• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK PEMBUATAN KTP PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN PESAWARAN (Studi di Kecamatan Gedong Tataan dan Tegineneng)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KUALITAS PELAYANAN PUBLIK PEMBUATAN KTP PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN PESAWARAN (Studi di Kecamatan Gedong Tataan dan Tegineneng)"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE PUBLIC SERVICE QUALITY OF MAKING KTP IN DEMOGRAPHY DEPARTEMENT AND CIVIL CENSUS

IN KABUPATEN PESAWARAN

(A Case study in Kecamatan Gedong Tataan and Tegineneng)

By

EDI PRASETYO

The public service quality of making residency card (KTP) is a public service which is needed by the society as an individual identity. In the context of making the residency card (KTP) in Kabupaten Pesawaran, it was still found the coumplaints from the society. The complaints were: the fee for making KTP that was not suitable to the regulation, and the time of making these residency cards (KTP) which sometimes could not be ensured.

The research problem of this research is ”How is the public service quality of making the residency card (KTP) in Demography Departement and Civil Census in Kabupaten Pesawaran (A Case study in Kecamatan Gedong Tataan and Tegineneng).

The objective of this research was to know how was the public service quality of making the residency card (KTP) in Demography Departement and Civil Census before and after the expansion area in Kabupaten Pesawaran. The method that was used in this research was descriptive method by using quantitative study. The data collecting technique was done by distributing questionaires to kig respondents, interview, observation, and documentation. The data analysis technique that was used was percentage technique according to Hadi Sutrisno by showing the data through table.

(2)

ABSTRAK

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

PEMBUATAN KTP PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN PESAWARAN

(Studi di Kecamatan Gedong Tataan dan Tegineneng)

Oleh

EDI PRASETYO

Kualitas pelayanan publik pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan bentuk layanan publik yang dibutuhkan masyarakat sebagai identitas pribadi. Pada konteks pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Kabupaten Pesawaran masih ditemukan keluhan-keluhan masyarakat. Keluhan-keluhan tersebut antara lain: biaya pembuatan yang tidak sesuai dengan peraturan, waktu penyelesaian pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang terkadang tidak dapat dipastikan.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kualitas pelayanan publik pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran (Studi di Kecamatan Gedong Tatataan dan Tegineneng)?”.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebelum dan setelah pemekaran yaitu di Kabupaten Pesawaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner terhadap 149 orang responden, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik prosentase menurut Hadi Sutrisno dengan penyajian data dengan menggunakan tabel.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah otonom yang dikemukakan oleh Hanif Nurcholis (2005: 55-56) adalah:

”satuan pemerintahan di daerah yang penduduknya berwenang mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri berdasarkan aspirasinya. Daerah ini menjadi otonom karena pemerintah pusat melakukan desentralisasi teritorial kepadanya. Dengan desentralisasi teritorial terhadap satuan politik yang ada di daerah maka jadilah daerah tersebut sebagai darah otonom”.

Secara umum, alasan yang melatarbelakangi pembentukan pemerintahan lokal

atau pemekaran daerah adalah untuk memberikan pelayanan prima kepada

masyarakat. Asumsinya adalah dengan adanya pemerintahan lokal atau

pemekaran suatu daerah (provinsi dan kabupaten) diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat.

Pemekaran daerah mempunyai potensi yang cukup besar dalam peningkatan

pelayanan kepada masyarakat. Karena dengan pemekaran daerah, masyarakat

dapat meminta pelayanan secara cepat. Waktu dan jarak yang dibutuhkan

masyarakat untuk menikmati pelayananpun diharapkan tidak menambah beban

masyarakat, karena biaya yang mahal dan waktu penyelesaian yang tidak dapat

(4)

2

Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan daerah, mengamanatkan:

”pengembangan dan pemekaran suatu Daerah Otonomi Baru (DOB) merupakan salah satu alternatif dalam upaya percepatan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di suatu wilayah dalam rangka peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat”.

Kemmudian Hanif Nurcholis (2005:56) mengatakan:

”ketika pemerintah pusat memberikan desentralisasi kepada daerah otonom, maka daerah otonom tersebut berhak mengurus dan mengatur urusannya sendiri berdasarkan aspirasi dan kepentingan masyarakat”.

Berdasarkan pendapat Hanif Nurcholis tersebut, suatu daerah pemekaran memang

layak untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Sebuah daerah

otonom juga memiliki otonomi yang utuh untuk menciptakan sebuah

pemerintahan lokal yang mampu memaksimalkan pelayanan publik dan

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang. Maka, idealnya

sebuah pemekaran daerah harus berdasarkan pertimbangan-pertimbangan obyektif

yang bertujuan terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan

pemekaran daerah tidak dapat dilihat semata-mata dari aspek administrasi dalam

arti untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien,

tetapi juga perlu dilihat dari aspek ekonomi, politik dan sosial budaya.

Argumentasi penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien oleh

pemerintahan daerah pemekaran dipertegas oleh Hanif Nurcholis (2005:33)

mengatakan:

(5)

Hanif Nurcholis (2005:33) mengatakan tujuan dibentuknya pemerintahan daerah

adalah:

”mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan yang terlalu besar mengenai masalah-masalah yang sebetulnya bisa diselesaikan oleh masyarakat setempat. Mendidik masyarakat untuk mengurus urusan sendiri. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Memperkuat persatuan dan kesatuan nasional, hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa dengan diberikannya kewenangan yang luas kepada daerah, akan tercipta rasa saling percaya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, upaya untuk memisahkan diri dari pemerintah daerah menjadi kecil”.

Kebutuhan desentralisasi dari dimensi administrasi adalah untuk membangun

hubungan wilayah pelayanan dengan membentuk organisasi pelaksana di wilayah

kerja atau daerah untuk sejumlah tugas-tugas. Pengorganisasian wilayah

didasarkan pada setiap aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu wilayah, sehingga

memerlukan area kerja sendiri yang relatif sempit. Daerah otonom diyakini akan

meningkatkan pelaksanaan administrasi dan pelayanan publik, karena dengan

status otonom yang dimiliki, dapat memberikan peluang pada penyesuaian

administrasi dan pelayanan terhadap karakteristik wilayah-wilayah yang

bervariasi sebagai konsekuensi dan perbedaan-perbedaan yang dibentuk geografi.

Mutalib (1987), seperti yang dikutip oleh Yana Ekana PS dalam Makalah Analisis

Pengendalian Pemekaran di Indonesia (Sebuah Tinjauan Teoritik, Normatif, dan

Gagasan Awal dalam rangka Peningkatan Kualitas Daerah Otonom di

Indonesia), mengatakan:

(6)

4

lebih mudah karena kedekatan institusi dengan masyarakat. Pengawasan menjadi lebih mudah karena wilayah pengawasan yang relatif sempit”.

Mengenai situasi dan kondisi pelayanan publik di Indonesia, Lijan Poltak

(2006:5) mengatakan:

”semenjak bergulirnya reformasi dan maraknya pemekaran daerah, pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang sangat strategis karena perbaikan pelayanan publik di Indonesia cenderung berjalan di tempat. Sedangkan implikasinya sangatlah luas dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dalam kehidupan ekonomi, perbaikan pelayanan publik akan dapat memperbaiki iklim investasi yang sangat diperlukan bangsa Indonesia, agar dapat keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Karena buruknya pelayanan publik di Indonesia sering menjadi variabel dominan mempengaruhi penurunan investasi yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Sayangnya, perbaikan pelayanan publik dalam berbagai studi yang sudah dilakukan tidaklah berjalan linear (lurus) dengan reformasi yang dilakukan di beberapa sektor publik. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat menolong bangsa Indonesia keluar dari berbagai krisis ekonomi tidaklah optimal. Harus diakui, bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat terus mengalami inovasi (pembaharuan), baik dari sisi paradigma maupun format pelayanan seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat dan perubahan di dalam pemerintahan itu sendiri”.

