• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasisk Perencanaan Partisipati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasisk Perencanaan Partisipati "

Copied!
216
0
0

Teks penuh

(1)

Asalamualaikum wr.wb

Puji syukur marilah kita haturkan rasa syukur kita kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita semua sehingga kita dapat menyelesaikan Laporan Akhir Studio Kota yang bertema kan “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism”. Rasa terimakasih kepada rekan

-rekan kelompok studio lembang yang terdiri atas 11 orang. Tidak lupa pula

kepada Dosen kami yaitu Pak Kani Mahardika ST.,MT , Bu Murni Tri Mulyani

ST , dan Pak Tatang Suheri ST., MT yang telah membimbing kami pada mata

kuliah Studio Perencanaan Kota. Banyak masalah yang kita hadapi dilapangan

maupun saat mengerjakan laporan ini. Namun berkat kesabaran dan semangat

yang tinggi kami pun akhirnya menyelesaikan laporan ini. Inilah makna Studio

Perencanaan Kota, bagaimana kita satu tim saling berkoordinasi dan saling

bekerjasama dengan baik demi menyelesaikan hasil rencana. Demikian kata

pengantar ini disampaikan, kami mengucapkan banyak terimakasih. Wasalamu’alaikum wr.wb.

Februari 2017, Kelompok Studio Lembang

(2)

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud ... 1

1.3 Tujuan dan Sasaran ... 1

1.4 Ruang Lingkup... 2

1.4.1 Lingkup Wilayah... 2

1.4.2 Lingkup Kegiatan ... 4

1.5 Kerangka pemikiran ... 4

1.6 Luaran Kegiatan ... 6

1.7 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II ... 7

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Tinjauan Kebijakan ... 7

2.1.1 Kabupaten Bandung Barat dalam konteks regional dan nasional ... 7

2.1.2 Kebijakan pola Ruang ... 8

2.1.2.1 Rencana Struktur dan Pola Ruang... 8

2.1.2.2 Rencana Ruang Terbuka Hijau ... 10

2.1.2.3 Rencana Kawasan Rawan Bencana Alam ... 11

2.1.3 Arah Kebijakan –Kebijakan Terkait Pengembangan Wilayah ... 12

2.1.3.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) ... 12

2.1.3.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat ... 13

2.1.3.3 Kebijakan dan Rencana Penataan Ruang Kawasan Bandung Utara ... 17

2.1.3.4 Pengembangan Wilayah Kawasan Cekungan Bandung dan sekitarnya ... 19

2.1.4 Rencana Struktur Ruang ... 20

2.1.5 Tata Jenjang Pusat-pusat Pelayanan ... 21

2.1.5.1 Fungsi Pusat-pusat Pelayanan ... 23

2.1.5.2 Rencana Penggunaan Lahan ... 23

2.1.5.3 Pemantapan Kawasan Lindung ... 23

2.1.5.4 Pengembangan Kawasan Budidaya ... 26

2.1.6 Ruang Terbuka Hijau ... 29

(3)

2.1.6.4 industri ... 31

2.1.6.5 Perdagangan dan jasa ... 32

2.1.6.6 Pelayanan sosial ... 33

2.1.6.7 Pariwisata ... 33

2.1.7 Rencana Kawasan Strategis ... 34

2.2 Tinjauan Teori ... 34

2.2.1 Ekowisata ... 34

2.2.2 Pendekatan Ekowisata... 35

2.2.3Konsep Pengembangan Ekowisata ... 36

2.2.4Komponen Pendukung Pariwisata ... 36

BAB III ... 41

GAMBARAN UMUM ... 41

3.1 Wilayah Administrasi ... 41

3.1.1 Profil Kabupaten Bandung Barat ... 41

3.1.2 Profil Lembang ... 41

3.2 Prasarana dan Sarana ... 55

3.2.1 Prasarana Transportasi ... 55

3.2.2 Prasarana Sampah ... 57

3.2.3 Prasarana Drainase ... 58

3.2.4 Prasarana Listrik ... 60

3.2.5 Fasilitas Sosial dan Fsilitas Umum ... 62

3.3 Kondisi Eksisting Pariwisata ... 65

3.3.1 Maribaya Resort ... 65

3.3.2 De’ranch ... 68

3.3.3 Kebun Begonia ... 72

3.3.4 Floating Market ... 76

3.3.5 Farmhouse (Susu Lembang) ... 80

BAB IV ... 85

ANALISIS ... 85

4.1 Analisis Satuan Kemampuan Lahan ... 85

(4)

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism

4.1.4 Analisis Satuan Kemampuan Lahan Terhadap Drainase ... 97

4.1.5 Analisis Satuan Kemampuan Lahan Terhadap Erosi ... 99

4.1.6 Analisis Satuan Kemampuan Lahan Terhadap Pembuangan Limbah ... 101

4.2 Analisis Kesesuaian Lahan ... 103

4.2.1 Persyaratan dan Pembatasan Pengembangan ... 103

4.2.3 Analisis Perkiraan Daya Tampung Lahan Kawasan Perkotaan ... 109

4.3 Analisis Kependudukan ... 109

4.3.1 Analisis Pola Persebaran Penduduk ... 110

4.3.2 Analisis Pertumbuhan dan Proyeksi Penduduk... 111

4.3.3 Analisis Kepadatan Penduduk ... 112

4.4 Analisis Fasilitas Umum ... 113

4.4.1 Sarana Pendidikan ... 113

4.4.2 Sarana Olahraga ... 117

4.4.3 Sarana Kesehatan ... 120

4.4.4 Sarana Perdagangan dan Jasa ... 124

4.4.5 Sarana Peribadatan ... 129

4.5 Analisis Prasarana dan Utilitas Umum ... 134

4.5.1 Prasarana Jalan ... 134

4.5.2 Prasarana Drainase ... 134

4.5.3 Prasarana Air Bersih ... 137

4.5.4 Prasarana Listrik ... 143

4.5.5 Prasarana Telekomunikasi ... 143

4.5.6 Prasarana Air Limbah ... 146

4.5.7 Persampahan ... 147

4.6 Analisi Penggunaan Lahan... 148

4.6.1 Perumahan dan Pemukiman ... 148

4.6.2 Perdagangan dan Jasa... 149

4.6.3 Pendidikan, Peribatan dan Kesehatan ... 149

4.6.4 Perkantoran, Pertahanan dan Keamanan ... 151

4.7 Analisis Struktur dan Tata Massa Bangunan ... 151

(5)

4.7.4 Analisis Tinggi Bangunan ... 161

4.7.5 Ekonomi dan pembiayaan. ... 161

BAB V ... 166

KONSEP PENGEMBANGAN ... 166

5.1 Rencana Struktur Ruang ... 166

5.2 Rencana Pola Ruang ... 168

5.3 Rencana Distribusi Penduduk ... 175

5.4 Rencana Pelayanan Kegiatan Kawasan ... 178

5.5 Rencana Sistem Jaringan Jalan ... 184

5.6 Rencana Sistem Jaringan Utilitas ... 190

5.6.1 Jaringan Air Bersih ... 190

5.6.2 Jaringan Drainase ... 196

5.6.3 Jaringan Persampahan ... 199

5.6.4 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Listrik ... 201

5.6.5 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telepon ... 202

5.7 Rencana Pengembangan Pariwisata ... 205

5.7.1 Konsep Wisata Bertani ... 205

5.7.2 Konsep Wisata Konservasi Alam ... 206

(6)

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan yang terjadi di kota menyebabkan jenuhnya kehidupan perkotaan

yang terjadi karena terpusatnya kegiatan di suatu kota. Kegiatan yang meliputi

segala aspek menciptakan terkonsentrasinya lahan yang terbangun dan

menimbulkan banyak permasalahan diantaranya dari aspek ekonomi, sosial, dan

lingkungan. Kota yang sudah jenuh menimbulkan pertumpahan ke kawasan

pinggiran kota dan menjadi pertumbuhan kota baru. Salah satu timbulnya

pertumbuhan kota terjadi akibat tingginya nilai sektor wisata di wilayah perkotaan

tersebut. Wisata yang menarik bagi wisatawan atau pengunjung akan membawa

dampak positif bagi wilayah perkotaan. Kecamatan Lembang menjadi salah satu

tujuan wisata yang ada di Kabupaten Bandung Barat. Tingginya potensi dari

sektor wisata memberikan pertumbuhan yang sangat pesat. Kecamatan Lembang

merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung Barat, terletak

di sebelah utara Kota Bandung. Kecamatan Lembang yang secara geografis

memiliki suhu 17ºC-27ºC. Penduduk Lembang sebagian besar bekerja sebagai

petani, pedagang, pekerja sektor informal (Buruh, Pengumudi, dan sebagainya.)

Potensi alam yang baik menjadikan Kecamatan Lembang sebagai pusat

pendidikan dan penelitian untuk pertanian dan peternakan dan pariwisata.

