• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Kebutuhan Danperencanaan Pendistribusian Obat Pada Dinas Kesehatankabupaten Karo Masa Tanggap Daruratbencana Erupsi Gunung Sinabungtahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perencanaan Kebutuhan Danperencanaan Pendistribusian Obat Pada Dinas Kesehatankabupaten Karo Masa Tanggap Daruratbencana Erupsi Gunung Sinabungtahun 2014"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PERENCANAAN PENDISTRIBUSIAN OBAT PADA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KARO MASA TANGGAP

DARURAT BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG TAHUN 2014

TESIS

Oleh DEDI SAPUTRA

127032288/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

JudulProposal : PERENCANAAN KEBUTUHAN

DANPERENCANAAN PENDISTRIBUSIAN OBAT PADA DINAS

KESEHATANKABUPATEN KARO MASA TANGGAP DARURATBENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNGTAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Dedi Saputra Nomor Induk Mahasiswa : 127032288

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Amir Purba, MA., PhD)

Ketua Anggota

(Suherman, S.K.M, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(3)

Telah diuji

Pada Tanggal : 26 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Drs. Amir Purba, MA, Phd ANGGOTA : 1. Suherman, S.K.M, M.Si

(4)

PERNYATAAN

PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PERENCANAAN PENDISTRIBUSIAN OBAT PADA DINAS KESEHATAN

KABUPATEN KARO MASA TANGGAP DARURAT BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam makalah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2014

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode atau sistem perencanaan kebutuhan obat ketika masa tanggap darurat bencana erupsi gunung sinabung di dinas kesehatan kabupaten Karo. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan cara pengumpulan data sekunder dan wawancara mendalam dengan informan.

Penelitian ini dilakukan di dinas kesehatan kabupaten Karo dan 4 puskesmas yang terdapat pada daerah yang paling rawan bencana erupsi gunung sinabung. Informan dalam penelitian berjumlah 6 orang meliputi Kabid Pelayanan Kesehatan Kabupaten Karo, Kasie pembekalan Kesehatan Kabupaten Karo, Kepala Puskesmas Payung, kepala Puskesmas Naman, kepala puskesmas Tigan Derket dan Kepala Pengelola obat puskesmas Simpang Empat. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa pedoman wawancara mendalam. Data hasil wawancara mendalam diolah dan dianalisis dengan metode contentanalysis yang meliputireduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusions drawing /verifying).

Hasil penelitian menunjukkan, Sistem perencanaan kebutuhan obat yang digunakan selama masa tanggap darurat erupsi gunung sinabung berdasarkan penggunaan stok obat yang tersedia dari dinas kesehatan kabupaten Karo dan buffer stok dari dinas kesehatan provinsi dan pusat. Sedangkan sistem perencanaan pendistribusian obat yang digunakan selama masa tanggap darurat erupsi gunung sinabung yaitu dilakukan oleh puskesmas yang memiliki pos-pos kesehatan dengan cara mengambil obat di dinas kesehatan kabupaten Karo secara berulang perminggu sesuai keperluan obat yang diperlukan di lapangan menggunakan kendaraan ambulance. Sehingga dapat disimpulkan dinas kesehatan kabupaten Karo dan Puskesmas yang berada di radius ≤ 5 Kmbelum memiliki sistem yang baku dalam perencanaan kebutuhan obat dan perencanaan pendistribusiannya.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dan Kepala Puskesmas/ Pengelola obat Puskesmas untuk melaksanakan dan mengimplementasikan sistem atau metode perencanaan obat dan perencanaan pendistribusian / pengangkutan obat ketika masa tanggap darurat bencana.

(6)

ABSTRACT

The purpose of this qualitative observational study was to find out the method or system of drug need planning during the disaster emergency response period of eruption of Mount Sinabung in Karo District Health Service. The data for this study were obtained through collecting secondary data and performing in-depth interviews with the informants.

This study was conducted in the Office of Karo District Health Service and 4 (four) Puskesmas (Community Health Centers) locatedin the areas most vulnerable to the eruption of Mount Sinabung that is the areas located at a radius of in the areas most prone to the eruption of Mount Sinabung. The 6 (six) informants for this study were the Head of Health Service Division of Karo District, Head of Health Provision Section of Karo District, Head of Puskesmas Payung, Head of Puskesmas Naman, Head of Puskesmas Tiganderket and Head of Medicine Manager of Puskesmas Simpang Empat. The instrument used in this study was in-depth interview. The result of this study in the form of the in-depth interview were processed and analyzed through content analysis merthod including data reduction, data display, conclusion drawing and verifying.

The result of this study showed that the system of drug need planning used during the disaster emergency response period of eruption of Mount Sinabung was based on the utilization of the stock of drug available from Karo District Health Service and the buffer stock from Sumatera Utara Provincial Health Service, and from the Ministry of Health. While the system of drug distribution planning used during the disaster emergency response period of eruption of Mount Sinabung was carried out by the Puskesmas with health post facilities by repeatedly taking the drug from Karo District Health Service weekly in accordance with the amount of drug needed in the field by using ambulance. The conclusion drawn is that Karo District Health Service and the Puskesma located at a radius of ≤5 km have not had the established system of the drug need planning and the planning of its distribution.

The management of Karo District Health Service and the Heads of Puskesmas are suggested to implement the system or method of drug planning and drug distribution/transportation planning during during the disaster emergency response period.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Anugrahnya sehinga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan

judul “Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo Tahun

2014 (Studi Kasus: Penyelenggaraan Sanitasi Darurat di Pengungsian)”.

Tesis ini dibuat merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatra utara.

Penulis, dalam menyusun Tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari banyak pihak. untuk itu penulis pada kesempatan ini mengucapakan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM),Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama,M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera utara.

(8)

4. Drs. Amir Purba, M.A., Ph.D selaku ketua komisi pembimbing danSuherman, S.K.M., M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, serta memberikan arahan, dan masukan dalam penyusunan tesis ini

5. Dra. Lina Tarigan, Apt, MS danDra. Jumirah, Apt, MS, selaku Penguji tesis yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Kepala Dinas Kabupaten Karo yang telah memberikan izin melakukan

Penelitian tesis ini.

7. Dosen dan staf dilingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minatan Manajemen Kesehatan Bencana Falkutas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumaetra utara.

8. Orang Tua tercinta, Ayahanda (Alm) Hajarul Aswad dan Ibunda Rosmiati

yang selalu memberikan kasih sayang dan doa selama ini.

9. Orang Tua tercinta, Papa (Alm) Samsul Rijal dan Mama Zuhra yang selalu memberikan kasih sayang dan doa selama ini.

10.Chairunnisa yang selalu memberikan motivasi dan dukungan moral selama ini.

