• Tidak ada hasil yang ditemukan

WANITA DEWASA LAJANG (Study Tentang Faktor-faktor yang Melatar Belakangi Wanita Dewasa Melajang dan Permasalahannya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "WANITA DEWASA LAJANG (Study Tentang Faktor-faktor yang Melatar Belakangi Wanita Dewasa Melajang dan Permasalahannya)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya orang yang dewasa akan menikah dan berumah tangga. Namun ada yang sudah cukup usia tetapi belum atau tidak menikah. Menikah pada perempuan merupakan suatu keharusan dan pada usia tertentu. Perempuan sering dituntut untuk menikah agar tidak dikatakan sebagai perawan tua. Selain itu juga, orangtua juga tidak akan merasa resah karena melihat putrinya belum juga mempunyai pendamping hidup (suami) seperti sebagaimana yang telah dilakukan oleh kebanyakan perempuan yaitu memiliki pedamping hidup dan berkeluarga.

Usia untuk melaksanakan pernikahan pada wanita dari tahun ke tahun mengalami perubahan, sejalan dengan yang dipaparkan oleh seorang sosiolog Linda, di era ’70-an dan awal ’80-an wanita rata-rata menikah di usia belasan tahun. Memasuki pertengahan ’80-an, ’90-an, hingga sekarang, usia pernikahan terus bergeser mundur ke atas 20 tahun. Bahkan, di kota besar, pada strata masyarakat menengah ke atas, kisaran usia nikah bisa mencapai 25-30 tahun ke atas.

Masa dewasa merupakan waktu yang paling lama dialami setiap manusia dalam rentang waktu kehidupan (Hurlock, 1991). Menurut Erikson masa dewasa ini terbagi menjadi tiga tahapan yaitu, masa dewasa dini yang dimulai dari 20 sampai 35 tahun, masa dewasa madya dimulai dari 35 sampai dengan 60 tahun, dan masa dewasa lanjut dari usia 60 tahun ke atas. Setiap tahapan pada masa dewasa tersebut memiliki tugas perkembangan masing-masing.

(2)

2

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

Hal ini sejalan dengan pendapat Hogg (dalam Hurlock, 1991) yang mengatakan menikah adalah menemukan pasangan yang cocok untuk diajak berkomitmen dalam menjalankan kehidupan bersama di masa-masa selanjutnya dan memiliki keturunan. Dengan kata lain dapat dikatakan pernikahan adalah suatu hubungan jangka panjang dengan orang lain yang dianggap sesuai dengan diri individu itu sendiri untuk mencapai keluarga yang bahagia dan kekal. Membentuk suatu hubungan dan memilih pasangan dengan bijak merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk menuju pernikahan yang bahagia dan kekal. Tetapi kadang-kadang pasangan yang terlihat serasi dan saling mencintai belum tentu siap untuk menikah. Hal ini dikarenakan suatu pernikahan meliputi banyak aspek kehidupan dan memerlukan tanggung jawab lebih dari individu yang menikah untuk mencapai keluarga yang bahagia dan kekal dibutuhkan sumber dan keterampilan dari masing-masing pasangan, seperti apakah pasangan tersebut sudah cukup matang secara personal untuk menerima tanggung jawab dalam pernikahan (Blood, 1978).

Setelah menikah, maka tugas perkembangan yang selanjutnya yang berada pada dewasa madya adalah membantu anak remajanya menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia. Tetapi fenomena yang muncul dalam masyarakat saat ini adalah adanya wanita dewasa yang berumur 30 tahun bahkan di atas umur 30 tahun belum juga menikah atau masih melajang, sedangkan menikah merupakan tugas perkembangan yang berada pada masa dewasa dini. Hal ini dapat menghambat individu tersebut untuk menjalankan tugas perkembangannya di masa dewasa madya yang seharusnya telah memiliki tugas untuk mendidik anak.

Pernikahan merupakan pola normal dalam kehidupan orang dewasa. Sebagian besar orang dewasa ingin menikah dan mengalami tekanan dari orang tua dan teman-teman untuk menikah (Hurlock, 1991). Hal ini menunjukkan bahwa pernikahan mendapat perhatian yang besar dari masyarakat dan diharapkan setiap individu dewasa mengalaminya.

