IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI
KEPENDUDUKAN
(Studi Tentang Pengosongan Kolom Agama Pada Kartu Tanda Penduduk Aliran Kepercayaan “PARMALIM” di Kota Medan)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Administrasi Publik di Jurusan Ilmu Administrasi Publik Universitas
Sumatera Utara
Oleh:
1 1 0 9 0 3 0 6 0 MARTIN RAMBE
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan
Martin Rambe 110903060
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Diskriminasi pelayanan bagi Aliran Kepercayaan telah lama terjadi, khususnya bidang kependudukan, dimana mereka tidak bisa mengekspresikan dirinya dengan bebas sebagaimana seharusnya. Munculnya undang-undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mulai memberikan ruang ekspresi bagi Aliran Kepercayaan, yaitu dengan mengosongkan kolom agama pada KTP. Undang-undang ini kemudian diimplementasikan di Kota Medan melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Namun, hingga sekarang kebijakan pengosongan kolom agama pada KTP bagi Aliran Kepercayaan belum mampu menjawab persoalan yang ada.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan terkait dengan pengosongan kolom agama pada KTP bagi Parmalim di Kota Medan, dengan lokus penelitian di Kecamatan Medan Denai. Model implementasi kebijakan yang digunakan adalah ala Edward III, yaitu menggunakan variabel struktur birokrasi, komunikasi, sumber daya, dan disposisi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif. Unit analisis terdiri dari informan kunci Kepala Bidang Informasi dan Pengendalian Kependudukan, Informan Utama Bidang Database Kendudukan, Admin Penerbitan KTP, Operator Penerbitan KTP, Kepala Lingkungan, dan Lurah dan informan tambahan beberapa penganut Parmalim.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pegawai bekerja berdasarkan rincian tugas dan prosedur yang ada. Masalah yang ditemukan adalah kurangnya komunikasi bentuk sosialisasi menyeluruh di dalam struktur birokrasi, khususnya sosialisasi bagi implementor paling bawah, kepala lingkungan dan kelurahan. Padahal kepala lingkungan merupakan pelaksana kebijakan yang bersentuhan langsung dengan warga. Kurangnya sosialisasi ini disebabkan anggaran yang tidak mencukupi dan kurangnya maksimalisasi penggunaan anggaran.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan kasing sayangNya sehingga penulis, akhirnya dapat menyelesaikan karya tulis
yang dengan bentuk skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Penyususan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pada Fakulas Ilmu Sosial Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.
Tidak dapat penulis pungkiri, bahwa mulai dari awal menyandang gelar
mahasiswa hingga skripsi ini tercipta yang merupakan pertanda gelar mahasiswa
itu akan berakhir, telah banyak pihak yang memberikan pengaruh serta bantuan,
baik moril maupun materil. Oleh karena itu, secara khusus penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakulas Ilmu Sosial Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Drs. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku Ketua Departemen
Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas
Sumatera Utara dan selaku dosen yang telah memberikan ilmu dan
membantu pembuatan skripsi ini;
3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP, selaku Sekretaris Departemen Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas
Sumatera Utara dan selaku dosen yang telah memberikan ilmu dan
membantu pembuatan skripsi ini;
4. Bapak Drs. Ridwan Rangkuti, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi
telah sabar memberikan proses bimbingan yang tentunya sangat berguna
bagi penulis hingga kemudian skripsi ini selesai;
5. Abang Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si, yang bukan hanya menempatkan
dirinya dosen penguji skripsi, tetapi juga sebagai partner yang juga telah
memberikan sumbangan pemikiran dan memberikan waktu kepada penulis
untuk berproses menghadapi tantangan dalam pembuatan skripsi ini.
6. ‘kak Dian S.E, selaku bagian pendidikan Ilmu Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik yang selalu membantu penulis
menyelesaikan administrasi perkuliahan, hingga pada pemenuhan
syarat-syarat beasiswa;
7. Kepada yang selalu istimewa di dalam hidupku, kedua orangtuaku, Ibuda
D. Ritonga (+), kini uang Rp 500.000,- yang ibu berikan di awal
keberangkatan ke Medan telah membuahkan sebuah gelar. Terimakasih
Ibu untuk cintamu, semoga gelar ini mampu menyatakan mimpimu selama
di bumi. Ayahanda P. Rambe, terimaksih pak untuk dukungan dan doamu,
semoga panjang umur pak dan aku bisa mewujudkan mimpimu;
8. Kepada semua saudaraku, Bang Danto, Bang Alden, Kak Kartini, Kak
Lisma, Kak Masrianti yang selalu mendukung aku, dan Adik Esra,
terimakasih untuk doa-doa kalian. Semoga aku bisa jadi jembatan seperti
harapan kalian. Love you kakak, abang, adik.
9. Buat keluarga Tulang Gultom, yang dengan mudahnya percaya padaku
dan mau meminjamkanku uang untuk masuk kuliah di USU, kini
kepercayaan itu telah berbuah sebuah gelar. Terimaksih Tulang buat
10.Buat Bapak R. Lumbangaol, pemilik Rental Komputer Alsipro,
terimakasih pak sudah memberikan kesempatan pada saya menjadi bagian
dari sejarah Alsipro selama hampir tiga tahun. Terimaksih atas bantuan
Bapak. Dengan kemurahan hati Bapak, saya semakin yakin bahwa orang
baik jumlahnya sangat banyak dan tangan Tuhan selalu penjang untuk
menolong anak-anakNya.
11.Buat keluarga abang Iman Purba, terimaksih abangku untuk
memperkenalkanku pada kehidupan yang sesungguhnya, bahwa hidup
adalah berbicara tentang cerita Si Pencipta. Kita akan bertemu pada situasi
yang akan sangat jauh berbeda bang. Semoga dalam waktu dekat!
12.Buat teman-teman yang selalu menginspirasi, yang satu di dalam kasih
Allah, Obed, Sabam, Fani, dan Bang Mian. Kalian sejatinya teman, tak
mampu mengungkapkan kata, hanya satu, tetaplah kita bertumbuh di
dalam Dia, terimakasih untuk semua bantuan dan pengertian kalian.
Sukses itu mutlak milik kita!
13.Buat Candra Wesly Situmorang yang menjadi teman dan saudara. Akh, tak
terkira betapa banyak pengorbananmu kepadaku wak, terimaksih untuk
segalanya, mulai dari semester dua hingga menjadi teman yang membantu
aku mengerjakan skripsi. Persahabatan kita tidaklah boleh putus, kita akan
selalu saling mengisi. Semangat wak dan aku doakan kau segera
menyusul.
14.Buat teman-teman seperjuangan, Santo Elman, kita selalu bilang bahwa
kita selalu berbeda dalam banyak hal, tetapi kita telah benar-benar
dan partner. Susi Yanti Restina, teman bersuka dan berduka, meski kadang
gerak refleknya dan candanya bisa mengubah segala suasana hati yang
sedang tidak pada waktunya, eh kamu harus segera menyusul, kamu salah
satu asset AIM . Kansrida, teman dekat dikala ujian, entah kenapa kita
seperti sepikiran saat ujian, saat ujian saja tapi ya. Wandi Siagian si
pendongkrak IP, semoga lulus S2nya, Elvan Simatupang, Karim Boy,
Hartoko, Laza Gunawan, Andre Hutagalung yang selalu kurepoti dengan
project-projectku, mauliate lae. Andrianus teman kampus, teman kerja,
dan teman yang pengertian, segera menyusul laeku. Wandi Napitupulu
dkk Jangkriklah, berani berbeda karena benar dan jangan mengikut arus
meski tahu salah hanya karena tidak mau dikatakan berbeda. Tetap
kompak saudara-saudara. Hanindhita, Beby, Dian, teman-teman yang
bukan hanya berstatus mahasiswa tetapi juga pekerja. Semangat selalu
sobats…
15.Buat teman-teman par-Siantar. Akh, kalian selalu di hati lah, Arnimisari
Ambaritha, Iin Theresia, teman SMA dan teman kuliah, dan juga selalu
satu kelompok, bosan deh, hahah, tapi happy. Juga teman-teman par-Siantar yang lain, geng berdikari, Erlita dan Novita! tetap kompak!