Agung Kurniawan ( 2005:1-2) yang dikutip oleh Lijan Poltak mengatakan:

”meskipun demikian, pembaruan dilihat dari kedua sisi tersebut belumlah memuaskan, bahkan masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang tidak berdaya dan termarginalisasikan dalam kerangka pelayanan”.

Sinambela (1992:198) yang dikutip oleh Lijan Poltak mengatakan:

”setiap manusia pada dasarnya membutuhkan pelayanan, yaitu pelayanan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia”.

Inu Kencana Syafiie dan Djamaluddin Tandjung (1999:5) yang dikutip oleh Lijan

Poltak mengatakan:

(7)

selama ini masih berbelit-belit, lambat, mahal, dan melelahkan. Kecenderungan seperti itu terjadi karena masayarakat masih diposisikan sebagai pihak yang melayani bukan yang dilayani. Oleh karena itu, pada dasarnya diperlukan reformasi pelayanan publik dengan mengembalikan dan mendudukkan pelayan dan yang dilayani ke pengertian sesungguhnya. Pelayanan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat terkadang menjadi pelayanan masyarakat terhadap pemerintah”.

Lijan Poltak (2006) dalam Reformasi Pelayanan Publik mengatakan:

”dalam kehidupan politik, perbaikan pelayanan publik juga sangat berdampak luas. Khususnya untuk meningkatkan kepercayaaan masyarakat kepada pemerintah. Buruknya pelayanan publik selama ini menjadi salah satu variabel penting yang mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Krisis kepercayaan masyarakat teraktualisasi dalam bentuk protes dan demonstrasi yang cenderung tidak sehat. Oleh karena itu, perbaikan pelayanan publik mutlak diperlukan agar perbaikan pelayanan publik cepat diperbaiki. Karena dengan perbaikan kualitas pelayanan publik yang semakin baik, dapat mempengaruhi kepuasan masyarakat sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin meningkat. Dalam kehidupan sosial budaya, pelayanan publik yang buruk mengakibatkan terganggunya psikologi masyarakat. Terindikasi dari berkurangnya rasa saling menghargai di kalangan masyarakat, timbulnya rasa saling curiga, meningkatnya sikap tidak perduli terhadap pemerintah dan terhadap masyarakat”.

Salah satu bentuk pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat

adalah pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). KTP sebagai kartu

identitas masyarakat menjadi sangat penting karena diperlukan untuk mengurus

berbagai kebutuhan. Dengan adanya KTP sebagai kartu identitas, masyarakat

secara legal dapat meminta pelayanan publik lainnya kepada pemerintah secara

mudah. Dengan dibentuknya kabupaten pesawaran sebagai daerah otonom,

pelayanan pembuatan KTP di kabupaten pemekaran ini diharapkan tidak

membutuhkan waktu yang lama dan dengan biaya sewajarnya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2007 tentang pembentukan

(8)

6

”salah satu daerah otonom di Provinsi Lampung yaitu Kabupaten Pesawaran. Kabupaten ini, merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan. Terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Punduh Pidada, Padang Cermin, Kedondong, Way Lima, Gedong Tataan, Negeri Katon dan Tegineneng. Kabupaten Pesawaran diresmikan oleh pemerintah pusat pada tanggal 2 November 2007. Kabupaten Pesawaran yang merupakan daerah otonom juga dituntut untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Urusan wajib yang menjadi kewenangan Kabupaten Pesawaran meliputi: Perencanaan dan pengendalian pembangunan. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Penyediaan sarana dan prasarana umum. Penanganan bidang kesehatan. Penyelenggaraan pendidikan. Penanggulangan masalah sosial. Pelayanan bidang ketenagakerjaan. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah. Pengendalian lingkungan hidup. Pelayanan pertanahan. Pelayanan kependudukan dan pencatatan sipil. Pelayanan administrasi umum pemerintahan. Pelayanan administrasi penanaman modal”.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 62 tahun 2008 tentang Standar

Pelayanan Minimal (SPM) dijelaskan:

”dibentuknya Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah bahwa pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat”.

Fungsi pemerintah pada hakikatnya tidak untuk melayani dirinya sendiri,

melainkan untuk melayani masyarakat serta mampu menciptakan kesejahteraan

masyarakat, dengan meniadakan kemiskinan dan pengangguran. Seiring dengan

perubahan paradigma pembangunan saat ini yang diimplementasikan melalui

kebijakan otonomi daerah, maka upaya pelayanan publik kepada masyarakat lebih

didekatkan pada kebutuhan, permasalahan, kepentingan maupun aspirasi

masyarakat yang dilayani di daerah pemekaran. Karena kebijakan yang

(9)

lebih mencerminkan apa yang menjadi tuntutan dan keinginan serta aspirasi

masyarakat di daerah pemekaran itu sendiri dalam proses pembuatan kebijakan.

Dengan demikian, dibentuknya Kabupaten Pesawaran yang merupakan

implementasi dari kebijakan publik di bidang pemerintahan, diharapkan mampu

meningkatkan kualitas pelayanan publik. Sehingga, masyarakat tidak lagi menjadi

pelayan pemerintah, tapi pemerintahlah yang harus melayani masyarakat dengan

penuh tanggung jawab. Namun, harapan peningkatan pelayanan publik di

Kabupaten Pesawaran tampaknya belumlah sesuai dengan harapan.

Di Kabupaten Pesawaran masih diwarnai beberapa kelemahan dalam pelayanan

pembuatan KTP. Sohibi (45 tahun) warga Desa Negeri Katon Kecamatan Negeri

Katon ketika diwawancarai pada tanggal 13 Juli 2009 Pukul 14.00 WIB di Kantor

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran mengatakan:

”saya telah menunggu selama empat jam di kantor dinas ini. Hemat saya, pembuatan KTP tidak lebih dari satu hari. Tapi kenyataanya, saya harus menunggu beberapa hari untuk mendapatkan KTP yang saya minta. Karena rumah saya jauh, saya pulang dulu, karena petugas dinas ini menyarankan untuk pulang dulu. KTP akan jadi tidak lebih dari dua minggu”.

Sedangkan Ngatini (30 tahun) warga Desa Bagelen Kecamatan Gedong Tataan

ketika diwawancarai pada tanggal 15 Juli 2009 Pukul 11.00 WIB di Kantor Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran mengatakan:

(10)

8

Eni Daryani (40 tahun) warga Desa Wiyono Kecamatan Gedong Tataan ketika

diwawancarai pada tanggal 20 Juli 2009 Pukul 09.30 WIB mengatakan:

”saya datang ke kantor dinas ini untuk membuat KTP. Hemat saya dengan datang langsung ke kantor dinas ini, KTP jadi tidak lebih dari satu jam. Tapi, kenyataannya tidak. Kata petugas, KTP dapat diambil besok. Membuat KTP saja sehari juga tidak selesai”.

Kepala Bidang Administrasi Kependudukan dinas ini, Bapak Syarif Ismail, ketika

diwawancarai pada tanggal 21 Juli 2009 Pukul 11.00 WIB mengatakan:

”aparat di dinas ini telah berusaha untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, artinya masyarakat yang datang ke kantor dinas ini akan segera dilayani. Namun, masih ada beberapa kendala untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, yaitu masih minimnya sarana dan prasarana. Pelayanan publik yang diberikan dinas ini antara lain: penerbitan Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan Akte Pencatatan Sipil seperti: Akte Kelahiran, Perkawinan, Perceraian, dan Kematian”.

