• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara daya dukung pembentukan biomassa dan tingkat pemanfaatan stok ikan teri merah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara daya dukung pembentukan biomassa dan tingkat pemanfaatan stok ikan teri merah"

Copied!
243
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA DAYA DUKUNG PEMBENTUKAN

BIOMASSA DAN TINGKAT PEMANFAATAN STOK IKAN

TERI MERAH (

Encrasicholina heteroloba

)

DI TELUK AMBON DALAM

ONG TONNY SAMUEL ONGKERS

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Hubungan Antara Daya Dukung Pembentukan Biomassa Dan Tingkat Pemanfaatan Stok Ikan Teri Merah (Encrasicholina heteroloba) Di Teluk Ambon Dalam adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak terbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

ONG TONNY SAMUEL ONGKERS

NRP C161030041

(3)

Formation and Exploitation Level of Shorthead Anchovy (Encrasicholina heteroloba) In Inner Ambon Bay (Menofatria Boer as chairman, Ismudi Muchsin and Kardio Praptokardio as members of the Advisory Committee).

The objectives of this research were to identify and to evaluate the potency capacity of biomass formation, recruitment and growth as well as level of stock biomass utilization of shorthead anchovy (Encrasicholina heteroloba) in Inner Ambon Bay.

A year sampling was conducted in three sites of Inner Ambon bay i.e. in the front (zone I), in the middle (Zone II) and in the back (zone III), in order to examine the habitat characteristics, stock distribution as well as fishing intensity and catch in both full and half-moon.

The results showed that habitat characteristics which consist of hydro-oceanography factors and water quality were suitable for growth and distribution of shorthead anchovy. Capacity of biomass formation in zone I, II and III reached a maximum level in June, July and August (east monsoon) and subsequently declined in September untill November (transition II of monsoon), and relatively stable in December till/up to May (west monsoon and transition I).

It was indicated that utilization level of beach seine and lift net at zones I, II and III had not exceeded capacity of stock, however capacity of eliminated stock had exceeded in a particular months or season.

From 23 times sampling within one year period, it was found that stock utilization level which do not exceed eliminating carring capacity (under exploited) were 9, 8, and 9 times at zone I, II, and III consecutively. Whilst stock utilization level that exceed exploitation (over explotation) were 14, 15, and 14 at zone I, II, and III consecutively.

It can be concluded that Inner Ambon Bay is a semi enclose waters that connected to Outer Ambon Bay through a ridge/sill. This area has biomass carring capacity which has experienced similar exchange i.e. increase at east monsoon, decrease at 2nd monsoon, and stable during west monsoon up to 1st transition monsoon. Stock biomass utilization level has exceeded biomass formation carring capacity that causes decrease in stock sustainability or currently this stock is under over exploitation level .

From this study it was suggested that management of shorthead anchovy should be based on capacity of biomass formation and elimination with the consideration of optimal utilization level towards stock potency (stock availability and capacity of stock) up to achievable sustainability levels.

(4)

an Biomassa dan Tingkat Pemanfaatan Stok Ikan Teri Merah (Encrasicholina heteroloba) di Teluk Ambon Bagian Dalam (MENOFATRIA BOER sebagai Ketua, ISMUDI MUCHSIN dan KARDIO PRAPTOKARDIO sebagai anggota komisi pembimbing).

Perikanan ikan umpan merupakan salah satu perikanan ikan pelagis kecil di Teluk Ambon Dalam (TAD) yang telah lama dilakukan. Perikanan ikan umpan menunjang perikanan cakalang (Pole and liner fisheries) dalam menyediakan umpan dalam pengoperasiannya. Salah satu jenis ikan umpan yang dominan tertangkap adalah ikan teri merah (Encrasicholina heteroloba).

Belakangan ini, penurunan produksi maupun hasil tangkapan per unit alat tangkap ikan umpan mengalami degradasi. Penurunan tersebut diperkirakan sehubungan dengan perubahan daya dukung pembentukan biomassa, tingkat eksploitasi dan keluar masuknya ikan di Teluk Ambon Dalam.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi daya dukung pembentukan biomassa rekrutmen dan pertumbuhan serta tingkat pemanfaatan biomassa stok ikan teri merah.