(3)

3

rasa ingin dihargai. Jadi, dengan menikah seorang individu akan merasa tenang dapat melindungi dan dilindungi serta dapat mencurahkan segala isi hati kepada pasangannya. Pernikahan juga dapat memenuhi kebutuhan sosial, seperti yang telah disampaikan bahwa norma-norma masyarakat yang memandang lain seorang individu yang terlambat atau tidak menikah, membuat individu ingin menikah agar tidak mendapat sorotan dari masyarakat.

Selain itu, menikah juga memiliki manfaat anatara lain yaitu untuk memenuhi kebutuhan religi seseorang, dengan melakukan pernikahan maka salah satu aspek dalam agama telah dapat dipenuhi sesuai dengan kepercayaan yang dianut oleh individu yang bersangkutan (Walgito, 2002). Kebutuhan-kebutuhan inilah yang melatarbelakangi seseorang untuk menikah.

Menurut Jacoby dan Bernard (Setyowati & Riyono, 2003) wanita mendapat tekanan yang lebih besar untuk menikah dibandingkan dengan pria setelah usia tertentu, umumnya sekitar usia 30 tahun. Hurlock (1991) mengatakan pria yang melajang tidak mengalami masalah seperti yang dialami wanita yang belum menikah karena pria dapat menikah kapan saja. Pria juga lebih mudah melakukan adaptasi dengan kehidupan melajang dibandingkan dengan wanita.

Cockrum dan White (Suryani, 2007) juga mencatat terdapat standar yang berbeda yang digunakan masyarakat dalam memandang pria yang hidup melajang dengan wanita yang hidup melajang. Pria yang hidup melajang cenderung lebih dapat diterima dibandingkan dengan wanita melajang. Wanita melajang yang sering disebut ”perawan tua”, selalu disodorkan pertanyaan ”Kapan kamu menikah?” dari orang sekitar. Apalagi Jones (Suryani, 2007) mengatakan bahwa sikap masyarakat Indonesia yang menempatkan menikah dan memiliki anak sebagai prioritas hidup wanita semakin membuat pernikahan menjadi hal yang lebih penting bagi wanita daripada pria sehingga status melajang yang dimiliki wanita lebih mendapat sorotan.

(4)

4

Berbagai alasan diberikan para lajang seputar keterlambatan menikah, sebagaimana yang diungkapkan oleh Agus (2009) bahwa berbagai alasan diberikan oleh para lajang seputar keterlambatan menikah, paling klasik tentu “belum jodoh”. Masih banyak alasan lain yang mewakili tentang belum datangnya jodoh. Alasan pertama yang paling banyak diajukan adalah, belum mapan baik laki-laki atau para wanita. Belum mapan di sini tidak hanya kemapanan finansial, seperti sudah punya pekerjaan tetap, rumah, mobil, deposito, sampai biaya penyelanggaraan pernikahan yang semakin hari semakin membengkak. Kemapanan di sini juga termasuk kemapanan psikologis. Banyak yang masih ingin bersenang-senang dulu dengan alasan jika segera nikah maka akan cepat bosan. Adanya perasaan egois yang berlebihan yang merasa dirinya belum siap untuk berbagi hidup dengan orang lain sehingga saat diri merasa sudah cukup mapan, usia sudah berangkat senja.

Secara psikologis bahaya dari melajang dapat mengakibatkan perasaan cemas dan kecewa karena tidak dapat mencapai aktualisasi diri sebagai seorang wanita karena pada dasarnya dunia wanita adalah “dunia yang memelihara”. Dan “wanita merupakan bentuk aku-yang mencari-engkau”. Karena yang bisa memberi arti dan makna pada diriku adalah engkau atau orang lain (laki-laki). Kecemasan yang menghantui ketika usia terus bertambah karena terus berpikir, dengan siapa ia akan menghabiskan waktu dimasa tua, siapa yang akan mendampingi dirinya dalam mengisi hari-hari terakhir hidupnya, tidak adanya anak dan cucu yang dapat menghibur sebagai pelipur lara di hari tuanya Sarwono Prawiroharjo (Latif, 2005) Sarwono Prawiroharjo (Latif, 2005) Sarwono Prawiroharjo (Latif, 2005).

(5)

5

tentang pernikahan, seperti halnya bebebrapa pengalaman yang tidak mengembirakan dan tidak menyenangkan.