Untuk melihat masyarakat yang telah membuat KTP pada Dinas Kependudukan

dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. Rekapan KTP Periode Juni 2008 - Maret 2009

KECAMATAN KTP TERCETAK

Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil 2010

(11)

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran, yaitu sebelum dan setelah pemekaran.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas maka dapat dikemukakan

permasalahan penelitian ini sebagai berikut :

“Bagaimana kualitas pelayanan pembuatan KTP sebelum dan setelah pemekaran

pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran?”.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemaparan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah : “untuk mengetahui kualitas pelayanan pembuatan KTP sebelum dan setelah pemekaran pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten

Pesawaran”.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan

bagi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran,

khususnya dalam penyelenggaraan pelayanan pembuatan Kartu Tanda

Penduduk (KTP) agar lebih maksimal.

2. Secara akademis penelitian ini diharapkan menjadi bahan bagi peneliti

untuk mengembangkan teori-teori pemerintah khususnya mengenai

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mengetahui kuliatas pelayanan publik pembuatan Kartu Tanda Penduduk

(KTP) pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran,

penulis akan mendefinisikan beberapa konsep yaitu konsep kualitas dan pelayanan

publik. Setelah itu, penulis akan menambahkan uraian tugas pokok dan fungsi

dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran, akan tetapi

uraian tugas pokok dan fungsi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tidak

akan dijelaskan secara keseluruhan, namun yang ada kaitannya dengan

permasalahan. Kemudian, untuk mengetahui kualitas pelayanan pembuatan KTP,

penulis akan menggunakan beberapa indikator yang diuraikan oleh beberapa ahli.

A. Tinjauan Tentang Kualitas

Trigono (1997:157) mendefinisikan kualitas adalah:

”standar yang harus dicapai mengenai cara kerja, proses, dan hasil kerja. Dari standar tersebut memungkinkan terdapat sebuah ukuran dari proses dan hasil kerja seseorang atau badan”.

Kemudian Bob Woworuntu (1997:64) mendefinisikan kualitas adalah:

”sebuah kondisi dinamis proses dari lingkungan yang memenuhi harapan”.

(13)

”standar yang harus dicapai oleh seseorang atau organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses, dan hasil kerja atau produk berupa barang jasa”.

Sedarmayanti (2001:59) mendefinisikan kualitas adalah:

”ukuran yang mengatakan seberapa jauh telah dipenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi, dan harapan”.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka penulis mengambil kesimpulan

yang dimaksud kualitas adalah:

”suatu ukuran yang menyatakan tercapainya persyaratan dan spesifikasi tertentu oleh seseorang, kelompok, lembaga atau organisasi yang dapat dilihat dari hasil kerjanya”.

B. Tinjauan Tentang Pelayanan Publik

Pelayanan publik dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara No. 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan

Publik, hlm. 2 adalah:

”kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”.

Pandji Santoso (2008:57) mendefinisikan pelayanan publik adalah:

”pemberian jasa, baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah, atau pun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat. Dengan demikian yang memberikan pelayanan publik kepada masyarakat luas bukan hanya instansi pemerintah, melainkan pihak swasta juga. Pelayanan publik yang dijalankan oleh instansi pemerintah bermotif sosial-politik, yakni menjalankan tugas pokok serta mencari dukungan suara. Sedangkan pelayanan publik oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni mencari keuntungan (profit orientied)”.

(14)

12

”pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan”.

Berdasarkan pengertian pelayanan publik di atas, maka penulis mengambil

kesimpulan yang dimaksud pelayanan publik adalah:

”pemberian jasa, baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah, atau pun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat dan pelakasanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

C. Tugas Pokok dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan Bupati Pesawaran Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Uraian

Tugas Jabatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran,

Pasal (15) dan (16), Kepala Seksi Pendaftaran Penduduk mempunyai tugas pokok

dan fungsi sebagai berikut:

”melakukan sinkronisasi dan korelasi kerja dengan unit kerja lainnya di lingkungan bidang kependudukan dalam rangka penyusunan rencana program kerja seksi pendaftaran untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan. Melaksanakan pendaftaran dan pencatatan administrasi penduduk Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA). Melaksanakan pengumpulan data pengolahan pelayanan pendaftaran penduduk WNI dan WNA. Memeriksa dan meneliti berkas pendaftaran penduduk WNI dan WNA. Memberikan nomor induk kependudukan dalam penerbitan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP)”.

D. Model-Model Penilaian Kualitas Pelayanan Publik

Menurut Vicent Gosperz dalam Moenir (1992:125), kualitas pelayanan publik

dapat diukur dengan 9 (sembilan) indikator, yaitu:

(15)

b. Ketepatan waktu pelayanan, yaitu berkaitan dengan waktu proses atau penyelesaian permohonan pelayanan, apakah tepat sesuai dengan kesepakatan pemberi dan penerima pelayanan.

c. Akurasi pelayanan, yaitu berkaitan dengan realita dalam pemberian pelayanan yaitu terbebas dari kesalahan-kesalahan teknis, baik dalam hal penulisan atau pengetikan permohonan yang telah diajukan sebelumnya. d. Kesopanan dan keramahan petugas pemberi layanan, yaitu mencerminkan

perilaku pegawai dalam pemberian pelayanan.

e. Tanggung jawab dalam penerimaan pesan atau permintaan pelayanan, yaitu pemberi pelayanan bersedia memperbaiki bila terjadi kesalahan dalam pemberian pelayanan serta petugas yang ada tidak saling lempar tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

f. Kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan, yaitu berkaitan dengan ketersedian perangkat penunjang pelayanan yang memadai, seperti mesin tik, komputer dan lain sebagainya.

g. Kemudahan mendapat pelayanan, yaitu kemudahan dalam administrasi dan jumlah petugas yang melayani.

h. Variasi model pelayanan, yaitu berkaitan dengan banyaknya variasi model pelayanan yang diberikan.

i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, yaitu berkaitan dengan tempat pelayanan.

Menurut Keputusan Menpan Nomor 06/1995 tentang Pedoman Penganugerahan

Piala Abdisatyabakti Bagi Unit Kerja/Kantor Pelayanan Percontohan, ada 8

(delapan) kriteria pelayanan publik yang baik yaitu sebagai berikut:

a. Kesederhanaan, yaitu prosedur atau tatacara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksankan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.

b. Kejelasan dan Kepastian, yaitu adanya kejelasan dan kepastian mengenai: 1. Prosedur atau tatacara pelayanan.

2. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif. 3. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam

memberikan pelayanan.

4. Rincian biaya atau tarif pelayanan dan tatacara pembayarannya.

c. Keamanan, yaitu proses serta hasil pelayanan dapat memberi rasa aman, kenyamanan, dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. d. Keterbukaan, yaitu prosedur, tatacara, persyaratan, satuan kerja atau

pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya atau tarif, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib dinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.

e. Efisien, mengandung dua arti, yaitu:

(16)

14

memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan.

2. Dicegah dengan adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintahan lain yang terkait.

f. Ekonomis, yaitu pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan:

1. Nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi di luar kewajaran.

2. Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar. 3. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

g. Keadilan dan merata, yaitu cakupan atau jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

h. Ketepatan waktu, yaitu pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

Disamping kriteria-kriteria kualitatif tersebut, dalam melakukan penilaian dapat

dilakukan dengan kriteria kuantitatif, antara lain meliputi:

a. Jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan (perhari, perbulan atau pertahun).

b. Perbandingan periode pertama dengan periode berikutnya menunjukkan peningkatan atau tidak.

c. Lamanya waktu pemberian pelayanan masyarakat sesuai permintaan (dihitung secara rata-rata).

d. Pengunaan perangkat-perangkat modern untuk mempercepat dan mempermudah pelayanan kepada masyarakat.

e. Frekuensi keluhan dan atau pujian masyarakat penerima pelayanan terhadap pelayanan yang diberikan oleh unit kerja/kantor pelayanan yang bersangkutan.