Penelitian dilakukan di TAD dengan pembagian segmen (zonasi) atas bagian mulut teluk (zona I), tengah teluk (Zona II) dan bagian terdalam (zona III). Pengambilan contoh dilakukan terhadap karakteristik habitat, distribusi stok serta intensitas dan hasil tangkapan selama setahun pada bulan gelap maupun terang di masing-masing zona.

Hasil penelitian didapatkan bahwa karakteristik habitat yang meliputi faktor hidro-oseanografi dan kualitas air masih layak bagi pertumbuhan dan distribusi ikan teri merah. Daya dukung pembentukan biomassa di zona I, II dan III meningkat mencapai maksimum pada bulan Juni-Agustus (musim timur), menurun dari bulan September sampai Nopember (musim peralihan II), dan berfluktuasi mantap pada bulan Desember sampai Mei (musim barat dan peralihan I). Tingkat pemanfaatan biomassa stok di zona I dan II dan III tercermin dari total hasil tangkapan jaring pantai dan bagan belum melampui daya dukung biomassa. Pada saat daya dukung maksimum (di zona I sebesar 29.60 ton, di zona II sebesar 327.27 ton dan zona III sebesar 211. 94 ton), tingkat pemanfaatan hanya mencapai 20% pada zona I, 29% pada zona II dan 21% pada zona III. Tingkat pemanfaatan daya dukung pembentukan biomassa tereliminasi, sebagian besar (dari 23 kali pengambilan contoh selama setahun) telah terlampaui, di zona I sebanyak 14 kali, zona II sebanyak 15 kali dan zona III sebanyak 14 kali. Bahwa tingkat pemanfaatan tidak memperhatikan daya dukung tereliminasi, sehingga pada waktu atau musim tertentu tingkat pemanfaatan melampaui daya dukung tereliminasi

(5)

perubahan musiman serupa yaitu meningkat mencapai maksimum pada musim timur; dan menurun di musim peralihan II, selanjutnya berfluktuasi mantap dari musim barat sampai peralihan I. Tingkat pemanfaatan biomassa stok melampaui daya dukung pembentukan biomassa, sehingga keberlanjutan stok (B2) menurun.

Pada waktu tersebut sementara dapat dinyatakan melebihi eksploitasi (over exploitation).

Disarankan untuk melakukan pengelolaan berdasarkan tingkat pemanfaatan yang dilakukan secara optimal terhadap potensi keberadaan stok (ketersediaan dan daya dukung stok) sampai dengan batas-batas kelestarian yang dapat dicapai.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

Mahasiswa : Ong Tonny Samuel Ongkers

NIM : C161030041

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin Ketua Anggota

Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS Dr. Ir. Dahrul Syah M.Sc, Agr.

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup: 1. Prof. Dr. Ir M.F Rahardjo DEA

(Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK, IPB) 2. Dr. Ir Sam Wouthuysen M.Sc. APU

(Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka: 1. Dr. Ir. Dedy H. Sutisna MS

(Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan Perikanan (KKP-RI) 2. Prof. Dr. rer. nat. Ir. A. S. Khouw M.Phil

(9)

atas anugerahnya sehingga penulisan disertasi ini yang berjudul: “Hubungan Antara

Daya Dukung Pembentukan Biomassa dan Tingkat Pemanfaatan Stok Ikan Teri Merah (Encrasicholina heteroloba) Di Teluk Ambon Dalam” bisa diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Perairan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian studi ini, yaitu:

1. Bapak Prof.Dr.Ir. Menofatria Boer, DEA selaku ketua komisi pembimbing atas bimbingannya yang tidak kenal waktu kepada penulis

2. Bapak Prof.Dr.Ir. Ismudi Muchsin (anggota komisi pembimbing) atas waktu, ide, gagasan koreksi dan inspirasinya sehingga penulis terus berusaha untuk tetap konsisten dalam menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.

3. Bapak. Dr. Ir Kardiyo Praptokardiyo (anggota komisi pembimbing) yang memberikan pencerahan, mendorong penulis untuk menyelesaikan penyelesaian studi terutama dari konsep penelitian, pengolahan data hingga analisis persoalan dan strategi penyelesaian untuk kepentingan ilmiah.

4. Bapak Alm Dr. Ir Sutrisno Sukimin DEA, atas sumbangan pemikiran dan pembimbingannya sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.