11.Rekan-rekan seperjuangan MahasiswaProgram Studi S2 Ilmu Kesehatan

(9)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyususnan penelitian ini, maka Penulis sangat mengharapkan masukan yang berharga dan saran untuk dapat melengkapi penelitian tesis ini

Medan, Agustus 2014 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Dedi Saputra di lahirkan di Meulaboh pada tanggal 25 Desember 1986 Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat, anak keempat dari empat bersaudara dari pasanagan (Alm) Hajarul Aswad dan Rosmiati.Dedi Saputra beragama Islam dan bertempat tinggal di Jalan Teuku Umar Lorong Bayam Meulaboh – Aceh Barat.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN PROPOSAL ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Permasalahan ... 10

1.3. Pertanyaan Penelitian ... 10

1.4. Tujuan Penelitian ... 11

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Manajemen Logistik ... 12

2.1.1. Pengertian Manajemen ... 12

2.2. Pengertian Manajemen Logistik ... 13

2.2.1. Dasar-dasar Fungsi Manajemen Logistik Obat ... 13

2.2.2. Fungsi Dasar Manajemen Logistik dalam Pengelolaan Obat ... 18

2.3. Jenis Penyakit, Obat pada Keadaan Bencana ... 39

2.3.1. Jenis Penyakit ... 39

2.3.2. Jenis Obat yang Harus Disediakan Bencana Erupsi Gunung Sinabung ... 40

2.4. Obat ... 46

2.4.1. Pengertian Obat ... 46

2.5. Dinas Kesehatan ... 48

2.5.1. Pengertian Dinas Kesehatan ... 48

2.5.2. Struktur Dinas Kesehatan Kabupaten Karo ... 48

2.6. Bencana ... 50

2.6.1. Klasifikasi Bencana Alam ... 52

2.6.2. Masa Tanggap Darurat ... 53

2.7. Landasan Teori ... 56

2.8. Kerangka Berpikir ... 58

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 59

3.1. Jenis Penelitian ... 59

(12)

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 60

3.4. Subjek dan Objek Penelitian ... 61

3.4.1. Subjek Penelitian ... 61

3.4.2. Objek Penelitian ... 61

3.5. Instrumen Penelitian dan Cara Penelitian ... 61

3.5.1. Instrumen Penelitian ... 61

3.5.2. Cara Penelitian ... 61

3.6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 62

3.7. Validitas dan Reliabilitas ... 64

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 66

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 66

4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 66

4.1.2 Rekam Jejak Bencana ... 68

4.2 Pelaksanaan Perencanaan Kebutuhan Obat Dan Perencanaan Pendistribusian / Pengangkutan Obat ... 71

4.2.1 Karakteristik Informan ... 72

4.3 Pelaksanaan Penelitian ... 74

4.4 perencanaan ... 75

4.5 Tahap-tahap Perencanaan Kebutuhan Obat ... 76

4.5.1 Menentukan Jenis Penyakit ... 76

4.5.1.1 ISPA ... 78

4.5.1.2 Diare ... 81

4.5.1.3 Conjunctivitis ... 84

4.5.1.4 Luka Bakar ... 86

4.5.2 Menentukan Jumlah Populasi Berdasarkan Umur ... 89

4.5.3 Menentukan Pedoman Pengobatan ... 92

4.5.2 Perencanaan Pendistribusian / Pengangkutan Obat ... 94

4.5.2.1 Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Perencanaan Pendistribusian/Pengangkutan Obat ... 97

BAB 5. PEMBAHASAN ... 101

5.1 Data Umum Kabupaten ... 101

5.2 Perencanaan ... 102

5.3 Proses Perencanaan Kebutuhan Obat ... 103

5.3.1 Menentukan Jenis Penyakit ... 103

5.3.1.1 ISPA ... 103

5.3.1.2 Diare ... 104

5.3.1.3 Conjuctivitas ... 106

5.3.1.4 Luka Bakar ... 107

5.3.2 Menentukan Jumlah Obat Berdasarkan Jumlah Populasi Sesuai Umur ... 108

(13)

5.4 Perencanaan Pendistribusian / Pengangkutan Obat ... 132

5.4.1 Perencanaan Pendistribusian ... 132

5.4.2 Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Perencanaan Pendistribusian / Pengangkutan Obat ... 133

5.5 Karakteristik Informan ... 133

5.6 Keterbatasan Penelitian ... 135

BAB 6. Kesimpulan Dan Saran ... 136

6.1 Kesimpulan ... 136

6.2 Saran ... 138

DAFTAR PUSTAKA ... 140

Lampiran I ... 144

Lampiran II ... 145

Lampiran Kepmenkes No. 1121/Menkes/SK/XII/2008 ... 161

Lampiran Kepmenkes No. 059/Menkes/SK/I/2011 ... 197

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Jenis Penyakit Keadaan Bencana di Pengungsian ... 39

3.2. Jenis Bencana dan Penyakit ... 40

3.3. Pemberian Obat ... 43

4.1 Desa-desa Rawan Erupsi Gunung Sinabung ... 69

5.1 Laporan Jumlah Kunjungan Penyakit ISPA ... 104

5.2 Laporan Jumlah Kunjungan Penyakit Diare ... 105

5.3 Laporan Jumlah Kunjungan Penyakit Conjuctivitis ... 106

5.4 Laporan Jumlah Kunjungan Penyakit Luka Bakar ... 107

5.5 Laporan Penduduk Berdasarkan Umur ... 110

(15)

DAFTAR GAMBAR

Tabel Halaman

2.1. Siklus Pengelolaan Obat ... 15

2.2. Prosedur Pengobatan ... 34

2.3. Sistem Distribusi di Kabupaten ... 38

2.4. Kerangka Berpikir ... 58

4.1 Peta Kabupaten Karo ... 67

(16)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode atau sistem perencanaan kebutuhan obat ketika masa tanggap darurat bencana erupsi gunung sinabung di dinas kesehatan kabupaten Karo. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan cara pengumpulan data sekunder dan wawancara mendalam dengan informan.

Penelitian ini dilakukan di dinas kesehatan kabupaten Karo dan 4 puskesmas yang terdapat pada daerah yang paling rawan bencana erupsi gunung sinabung. Informan dalam penelitian berjumlah 6 orang meliputi Kabid Pelayanan Kesehatan Kabupaten Karo, Kasie pembekalan Kesehatan Kabupaten Karo, Kepala Puskesmas Payung, kepala Puskesmas Naman, kepala puskesmas Tigan Derket dan Kepala Pengelola obat puskesmas Simpang Empat. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa pedoman wawancara mendalam. Data hasil wawancara mendalam diolah dan dianalisis dengan metode contentanalysis yang meliputireduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusions drawing /verifying).

Hasil penelitian menunjukkan, Sistem perencanaan kebutuhan obat yang digunakan selama masa tanggap darurat erupsi gunung sinabung berdasarkan penggunaan stok obat yang tersedia dari dinas kesehatan kabupaten Karo dan buffer stok dari dinas kesehatan provinsi dan pusat. Sedangkan sistem perencanaan pendistribusian obat yang digunakan selama masa tanggap darurat erupsi gunung sinabung yaitu dilakukan oleh puskesmas yang memiliki pos-pos kesehatan dengan cara mengambil obat di dinas kesehatan kabupaten Karo secara berulang perminggu sesuai keperluan obat yang diperlukan di lapangan menggunakan kendaraan ambulance. Sehingga dapat disimpulkan dinas kesehatan kabupaten Karo dan Puskesmas yang berada di radius ≤ 5 Kmbelum memiliki sistem yang baku dalam perencanaan kebutuhan obat dan perencanaan pendistribusiannya.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dan Kepala Puskesmas/ Pengelola obat Puskesmas untuk melaksanakan dan mengimplementasikan sistem atau metode perencanaan obat dan perencanaan pendistribusian / pengangkutan obat ketika masa tanggap darurat bencana.

(17)

ABSTRACT

The purpose of this qualitative observational study was to find out the method or system of drug need planning during the disaster emergency response period of eruption of Mount Sinabung in Karo District Health Service. The data for this study were obtained through collecting secondary data and performing in-depth interviews with the informants.

This study was conducted in the Office of Karo District Health Service and 4 (four) Puskesmas (Community Health Centers) locatedin the areas most vulnerable to the eruption of Mount Sinabung that is the areas located at a radius of in the areas most prone to the eruption of Mount Sinabung. The 6 (six) informants for this study were the Head of Health Service Division of Karo District, Head of Health Provision Section of Karo District, Head of Puskesmas Payung, Head of Puskesmas Naman, Head of Puskesmas Tiganderket and Head of Medicine Manager of Puskesmas Simpang Empat. The instrument used in this study was in-depth interview. The result of this study in the form of the in-depth interview were processed and analyzed through content analysis merthod including data reduction, data display, conclusion drawing and verifying.

