ABSTRACT
THE PUBLIC SERVICE QUALITY OF MAKING KTP IN DEMOGRAPHY DEPARTEMENT AND CIVIL CENSUS
IN KABUPATEN PESAWARAN
(A Case study in Kecamatan Gedong Tataan and Tegineneng)
By
EDI PRASETYO
The public service quality of making residency card (KTP) is a public service which is needed by the society as an individual identity. In the context of making the residency card (KTP) in Kabupaten Pesawaran, it was still found the coumplaints from the society. The complaints were: the fee for making KTP that was not suitable to the regulation, and the time of making these residency cards (KTP) which sometimes could not be ensured.
The research problem of this research is ”How is the public service quality of making the residency card (KTP) in Demography Departement and Civil Census in Kabupaten Pesawaran (A Case study in Kecamatan Gedong Tataan and Tegineneng).
The objective of this research was to know how was the public service quality of making the residency card (KTP) in Demography Departement and Civil Census before and after the expansion area in Kabupaten Pesawaran. The method that was used in this research was descriptive method by using quantitative study. The data collecting technique was done by distributing questionaires to kig respondents, interview, observation, and documentation. The data analysis technique that was used was percentage technique according to Hadi Sutrisno by showing the data through table.
ABSTRAK
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
PEMBUATAN KTP PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN PESAWARAN
(Studi di Kecamatan Gedong Tataan dan Tegineneng)
Oleh
EDI PRASETYO
Kualitas pelayanan publik pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan bentuk layanan publik yang dibutuhkan masyarakat sebagai identitas pribadi. Pada konteks pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Kabupaten Pesawaran masih ditemukan keluhan-keluhan masyarakat. Keluhan-keluhan tersebut antara lain: biaya pembuatan yang tidak sesuai dengan peraturan, waktu penyelesaian pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang terkadang tidak dapat dipastikan.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kualitas pelayanan publik pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran (Studi di Kecamatan Gedong Tatataan dan Tegineneng)?”.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebelum dan setelah pemekaran yaitu di Kabupaten Pesawaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner terhadap 149 orang responden, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik prosentase menurut Hadi Sutrisno dengan penyajian data dengan menggunakan tabel.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah otonom yang dikemukakan oleh Hanif Nurcholis (2005: 55-56) adalah:
”satuan pemerintahan di daerah yang penduduknya berwenang mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri berdasarkan aspirasinya. Daerah ini menjadi otonom karena pemerintah pusat melakukan desentralisasi teritorial kepadanya. Dengan desentralisasi teritorial terhadap satuan politik yang ada di daerah maka jadilah daerah tersebut sebagai darah otonom”.
Secara umum, alasan yang melatarbelakangi pembentukan pemerintahan lokal
atau pemekaran daerah adalah untuk memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat. Asumsinya adalah dengan adanya pemerintahan lokal atau
pemekaran suatu daerah (provinsi dan kabupaten) diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat.
Pemekaran daerah mempunyai potensi yang cukup besar dalam peningkatan
pelayanan kepada masyarakat. Karena dengan pemekaran daerah, masyarakat
dapat meminta pelayanan secara cepat. Waktu dan jarak yang dibutuhkan
masyarakat untuk menikmati pelayananpun diharapkan tidak menambah beban
masyarakat, karena biaya yang mahal dan waktu penyelesaian yang tidak dapat
2
Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan daerah, mengamanatkan:
”pengembangan dan pemekaran suatu Daerah Otonomi Baru (DOB) merupakan salah satu alternatif dalam upaya percepatan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di suatu wilayah dalam rangka peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat”.
Kemmudian Hanif Nurcholis (2005:56) mengatakan:
”ketika pemerintah pusat memberikan desentralisasi kepada daerah otonom, maka daerah otonom tersebut berhak mengurus dan mengatur urusannya sendiri berdasarkan aspirasi dan kepentingan masyarakat”.
Berdasarkan pendapat Hanif Nurcholis tersebut, suatu daerah pemekaran memang
layak untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Sebuah daerah
otonom juga memiliki otonomi yang utuh untuk menciptakan sebuah
pemerintahan lokal yang mampu memaksimalkan pelayanan publik dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang. Maka, idealnya
sebuah pemekaran daerah harus berdasarkan pertimbangan-pertimbangan obyektif
yang bertujuan terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan
pemekaran daerah tidak dapat dilihat semata-mata dari aspek administrasi dalam
arti untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien,
tetapi juga perlu dilihat dari aspek ekonomi, politik dan sosial budaya.
Argumentasi penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien oleh
pemerintahan daerah pemekaran dipertegas oleh Hanif Nurcholis (2005:33)
mengatakan:
Hanif Nurcholis (2005:33) mengatakan tujuan dibentuknya pemerintahan daerah
adalah:
”mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan yang terlalu besar mengenai masalah-masalah yang sebetulnya bisa diselesaikan oleh masyarakat setempat. Mendidik masyarakat untuk mengurus urusan sendiri. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Memperkuat persatuan dan kesatuan nasional, hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa dengan diberikannya kewenangan yang luas kepada daerah, akan tercipta rasa saling percaya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, upaya untuk memisahkan diri dari pemerintah daerah menjadi kecil”.
Kebutuhan desentralisasi dari dimensi administrasi adalah untuk membangun
hubungan wilayah pelayanan dengan membentuk organisasi pelaksana di wilayah
kerja atau daerah untuk sejumlah tugas-tugas. Pengorganisasian wilayah
didasarkan pada setiap aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu wilayah, sehingga
memerlukan area kerja sendiri yang relatif sempit. Daerah otonom diyakini akan
meningkatkan pelaksanaan administrasi dan pelayanan publik, karena dengan
status otonom yang dimiliki, dapat memberikan peluang pada penyesuaian
administrasi dan pelayanan terhadap karakteristik wilayah-wilayah yang
bervariasi sebagai konsekuensi dan perbedaan-perbedaan yang dibentuk geografi.
Mutalib (1987), seperti yang dikutip oleh Yana Ekana PS dalam Makalah Analisis
Pengendalian Pemekaran di Indonesia (Sebuah Tinjauan Teoritik, Normatif, dan
Gagasan Awal dalam rangka Peningkatan Kualitas Daerah Otonom di
Indonesia), mengatakan:
4
lebih mudah karena kedekatan institusi dengan masyarakat. Pengawasan menjadi lebih mudah karena wilayah pengawasan yang relatif sempit”.
Mengenai situasi dan kondisi pelayanan publik di Indonesia, Lijan Poltak
(2006:5) mengatakan:
”semenjak bergulirnya reformasi dan maraknya pemekaran daerah, pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang sangat strategis karena perbaikan pelayanan publik di Indonesia cenderung berjalan di tempat. Sedangkan implikasinya sangatlah luas dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dalam kehidupan ekonomi, perbaikan pelayanan publik akan dapat memperbaiki iklim investasi yang sangat diperlukan bangsa Indonesia, agar dapat keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Karena buruknya pelayanan publik di Indonesia sering menjadi variabel dominan mempengaruhi penurunan investasi yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Sayangnya, perbaikan pelayanan publik dalam berbagai studi yang sudah dilakukan tidaklah berjalan linear (lurus) dengan reformasi yang dilakukan di beberapa sektor publik. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat menolong bangsa Indonesia keluar dari berbagai krisis ekonomi tidaklah optimal. Harus diakui, bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat terus mengalami inovasi (pembaharuan), baik dari sisi paradigma maupun format pelayanan seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat dan perubahan di dalam pemerintahan itu sendiri”.