1.2 Maksud

Maksud utama dari penyusunan laporan hasil studio kota dengan kedalaman

RDTR dan survey adalah melakukan kajian untuk menghasilkan suatu pedoman

penataan berdasarkan pengkajian terhadap perkembangan kondisi lapangan,

permasalahan serta memberikan solusi di Kawasan Perkotaan Lembang.

1.3 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari kegiatan Studio Perencanaan Kota yang berlokasi di Kecamatan

Lembang ini yaitu, mampu membuat rencana terkait pengembangan kawasan

(7)

Untuk mencapai tujuan akhir dalam kegiatan studio perencanaan Kota yang telah

disebutkan diatas, maka terdapat beberapa sasaran yang harus dilaksanakan

sebagai berikut :

Mengidentifikasi karakteristik fisik dan non fisik Kecamatan Lembang.

Mengidentifikasi pariwisata berbasis eco tourism di Kawasan Perkotaan

Kecamatan Lembang.

Menganalisis potensi dan masalah yang ada di Kecamatan Lembang

Menyusun konsep pengembangan kawasan perkotaan yang berbasiskan eco

tourism di Kecamatan Lembang.

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Lingkup Wilayah

Wilayah studi dilakukan di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Yang terletak di Utara Kota Bandung dengan 16 Desa / Kelurahan dengan

ketinggian antara 1.312 hingga 2.084 meter diatas permukaan laut. Titik tertinggi

(8)

Studio Perencanaan Kota 2016 “Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan Eco Tourism

(9)

Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa lingkup substansi Studio Kota

Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang berdasarkan kemanfaatan EcoTourism

Persiapan awal studio

persiapan pembuatan proposal, surat, adrimistrasi, dll.

persiapan teknis pelaksanaan meliputi penyusunan metodologi/metode dan teknik

analisis rinci, serta penyiapan rencana survei.

Prelim survey

Survey awal ( Input surat, Isu Wilayah, RTRW, Searching Penginapan) di

Lembang.

Survey Lapangan

Pengumpulan data, Observasi dan Wawancara di Lembang.

Entry Data

Entri data hasil survey baik data primer maupun skunder dalam bentuk excel

maupun world.

Presentasi Awal

Mempresentasikan hasil survey lapangan selama satu minggu tentang eco tourism

di kawasan perkotaan Kecamatan Lembang.

Analisis Data

Menganalisis data hasil survey.

Rencana

Merencanakan rencana di kawasan perkotaan yang berbasiskan eco tourism sesuai

Draft RDTR Kecamatan Lembang.

Presentasi Akhir

Mempresentasikan hasil akhir laporan studio kota.

1.5 Kerangka pemikiran

Penyusunan laporan studio kota Pengembangan Kawasan Perkotaan Berbasiskan

(10)

“Pengembangan

(11)

Tersusunnya suatu dokumen Rencana Detail Tata Ruang Kota dengan kedalaman

infomasi wilayah skala 1 : 5.000 dan jangka waktu berlakunya selama 20 (dua

puluh) tahun dan ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun pada Kawasan Tengah

Perkotaan Kecamatan Lembang yang berisi panduan dan rencana pengembangan

kawasan perkotaan.

1.7 Sistematika Penulisan

Penyusunan laporan antara Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan

Kecamatan Lembang terbagi menjadi beberapa bab yaitu:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup substansi, ruang

lingkup wilayah, definisi dan kedudukuan, serta sistematika penulisan laporan.

BAB 2 TINJAUAN KEBIJAKAN WILAYAH STUDI

Bab ini berisikan kajian kebijakan yang ditinjau dari beberapa RTRW,

diantaranya Kabupaten Bandung Barat dak Kecamatan Lembang dan sekitarnya

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Bab ini berisikan mengenai gambaran umum wilayah studi yaitu berupa batas

geografis dan administrasi kawasan, karakteristik fisik, kependudukan, sarana dan

prasarana, karakteristik sosial masyarakat dan adat istiadatnya.

BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN

Bab ini berisikan analisis karakteristik fisik kawasan, analisis tingkat pelayanan

sarana fasilitas umum, analisis kependudukan, analisis prasarana dan utilitas

umum, analisis penggunaan lahan, analisis struktur dan tata masa bangunan,

analisis permasalahan, dan analisis SWOT.

BAB 5 KONSEP PENGEMBANGAN

Bab ini berisikan mengenai konsep pengembangan yang akan dikembangkan di

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Kebijakan

2.1.1 Kabupaten Bandung Barat dalam konteks regional dan nasional

Kawasan perencanaan dalam konteks RDTR kawasan perkotaan kecamatan

lembang

Struktur Ruang Kota

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan

rujukan baru bagi kegiatan penataan ruang di Indonesia sebagai pengganti

Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992. Di dalam Undang-undang Nomor 26

Tahun 2007 disebutkan bahwa wewenang pemerintah daerah Kabupaten/Kota

adalah sebagai berikut :

Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang

Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;

Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis

Kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.

Adapun kewajiban Pemerintah Daerah adalah sebagai beikut:

Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana

rinci tata ruang

Melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

Perencanaan tata ruang dilakukan kabupaten/kota untuk menghasilkan rencana

umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang

kabupaten/kota adalah rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata

ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

Di dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan Penataan ruang

kawasan perkotaan diselenggarakan pada :

a) Kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten; atau

b) Kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup 2 (dua)

(13)

Berdasarkan Pasal 42 ayat (1), rencana tata ruang kawasan perkotaan yang

merupakan bagian wilayah Kabupaten adalah rencana rinci tata ruang wilayah

kabupaten. Berdasarkan besarannya, kawasan perkotaan dikategorikan dalam:

a) Kawasan perkotaan kecil, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk

yang dilayani paling antara 50.000 – 100.000 jiwa.

b) Kawasan perkotaan sedang, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk

yang dilayani antara 100.000 – 500.000 jiwa.

c) Kawasan perkotaan besar, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk

yang dilayani lebih dari 500.000 jiwa.

d) Kawasan metropolitan, yaitu kawasan perkotaan yang terdiri atas kawasan

perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan

perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang

dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi

dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000

jiwa.

e) Kawasan megapolitan, yaitu kawasan yang terbentuk dari dua atau lebih

kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk

sebuah sistem.

Berdasarkan uraian di atas, maka Kawasan Perkotaan Lembang yang terletak di

Kecamatan Lembang dan merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bandung

Barat dikategorikan sebagai kawasan perkotaan Sedang yang merupakan bagian

dari wilayah kabupaten. Dengan demikian, penataan ruang kawasan Kota

Kecamatan Lembang merupakan Rencana Detail Kabupaten Bandung Barat.

2.1.2 Kebijakan pola Ruang

2.1.2.1 Rencana Struktur dan Pola Ruang

Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang diantaranya meliputi hirarki pusat

pelayanan wilayah seperti sistem pusat-pusat perkotaan dan perdesaan, pusatpusat

permukiman, hirarki sarana dan prasarana, sistem jaringan transportasi seperti

sistem jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan kelas terminal. Rencana Pola

Pemanfaatan Ruang menggambarkan letak, ukuran, fungsi dari kegiatankegiatan

(14)

(batas-batas) kawasan kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan kawasan-kawasan

lainnya di dalam kawasan budidaya dan delineasi kawasan lindung seperti di

bawah ini:

A.Kawasan Lindung

a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya:

 Kawasan hutan lindung

 Kawasan bergambut

 Kawasan konservasi dan resapan air

b. Kawasan perlindungan setempat :

 Sempadan Pantai

 Sempadan Sungai

 Kawasan Sekitar danau/waduk

 Kawasan Sekitar mata air

 Kawasan terbuka hijau termasuk di dalamnya hutan kota

c. Kawasan suaka alam:

 Cagar alam

 Suaka margasatwa

d. Kawasan pelestarian alam:

 Taman nasional

 Taman hutan raya

 Taman wisata alam

 Kawasan cagar budaya

e. Kawasan rawan bencana alam:

 Kawasan rawan letusan gunung api

 Kawasan rawan gempa bumi

 Kawasan rawan tanah longsor

 Kawasan rawan gelombang pasang dan banjir

f. Kawasan lindung lainnya:

 Taman buru

 Cagar biosfer

(15)

 Kawasan pengungsian satwa

 Kawasan pengungsian satwa

B.Kawasan Budidaya

a. Kawasan hutan produksi:

 Kawasan hutan produksi terbatas

 Kawasan hutan produksi tetap

 Kawasan hutan yang dapat dikonversi

 Kawasan hutan rakyat

 Kawasan bergambut

 Kawasan konservasi dan resapan air b. Kawasan non-pertanian:

 Sempadan Sungai

 Kawasan Sekitar mata air

c. Kawasan pertanian :

 Kawasan pertanian lahan basah

 Kawasan pertanian lahan kering

 Kawasan tanaman tahunan/perkebunan

 Kawasan peternakan

 Kawasan perikanan

d. Kawasan pertambangan :

 Golongan bahan galian strategis

 Golongan bahan galian vital

 Golongan bahan galian yang tidak termasuk kedua golongan di atas.