Hasil penelitian Blakemore, Lawton, dan Vartanian (dalam Suryani, 2007) pun menunjukkan bahwa wanita memiliki keinginan yang lebih tinggi untuk menikah dibandingkan dengan pria. Dorongan ini muncul karena hingga saat ini wanita masih ingin memenuhi tuntutan tradisional mereka, yaitu menjadi seorang istri dan seorang ibu. Umumnya status melajang yang dimiliki wanita dewasa madya lebih banyak dialami oleh wanita yang bekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1991) yang mengatakan bahwa saat berusia dua puluhan wanita yang belum menikah tujuan hidupnya adalah perkawinan, tetapi pada saat ia belum juga menikah pada waktu usianya mencapai tiga puluh, maka ia cenderung untuk menukar tujuan hidupnya ke arah nilai, tujuan, dan hidup baru yang berorientasi pada pekerjaan. Status melajang lebih sering dimiliki oleh wanita yang bekerja semakin jelas terlihat dari banyaknya media massa yang mengangkat artikel mengenai fenomena melajang pada wanita yang bekerja.

Salah satu media massa yang mengangkat fenomena melajang pada wanita bekerja adalah surat kabar Surabaya Post (2004) yang memberitakan banyaknya wartawan wanita yang belum menikah (melajang) di masa dewasa. Dari hasil wawancara kepada sebelas wartawan ditemukan berbagai alasan mengapa mereka menunda pernikahan, salah satunya adalah karena ingin konsentrasi pada pekerjaan apalagi saat karir sedang beranjak naik, tetapi keinginan untuk memiliki suami dan berkeluarga tetap menjadi cita-cita ideal. Bahkan sebagian besar wartawan akan meninggalkan pekerjaannya jika sudah menikah, tetapi ada juga yang ingin tetap bekerja sebagai penulis.

Pembahasan mengenai wanita yang masih melajang juga terdapat dalam berbagai surat kabar lainnya, diantaranya yaitu Pernik PUBLIK (2003) yang menuliskan bahwa sosok wanita karir yang sukses merupakan fenomena umum di kota-kota besar, sekalipun ia seorang ibu rumah tangga. Bagi seorang wanita karir yang belum berumah tangga, kesuksesan dan kemajuan karir sering dituding sebagai penyebab penghambat jodoh wanita.

(6)

6

memutuskan melajang di atas usia 30 tahunan, salah satu di antaranya karena menentukan kriteria yang terlalu tinggi untuk calon pasangannya. Banyak wanita semakin tinggi tingkat pendidikan atau jabatan, semakin kurang berminat menjalin hubungan dengan pria yang tidak setara. Penelitian Mary Astuti menemukan sejumlah alasan mengapa perempuan memilih tidak menikah. Pertama, karena pengalaman pada masa kecil. Bapaknya terlalu keras mendidik sehingga dia tidak punya teman laki-laki. Kedua, pernah dikecewakan laki-laki. Ketiga, trauma melihat banyak yang gagal membina rumah tangga. Keempat, ingin mandiri (Ayi, 2003). Akibatnya tidak sedikit wanita yang memutuskan untuk tidak mau menikah. Selain itu juga bisa disebabkan karena ambisinya yang kuat untuk meningkatkan kariernya dan ia melihat masih ada kesempatan untuk meningkatkan jenjang profesionalisnya.

Hasil dari penelitian yang dilakukan Wong (2005) mengatakan bahwa penundaan pernikahan bisa terjadi karena wanita dewasa tersebut mempertimbangkan karir, pendidikan, dan finansial sebagai prasyarat dalam melakukan pernikahan. Wanita yang berpendidikan lebih tinggi memilih untuk menata karir dan pendidikan mereka lebih dahulu, tetapi bukan berarti mereka tidak mempunyai hasrat untuk menikah. Hanya saja mereka memandang kedua hal tersebut sebagai prasyarat untuk menikah. Secara umum wanita yang belum menikah memiliki posisi pekerjaan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang telah menikah.

Selain beberapa factor dan contoh kasus yang telah dipaparkan, peneliti juga melakukan wawancara awal terhadap satu orang responden yaitu wanita yang berusia diatas 30 tahun yang belum menikah.

(7)

7

berkeluarga karena terkadang subyek juga memikirkan pandangan masyarakat terhadap dirinya dan tuntutan orang tua yang menginginkan subyek untuk segera menikah serta adanya perasaan yang dirasakan seperti sedih, kecewa, sepi karena belum juga mendapatkan pendamping hidup. Menurut subyek ia hanya memasrahkan semuanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Melihat fenomena seperti yang dipaparkan di atas, dengan adanya keterlambatan dalam pemenuhan tugas perkembangan pada masa dewasa dini di usia yang telah memasuki masa dewasa yang dialami wanita, membuat peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi wanita dewasa di atas usia 30 tahun belum juga menikah (melajang) dan peramsalahan apasaja yang dialaminya. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dilihat bahwa terdapat wanita dewasa yang usianya sudah mencapai 30 tahun yang masih melajang atau belum menikah.

