan dana. Standarisasi yaitu menetapkan grade

(35)

sebaiknya juga menginformasikan mengenai persediaan, kualitas komoditi di tingkat pasar pada tempat dan waktu tertentu untuk mempertemukan potensial penawaran dan permintaan. Penyediaan dana dalam fungsi penyediaan fasilitas ini digunakan untuk memperlancar lembaga-lembaga pemasaran yang kekurangan dana dalam melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran sehingga dibutuhkan fungsi pelancar penyediaan dana yang bisa berupa bank atau lembaga perkreditan.

Farmer’s Share

Menurut Kohls dan Uhl (2002) dalam Sumardi (2009), farmer’s share

adalah presentase harga yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen sebagai imbalan dari kegiatan usahatani yang dilakukannya dalam menghasilkan produk. Besarnya farmer’s share dipengaruhi oleh tingkat pemrosesan, biaya transportasi, keawetan produk, dan jumlah produk. Farmer’s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem pemasaran, tetapi farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa pemasaran berjalan efisien. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan dalam suatu produk yang dilakukan oleh lembaga perantara atau pengolahan untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Marjin Pemasaran

Menurut Sudiyono (2002), marjin pemasaran dapat didefinisikan dengan dua cara, yaitu merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani, serta merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Sedangkan Asmarantaka (2009) menyatakan bahwa pengertian marjin pemasaran sering dipergunakan sebagai perbedaan antara harga di berbagai tingkat lembaga pemasaran di dalam sistem pemasaran untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani gap antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat eceran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen yang juga merupakan biaya dari jasa lembaga pemasaran yang melakukan fungsi pemasaran. Berikut adalah gambar dari konsep marjin pemasaran.

Gambar 2 Marjin Pemasaran

Sumber : Tomek dan Robinson (1990); Hammond dan Dahl (1977) dalam Asmarantaka (2009) P

(36)

Keterangan:

Pr : Harga di tingkat pengecer Pf : Harga di tingkat petani

Dr : Primary Demand (permintaan di tingkat konsumen akhir) Df : Derived Demand (permintaan ditingkat petani)

Sf : Primary Supply (penawaran di tingkat petani)

Sr : Derived Supply (penawaran di tingkat konsumen akhir) Qrf : Jumlah produk di tingkat petani dan konsumen akhir Rasio Keuntungan Terhadap Biaya (Li/Ci)

Berdasarkan nilai marjin pemasaran tersebut dapat diketahui tingkat rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Rasio ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh terhadap biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Semakin tinggi nilai rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan berapa besarnya keuntungan yang akan diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan pemasaran. Besarnya rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi pemasaran. Semakin menyebarnya rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem pemasaran akan semakin efisien.

Kerangka Pemikiran Operasional

Kabupaten Bogor sebagai salah satu sentra produksi pisang yang juga merupakan komoditi dengan tingkat produksi tertinggi di Kabupaten bogor. Daerah pertanian hortikultur seperti sayuran dan buah juga menyebar pada hampir semua wilayah di Kabupaten Bogor20, salah satunya adalah Kecamatan Rumpin. Kecamatan Rumpin merupakan kecamatan yang mengunggulkan sektor pertaniannya21. Terbukti bahwa salah satu desa di kecamatan rumpin menjadi salah satu dari enam finalis lomba desa tingkat kabupaten Bogor22. Desa tersebut adalah Desa Rabak. Desa Rabak merupakan desa yang memiliki potensi produksi pisang yang cukup tinggi namun menurut petugas penyuluh lapang di Desa Rabak, Desa Rabak belum pernah mendapatkan pengetahuan tentang teknologi peningkatan nilai tambah produksi pisang itu sendiri sehingga akan dilakukan Primatani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Teknologi Inovasi Pertanian) oleh Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) pada bulan September 2013 mendatang untuk memberikan nilai tambah terhadap produk pisang tersebut.

20

http://www.bogorkab.go.id/potensi-daerah/pertanian/ [20 Juni 2013]

21

Aan dan Iwan. Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Salah Satu Finalis Lomba Desa Tingkat Kabupaten Bogor. http://mediakota.com/?p=695 [20 Juni 2013]

22

(37)

Desa Rabak memiliki satu Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani), yaitu Barokah Tani yang terdiri dari lima Poktan (Kelompok Tani), yaitu Kelompok Tani Bina Harapan I, Kelompok Tani Bina Harapan II, Kelompok Tani Sari Makmur, Kelompok Tani Kuntum Mekar, dan Kelompok Tani Sugih Tani. Kelompok Tani Sari Makmur merupakan kelompok tani yang memiliki usia termuda dalam pembentukannya terhadap kelompok tani lain sehingga penelitian di kelompok tani ini perlu dilakukan untuk melihat bagaimana potensi usahatani yang ada pada Kelompok Tani Sari Makmur ini. Oleh karena itu, penelitian dilakukan di Kelompok Tani Sari Makmur.