Agung Kurniawan ( 2005:1-2) yang dikutip oleh Lijan Poltak mengatakan:
”meskipun demikian, pembaruan dilihat dari kedua sisi tersebut belumlah memuaskan, bahkan masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang tidak berdaya dan termarginalisasikan dalam kerangka pelayanan”.
Sinambela (1992:198) yang dikutip oleh Lijan Poltak mengatakan:
”setiap manusia pada dasarnya membutuhkan pelayanan, yaitu pelayanan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia”.
Inu Kencana Syafiie dan Djamaluddin Tandjung (1999:5) yang dikutip oleh Lijan
Poltak mengatakan:
selama ini masih berbelit-belit, lambat, mahal, dan melelahkan. Kecenderungan seperti itu terjadi karena masayarakat masih diposisikan sebagai pihak yang melayani bukan yang dilayani. Oleh karena itu, pada dasarnya diperlukan reformasi pelayanan publik dengan mengembalikan dan mendudukkan pelayan dan yang dilayani ke pengertian sesungguhnya. Pelayanan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat terkadang menjadi pelayanan masyarakat terhadap pemerintah”.
Lijan Poltak (2006) dalam Reformasi Pelayanan Publik mengatakan:
”dalam kehidupan politik, perbaikan pelayanan publik juga sangat berdampak luas. Khususnya untuk meningkatkan kepercayaaan masyarakat kepada pemerintah. Buruknya pelayanan publik selama ini menjadi salah satu variabel penting yang mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Krisis kepercayaan masyarakat teraktualisasi dalam bentuk protes dan demonstrasi yang cenderung tidak sehat. Oleh karena itu, perbaikan pelayanan publik mutlak diperlukan agar perbaikan pelayanan publik cepat diperbaiki. Karena dengan perbaikan kualitas pelayanan publik yang semakin baik, dapat mempengaruhi kepuasan masyarakat sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin meningkat. Dalam kehidupan sosial budaya, pelayanan publik yang buruk mengakibatkan terganggunya psikologi masyarakat. Terindikasi dari berkurangnya rasa saling menghargai di kalangan masyarakat, timbulnya rasa saling curiga, meningkatnya sikap tidak perduli terhadap pemerintah dan terhadap masyarakat”.
Salah satu bentuk pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat
adalah pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). KTP sebagai kartu
identitas masyarakat menjadi sangat penting karena diperlukan untuk mengurus
berbagai kebutuhan. Dengan adanya KTP sebagai kartu identitas, masyarakat
secara legal dapat meminta pelayanan publik lainnya kepada pemerintah secara
mudah. Dengan dibentuknya kabupaten pesawaran sebagai daerah otonom,
pelayanan pembuatan KTP di kabupaten pemekaran ini diharapkan tidak
membutuhkan waktu yang lama dan dengan biaya sewajarnya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2007 tentang pembentukan
6
”salah satu daerah otonom di Provinsi Lampung yaitu Kabupaten Pesawaran. Kabupaten ini, merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan. Terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Punduh Pidada, Padang Cermin, Kedondong, Way Lima, Gedong Tataan, Negeri Katon dan Tegineneng. Kabupaten Pesawaran diresmikan oleh pemerintah pusat pada tanggal 2 November 2007. Kabupaten Pesawaran yang merupakan daerah otonom juga dituntut untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Urusan wajib yang menjadi kewenangan Kabupaten Pesawaran meliputi: Perencanaan dan pengendalian pembangunan. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Penyediaan sarana dan prasarana umum. Penanganan bidang kesehatan. Penyelenggaraan pendidikan. Penanggulangan masalah sosial. Pelayanan bidang ketenagakerjaan. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah. Pengendalian lingkungan hidup. Pelayanan pertanahan. Pelayanan kependudukan dan pencatatan sipil. Pelayanan administrasi umum pemerintahan. Pelayanan administrasi penanaman modal”.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 62 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) dijelaskan:
”dibentuknya Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah bahwa pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat”.
Fungsi pemerintah pada hakikatnya tidak untuk melayani dirinya sendiri,
melainkan untuk melayani masyarakat serta mampu menciptakan kesejahteraan
masyarakat, dengan meniadakan kemiskinan dan pengangguran. Seiring dengan
perubahan paradigma pembangunan saat ini yang diimplementasikan melalui
kebijakan otonomi daerah, maka upaya pelayanan publik kepada masyarakat lebih
didekatkan pada kebutuhan, permasalahan, kepentingan maupun aspirasi
masyarakat yang dilayani di daerah pemekaran. Karena kebijakan yang
lebih mencerminkan apa yang menjadi tuntutan dan keinginan serta aspirasi
masyarakat di daerah pemekaran itu sendiri dalam proses pembuatan kebijakan.
Dengan demikian, dibentuknya Kabupaten Pesawaran yang merupakan
implementasi dari kebijakan publik di bidang pemerintahan, diharapkan mampu
meningkatkan kualitas pelayanan publik. Sehingga, masyarakat tidak lagi menjadi
pelayan pemerintah, tapi pemerintahlah yang harus melayani masyarakat dengan
penuh tanggung jawab. Namun, harapan peningkatan pelayanan publik di
Kabupaten Pesawaran tampaknya belumlah sesuai dengan harapan.
Di Kabupaten Pesawaran masih diwarnai beberapa kelemahan dalam pelayanan
pembuatan KTP. Sohibi (45 tahun) warga Desa Negeri Katon Kecamatan Negeri
Katon ketika diwawancarai pada tanggal 13 Juli 2009 Pukul 14.00 WIB di Kantor
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran mengatakan:
”saya telah menunggu selama empat jam di kantor dinas ini. Hemat saya, pembuatan KTP tidak lebih dari satu hari. Tapi kenyataanya, saya harus menunggu beberapa hari untuk mendapatkan KTP yang saya minta. Karena rumah saya jauh, saya pulang dulu, karena petugas dinas ini menyarankan untuk pulang dulu. KTP akan jadi tidak lebih dari dua minggu”.
Sedangkan Ngatini (30 tahun) warga Desa Bagelen Kecamatan Gedong Tataan
ketika diwawancarai pada tanggal 15 Juli 2009 Pukul 11.00 WIB di Kantor Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran mengatakan:
8
Eni Daryani (40 tahun) warga Desa Wiyono Kecamatan Gedong Tataan ketika
diwawancarai pada tanggal 20 Juli 2009 Pukul 09.30 WIB mengatakan:
”saya datang ke kantor dinas ini untuk membuat KTP. Hemat saya dengan datang langsung ke kantor dinas ini, KTP jadi tidak lebih dari satu jam. Tapi, kenyataannya tidak. Kata petugas, KTP dapat diambil besok. Membuat KTP saja sehari juga tidak selesai”.
Kepala Bidang Administrasi Kependudukan dinas ini, Bapak Syarif Ismail, ketika
diwawancarai pada tanggal 21 Juli 2009 Pukul 11.00 WIB mengatakan:
”aparat di dinas ini telah berusaha untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, artinya masyarakat yang datang ke kantor dinas ini akan segera dilayani. Namun, masih ada beberapa kendala untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, yaitu masih minimnya sarana dan prasarana. Pelayanan publik yang diberikan dinas ini antara lain: penerbitan Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan Akte Pencatatan Sipil seperti: Akte Kelahiran, Perkawinan, Perceraian, dan Kematian”.