Valeria A. Zeitaml (1990) mengonsepsikan mutu layanan publik pada dua

pengertian, yaitu expected service dan preceived service. Keduanya terbentuk oleh

dimensi-dimensi mutu layanan, yaitu:

(17)

g. Security (aman) h. Acces (akses)

i. Communication (komunikasi)

j. Unsderstanding the custumer (memahami pelanggan)

Dalam pada itu, expected service juga dipengaruhi oleh:

a. Word of mouth (kata-kata yang diucapkan) b. Personal needs (kebutuhan pribadi) c. Past experience (pengalaman masa lalu)

d. Ekternal Communications (komunikasi eksternal).

Sedangkan Berry, Zeithaml, dan Parasuraman (Lovelock,1992:224)

mengemukakan identifikasi dimensi prinsip yang digunakan oleh pelanggan untuk

menilai institusi pemberi layanan jasa, yaitu:

a. Tangibles (terjamah), yaitu seperti kemampuan fisik, peralatan, personil dan komunikasi material.

b. Reliability (handal), yaitu kemapuan membentuk pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan memiliki keajegan.

c. Responsiveness (pertanggungjawaban), yaitu rasa tanggung jawab terhadap mutu pelayanan.

d. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan, perilaku dan kemampuan pegawai.

e. Empathy (empati), yaitu perhatian perorangan pada pelanggan.

Berkaitan dengan adanya berbagai kesenjangan dalam pemberian palayanan,

Macaulay dan Cook (1997:8) memberikan kiat meningkatkan pelayanan kepada

pelanggan, yaitu sebagai berikut:

a. Menciptakan kepemimpinan yang berorintasi pelanggan (custumer oriented).

b. Menciptakan citra positif di mata pelanggan. c. Bersikap tegas tetapi ramah terhadap pelanggan. d. Mengelola proses pemecahan masalah.

e. Pengembangan budaya persuasi positif dan negosiasi. f. Mengatasi situasi sulit yang dihadapi pelanggan.

Untuk dapat mencapai sasaran pemberian pelayanan secara tepat, Macaulay dan

(18)

16

a. Specific (spesifik) b. Measurable (terukur) c. Achievable (dapat dicapai) d. Relevant (relevan)

e. Time-bound (keterikatan dengan waktu)

Thoha (1998) berpendapat bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik,

organisasi publik (birokrasi publik) harus mengubah posisi dan peran (revitalisasi)

dalam memberikan layanan publik.

Zethaml (1990) mengemukakan tolak ukur kualitas pelayanan publik dapat dilihat

dari sepuluh dimensi antara lain:

1. Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil, dan komunikasi.

2. Resliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat.

3. Responsiveness, kemampuan untuk membantu konsumen bertanggungjawab terhadap mutu layanan yang diberikan.

4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.

5. Courtesey, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.

6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat.

7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya dan resiko.

8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.

9. Communication, kemamuan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.

10. Understanding the custumer, melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.

Prinsip-prinsip pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan Publik antara lain:

1. Kesederhanaan, yaitu prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.

(19)

a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik.

b. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan, persoalan, dan sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran.

3. Kepastian waktu, yaitu pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

4. Akurasi, yaitu produk pelayanan publik dapat diterima dengan benar, tepat, dan sah.

5. Keamanan, yaitu proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

6. Tanggung jawab, yaitu pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. 7. Kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu tersedianya sarana dan prasarana

kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). 8. Kemudahan akses, yaitu tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang

memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

9. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan, yaitu pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

10. Kenyamanan, yaitu lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

Berdasarkan beberapa model penilaian kualitas pelayanan publik di atas, maka

dalam penelitian ini penulis memilih model dari pendapat Vicent Gosperz, karena

penulis berpendapat indikator tersebut sederhana dan mudah untuk dipahami.

E. Kerangka Pikir

Kabupaten Pesawaran resmi menjadi daerah otonom pada tanggal 2 November

2007. Sebagai daerah otonomi yang baru terbentu, pemerintah setempat dituntut

untuk dapat meningkatkan kesejahteraan kepada masyarakat. Pelayanan publik

seperti pembuatan KTP hanyalah salah satu bentuk pelayanan publik di

(20)

18

Kependudukan dan Pencatatan Sipil adalah dinas yang mempunyai wewenang

untuk dalam penyelenggaraan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Berdasarkan uraian singkat mengenai kerangka pikir di atas, untuk lebih jelasnya

(21)

Gambar 1. Gambar Kerangka Pikir

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran

Indikator kualitas pelayanan publik diukur dari:

1. Kepastian waktu pelayanan publik 2. Ketepatan waktu pelayanan publik 3. Akurasi pelayanan publik

4. Kesopanan dan keramahan petugas a. Petugas bersikap sopan

b. Petugas bersikap ramah

5. Tanggung jawab pemberi pelayanan publik

6. Kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan publik 7. Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan publik

a. Kemudahan dalam administrasi pelayanan publik b. Petugas pemberi pelayanan publik

8. Variasi model pelayanan publik

9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan

Kualitas pelayanan publik Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP)

(22)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

M. Nazir (1999:51) mengartikan metode penelitian adalah:

“urutan kerja yang harus dilakukan dalam melaksanakan penelitian,

termasuk alat yang digunakan untuk mengukur maupun mengumpulkan

data, serta bagaimana melakukan penelitian di lapangan”.

Salah satu penentu kualitas hasil penelitian adalah pemilihan metode penelitian

yang tepat. Ketepatan metode akan membawa penelitian kearah hasil penelitian

yang benar. Dilihat dari tujuan penelitian, Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul

Jannah (2005:41-43) membagi penelitian menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Penelitian Eksploratif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggali suatu gejala yang relatif baru. Dapat dikatakan bahwa ada suatu fenomena atau gejala yang selama ini belum pernah terjadi. Mengingat topik yang akan diteliti adalah topik baru, maka penelitian ini memiliki sifat antara lain:

a. Kreatif b. Fleksibel

c. Terbuka bagi berbagai informasi yang ada

Biasanya penelitian eksploratif menghasilkan teori-teori baru yang merupakan pengembangan dari teori yang sudah ada. Sehingga, penelitian ini identik dengan penelitian yang selalu menggunakan

pertanyaan “Apa” dan “Siapa” dalam menggali informasi.

Tujuan dari penelitian eksploratif adalah:

a. Mengembangkan gagasan dasar mengenai topik yang baru b. Memberikan dasar bagi penelitian selanjutnya

(23)

penelitian ini biasanya berupa tipologi atau pola-pola mengenai fenomena yang sedang dibahas. Penelitian ini identik dengan penelitian yang

menggunakan pertanyaan “Bagaimana” dalam mengembangkan informasi

yang ada. Adapun tujuan dari penelitian deskriptif adalah: a. Menggambarkan mekanisme sebuah proses

b. Menciptakan seperangkat kategori atau pola

3. Penelitian Eksplanatif, yaitu: penelitian untuk menemukan penjelasan tentang mengapa suatu kejadian. Hasil akhir dari penelitian ini adalah menggambarkan hubungan sebab akibat. Penelitian ini identik dengan

penelitian yang menggunakan pertanyaan “Bagaimana” dalam

mengembangkan informasi yang ada. Adapun tujuan dari penelitian eksplanatif adalah:

a. Menghubungkan pola-pola yang berbeda namun memiliki keterkaitan b. Menghasilkan pola hubungan sebab akibat.

Penelitian yang digunakan adalah deskriptif. (Nawawi, 1991:63) mengartikan

penelitian deskriptif adalah:

”prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya”.