The result of this study showed that the system of drug need planning used during the disaster emergency response period of eruption of Mount Sinabung was based on the utilization of the stock of drug available from Karo District Health Service and the buffer stock from Sumatera Utara Provincial Health Service, and from the Ministry of Health. While the system of drug distribution planning used during the disaster emergency response period of eruption of Mount Sinabung was carried out by the Puskesmas with health post facilities by repeatedly taking the drug from Karo District Health Service weekly in accordance with the amount of drug needed in the field by using ambulance. The conclusion drawn is that Karo District Health Service and the Puskesma located at a radius of ≤5 km have not had the established system of the drug need planning and the planning of its distribution.

The management of Karo District Health Service and the Heads of Puskesmas are suggested to implement the system or method of drug planning and drug distribution/transportation planning during during the disaster emergency response period.

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

UU No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis(Renas BNPB, 2011).

Indonesia mempunyai 129 gunung api aktif yang tersebar mulai Sumatera,

Jawa, Bali, Nusa Tenggara,Sulawesi dan Maluku. Jumlah tersebut sama dengan 13%

gunung api aktif di dunia. Gunung api aktif Indonesia dibedakan dalam 3 kategori

berdasarkan sejarah letusannya, yaitu gunung api tipe A, tipe B, dan tipe C. Gunung

api tipe A tercatat pernah meletus sejak tahun 1600, jumlahnya 79. Tipe B adalah

gunung api yang mempunyai kawah dan lapangan solfatara/fumarola tapi tidak ada

sejarah letusan sejak tahun 1600, jumlahnya 29. Gunung api tipe C hanya berupa

lapangan solfatara/fumarola, jumlahnya 21. Gunung Api tipe A yang diprioritaskan

untuk diamati. Setiap tahun antara 10 sampai 12 gunung api yang meningkat

(19)
(20)
(21)

Desa Sukameriah, Gurukinayan, Bekerah, Simacem, Sigarang-garang, Sukanalu, dan Kutogugung disarankan untuk mengungsi ke tempat yang aman. (Gema BNPB, 2013).

Gunung Sinabung telah beberapa kali mengalami perpanjangan masa tanggap darurat. Menurut data dari media center per tanggal 5 januari 2013 di posko utama Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe diketahui total jumlah pengungsi 6387 KK dengan jumlah 20491 jiwa. Sampai penelitian ini dituliskan, kondisi gunung Sinabung masih mengalami erupsi dan jumlah pengungsi juga terus bertambah hingga pada tanggal 4 Februari 2014 jumlah pengungsi menjadi 9.934 KK dengan jumlah 32.162 jiwa. Setelah mengungsi beberapa bulan, akhirnya pada tanggal 14 februari, menurut laporan BNPB sebanyak 5.783 jiwa/1.619 KK pengungsi dari desa Batu Karang, Desa Rimo Kayu dan Desa Naman sudah dapat pulang.

(22)

karena kedinginan. Udara dingin bercampur abu yang sangat menusuk kulit di daerah pegunungan itu merupakan ancaman bagi kesehatan pengungsi.

Dalam hal kesehatan pengungsi banyak mengeluhkan penyakit batuk akibat debu vulkanik. Selain itu air bersih menjadi masalah karena ketersediaannya masih banyak kekurangan. Kondisi ini membuat banyak masyarakat tidak mandi, dan tidur berdesak - desakan di lokasi pengungsian. Berdasarkan wawancara dengan beberapa pengungsi, menurut mereka, penyaluran bantuan buat pengungsi masih belum merata. Beberapa lokasi pengungsian dapat menerima langsung bantuan dari pihak di luar daerah, sedangkan posko pengungsian lainnya sama sekali tidak menerima bantuan tersebut.

Dampak dari pengungsian biasanya akan muncul penyakit-penyakit umum seperti diare, ISPA, hipertensi, gastritis, conjungtivitis, anxietas dan penyakit lain yang biasa terjadi dipengungsian. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Maret 2014, penyakit di pengungsian di bagi kedalam 7 jenis penyakit yaitu Anxietas total kasusnya berjumlah 1.558 kasus, ISPA 87.524 kasus, conjungtivitis 3.945 kasus, gastritis 25.131 kasus, diare 5.239 kasus, hipertensi 4.341 kasus dan penyakit lainnya 13.501 kasus, sehingga untuk mengatasi penyakit tersebut diperlukan pengobatan.

(23)

manajemen logistik yang baik dan benar. Perencanaan obat adalah salah satu fungsi menentukan dalam proses pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, yang bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar. Untuk melaksanakan perencanaan obat dengan baik, maka diperlukan manajemen logistik. Manajemen logistik adalah suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat (subagya, 1994).

Dalam memenuhi kebutuhan obat diperlukan pengelolaan dan perencanaan yang baik. Dalam hal ini selaku pelaksana teknis dan leading sektor bidang pembangunan kesehatan di daerah adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah, setiap Kabupaten/Kota mempunyai struktur dan kebijakan sendiri dalam pengeloaan obat, selanjutnya Pengelola Obat Kabupaten/Kota disebut dengan “Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (UPOPPK) Kabupaten/Kota. (Kepmenkes RI No. 1121/Menkes/SK/XII tahun 2008).

(24)

Sistem manajemen logistik pengelolaan dan penggunaan obat kabupaten /kota mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu: perumusan kebutuhan atau perencanaan (selection), pengadaan (procurement), distribusi (distribution) dan penggunaan obat (use). Keempat fungsi tersebut didukung oleh penunjang pengelolaan yang terdiri dari organisasi (organization), pembiayaan dan kesinambungan (financing andsustainability), pengelolaan informasi (information management) danpengelolaan

dan pengembangan SDM (human resources magament). Pelaksanaan keempat fungsi dasar dan keempat elemen sistem pendukung pengelolaan tersebut didasarkan pada kebijakan (policy) dan atau peraturan perundangan yang mantap serta didukung oleh kepedulian masyarakat dan petugas kesehatan terhadap program bidang obat dan pengobatan. (Badan pengawasan obat dan makanan, 2001).

Berdasarkan Kepmenkes RI No. 059/Menkes/SK/I/XII tahun 2011 tentang pedoman pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan pada penanggulangan bencana setiap daerah bencana harus memiliki standar yaitu standar perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dalam penanggulangan bencana sesuai kebutuhan, penyediaan dan penerimaan obat dan perbekalan kesehatan dalam penanggulangan bencana, penyimpanan dan pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan dalam penanggulangan bencana, pencatatan,evaluasi dan pelaporan dan pemusnahan.

(25)

perencanaan pengadaan obat antara lainuntuk : Mengetahui jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan, menghindari terjadinya kekosongan obat, meningkatkan penggunaan obat yang rasional dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Permasalahan yang kerap timbul dalam penanganan bencana di Indonesia adalah masalah ketersediaan obat, diskoordinasi, keterlambatan transportasi dan distribusi, serta ketidaksiapan lokal dalam pemenuhan sarana dan prasarana. Oleh karena itu, dalam rangka pengurangan dampak resiko perlu penguatan upaya kesehatan pada tahap sebelum terjadi (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan) (Depkes, R.I, 2007).

(26)

dibagian perbekalan kesehatan yang berjumlah 7 staff mendistribusikan langsung ke posko-posko kesehatan. Dikatakan bahwa di dalam permintaan obat diharapkan diposko kesehatan harus ada buffer stock terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi kekosongan obat diposko kesehatan. (Hasil rekaman wawancara )

Berdasarkan hasil wawancara dari koran online yaitu Berita satu.com, pada salah atu pengungsi yang bernama Budi Ginting (45 tahun) yang berasal dari Tigan Derket pada tanggal 18 Januari 2014, didapatkan informasi bahwa banyak permasalahan yang mereka hadapi selama Gunung Sinabung erupsi, dimana selain kehilangan mata pencaharian dari bertani, rumah rusak dan pangan, minuman maupun obat-obatan masih mengalami kekurangan. Hasil wawancara dengan Koordinator Media Center Posko Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung, Jhonson Tarigan menyampaikan ada 35 pengungsi yang terpaksa menjalani perawatan dirumah sakit. Pengungsi lebih dominan terserang penyakit asma, demam, dehidrasi, hipertensi, stres, perdarahan, ginjal dan usus buntu. Jumlah pengungsi yang rawan terserang penyakit paru pun dipastikan tidak sedikit, setiap hari banyak pengungsi yang tidak menggunakan masker. Stok alat penutup hidung itu terkadang habis.