Untuk melihat masyarakat yang telah membuat KTP pada Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1. Rekapan KTP Periode Juni 2008 - Maret 2009
KECAMATAN KTP TERCETAK
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil 2010
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran, yaitu sebelum dan setelah pemekaran.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas maka dapat dikemukakan
permasalahan penelitian ini sebagai berikut :
“Bagaimana kualitas pelayanan pembuatan KTP sebelum dan setelah pemekaran
pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran?”.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah : “untuk mengetahui kualitas pelayanan pembuatan KTP sebelum dan setelah pemekaran pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten
Pesawaran”.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan
bagi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran,
khususnya dalam penyelenggaraan pelayanan pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP) agar lebih maksimal.
2. Secara akademis penelitian ini diharapkan menjadi bahan bagi peneliti
untuk mengembangkan teori-teori pemerintah khususnya mengenai
II. TINJAUAN PUSTAKA
Untuk mengetahui kuliatas pelayanan publik pembuatan Kartu Tanda Penduduk
(KTP) pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran,
penulis akan mendefinisikan beberapa konsep yaitu konsep kualitas dan pelayanan
publik. Setelah itu, penulis akan menambahkan uraian tugas pokok dan fungsi
dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran, akan tetapi
uraian tugas pokok dan fungsi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tidak
akan dijelaskan secara keseluruhan, namun yang ada kaitannya dengan
permasalahan. Kemudian, untuk mengetahui kualitas pelayanan pembuatan KTP,
penulis akan menggunakan beberapa indikator yang diuraikan oleh beberapa ahli.
A. Tinjauan Tentang Kualitas
Trigono (1997:157) mendefinisikan kualitas adalah:
”standar yang harus dicapai mengenai cara kerja, proses, dan hasil kerja. Dari standar tersebut memungkinkan terdapat sebuah ukuran dari proses dan hasil kerja seseorang atau badan”.
Kemudian Bob Woworuntu (1997:64) mendefinisikan kualitas adalah:
”sebuah kondisi dinamis proses dari lingkungan yang memenuhi harapan”.
”standar yang harus dicapai oleh seseorang atau organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses, dan hasil kerja atau produk berupa barang jasa”.
Sedarmayanti (2001:59) mendefinisikan kualitas adalah:
”ukuran yang mengatakan seberapa jauh telah dipenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi, dan harapan”.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka penulis mengambil kesimpulan
yang dimaksud kualitas adalah:
”suatu ukuran yang menyatakan tercapainya persyaratan dan spesifikasi tertentu oleh seseorang, kelompok, lembaga atau organisasi yang dapat dilihat dari hasil kerjanya”.
B. Tinjauan Tentang Pelayanan Publik
Pelayanan publik dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara No. 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik, hlm. 2 adalah:
”kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”.
Pandji Santoso (2008:57) mendefinisikan pelayanan publik adalah:
”pemberian jasa, baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah, atau pun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat. Dengan demikian yang memberikan pelayanan publik kepada masyarakat luas bukan hanya instansi pemerintah, melainkan pihak swasta juga. Pelayanan publik yang dijalankan oleh instansi pemerintah bermotif sosial-politik, yakni menjalankan tugas pokok serta mencari dukungan suara. Sedangkan pelayanan publik oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni mencari keuntungan (profit orientied)”.
12
”pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan”.
Berdasarkan pengertian pelayanan publik di atas, maka penulis mengambil
kesimpulan yang dimaksud pelayanan publik adalah:
”pemberian jasa, baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah, atau pun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat dan pelakasanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
C. Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Bupati Pesawaran Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Uraian
Tugas Jabatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran,
Pasal (15) dan (16), Kepala Seksi Pendaftaran Penduduk mempunyai tugas pokok
dan fungsi sebagai berikut:
”melakukan sinkronisasi dan korelasi kerja dengan unit kerja lainnya di lingkungan bidang kependudukan dalam rangka penyusunan rencana program kerja seksi pendaftaran untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan. Melaksanakan pendaftaran dan pencatatan administrasi penduduk Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA). Melaksanakan pengumpulan data pengolahan pelayanan pendaftaran penduduk WNI dan WNA. Memeriksa dan meneliti berkas pendaftaran penduduk WNI dan WNA. Memberikan nomor induk kependudukan dalam penerbitan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP)”.
D. Model-Model Penilaian Kualitas Pelayanan Publik
Menurut Vicent Gosperz dalam Moenir (1992:125), kualitas pelayanan publik
dapat diukur dengan 9 (sembilan) indikator, yaitu:
b. Ketepatan waktu pelayanan, yaitu berkaitan dengan waktu proses atau penyelesaian permohonan pelayanan, apakah tepat sesuai dengan kesepakatan pemberi dan penerima pelayanan.
c. Akurasi pelayanan, yaitu berkaitan dengan realita dalam pemberian pelayanan yaitu terbebas dari kesalahan-kesalahan teknis, baik dalam hal penulisan atau pengetikan permohonan yang telah diajukan sebelumnya. d. Kesopanan dan keramahan petugas pemberi layanan, yaitu mencerminkan
perilaku pegawai dalam pemberian pelayanan.
e. Tanggung jawab dalam penerimaan pesan atau permintaan pelayanan, yaitu pemberi pelayanan bersedia memperbaiki bila terjadi kesalahan dalam pemberian pelayanan serta petugas yang ada tidak saling lempar tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
f. Kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan, yaitu berkaitan dengan ketersedian perangkat penunjang pelayanan yang memadai, seperti mesin tik, komputer dan lain sebagainya.
g. Kemudahan mendapat pelayanan, yaitu kemudahan dalam administrasi dan jumlah petugas yang melayani.
h. Variasi model pelayanan, yaitu berkaitan dengan banyaknya variasi model pelayanan yang diberikan.
i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, yaitu berkaitan dengan tempat pelayanan.
Menurut Keputusan Menpan Nomor 06/1995 tentang Pedoman Penganugerahan
Piala Abdisatyabakti Bagi Unit Kerja/Kantor Pelayanan Percontohan, ada 8
(delapan) kriteria pelayanan publik yang baik yaitu sebagai berikut:
a. Kesederhanaan, yaitu prosedur atau tatacara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksankan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.
b. Kejelasan dan Kepastian, yaitu adanya kejelasan dan kepastian mengenai: 1. Prosedur atau tatacara pelayanan.
2. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif. 3. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam
memberikan pelayanan.
4. Rincian biaya atau tarif pelayanan dan tatacara pembayarannya.
c. Keamanan, yaitu proses serta hasil pelayanan dapat memberi rasa aman, kenyamanan, dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. d. Keterbukaan, yaitu prosedur, tatacara, persyaratan, satuan kerja atau
pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya atau tarif, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib dinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
e. Efisien, mengandung dua arti, yaitu:
14
memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan.
2. Dicegah dengan adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintahan lain yang terkait.
f. Ekonomis, yaitu pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan:
1. Nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi di luar kewajaran.
2. Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar. 3. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g. Keadilan dan merata, yaitu cakupan atau jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
h. Ketepatan waktu, yaitu pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Disamping kriteria-kriteria kualitatif tersebut, dalam melakukan penilaian dapat
dilakukan dengan kriteria kuantitatif, antara lain meliputi:
a. Jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan (perhari, perbulan atau pertahun).
b. Perbandingan periode pertama dengan periode berikutnya menunjukkan peningkatan atau tidak.
c. Lamanya waktu pemberian pelayanan masyarakat sesuai permintaan (dihitung secara rata-rata).
d. Pengunaan perangkat-perangkat modern untuk mempercepat dan mempermudah pelayanan kepada masyarakat.
e. Frekuensi keluhan dan atau pujian masyarakat penerima pelayanan terhadap pelayanan yang diberikan oleh unit kerja/kantor pelayanan yang bersangkutan.