16.Buat teman-teman geng DM Kepo, wanita-wanita tangguh nan mau repot,
Meria, Siska, Yuni, dan lain-lain. Tetap kompak!
17.Buat teman-teman kelompok magang, terimakasih selama dua minggu
untuk waktu berproses bersama-sama. Karim, Qori’ah, Evi, Hartoko,
buat renui ke rumah ibu Azizah, dan tolong ingat nama Desa Mekar
Baruku kalau kita reuni nanti ;
18.Kepada teman-teman SMA yang telah selalu menjadi perpanjangan tangan
Tuhan di dalam kesulitan yang aku hadapi dalam kehidupan, Winelli
Cendana, Vivian Pan, Poppy Wijaya, Richo Pan, Antony Tan, Hery
Gozali, Elisabeth Sidabutar, Suryani Chen, dan lain-lain, terimakasih
teman-teman untuk panjanganya persahabatan kita, semoga hingga akhir
hayat kita saling mengingat dan saling menolong. Kalian hebat
19.Buat junior-junior yang inspiratif, Josua Ebenezer Simanjuntak, aku
membayangkanmu menjadi seorang yang hebat saudaraku. Buat Marconi
Sitompul, jadilah expert di satu bidang saudaraku. Buat Randy Sebayang,
idemu yang banyak menjadi cirri khasmu tetapi tetaplah focus dan cobalah
bicara seefektif mungkin dan percaya diri brotherku. Buat January
Sitomorang, kamu sepertinya akan menjadi wanita karir supersibuk,
intinya nikmati dek. Buat Oloan Lumbanraja, dunia ini dipenuhi dengan
kompetisi dari berbagai bidang, maka pilihlah satu bidang untuk kamu
terus ada di dalam kompetisi itu dan menjadi pemenang. Buat Eny Sibuea,
pokoknya kamu akan sukses! Dan junior-junior lain yang selalu
menginspirasi.
20.Buat Junior-junior hebatku di Aksi Indonesia Muda Medan selain yang di
atas, Tania Simanungkalit, Decky Arya Gutama, Deddy Hutapea, Aulia
Rizky, Samuel Duha, Weny, dan lain-lain. Akh, kalian akan sangat hebat
nantinya dekku, bangga dengan pola pikir kalian, intinya kalian menjadi
semakin jaya untuk ambil bagian dalam menyelesaikan masalah-masalah
social di Kota Medan;
21.Dan buat yang the last but not least, Dian Permatasari Simanjuntak. Kamu telah membuktikan padaku betapa perjuangan dengan penuh keyakinan
akan berbuah manis. Terimakasih untuk hadirmu di dunia ini. Semoga kita
mampu merangkai sejarah kehidupan akan indahnya dunia. To love you, always!
22.Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan
studi hingga skripsi ini selesai di Universitas Sumatera Utara, baik secara
langsung maupun tidak, saya sampaikan ribuan terimakasih.
Penulis menyadari bahwa meski telah berusaha memberikan yang terbaik,
pasti juga ditemukan hal-hal yang kurang, mulai dari isi maupun penulisan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari semua
pembaca demi penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya, kepada Tuhan saya
serahkan semua usaha yang telah dilakukan dan semoga skripsi ini bermanfaat
bagi siapa saja yang membutuhkan. Tuhan memberkati.
Medan, Maret 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Fokus Masalah ... 7
1.3 Rumusan Masalah ... 7
1.4 Tujuan Penelitian ... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KERANGKA TEORI ... 9
2.1 Teori ... 9
2.1.1 Kebijakan Publik ... 9
2.1.1.1 Pengertian Kebijakan Publik ... 9
2.1.1.2 Tahapan Kebijakan Publik ... 12
2.1.2 Konsep Implementasi Kebijakan Publik ... 14
2.1.2.1 Model Implementasi Kebijakan ... 16
2.3 Kebijakan Pengosongan Kolom Agama pada KTP ... 24
2.3.1 Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Administrasi Kependudukan ... 24
2.3.2 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan . 27
2.3.3 Peraturan Walikota Medan No 24 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 ... 29
2.4 Agama Lokal “Parmalim” ... 30
2.5 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ... 31
2.6 Definisi Konsep ... 34
2.7 Sistematika Penelitian ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
3.1 Bentuk Penelitian ... 37
3.2 Lokasi Penelitian ... 39
3.3 Informan Penelitian ... 40
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 42
3.5 Teknik Analisis Data ... 43
3.6 Penerapan Metode Penelitian Di Lapangan ... 44
3.7 Etika Penelitian ... 47
BAB IV DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA MEDAN ... 49
4.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan ... 49
4.1.2 Kondisi Wilayah Kota Medan ... 52
4.2 Visi dan Misi Kota Medan ... 54
4.3 Perangkat Daerah Kota Medan ... 54
4.4 Profil Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan . 56
4.4.1 Visi dan Misi ... 57
4.4.2 Tugas dan Fungsi ... 60
4.4.3 Struktur Organisasi ... 61
4.4.4.Bagan Organisasi ... 62
4.5 Tujuan dan Sasaran ... 63
4.5.1 Tujuan ... 63
4.5.2 Sasaran ... 65
4.6 Kecamatan Medan Denai ... 66
BAB V DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA MEDAN: PENERBITAN KTP DENGAN PRINSIP “JEMPUT BOLA” ... 68
5.1 Identitas Informan Penelitian ... 68
5.2 Penerbitan Bagi Parmalim ... 70
5.2.1 Struktur Birokrasi Pelaksana Kebijakan ... 73
5.2.2 Komunikasi ... 90
5.2.3 Sumber Daya ... 95
BAB VI ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGOSONGAN KOLOM AGAMA PADA KTP
PARMALIM ... 105
6.1 Analisis Variabel ... 105
6.1.1 Struktur Birokasi ... 105
6.1.2 Komunikasi ... 107
6.1.3 Sumber Daya ... 110
6.1.4 Disposisi ... 112
6.2 Analisis Hubungan Variabel ... 113
BAB VII PENUTUP ... 115
7.1 Kesimpulan ... 115
7.2 Saran ... 119
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 4.1 Misi dan Tujuan Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil Kota Medan ... 63
Tabel 4.2 Indikator Tujuan Beserta Targetnya ... 64
Tabel 4.3 Uraian Sasaran ... 66
Tabel 5.1 Karakter Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 69
Tabel 5.2 Karakter Informan Berdasarkan Pendidikan ... 69
Tabel 5.3 Karakter Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70
Tabel 5.4 Komposisi Pegawai Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan Menurut Golongan ... 98
Tabel 5.5 Komposisi Pegawai Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan Menurut Tingkat Pendidikan ... 99
DAFTAR BAGAN
Hal Bagan 4.1 Bagan Organisasi Dinas Kependudukan dan Catatan
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Model Implementasi Kebijakan Grindle ... 17
Gambar 2.2 Model Implementasi Edward III ... 22
Gambar 2.3 SOP Pengurusan KTP ... 34
Gambar 4.1 Lambang Kota Medan ... 53
Gambar 5.1 Sistem Online Pengisian Data Kependudukan Penerbitan KTP ... 75
Gambar 5.2 KTP Nurintan Sinaga ... 104
Gambar 5.3 KTP Tarapul Sijabat ... 105
Gambar 5.4 KTP Siska ... 106
Gambar 6.1 Mesin Pengambilan Nomor Antrian ... 112
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkrip Wawancara 1 Lampiran 2 Transkrip Wawancara 2 Lampiran 3 Transkrip Wawancara 3 Lampiran 4 Transkrip Wawancara 4 Lampiran 5 Transkrip Wawancara 5 Lampiran 6 Transkrip Wawancara 6 Lampiran 7 Transkrip Wawancara 7 Lampiran 8 Transkrip Wawancara 8 Lampiran 9 Transkrip Wawancara 9 Lampiran 10 Pedoman Wawancara