5. Dr. Ir Chairil Muluk MSc, yang telah membantu penulis dalam menelaah penelitian ini.

6. Istri tercinta Dr. Ir. Yuliana Natan Msi, anak-anak tersayang, Jodi dan Vania yang selalu atas semua cintanya baik dalam pekerjaan, penyelesaian studi maupun kehidupan sehari-hari.

7. Rektor Universitas Pattimura, atas pemberian ijin studi lanjut di Institut Pertanian Bogor.

8. Pimpinan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura atas pemberian kesempatan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.

9. Prof. Dr. Ir. A. S, Khouw Mphil, Dr J.A.N. Masrikat MS, Ir JMS Tetelepta Mphil, MSc, Ir D Noija MSi, Ir J.A Pattikawa Msc, Ir. Willem Muskitta Msi, Ir Hengki Sukeno atas bantuan moril maupun materil dalam penyelesaian studi di Institut Pertanian Bogor.

10.Rekan-rekan PERMAMA atas bantuan moril dalam mendorong penulis menyelesaikan studi di Bogor

11.Nelayan redi dan bagan di Teluk Ambon Dalam dimana penulis melaksanakan penelitian.

(10)

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang berkepentingan dalam bidang yang penulis tekuni. Saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan. Tuhan Jesus memberkati kita semua.

Bogor, Awal Januari 2012

(11)

1961 dari pasangan Alex Ong dan Lily Tjoanda. Pendidikan penulis mulai dari SD Kristen Belso A1 Ambon dan lulus tahun 1973. Pendidikan SMP dijalani pada SMP

Kristen Urimessing dan selesai tahun 1976. Selanjutnya SMA diselesaikan di SMA Negeri I Ambon dan lulus tahun 1980. Pada tahun yang sama penulis diterima di Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Pattimura. Pendidikan Sarjana diselesaikan pada tahun 1985. Pendidikan S2 ditempuh di Sekolah Pascasarjan IPB program studi Ilmu Perairan dari tahun 1987

sampai tahun 1990. Penulis melanjutkan studi pada program Doktor pada tahun 2003. Penulis bekerja pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan di Fakultas Perikanan Universitas Pattimura dari tahun 1987 sanpai sekarang. Disamping bekerja sebagai Dosen, penulis bekerja sebagai redaktur Jurnal Ichthyos dan Jurnal Iktiologi Indonesia sebagai anggota redaksi. Penulis menjadi anggota Masyarakat Iktiologi Indonesia dari tahun 2009 sampai sekarang.

(12)

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada BAPAK Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA (almarhum) dan keluarganya, atas bimbingan beliau mulai dari penyusunan proposal sampai pada proses penyusunan laporan disertasi ini.

(13)

DAFTAR TABEL... ... xxv

DAFTAR GAMBAR ... xxvii

DAFTAR LAMPIRAN... xxix

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1.4. Pendekatan Masalah ... 3

1.5. Hipotesis... ... 4

1.6. Novelty... ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tipologi Perairan Teluk Ambon Dalam ... 7

2.1.1. Hidromorfologi ... 7

21.2. Oseanografi ... 7

2.2. Biologi Teri Merah ... 9

2.2.1 Klasifikasi Ikan Teri Merah (Encasicholina heteroloba) ... 9

2.2.2 Habitat ... 10

2.2.3 Pertumbuhan Reproduktif dan Somatik ... 11

2.3. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan... ... 12

2.3.1 Model Stok... ... 13

2.3.2 Model Analitik ... 14

2.3.3 Model Produksi ... ... 16

2.4. Efektivitas dan Penangkpan Sistem Penyinaran... 17

2.5 Pengelolaan (Pengendalian Tingkat Eksploitasi... ... 18

3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 23

3.2. Penelitian Karakteristik Habitat Ikan Teri Merah ... 24

3.2.1 Metode dan Desain Penelitian... .. ... 24

3.2.1.1 Metode Penelitian. ... 24

3.2.1.2 Desain Penelitian... ... 24

1 Desain Pengambilan Contoh... ... 24

2 Desain Instrumen... ... 24

3 Desain Waktu ... ... 24

3.2.1.3 Variabel... ... 24

1 Variabel yang diukur ... 24

2 Variabel kerja... ... 25

3.2.2 Bahan dan Metode... ... 25

3.2.2.1 Teknik Pengambilan Data ... 25

3.2.2.2 Metode Pengukuran... ... 25

3.2.2.3 Pengelolaan Data ... ... 25

(14)