Valeria A. Zeitaml (1990) mengonsepsikan mutu layanan publik pada dua
pengertian, yaitu expected service dan preceived service. Keduanya terbentuk oleh
dimensi-dimensi mutu layanan, yaitu:
g. Security (aman) h. Acces (akses)
i. Communication (komunikasi)
j. Unsderstanding the custumer (memahami pelanggan)
Dalam pada itu, expected service juga dipengaruhi oleh:
a. Word of mouth (kata-kata yang diucapkan) b. Personal needs (kebutuhan pribadi) c. Past experience (pengalaman masa lalu)
d. Ekternal Communications (komunikasi eksternal).
Sedangkan Berry, Zeithaml, dan Parasuraman (Lovelock,1992:224)
mengemukakan identifikasi dimensi prinsip yang digunakan oleh pelanggan untuk
menilai institusi pemberi layanan jasa, yaitu:
a. Tangibles (terjamah), yaitu seperti kemampuan fisik, peralatan, personil dan komunikasi material.
b. Reliability (handal), yaitu kemapuan membentuk pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan memiliki keajegan.
c. Responsiveness (pertanggungjawaban), yaitu rasa tanggung jawab terhadap mutu pelayanan.
d. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan, perilaku dan kemampuan pegawai.
e. Empathy (empati), yaitu perhatian perorangan pada pelanggan.
Berkaitan dengan adanya berbagai kesenjangan dalam pemberian palayanan,
Macaulay dan Cook (1997:8) memberikan kiat meningkatkan pelayanan kepada
pelanggan, yaitu sebagai berikut:
a. Menciptakan kepemimpinan yang berorintasi pelanggan (custumer oriented).
b. Menciptakan citra positif di mata pelanggan. c. Bersikap tegas tetapi ramah terhadap pelanggan. d. Mengelola proses pemecahan masalah.
e. Pengembangan budaya persuasi positif dan negosiasi. f. Mengatasi situasi sulit yang dihadapi pelanggan.
Untuk dapat mencapai sasaran pemberian pelayanan secara tepat, Macaulay dan
16
a. Specific (spesifik) b. Measurable (terukur) c. Achievable (dapat dicapai) d. Relevant (relevan)
e. Time-bound (keterikatan dengan waktu)
Thoha (1998) berpendapat bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik,
organisasi publik (birokrasi publik) harus mengubah posisi dan peran (revitalisasi)
dalam memberikan layanan publik.
Zethaml (1990) mengemukakan tolak ukur kualitas pelayanan publik dapat dilihat
dari sepuluh dimensi antara lain:
1. Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil, dan komunikasi.
2. Resliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat.
3. Responsiveness, kemampuan untuk membantu konsumen bertanggungjawab terhadap mutu layanan yang diberikan.
4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.
5. Courtesey, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.
6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat.
7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya dan resiko.
8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.
9. Communication, kemamuan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.
10. Understanding the custumer, melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.
Prinsip-prinsip pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Publik antara lain:
1. Kesederhanaan, yaitu prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.
a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik.
b. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan, persoalan, dan sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.
c. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran.
3. Kepastian waktu, yaitu pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi, yaitu produk pelayanan publik dapat diterima dengan benar, tepat, dan sah.
5. Keamanan, yaitu proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
6. Tanggung jawab, yaitu pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. 7. Kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu tersedianya sarana dan prasarana
kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). 8. Kemudahan akses, yaitu tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan, yaitu pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10. Kenyamanan, yaitu lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
Berdasarkan beberapa model penilaian kualitas pelayanan publik di atas, maka
dalam penelitian ini penulis memilih model dari pendapat Vicent Gosperz, karena
penulis berpendapat indikator tersebut sederhana dan mudah untuk dipahami.
E. Kerangka Pikir
Kabupaten Pesawaran resmi menjadi daerah otonom pada tanggal 2 November
2007. Sebagai daerah otonomi yang baru terbentu, pemerintah setempat dituntut
untuk dapat meningkatkan kesejahteraan kepada masyarakat. Pelayanan publik
seperti pembuatan KTP hanyalah salah satu bentuk pelayanan publik di
18
Kependudukan dan Pencatatan Sipil adalah dinas yang mempunyai wewenang
untuk dalam penyelenggaraan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Berdasarkan uraian singkat mengenai kerangka pikir di atas, untuk lebih jelasnya
Gambar 1. Gambar Kerangka Pikir
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran
Indikator kualitas pelayanan publik diukur dari:
1. Kepastian waktu pelayanan publik 2. Ketepatan waktu pelayanan publik 3. Akurasi pelayanan publik
4. Kesopanan dan keramahan petugas a. Petugas bersikap sopan
b. Petugas bersikap ramah
5. Tanggung jawab pemberi pelayanan publik
6. Kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan publik 7. Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan publik
a. Kemudahan dalam administrasi pelayanan publik b. Petugas pemberi pelayanan publik
8. Variasi model pelayanan publik
9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan
Kualitas pelayanan publik Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
M. Nazir (1999:51) mengartikan metode penelitian adalah:
“urutan kerja yang harus dilakukan dalam melaksanakan penelitian,
termasuk alat yang digunakan untuk mengukur maupun mengumpulkan
data, serta bagaimana melakukan penelitian di lapangan”.
Salah satu penentu kualitas hasil penelitian adalah pemilihan metode penelitian
yang tepat. Ketepatan metode akan membawa penelitian kearah hasil penelitian
yang benar. Dilihat dari tujuan penelitian, Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul
Jannah (2005:41-43) membagi penelitian menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Penelitian Eksploratif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggali suatu gejala yang relatif baru. Dapat dikatakan bahwa ada suatu fenomena atau gejala yang selama ini belum pernah terjadi. Mengingat topik yang akan diteliti adalah topik baru, maka penelitian ini memiliki sifat antara lain:
a. Kreatif b. Fleksibel
c. Terbuka bagi berbagai informasi yang ada
Biasanya penelitian eksploratif menghasilkan teori-teori baru yang merupakan pengembangan dari teori yang sudah ada. Sehingga, penelitian ini identik dengan penelitian yang selalu menggunakan
pertanyaan “Apa” dan “Siapa” dalam menggali informasi.
Tujuan dari penelitian eksploratif adalah:
a. Mengembangkan gagasan dasar mengenai topik yang baru b. Memberikan dasar bagi penelitian selanjutnya
penelitian ini biasanya berupa tipologi atau pola-pola mengenai fenomena yang sedang dibahas. Penelitian ini identik dengan penelitian yang
menggunakan pertanyaan “Bagaimana” dalam mengembangkan informasi
yang ada. Adapun tujuan dari penelitian deskriptif adalah: a. Menggambarkan mekanisme sebuah proses
b. Menciptakan seperangkat kategori atau pola
3. Penelitian Eksplanatif, yaitu: penelitian untuk menemukan penjelasan tentang mengapa suatu kejadian. Hasil akhir dari penelitian ini adalah menggambarkan hubungan sebab akibat. Penelitian ini identik dengan
penelitian yang menggunakan pertanyaan “Bagaimana” dalam
mengembangkan informasi yang ada. Adapun tujuan dari penelitian eksplanatif adalah:
a. Menghubungkan pola-pola yang berbeda namun memiliki keterkaitan b. Menghasilkan pola hubungan sebab akibat.