 Kawasan peruntukan industri

 Kawasan pariwisata

 Kawasan permukiman

 Kawasan konservasi budaya dan sejarah (artefak/bangunan bersejarah)

2.1.2.2 Rencana Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penatan Ruang, Ruang

(16)

dengan ketentuan sekurang-kurangnya 20 % Ruang Terbuka Hijau Publik dan

sekurang-kurangnya 10 % Ruang Terbuka Hijau Privat.

Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka yang dimiliki dan

pengelolaannya diatur oleh pemerintah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten

Bandung barat

a. Kawasan Suaka Alam dan cagar Budaya

Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya adalah bentuk-bentuk

upaya pengelolaan untuk mewujudkan rencana struktur dan pola pemanfaatan

ruang. Bentuk-bentuk upaya pengelolaan kawasan lindung dan budidaya meliputi:

Pengaturan kelembagaan, meliputi pembagian kewenangan pengelolaan kawasan

lindung dan budidaya kepada Pemerintah Kabupaten, Kecamatan, dan Desa,

swasta, lembaga kemasyarakatan, dan masyarakat secara langsung.

Program pemanfaatan, meliputi garis besar program-program pemanfaatan pada

kawasan lindung dan budidaya untuk jangka panjang, menengah, dan pendek.

Pengawasan, meliputi tata cara dan prosedur pengawasan terhadap kesesuaian

rencana untuk pemanfaatan ruang kawasan lindung dan budidaya yang dilakukan

secara bersama-sama oleh Pemerintah Kabupaten, Kecamatan, dan Desa dengan

masyarakat.

Penertiban, meliputi tata cara dan prosedur penertiban terhadap

pelanggaran-pelanggaran pemanfaatan ruang kawasan lindung dan budidaya yang tidak sesuai

dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.

2.1.2.3 Rencana Kawasan Rawan Bencana Alam

a. Kawasan Rawan Tanah Longsor

Longsor adalah pergerakan massa batuan/tanah dari tempat yang lebih tinggi ke

tempat yang lebih rendah. Longsor mudah terjadi pada wilayah yang relatif terjal

dengan formasi batuan yang telah mengalami pelapukan dan erosi berat, dan juga

pada wilayah rawan gempa. Agen utamanya adalah hujan dan kadang-kadang

dipicu oleh beban dan getaran serta akar tunggang. Lokasi longsor dan rawan

longsor banyak ditemui di sisi-sisi jalan, tebing-tebing dekat sungai (di bagian

(17)

Wilayah-wilayah yang teridentifikasi rawan longsor adalah wilayah antara

Perkotaan Kecamatan Lembang dengan luar Kawasan Perkotaan Lembang, yang

wilayah tersebut terdapat di kawasan perbukitan Kecamatan Lembang.

b. Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi

Gempa bumi yang terjadi di Kabuapten Bandung Barat termasuk di Kawasan

Perkotaan Lembang adalah jenis gempa bumi tektonik, yaitu diakibatkan oleh

pergeseran didalam bumi. Magnitude gempabumi berkisar kecil sampai besar,

daerahnya luas, kedalaman sumber gempa bisa dangkal, menengah hingga dalam.

Apabila gempa bumi memiliki magnitude besar dan memiliki kedalaman dangkal

dapat menimbulkan bencana alam yang sangat merugikan. Aktivitas gempa bumi

di Kawasan Kecamatan Lembang dan sekitarnya terutama dikarenakan oleh

patahan aktif Patahan Lembang.

Jalur gempa sangat berkaitan dengan jalur patahan. Berdasarkan delineasi peta

rupabumi, peta geologi dan studi terhadap data referensi terdahulu serta

interpretasi terhadap data citra, Kota Palu dilalui/dipengaruhi oleh tiga jalur.

2.1.3 Arah Kebijakan –Kebijakan Terkait Pengembangan Wilayah

2.1.3.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan arahan

kebijaksanaan tata ruang yang bersifat menyeluruh, mengatur arahan

perkembangan pusat-pusat kegiatan di Wilayah Indonesia. RTRWN merupakan

kebijaksanaan ruang yang memerlukan penjabaran lebih lanjut ke dalam

kebijaksanaan ruang lain yang lebih rendah dengan tingkat kedetailan yang lebih

tinggi.

Struktur Ruang Wilayah Nasional

Struktur Ruang Wilayah Nasional adalah suatu struktur yang memperlihatkan pola

jaringan prasarana transportasi, kelistrikan, telekomunikasi dan air dalam mendukung

sistem permukiman dan kawasan-kawasan andalan serta kawasan kerjasama

dengan negara tetangga.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), ada beberapa

arahan yang terkait dengan Wilayah Kecamatan Lembang, yaitu:

(18)

Mendukung pengembangan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Metropolitan

Bandung.

Mengembangkan Pusat Kegiatan Lokal (PKL), meliputi: Padalarang dan

Lembang.

Pola Ruang Wilayah Nasional

Pola Ruang Wilayah Nasional berisikan tentang:

Kawasan lindung berdasarkan RTRWN yang terdapat di Kabupaten Bandung

Barat adalah Cagar Alam Gunung Tangkubanparahu dengan luas 1.290 Ha dan

Cagar Alam Gunung Burangrang dengan luas 2.700 Ha.

Kawasan andalan yang berkenaan dengan Kabupaten Bandung Barat adalah

Kawasan Cekungan Bandung dan sekitarnya, dengan sektor unggulan industri,

tanaman pangan, pariwisata, dan perkebunan.

Kawasan tertinggal nasional yang berkaitan dengan Kabupaten Bandung Barat

adalah kawasan Bandung Barat bagian selatan.

Penetapan dalam RTRW ini kemudian dikaji lagi dalam RTRW Propinsi Jawa

Barat, dimana pada prinsipnya kawasan andalan yang terkait dengan Kabupaten

Bandung Barat ini adalah Kawasan Cekungan bandung dan sekitarnya. Adapun

untuk penetapan sistem kota-kota, ditetapkan bahwa Simpul/Kota Padalarang dan

Lembang merupakan PKL (Pusat Kegiatan Lokal).

2.1.3.2Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat

A.Struktur Ruang

Pengembangan sistem perkotaan bertujuan untuk mewujudkan pemerataan

pertumbuhan antarwilayah sesuai fungsi yang diembannya, serta

mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup guna

mendukung struktur tata ruang yang direncanakan.

Mengacu pada visi penataan ruang Jawa Barat 2003, pengembangan sistem

perkotaan diarahkan untuk mencapai dua sasaran yaitu (i) terkendalinya

perkembangan kawasan perkotaan di wilayah utara dan tengah, serta

mengembangkan secara terbatas sistem kota-kota di wilayah selatan, dan (ii)

meningkatkan peran kota-kota di Jawa Barat.

RTRW Provinsi Jawa Barat 2003 menetapkan PKN, PKW dan PKL sebagai

(19)

PKN : Bodebek, Kawasan Perkotaan Bandung Raya dan Metropolitan Cirebon.

PKW : Sukabumi, Palabuhanratu, Pangandaran, Kadipaten, Cikampek-Cikopo,

Tasikmalaya dan Indramayu.

PKL : terdiri atas PKL perkotaan dan PKL perdesaan. PKL perkotaan adalah

semua ibukota kabupaten/kota yang tidak menjadi PKW dan/atau bagian dari

PKN. PKL perkotaan merupakan pusat-pusat perkotaan, simpul transportasi dan

pelayanan perdagangan dan jasa skala lokal. PKL perdesaan merupakan

pusat kecamatan yang memiliki potensi dan/atau didorong untuk menjadi

pusat-pusat pengembangan ekonomi perdesaan. Penetapan PKL tersebut diuraikan

berikut ini :

Tabek 2-1 Penetapan Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL)

Kota/Kab PKN PKL-1

Wilayah yang termasuk ke dalam PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya adalah

Kota Bandung, serta kawasan perkotaan di dalam wilayah Kabupaten Bandung,

Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang, yang

berbatasan dengan Kota Bandung. Di dalam PKN Bandung Raya, tidak semua

kota berada pada hirarki yang sama, tetapi terdapat perbedaan skala pelayanan,

sehingga ditetapkan hirarki kota di dalam sebagai berikut:

Tabel 2-2 Hirarki Kota PKN Metropolitan Bandung

(20)

PKN Kota Orde I Kota Orde II Kota Orde III Cimahi

Tanjungsari Sumber: RTRW Jabar 2003

Kebijakan pembangunan kewilayahan, dalam hal ini salah satunya adalah

berdasarkan wilayah pengembangan yang ditentukan berdasarkan potensi

wilayah, aglomerasi pusat-pusat permukiman perkotaan dan kegiatan produksi

serta perkembangan daerah sekitarnya tetap dipertahankan. Wilayah

pengembangan juga mengacu pada skenario pengembangan wilayah sesuai target

pencapaian penataan ruang dan arah pengembangan ekonomi.