Adapun pemakaian metode deskriptif adalah untuk menggambarkan dan

melukiskan keadaan di lokasi penelitian pada saat diteliti berdasarkan dengan

fakta yang ada di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini, bertujuan untuk

menggambarkan keadaan sesungguhnya yang terjadi di lokasi penelitian. Akan

tetapi, dalam penelitian ini tidak mencari penyebab dan akibat sebuah

permasalahan. Akan tetapi dalam penelitian ini hanya menggambarkan bagaimana

kualitas pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran sebelum dan setelah

pemekaran.

Kemudian pendekatan yang dipakai adalah kuantitatif. Mashuri dan Zainuddin

(24)

22

”penelitian yang tidak mementingkan kedalaman data, penelitian kuantitatif tidak terlalu menitikberatkan pada kedalaman data, yang penting dapat merekam data sebanyak-banyaknya dari populasi yang luas. Walaupun populasi penelitiannya besar, tetapi dengan mudah dapat dianalisa, baik melalui rumus-rumus statistik maupun komputer. Jadi pemecahan masalahnya didominasi oleh peran statistik. Pendekatan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang identik dengan pendekatan deduktif, yaitu berangkat dari persoalan umum (teori) ke hal khusus sehingga penelitian ini harus ada landasan teorinya”.

Sedangkan Arikunto (2002:10) mengartikan penelitian kuantitatif adalah:

”penelitian yang banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta penampilan hasilnya. Oleh sebab itu, pemahaman akan kesimpulan penelitian akan lebih baik apabila disertai tabel, grafik, dan bagan”.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini dalam pengolahan

datanya akan mengguanakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiaran

serta penyajian hasil penelitian menggunakan angka. Maka, kesimpulan penelitian

nantinya akan disertai dengan tabel. Dalam penelitian ini, kuesioner merupakan

instrumen utama dalam pengumpulan data

B. Definisi Konseptual

Penulis mengartikan definisi konseptual adalah:

”definisi akademik atau yang mengandung pengertian universal untuk suatu konsep atau kelompok kata. Pemaknaan dari konsep yang digunakan akan mempermudah peneliti untuk mengoperasionalkan konsep tersebut di lapangan”.

Adapun defenisi konseptual dalam penelitian ini adalah :

1. Kualitas pelayanan publik pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

sebelum pemekaran dilihat dari: kepastian waktu pelayanan; ketepatan

(25)

pemberi layanan; tanggung jawab pemberi pelayanan; kelengkapan sarana

dan prasarana pelayanan; kemudahan mendapatkan pelayanan; variasi

model pelayanan serta kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.

2. Kualitas pelayanan publik pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

setelah pemekaran, dilihat dari: kepastian waktu pelayanan; ketepatan

waktu pelayanan; akurasi pelayanan; kesopanan dan keramahan petugas

pemberi layanan; tanggung jawab pemberi pelayanan; kelengkapan sarana

dan prasarana pelayanan; kemudahan mendapat pelayanan; variasi model

pelayanan serta kenyamanan dalam memperoleh pelayanan.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional menurut M. Nazir (1999:152) adalah :

“suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional

yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut”.

Definisi operasional digunakan sebagai petunjuk penulis tentang bagaimana suatu

variabel diukur. Untuk melihat operasionalisasi suatu variabel, maka variabel

tersebut harus diukur dengan menggunakan indikator-indikator. Adapun indikator

yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

a. Kepastian waktu pelayanan, yaitu adanya kepastian waktu dalam pemberian

pelayanan sesuai dengan ketetapan.

b. Ketepatan waktu pelayanan, yaitu berkaitan dengan waktu proses atau

penyelesaian permohonan pelayanan, apakah tepat sesuai dengan kesepakatan

(26)

24

c. Akurasi pelayanan, yaitu berkaitan dengan realita dalam pemberian pelayanan

yaitu terbebas dari kesalahan-kesalahan teknis, baik dalam hal penulisan atau

pengetikan permohonan yang telah diajukan sebelumnya.

d. Kesopanan dan keramahan petugas pemberi layanan, yaitu mencerminkan

perilaku pegawai dalam pemberian pelayanan.

e. Tanggung jawab dalam penerimaan pesan atau permintaan pelayanan, yaitu

pemberi pelayanan bersedia memperbaiki bila terjadi kesalahan dalam

pemberian pelayanan serta petugas yang ada tidak saling lempar tanggung

jawab dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

f. Kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan, yaitu berkaitan dengan

ketersedian perangkat penunjang pelayanan yang memadai, seperti mesin tik,

komputer dan lain sebagainya.

g. Kemudahan mendapat pelayanan, yaitu kemudahan dalam administrasi dan

jumlah petugas yang melayani.

h. Variasi model pelayanan, yaitu berkaitan dengan banyaknya variasi model

pelayanan yang diberikan.

i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, yaitu berkaitan dengan tempat

pelayanan.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Kabupaten Pesawaran.. Adapun alasan penentuan lokasi ini adalah disesuaikan

dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui kualitas pelayanan pembuatan

(27)

tujuan dibentuknya daerah otonom adalah untuk mendekatkan masyarakat kepada

pemerintah dalam kerangka pelayanan publik, khususnya dalam pembuatan Kartu

Tanda Penduduk (KTP). Pembuatan KTP sebelum pemekaran adalah kewenangan

dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lampung Selatan di

Kalianda. Setelah pemekaran menjadi kewenangan dari Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran di Gedong Tataan.

E. Populasi Penelitian

Suharsimi Arikunto (2006:130) mengartikan populasi adalah keseluruhan subjek

penelitian. Sedangkan Murti Sumarni dan Salamah Wahyuni (2006:69) populasi

adalah:

“keseluruhan obyek yang diteliti dan terdiri atas sejumlah individu, baik yang terbatas (finite) maupun tidak terbatas (infinite)”.

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2006:43) populasi adalah:

”semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun kualitatif, daripada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas”.

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang telah membuat atau

memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) di wilayah Kabupaten Pesawaran, yaitu

masyarakat yang telah membuat KTP pada periode bulan Juni 2008 – bulan Maret

(28)

26

F. Sampel

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2006:44) mengartikan sampel

adalah:

”sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu”.

Sedangkan Suharsimi Arikunto (2006:131) mengartikan sampel adalah sebagian

atau wakil populasi yang diteliti. Suharsimi Arikunto (2006:134) mengatakan:

”untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah subyeknya besar, dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari:

a. Kemampuan peneliti diliti dari waktu, tenaga, dan dana.

b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.

c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih baik”.

Hadi (2000) mengemukakan bahwa ada tiga hal yang sangat menentukan

representativitas sampel, yaitu:

(1) “kerangka sampel harus berisi semua cirri yang relevan dengan masalah-masalah yang diteliti, (2) besar sampel. Sampel yang terlalu sedikit kurang mewakili populasi, dan sampel yang terlalu banyak memberatkan penelitian. Besar sampel akan turut ditentukan oleh pertimbangan dan hambatan-hambatan praktis seperti waktu, biaya, alat dan tenaga. (3) tehnik pengambilan sampel. Ada dua tehnik pengambilan sampel yang sering dilakukan, yaitu: (a) random sampling, yakni tiap individu dalam populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel, dan (b) non random sampling, yakni tidak semua individu dalam populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk

menjadi anggota sampel”.

Tehnik dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive random

(29)

“pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat- sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya”.

Adapun langkah-langkah untuk mengambil subjek yang menjadi sampel dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara:

1. Menentukan 2 (dua) kecamatan di Kabupaten Pesawaran dengan pertimbangan

jarak yaitu jauh dan dekat sebagai pemilihan subyek penelitian. Sehingga

diperoleh Kecamatan Gedong Tataan sebagai kecamatan dekat, sedangkan

Kecamatan Tegineneng sebagai kecamatan jauh dari Kantor Dinas Kependudukan

dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran.