Lampiran 11 Undang-Undang No 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
Lampiran 12 Peraturan Daerah Kota Medan No 1 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan
Lampiran 13 Peraturan Walikota Medan No 24 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan UU No 1 Tahun 2010
Lampiran 14 Rancangan Rencana Kerja Tahun 2014 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan Lampiran 15 Surat Pengantar Kepala Lingkungan
Lampiran 19 Surat Penunjukan Dosen Pembimbing Lampiran 20 Surat Rekomendasi Penelitian
Lampiran 21 Surat Pernyataan Telah Menyelesaikan Penelitian dari Kecamatan Medan Denai
Lampiran 22 Surat Kontrak Beasiswa dengan Aliansi Sumut Bersatu Lampiran 23 Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Skripsi
ABSTRAK
Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan
Martin Rambe 110903060
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Diskriminasi pelayanan bagi Aliran Kepercayaan telah lama terjadi, khususnya bidang kependudukan, dimana mereka tidak bisa mengekspresikan dirinya dengan bebas sebagaimana seharusnya. Munculnya undang-undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mulai memberikan ruang ekspresi bagi Aliran Kepercayaan, yaitu dengan mengosongkan kolom agama pada KTP. Undang-undang ini kemudian diimplementasikan di Kota Medan melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Namun, hingga sekarang kebijakan pengosongan kolom agama pada KTP bagi Aliran Kepercayaan belum mampu menjawab persoalan yang ada.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan terkait dengan pengosongan kolom agama pada KTP bagi Parmalim di Kota Medan, dengan lokus penelitian di Kecamatan Medan Denai. Model implementasi kebijakan yang digunakan adalah ala Edward III, yaitu menggunakan variabel struktur birokrasi, komunikasi, sumber daya, dan disposisi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif. Unit analisis terdiri dari informan kunci Kepala Bidang Informasi dan Pengendalian Kependudukan, Informan Utama Bidang Database Kendudukan, Admin Penerbitan KTP, Operator Penerbitan KTP, Kepala Lingkungan, dan Lurah dan informan tambahan beberapa penganut Parmalim.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pegawai bekerja berdasarkan rincian tugas dan prosedur yang ada. Masalah yang ditemukan adalah kurangnya komunikasi bentuk sosialisasi menyeluruh di dalam struktur birokrasi, khususnya sosialisasi bagi implementor paling bawah, kepala lingkungan dan kelurahan. Padahal kepala lingkungan merupakan pelaksana kebijakan yang bersentuhan langsung dengan warga. Kurangnya sosialisasi ini disebabkan anggaran yang tidak mencukupi dan kurangnya maksimalisasi penggunaan anggaran.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan publik memang persoalan yang tidak akan ada hentinya
menyita perhatian publik selama masih manusia yang menghuni bumi ini.
Hipotesis seperti ini secara kualitatif dengan mudah dapat dibuktikan dengan
keberadaan manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, setiap
manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa
pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia (Sinambela,
2006:3). Hal ini dapat kita ambil contoh dalam fenomena kelahiran manusia,
dimana ketika seorang bayi pertama kali menghirup udara dunia, ia akan
menangis karena situasi yang berbeda antara berada dalam kandungan dengan
berada dalam genggaman tangan. Namun, setelah si bayi mendapat layanan dari
orangtua atau bidan, misalnya pelukan hangat, si bayi akan berhenti menangis.
Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Budiman Rusli dalam Lijan Poltak
Sinambela (2006:3) bahwa selama hidupnya, manusia selalu membutuhkan
pelayanan. Pelayanan ini menurutnya sesuai dengan life cycle theory of leadership (LCTL) bahwa pada awal kehidupan manusia (bayi) pelayanan secara fisik sangat tinggi, tetapi seiring dengan usia manusia pelayanan yang dibutuhkan akan
semakin menurun.
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan oleh pihak
pemberi kepada pihak yang diberikan layanan sesuai dengan permintaan. Dalam
Agung Kurniawan (2005:4) pelayanan publik diartikan sebagai pemberian
kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang
telah ditetapkan. Publik menurut Kepmenpan No. 63/KEP/M/PAN/7/2003,
diartikan sebagai segala kegiatan palayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
palayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan
pelayanan publik sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setia warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Untuk menjamin pelayanan publik mementingkan peningkatan pelayanan
yang pro rakyat, Mertins Jr dalam jurnal Demokrasi (2010:62) membagi empat
hal yang harus dijadikan pedoman, yaitu: pertama, equality, yaitu perlakukan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Kedua, equity, yaitu selain perlakuan yang sama juga harus adil. Ketiga, Loyalty. yaitu kesetiaan yang diberikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan, dan rekan kerja. Keempat, responsibility,
yaitu setiap aparat pemerintah harus menerima tanggung jawab atas apapun yang
ia kerjakan dan harus menghindarkan diri dari sindorman “saya sekedar melaksanakan perintah dari atasan”.
Isu diskriminasi dalam mengakses pelayanan publik di Indonesia hingga
saat ini masih menjadi topik bahasan yang harus dibahas secara serius. Sebagai
negara yang mengaku negara demokrasi, perlakuan yang sama terhadap semua
warga negara adalah mutlak. Sebagaimana kita tahu bahwa Indonesia adalah
negara memiliki hak dan derajat yang sama atas perlakuan termasuk dalam
mengakses pelayanan publik. Karena perlakuan yang sama terhadap warga negara
tanpa memandang suku, ras, agama atau perbedaan apa pun sesuai dengan
nilai-nilai demokrasi. Nilai-nilai-nilai demokrasi yang pokok adalah kebebasan, persamaan,
dan musyawarah (Abdurrahman Wahid, 1993:89). Namun sayang, yang terjadi
saat ini adalah pluralitas menjadi ruang dimana diskriminasi bertumbuh subur.
Sebagaimana kita tahu, bahwa negara Indonesia merupakan negara yang
sangat kaya akan keberagaman, salah satunya soal agama dan keyakinan. Di
Indonesia, meski kita mengaku sebagai negara beragama, tetapi membicarakan
agama adalah sesuatu yang “sensitif” dalam pembicaraan terbuka. Hal ini
dikarenakan kebijakan negara yang telah membagi agama ke dalam dua bagian
besar, yaitu agama resmi/diakui dan agama tidak diakui/resmi. Agama resmi yang
dimaksud berdasarkan UU No. 1/Pn.Ps.1965 adalah Islam, Kristen, Katolik,
Budha, Hindu dan Kong Hu Cu. Sedangkan agama tidak resmi adalah
agama-agama lokal yang terdapat di pelosok-pelosok nusantara, seperti Towani Tolotang,
Aluk To Dolo, Ammatoa, Wettu Telu, Parmalim, dan lain-lain.