Rencana pengembangan wilayah menetapkan 6 (enam) wilayah pengembangan di

Jawa Barat, yaitu (1) Bodebekpunjur dan sekitarnya, (2) Sukabumi dan

sekitarnya, (3) Ciayumajakuning, (4) Cekungan Bandung dan sekitarnya, (5)

Priangan Timur-Pangandaran, dan (6) Purwasuka.

Kebijakan Rencana Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008

Berdasarkan Kepmenkimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, pengertian dari

Rencana Struktur Tata Ruang adalah rencana yang menggambarkan susunan

unsur -unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan

buatan yang digambarkan secara hirarkis dan berhubungan satu sama lain.

Rencana struktur tata ruang mewujudkan hirarki pusat pelayanan wilayah meliputi

sistem pusat-pusat perkotaan dan perdesaan, pusat-pusat permukiman, hirarki

sarana dan prasarana, serta sistem jaringan jalan.

B.Sistem Kota-kota

Struktur tata ruang Kabupaten Bandung Barat dibentuk oleh:

Sistem kota-kota, yang terdiri dari kota-kota/simpul-simpul dengan fungsinya

masing-masing dalam lingkup pengembangan wilayah; dan

Jaringan prasarana utama wilayah yang mengaitkan secara fungsional dan spasial

antar kota-kota yang akan dikembangkan.

Untuk mendistribusikan pembangunan di wilayah Kabupaten Bandung Barat,

dibutuhkan pusat-pusat yang mendukung perkembangan tiap wilayah. Dengan

pertimbangan utama keseimbangan wilayah, maka untuk Kabupaten Bandung

Barat ditentukan 1 pusat pertumbuhan primer dan 4 pusat pertumbuhan sekunder,

(21)

Ngamprah, merupakan pusat pengembangan primer dengan orientasi kegiatan

berupa pusat pemerintahan kabupaten, perdagangan, dan pelayanan masyarakat;

Padalarang, merupakan pusat di bagian tengah dengan industri, perdagangan dan

permukiman sebagai orientasi pengembangan wilayahnya;

Lembang, merupakan pusat di bagian utara sebelah timur dengan fokus

pengembangan sektor pariwisata, permukiman, pertanian, lindung dan konservasi;

Cikalongwetan, merupakan pusat di bagian utara sebelah barat dengan

perkebunan dan industri sebagai orientasi pengembangan wilayahnya;

Cililin, merupakan pusat di bagian selatan dengan sektor pariwisata, perkebunan,

konservasi dan permukiman sebagai sektor andalannya.

Rencana sistem kota yang akan diterapkan di Kabupaten Bandung Barat

dilakukan berdasarkan rencana hirarki kota. Rencana hirarki kota di Kabupaten

Bandung Barat ditentukan berdasarkan hasil analisis dan arahan kebijaksanaan

pengembangan yang telah diterapkan. Berdasarkan kedua hal tersebut dapat

ditetapkan rencana hirarki kota di Kabupaten Bandung Barat seperti terlihat pada

Tabel 2-3:

Tabel 2-3

Rencana Sistem Kota-Kota Kabupaten Bandung Barat

SumberRTRW Kabupaten Bandung Barat 2008

(22)

C. Pembagian Wilayah Pengembangan

Berdasarkan hasil pengkajian ulang dalam penentuan hirarki kota, homogenitas

kawasan, serta interaksi antara wilayah, maka sistem kota di Kabupaten Bandung

Barat terdiri dari 1 (satu) pusat inti Wilayah Pengembangan (WP) dan 4 (empat)

Wilayah Pengembangan (WP), yaitu:

Pusat Kota inti WP adalah Ngamprah-Padalarang dengan arahan fungsi

Ngamprah sebagai pusat Kegiatan pemerintahan dan Padalarang sebagai pusat

perdagangan dan jasa dengan wilayah pelayanan meliputi kecamatan Cipatat,

Kecamatan Batujajar, dan Kecamatan Cihampelas.

WP Lembang dengan pusat kota lembang yang melayani kecamatan Cisarua dan

Kecamatan Parongpong

WP Cikalongwetan dengan pusat Kota Cikalongwetan yang melayani Kecamatan

Cipeundeuy

WP Cililin dengan pusat Kota Cililin yang menjadi sub pusat kota yang melayani

kecamatan sekitarnya, yaitu: Kecamatan Cipongkor, Sindangkerta, Gununghalu

dan Rongga.

Tabel 2-4

Arahan Fungsi Kawasan Pusat – Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Bandung Barat

Wilayah Pengembangan

Pusat Kota Wilayah Pelayanan Fungsi Utama Kawasan

WP Lembang Lembang Parongpong

Cisarua

Permukiman Pertanian Pariwisata Konservasi

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008

2.1.3.3 Kebijakan dan Rencana Penataan Ruang Kawasan Bandung Utara

Kawasan Bandung Utara yang selanjutnya disebut KBU adalah kawasan yang

meliputi sebagian wilayah Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi dan

Kabupaten Bandung Barat dengan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh

punggung topografi yang menghubungkan puncak Gunung Burangrang, Masigit,

Gedongan, Sunda, Tangkubanparahu dan Manglayang, sedangkan di sebelah barat

(23)

Arahan pola pemanfaatan ruang KBU yang terkait dengan Kabupaten Bandung

Barat, antara lain:

a. Kawasan lindung, meliputi :

 Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yang meliputi:

 Hutan lindung yang terletak di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung

Utara;

 Kawasan berfungsi lindung di luar kawasan hutan lindung;

 Kawasan resapan air;

 Kawasan perlindungan setempat, yang meliputi :

 Sempadan sungai;

 Kawasan sekitar mata air;

 Kawasan pelestarian alam, yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda yang

sebagian terletak di Kabupaten Bandung Barat serta Taman Wisata Alam

Tangkubanparahu;

 Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, yaitu Observatorium Bosscha,

yang terletak di Kabupaten Bandung Barat (Kecamatan Lembang);

 Kawasan rawan bencana alam, yang meliputi :

 Kawasan rawan bencana gunung api;

 Kawasan rawan gerakan tanah;

 Kawasan rawan gempa bumi, yaitu Sesar Lembang.

 Kawasan suaka alam, yaitu Cagar Alam Tangkubanparahu yang terletak di

Kabupaten Bandung Barat;

b. Kawasan budidaya, meliputi :

 Kawasan budidaya pertanian.

 Kawasan permukiman, meliputi :  Kawasan perkotaan;

 Kawasan perdesaan.

c. Kawasan pariwisata, yang terletak di kawasan lindung dan di kawasan

(24)

2.1.3.4 Pengembangan Wilayah Kawasan Cekungan Bandung dan sekitarnya

Wilayah pengembangan Cekungan Bandung meliputi Kabupaten Bandung,

Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kota Bandung dan Kota

Cimahi. Wilayah pengembangan Cekungan Bandung merupakan kawasan yang

berkembang pesat yang memerlukan pengendalian pemanfaatan ruang terutama di

kawasan yang berfungsi sebagai kawasan resapan air.

Kegiatan ekonomi di Wilayah pengembangan Cekungan Bandung diarahkan pada

kegiatan yang mampu mengendalikan pencemaran air, udara dan sampah. Dalam

hal ini kegiatan ekonomi utama difokuskan pada perdagangan dan jasa sebagai

kegiatan unggulan untuk kawasan perkotaan.

Pengembangan Wilayah pengembangan Cekungan Bandung diarahkan sebagai

pusat pengembangan sumberdaya manusia dalam rangka mendukung

pengembangan sektor unggulan pertanian hortikultura, industri, perdagangan dan

jasa, pariwisata, perkebunan, serta perdagangan dan jasa.

1. Fokus pengembangan kawasan :

 Meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi.

 Mengembangkan pusat peningkatan kualitas sumberdaya manusia.

2. Pertanian Holtikultura :

 Mengoptimalkan kegiatan pertanian holtikultura;

 Mengembangkan kawasan pertanian yang hemat lahan, khususnya di

Kabupaten Bandung, serta didukung teknologi tinggi untuk meningkatkan

produktivitas;

 Meningkatnya kemampuan sumberdaya manusia melalui pelatihan-pelatihan

yang terkait dengan pengembangan setiap sektor unggulan;

 Meningkatnya prasarana dan sarana komunikasi dalam kegiatan agribisnis.

3. Industri :

 Mengembangkan industri yang hemat air dan polusi rendah;

 Mengendalikan kegiatan industri yang merusak dan mencemari lingkungan hidup;

 Mengembangkan industri kreatif.