Penelitian yang digunakan adalah deskriptif. (Nawawi, 1991:63) mengartikan
penelitian deskriptif adalah:
”prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya”.
Adapun pemakaian metode deskriptif adalah untuk menggambarkan dan
melukiskan keadaan di lokasi penelitian pada saat diteliti berdasarkan dengan
fakta yang ada di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini, bertujuan untuk
menggambarkan keadaan sesungguhnya yang terjadi di lokasi penelitian. Akan
tetapi, dalam penelitian ini tidak mencari penyebab dan akibat sebuah
permasalahan. Akan tetapi dalam penelitian ini hanya menggambarkan bagaimana
kualitas pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran sebelum dan setelah
pemekaran.
Kemudian pendekatan yang dipakai adalah kuantitatif. Mashuri dan Zainuddin
22
”penelitian yang tidak mementingkan kedalaman data, penelitian kuantitatif tidak terlalu menitikberatkan pada kedalaman data, yang penting dapat merekam data sebanyak-banyaknya dari populasi yang luas. Walaupun populasi penelitiannya besar, tetapi dengan mudah dapat dianalisa, baik melalui rumus-rumus statistik maupun komputer. Jadi pemecahan masalahnya didominasi oleh peran statistik. Pendekatan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang identik dengan pendekatan deduktif, yaitu berangkat dari persoalan umum (teori) ke hal khusus sehingga penelitian ini harus ada landasan teorinya”.
Sedangkan Arikunto (2002:10) mengartikan penelitian kuantitatif adalah:
”penelitian yang banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta penampilan hasilnya. Oleh sebab itu, pemahaman akan kesimpulan penelitian akan lebih baik apabila disertai tabel, grafik, dan bagan”.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini dalam pengolahan
datanya akan mengguanakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiaran
serta penyajian hasil penelitian menggunakan angka. Maka, kesimpulan penelitian
nantinya akan disertai dengan tabel. Dalam penelitian ini, kuesioner merupakan
instrumen utama dalam pengumpulan data
B. Definisi Konseptual
Penulis mengartikan definisi konseptual adalah:
”definisi akademik atau yang mengandung pengertian universal untuk suatu konsep atau kelompok kata. Pemaknaan dari konsep yang digunakan akan mempermudah peneliti untuk mengoperasionalkan konsep tersebut di lapangan”.
Adapun defenisi konseptual dalam penelitian ini adalah :
1. Kualitas pelayanan publik pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
sebelum pemekaran dilihat dari: kepastian waktu pelayanan; ketepatan
pemberi layanan; tanggung jawab pemberi pelayanan; kelengkapan sarana
dan prasarana pelayanan; kemudahan mendapatkan pelayanan; variasi
model pelayanan serta kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.
2. Kualitas pelayanan publik pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
setelah pemekaran, dilihat dari: kepastian waktu pelayanan; ketepatan
waktu pelayanan; akurasi pelayanan; kesopanan dan keramahan petugas
pemberi layanan; tanggung jawab pemberi pelayanan; kelengkapan sarana
dan prasarana pelayanan; kemudahan mendapat pelayanan; variasi model
pelayanan serta kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional menurut M. Nazir (1999:152) adalah :
“suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional
yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut”.
Definisi operasional digunakan sebagai petunjuk penulis tentang bagaimana suatu
variabel diukur. Untuk melihat operasionalisasi suatu variabel, maka variabel
tersebut harus diukur dengan menggunakan indikator-indikator. Adapun indikator
yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
a. Kepastian waktu pelayanan, yaitu adanya kepastian waktu dalam pemberian
pelayanan sesuai dengan ketetapan.
b. Ketepatan waktu pelayanan, yaitu berkaitan dengan waktu proses atau
penyelesaian permohonan pelayanan, apakah tepat sesuai dengan kesepakatan
24
c. Akurasi pelayanan, yaitu berkaitan dengan realita dalam pemberian pelayanan
yaitu terbebas dari kesalahan-kesalahan teknis, baik dalam hal penulisan atau
pengetikan permohonan yang telah diajukan sebelumnya.
d. Kesopanan dan keramahan petugas pemberi layanan, yaitu mencerminkan
perilaku pegawai dalam pemberian pelayanan.
e. Tanggung jawab dalam penerimaan pesan atau permintaan pelayanan, yaitu
pemberi pelayanan bersedia memperbaiki bila terjadi kesalahan dalam
pemberian pelayanan serta petugas yang ada tidak saling lempar tanggung
jawab dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
f. Kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan, yaitu berkaitan dengan
ketersedian perangkat penunjang pelayanan yang memadai, seperti mesin tik,
komputer dan lain sebagainya.
g. Kemudahan mendapat pelayanan, yaitu kemudahan dalam administrasi dan
jumlah petugas yang melayani.
h. Variasi model pelayanan, yaitu berkaitan dengan banyaknya variasi model
pelayanan yang diberikan.
i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, yaitu berkaitan dengan tempat
pelayanan.
D. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Pesawaran.. Adapun alasan penentuan lokasi ini adalah disesuaikan
dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui kualitas pelayanan pembuatan
tujuan dibentuknya daerah otonom adalah untuk mendekatkan masyarakat kepada
pemerintah dalam kerangka pelayanan publik, khususnya dalam pembuatan Kartu
Tanda Penduduk (KTP). Pembuatan KTP sebelum pemekaran adalah kewenangan
dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lampung Selatan di
Kalianda. Setelah pemekaran menjadi kewenangan dari Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran di Gedong Tataan.
E. Populasi Penelitian
Suharsimi Arikunto (2006:130) mengartikan populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian. Sedangkan Murti Sumarni dan Salamah Wahyuni (2006:69) populasi
adalah:
“keseluruhan obyek yang diteliti dan terdiri atas sejumlah individu, baik yang terbatas (finite) maupun tidak terbatas (infinite)”.
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2006:43) populasi adalah:
”semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun kualitatif, daripada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas”.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang telah membuat atau
memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) di wilayah Kabupaten Pesawaran, yaitu
masyarakat yang telah membuat KTP pada periode bulan Juni 2008 – bulan Maret
26
F. Sampel
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2006:44) mengartikan sampel
adalah:
”sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu”.
Sedangkan Suharsimi Arikunto (2006:131) mengartikan sampel adalah sebagian
atau wakil populasi yang diteliti. Suharsimi Arikunto (2006:134) mengatakan:
”untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah subyeknya besar, dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari:
a. Kemampuan peneliti diliti dari waktu, tenaga, dan dana.
b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih baik”.
Hadi (2000) mengemukakan bahwa ada tiga hal yang sangat menentukan
representativitas sampel, yaitu:
(1) “kerangka sampel harus berisi semua cirri yang relevan dengan masalah-masalah yang diteliti, (2) besar sampel. Sampel yang terlalu sedikit kurang mewakili populasi, dan sampel yang terlalu banyak memberatkan penelitian. Besar sampel akan turut ditentukan oleh pertimbangan dan hambatan-hambatan praktis seperti waktu, biaya, alat dan tenaga. (3) tehnik pengambilan sampel. Ada dua tehnik pengambilan sampel yang sering dilakukan, yaitu: (a) random sampling, yakni tiap individu dalam populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel, dan (b) non random sampling, yakni tidak semua individu dalam populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk
menjadi anggota sampel”.