(27)

terdeteksi. Hasil wawancara dengan Tomi Hendrawan, dokter khusus bencana dari Dokter Indonesia Bersatu (DIB) yaitu “semalam kami temukan ada campak dan cacar air di pos pengungsian gedung serba guna KNPI yang mendera anak, artinya ini adalah wabah tetapi tidak terdeteksi dari awal”.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “ Perencanaan Kebutuhan Obat dan Perencanaan Pendistribusian Obat Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Pada Masa Tanggap Darurat bencana erupsi gunung sinabung 2014.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

Bagaimana Perencanaan Kebutuhan Obat dan Perencanaan Pendistribusian Obat Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Pada Masa Tanggap Darurat bencana erupsi gunung sinabung

1.3.Pertanyaan Penelitian

(28)

tanggap darurat bencana erupsi gunung sinabung. Oleh karena itu akan muncul beberapa pertanyaan penelitian antara lain :

1. Bagaimana menentukan kebutuhan obat sesuai jenis, jumlah dan dosis obat yang dibutuhkan ketika bencana erupsi gunung sinabung

2. Bagaimana sistem pendistribusian obat ketika bencana erupsi gunung sinabung

1.4.Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui metode atau cara yang baik dan sesuai dalam membuat Perencanaan Kebutuhan Obat dan perencanaan pendistribusian obat Ketika masa tanggap darurat bencana erupsi gunung sinabung di Dinas Kesehatan Kabupaten Karo.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini diantaranya adalah untuk :

a. Terlaksanakannya sistem perencanaan obat yang baik dan benar sehingga

dapat memenuhi kebutuhan obat sesuai jenis, dosis dan jumlah obat berdasarkan penyakit yang ada ketika bencana erupsi Gunung Sinabung.

b. Terlaksanakannya sistem perencanaan pendistribusian obat yang baik dan

(29)

1.5.Manfaat Penelitian

1. Menjadi masukan bagi Dinas kesehatan Kabupaten Karo terutama bagian

pelayanan kesehatan khususnyan seksi perbekalan kesehatan dalam melaksanaan manajemen logistik pengelolaan obat.

2. Bagi Ilmu Kesehatan Masyarakat, diharapkan sebagai referensi yang dapat

menunjang proses belajar mengajar untuk kepentingan pendidikan dan penelitian terutama tentang manajemen logistik pengelolaan obat.

3. Bagi Peneliti dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuan didalam ilmu

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Manajemen Logistik 2.1.1. Pengertian Manajemen

Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengatur dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urut dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yg di inginkan. Menurut George R Tery, manajemen adalah proses sesuatu atau yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan planning, organizing, actuating dan controlling. Bidang yang digunakan baik ilmu pengetahuan maupun keahlian dan yang diikuti secara berurutan dalam rangka usaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

(31)

2.2.Pengertian Manajemen Logistik

Manajemen logistik adalah suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat (subagya : 1994).

Martin (1988) mengartikan manajemen logistiksebagai proses yang secara strategik mengatur pengadaan bahan (procurement), perpindahan dan penyimpanan bahan, komponen dan penyimpanan barang jadi (dan informasi terkait) melalui organisasi dan jaringan pemasarannya dengan cara tertentu

Menurut Indrawati (1999) ”Manajemen logistik obat adalah proses pengelolaan yang strategis mengenai pengadaan, distribusi dan penyimpanan obat dalam upaya mencapai kinerja yang optimal”.

2.2.1. Dasar-dasar Fungsi Manajemen Logistik Obat

Pengelolaan obat merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Proses pengelolaan obat dapat terwujud dengan baik apabila didukung dengan kemampuan sumber daya yang tersedia dalam suatu sistem. Tujuan utama pengelolaan obat Kabupaten / Kota adalah tersedianya obat yang berkualitas baik, tersebar secara merata, jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di unit pelayanan kesehatan. (Badan pengawas obat dan makanan, 2001)

(32)

1. Tersedianya rencana kebutuhan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan PKD di Kabupaten / Kota

2. Tersedianya anggaran pengadaan obat yang dibutuhkan sesuai dengan waktunya 3. Terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efisien

4. Terjaminnya penyimpanan obat dengan mutu yang baik

5. Terjaminnya pendistribusian obat yang efektif dengan waktu tunggu (lead time) yang pendek

6. Terpenuhinya kebutuhan obat yang mendukung PKD sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang dibutuhkan

7. Tersedianya sumber daya manusia (SDM) dengan jumlah dan kualifikasi yang

tepat.

8. Digunakannya obat secara rasional sesuai dengan pedoman yang disepakati. 9. Tersedianya informasi pengelolaan dan penggunaan obat yang sahih, akurat dan

mutkakhir.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Sistem Pengelolaan dan Penggunaan Obat Kabupaten / Kota mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu : perumusan kebutuhan (selection), pengadaan (procurement), distribusi (distribution) dan penggunaan obat (use). Keempat fungsi tersebut didukung oleh penunjang pengelolaan yang terdiri dari organisasi (organization), pembiayaan dan kesinambungan (financing andsustainability), pengelolaan informasi (information management) danpengelolaan

(33)

kebijakan (policy) dan atau peraturan perundangan yang mantap serta didukung oleh kepedulian masyarakat dan petugas kesehatan terhadap program bidang obat dan pengobatan. Hubungan antara fungsi, sistem pendukung dan dasar pengelolaan obat dapat digambarkan seperti skema berikut :

Seleksi

Organisasi, Pembiayaan,

Manajemen Informasi,

SDM

Penggunaan Pengadaan

Distribusi

[image:33.612.122.502.228.535.2]

Kebijakan dan Perundang-undangan

Gambar 2.1. Siklus Pengelolaan Obat Sumber : Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2001

(34)

1. Mengetahui jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan, 2. Menghindari terjadinya kekosongan obat,

3. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional, 4. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Menurut Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Ditjen Yanfar dan Alkes Depkes RI) menyebutkan bahwa perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan diawali dari data yang disampaikan Puskesmas ke Unit Pengelola Obat / Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang selanjutnya dokompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan Kabupaten / Kota yang dilengkapi dengan teknik-teknik perhitungannya(KepmenkesRI No.1.412/Menkes/SK/XI/2002).

(35)

kebutuhan obat di Puskesmas. Ketepatan dan kebenaran data di Puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kabupatan / Kota. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yaitu formulir yang lazim digunakan di unit pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah.

Badan Pengawas Obat dan Makanan menyebutkan bahwa perencanaan kebutuhan obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat karena perencanaan kebutuhan akan mempengaruhi pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan. Tujuan perencanaan kebutuhan obat adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. (Badan pengawas obat dan makanan, 2001).

Dalam UU RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan kaitan dengan perencanaan obat, Bab V bagian ke-11 pasal 40 menyebutkan bahwa Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat Farmakologi Indonesia (FI) dan atau buku standar lain.