Berdasarkan data dari Kelompok Tani Sari Makmur, jenis pisang yang paling banyak di produksi adalah pisang lampung dimana pisang lampung sendiri merupakan salah satu jenis pisang buah yang memiliki nilai ekonomis tinggi karena pisang lampung merupakan pisang yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Pada umumnya pengusahaan pisang lampung didaerah penelitian merupakan usaha sampingan dari para petani. Penanaman pisang lampung sendiri di daerah penelitian pada umumnya hanya memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam sehingga pola tanaman yang ditanam adalah pola tumpang sari dengan tanaman buah-buahan lain seperti pepaya, rambutan, dan lain-lain. Tidak dijadikannya pisang sebagai tanaman utama dikarenakan harga jual pisang ditingkat petani masih cukup rendah jika dibandingkan dengan harga ditingkat konsumen akhir. Pada umumnya petani menjual pisang lampung yang diproduksi kepada pedagang pengumpul (tengkulak). Rendahnya harga yang diterima petani dikarenakan lemahnya posisi tawar petani terhadap harga jual pisang lampung yang diproduksi sehingga harga ditentukan oleh pedagang pengumpul dan petani hanya sebagai penerima harga.

Berdasarkan hal tersebut, analisis cabang usahatani dan saluran pemasaran pisang lampung di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor perlu dilakukan untuk dapat mengetahui usahatani yang dilakukan tersebut masih dapat menguntungkan atau tidak dan untuk dapat mengetahui keefisienan kegiatan pemasaran pisang lampung yang terjadi di Desa Rabak Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.

Analisis yang dilakukan adalah analisis cabang usahatani pisang lampung dan analisis saluran pemasaran pisang lampung. Analisis cabang usahatani pisang lampung dilakukan dengan perhitungan berdasarkan penerimaan serta biaya cabang usahatani pisang lampung, kemudian dilakukan perhitungan R/C rasio untuk melihat apakah cabang usahatani yang dilakukan menguntungkan atau tidak. Sedangkan analisis saluran pemasaran pisang lampung dilakukan dengan menganalisis saluran, lembaga, fungsi pemasaran pisang lampung di daerah penelitian dan dengan menghitung farmer’s share, marjin pemasaran, serta rasio keuntungan terhadap biaya untuk melihat apakah kegiatan pemasaran pisang lampung di daerah penelitian sudah efisien atau belum.

(38)

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Rabak Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Rabak merupakan lokasi yang belum diadakan Primatani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Teknologi Inovasi Pertanian) oleh Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) dimana di Desa Rabak memiliki potensi produksi pisang yang cukup tinggi sebesar 1,7 persen dari total produksi di Kabupaten Bogor namun belum pernah mendapatkan pengetahuan tentang teknologi peningkatan nilai tambah produksi pisang itu sendiri sehinggga akan dilakukan Primatani pada bulan September 2013 mendatang untuk memberikan nilai tambah terhadap produk pisang tersebut. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2013.

Desa Rabak memiliki potensi untuk pengembangan produksi pisang tetapi desa tersebut tidak melakukan pembudidayaan dengan baik sehingga dalam pemasarannya dihadapkan pada daya tawar yang rendah kepada petani

 Bagaimana keuntungan cabang usahatani pisang lampung

 Bagaimana saluran pemasaran pisang lampung

Analisis Cabang Usahatani :

 Penerimaan Cabang Usahatani

 Biaya Cabang Usahatani

 R/C Rasio Cabang Usahatani

Analisis Saluran Pemasaran :

 Saluran, Lembaga, dan Fungsi

Farmer’s Share dan Marjin

 Rasio Li/Ci Saluran Pemasaran

Gambar

Tabel 3 Produksi Buah Pisang Terbesar Beberapa Provinsi di Indonesia (Ton),
Gambar 1 Pisang Lampung
Gambar 2 Marjin Pemasaran
Gambar 3  Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
+3

Referensi

Dokumen terkait

 Seluruh pendukung Ghuwai Cetik dan semua yang pernah mendukung karya ujian penulis dari ujian komposisi musik etnis I..

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa temuan penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan good governance pada Sekretariat Daerah Kota Bitung

Hana Indah Kurniawati ( 2015 ) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Metode Outdoor Study untuk meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD

Paedahe panliten iki yaiku: (1) panliten iki bisa menehi kawruh menyang pendidikan sastra, lan (2) panliten iki bisa didadekake referensi kanggo panliten

Bengkoang dikupas kulitnya, dicuci dan dipotong kecil-kecil kemudi an diblender. Bagian air dipisahkan dari bagian ampas dengan peny aringan. Residu kemudian

The objective of research is to find out how the sequences of events are realized on the headline news on the fuel price increasing issue which was written in the

Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa semakin berdaya saing suatu industri yang berarti industri unggulan provinsi tersebut memiliki pangsa output yang lebih

3. Mesin pengankat mobil hidrolik pada gambar disamping memiliki luas penampang masing-masing 10 cm2 dan 100 cm2. Pada pengisap kecil diberi gaya 500 N maka berapa berat