Tehnik dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive random
“pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat- sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya”.
Adapun langkah-langkah untuk mengambil subjek yang menjadi sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara:
1. Menentukan 2 (dua) kecamatan di Kabupaten Pesawaran dengan pertimbangan
jarak yaitu jauh dan dekat sebagai pemilihan subyek penelitian. Sehingga
diperoleh Kecamatan Gedong Tataan sebagai kecamatan dekat, sedangkan
Kecamatan Tegineneng sebagai kecamatan jauh dari Kantor Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran.
2. Setelah terpilih 2 (dua) kecamatan, langkah selanjutnya adalah menentukan 2
(dua) desa di masing-masing kecamatan tersebut. Dasar pemilihan 2 (dua) di
masing-masing kecamatan adalah masyarakat homogen karena telah membuat
Kartu Tanda Penduduk (KTP). Desa yang terpilih di Kecamatan Gedong Tataan
adalah Desa Bagelen (kategori dekat) dan Desa Wiyono (kategori jauh).
Sedangkan desa yang terpilih di Kecamatan Tegineneng adalah Desa Kota Agung
(kategori dekat) dan Desa Margo Rejo (kategori jauh).
Penentuan jumlah sampel yang akan dipakai dalam penelitian ini berdasarkan
pendapat Suharsimi Arikunto (2006:134). Sehingga diperoleh sampel sebagai
berikut:
Tabel 2. Sampel penelitian
DESA POPULASI SAMPEL
Bagelen 102 26
Wiyono 32 32
Kota Agung 606 61
Margo Rejo 37 37
Total Sampel 156
28
Jumlah sampel 26 orang diperoleh dari 25 persen dari 102 orang yaitu 25,5
dibulatkan menjadi 26 orang. Kemudian 32 orang tetap menjadi 32 orang karena
populasinya kurang dari 100. Kemudian 61 orang diperoleh dari 10 persen dari
606 orang yaitu 60,6 dibulatkan menjadi 61 orang dan 37 orang tetap menjadi 32
orang karena populasinya kurang dari 100 maka diambil secara keseluruhan.
Sehingga total sampel dalam penelitian ini berjumlah 156 orang responden.
Dimana dari jumlah 156 orang responden diambil secara acak.
G. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan dua sumber,
yakni data primer dan data sekunder.
1. Data primer, yaitu data yang diambil dari sumber data di lapangan. Data
primer dalam penelitian ini diperoleh dari kuesioner, wawancara dan
observasi. Kuesioner akan disebar kepada 156 orang responden.
2. Data sekunder, yaitu sumber data kedua setelah sumber data primer. Data
ini diperoleh dari berbagai bahan bacaan, dalam penelitian ini diperoleh
dari jurnal, undang-undang, peraturan daerah (perda), peraturan bupati
(perbub), artikel, dan buku-buku atau literatur yang berkaitan dengan topik
penelitian untuk dijadikan bahan referensi.
H. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Angket atau kuesioner
”daftar pertanyaan yang dikirimkan kepada responden baik secara langsung atau tidak langsung (melalui pos atau perantara)”.
Kuesioner digunakan untuk memperoleh data dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan kepada responden untuk dijawab. Kuesioner diberikan dalam bentuk
tertutup, agar responden tidak menjawab diluar kriteria yang telah ditentukan.
Kuesioner yang telah disiapkan akan dibagikan kepada 156 responden yang
menjadi sampel dalam penelitian ini.
2. Wawancara
Menurut Purnomo Setiady Akbar (2006:57-58), wawancara adalah:
”tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut intervieuwer, sedangkan orang yang diwawancarai disebut interviewer”.
Adapun yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini adalah Sekretaris
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran Bapak Maskhur
Hasan.
3. Observasi
Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2006:54), observasi
adalah:
”pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti”.
Penulis melakukan pengamatan secara langsung ke Kantor Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran.
4. Dokumentasi
Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2006:73), teknik
30
melalui dokumen-dokumen. Dokumen-dokumen yang dipakai antara lain:
Undang-undang, peraturan bupati (perbup), artikel dan lain-lain.
I. Teknik Pengolahan Data
Setelah data diperoleh dari lapangan dikumpulkan, maka tahap selanjutnya adalah
mengolah data. Adapun teknik yang digunakan untuk mengolah data dalam
penelitian ini adalah:
1. Editing, yaitu proses melakukan pemeriksaan atau pengecekan data yang
terkumpul dari lapangan, yaitu meliputi kelengkapan jawaban yang didapat dari
lapangan dan kejelasan sehingga kesempurnaan data yang diperoleh di lapangan
dapat terjamin. Editing dilakukan dengan cara memeriksa dan mengecek kembali
data dari lapangan meliputi kelengkapan jawaban, dan kesesuaian jawaban satu
dengan yang lainnya.
2. Tabulasi, yaitu memasukan data yang telah diklasifikasikan ke dalam suatu
tabel. Tabulasi dilakukan pada data hasil kuesioner yang telah dikategori dengan
skor, kemudian data tersebut dimasukkan ke dalam tabel sehingga dapat dihitung
dengan jelas dan tetap.
3. Interpretasi Data, yaitu data yang telah dideskripsikan baik melalui tabel
maupun hasil pengamatan dan wawancara dan dokumentasi yang
diinterprestasikan untuk kemudian dilakukan penarikan kesimpulan sebagai hasil
J. Teknik Penentuan Skor
Skala pengukuran yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.
Menurut Sugiyono (2009: 93) skala Likert dipergunakan untuk:
“mengukur persepsi, pendapat, sikap, serta penilaian seseorang terhadap fenomena sosial”.
Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data langsung dari responden dilakukan
dengan memberikan daftar kuesioner. Dalam kuesioner ini setiap pertanyaan
yang diajukan memuat 3 (tiga) alternatif jawaban yang diberikan skor 1, 2, dan 3
yang menggunakan ukuran berdasarkan skala Likert. Skor yang diberikan pada
tiap item jawaban kuesioner ini menunjukkan bobot nilai dari pilihan jawaban
tersebut.
Sementara untuk menentukan interval digunakan rumus interval yang kemukakan
oleh Sutrisno Hadi (1986:45) yakni:
Keterangan :
I = Interval Nilai Skor Nt = Nilai Tertinggi Nr = Nilai Terendah K = Kategori Jawaban
J. Teknik Analisis Data
Setelah mendapatkan data-data yang diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah
mengolah data yang terkumpul tersebut dengan menganalisa data, K
Nr Nt
32
mendeskripsikan data dan mengambil kesimpulan atau keputusan penelitian.
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan teknik prosentase dengan
penyajian data dengan menggunakan tabel tunggal.
Teknik prosentase menurut Hadi Sutrisno (1981:421) menggunakan rumus
sebagai berkut:
Keterangan:
P: prosentase
F: jumlah jawaban yang diperoleh
N: jumlah responden
Besarnya prosentase untuk masing-masing kategori adalah sebagai berikut:
a. Kategori kualitas layanan baik apabila 76% atau lebih.
b. Kategori kualitas layanan sedang apabila 51%-75%.
c. Kategori kualitas layanan buruk jika kurang dari 50%.