Menurut Kristin (2002) ada enam langkah utama yang harus dilakukan dalam proses perencanaan obat :

(36)

3. Menetapkan prioritas

4. Menggambarkan keadaan setempat dan ketersediaan sumber daya 5. Mengidentifikasi kelemahan dalam proses logistik

6. Membuat rancangan perbaikan

Data yang diperlukan untuk mendukung proses proses perencanaan obat antara lain :

1. Data populasi total di suatu wilayah dan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun.

2. Data status kesehatan yang menyangkut angka penyakit terbanyak pada dewasa dan anak.

3. Data yang berkaitan dengan obat, seperti jumlah penulis resep (prescriber), jumlah biaya yang tersedia, jumlah farmasis dan asisten apoteker dan jumlah item obat yang tersedia di pasaran.

2.2.2. Fungsi Dasar Manajemen Logistik dalam Pengelolaan Obat 2.2.2.1.Perumusan Kebutuhan atau Perencanaan

Proses perencanaan kebutuhan obat merupakan kegiatan utama sebelum melakukan proses pengadaan obat. Langkah-langkah yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan kebutuhan obat berdasarkan Kepmenkes RI No. 1121/Menkes/SK/XII tahun 2008, antara lain :

1. Tahap Pemilihan Obat

(37)

yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi :

a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan dengan risiko efek samping yang ditimbulkan

b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin untuk menghindari duplikasi dan

kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

c. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk terapi yang lebih baik d. Menghindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi tersebut

mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal. Kriteria pemilihan obat:

Sebelum melakukan perencanaan obat perlu diperhatikan kriteria yang dipergunakan sebagai acuan dalam pemilihan obat, yaitu:

a. Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit b. Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah c. Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal

d. Obat memiliki mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun bioavailabilitasnya

e. Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik

(38)

pilihan diberikan kepada obat yang :

• Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah

• Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan

• Stabilitas yang baik • Paling mudah diperoleh

g. Harga terjangkau

h. Obat sedapat mungkin sediaan tunggal

Untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi harus mempertimbangkan: a. Kontra Indikasi

b. Peringatan dan Perhatian c. Efek samping

d. Stabilitas

Pemilihan obat didasarkan pada obat generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku.

2. Tahapan Kompilasi Pemakaian Obat

(39)

Informasi yang diperoleh adalah :

a. Pemakaian tiap jenis obat masing-masing unit pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun

b. Presentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakain setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas

c. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat kabupaten/kota secara periodik.

3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat

Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tepat. Perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas.

a. Metode konsumsi

Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Pengumpulan dan pengolahan data

2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi 3) Perhitungan perkirakan kebutuhan obat

4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana

(40)

Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode konsumsi : 1) Daftar obat

2) Stok awal

3) Penerimaan

4) Pengeluaran 5) Sisa stok

6) Obat hilang/rusak, kadaluarsa

7) Kekosongan obat

8) Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun

9) Waktu tunggu

10) Stok pengaman

11) Perkembangan pola kunjungan Rumus:

A = ( B+C+D) – E

Ket: A = Rencana Pengadaan

(41)

b. Metode Morbiditas

Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Faktor- faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman.

Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah :

1) Menetapkan pola penyakit berdasarkan kelompok umur – penyakit

2) Menyiapkan data populasi penduduk

Komposisi demografi dari populasi yang akan di klasifikasikan berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara :

• 0 s/d 4 tahun • 5 s/d 14 tahun

• 15 s/d 44 tahun

• ≥ 45 tahun

3) Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi

pada kelompok umur yang ada

4) Menghitung frekuensi kejadian masing- masing penyakit pertahun untuk

seluruh populasi pada kelompok umur yang ada

5) Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat

menggunakan pedoman pengobatan yang ada.

6) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahunanggaran yang akan

(42)

4. Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat

Proyeksi kebutuhan obat adalah perhitungan kebutuhan obat secara komprehensif dengan mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada periode yang masih berjalan dari berbagai sumber anggaran.

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah :

a. Menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang. Stok akhir

diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata/bulan ditambah stok pengaman.

b. Menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan obat periode tahun yang kan datang. Perkiraan kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut :

a = b + c + d – e -f

Ket :

a = Perkiraan kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang

b = Kebutuhan obat dan pembekalan kesehatan untuk sisa periode berjalan (sesuai tahun anggaran yang bersangkutan)

c = Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang

d = Perkiraan stok akhir tahun (waktu tunggu dan stok pengaman)

e = Stok awal periode berjalan atau sisa stok per 31 Desember tahun sebelumnya di unit pengelola obat

(43)

c. Menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan cara :

1) Melakukan analisis ABC – VEN

2) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran

yang tersedia.

d. Pengalokasian kebutuhan obat berdasarkan sumber anggaran dengan melakukan

kegiatan :

1) Menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing – masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber

2) Menghitung presentase anggaran masing – masing obat terhadap total

anggaran dari semua sumber

3) Menghitung presentase anggaran masing – masing obat terhadap total

anggaran dari semua sumber.

e. Mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan obat, dengan menggunakan formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat

5. Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat

(44)

a. Analisa ABC

Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu :

Kelompok A :

Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan. Kelompok B :

Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20% dari jumlah dana obat keseluruhan. Kelompok C :

Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan. Langkah – langkah menentukan kelompok A, B dan C

1) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara

mengalikan kuantuk obat dengan harga obat.

(45)

4) Hitung kumulasi persennya

5) Obat kelompok A termasuk dalam konsumsi 70%

6) Obat kelompok B termasuk dalam konsumsi > 70% s/d 90% 7) Obat kelompok B termasuk dalam konsumsi > 90% s/d 100% b. Analisa VEN

Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut :

Kelompok V

Adalah kelompok obat vital, yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: • Obat penyelamat (life saving drugs)

• Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll)

• Obat untuk mengatasi penyakit-penyakitpenyebab kematian terbesar

Kelompok E

Adalah kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.

Kelompok N

Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.

(46)

a. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia. Obat-obatan yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokkan obat menurut VEN.

b. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar

diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria penentuan VEN. Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah.

Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek antara lain : • Klinis

• Konsumsi

• Target kondisi

• Biaya

Langkah – langkah menentukan VEN

• Menyusun kriteria menentukan VEN

• Menyediakan data pola penyakit

• Merujuk pada pedoman pengobatan

(47)

dalam upaya pelayanan kesehatan. Sebab obat bukan hanya untuk menyembuhkan penderita saja, akan tetapi secara tidak langsung obat berguna untuk mencegah, mengurangi, menekan dan memberantas berbagai jenis penyakit. Oleh karena itu obat perlu dikelola secara efektif dan efisien agar dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Masalah yang sering dihadapi diantaranya bagaimana melakukan perencanaan kebutuhan obat, jenis obat apa saja yang harus disediakan, bagaimana memperkirakan kebutuhan obat di berbagai populasi dan bagaimana menjamin mutu dan keamanan obat bagi setiap individu penggunanya. Masalah bisa ditanggulangi apabila proses perencanaan suplai obat didasarkan pada kriteria tententu. Pada kenyataannya proses perencanaan kebutuhan obat bukan merupakan hal yang mudah, karena suplai obat merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan berkaitan dengan komponen lain. Misalnya sebelum merencanakan kebutuhan obat harus mengetahui informasi tentang besar populasi yang akan dicakup, pola morbiditas dan mortalitas penyakit (angka kesakitan dan kematian akibat penyakit), anggaran yang tersedia serta perkiraan obat yang dibutuhkan di masa mendatang.

Perkiraan kebutuhan obat dalam suatu populasi harus ditetapkan dan ditelaah secara rutin agar penyediaan obat sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga metode untuk memperkirakan kebutuhan obat dalam populasi :

(48)

metode ini diperlukan data akurat mengenai data prevalensi penyakit yang sering diderita oleh masyarakat termasuk kelompok umur yang rentan terhadap masing-masing penyakit. Hal ini tentu diperlukan survai atau pengumpulan data rutin mengenai pola epidemiologi penyakit (morbiditas dan mortalitas) di daerah

setempat. Population based merupakan metode ideal untuk menghitung

kebutuhan obat secara riil. Untuk dapat menggunakan metode ini diperlukan ketersediaan dana yang cukup untuk mengatasi setiap morbiditas penyakit secara adekuat.