Dengan demikian, pertanyaan penelitian yang muncul adalah :

1. Faktor-faktor apa saja yang melatar belakangi wanita dewasa belum juga menikah (melajang)?

2. Permasalahan apa saja yang dialami wanita dewasa yang belum menikah (melajang)?

C. Tujuan Penelitan

Tujuan dari diadakannya penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi wanita dewasa belum menikah (melajang) dan permasalahan yang dialami wanita dewasa yang belum menikah (melajang).

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

(8)

8

2. Manfaat Praktis

(9)

WANITA DEWASA LAJANG

(Study Tentang Faktor-faktor yang Melatar Belakangi Wanita Dewasa

Melajang dan Permasalahannya)

SKRIPSI

Oleh :

M. Fauzi

06810188

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(10)

WANITA DEWASA LAJANG

(Study Tentang Faktor-faktor yang Melatar Belakangi Wanita Dewasa

Melajang dan Permasalahannya)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

M. Fauzi

06810188

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(11)
(12)
(13)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabil’alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi yang telah memberikan Rahmat dan Ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Wanita Dewasa Lajang (Study tentang Faktor-faktor yang Melatar Belakangi Wanita Dewasa Melajang dan Permasalahannya)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan serta semangat dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan yang baik ini dengan tulus dari hati sanubari, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Drs. Tulus Winarsunu, M. Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M. Si. selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu untuk peneliti serta memberikan masukan dan mendengarkan pendapat penulis untuk di diskusikan.

3. Bapak M. Shohib, M. Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan semangat serta masukan yang berharga dan selalu mengingatkan penulis untuk terus bimbingan.

4. Bapak M. Salis Yuniardi, M. Psi. selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

5. Ibu Diana Savitri H, M. Psi selaku dosen wali yang selalu mengingatkan dan memotivasi mahasiswanya khusunya kelas D angkatan 2006

6. Dosen – Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

7. Subjek dalam penelitian ini yang telah bersedia membantu dan mempercayai penulis untuk mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi dan permasalahan subyek yang melajang.

(14)

9. Adikku Aziz yang selalu memberi dukungan, do’a dan kasih sayang yang menjadi kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Seseorang yang telah memberikan inspirasi dan motivasi pada penulis dalam memandang kehidupan ini.

11.Keluarga besar om Anang dan komunitasnya terimakasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis ucapkan terima kasih banyak.

Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini tetap diharapkan. Penulis mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan, dan berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 25 Juli 2011 Penulis

(15)

DAFTAR ISI

3. Karakteristik usia dewasa ... 11

4. Tugas-tugas perkembangan usia dewasa ... 13

B. Wanita Lajang ... 14

1. Pengertian wanita lajang ... 14

2. Ciri-ciri wanita lajang ... 15

3. Faktor-faktor yang melatarbelaki wanita dewasa melajang ... 15

4. Permasalahan pada wanita dewasa melajang ... 19

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 21

B. Batasan Istilah ... 22

C. Subyek Penelitian ... 22

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

E. Metode Pengumpulan Data ... 22

(16)

G. Metode Analisa Data ... 25

H. Keabsahan Data ... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 27

1. Deskripsi Subyek ... 27

2. Hasil Wawancara ... 27

B. Analisa Data ... 37

C. Pembahasan ... 39

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 44

B. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor tabel Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Halaman

Lampiran 1 ... 49

Lampiran 2 ... 51

Lampiran 3 ... 54

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Adhim, F. (2010). Saatnya untuk menikah. Yogyakarta: Pro-U Media

Ardiyanto, A. S. (2009). Jodoh antara doa dan usaha. Diakses tanggal 1 januari 2011. Dari http://onlymasagus.blogspot.com/2009/01/jodoh-antara-doa-dan-usaha.html

Ayi, A. (2003). Melajang karena karier, itu dampak negatif perjuangan wanita. Radar sulawesi tegah [online]. Tersedia http://www.radarsulteng.com

Bachtir, A. (2004). Menikahlah maka engkau akan bahagia. Yogyakarta: Saujana

Daryanto. (1997). Kamus bahasa indonesia lengkap. Surabaya: Apollo

Dayakisni, T. & Hudaniah (2009). Psikologi sosial. Malang: Umm Press.