Halaman

3.3. Distribusi dan Produksi Biomassa Stok ... 26

3.3.1 Metode dan Desain... 26

3.3.1.1 Metode Penelitian... ... 26

3.3.1.2 Desain Penelitian... ... 26

1 Desain Pengambilan Contoh ... ... 26

2 Desain Instrumen ... ... 26

3 Desain Waktu ... ... 26

3.3.1.3 Variabel... ... 26

1 Variabel yang diukur... ... 27

2 Variabel kerja... ... 27

3.3.2 Bahan dan Metode ... 31

3.3.2.1 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.3.2.2 Metode Pengukuran ... 32

3.3.2.3 Pengelolaan Data... . 32

3.3.3 Rencana Analisis Data... .... 33

3.4. Intensitas dan Hasil Tangkapan ITM ... 33

3.4.1 Metode dan Desain... ... 34

3.4.1.1 Metode Penelitian ... .... 34

3.4.1.2 Desain Penelitian ... 34

1 Desain dan Pengambilan Contoh ... 34

2 Desain Instrumen ... 34

3. Desain Waktu... 34

3.4.2 Variabel ... ... ... 34

3.4.2.1 Varibel yang dipantau... 35

3.4.2.2 Variabel kerja... ... 35

3.4.3 Bahan dan Metode... ... 36

3.4.3.1 Teknik Pengumpulan Data... ... 36

3.4.3.2 Meotode Pengukuran ... 36

3.4.4 Pengelolaan Data... 36

3.4.5 Analisis Data ... 36

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Habitat Ikan Teri Merah di Kawasan Teluk Ambon Dalam,... 37

4.1.1 Pasang Surut... 37

4.1.2. Kecepatan Arus... .. 37

4.1.3 Suhu……… ... 39

4.1.4 Salinitas ... ... 40

4.1.5 pH... ... 41

4.1.6 Oksigen Terlarut... ... 42

4.2 Distribusi Stok Ikan Teri Merah ... 44

4.2.1 Struktur Komunitas... .... 45

4.2.2 Distribusi Desitas Kelimpahan Stok (DNS) dan Biomassa Stok (DBS)………. ... 45

(15)

Halaman

4.2.3.1 Zona I... 47

4.2.3.2 Zona II ... . 49

4.2.3.3 Zona III... 50

4.3 Rekrutmen Stok ITM ... 50

4.3.1 Zona I... ... 52

4.3.1.1 Kemampuan Rekrutmen Stok... 52

4.3.1.2. Hasil Biomassa Rekrutmen Setiap Interval Waktu Pantau... 54

4.3.2 Zona II... ... ... 54

4.3.2.1. Kemampuan Rekrutmen Stok... 54

4.3.2.2. Hasil Biomassa Rekrutmen Setiap Interval Waktu Pantau... 55

4.3.3 Zona III... ... ... 55

4.3.3.1. Kemampuan Rekrutmen Stok... 55

4.3.3.2. Hasil Biomassa Rekrutmen Setiap Interval Waktu Pantau... 55

4.4 Produksi Pertumbuhan Stok ITM ... 56

4.4.1 Zona I... ... 55

4.4.1.1 Produktivitas dan Waktu Pulih Stok ... ... 57

4.4.1.2. Produksi Pertumbuhan Biomassa ... 57

4.4.2 Zona II... ... 57

4.4.2.1. Produktivitas dan Waktu Pulih Stok ... .. 57

4.4.2.2. Produksi Pertumbuhan Biomassa ... 58

4.4 3. Zona III... 59

4.4.3.1. Produktivitas dan Waktu Pulih Stok ... . 59

4.4.3.2. Produksi Pertumbuhan Biomassa ... 60

4.5 Intensitas dan Hasil Penangkapan ... 60

4.5.1 Hasil Penangkapan Interval Waktu Pantau di Zona I ... 61

4.5.2 Hasil Penangkapan Interval Waktu Pantau di Zona II ... 63

4.5.3 Hasil Penangkapan Interval Waktu Pantau di Zona III ... 64

4.6 Pembahasan ... 66

4.6.1 Karakteristik Habitat ... 66

4.6.2 Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Daya dukung Di Zona I, II dan III... ... 67