...% %
100
x
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Kabupaten Pesawaran
Kabupaten Pesawaran terbentuk melalui proses dan tahapan yang cukup panjang,
diawali dari aspirasi masyarakat, kemudian kajian kelayakan, pertimbangan
kelangsungan hidup kabupaten induk dan kabupaten pemekaran. Persyaratan
administrasi, teknis dan fisik akhirnya dinyatakan layak untuk dikembangkan
menjadi kabupaten tersendiri. Legalitas berdirinya Kabupaten Pesawaran
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2007 yang secara yuridis
formal wilayah Kabupaten Peasawaran terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, yaitu
Tegineneng, Negeri Katon, Gedong Tataan, Way Lima, Kedondong, Padang
Cermin dan Punduh Pidada. Terbagi atas 130 desa dengan ibukotanya di
Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran memiliki luas wilayah ±
2.243,51 km2.
Aspirasi keinginan berdirinya Kabupaten Pesawaran telah ada sejak tahun 1967,
terutama masyarakat yang berdomisili di wilayah belahan barat Kabupaten
Lampung Selatan. Kehendak untuk menjadikan wilayah otonom muncul kembali
sejak bergulirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang memberi peluang
34
pemerintahan terhadap masyarakat dalam pelayanan publik untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Sebagai gambaran bahwa letak geografis wilayah Kabupaten Lampung Selatan
diputus oleh wilayah Kota Bandar Lampung, rentang kendalinya begitu jauh.
Rentang kendali dengan jarak tempuh rata-rata dari 7 (tujuh) kecamatan yang ada
di wilayah Pesawaran ke Kalianda Ibu Kota Lampung Selatan adalah 97 Km,
dengan waktu tempuh 2 (dua) jam. Sementara setelah pemekaran jarak tempuh ke
Gedong Tataan sebagai Ibu Kota Kabupaten Pesawaran hanya 28 Km, dengan
waktu tempuh 30 menit.
Adapun kondisi Kabupaten Peasawaran saat sekarang jika dilihat dari aspek
teknis, 7 (tujuh) indikator hasil observasi team teknis DPOD Departemen Dalam
Negeri RI Tahun 2007 sebagai berikut:
1. Kemapuan Ekonomi
PDRB perkapita Kabupaten Pesawaran pada tahun2005 ke atas Harga
Berlaku sebesar Rp 2.057.779.000 dan PDRB perkapita atas Harga
Konstan sebesar RP 1.454.834.000 sedangkan laju pertumbuhan ekonomi
rata-rata selama 5 (lima) tahun terakhir sebesar 4,20%.
2. Potensi Daerah
Berbagai potensi yang dapat mendukung aktivitas perekonomian dan
pembangunan Kabupaten Pesawaran, baik sarana dan prasarana fisik
pendukung, infrastruktur maupun fasilitas penunjang lainnya, yang
tersebar di 7 (tujuh) kecamatan, sebagai berikut:
a. Perbankan 6 (enam) unit, bukan bank 80 unit, kelompok pertokoan
b. Fasilitas perdagangan berupa pasar sebanyak 23.
c. Fasilitas pendidikan terdiri dari: 310 unit SD, 41 unit SMP, dan 17 unit
SMA.
d. Fasilitas kesehatan 40 unit dan tenaga medis sebanyak 193 orang.
e. Jumlah rumah tangga sebanyak 84.407 rumah tangga.
f. Pemilik kendaraan roda empat sebanyak 690 orang.
g. Jumlah pelanggan telepon sebanyak 3.111 pelanggan, listrik sebanyak
43.644 pelanggan, sedangkan jumlah kantor pos sebanyak 6 unit.
h. Industri pariwisata, berupa hotel sebanyak 20 unit, rumah
makan/restoran sebanyak 190 unit dan objek wisata 53 tempat.
i. Panjang jalan yang menghubungkan wilayah 7 (tujuh) kecamatan
adalah 1.007 Km, jarak rata-rata ke pusat pemerintahan adalah 28 Km,
dengan waktu tempuh 30 menit.
j. Jumlah pekerja berpendidikan minimal SMA sebanyak 95.683 orang,
sedangkan jumlah pencari kerja sebesar 8.056 orang, total jumlah
pekerja adalah 159.477 orang.
k. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai PNS adalah 3.428 orang.
l. Jumlah gedung pemerintahan yang sudah ada sebanyak 385 unit,
dengan lahan seluas 107,7 Ha.
B. Batas Wilayah Kabupaten Pesawaran
Kabupaten Pesawaran mempunyai batas-batas wilayah:
36
b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Natar Lampung Selatan, Kecamatan Kemiling dan Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung.
c. Sebelah selatan berbatasan dengan teluk lampung, Kecamatan Kelumbayan dan Kecamatan Cukuh Balak Kabupaten Tanggamus.
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pardasuka, Kecamatan Ambarawa, Kecamatan Gadingrejo dan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Tanggamus.
C. Penduduk
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pesawaran tahun 2009,
penduduk Kabupaten Pesawaran menurut hasil proyeksi pada tahun 2008
berjumlah 420.014 jiwa yang tercatat pada 100.074 rumah tangga, terdiri dari
218.408 penduduk laki-laki dan 201.606 penduduk perempuan.
D. Keluarga Berencana
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pesawaran tahun 2009,
jumlah keluarga prasejahtera pada tahun 2008 sebesar 45.220 kepala keluarga
(KK), sejahtera I sebesar 19.703 KK, sejahtera II sebesar 19.041 KK, sejahtera III
sebesar 14.952 KK, dan sejahtera III plus sebesar 1.168 KK. Pogram Keluarga
Berencana (KB) di Kabupaten Pesawaran pada tahun 2008 dapat dinilai cukup
berhasil. Ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah akseptor aktif yang
umumnya memilih suntik sebagai alat untuk kontrasepsi. Jumlah akseptor KB
baru di Kabupaten Pesawaran pada tahun 2008 mencapai 17.651 orang.
E. Tenaga Kerja
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pesawaran tahun 2009,
4.276 orang. Tingkat pendidikan para PNS minimal SMA sebanyak 319 orang
dan yang merupakan lulusan SD atau SMP hanya 11 orang.
F. Gambaran Umum Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil
(Disdukcapil) Kabupa-
ten Pesawaran adalah
salah satu dinas yang
terletak di Desa Bagelen
Kecamatan Gedong Ta-
taan Kabupaten Pesa-
waran Provinsi Lampung. Adapun kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kabupaten Pesawaran masih mengontrak perumahan penduduk di Desa
Bagelen Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung
seperti yang tampak pada gambar di atas.
Berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Pesawaran Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Uraian Tugas Jabatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Pesawaran, struktur organisasi dinas ini terdiri dari :
1. Kepala Dinas
2. Sekretaris Dinas membawahi :
a. Kepala Sub Bagian Perencanaan
38
c. Kepala Sub Bagian Keuangan
3. Kepala Bidang Kependudukan, membawahi:
a. Kedan pala Pendaftaran
b. Kepala Seksi Mutasi Data dan Pelaporan
c. Kepala Seksi Proyeksi dan Perekembangan Penduduk
4. Kepala Bidang Administrasi Kependudukan, membawahi:
a. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi
b. Kepala Seksi Penyuluhan Penduduk
c. Kepala Seksi Dokumentasi dan Evaluasi
5. Kepala Bidang Pencatatan Sipil, membawahi:
a. Kepala Seksi Kelahiran dan Kematian
b. Kepala Seksi Pengakuan Pengesahan dan Pengangkatan Anak
c. Kepala Seksi Perkawinan dan Perceraian
6. Unit Pelaksana Teknis Dinas
7. Kelompok Jabatan Fungsional
G. Proses Pelayanan Publik
Untuk memberikan pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), dinas ini
buka pada hari Senin sampai Jumat. Mulai dari pukul 07.15 WIB sampai pukul
15.30 WIB. Hal itu diperoleh dari wawancara penulis dengan Bapak Masykur
Hasan tanggal 8 Februari 2010 Pukul 10.00 WB mengatakan:
”untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, yaitu pelayanan
yang menyenangkan masyarakat, cepat dan dengan biaya sewajarnya perlu adanya komitmen dari aparat pemerintah. Untuk mewujudkan itu semua, aparatur di dinas ini wajib masuk kerja dari Hari Senin sampai dengan
H. Prosedur dan Tata Cara Mengurus KTP
Adapun persyaratan membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) baru sebagai berikut:
1. Surat pengantar dari RT/RW
2. Kartu keluarga
3. Pas photo ukuran 2x3 sebanyak 2 lembar
Dengan tampak wajah meliputi 70 % bidang photo dengan latar belakang warna
merah untuk kelahiran tahun ganjil dan warna biru untuk tahun kelahiran genap.
Adapun persyaratan perpanjangan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai berikut:
1. Surat pengantar dari RT/RW
2. Kartu keluarga
3. KTP yang masih berlaku
4. Pas photo ukuran 2 x 3 sebanyak 2 lembar
Adapun persyaratan perbaikan KTP yang rusak atau hilang sebagai berikut:
1. Surat pengantar RT/RW
2. Kartu keluarga
3. KTP yang rusak
4. Surat keterangan kehilangan dari kepolisian bagi yang kehilangan KTP
5. Pas photo ukuran 2 x 3 sebanyak 2 lembar
Kewajiban kecamatan dalam pembuatan KTP sebagai berikut:
1. Menerima dan meniliti berkas permohonan KTP yang diterima dari desa
atau kelurahan.
2. Melakukan perekaman data sesuai formulir.
40
4. Melakukan pengiriman data dalam bentuk file komputer ke kabupaten
melalui sarana internet.
5. Menerima dan meniliti kelengkapan persyaratan.
Kewajiban Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam pembuatan KTP
sebagai berikut:
1. Melakukan proses penerimaan hasil rekaman data kecamatan.
2. Melakukan verifikasi data ke Bank Data Keendudukan.
3. Melakukan proses penerbitan KTP.
I. Keadaan Sumber Daya Manusia (SDM)
Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang bersetatus Pegawai Negeri Sipil
(PNS) pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupeten Pesawaran
mayoritas berpendidikan Sarjana (S 1) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Keadaan Pegawai Negeri Sipil
NAMA JABATAN PENDIDIKAN
Amrullah, S. Sos Kepala Dinas Sarjana
Drs. Masykur Hasan Sekretaris Dinas Sarjana
Abaston, S.E Kabid Kependudukan Sarjana
Syarif Ismail, S. P Kabid Administrasi Kependudukan Sarjana
Nurlela, S. Sos Kabid Pencatatan Sipil Sarjana
Drs. Junaidi Kasi Kelahiran dan Kematian Sarjana
Zulkifli, B.A Kasi Pendaftaran Sarjana
Baharuddin, S. Sos Kasubag Keuangan Sarjana
Mirseptowi, S.IP Kasi Perkawinan dan Kematian Sarjana
Burhanuddin, S.P Kasi Penyuluhan Kependudukan Sarjana
Rosidah, S.Sos Kasi Mutasi Data dan Pelaporan Sarjana
Mursalin, A.Md Kasi Pengakuan Pengesahan dan Pengangkatan Anak
Diploma
Erlena, S.E Kasubag Umum Kepegawaian Sarjana
Tri Indyastuti, S.E Kasi Dokumentasi dan Evaluasi Sarjana
Incik Firmansyah, S.E Kasubag Perencanaan Sarjana
Neni Puryanti Kasi Pengolahan Data dan Informasi SMA
Yuda Auli, S.Kom Staf Sarjana
Johanes C, S.E Staf Sarjana
Tejo,S.Kom Staf Sarjana
Titin P, S.Kom Staf Sarjana
Leni Meliza, S.E Staf Sarjana
Sumber: Arsip Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab. Pesawaran 2010
Sedangkan kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Non Pegawai Negeri Sipil pada
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran (PNS)
berjumlah 38 orang.
J. Fasilitas di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Adapun fasilitas Fasilitas-fasilitas yang mendukung dalam proses pelayanan
42
Tabel 4. Perlengkapan Administrasi
Jenis Perlengkapan Jumlah
Sumber: Arsip Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab. Pesawaran tahun 2010
Adapun ruangan yang ada pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Pesawaran sebagai berikut:
Tabel 5. Ruangan
Jenis Ruangan Jumlah
Ruang Tunggu 1
Ruang Kepala Dinas 1 Ruang Sekretaris Dinas dan Tata Usaha 1 Ruang Kepala Bidang Kependudukan 1 Ruang Kepala Administrasi Kependudukan 1 Ruang Kepala Bidang Pencatatan Sipil 1 Ruang Operator KTP 1 Ruang Operator Pencatatan Sipil 1
Jumlah 8
Sumber: Arsip Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab. Pesawaran tahun 2010
K. Profil Kecamatan Gedong Tataan
Kecamatan Gedong Tataan adalah Ibu Kota dari Kabupaten Pesawaran Provinsi
Lampung. Kecamatan mempunyai 19 desa, yaitu: Bagelen, Bernung, Bogorejo,
Cipadang, Gedong Tataan, Kebagusan, Kurungan Nyawa, Negeri Sakti, Padang
Ratu, Pampangan, Sukaraja, Sungai Langka, Way Layap, Wiyono, Taman Sari,
L. Profil Kecamatan Tegineneng
Kecamatan Tegineneng beribukota di Tegineneng. Kecamatan Tegineneng
mempunyai 15 desa, yaitu: Batang Hari Ogan, Bumi Agung, Gedung Gumanti,
Gerning, Kejadian, Kota Agung, Kresno Widodo, Margo Mulyo, Margo Rejo,
Panca Bakti, Rejo Agung, Sinar Jati, Tri Mulyo, Gunung Sugih Baru dan Negara
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang telah membuat KTP pada
bulan Juni 2008 sampai dengan bulan Maret 2009 di Kabupaten Pesawaran. Yaitu
di Desa Bagelen, Wiyono, Kota Agung, dan Margo Rejo. Adapun jumlah
responden dalam penelitian ini berjumlah 149 orang. Pada awalnya responden
berjumlah 156, setelah diedit ada 7 (tujuh) responden yang tidak digunakan
karena tidak bersedia mengisi kuesioner yang diberikan.
Berdasarkan kuesioner yang telah disebar dapat diketahui identitas responden
sebagai informasi penulis untuk mengolah data. Adapun karakteristik responden
dalam penelitian ini dapat dilihat berdasarkan desa tempat tinggal, umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian.
1. Desa Tempat Tinggal
Responden dalam penelitian ini berjumlah 149 orang terdiri dari: 24 orang di Desa
Bagelen, 31 orang di Desa Wiyono, 60 orang di Desa Kota Agung dan 34 orang di
Desa Margo Rejo. Karakteristik responden berdasarkan desa tempat tinggal dapat