(25)

 Meningkatkan peran lembaga jasa dan sebagai pusat koleksi dan distribusi

komoditas perdagangan;

 Menata kegiatan perdagangan dan jasa sesuai dengan skala pelayanannnya. 4. Pariwisata :

 Meningkatkan potensi pariwisata berbasis wisata agro dan wisata alam;

 Mengembangkan kegiatan wisata belanja terutama sebagai pasar produk lokal.

2.1.4 Rencana Struktur Ruang

Rencana struktur tata ruang merupakan pedoman dasar bagi pengembangan suatu

wilayah atau kawasan tertentu, yang selanjutnya akan menunjukkan pola tata

ruang yang sesuai dengan fungsinya yang lebih berorientasi pada pelayanan

umum dan pemenuhan kebutuhan warga kota dalam kaitannya dengan usaha

meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan.

Penyusunan rencana struktur ruang pada masing-masing bagian wilayah kota akan

memberikan manfaat dan akan terpenuhinya tujuan dan sasaran pengembangan

wilayah pengembangan kota, antara lain :

Mengarahkan tingkat perkembangan masing-masing wilayah bagian kota sesuai

dengan potensi yang dimiliki serta proporsional dengan fungsi yang akan

dikembangkan di masa yang akan datang.

Mengatur mekanisme perkembangan dan penentuan fungsi yang direncanakan,

yang tercermin dari intensitas fisik, sehingga diharapkan dapat menunjang

perkembangan kawasan secara optimal.

Mewujudkan pemerataan pembangunan kawasan sehingga terdapat keseimbangan

dengan pembangunan fisik, khususnya dengan sarana dan prasarana kota. Dengan

demikian akan mempercepat pertumbuhan, dan perambatan perkembangan kota

akan lebih terarah,

Memberi pedoman bagi peruntukan lahan yang berkaitan dengan fasilitas dan

utilitas kawasan sehingga dapat menunjang fungsi masing-masing bagian wilayah

kota.

Arahan umum kebijakan struktur pertumbuhan pada wilayah perencanaan adalah :

Mengurangi beban kegiatan kawasan di pusat kota dengan menyebarkannya ke

(26)

Memperluas wilayah pelayanan perkotaan dan regional, dan mempertahankan

intensitas permukiman existing.

Meningkatkan aksesibilitas ke luar kawasan untuk mempercepat terbentuknya

struktur pertumbuhan kawasan.

Menata kembali jalur jalan, khususnya yang telah ditetapkan sebagai jalan yang

memiliki status sebagai jalan kabupaten, sehingga memenuhi ketentuan sempadan

jalan yang ditetapkan.

Menata kembali jalur air permukaan, khususnya yang telah ditetapkan sebagai

saluran drainase primer dan sekunder, sehingga memenuhi ketentuan sempadan

saluran yang ditetapkan.

Menata kembali tata bangunan, khususnya bangunan pada pusat-pusat pelayanan,

sehingga memenuhi persyaratan teknis bangunan dan ketentuan sempadan

bangunan.

Menentukan pusat-pusat pelayanan yang didasarkan pada skala pelayanan, yaitu :

Pusat pelayanan skala regional,

Pusat pelayanan skala kawasan Perkotaan Lembang,

Pusat pelayanan skala lingkungan/BWK dan desa.

Memperbaiki struktur kegiatan perkotaan di pusat kota dan menentukan fungsi

pusat kota sebagai :

Pusat pelayanan jasa dan perdagangan skala kawasan

Pusat permukiman

Pusat pelayanan pemerintahan skala kawasan

Menentukan struktur baru kegiatan kota di bagian barat laut dan timur.

2.1.5 Tata Jenjang Pusat-pusat Pelayanan

Wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan Lembang seluas lebih dari 3.000 ha,

yang mencakup Desa Lembang, Desa Jayagiri, Kayuambon, Cibogo, Langensari,

Gudang-kahuripan dan Cikahuripan. Kawasan Perkotaan Lembang yang terdiri

dari tujuh desa ini dibagi dalam empat bagian wilayah kota (BWK) dengan

pertimbangan adanya kesamaan karakteristik potensi wilayah existing dan

perkembangan wilayah yang terjadi. Pembagian wilayah pengembangan kota ini

dimaksudkan sebagai perangkat pengelolaan setiap bagian wilayah kota agar

(27)

Bagian Wilayah Kota yang pertama (BWK A) merupakan penggabungan dari

seluruh Desa Lembang (pusat BWK), sebagian dari Desa Jayagiri, dan sebagian

dari Desa Gudangkahuripan dan menjadi pusat pengembangan kota. Desa-desa

tersebut memiliki kesamaan dalam :

Perkembangan aspek demografi, yaitu memiliki tingkat kepadatan yang relatif

lebih tinggi dari bagian kawasan lainnya, dengan sebaran yang mengarah ke

pusat.

Guna lahan existing memperlihatkan adanya dominasi lahan terbangun yang

digunakan untuk aktivitas-aktivitas ekonomi dan sosial.

Terjadi konversi lahan pertanian menjadi permukiman dan kegiatan jasa

perdagangan.

Memiliki tingkat perkembangan ekonomi relatif tinggi dan kehidupan sosial yang

mengarah pada kehidupan urban

Memiliki skala pelayanan-pelayanan sosial dan ekonomi yang tidak hanya

memenuhi kebutuhan pelayanan internal, tetapi juga untuk wilayah lain di

sekitarnya.

Wilayah pengembangan kota kedua (BWK B) mencakup seluruh Desa

Kayuambon, seluruh Desa Langensari dan seluruh Desa Cibogo, yang memiliki

karakteristik sbb:

Pola guna lahan eksisting memperlihatkan adanya dominasi lahan pertanian.

Memiliki lahan yang masih dapat dikembangkan cukup luas bila dibandingkan

dengan BWK lainnya. Hal ini merupakan potensi pengembangan kegiatan

pembangunan di BWK ini.

Memiliki skala pelayanan sosial dan ekonomi lokal.

Kepadatan bangunan cukup tinggi

BWK C mencakup hampir seluruh Desa Gudangkahuripan, memiliki karakteristik

sebagai berikut :

Kepadatan penduduk rendah.

Guna lahan eksisting yang didominasi oleh kegiatan pertanian.

Desa ini dilalui jalan kolektor Bandung – Subang sehingga sepanjang jalan ini

(28)

Kemiringan tanah cukup tinggi, sehingga jika dilakukan pembangunan harus

memperhatikan KDB dan KLB.

Kepadatan bangunan rendah.

Potensial untuk dijadikan sebagai kawasan pengembangan agrowisata.

BWK D yang mencakup sebagian Desa Jayagiri dan seluruh Desa Cikahuripan,

memiliki karakteristik sebagai berikut :

Kepadatan penduduk yang relatif rendah.

Skala pelayanan sosial dan ekonomi lokal.

Tingkat perkembangan ekonomi relatif rendah.

Memiliki lahan yang masih dapat dikembangkan paling luas bila dibandingkan

dengan BWK lainnya.

Sebagian dari BWK merupakan hutan lindung dan hutan produksi biasa

2.1.5.1 Fungsi Pusat-pusat Pelayanan

Fungsi masing-masing wilayah pengembangan adalah sebagai berikut:

Fungsi BWK A adalah :

Pusat pelayanan/fasilitas umum berupa pendidikan, kesehatan, dan olahraga.

Pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan.

2.1.5.2 Rencana Penggunaan Lahan

Bagian ini menjelaskan arahan pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan Lembang

yang meliputi rencana pemantapan kawasan lindung, rencana pengembangan

kawasan budidaya yang mencakup kawasan perumahan, perkantoran, bangunan,

perdagangan dan jasa, pelayanan sosial, serta pariwisata.

2.1.5.3 Pemantapan Kawasan Lindung

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan untuk dengan fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber

daya buatan, nilai sejarah serta budaya bangsa, guna menyukseskan sistem

pembangunan berkelanjutan.

A. Klasifikasi dan Kriteria Kawasan Lindung

Kawasan Lindung terdiri dari empat sub-kawasan utama, yaitu :

Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya

Kawasan perlindungan setempat

(29)

Kawasan rawan bencana

Kriteria untuk pendelineasian tiap kawasan/sub-kawasan lindung di atas, secara

umum didasarkan pada faktor-faktor fisik dasar. Di dalamnya tercakup

kelerengan, jenis tanah, curah hujan, ketinggian, hidrologi, serta keberadaan

flora-fauna yang harus dilindungi.

Penetapan kawasan lindung berdasarkan kriteria yang tertuang dalam Keppres No.

32 Tahun 1990 di atas pada dasarnya menunjukkan wilayah limitasi atau wilayah

kendala yang berdasarkan kondisi fisik dasarnya tidak diarahkan untuk

dikembangkan/ dibudidayakan dalam rangka perlindungan dan pelestariannya.

B. Sebaran Lokasi Kawasan Lindung

Lokasi Kawasan Lindung, tersebar di sebelah utara Kawasan Perkotaan Lembang,

yaitu di Desa Cikahuripan, Desa Jayagiri dan Desa Cibogo .

C. Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Lindung

Kawasan lindung di Kawasan Perkotaan Lembang terdiri dari kawasan

perlindungan setempat, yang mencakup :

Kawasan Sempadan sungai, yaitu kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk

buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk

mempertahankan kelestarian fungsi sungai.

Kawasan sempadan sungai ini tersebar di: Desa Cikahuripan dan Desa Jayagiri

yang dilalui oleh Sungai Cihideung

Ketentuan untuk sempadan sungai tersebut adalah sebagai berikut :

Sungai Bertanggul :

Garis sempadan sungai bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan 3

(tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

Garis sempadan pagar di tepi sungai bertanggul di dalam wilayah perencanaan

ditetapkan 3 (tiga) meter diukur dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

Garis sempadan bangunan di tepi sungai bertanggul di dalam wilayah

perencanaan ditetapkan 8 (delapan) meter dari sebelah luar sepanjang kaki

tanggul. Khusus garis sempadan bangunan industri dan perdagangan di tepi

sungai bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan 20 (dua puluh) meter

dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

(30)

Garis sempadan saluran bertanggul ditetapkan dari luar kaki tanggul dengan jarak

3 (tiga) meter. Garis sempadan pagar di tepi saluran bertanggul ditetapkan dari

luar kaki tanggul dengan jarak 3 (tiga) meter. Garis sempadan bangunan di tepi

saluran bertanggul ditetapkan dari luar kaki tanggul dengan jarak 5 (lima) meter.

Khusus garis sempadan bangunan perdagangan dan jasa di tepi saluran bertanggul

ditetapkan 10 (sepuluh) meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Khusus

garis sempadan bangunan industri dan pergudangan di tepi saluran bertanggul

ditetapkan 20 (dua puluh) meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

Sungai Tidak Bertanggul :

Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan

20 (dua puluh) meter.

Garis sempadan pagar di tepi sungai tidak bertanggul di dalam wilayah

perencanaan ditetapkan 20 (dua puluh) meter.

Garis sempadan bangunan di tepi sungai tidak bertanggul di dalam wilayah

perencanaan ditetapkan 30 (tiga puluh) meter.

Khusus garis sempadan bangunan perdagangan dan jasa di tepi sungai tidak

bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan 40 (empat puluh) meter.

Khusus garis sempadan bangunan industri dan pergudangan di tepi sungai tidak

bertanggul di dalam wilayah perencanaan ditetapkan 50 (lima puluh) meter.

Saluran Tidak Bertanggul :

Garis sempadan saluran tidak bertanggul ditetapkan berjarak 2 (dua) kali

kedalaman saluran dihitung dari tepi saluran ditambah garis sempadan bangunan

di tepi saluran bertanggul.

Garis sempadan pagar di tepi saluran tidak bertanggul ditetapkan berimpit dengan

garis sempadan saluran tidak bertanggul

Garis sempadan bangunan di tepi saluran tidak bertanggul ditetapkan dari tepi

saluran dengan jarak 2 (dua) kali kedalaman saluran ditambah 5 (lima) meter.

Khusus garis sempadan bangunan perdagangan dan jasa di tepi saluran tidak

bertanggul ditetapkan 2 (dua) kali kedalaman saluran ditambah 10 (sepuluh) meter

(31)

Khusus garis sempadan bangunan industri dan pergudangan di tepi saluran tidak

bertanggul ditetapkan 2 (dua) kali kedalaman saluran ditambah 20 (dua puluh)

meter dari tepi saluran.

Kawasan sekitar mata air, yaitu kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai

manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. Kawasan

mata air berada di KDB kawasan mata air maksimal 10%.

2.1.5.4 Pengembangan Kawasan Budidaya

a. Kawasan permukiman

Kawasan Perkotaan Lembang merupakan wilayah yang berciri urban dan

memiliki identitas perkotaan. Pembangunan permukiman di kawasan perkotaan

merupakan prioritas utama dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat kota.

Kebijaksanaan pengembangan kawasan permukiman di atas dilakukan dengan

pengembangan konsep Neighbourhood Unit. Neighbourhood Unit merupakan

satuan unit lingkungan terkecil yang membangun struktur pemanfaatan ruang

kota. Pusat pelayanan dalam satu Neighbourhood Unit merupakan pusat interaksi

unit-unit perumahan di sekitarnya, sehingga dia harus memiliki potensi kegiatan

dan pemanfaatan ruang yang mengikat komponen-komponen dalam satu

Neighbourhood Unit untuk saling berinteraksi..

Kumpulan beberapa Neighbourhood Unit akan berorientasi pada satu pusat

pelayanan yang sama dalam skala yang lebih besar. Demikian seterusnya,

sehingga membentuk struktur pemanfaatan ruang yang berhierarki, tidak hanya

terbatas pada skala kota, tetapi juga terkait dengan hubungan eksternal kota dalam

skala regional.

b. Sebaran kawasan permukiman

Sebaran kawasan permukiman sebagaimana disebutkan di atas terdiri dari:

Kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi terletak di Pusat Kota (BWK A).

Zona ini merupakan kawasan permukiman dengan skala pelayanan kota.

Kawasan permukiman kepadatan sedang sampai tinggi, diarahkan ke bagian timur

pada Bagian Wilayah Kota B, dan ke arah barat laut (BWK D) dengan pola

cluster.

Kawasan permukiman kepadatan sedang diarahkan pada Bagian Wilayah Kota C,

(32)

lereng yang sesuai untuk perumahan yaitu di sepanjang jalan regional Bandung –

Subang

c. Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman

Pengembangan kawasan permukiman di Kawasan Perkotaan Lembang antara lain:

Penetapan lahan pemukiman yang terlayani oleh akses jaringan jalan. Kawasan

pemukiman perkotaan di Pusat Kota umumnya telah memiliki akses pelayanan

jalan cukup baik dengan kualitas yang baik. Kawasan pemukiman di ketiga BWK

lainnya diarahkan untuk memperbaiki jaringan jalan yang masih didominasi oleh

jalan batu dan tanah.

Dari analisis kependudukan diperoleh bahwa diperkirakan BWK A merupakan

BWK dengan tingkat kepadatan 81 jiwa/ha. Untuk BWK B diperkirakan

memiliki kepadatan berkisar 35 jiwa/ha, BWK C berkisar 42 jiwa/ha, dan BWK D

berkisar 5 jiwa/ha.

Penetapan tingkat kepadatan kawasan pemukiman adalah sebagai berikut:

BWK A (Pusat Kota) sebagai cluster (kelompok) permukiman pertama, dibatasi

pengembangan kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan hingga mencapai

kapasitas di atas 40 jiwa/Ha dengan KDB maksimum 80%. Penambahan jumlah

penduduk diarahkan ke arah timur (BWK B) dan barat laut (BWK D), dan

penambahan jumlah bangunan diarahkan secara vertikal atau dengan konversi

lahan tidak terbangun tidak mungkin lagi dilakukan di Pusat Kota.

Kelompok permukiman kedua di BWK B dan D dikendalikan pengembangan

kepadatan penduduk maksimal pada rentang 55-85 jiwa/Ha dengan KDB

maksimum 70%. Lahan yang masih memungkinkan dikembangkan di BWK B

adalah Desa Langensari dan di BWK di Desa Cikahuripan (di luar hutan lindung

dan daerah limitasi). Untuk desa lainnya bisa dilakukan pengembangan secara

vertikal.

Kelompok ketiga di BWK C dikendalikan pengembangan kepadatan penduduk

maksimal 40-55 jiwa/Ha dengan KDB maksimum 60%.

Memperbaiki pelayanan fasilitas dan sarana pelayanan penunjang kawasan

pemukiman, seperti peribadatan, taman lingkungan, sarana ekonomi, di Desa

(33)

memenuhi setiap fungsi pelayanan pada skala lingkungan, skala lokal, dan skala

regional.

Sebagai patokan dalam merencanakan dan memperhitungkan kebutuhan

perumahan di wilayah perencanaan, maka menggunakan asumsi sebagai berikut :

 Satu unit rumah dihuni oleh 4 – 5 jiwa

Lingkungan perumahan baru dibagi menjadi :

 Lingkungan perumahan kapling besar

 Mempunyai kepadatan rendah

 Luas kapling 250 M2

 Lingkungan perumahan kapling sedang, serta

 Mempunyai kepadatan sedang

 Luas kapling 150 M2

 Lingkungan perumahan kapling kecil

 Mempunyai kepadatan tinggi

 Luas kapling 75 M2

Dalam pelaksanaannya dari kebutuhan perumahan tersebut dapat dilakukan

dengan menggunakan pola 1 : 3 : 6 (1 besar, 3 sedang dan 6 kecil) yang dibangun

dalam satu kesatuan unti lingkungan yang utuh. Untuk lebih jelasnya mengenai

(34)

Tabel 2-5

Perkiraan Kebutuhan Unit Rumah dan luas lahan Per Desa Di Wilayah Perkotaan Lembang, Tahun 2013

No Nama Desa Jumlah Unit Rumah

Sumber : RDTR Kecamatan Lembang Tahun 2013

2.1.6 Ruang Terbuka Hijau

Untuk melestarikan lingkungan dan mengoptimalkan daya dukung lingkungan

terhadap pemanfaatan ruang kota, maka sangat penting untuk memberikan

pengaturan terhadap fungsi ruang bagi terciptanya keseimbangan antara ruang

yang dimanfaatkan bagi pembangunan fisik seperti perumahan dan industri,

dengan ruang yang dimanfaatkan bagi kelestarian ruang itu sendiri. Dengan kata

lain bahwa ruang tersebut hanya diperuntukkan bagi ruang terbuka atau ruang

tertentu dengan fungsi utama untuk melindungi lingkungan.