Pembagian agama akibat kebijakan negara ini telah menyebabkan banyak
kerugian, pertama tidak adanya penghargaan pada kemajemukan dan kedua tidak
adanya niat melestarikan agama lokal sebagai agama asli nusantara. Selain itu,
pembagian ini berimplikasi nyata pada penganut agama lokal, dimana mereka
sering diposisikan sebagai agama yang tertindas, sesat, termarjinalkan, dan
terhakimi. Ini mengakibatkan mereka tidak mendapat ruang gerak berekspresi
sebagaimana agama resmi yang selalu mendapat kemudahan dalam berbagai hal.
sebagai sasaran ‘pencerahan’ melalui dakwah atau khotbah dan gerakan-gerakan
penyadaran lainnya. Maka pertanyaannya, apakah sebenarnya tujuan dari pasal
29 ayat (2) UUD 1945 itu sejalan dengan pembagian agama, menjadi resmi dan
tidak resmi? Atau sebenarnya itu hanya penfsiran yang keliru bahwa sebenarnya
tidak ada predikat resmi dan tidak resmi sehingga siapa pun bebas menganut
agama dan kepercayaan apa pun asal patuh pada konstitusi? Jadi, selama ini
agama lokal diafiliasikan ke dalam salah satu agama resmi sebagai induk karena
negara hanya mengakui keberadaan agama-agama tertentu (Ibnu Qoyim,
2004:28), yaitu agama-agama resmi tadi. Bagaimanapun afiliasi ini dimaksudkan
untuk memudahkan pengontrolan yang cenderung menyederhanakan persoalan
yang dihadapi.
Namun, berafiliasi tidak terus memberi kenyamanan bagi mereka yang
diafiliasikan, karena itu berarti memasung hak berekspresi mereka. Agama-agama
lokal di Indonesia terus menuntut agar mendapat kesetaraan dengan agama yang
diakui negara. Setelah berjuang sekian tahun, lahirnya UU No 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan, memberikan sedikit kelegaan bagi penganut
agama lokal atau penganut kepercayaan. Jika sebelumnya mereka digabungkan1
1
Dikatakan digabungkan karena bukan karena keinginan mereka. Lihat Hasse J. Penaklukan kepada salah satu agama dalam hal mengisi kolom agama di KTP, UU No 23
Tahun 2006 membolehkan mereka mengosongkan kolom agama di KTP. Pasal 64
ayat (2) undang-undang tersebut berbunyi keterangan tentang agama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai
kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database
kependudukan.
Parmalim merupakan satu dari sekian banyak agama lokal yang
dikelompokkan oleh Republik Indonesia sebagai aliran kepercayaan (dalam
bahasa sehari-hari agama tidak resmi) kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
nomor Inventarisasi: 1.136/F3.N.1.1/1980. Parmalim sebenarnya adalah suatu
identitas pribadi sementara kelembagaannya disebut dengan Ugamo Malim
(http://parmalim.com). Parmalim tumbuh dan berkembang di Provinsi Sumatera
Utara dan terutama dianut oleh Suku Batak Toba. Parmalim menyembah Tuhan
Debata Mulajadi Nabolon sebagai Tuhan pencipta manusia, langit, bumi, dan
segala isinya. Sejak dahulu kala, terdapat beberapa kelompok Parmalim, dan
semuanya berpusat di Hutatinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba yang
disebut sebagai Bale Pasogit Partonggoan.
Parmalim yang saat ini dipimpin oleh Raja Marnangkok Naipospos
memiliki jemaat mencapai 5324 jiwa termasuk yang bukan orang Batak. Mereka
tersebar di 40 cabang di Indonesia (Daftar Rekapitulasi Ruas Parmalim Huta Tinggi, 2011), salah satunya di Kota Medan. Di Medan, Parsantian (cabang dari Bale Partonggoan) terdapat di Jl. Air Bersih Ujung Medan Denai sebagai rumah
ibadah. Saat ini, jumlah penganut Ugamo Malim di Kota Medan terdapat 83
kepala keluarga dan 373 jiwa (Daftar Rekapitulasi Ruas Parmalim Punguan Medan, 2011).
Sebagai salah satu aliran kepercayaan, maka Parmalim merupakan salah
satu objek undang-undang no 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
dari segi waktu, aturan tentang pengosongan kolom agama di KTP telah ada
selama kurang lebih 9 (sembilan tahun), yaitu sejak 2006. Maka dari itu, jika
melihat waktu yang sudah cukup lama itu, seharusnya isu pengosongan kolom
agama di KTP bukan lagi isu yang menarik untuk diperbincangkan. Seharusnya
itu bukan lagi isu yang layak masuk dalam pembicaraan public, apalagi
dipolitisasi. Oleh karena itu, pasti ada masalah kenapa masih saja menjadi
masalah meski telah sebegitu lama aturan pengosongan kolom agama ada, tetapi
tetap masih dipersoalkan.
Dari latar belakang di atas, penulis tetarik meneliti bagaimana
undang-undang no 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengcover
kebutuhan pelayanan Parmalim di Kota Medan, khususnya dalam kasus
pengosongan kolom agama di KTP. Implementasi UU No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan di Kota Medan diatur dalam Peraturan Daerah No 1
Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Sedangkan
pelaksanaanya diatur dalam Peraturan Walikota Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 Tentang
Penyelenggaraan Administrai Kependudukan. Selain, itu, pengosongan kolom
agama di KTP oleh penganut kepercayaan “Parmalim” di Kota Medan tidak
menyelesaikan persoalan, malah mereka semakin kesulitan dalam mengakses
1.2Fokus Masalah
Berangkat dari kasus di atas, untuk menjamin kelancaran penelitian dan
mendapatkan hasil penelitian yang mendalam, maka penelitian ini dibatasi pada
implementasi kebijakan peningkatan kualitas pelayanan publik terhadap agama
lokal Parmalim di Kota Medan. Kasus yang akan diangkat oleh peneliti adalah
pelayanan terhadap agama lokal “Parmalim” dengan kasus pengosongan kolom
agama di KTP berdasarkan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan di Kota Medan Pasal 64 ayat (2).
1.3Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang dan fokus masalah, maka rencana penelitian
ini menjadi menarik dan tergolong baru. Secara logika, dapat dirumuskan
pertanyaan permasalahan penelitian sebagai berikut: “Bagaimana proses
implementasi UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terkait
dengan pengosongan kolom agama KTP bagi “Parmalim” di Kota Medan sesuai
dengan pasal 64 ayat (2)?”
1.4Tujuan
Adapaun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi
UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terkait dengan
pengosongan kolom agama KTP bagi “Parmalim” di Kota Medan sesuai dengan
1.5Manfaat
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberi manfaat:
1. Secara teoritis dan akademis menambah khasanah ilmu tentang kajian
pelayanan publik pada penganut agama lokal
2. Secara praktis membantu penganut agama Parmalim untuk mengetahui
dan memenuhi hak-haknya sebagai warga negara dan bagi pemerintah
diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1Teori
Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang
mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang
membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa
suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan
dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan
selanjutnya.
Dalam Nazir (1983:19), Kerlinger mendefinisikan teori sebagai sebuah set
konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pendangan sistematis dari fenomena.