2. Setelah terpilih 2 (dua) kecamatan, langkah selanjutnya adalah menentukan 2

(dua) desa di masing-masing kecamatan tersebut. Dasar pemilihan 2 (dua) di

masing-masing kecamatan adalah masyarakat homogen karena telah membuat

Kartu Tanda Penduduk (KTP). Desa yang terpilih di Kecamatan Gedong Tataan

adalah Desa Bagelen (kategori dekat) dan Desa Wiyono (kategori jauh).

Sedangkan desa yang terpilih di Kecamatan Tegineneng adalah Desa Kota Agung

(kategori dekat) dan Desa Margo Rejo (kategori jauh).

Penentuan jumlah sampel yang akan dipakai dalam penelitian ini berdasarkan

pendapat Suharsimi Arikunto (2006:134). Sehingga diperoleh sampel sebagai

berikut:

Tabel 2. Sampel penelitian

DESA POPULASI SAMPEL

Bagelen 102 26

Wiyono 32 32

Kota Agung 606 61

Margo Rejo 37 37

Total Sampel 156

(30)

28

Jumlah sampel 26 orang diperoleh dari 25 persen dari 102 orang yaitu 25,5

dibulatkan menjadi 26 orang. Kemudian 32 orang tetap menjadi 32 orang karena

populasinya kurang dari 100. Kemudian 61 orang diperoleh dari 10 persen dari

606 orang yaitu 60,6 dibulatkan menjadi 61 orang dan 37 orang tetap menjadi 32

orang karena populasinya kurang dari 100 maka diambil secara keseluruhan.

Sehingga total sampel dalam penelitian ini berjumlah 156 orang responden.

Dimana dari jumlah 156 orang responden diambil secara acak.

G. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan dua sumber,

yakni data primer dan data sekunder.

1. Data primer, yaitu data yang diambil dari sumber data di lapangan. Data

primer dalam penelitian ini diperoleh dari kuesioner, wawancara dan

observasi. Kuesioner akan disebar kepada 156 orang responden.

2. Data sekunder, yaitu sumber data kedua setelah sumber data primer. Data

ini diperoleh dari berbagai bahan bacaan, dalam penelitian ini diperoleh

dari jurnal, undang-undang, peraturan daerah (perda), peraturan bupati

(perbub), artikel, dan buku-buku atau literatur yang berkaitan dengan topik

penelitian untuk dijadikan bahan referensi.

H. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Angket atau kuesioner

(31)

”daftar pertanyaan yang dikirimkan kepada responden baik secara langsung atau tidak langsung (melalui pos atau perantara)”.

Kuesioner digunakan untuk memperoleh data dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan kepada responden untuk dijawab. Kuesioner diberikan dalam bentuk

tertutup, agar responden tidak menjawab diluar kriteria yang telah ditentukan.

Kuesioner yang telah disiapkan akan dibagikan kepada 156 responden yang

menjadi sampel dalam penelitian ini.

2. Wawancara

Menurut Purnomo Setiady Akbar (2006:57-58), wawancara adalah:

”tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut intervieuwer, sedangkan orang yang diwawancarai disebut interviewer.

Adapun yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini adalah Sekretaris

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran Bapak Maskhur

Hasan.

3. Observasi

Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2006:54), observasi

adalah:

”pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti”.

Penulis melakukan pengamatan secara langsung ke Kantor Dinas Kependudukan

dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran.

4. Dokumentasi

Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2006:73), teknik

(32)

30

melalui dokumen-dokumen. Dokumen-dokumen yang dipakai antara lain:

Undang-undang, peraturan bupati (perbup), artikel dan lain-lain.

I. Teknik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh dari lapangan dikumpulkan, maka tahap selanjutnya adalah

mengolah data. Adapun teknik yang digunakan untuk mengolah data dalam

penelitian ini adalah:

1. Editing, yaitu proses melakukan pemeriksaan atau pengecekan data yang

terkumpul dari lapangan, yaitu meliputi kelengkapan jawaban yang didapat dari

lapangan dan kejelasan sehingga kesempurnaan data yang diperoleh di lapangan

dapat terjamin. Editing dilakukan dengan cara memeriksa dan mengecek kembali

data dari lapangan meliputi kelengkapan jawaban, dan kesesuaian jawaban satu

dengan yang lainnya.

2. Tabulasi, yaitu memasukan data yang telah diklasifikasikan ke dalam suatu

tabel. Tabulasi dilakukan pada data hasil kuesioner yang telah dikategori dengan

skor, kemudian data tersebut dimasukkan ke dalam tabel sehingga dapat dihitung

dengan jelas dan tetap.

3. Interpretasi Data, yaitu data yang telah dideskripsikan baik melalui tabel

maupun hasil pengamatan dan wawancara dan dokumentasi yang

diinterprestasikan untuk kemudian dilakukan penarikan kesimpulan sebagai hasil

(33)

J. Teknik Penentuan Skor

Skala pengukuran yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.

Menurut Sugiyono (2009: 93) skala Likert dipergunakan untuk:

“mengukur persepsi, pendapat, sikap, serta penilaian seseorang terhadap fenomena sosial”.

Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data langsung dari responden dilakukan

dengan memberikan daftar kuesioner. Dalam kuesioner ini setiap pertanyaan

yang diajukan memuat 3 (tiga) alternatif jawaban yang diberikan skor 1, 2, dan 3

yang menggunakan ukuran berdasarkan skala Likert. Skor yang diberikan pada

tiap item jawaban kuesioner ini menunjukkan bobot nilai dari pilihan jawaban

tersebut.

Sementara untuk menentukan interval digunakan rumus interval yang kemukakan

oleh Sutrisno Hadi (1986:45) yakni:

Keterangan :

I = Interval Nilai Skor Nt = Nilai Tertinggi Nr = Nilai Terendah K = Kategori Jawaban

J. Teknik Analisis Data

Setelah mendapatkan data-data yang diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah

mengolah data yang terkumpul tersebut dengan menganalisa data, K

Nr Nt

(34)

32

mendeskripsikan data dan mengambil kesimpulan atau keputusan penelitian.

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan teknik prosentase dengan

penyajian data dengan menggunakan tabel tunggal.

Teknik prosentase menurut Hadi Sutrisno (1981:421) menggunakan rumus

sebagai berkut:

Keterangan:

P: prosentase

F: jumlah jawaban yang diperoleh

N: jumlah responden

Besarnya prosentase untuk masing-masing kategori adalah sebagai berikut:

a. Kategori kualitas layanan baik apabila 76% atau lebih.

b. Kategori kualitas layanan sedang apabila 51%-75%.

c. Kategori kualitas layanan buruk jika kurang dari 50%.

...% %

100 

x

(35)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kabupaten Pesawaran

Kabupaten Pesawaran terbentuk melalui proses dan tahapan yang cukup panjang,

diawali dari aspirasi masyarakat, kemudian kajian kelayakan, pertimbangan

kelangsungan hidup kabupaten induk dan kabupaten pemekaran. Persyaratan

administrasi, teknis dan fisik akhirnya dinyatakan layak untuk dikembangkan

menjadi kabupaten tersendiri. Legalitas berdirinya Kabupaten Pesawaran

dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2007 yang secara yuridis

formal wilayah Kabupaten Peasawaran terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, yaitu

Tegineneng, Negeri Katon, Gedong Tataan, Way Lima, Kedondong, Padang

Cermin dan Punduh Pidada. Terbagi atas 130 desa dengan ibukotanya di

Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran memiliki luas wilayah ±

2.243,51 km2.

Aspirasi keinginan berdirinya Kabupaten Pesawaran telah ada sejak tahun 1967,

terutama masyarakat yang berdomisili di wilayah belahan barat Kabupaten

Lampung Selatan. Kehendak untuk menjadikan wilayah otonom muncul kembali

sejak bergulirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang memberi peluang

(36)

34

pemerintahan terhadap masyarakat dalam pelayanan publik untuk peningkatan

kesejahteraan masyarakat.