Mengingat fungsi ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan yang sangat penting

untuk menciptakan keserasian antara lingkungan hidup dengan masyarakat kota,

maka perlu untuk dilakukan alokasi ruang bagi ruang terbuka hijau.

Pemanfaatan ruang kota bagi ruang terbuka hijau yang direncanakan di Kawasan

Perkotaan Lembang dapat terdiri dari:

 Kawasan hijau pertamanan kota

 Kawasan hijau rekreasi kota

 Kawasan hijau kegiatan olahraga

 Kawasan hijau pertanian

 Kawasan hijau pemakaman

 Kawasan hijau jalur hijau di sepanjang sempadan sungai

(35)

2.1.6.1 Sebaran Ruang Terbuka Hijau

 Kawasan hijau pertamanan kota, tersebar di seluruh BWK

 Kawasan hijau rekreasi kota, terletak di bagian selatan kawasan Perkotaan Lembang, yang juga berfungsi sebagai daerah resapan air.

 Kawasan hijau kegiatan olahraga

 Kawasan hijau pertanian, yang mencakup :

 Bagian timur dan utara BWK B (Desa Langensari dan Cibogo)

 Bagian timur dan barat BWK C (Desa Gudangkahuripan)

 Bagian barat dan utara BWK D (Desa Cikahuripan dan Jayagiri)

 Kawasan hijau pemakaman

 Kawasan hijau jalur hijau di sepanjang sempadan sungai Cihideung.

 Kawasan hijau pekarangan, tersebar di seluruh BWK.

2.1.6.2 Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Ruang Terbuka Hijau

Kebijaksanaan dalam pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

Lembang pada dasarnya ditujukan pada upaya optimal pemanfaatan sumber daya

sesuai dengan daya dukung lingkungan. Sasaran pengembangannya adalah:

Ruang terbuka hijau dibangun tanpa adanya bangunan di atasnya.

Pemanfaatan ruang terbuka hijau didominasi oleh tanaman atau tumbuh-tumbuhan

secara alamiah, ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan,

perkebunan, dan lain-lain.

Keberadaan ruang terbuka hijau selain dapat meningkatkan mutu lingkungan

hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih, dan sebagai sarana pengaman

lingkungan, juga dapat menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan

binaan yang berguna bagi masyarakat.

2.1.6.3 Perkantoran dan bangunan umum

Kawasan perkantoran atau pemerintah (kantor kepala desa, gedung serba guna),

direncanakan di pusat unit lingkungan, di setiap desa di Kawasan Perkotaan

Lembang. Kegiatan ini mempunyai jangkauan pelayanan lokal atau beberapa unit

lingkungan serta berdekatan dengan perdagangan eceran atau warung, diharapkan

adanya kegiatan yang saling menunjang di antara kegiatan-kegiatan tersebut.

(36)

Kegiatannya mempunyai skala kota dan kecamatan

Mempunyai tingkat intensitas kegiatan sedang, dengan frekuensi hubungan yang

mudah terhadap lingkungan lokal dan regional.

a. Penempatan lokasi sarana perkantoran ini didasari oleh :

 Terletak dalam lokasi yang strategis terhadap seluruh kawasan ibukota

kecamatan.

 Terletak dalam daerah yang mempunyai daya hubung yang tinggi, sehingga

mudah dijangkau oleh penduduk.

 Berorientasi pada jaringan regional (terutama untuk sarana pemerintahan yang

mempunyai lingkup pelayanan regional).

 Adanya pengelompokan khusus agar menghasilkan tingkat efisiensi yang lebih tinggi.

b. Sebaran lokasi perkantoran dan bangunan umum

 Sebaran lokasi perkantoran untuk pelayanan skala regional terletak di BWK A

(Jl. Raya Lembang dan Jl. Jayagiri) dan sebagian lagi di Jl. Kayuambon (BWK

B)

 Sebaran lokasi kantor kepala desa tersebar di masing-masing BWK (ada di

setiap desa

 Sebaran lokasi bangunan umum juga terdapat di sepanjang Jl. Raya Lembang

(pusat diklat beberapa instansi/departemen).

2.1.6.4 industri

Di wilayah perencanaan hanya ada satu pabrik obat berlokasi di desa

Gudangkahuripan (Jl. Setiabudi) karena secara topografi memang kurang cocok

untuk lokasi industri skala besar. Yang berkembang adalah industri rumah tangga

(hasil pengolahan pertanian, peternakan) yang tersebar di Desa Lembang,

Jayagiri, Gudangkahuripan, Langensari dan Cibogo)

a. Kebijaksanaan Pengembangan Industri

Pengembangan industri diarahkan pada industri rumah tangga/industri kecil.

Pengembangan industri rumah tangga/kecil ini berbasiskan pertanian dan

peternakan. Pengembangan industri rumah tangga/kecil ini sangat cocok

dikembangkan di Kawasan Perkotaan Lembang karena akan menimbulkan

(37)

Industri rumah tangga/kecil diharapkan akan dapat berkembang karena didukung

oleh adanya pusat penelitian-penelitian bidang pertanian maupun peternakan. Dari

segi kondisi fisik, tidak memungkinkan untuk mengembangkan industri yang

pengolahan skala besar dan sejenisnya.

2.1.6.5 Perdagangan dan jasa

a. Pengembangan kawasan perdagangan perlu mempertimbangkan sebagai

berikut :

Perbedaan fungsi antara perdagangan grosiran dan eceran;

Pengelompokkan perdagangan grosiran maupun perdagangan eceran;

Tingkat kemudahan dalam proses distribusi maupun pendistribusian jenis

komoditi.

Sebaran aktivitas perdagangan dan jasa

b. Penggunaan lahan untuk kegiatan perdagangan meliputi komponen-komponen

sebagai berikut :

Kawasan perdagangan di sepanjang jalan koridor Bandung - Subang

Di sepanjang koridor Bandung – Subang (Desa Gudangkahuripan – Lembang –

Cibogo) berkembang kawasan perdagangan yang cukup ramai dikunjungi baik

wisatawan maupun masyarakat yang hanya lewat koridor tersebut. Jenis usaha

yang berkembang tersebut cukup bervariasi, penjualan hasil pertanian maupun

makanan khas. Kota Lembang yang terkenal dengan hasil pertaniannya memiliki

pasar buah yang khusus menjual sayur-sayuran dan buah-buahan khas Lembang.

Pasar buah yang berlokasi di Jl. Raya Lembang ini merupakan salah satu tempat

yang sering dikunjungi wisatawan yang berkunjung ke Lembang.

Kawasan pusat pertokoan

Kawasan pusat pertokoan yang dikembangkan ditempatkan pada areal yang

memenuhi kebutuhan permintaan, terutama pada setiap titik pusat wilayah

pengembangan yang memiliki kepadatan penduduk tinggi dan sedang. Kawasan

ini dilokasikan di BWK A yaitu di sepanjang Jalan Raya Lembang, Jalan

Panorama dan sebagian di Jalan Kayuambon. Pasar yang melayani seluruh

kawasan perkotaan Lembang, dilokasikan di Jalan Panorama. Kondisi fisik pasar

kurang baik dan perlu dilakukan perbaikan dan penataan kegiatan-kegiatan di

(38)

Kebijaksanaan pengembangan aktivitas perdagangan dan jasa

Pengembangan perdagangan dan jasa di Perkotaan Lembang diarahkan pada :

Pengoptimalan pemanfaatan fasilitas perdagangan dan jasa existing

Penambahan fasilitas perdagangan yang memenuhi fungsi pelayanan lokal.

Penataan kawasan perdagangan di sepanjang koridor Bandung – Subang sehingga

tidak menyebabkan gangguan lalu lintas terutama pada hari-hari libur.

2.1.6.6 Pelayanan sosial

Lokasi pelayanan sosial yang ada tetap dipertahankan sehingga hanya pelayanan

sosial baru yang akan diarahkan lokasi penempatannya. Arahan peruntukan lahan

untuk fasilitas pelayanan sosial akan mempertimbangkan fungsi dan skala

pelayanannya. Fasilitas yang memiliki pelayanan regional, lokasinya dipilih pada

kawasan strategis dan memiliki lahan yang cukup luas yang mempermudah dalam

usaha pengembangannya di masa yang akan datang.