Untuk memperoleh pemahaman yang sama atas konsep-konsep yang
digunakan dalam penelitian ini dan menjadi kerangka berfikir bagi peneliti, maka
berikut beberapa konsep yang dianggap relevan dengan kasus penelitian yang
dibahas.
2.1.1 Kebijakan Publik
2.1.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Secara etimologi, kebijakan publik terdiri atas dua kata, yaitu kebijakan
dan publik. Dari kedua kata yang saling berkaitan tersebut, oleh Graycar dalam
Kaban (2008:59) kebijakan dapat dipandang dari empat perspektif, yaitu filosofis,
dipandang sebagai serangkaian prinsip atau kondisi yang diinginkan. Sebagai
suatu produk, kebijakan diartikan sebagai serangkaian kesimpulan atau
rekomendasi. Sebagai suatu proses, kebijakan menunjuk pada cara dimana
melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan
darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya. Sedangkan
sebagai suatu kerangkan kerja, kebijakan merupakan suatu proses tawar-menawar
dan negoisasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya.
Sedangkan W. Wilson dalam bukunya Parsons (2008:15) memandang hal
lain dari makna modern gagasan “kebijakan” (policy), yaitu seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik yang berbeda dengan makna
“administration”. Kata policy mengandung makna kebijakan sebagai rationale,
sebuah manifestasi dari penilaian yang penuh pertimbangan.Lebih lanjut Wayne
Parsons memberi definisi kebijakan adalah usaha untuk mendefinisikan dan
menyusun basis rasional untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan.
Selanjutnya, masih dalam bukunya Parsons pengertian kebijakan tampak
lebih jelas dari definisi yang dikemukakan oleh Anderson yaitu bahwa istilah
“kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah)
atau melihat aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Sedangkan Charles O.
administratif tertentu kata ini mempunyai acuan khusus yang hanya dimengerti
oleh kelompok tertentu.
Sementara itu, gagasan tentang publik berasal dari Bahasa Inggris yaitu
public yang berarti (masyarakat) umum dan juga rakyat. Menurut Parsons (2008:3), publik itu sendiri berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk
diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh
tindakan bersama.
Jika digabungkan, rumusan kebijakan publik yang dikemukakan Thomas
R. Dye adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak
dilakukan (Winarno. 2002:15). Sedikit berbeda dengan Wildavsky, dalam
Kusumanegara (2010) yang mendefinisikan kebijakan publik merupakan suatu
hipotesis yang mengandung kondisi-konsisi awal dari aktivitas pemerintah dan
akibat-akibat yang bisa diramalkan. Selanjutnya, menurut Anderson dalam
Winarno (2002) sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami
secara lebih baik bila konsep ini dirinsi menjadi beberapa kategori, seperti
tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (outcomes).
Dari definisi-definsi di atas, penulis menyimpulkan bahwa kebijakan
publik adalah seperangkat putusan yang telah ditetapkan pemerintah untuk
2.1.1.2 Tahapan Kebijakan Publik
Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur
menurut urutan waktu: penyusunan agenda kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi
kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan (Williaam Dunn :
2003:22). Sedangkan aktivitas perumusan masalah, peramalan (forecasting),
rekomendasi kebijakan, pemantauan (monitoring), dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual.
Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik, lebih
lanjut Dunn mengemukakan tahapan analisis yang harus dilakukan, yaitu:
1. Penetapan agenda kebijakan (agneda setting)
Perumusan masalah dapat memasok pengetetahuan yang relevan dengan
kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi
masalah dan memasuki proses pembatan kebijakan melalui penyusunan
agenda. Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumasi-asumsi
yang tersembunyi, mendiagnosis peyebab-penyebabnya, memetakan
tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan
yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru.
Perumus kebijakan harus difasilitasi berupa dukungan sosial, dukungan
politik, dukungan budaya.
Dalah tahap formulasi kebijakan, peramalan dapat menyediakan
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan
terjadi di masa mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif,
termasuk tidak melakukan sesuatu.
3. Adopsi Kebijakan
Pada tahap ini, pengambil kebijakan terbantu dalam rekomendasi yang
membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang manfaat
atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya di masa mendatang telah
diestimasikan melalui peramalan.
4. Implementasi Kebijakan
Pemantauan atau monitoring menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya
terhadap pengambil kebijakan pada tahap implementasi kebijakan.
Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan
akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi
hambatan dan rintangan implementasi, dan menemukan leatk pihak-pihak
yang bertanggung jawab pada setiap tahap kebijakan. Proses implementasi
membutuhkan fasilisatsi, seperti tim, lembaga, peraturan, dan sumberdaya.
5. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan membuahkan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebojakan yang
diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan.
2.1.2 Implementasi Kebijakan
Pemerintah membuat kebijakan publik karena ada sesuatu hal yang urgen
dan berpengaruh dengan kepentingan publik. Kebijakan ini tentunya harus
ditentukan secara tepat dan efektif bagi kelangsungan hidup publik. Hessel Nogi
S. Tangkilisan (2003:2) berpendapat bahwa jika sebuah kebijakan diambil secara
tepat, maka kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi, jika proses
implementasi tidak tepat. Bahkan sebuah kebijakan yang brilian sekalipun jika
diimplementasikan buruk bisa gagal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
para perancangnya.
Dalam Solichin(1990:4), Thomas R. Dye mengatakan public policy is whatever governments do, why they do it, and what different it makes. Dari definisi tersebut, Dye tampak berfokus pada pendeskripsian dan penjelasan
tentang sebab dan akibat terhadap tindakan yang dilakukan pemerintah. Kebijakan
publik yang sudah diabuat dengan tepat harus dapat diimplementasikan dengan
baik bila ingin mencapai sasaran yang ditargetkan.
Hal yang paling penting dalam proses kebijakan adalah
pengimplementasiannya. Secara etimologi, implementasi berasal dari bahasa
Inggris, yaitu to implement, it means to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu) dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Sesuatu yang dimaksud dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat berupa undang-undang,
peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh
Dalam Syaukani, Gaffar dan Rasyid, M. Ryaas (2002:295)Pressman dan
Wildavsky merumuskan implementasi sebagai proses interaksi diantara perangkat
tujuan dan tindakan yang mampu untuk meraihnya, serta serangkaian aktifitas
langsung dan diarahkan untuk menjadikan program berjalan, dimana aktifitas
tersbut mencakup:
a. Organisasi: pembentukan atau penataan kembali sumber daya,
unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan;
b. Interpretasi: menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengrahan
yang teoat untuk dapat diterima dan dilaksnakan;
c. Penerapan: ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran, atau lainnya
yang dapat disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.
Sedangkan Mazmanian dan Sebatier, dalam Solichin (1991:51)
mengatakan bahwa makna implementasi adalah apa yang senyatanya terjadi
sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan dokus
perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan
yang timbul sesudah disahkannya usaha-usaha untuk mengadministrasikannya
maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau
kejadian-kejadian.