Sebagai gambaran bahwa letak geografis wilayah Kabupaten Lampung Selatan

diputus oleh wilayah Kota Bandar Lampung, rentang kendalinya begitu jauh.

Rentang kendali dengan jarak tempuh rata-rata dari 7 (tujuh) kecamatan yang ada

di wilayah Pesawaran ke Kalianda Ibu Kota Lampung Selatan adalah 97 Km,

dengan waktu tempuh 2 (dua) jam. Sementara setelah pemekaran jarak tempuh ke

Gedong Tataan sebagai Ibu Kota Kabupaten Pesawaran hanya 28 Km, dengan

waktu tempuh 30 menit.

Adapun kondisi Kabupaten Peasawaran saat sekarang jika dilihat dari aspek

teknis, 7 (tujuh) indikator hasil observasi team teknis DPOD Departemen Dalam

Negeri RI Tahun 2007 sebagai berikut:

1. Kemapuan Ekonomi

PDRB perkapita Kabupaten Pesawaran pada tahun2005 ke atas Harga

Berlaku sebesar Rp 2.057.779.000 dan PDRB perkapita atas Harga

Konstan sebesar RP 1.454.834.000 sedangkan laju pertumbuhan ekonomi

rata-rata selama 5 (lima) tahun terakhir sebesar 4,20%.

2. Potensi Daerah

Berbagai potensi yang dapat mendukung aktivitas perekonomian dan

pembangunan Kabupaten Pesawaran, baik sarana dan prasarana fisik

pendukung, infrastruktur maupun fasilitas penunjang lainnya, yang

tersebar di 7 (tujuh) kecamatan, sebagai berikut:

a. Perbankan 6 (enam) unit, bukan bank 80 unit, kelompok pertokoan

(37)

b. Fasilitas perdagangan berupa pasar sebanyak 23.

c. Fasilitas pendidikan terdiri dari: 310 unit SD, 41 unit SMP, dan 17 unit

SMA.

d. Fasilitas kesehatan 40 unit dan tenaga medis sebanyak 193 orang.

e. Jumlah rumah tangga sebanyak 84.407 rumah tangga.

f. Pemilik kendaraan roda empat sebanyak 690 orang.

g. Jumlah pelanggan telepon sebanyak 3.111 pelanggan, listrik sebanyak

43.644 pelanggan, sedangkan jumlah kantor pos sebanyak 6 unit.

h. Industri pariwisata, berupa hotel sebanyak 20 unit, rumah

makan/restoran sebanyak 190 unit dan objek wisata 53 tempat.

i. Panjang jalan yang menghubungkan wilayah 7 (tujuh) kecamatan

adalah 1.007 Km, jarak rata-rata ke pusat pemerintahan adalah 28 Km,

dengan waktu tempuh 30 menit.

j. Jumlah pekerja berpendidikan minimal SMA sebanyak 95.683 orang,

sedangkan jumlah pencari kerja sebesar 8.056 orang, total jumlah

pekerja adalah 159.477 orang.

k. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai PNS adalah 3.428 orang.

l. Jumlah gedung pemerintahan yang sudah ada sebanyak 385 unit,

dengan lahan seluas 107,7 Ha.

B. Batas Wilayah Kabupaten Pesawaran

Kabupaten Pesawaran mempunyai batas-batas wilayah:

(38)

36

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Natar Lampung Selatan, Kecamatan Kemiling dan Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung.

c. Sebelah selatan berbatasan dengan teluk lampung, Kecamatan Kelumbayan dan Kecamatan Cukuh Balak Kabupaten Tanggamus.

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pardasuka, Kecamatan Ambarawa, Kecamatan Gadingrejo dan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Tanggamus.

C. Penduduk

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pesawaran tahun 2009,

penduduk Kabupaten Pesawaran menurut hasil proyeksi pada tahun 2008

berjumlah 420.014 jiwa yang tercatat pada 100.074 rumah tangga, terdiri dari

218.408 penduduk laki-laki dan 201.606 penduduk perempuan.

D. Keluarga Berencana

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pesawaran tahun 2009,

jumlah keluarga prasejahtera pada tahun 2008 sebesar 45.220 kepala keluarga

(KK), sejahtera I sebesar 19.703 KK, sejahtera II sebesar 19.041 KK, sejahtera III

sebesar 14.952 KK, dan sejahtera III plus sebesar 1.168 KK. Pogram Keluarga

Berencana (KB) di Kabupaten Pesawaran pada tahun 2008 dapat dinilai cukup

berhasil. Ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah akseptor aktif yang

umumnya memilih suntik sebagai alat untuk kontrasepsi. Jumlah akseptor KB

baru di Kabupaten Pesawaran pada tahun 2008 mencapai 17.651 orang.

E. Tenaga Kerja

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pesawaran tahun 2009,

(39)

4.276 orang. Tingkat pendidikan para PNS minimal SMA sebanyak 319 orang

dan yang merupakan lulusan SD atau SMP hanya 11 orang.

F. Gambaran Umum Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Dinas Kependudukan

dan Pencatatan Sipil

(Disdukcapil) Kabupa-

ten Pesawaran adalah

salah satu dinas yang

terletak di Desa Bagelen

Kecamatan Gedong Ta-

taan Kabupaten Pesa-

waran Provinsi Lampung. Adapun kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan

Sipil Kabupaten Pesawaran masih mengontrak perumahan penduduk di Desa

Bagelen Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

seperti yang tampak pada gambar di atas.

Berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Pesawaran Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Uraian Tugas Jabatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Kabupaten Pesawaran, struktur organisasi dinas ini terdiri dari :

1. Kepala Dinas

2. Sekretaris Dinas membawahi :

a. Kepala Sub Bagian Perencanaan

(40)

38

c. Kepala Sub Bagian Keuangan

3. Kepala Bidang Kependudukan, membawahi:

a. Kedan pala Pendaftaran

b. Kepala Seksi Mutasi Data dan Pelaporan

c. Kepala Seksi Proyeksi dan Perekembangan Penduduk

4. Kepala Bidang Administrasi Kependudukan, membawahi:

a. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi

b. Kepala Seksi Penyuluhan Penduduk

c. Kepala Seksi Dokumentasi dan Evaluasi

5. Kepala Bidang Pencatatan Sipil, membawahi:

a. Kepala Seksi Kelahiran dan Kematian

b. Kepala Seksi Pengakuan Pengesahan dan Pengangkatan Anak

c. Kepala Seksi Perkawinan dan Perceraian

6. Unit Pelaksana Teknis Dinas

7. Kelompok Jabatan Fungsional

G. Proses Pelayanan Publik

Untuk memberikan pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), dinas ini

buka pada hari Senin sampai Jumat. Mulai dari pukul 07.15 WIB sampai pukul

15.30 WIB. Hal itu diperoleh dari wawancara penulis dengan Bapak Masykur

Hasan tanggal 8 Februari 2010 Pukul 10.00 WB mengatakan:

”untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, yaitu pelayanan

yang menyenangkan masyarakat, cepat dan dengan biaya sewajarnya perlu adanya komitmen dari aparat pemerintah. Untuk mewujudkan itu semua, aparatur di dinas ini wajib masuk kerja dari Hari Senin sampai dengan

(41)

H. Prosedur dan Tata Cara Mengurus KTP

Adapun persyaratan membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) baru sebagai berikut:

1. Surat pengantar dari RT/RW

2. Kartu keluarga

3. Pas photo ukuran 2x3 sebanyak 2 lembar

Dengan tampak wajah meliputi 70 % bidang photo dengan latar belakang warna

merah untuk kelahiran tahun ganjil dan warna biru untuk tahun kelahiran genap.