2. Berdasarkan jenis pelayanan kesehatan (service based)

Service based merupakan metode penghitungan kebutuhan obatberdasarkan jenis

pelayanan kesehatan yang teredia serta jenis penyakit yang pada umumnya ditangani oleh masing-masing pusat pelayanan kesehatan. Berbeda dengan metode population based yang berdasarkan pola epidemiologi penyakit, service based lebih mendasarkan pada jumlah dan jenis pelayanan kesehatan yang ada.

Secara teknis metode ini lebih tertuju pada kondisi penyakit tertentu yang ditangani oleh unit pelayanan kesehatan yang ada, yang biasanya hanya menyediakan jenis pelayanan kesehatan tertentu saja. Metode ini kurang menggambarkan kebutuhan obat dalam populasi yang sebenarnya, karena pola penyakit masyarakat yang tidak berkunjung ke pusat pelayanan kesehatan tidak tergambarkan dengan baik.

3. Berdasarkan pemakaian obat tahun sebelumnya (consumption based)

(49)

data pemaikaian obat tahun sebelumnya. Perkiraan kebutuhan obat dengan metode ini pada umumnya bermanfaat bila data penggunaan obat dari tahun ke tahun tersedia secara lengkap dan konsumsi di unit pelayanan kesehatan bersifat konstan atau tidak fluktuatif.

2.2.2.2.Pengadaan (Procurement)

Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kesehatan Propinsi dan Kabupaten / Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah dan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Tujuan pengadaan obat adalah :

1. Tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan

2. Mutu obat terjamin

3. Obat dapat diperoleh pada saat dibutuhkan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat antara lain: 1. Kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan

2. Persyaratan pemasok

3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat 4. Penerimaan dan pemeriksaan obat

(50)

Ada beberapa kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan antaralain :

1. Obat termasuk dalam Daftar Obat Publik, Obat Program Kesehatan, Obat

Generik yang tercantum dalam DOEN yang masih berlaku

2. Obat telah memiliki Izin Edar atau Nomor Regristrasi dari Departemen

Kesehatan RI

3. Batas kedaluwarsa obat pada saat pengadaan minimal 3 tahun dan dapat

ditambah 6 bulan sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa untuk diganti dengan obat yang masa kedaluwarsanya lebih jauh

4. Obat memiliki Sertifikat Analisa dan Uji Mutu yang sesuai dengan nomor batch masing-masing produk

5. Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat CPOB

6. Obat termasuk dalam katagori VEN

Listiani mengatakan bahwa hasil evaluasi pengadaan obat padatahun 2001 terdapat beberapa hal antara lain :

1. Penyediaan kebutuhan obat masih terkesan klasik dalam arti kurang variatif dan belum sepenuhnya mengakomodir kebutuhan

2. Banyak mengacu pada kebutuhan tahun lalu dengan pertimbangan berdasarkan

konsumsi tahun lalu dan trend penyakit

3. Belum menggambarakan inovasi akibat masih dalam “mencari pola”

4. Ketidakjelasan informasi sehingga masih mengintip dan mencari informasi

(51)

Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa upaya yang perludilakukan antara lain :

1. Perencanaan kebutuhan obat memerlukan strategi yang dapat mengakomodir

kebutuhan masyarakat dan lingkungan. Perencanaan yang sekarang masih mencari pola baru dan masih belum mengacu konsep dasar ilmiah yang seharusnya dilakukan

2. Keraguan dari pelaksana dalam mencari bentuk perencanaan di era otonomi

daerah yang dapat mengakomodir antara riil kebutuhan masyarakat dan dari pelaksana Puskesmas yang semakin beragam permintaan

(52)
[image:52.612.116.316.173.538.2]

Prosedur pengadaan obat yang telah berjalan selama ini dapatdigambarkan dalam skema berikut.

Gambar 2.2. Prosedur Pengobatan

(53)

koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi terkait dengan masalah obat di setiap Kabupaten / Kota.(Kepmenkes RI No. 1412/Menkes/SK/2002).

Manfaat Perencanaan Obat terpadu antara lain: 1. Menghindari tumpah tindih penggunaan anggaran

2. Keterpaduan dalam evaluasi, penggunaan dan perencanaan 3. Kesamaan persepsi antara pemakai obat dan penyedia anggaran 4. Estimasi kebutuhan obat lebih tepat

5. Koordinasi antara penyedia anggaran dan pemakai obat 6. Pemanfaatan dana pengadaan obat dapat lebih optimal

Adapun susunan Tim Perencanaan Obat Terpadu terdiri dari dari beberapa unsur antara lain :

1. Ketua : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota 2. Sekretaris : Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota 3. Anggota terdiri dari unsur antara lain :

a. Sekretariat Daerah

b. Badan Perencanaan Daerah c. Dinas Kesehatan

d. Rumah Sakit Umum Daerah

e. PT Askes Indonesia f. Kepala Puskesmas

(54)

1. Mengevaluasi semua aspek pengadaan obat tahun sebelumnya 2. Mengevaluasi ketersediaan anggaran dan jumlah pengadaan obat

3. Merencanakan kebutuhan obat berdasarkan estimasi kebutuhan obat publik untuk Unit Pelayanan Kesehatan Dasar dan Program Kesehatan untuk tahun berikutnya berdasarkan data dari Unit Pelayanan Kesehatan

Menurut Thabrany (2005), hasil evaluasi Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) Depkes RI tahun 1996, terdapat beberapa kendala dalam pengelolaan obat di Kabupaten / Kota antara lain :

1. Anggaran pengadaan obat dari berbagai sumber untuk pelayanan kesehatan dasar dan program kesehatan yang ditetapkan oleh Kabupaten / Kota pada umumnya tidak mencukupi kebutuhan

2. Pengelolaan obat yang berasal dari berbagai sumber anggaran belum berjalan seperti yang diharapkan

3. Perencanaan obat belum sepenuhnya memperhitungkan semua sumber anggaran

yang ada

4. Pendistribusian obat masih belum memenuhi jadwal distribusi yang ditetapkan karena keterbatasan dana dan sarana yang ada

5. Penggunaan obat yang irasional. Peresepan obat pada umumnya belum

berdasarkan standar pengobatan yang telah ditetapkan. Apabila penggunaan obat irasional dapat ditekan, maka dapat menghemat

biaya sebesar 28 %.

(55)

Penyaluran/distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan antara lain :

• Sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas (kamar obat,

laboratorium)

• Puskesmas Pembantu

• Puskesmas Keliling

• Posyandu

• Polindes

Efisiensi pelaksanaan fungsi pendistribusian ini juga secara tidaklangsung akan mempengaruhi kecermatan dan kecepatan penyediaan,oleh karena itu harus ditetappkan prosedur baku pendistribusian bahan logistik, meliputi:

1) Siapa yang berwenang dan bertanggung jawab mengenai kebenaran dan

kewajaran permintaan bahan, baik mengenai jumlah, spesifikasi maupun waktu penyerahannya. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi pemborosan atau pengeluaran yang tidak perlu.

2) Siapa yang berwenang dan bertanggung jawab menyetujui permintaan dan

pengeluaran barang dari gudang. Di Rumah Sakit Pemerintah biasanya penanggung jawab gudang sekaligus bertindak selaku Bendaharawan Barang.

(56)

Kemudian setiap hari petugas gudang mengecek beberapa banyak bahan yang telah di gunakan, kemudian mengisi kembali agar jumlah bahan tetap

Dalam kegiatan distribusi obat Puskesmas, berhubungan dengan beberapa hal: – Menentukan frekuensi distribusi

– Menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan

– Melaksanakan penyerahan obat

Pencatatan pendistribusian obat meliputi pencatatan dalam: • Kartu Rencana Distribusi

• Buku harian pengeluaran obat

• Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)

[image:56.612.127.510.384.655.2]

• Surat kiriman obat.