Dari penjelasan tentang kebijakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
implementasi kebijakan merupakan elemen terpenting dalam tahapan kebijakan
dengan tidak mendiskreditkan tahapan yang lain. Implementasi kebijakan adalah
rangkaian eksekusi dari kebijakan yang sudah ditetapkan yang akan menghasilkan
2.1.2.1 Model Implementasi Kebijakan
Dalam implementasi kebijakan publik, dikenal beberapa model
implementasi kebijakan, yaitu (Tangkilisan, 2003:20):
a. Model Gogin
Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Gogin ini dapat
mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal
pada keseluruhan implementasi, yaitu: 1) bentuk dan isi kebijakan, termasuk
didalamnya kemampaun kebijakan untuk menginstruksikan proses implementasi,
2) kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana mauoun
insentif laiina yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan 3) pengaruh
lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivsai, kecenderungan
hubungan antara warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.
b. Model Grindle
Grindel menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan
kebijakan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang
dicapai akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari:
1) Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi
2) Tipe-tipe manfaat
3) Derajat perubahan yang diharapkan
4) Letak pengambilan keputusan
5) Pelaksanaan program
Isi sebuah kebijakan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan
oleh sejumlah besar pengambilan keputusan, sebaliknya ada kebijakan tertentu
yang lainnya hanya ditentukan oleh sejumlah kecil unit pengambil kebijakan.
Selanjutnya pengaruh dalam konteks lingkungan yang teridiri dari:
1) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2) Karakteristik lembaga penguasa
3) Kepatuhan dan daya tanggap
Karenanya setiap kebijakan perlu mempertimbangan konteks atau
lingkaran dimana tindakan administrasi dilakukan. Intensitas keterlibatan para
perencana, politisasi, pengusaha, kelompok sasaran dan para pelaksana kebijakan
[image:35.595.74.544.419.667.2]akan bercampur baur mempengaruhi efektivitas implementasi.
Gambar 2.1: Model Implementasi Kebijakan Grindle
c. Model Van Meter dan Van Horn
Model kebijakan yang dikemukan oleh Van Meter dan Van Horn
dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu:
1) Standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan
keputusan kebijakan secara menyeluruh
2) Sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi
3) Komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh
pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai.
4) Karakteristik pelaksana, arinya karakteristik organisasi faktor krusial
yang menentukan berhasil tidaknya suatu program.
5) Kondisi sosial ekonomu dan politik yang dapat mempengaruhi hasil
kebijakan
6) Sikap pelaksana dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan
Van Meter dan Van Horn menegaskan bahwa pada dasarnya kinerja dari
implementasi kebijakan adalah penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan
sasaran kebijakan tersebut (Samodra, 1994:19).
d. Model Edward III
Menurut George C. Edward III ada empat faktor yang berpengaruh
terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor
komunikasi, sumber daya, struktur birokasi, dan disposisi (Subarsono, 2005:90).
1. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya
rincian tugas dan prosedur pelayanan yang telah disusun oleh organisasi. Rincian
tugas dan prosedur pelayanan menjadi pedoman bagi implementor dalam
bertindak. Selain itu struktur orgnisasi yang terlalu panjang akan cenderung
melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak
fleksibel.
2. Komunikasi
Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah
bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengethaui apa yang harus
mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus
diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah-perintah
tersebut dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengerti
dengan cermat. Secara umum Edwards membahas tida indikator penting dalam
proses komunikasi kebijakan, yakni:
1. Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi
masalah dalam penyaluran komunikasi, yaitu adanya salah pengertian
yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui
dalam proses komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di
tengah jalan.
2. Kejelasan, yakni komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan
3. Konsistensi, yakni perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu
komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan.
Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat
menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
3. Sumber Daya
Sumber daya adalah faktor yang paling penting dalam implementasi
kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya
manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya finansial. Tanoa
adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.
Indikator-idnikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana
sumberdaya mempengaruhi implementasi kebijakan adalah:
1. Staf. Sumber daya utama implementasi kenijakan adalah staf atau
pegawai. Kegagalan sering terjadi dalam implementasi kebijakan,
salah satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup
memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.
2. Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua
bentuk, yakni pertama, informasi yang berhubungan dengan cara
melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan
dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang
telah ditetapkan.
3. Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi,
(sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak
akan berhasil.
4. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor
seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki
disposisi yang baik, makan dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik
pula seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor
memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka
proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Faktor-faktor yang
menjadi perhatian Edward III mengenai disposisi dlam implementasi kebijakan
terdiri atas:
1. Pengangkatan birokrasi. Sikap pelaksana akan menimbulkan
hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila
personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh
pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan
pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang
memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus
lagi pada kepentingan warga masyarakat.
2. Insentif meupakan salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi
maslaha sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif.
Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri,
maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan
mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara
faktor pendorong yang membuat pada pelaksana menjalankan perintah
dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan
[image:40.595.130.435.221.423.2]pribadi atau organisasi.
Gambar 2.2 Model Implementasi Edward III
Sumber : George III Edward :implemeting public policy, 1980
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti telah tertarik meneliti kasus agama lokal di Indonesia.
Misalnya Hasse J peneliti Sekolah Pasca Sarjana UGM, meneliti tentang
Kebijakan Negara terhadap Agama Lokal “Towani Tolotang” di Kabupatena
Sidrai, Sulawesi Selatan (2010). Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa Towani
Tolotang menghadapi diskriminasi dari dua arah, yaitu pertama dari pemerintah
melalui berbagai peraturan yang membatasi pergerakan Towani Tolotang dalam
mengembangkan ajaran-ajaranya, dan kedua dari masyarakat yang tidak
menemukan bahwa mereka yang ingin mendapatkan layanan publik sebagaimana
warga negara yang lain berafiliasi pada agama Hindu yang dianggap mirip.
Dalam penelitiannya yang lain, Penaklukan Negara Atas Agama Lokal,
Kasus Towani Tolotang di Sulawesi Selatan, Hasse J (2012) mengungkapkan
bahwa negara telah menempatkan agama pada posisi yang selalu diatur. Bahkan
memposisikan agama sebagai sebuah entitas penting yang harus dikendalikan.
Demikian pula, dalam tulisan ini dapat ditemukan bagaimana respons masyarakat
lokal terhadap keberadaan agama lokal sehingga agama lokal tidak hanya
ditempatkan pada posisi yang diatur, tetapi juga selalu digugat oleh lingkungan di
sekitarnya.
Kiki Muhamad Hakiki, (2011)2
dalam penelitiannya yang diberi judul
Politik Identitas Agama Lokal, studi Kasus Aliran Kebatinan, menunjukkan
bahwa penganut agama lokal tidak takut bahkan pindah kepercayaan meski kerap
kali peganut agama formal mengklaim mereka sesat. Namun, yang menarik dari
hasil penelitiannya itu bahwa agama resmi secara tidak sadar, sering bercampur
keyakinan dengan kepercayaan agama lokal.
Seorang sarjana sosial, jurusan antropologi FISIP USU yang baru-baru ini
mengakhiri status mahasiswanya mendapatakan gelarnya dengan skrispi berjudul
“Parmalim, Studi Deskriptif tentang Strategi Adaptasi Penganut Agama Malim di
Kota Medan”. Penelitian dengan metode kualitatif tersebut menunjukkan bahwa
strategi adaptasi penganut agama Malim dalam mempertahankan eksistensinya di
Mohammad Rosyid3
2.3Kebijakan Pengosongan Kolom Agama di KTP
, secara khusus melakukan penelitian tentang layanan
khusus bagi pemeluk agama lokal. Penelitian yang fokus pada layanan pendidikan
bagi Masyarakat Samin, pemeluk agama Adam ini menunjukkan bahwa praktik
pendidikan belum mengakomodir kebutuhan pendidikan khusus bagi pemeluk
agama lokal. Praktik pendidikan rumahan pada dasarnya pendidikan
mengakomodir kebutuhan masyarakat Samin, akan tetapi, produk hukum tentang
homeschooling belum ada. Dengan demikian, ia menyimpulkan bahwa
pendidikan formal adalah solusi yang harus dipenuhi untuk pelayanan pendidikan
bagi pemeluk agama Samin.