Adapun persyaratan perpanjangan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai berikut:

1. Surat pengantar dari RT/RW

2. Kartu keluarga

3. KTP yang masih berlaku

4. Pas photo ukuran 2 x 3 sebanyak 2 lembar

Adapun persyaratan perbaikan KTP yang rusak atau hilang sebagai berikut:

1. Surat pengantar RT/RW

2. Kartu keluarga

3. KTP yang rusak

4. Surat keterangan kehilangan dari kepolisian bagi yang kehilangan KTP

5. Pas photo ukuran 2 x 3 sebanyak 2 lembar

Kewajiban kecamatan dalam pembuatan KTP sebagai berikut:

1. Menerima dan meniliti berkas permohonan KTP yang diterima dari desa

atau kelurahan.

2. Melakukan perekaman data sesuai formulir.

(42)

40

4. Melakukan pengiriman data dalam bentuk file komputer ke kabupaten

melalui sarana internet.

5. Menerima dan meniliti kelengkapan persyaratan.

Kewajiban Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam pembuatan KTP

sebagai berikut:

1. Melakukan proses penerimaan hasil rekaman data kecamatan.

2. Melakukan verifikasi data ke Bank Data Keendudukan.

3. Melakukan proses penerbitan KTP.

I. Keadaan Sumber Daya Manusia (SDM)

Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang bersetatus Pegawai Negeri Sipil

(PNS) pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupeten Pesawaran

mayoritas berpendidikan Sarjana (S 1) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Keadaan Pegawai Negeri Sipil

NAMA JABATAN PENDIDIKAN

Amrullah, S. Sos Kepala Dinas Sarjana

Drs. Masykur Hasan Sekretaris Dinas Sarjana

Abaston, S.E Kabid Kependudukan Sarjana

Syarif Ismail, S. P Kabid Administrasi Kependudukan Sarjana

Nurlela, S. Sos Kabid Pencatatan Sipil Sarjana

Drs. Junaidi Kasi Kelahiran dan Kematian Sarjana

Zulkifli, B.A Kasi Pendaftaran Sarjana

Baharuddin, S. Sos Kasubag Keuangan Sarjana

Mirseptowi, S.IP Kasi Perkawinan dan Kematian Sarjana

(43)

Burhanuddin, S.P Kasi Penyuluhan Kependudukan Sarjana

Rosidah, S.Sos Kasi Mutasi Data dan Pelaporan Sarjana

Mursalin, A.Md Kasi Pengakuan Pengesahan dan Pengangkatan Anak

Diploma

Erlena, S.E Kasubag Umum Kepegawaian Sarjana

Tri Indyastuti, S.E Kasi Dokumentasi dan Evaluasi Sarjana

Incik Firmansyah, S.E Kasubag Perencanaan Sarjana

Neni Puryanti Kasi Pengolahan Data dan Informasi SMA

Yuda Auli, S.Kom Staf Sarjana

Johanes C, S.E Staf Sarjana

Tejo,S.Kom Staf Sarjana

Titin P, S.Kom Staf Sarjana

Leni Meliza, S.E Staf Sarjana

Sumber: Arsip Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab. Pesawaran 2010

Sedangkan kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Non Pegawai Negeri Sipil pada

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran (PNS)

berjumlah 38 orang.

J. Fasilitas di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Adapun fasilitas Fasilitas-fasilitas yang mendukung dalam proses pelayanan

(44)

42

Tabel 4. Perlengkapan Administrasi

Jenis Perlengkapan Jumlah

Sumber: Arsip Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab. Pesawaran tahun 2010

Adapun ruangan yang ada pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Kabupaten Pesawaran sebagai berikut:

Tabel 5. Ruangan

Jenis Ruangan Jumlah

Ruang Tunggu 1

Ruang Kepala Dinas 1 Ruang Sekretaris Dinas dan Tata Usaha 1 Ruang Kepala Bidang Kependudukan 1 Ruang Kepala Administrasi Kependudukan 1 Ruang Kepala Bidang Pencatatan Sipil 1 Ruang Operator KTP 1 Ruang Operator Pencatatan Sipil 1

Jumlah 8

Sumber: Arsip Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab. Pesawaran tahun 2010

K. Profil Kecamatan Gedong Tataan

Kecamatan Gedong Tataan adalah Ibu Kota dari Kabupaten Pesawaran Provinsi

Lampung. Kecamatan mempunyai 19 desa, yaitu: Bagelen, Bernung, Bogorejo,

Cipadang, Gedong Tataan, Kebagusan, Kurungan Nyawa, Negeri Sakti, Padang

Ratu, Pampangan, Sukaraja, Sungai Langka, Way Layap, Wiyono, Taman Sari,

(45)

L. Profil Kecamatan Tegineneng

Kecamatan Tegineneng beribukota di Tegineneng. Kecamatan Tegineneng

mempunyai 15 desa, yaitu: Batang Hari Ogan, Bumi Agung, Gedung Gumanti,

Gerning, Kejadian, Kota Agung, Kresno Widodo, Margo Mulyo, Margo Rejo,

Panca Bakti, Rejo Agung, Sinar Jati, Tri Mulyo, Gunung Sugih Baru dan Negara

(46)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang telah membuat KTP pada

bulan Juni 2008 sampai dengan bulan Maret 2009 di Kabupaten Pesawaran. Yaitu

di Desa Bagelen, Wiyono, Kota Agung, dan Margo Rejo. Adapun jumlah

responden dalam penelitian ini berjumlah 149 orang. Pada awalnya responden

berjumlah 156, setelah diedit ada 7 (tujuh) responden yang tidak digunakan

karena tidak bersedia mengisi kuesioner yang diberikan.

Berdasarkan kuesioner yang telah disebar dapat diketahui identitas responden

sebagai informasi penulis untuk mengolah data. Adapun karakteristik responden

dalam penelitian ini dapat dilihat berdasarkan desa tempat tinggal, umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian.

1. Desa Tempat Tinggal

Responden dalam penelitian ini berjumlah 149 orang terdiri dari: 24 orang di Desa

Bagelen, 31 orang di Desa Wiyono, 60 orang di Desa Kota Agung dan 34 orang di

Desa Margo Rejo. Karakteristik responden berdasarkan desa tempat tinggal dapat

Gambar

Tabel 1. Rekapan KTP Periode Juni 2008 - Maret 2009
Gambar 1. Gambar Kerangka Pikir
Tabel 2. Sampel penelitian
Tabel  3. Keadaan Pegawai Negeri Sipil
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cara yang ditempuh Hansen selaku marketing komunikasi dalam menampilkan tampilan visual dari event yang akan diselenggarakan di JX International, memang harus lengkap

 Pada kondisi 0, sudut yang terbentuk antara tuas handbrake dan lantai dasar kabin cukup besar sehingga perlu dirubah menjadi lebih kecil.  Pada mobil GEA ini, yang digunakan

Oleh karena itu, pelaksanaan Program Pembinaan Ideologi, harus menjadi fokus utama dalam penyusunan program prioritas lainya pada Direktorat Jenderal Politik dan

Yang manakah antara berikut adalah alat bantuan untuk memantau kerja dalam proses. (4 Carta

Struktur Utama dari Rumoh Aceh biasanya bisa bertahan lebih dari seratus tahun jika dijaga dengan baik.Kayu untuk struktur Rumoh Aceh jika tidak dipergunakan lagi sering

Dari hasil observasi yang dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Administrasi Peradilan Agama terhadap pelaksanaan sidang keliling di 21 Pengadilan Agama diperoleh beberapa

Upaya pemerintah yang harus dilakukan dalam pemberantasan illegal fishing adalah: pembenahan sistem hukum dan peradilan perikanan, Peningkatan aparatur penegak hukum

4.3.1 Menangkap makna secara kontekstual terkait fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks khusus dalam bentuk caption terkait gambar/foto/tabel/grafik/bagan 4.3.2