• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revitalisasi Manajemen Pendidikan Muhammadiyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Revitalisasi Manajemen Pendidikan Muhammadiyah"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

50 26 SHAFAR - 11 RABIULAWAL 1432 H

TELAAH PENDIDIKAN

Revitalisasi Manajemen

Revitalisasi Manajemen

Revitalisasi Manajemen

Revitalisasi Manajemen

Revitalisasi Manajemen

Pendidikan Muhammadiyah

Pendidikan Muhammadiyah

Pendidikan Muhammadiyah

Pendidikan Muhammadiyah

Pendidikan Muhammadiyah

FARID SETIAWAN

S

ebagai salah satu organisasi sosial-keagamaan di Indonesia, Muhammadiyah identik dengan gerakan pendidikan. Hampir di setiap daerah di Indonesia terdapat lembaga pendidikan Muhammadiyah. Dengan kenyataan ini, menjadi wajar apabila sebagian kalangan ada yang menyebut Muhammadiyah sebagai raksasa pendidikan. Secara kuantitatif, prestasi Muhammadiyah dalam menyelenggarakan pendidikan memang belum ada yang mampu menandinginya.

Namun, jumlah kuantitatif tentu belum bisa dijadikan sebagai ukuran dalam menilai keberhasilan usaha pendidikan, terlebih bagi Muhammadiyah yang selama ini disebut sebagai pelopor pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. Berdasar pada banyak komponen evaluasi yang ada, salah satu indikator penilaian keberhasilan penyelenggaraan pendidikan terletak pada kualitas mutu penyelenggaraan. Persoalannya adalah, masih banyak lembaga pendidikan Muhammadiyah yang belum memiliki kualitas mutu yang memadai.

Problem Manajemen

Potret pendidikan Muhammadiyah yang telah digambarkan Yunan Yusuf, agaknya bisa dijadikan sebagai barometer dalam mengukur kualitas mutu pendidikan Muhammadiyah. Dalam makalah yang dipresentasikannya di Denpasar, Bali (29/11/2009), mantan Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah ini menyampaikan jika sampai saat ini hanya 0,02% sekolah atau madrasah Muhammadiyah yang bermutu, selebihnya hanya sekedar memenuhi kebutuhan agar anak bangsa bisa bersekolah.

Data yang disajikan Yunan tersebut tentu akan “menyayat hati” mereka yang saban hari mengelola lembaga pendidikan Muhammadiyah. Ternyata, masih banyak sekolah dan madrasah Muhammadiyah yang belum mampu bersanding dan bersaing secara kompetitif dengan lembaga pendidikan lain. Kendati demikian, itulah realitas dan tantangan yang dihadapi oleh setiap pengelola pendidikan Muhammadiyah. Persoalan kualitas mutu pendidikan yang tersaji itu, tentunya perlu diapresiasi lebih jauh sehingga dapat ditemukan akar masalah yang sesungguhnya.

Menurut hemat penulis, akar persoalan pendidikan Muhammadiyah itu terletak pada manajemen. Persoalan manajemen ini terlihat jelas ketika kita tengok pola penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah sehari-hari. Masih banyak terdapat sekolah dan madrasah Muham-madiyah yang belum dikelola secara memadai. Umum-nya, kedua institusi pendidikan Muhammadiyah tersebut masih menerapkan model manajemen tradisional. Barangkali, manajemen tradisional ini adalah implikasi dari pola penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah yang umumnya berlangsung secara buttom-up.

Warga masyarakat yang tergabung di Ranting atau Cabang Muhammadiyah (PRM/PCM) bersemangat untuk menyelenggarakan pendidikan di lingkungan tempat tinggalnya. Semangat seperti ini memang perlu dihargai. Tanpa adanya semangat warga masyarakat itu, niscaya Muhammadiyah tidak akan pernah memiliki amal usaha pendidikan sebesar sekarang ini. Namun demikian, modal semangat saja tidak akan pernah mampu menjawab kebutuhan pendidikan masa kini. Terlebih jika

Membincangkan masalah pendidikan merupakan suatu hal yang tiada pernah

kunjung usai. Setiap saat, selalu saja terdapat persoalan pendidikan yang perlu

dipecahkan. Datang dan perginya persoalan ini menandakan bahwa perputaran

roda pendidikan selalu berjalan secara dinamis, dan semestinya pula ditangkap

oleh pelbagai institusi penyelenggara pendidikan seperti Muhammadiyah.

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

(2)

51

SUARA MUHAMMADIYAH 03 / 96 | 1 - 15 FEBRUARI 2011

TELAAH PENDIDIKAN

dalam penyelenggaraannya tidak didasari oleh desain manajemen yang baik.

Bagi mereka, yang penting adalah dapat menyeleng-garakan pendidikan. Selebihnya diserahkan sepenuhnya kepada pihak pelaksana, yakni: kepala sekolah atau madrasah. Kewenangan kepala sekolah atau madrasah yang begitu besar ini jelas akan berimplikasi kurang baik bagi kelangsungan lembaga pendidikan yang dipim-pinnya. Sebab, hal ini sa-ngat memungkinkan terbentuk-nya kultur kepemimpinan dengan manajemen tersentral. Kepala sekolah atau madrasah yang diberi wewenang akan merasa jika maju dan mundurnya lembaga pen-didikan sangat tergantung pada dirinya. Sentralisasi ma-najemen inilah yang penulis maksud dengan mama-najemen tradisional itu.