Dari penelusuran penelitian yang membahas tentang agama lokal di
Indonesia, maka penelitian yang membahas secara spesifik tentang pelayanan
publik terhadap agama lokal Parmalim di kota Medan belum pernah diteliti. Oleh
karena itu, perlu diteliti dengan harapan hasil penelitian dapat memberikan
kontribusi bagi penganut agama Parmalim dalam memenuhi hak-haknya sebagai
warga negara serta pemerintah dalam membuat kebijakan.
2.3.1 Undang-Undang No 23 Tahun 2006 Tentang Administrsai Kependudukan
Undang-undang no 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
disahkan oleh Prsedien Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, pada
29 Desember 2006, di Jakarta. Disahkannya undang-undang ini merupakan salah
satu bentuk perwujudan kewajiban negara untuk memberikan perlindaungan dan
pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hokum atas setiap
peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk
Indonesia yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Selain itu, ditetapkannya undang-undang ini diharapkan
dapat memberikan pelayanan yang professional dan mengkatkan kesadaran
penduduk dalam hal kepentingan data kependudukan.
Di samping hal tersebut di atas, kehadiran undang-undang ini merupakan
implikasi dari tuntutan masyarakat minoritas Indonesia yang mendapat perlakuan
diskriminatif dalam akses layanan publik. Mereka adalah golongan dari aliran
kepercayaan, seperti Parmalim yang terdapat di Kota Medan. Sudah sekian lama
para golongan aliran kepercayaan melakukan penuntutan pengakuan negara atas
kepercayaan mereka sebagai agama agar mendapat perlakuan yang sama serta
tempat yang sama di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
sama-sama diperjuangkan oleh nenek moyang kita, baru pada tahun 2006 mereka dari
golongan aliran kepercayaan merasa lega, meski belum sepenuhnya.
Tuntutan para penganut aliran kepercayaan adalah pengakuan atas
kepercayaan mereka sebagai agama sebagaimana yang lain yang dianggap sebagai
agama resmi Indonesia. Namun, menurut undang-undang no 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan, dalam pasal 64, para penganut kepercayaan
hanya boleh mengosongkan kolom agama di KTP mereka, bukan mengisi kolom
agama sesuai aliran kepercayaan yang mereka anut. Pasal 64 ayat (2)
undang-undang tersebut berbunyi, “keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum dikaui sebagai agama
kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database
kependudukan.” Dari isi ayat ini, dapat disimpulkan bahwa penghayat
kepercayaan hanya boleh mengosongkan kolom agama mereka di KTP, bukan
mengisinya sesuai dengan aliran kepercayaan yang dianut. Tentunya ini menjadi
identitas bagi mereka penganut kepercayaan di Indonesia.
KTP atau Kartu Tanda Penduduk merupakan kartu identitas resmi
Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku
di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. KTP dikeluarkan oleh
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di wilayah yang bersangkutan bagi warga
negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang sudah
berusia 17 (tujuh belas) tahun ke atas atau sudah kawin atau pernah kawin. KTP
berlaku selama 5 tahun dan disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran si
pemegang KTP. Sebuah KTP memuat Nomor Induk Kependudukan, Nama,
Tempat/Tangga Lahir, Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Pekerjaan, Golongan
Darah, Masa Berlaku, Kewarganegaraan, Foto Pemilik KTP, Tanda Tangan
pemegang KTP dan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang
mengeluarkan.
KTP yang memuat hal-hal tersebut di atas harus diisi dengan jujur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan Pasal 64 ayat (1) mengatur tentang muatan KTP,
yaitu KTP mencantumkan gambar lambang Garuda dan peta wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat
tanggal lahir, laki-laki atau perepuan, agama, status perkawinan, golongan darah,
dikeluarkan KTP, tandatangan pemegang KTP, serta memuat nama dan nomor
induk pegawai pejabat yang menandatanganinya. Untuk mengisi kolom agama
dalam KTP, pasal 64 ayat (2) menyebutkan keterangan tentang agama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui
sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi
penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database
kependudukan.
Selain sebagai identitas, KTP juga berfungsi sebagai alat untuk dapat
mengakses layanan publik. Maka dalam Pasal 63 ayat (5) UU Nomor 23 Tahun
2006 menyebutkan Penduduk yang telah memiliki KTP wajib membawa pada saat
berpergian. Karena seseorang yang hendak mengurus Surat Izin Bermotor atau
SIM harus menunjukkan KTP, jika tidak ada KTP maka permintaan tidak akan
diproses. Demikian juga jika hendak melamar pekerjaan, si pelamar wajib
memiliki KTP atau hendak menikmati layanan pesawat terbang.
2.3.2 Peraturan Daerah Kota Medan No 1 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 23 Tahun 2006 Tentang Admnistrasi Kependudukan
Suatu undang-undang yang diterbitkan harus ditindaklanjuti dengan aturan
pelaksanaannya, baik secara nasional maupun daerah. Secara nasional,
Pelaksanaan Udang-undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37
Di Kota Medan, pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Adminsitrasi Kependudukan diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan.
Di dalam peraturan daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminsitrasi
Kependudukan, disebutkan bahwa pendaftaran penduduk memiliki tujuan;
menjamin Legalitas Identitas Setiap Penduduk dan terselenggaranya Tertib
Administrasi pemerintahan Bidang Kependudukan dan Catatan sipil.
KARTU TANDA PENDUDUK (KTP)
Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan alat bukti sah dan menjadi
dasar dalam proses pelayanan masyarakat dan merupakan keterangan jati diri
penduduk yang menjelaskan tentang nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
status perkawinan, pekerjaan, alamat, golongan darah dan agama. KTP sebagai
bukti diri (legitimasi) bagi setiap penduduk dalam wilayah Negara Republik
Indonesia. Adapun persyaratan yang harus di penuhi adalah sebagai berikut:
1. Surat Pengantar dari Kepala Lingkungan
2. Kartu Keluarga Asli
3. Pasphoto berwarna terbaru ukuran 3x 4=2 lembar
4. KTP yang habis masa berlakunya bagi perpanjangan KTP
5. KTP yang rusak untuk penggantiann KTP baru
7. Mengisi formulir KTP model F1.21
Di dalam peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Administrasi Kependudukan tidak disebutkan sama sekali tentang teknis
pengosongan kolom agama pada KTP aliran kepercayaan di Kota Medan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa syarat dan teknis penerbitan KTP bagi agama
resmi dan aliran kepercayaan tidak memiliki perbedaan.
2.3.3 Peraturan Walikota Nomor 24 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010
Peraturan walikota adalah sebuah peraturan yang diterbitkan oleh walikota
sebagai petunjuk teknis dalam mengimplementasikan suatu peraturan daerah.
Peraturan walikota Medan Nomor 24 Tahun 2010 mengatur tentang pelaksanaan
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan.
Peraturan walikota Medan Nomor 1 Tahun 2010 memuat tiga pasal, yaitu:
Pasal 1
Pelaksanaan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasu Kependudukan diserahkan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan.