Faklutas Psikologi UMM. (2010). Pedoman penulisan skripsi. Malang: Fakultas Psikologi UMM.

Hurlock, E.B. (1991). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (Edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Jayalaksana, N. (2010). Kenapa ingin melajang. Diakses tgl 23 januari 2011. Dari

http://www.femina-online.com/issue/issue_detail.asp?id=608&cid=2&views=65

Kartono, K. (1990). Pengantar metodologi riset sosial. Bandung: Mandar Maju

_________. (1992). Psikologi wanita: mengenal gadis remaja dan wanita dewasa.

Muhyidin, M. (2006). Dilarang melajang raihlah berkah menikah. Semarang: Qudsi Media

Mappiare, A. (1983). Psikologi orang dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.

Moleong, L. (2004). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Rosda Karya. .

(20)

Santrock, J.W. (2004). Perkembangan masa hidup jilid 1. Jakarta: Erlangga.

____________. (2006). Perkembangan masa hidup jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Seligman, M. (1990). Group approaches for parents of children with disabilities. Dalam Seligman, M., & E. M. Laura (Ed.), Group psychotherapy (Hal. 147). United State of American: Allyn and Bacon.

Setyowati, R. & Riyono, B. (2003). Perbedaan Aspirasi Karir antara Wanita yang sudah Menikah dan yang belum Menikah pada Pegawai Negeri Sipil. Jurnal Psikologika, 16, ( 8), 52-58.

Sugiyono. (2006). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Sujanto, A. (1986). Psikologi perkembangan. Aksara Baru: Anggota IKAPI.

Sumanto. (1990). Metodologi penelitian sosial dan pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.

Surya, M. (2003). Bina keluarga. Semarang: Aneka Ilmu.

Suryana. (2007). Tahapan-tahapan penelitian kualitatif. Diakses tanggal 15 januari 2011. Dari www.pdfcast.org

Suryani, A.O. (2007). Gambaran sikap terhadap hidup melajang dan kecemasan akan ketidakhadiran pasangan pada wanita lajang berusia di atas 30 tahun.

Jurnal Manasa, 1, (1), 75-85.

Thantawi, As.M.S. & Machdhoero A. M. (1989). Metodologi penelitian. Malang: UMM Press.

Walgito, B. (2004). Bimbingan dan konseling perkawinan. Yogyakarta: Andi Offset.

Wanita karir, dari sulit jodoh hingga fungsi ganda. (2003). [On-line], Available http://www.figurpublik.com/cetak/pernik/showpernik.php?id=3

Waspada Online. (2008). Untung rugi perempuan lajang. [On-line], Available http://www.waspada.co.id/ragam/-untung-rugi-perempuan lajang.

Wong, O. M. H. (2005). Postponement or Abandonment of Marriage? Evidence from Hong Kong. Journal of Comparative Familiy Studies. GNU Free Document License.

Referensi

Dokumen terkait

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi/ Raport anak.Lembar observasi ini berisi tentang data demografi orang tua

Tujuan :Untuk mengetahui hubungan antara konsep keluarga dan penerimaan masyarakat terhadap kekambuhan penderita gangguan jiwa di Desa Karangsari Kecamatan

Muodoltaan se tässä tapauksessa kuitenkin on Sinisaloa paremmin verrattavissa Orwellin Ninteen Eighty-Four -romaaniin, koska myös siinä varsinaisen juonellisen tarinan jo

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “SURVEI KECEMASAN ASPEK SOSIAL UNTUK SISWA KELAS

Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Rizaludin dan Siswantoro (2013) menggunakan variabel proporsi dana pihak ketiga (DPK), biaya operasional terhadap pendapatan

Metode pengukuran arah kiblat dengan alat bantu Google Earth di tanah kosong, yaitu: (1) Pengukuran arah kiblat dengan menghubungkan show ruler dari Kakbah

Selanjutnya untuk memberikan gambaran arah dan sasaran yang jelas serta sebagaimana pedoman dan tolok ukur kinerja Pengadilan Negeri, Hubungan Industrial dan Tindak Pidana

Berdasarkan hasil suervey lapangan penulis mendapatkan bahwa sebagian besar penghuni asrama adalah pasangan usia subur, dari 35 ibu hamil yang ada rata-rata pendidikan SMA, belum