Collective Based Management

Sepintas, pola manajemen tradisional memang ada baiknya. Semangat dan loyalitas kepala sekolah atau madrasah dalam memajukan lembaga pendidikan yang dipimpinnya dapat dilihat dari pola ini. Manajemen ini memang menghendaki sosok pemimpin yang berkharisma kuat sehingga dapat mengarahkan segenap warga sekolah atau madrasah dalam melaksanakan visi-misi yang hendak dikembangkannya. Namun, pelaksanaan mana-jemen ini secara berlarut-larut juga cukup membayakan bagi kelangsungan pendidikan Muhammadiyah.

Mengapa demikian? Sebab pendidikan Muham-madiyah yang mengembangkan personal based management ini memiliki ketergantungan kuat terhadap siapa yang memimpinnya. Hal inilah yang sejatinya tidak dikehendaki oleh KH Ahmad Dahlan. Pembaruan dan modernisasi manajemen yang dikembangkan oleh pendiri Muhammadiyah ini merupakan suatu langkah dalam meng-counter model personal based management yang dikembangkan oleh lembaga pendidikan Islam waktu itu. Adapun model manajemen yang ditawarkan oleh KH Ahmad Dahlan waktu itu adalah collective based management.

Dalam teori manajemen pendidikan modern, tawaran KH Ahmad Dahlan tersebut senyawa dengan model manajemen mutu terpadu. Model ini menghendaki adanya manajemen bersama, bukannya personal. Terdapat distribusi kewenangan di dalam model manajemen ini. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan ditentukan dan menjadi tanggungjawab bersama warga sekolah atau madrasah. Dengan demikian, model manajemen ini lebih berbasiskan kepada sistem.

Lewat pengelolaan pendidikan berbasis pada sistem, pendidikan Muhammadiyah dapat mengembangkan budaya mutu. Menurut Edward Sallis (2010: 7), lembaga pendidikan dapat dikatakan bermutu apabila telah memenuhi standar yang telah ditetapkan bersama. Standar ini meliputi dua hal, yaitu: quality in fact dan

quality in perception. Standar yang pertama bisa dilihat dari hasil (out put) pendidikan, sedangkan yang kedua berdasarkan kepuasan masyarakat. Dalam bahasa lain, apabila suatu lembaga pendidikan dapat menghasilkan lulusan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka ia dapat dikatakan sebagai institusi pendidikan bermutu.

Pola manajemen seperti inilah yang sekiranya perlu dikembangkan dalam lembaga pendidikan Muham-madiyah. Kesatuan visi dan misi warga sekolah yang didasari oleh pembagian tugas pokok masing-masing sa-ngat memungkinkan dilakukannya pembenahan sistem manajemen yang baik. Pembenahan ini bisa meliputi peningkatan kualitas produk, proses, layanan, lingkungan dan sumber daya manusia kependidikan. Lima komponen mutu ini hanya memungkinkan dilakukan apabila lembaga pendidikan Muhammadiyah telah menjalankan manaje-men berbasis sistem. Dengan demikian, revitalisasi ma-najemen pendidikan Muhammadiyah yang berbasis sis-tem dan kerja-kerja kolektif adalah suatu langkah yang tidak bisa dihindarkan dalam rangka meningkatkan kualitas mutu sekolah dan madrasah Muhammadiyah.l

_______________________________________________________ Penulis adalah mahasiswa pascasarjana UIN Sunan Ka-lijaga Yogyakarta, Konsentrasi Manajemen dan Kebi-jakan Pendidikan Islam, dan Sekretaris Redaksi Jurnal Tajdidukasi.

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Tchobanoglous, dkk, (1993) kegiatan yang terkait dengan pengelolaan sampah padat mulai dari timbulan sampah sampai ke pembuangan akhir telah dikelompokkan ke dalam enam

IBRAHIM ISA adalah satu dari ribuan orang eksil 65, yaitu mereka yang pada masa itu berada di luar Indonesia untuk belajar atau menjadi delegasi negara untuk menghadiri

Dapat dilihat dari perbandingan tersebut hasil perhitungan dengan menggunakan Metode Fuzzy sama dengan perhitungan rata-rata karena nilai input yang di proses pada setiap

kekurangan salah satunya dalam hal pembersihan produk gas. Agar didapatkan gas yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan bakar alternatif, maka pada tugas

salah satu alat bukti adalah bukti tertulis (tulisan), selanjutnya diperkuat lagi pada pasal 1874 KUH Perdata yang menyatakan bahwa salah satu bukti tulisan juga

Pada penelitian ini didapatkan hasil analisis yang menunjukkan bahwa rata-rata morfologi spermatozoa wistar jantan ( Rattus norvegicus ) setelah diberi perlakuan dengan

Kritik periwayatan hadis dilakukan juga oleh para ulama dengan cara yang dilakukan oleh para sahabat seperti contoh dimuka, terutama ketika terjadi penyebaran

Pada tahap berikutnya dilakukan konversi sistem, yaitu mengaplikasikan perangkat lunak pada lingkungan yang sebenarnya untuk digunakan oleh organisasi yang