(57)

2.2.2.4.Penggunaan (Use)

Penggunaan obat yang dilakukan sesuai dengan permintaan dan jenis penyakit yang ada. Sehingga di dalam sistem penggunaan, memastikan kebutuhan dan sistem distribusi sangat menentukan.

2.3.Jenis Penyakit, Obat Pada Keadaan Bencana 2.3.1. Jenis Penyakit

[image:57.612.109.531.403.478.2]

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Buku Peta Bencana di Indonesia, beberapa jenis penyakit dan kelainan yang sering ditemukan pada keadaan bencana dan ditempat pengungsian adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1Jenis Penyakit Keadaan Bencana di Pengungsian

1. Diare 6. ISPA 11.Campak

2. Thypoid 7. Penyakit Kulit 12.Penyakit mata

3. Kurang gizi 8. Stress 13.Asma

4. Malaria 9. Hipertensi 14.DBD

5. Gastritis 10.Myalgia 15.Tetanus

(58)
[image:58.612.118.522.143.506.2]

Tabel 3.2. Jenis Bencana dan Penyakit

No. Jenis Bencana Jenis Penyakit yang Sering Divitis, Ditemukan

1. Banjir Diare / Amubiasis, Dermatitis, ISPA, Asma, Leptospirosis, Conjuctivitis, Gastritis, Trauma/Memar.

2. Longsor Diare / Amubiasis, Dermatitis, ISPA, Asma, Leptospirosis, Conjuctivitis, Gastritis, Trauma/Memar.Leptospirosis, Conjuctivitis, Gastritis,

Trauma/Memar, Fraktur Tulang, Luka Sayatan dan Hipoksia.

3. Gempa / Gelombang Tsunami

Luka memar, Luka sayatan, ISPA, Gastritis, Patah Tulang, Malaria, Asma, Penyakit Mata, dan Penyakit Kulit

4. Konflik Sosial

(Kerusuhan)/Huru hara

Luka memar, Luka sayatan, luka bacok, Patah tulang, Diare, ISPA, Malaria, Gastritis, Penyakit Kulit, Campak, Hipertensi dan Gangguan Jiwa.

5. Gunung Meletus ISPA, Diare, Conjunctivitis, Luka Bakar 6. Kebakaran :

• Hutan • Pemukiman • Bom • Asap

Conjunctivitis, Luka Bakar, Myalgia, Gastritis, Asma dan ISPA.

Selain akibat langsung dari bencana, beberapa penyakit yang sering menjadi penyebab utama kematian ditempat pengungsian adalah campak, diare, ISPA dan Malaria. Penyediaan obat untuk keempat jenis penyakit tersebut perlu mendapat perhatian khusus. (Permenkes RI No.59/Menkes/SK/I/2011)

2.3.2. Jenis Obat yang Harus Disediakan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

(59)

ketika bencana erupsi gunung Sinabung. Sesuai dengan Pedoman pengobatan Dasar di puskesmas, 2007 jenis obatnya adalah :

1. ISPA

ISPA singkatan dari saluran pernapasan akut atau URI (under respiratory infection) adalah penyakit infeksi yang bersifat akut dimana melibatkan organ saluran pernafasan mulai dari hidung, sinus, laring hingga alveoli.

a. Pneumonia

Penatalaksanaan pneumonia adalah : 1) Kotrimoksazol, dimana dosisnya :

• Bayi 2 – 12 Bulan : 2 x ¼ tablet

• 1 – 3 Tahun : 2 x ½ Tablet • 3 – 5 Tahun : 2 x 1 Tablet

• > 5 Tahun : 2 x 2 Tablet

2) Antibiotik adalah amoksilin atau ampisilin

3) Pada dewasa diberikan penisilin atau ampisilin 1 gram 4 x sehari jika alergi penisilin digantikan eritromisin 4 x sehari

4) Masker

b. Non Pneumonia

(60)

Masker, Dekstrometrorfan tablet dan syrup, GG, CTM, Parasetamol tablet dan syrup, efedrin Tablet.

c. Influenza

Penatalaksanaan influenza adalah : 1) Parasetamol, dimana dosisnya :

• Anak - anak : 10 mg/kgBB. 3-4 x sehari

• Dewasa : 500 mg 3 x sehari

2) Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder 2. Diare

Diare adalah keadaan buang air dengan banyak cairan dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lain

Penatalaksanaan Diare adalah :

1) Pada Penderita diare tanpa dehidrasi : (terapi A)

• Berikan cairan ( Oralit) samapi diare Stop, sebagai petunjuk berikan setiap

habis BAB

 Anak < 1 tahun : 50 – 100 ml

 Anak 1 – 4 tahun : 100 – 200 ml

 Anak > 5 Tahun : 200 – 300 ml

 Dewasa : 300 – 400 ml

(61)

2) Pada Penderita diare dengan dehidrasi ringan - sedang: (terapi B) • Oralit diberikan 75 ml/kg BB dalam 3 Jam, jangan dengan botol

3) Pada Penderita diare dengan dehidrasi berat : (terapi C)

• Berikan Ringer laktat (RL) 100 ml yang terbagi dalam beberapa waktu

• NaCl 0,9 %, metronidazol, Infus Set, Abocath, Wing Needle, Handschoen

Tabel 3.3. Pemberian Obat

Umur Pemberian Pertama 30 ml/Kg

Pemberian Kemudian 70 ml/Kg

Bayi (<12 Bulan) Dalam 1 Jam Dalam 5 Jam

> 12 Bulan Dalam 30 Menit 2,5 Jam

3. Conjunctivitis

Penyakit yang menyerang organ penglihatan/Mata. Penatalaksanaannya conjunctivitis adalah :

• Cloramfenikol tetes mata yang diberikan 4 – 6 kali/hari • Salep antibiotika Cloramfenikol atau tetrasiklin

4. Luka Bakar

Luka bakar adalah cedera pada jaringan tubuh akibat panas, bahan kimia maupun arus listrik.

(62)

• Krim Anti Biotik (seperti Perak Sulfadiazin), Verban/Sofratule,

Amoksisilin/Ampicillin, Plaster, Kapas, Abocath, Cairan Infus (RL, NaCl), Handschoen, Wing Needle, Alkohol 70%

5. Campak

Penatalaksanaan luka bakar adalah :

• Pemberian Vaksin Campak (bila ada kasus baru), Vitamin A.

6. Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi yang dsebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopeles betina.

Penatalaksanaan Malaria adalah : 1) Malaria Farciparrum

• Lini 1 : Artesunate + Amodiaguin dosis tunggal Selama 3 Hari +Primakuin

pada hari 1

Artesunate : 4 mg/kgbb/hari Amodiaquin : 10 mg/kgbb/hari Primakuin : 0,75 mg/kgbb/hari

• Lini II : Kina Terasiklin/Doksisiklin selama 7 hari + Primakuin pada hari 1

Kina : 10 mg/kgbb/kali (3 x sehari) selama 7 hari

(63)

Doksisiklin ( 8 – 14 tahun ) : 2 mg/kgbb/kali (2 x sehari)selama 7 hari Tetrasiklin : 4 – 5 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7 hari

Primakuin : 0,75 mg/kgbb/hari

2) Malaria Vivax

• Lini 1 : Klorokuin dosis tunggal perhari selama 3 hari + Primakuin selama 14

hari

Klorokuin : Hr 1 : 10 mg, Hr 2 : 10 mg, Hr 3 : 5 mg Primakuin : 0,25 – 0,5 mg/kgbb/hr selama 14 hari • Lini II : Kina (3 x sehari ) selama 7 hari

• Primakuin : 0,25 mg/kgbb/hr selama 14 hari

3) Malaria Mix ( Malaria Farciparrum + Malaria Vivax)

• Artesunate + Amodiaquin (selama 3 hari) + Primakuin selama 14 hari

Artesunate : 4 mg/kgbb/hari Amodiaquin : 10 mg/kgbb/hari

Primakuin : 0,25 -0,5 mg/kgbb/hari selama 14 hari 7. Varisela / Cacar

Varisela atau cacar air adalah penyakityang ditandai dengan vesikel dikulit dan selaput lendir dan menular melalaui percikan ludah dan kontak.