Arahan alokasi untuk pengembangan fasilitas pelayanan sosial yang memiliki

skala kota, wilayah pengembangan kota, dan lokal yang terkait dengan sistem

lingkungan perumahan, karena pelayanan fasilitas ini bertujuan untuk

memberikan pelayanan penduduk di unit lingkungan perumahan. Fasilitas yang

memiliki skala pelayanan meliputi fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan.

fasilitas peribadatan, fasilitas olahraga, dan ruang terbuka hijau.

2.1.6.7 Pariwisata

Arahan penggunaan lahan untuk fasilitas pariwisata berkaitan dengan kegiatan

yang akan dikembangkannya. Lembang yang dikenal sebagai daerah wisata alam,

sudah terdapat akomodasi yang cukup lengkap yaitu berupa hotel, restoran,

hiburan, dan objek-objek wisata alam. Lokasi hotel, restoran maupun tempat

hiburan ini umumnya berlokasi di BWK A (Desa Lembang) dan sepanjang jalan

koridor Bandung – Subang (Desa Gudangkahuripan dan Cibogo). Jenis hotel dan

fasilitas yang tersedia yang ada cukup lengkap.

Penggunaan lahan untuk fasilitas-fasilitas pariwisata diarahkan pada pemanfaatan

lahan yang ramah lingkungan. Hal ini untuk mencegah kerusakan lingkungan

akibat tingginya tingkat konversi lahan yang terjadi padahal Kecamatan Lembang

adalah kawasan resapan air yang harus dilindungi. Untuk lebih jelasnya dapat

(39)

tata guna lahan ini dibuat mengakomodasi perkembangan kecenderungan yang

terjadi, rencana tata guna lahan Kabupaten Bandung dan pertimbangan

lingkungan.

2.1.7 Rencana Kawasan Strategis

Berdasarkan tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat, difokuskan

pada pengembangan dalam hal wisata, pusat kegiatan lingkungan dalam orde III.

Dan sebagai kawasan hutan lindung sekaligus kawasan resapan air di wilayah

cekungan bandung.

2.2 Tinjauan Teori

2.2.1 Ekowisata

Menurut The International Ecotourism Society atau TIES (1991), ekowisata

adalah perjalanan wisata ke wilayah–wilayah alami dalam rangka mengkonservasi

atau menyelamatkan lingkungan dan memberi penghidupan penduduk lokal.

Menurut World Conservation Union (WCU), ekowisata adalah perjalanan wisata

ke wilayah–wilayah yang lingkungan alamnya masi asli, dengan menghargai

warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya – upaya konservasi, tidak

menghasilkan dampak negatif, dan memberikan keuntungan sosial ekonomi serta

menghargai partisipasi penduduk lokal.

Ekowisata merupakan sebagian dari sustainable tourism. Sustainable Tourism

ialah sektor ekonomi yang lebih luas dari ekowisata yang mencakup sektor–sektor

pendukung kegiatan wisata secara umum, meliputi wisata bahari (Beach and sun

teorism), wisata pedesaan (rural and agro tourism) atau, perjalanan bisnis

(business travel). Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik

Indonesia, ekowisata merupakan konsep pengembangan pariwisata yang

berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian

lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan

pemerintah setempat. (Zulukhu : 2009)

Ekowisata berpijak pada tiga kaki sekaligus, yakni wisata pedesaan, wisata alam

(40)

TIES di Quebec, Kanada tahun 2002), Ekowisata adalah sustainable Tourism

yang secara spesifik memuat upaya–upaya :

a) Kontribusi aktif dalam konservasi alam dan budaya.

b) Partisipasi penduduk lokal dalam perencanaan, pembangunan dan

operasional kegiatan wisata serta menikmati kesejahteraan.

c) Transfer pengetahuan tentang warisan budaya dan alam kepada

pengunjung.

d) Bentuk wisata independen atau kelompok wisata berukuran kecil.

Adanya unsur plus - plus di atas yaitu kepedulian, tanggung jawab dan komitmen

terhadap kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahtraan masyarakat

setempat ditimbulkan oleh :

a) Kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan

yang bersifat eksploatatif terhadap sumber daya alam.

b) Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan

sehat.

c) Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif

masyarakat setempat.

d)Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat

memperoleh manfaat ekonomi (economical benefit) dari lingkungan yang lestari

2.2.2 Pendekatan Ekowisata

Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi.

Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin

kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga

kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa

mendatang. Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh The International

Union for Conservntion of Nature and Natural Resources (1980), bahwa

konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha

memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang.

Sementara itu destinasi yang diminati wisatawan ecotour adalah daerah alami.

Kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisata dapat berupa Taman

(41)

dan Taman Buru. Tetapi kawasan hutan yang lain seperti hutan lindung dan hutan

produksi bila memiliki obyek alam sebagai daya tarik ekowisata dapat

dipergunakan pula untuk pengembangan ekowisata. Area alami suatu ekosistem

sungai, danau, rawa, gambut, di daerah hulu atau muara sungai dapat pula

dipergunakan untuk ekowisata. Pendekatan yang harus dilaksanakan adalah tetap

menjaga area tersebut tetap lestari sebagai areal alam

2.2.3 Konsep Pengembangan Ekowisata

Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai lingkungan telah memberikan

implikasi munculnya berbagai tuntutan di semua sektor pembangunan. Tuntutan -

tuntutan tersebut telah dan akan mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru, cara

cara pendekatan baru dalam berbagai kegiatan baik bisnis pariwisata secara

langsung yang dilakukan dunia usaha pariwisata dan usaha-usaha masyarakat

dalam upaya meningkatkan taraf kesejahteraan mereka. Kondisi tersebut makin

meyakinkan bahwa lingkungan bukan lagi beban, tetapi dapat dimanfaatkan untuk

meningkatkan usaha-usaha ekonomi. Dalam maksud lain, lingkungan mempunyai

peran penting dalam usaha mendorong semua lapisan masyarakat untuk

memanfaatkannya sebagai peluang bisnis, sehingga diharapkan dapat mendorong

semua pihak untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah dan mampu mendorong

keikutsertaan semua unsur dalam menanggulangi masalah lingkungan secara

bersama-sama.

2.2.4 Komponen Pendukung Pariwisata

Wisatawan yang melakukan perjalanan wisata memerlukan berbagai kebutuhan

dan pelayanan mulai dari keberangkatan sampai kembali lagi ke tempat

tinggalnya. Aktivitas pariwisata sangat terkait dengan kehidupan kita sehari-hari.

Sama seperti yang kita lakukan setiap hari, wisatawan juga butuh makan dan

minum, tempat menginap, serta alat transportasi yang membawanya pergi dari

suatu tempat ke tempat lainnya, untuk memenuhi kebutuhan dan pelayanan

tersebut, pariwisata harus didukung oleh berbagai komponen yaitu:

1) Obyek dan daya tarik wisata.

Ada banyak alasan mengapa orang berwisata ke suatu daerah. Beberapa yang

Gambar

Gambar  1-1 Peta Lingkup Wilayah Studi
Tabel 2-5 Perkiraan Kebutuhan Unit Rumah dan luas lahan
Gambar 3-1 : Peta Administrasi Kecamatan Lembang
Gambar 3-2 : Peta Administrasi Kawasan Perkotaan Kecamatan Lembang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan perhitungan maka luas lahan yang dibangun pada Perumahan Galmas Residence Tahap II terdiri dari luas fasilitas perumahan (terbangun) 65,35% dan

Proyek tersebut dibangun dengan luas lahan 4720 m2, serta luas bangunan 45.211,7 m 2 yang terdiri dari gedung utama 3 basement 29 lantai dan gedung parkir sendiri 1 basemant 8

Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian menyebabkan terjadinya peningkatan luas permukaan kedap (impervious area) sehingga memicu peningkatan

Berdasarkan keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat pengertian rumah sederhana adalah rumah tidak bersusun dengan luas lantai bangunan tidak jauh dari 70 m2 yang

Perhitungan paling pokok adalah mengenai kebutuhan pembiayaan pembangunan fisik perumahan sederhana, kebutuhan ruang untuk lahan perumahan yang dilengkapi dengan luas lahan

Luas lahan efektif adalah seratus per tiga puluh (100/30) dikalikan luas lantai dasar bangunan ditambah infrastruktur, tempat bermain/berolahraga/upacara, dan luas lahan

Koefisien Dasar Bangunan selanjutnya disingkat KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas tanah perpetakan

Peraturan Daerah BWK IX Kota Semarang:  Koefisien Dasar Bangunan KDB : 40%  Koefisien Lantai Bangunan KLB : 1.6  Ketinggian Maksimal Bangunan : 4 lantai Untuk menentukan luas