Pasal 2
Hal-hal yang menyangkut teknis pelaksanaan Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota
Pasal 3
Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Peneliti telah melakukan penelusuran terkait dengan bunyi pasal 2
agama resmi maupun Aliran Kepercayaan, tidak memiliki perbedaan, sebagimana
telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminstrasi
Kependudukan, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, dan Peraturan Daerah Kota Medan
Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
2.4Agama Lokal “Parmalim”
Parmalim merupakan satu dari sekian banyak agama lokal yang
dikelompokkan oleh Negara Republik Indonesia sebagai aliran kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan nomor Inventarisasi:
1.136/F3.N.1.1/1980. Parmalim tumbuh dan berkembang di Provinsi Sumatera
Utara dan terutama dianut oleh Suku Batak Toba. Parmalim menyembah Tuhan
Debata Mulajadi Nabolon sebagai Tuhan pencipta manusia, langit, bumi, dan
segala isinya. Sejak dahulu kala, terdapat beberapa kelompok Parmalim, namun
kelompok terbesar terdapat di Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba
Samosir sekaligus di Huta Tinggi inilah pusat Parmalim se-Sumatera Utara.
Parmalim yang saat ini dipimpin oleh Raja Marnangkok Naipospos
memiliki jemaat mencapai 5324 jiwa termasuk yang bukan orang Batak. Mereka
tersebar di 40 cabang di Indonesia, salah satunya di Kota Medan. Di Medan,
Parsantian (cabang dari Bale Partonggoan) terdapat di Jl. Air Bersih Ujung Medan
Denai sebagai rumah ibadah. Saat ini, jumlah penganut Ugamo Malim di Kota
Medan terdapat 83 kepala keluarga dan 373 jiwa.
malim dalam bahasa Batak adalah suci atau bersih rohani, tidak bernoda dan bermoral tinggi, maka Parmalim adalah pengikut ajaran malim yang suci dan bermoral tinggi. Parmalim sebenarnya adalah suatu identitas pribadi sementara
kelembagannya disebut dengan Ugamo Malim. Pada masyarakat kebanyakan,
Parmalim sebagai identitas pribadi lebih populer dari Ugamo Malim sebagai
identitas lembaganya.
Parmalim menyebut agamanya dengan sebutan Ugamo Malim yang
merupakan agama asli suku bangsa Batak Toba, dan merupakan kelanjutan agama
lama. Dasar kepercayaan agama ini adalah melakukan titah-titah yang dipercayai
berasal dari Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) sebagai pencipta
manusia, langit, dan bumi, segala isi alam semesta serta roh nenek moyang orang
Batak Toba. Segala perintah dan ajaran Debata Mulajadi Nabolon disampaikan
melalui Raja Nasiak Bagi, yaitu: Sisingamangaraja XII yang disebut juga sebagai
Nabi Parmalim. Sisingamangaraja XII adalah salah satu wujud roh yang diyakini
kesaktiannya, karena dialah yang “maningahon adat dohot uhum” (menyampaikan
adat dan hukum) kepada keturunannya
.
2.5 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan adalah intansi yang
bertugas dalam hal melayani urusan kependudukan di kota Medan. Dinas ini
beralamat di Jl. Iskandar Muda No. 270 Medan. Adapun fungsi DisDukcapil Kota
Medan adalah.
2. Menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
kependudukan dan catatan sipil;
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kependudukan dan catatan
sipil;
4. Mendokumentasikan hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil;
5. Menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas peristiwa kependudukan
dan peristiwa penting;
6. Melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan
oleh penduduk dalam pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan
sipil;
7. Menyediakan data Agregat Kependudukan dan Catatan Sipil;
8. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.
Salah satu bidang yang diurusi Dinas ini adalah Bidang Kependudukan.
Bidang Kependudukan dipimpin oleh seoarang Kepala Bidang yang dalam
melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Dinas. Bidang Kependudukan mempunyai tugas melaksanakan sebagai tugas
dinas dibidang pelayanan dan pendaftaran penduduk Warga Negara Indonesia
(WNI) dan Orang Asing. Untuk melaksanakan tugasnya Bidang Kependudukan
mempunyai fungsi:
• Menyusun rencana kegiatan kerja
• Registrasi Penduduk Warga Negara Indonesia (WNI) dan Orang Asing
• Melaksanakan kegiatan pendaftaran dan pencatatan adminstrasi penduduk
Warga Negara Indonesia (WNI) dan Orang Asing
• Mengumpulkan dan mengelola bahan pelayanan pendaftaran penduduk
Warga Negara Indonesia (WNI) dan Orang Asing
• Melaksanakan kegiatan penerbitan Kartu keluarga (KK) dan Kartu Tanda
Penduduk (KTP)
• Mengelola pendaftaran dan pencatatan mutasi penduduk Warga Negara
Indonesia (WNI) dan Orang Asing
• Melaksanakan tugas0tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan bidang tugasnya.
Bidang Kependudukan terdiri dari:
• Seksi Registrasi Penduduk dan Nomor Induk Kependudukan
• Seksi Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk
• Seksi Mutasi Penduduk
Setiap Seksi dipimpin oleh seoarang Kepla Seksi yang dalam
melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Bidang. Seksi Registrasi Penduduk dan Nomor Induk Kependudukan mempunyai
tugas memverifikasi dan memvalidasi formulir bio data penduduk dan merekam
data ke dalam database kependudukan untuk mendapatkan NIK. Seksi Mutasi
Penduduk mempunyai tugas memeriksa dan meneliti/pindah datang, merekam
data ke dalam data base kependudukan, menertibkan surat keternagan
pindah/pindah datang antar kabupaten/kota dalam satu propinsi dan pindah/pindah
kelengkapan berkas persyaratan, merekam data kedalam database, menerbitkan
KK dan KTP.
[image:52.595.44.582.175.469.2]Dalam hal pengurusan KTP, terdapat SOP sebagai pedoman pedoman.
Gambar 2.3 SOP Pengurusan KTP
Sumber:
2.6Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat
perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan
menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti (Singarimbun
Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari
masing-masing konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep
dari penelitian, yaitu:
1. Kebijakan publik adalah seperangkat putusan yang telah ditetapkan
pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan dalam memenuhi
kepentingan orang banyak.
2. Implementasi kebijakan publik adalah serangkaian eksekusi atas
kebijakan yang telah ditetapkan yang akan menghasilkan dampak
sebagai konsekuensi dari eksekusi atas kebijakan yang telah ditetapkan
tersebut. Implementasi kebijakan dapat diamati dengan menggunakan
faktor-faktor berikut:
a. Struktur organisasi pelaksana kebijakan, dengan melihat SOP
organisasi;
b. Komunikasi dalam organisasi yang mencakup transmisi perintah,
kejelasan perintah, serta konsistensi perintah;
c. Sumber daya, yaitu bagaimana keadaan staf, informasi, serta
fasilitas yang dimiliki oleh organisasi pelaksana kebijakan
d. Disposisi; yaitu melihat bagaimana pengangkatan pegawai serta
perihal insentif dalam organisasi pelaksana kebijakan;
3. Agama lokal “Parmalim” adalah orang-orang penganut ajaran malim
yang suci dan bermoral tinggi yang belum diakui sebagai agama dalam
lingkup NKRI yang tinggal di sekitaran Istana Parmalim Jalan Air
4. KTP atau Kartu Tanda Penduduk adalah identitas resmi Penduduk
sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Intansi Pelaksana yang berlaku
di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.7Sistematika Penulisan
Hasil penelitian nantinya akan dilaporkan dengan sistematika sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini memuat latar belakang, fokus masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Kerangka Teori
Bab ini berisi semua teori yang diangap penting dan memiliki
hubungan dengan teori yang diperlukan selama melakukan
penelitian, baik di lapangan maupun dalam analisis data.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian
Bab ini memuat tentang gambaran atau karakteristik lokasi
BAB V : Penyajian Data
Bab ini mem