(64)

• Bila terjadi infeksi sekunder : suntikan penisilin prokain 50.000 IU/kgbb/hr

selama 3 hari atau beri amoksilin 25 – 50 mg/kg/bb/hari peroral

• Bila perlu berikan asiklovir 200 – 400 mg 5x sehari pada awal penyakit selama 7

hari

2.4.Obat

2.4.1. Pengertian Obat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, obat adalah bahan yang digunakan untuk mengurangi, menghilangkan penyakit atau menyembuhkan seseorang dari penyakit. (Depdikbud, 1990). Dari pengertian tersebut tampak bahwa pengertian obat dalam arti yang sempit hanya untuk proses penyembuhan saja. Padahal obat bukan hanya digunakan untukpenyembuhan terhadap penyakit saja, tetapi juga digunakan untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan dan memulihkan kesehatan bahkan dapat juga digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit.

Menurut Bahfen (2006), bahwa obat merupakan bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, mengobati penyakit, memulihkan kesehatan dan mendiagnosa suatu penyakit yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh.

(65)

Menurut Anief(2003), definisi obat ialah suatu zat yang digunakan untuk diagnose pengobatan, melunakan, menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia dan hewan.

Beberapa istilah yang perlu diketahui tentang obat, antara lain :

1. Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan Farmako Indonesia (FI) atau buku lain

2. Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si

pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya

3. Obat baru adalah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik sebagai bagian yang berkhasiat maupun yang tidak berkahasiat, misalnya lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu (vehiculum) atau komponen lain yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat dan keamanannya

4. Obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat terbanyak yang meliputi diagnosa, profilaksis terapi dan rehabilitasi

(66)

Makanan BPOM) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi sebagian populasi yang harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau serta memiliki kemanfaatan yang tinggi baik untuk keperluan diagnostik, profilaksis terapetik dan rehabilitasi (Kepmenkes RI No.312/Menkes/SK/IX/2013).

2.5.Dinas Kesehatan

2.5.1. Pengertian Dinas Kesehatan

Dinas Kesehatan adalah suatu badan atau organisasi pemerintah yang memiliki jenjang, mulai dari tingkat Kabupaten sampai dengan tingkat pusat yang namanya kemenkes. Dinas kesehatan merupakan perpanjangan tangan dari tugas pokok Kementrian Kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten. Tetapi sehubungan dengan Otonomi daerah, maka setiap kepala dinas kesehatan dipilih dan tunduk kepada pemerintah daerah masing-masing.

2.5.2. Struktur Dinas Kesehatan Kabupaten Karo

(67)

Struktur Dinas Kesehatan Kabupaten Karo

Data Olah: Juli 2014

Kepala Dinas Kabupaten Karo

Kabid Pengendalian dan Peran SertaMasyarakat Kabid Kesehatan Keluarga Kabid P2PL Kabid Pelayanan Kesehatan Seksi Yankes Dasar Seksi Pengawasan Farmasi dan Makanan Seksi Perbekalan Kesehatan Seksi Kesehatan Keluarga

Seksi Gizi dan Usila Seksi Usaha Kesehatan Sekolah Seksi Imunisasi dan Surveilens Seksi Pengendalian Penyakit Seksi Kesehatan Lingkungan Seksi Perencanaan dan Pengendalian

Seksi Data dan Informasi Kesehatan Seksi Peran SertaMasyarakat dan Promkes Sekretaris Dinkes 1. Sub Bagian

Kepegawaian

2. Sub Bagian Keuangan 3. Sub Bagian Umum dan

(68)

2.6.Bencana

Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada masyarakat sehingga menyebabkan korban jiwa serta kerugian yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi materi, ekonomi maupun lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi menggunakan sumber daya yang dimiliki (IDEP, 2007). Berdasarkan penyebabnya, bencana dapat dikatagorikan menjadi tiga, yaitu bencana alam, bencana sosial dan bencana campuran.

(69)

didefenisikan sebagai peristiwa yang terjadi akibat kerusakan atau ancaman ekosistem dan terjadi kelebihan kapasitas yang terkena dampaknya. Dapat dijumpai terputusnya alat penunjang kehidupan (lifeline) dan tidak berfungsinya institusi medis (Zailani. Dkk, 2009).

Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,baik oleh faktor alam dan /atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta dan dampak psikologis (BNPB, 2008).

Bencana / Disaster juga merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak dan biasanya tidak terencana yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan normal, juga kerusakan lingkungan yang parah sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban yaitu

manusia beserta lingkungannya

2.6.1. Klasifikasi Bencana Alam

Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Bencana Alam Geologis

(70)

2. Bencana Alam Klimatologis

Bencana alam klimatologis merupakan bencana alam yang disebabkan oleh faktor angin dan hujan. Contoh bencana alam klimatologis adalah banjir, badai, banjir bandang, angin puting beliung, kekeringan, dan kebakaran alami hutan (bukan oleh manusia).

Gerakan tanah (longsor) termasuk juga bencana alam, walaupun pemicu utamanya adalah faktor klimatologis (hujan), tetapi gejala awalnya dimulai dari kondisi geologis (jenis dan karakteristik tanah serta batuan dan sebagainya). 3. Bencana Alam Ekstra-Terestrial

Bencana alam ekstra-terestrial adalah bencana alam yang terjadi di luar angkasa, contoh : hantaman/impact meteor. Bila hantaman benda-benda langit mengenai permukaan bumi maka akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi penduduk bumi (Ekawati, 2005)

2.6.2. Masa Tanggap Darurat

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. ( PP RI No.21 Tahun 2008).

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi: a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan

(71)

Pengkajian secara cepat dan tepat dilakukan untuk menentukan kebutuhan dan tindakan yang tepat dalam penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat dilakukan oleh tim kaji cepat berdasarkan penugasan dari kepala BNPB atau kepala BPBD. Dimana pengkajian dilakukan melalui identifikasi terh

Gambar

Gambaran Umum Lokasi Penelitian .........................................
Tabel
Gambar 2.1. Siklus Pengelolaan Obat
Gambar 2.2. Prosedur Pengobatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial

Salah satu bentuk pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai intelektual tinggi adalah melalui program akselerasi (percepatan belajar) adalah program

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh harga koefisien hubungan Chi Square antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan sikap Pernikahan Dini pada Remaja di

Di antara tantangan yang akan dihadapi adalah adanya paktik pemilu yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya; baik dari segi teknis pelaksanaan, situasi

 Urutan spektrum gelombang dari energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah ke tingkat energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah

Penilaian kelas merupakan bagian dari penilaian internal ( internal assessment ) untuk mengetahui hasil belajar peserta didik terhadap penguasaan kompetensi yang diajarkan oleh

Oleh karena itu, sebelum melakukan pembahasan terhadap RKUHP yang telah diserahkan pemerintah, maka pemerintah dan DPR seharusnya melakukan penyisiran dan evaluasi

Kuil-kuil yang menjadi tiang utama berdirinya Nichiren Shoshu mempunyai pemahaman yang berbeda dengan Taisekiji baik tentang anggapan Nichiren Daishonin sebagai Buddha,