4.6.2.1. Zona I... 68

4.6.2.2. Zona II... 70

4.6.2.3. Zona III... 72

4.6.3 Keberlanjutan Stok (B2)... ... 74

4.6.3.1. Zona I... 75

4.6.3.2. Zona II... 76

4.6.3.3. Zona III... ... 78

4.6.4 Sintesa Hipotesis... 79

4.6.5. Pengelolaan... 81

4.6.5.1 Kebijakan Pengelolaan... 81

4.6.5.2 Tujuan Pengelolaan ... .. 83

4.6.5.3 Strategi dan Sasaran Pengelolaan ... . 83

(16)

Halaman

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA... ... 87

(17)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Produksi Ikan Umpan Yang Tertangkap Dengan Jaring Pantai dari

2002-2009 di Kodya Ambon ... 2 2. Parameter dan Metode Pengukuran ... 25 3. Tetapan pasang surut TAD ... 37 4. Hasil anova kecepatan arus anatar msim pada zona tertentu di bulan

gelap dan terang (cm/det) ... 38 5. Hasil anova terhadap rataan suhu antar musim pada bulan gelap dan

terang di TAD (oC) ... 40 6. Hasil anova terhadap rataan salinitas antar musim pada bulan gelap

dan terang di TAD (ppt) ... 41 7. Hasil anova terhadap rataan pH antar musim pada bulan gelap dan

terang di TAD ... 42 8. Hasil anova terhadap rataan DO antar musim pada bulan gelap dan

terang di TAD (mg/l) ... 43 9. Frekuensi kejadian komunitas ikan antar musim di zona I, II dan III ... 45 10. Hasil anova densitas kelimpahan (DNS) Antar Musim di Setiap Zona .. 46 11. Hasil Anova Kelimpahan dan Biomassa setiap Tingkat Kematangan

Gonad antar antar musim di Zona I... 49 12. Hasil Anova Kelimpahan dan Biomassa setiap Tingkat Kematangan

Gonad antar antar musim di Zona II ... 51 13. Hasil Anova Kelimpahan dan Biomassa setiap Tingkat Kematangan

Gonad antar antar musim di Zona III ... 53 14. Anova Terhadap KRS, Induk Matang Gonad (IMG) dan HBR Antar

Musim di Zona I... 54 15. Anova Terhadap KRS, Induk Matang Gonad (IMG) dan HBR Antar

Musim di Zona II... 55 16. Anova Terhadap KRS, Induk Matang Gonad (IMG) dan HBR Antar

Musim di Zona III... 56 17. Anova Terhadap Produktivitas (P), Rataan Biomassa (R), Produksi

Biomassa Pertumbuhan setiap Interval Waktu Pantau (HBP) dan

Waktu Pulih (B/P) Antar Musim di Zona I ... .. 58 18. Anova Terhadap Produktivitas (P), Rataan Biomassa (R), Produksi

Biomassa Pertumbuhan setiap Interval Waktu Pantau (HBP) dan

(18)

Halaman 19. Anova Terhadap Produktivitas (P), Rataan Biomassa (R), Produksi

Biomassa Pertumbuhan setiap Interval Waktu Pantau (HBP) dan

Waktu Pulih (B/P) Antar Musim di Zona III... 61 20. Anova Terhadap Intensitas Penangkapan (IPE), Hasil Penagkapan Per

Trip (HPT), Hasil Penangkapan Interval Waktu Pantau (HP) Jaring

Pantai dan Bagan Antar Musim di Zona I ... 63 21. Anova Terhadap Intensitas Penangkapan (IPE), Hasil Penagkapan Per

Trip (HPT), Hasil Penangkapan Interval Waktu Pantau (HP) Jaring

Pantai dan Bagan Antar Musim di Zona II... . 65 22. Anova Terhadap Intensitas Penangkapan (IPE), Hasil Penagkapan Per

Trip (HPT), Hasil Penangkapan Interval Waktu Pantau (HP) Jaring

Pantai dan Bagan Antar Musim di Zona III ... ... 66 23. Rataan Tingkat Pemanfaatan, Keberlanjutan, dan Daya Dukung Stok

(19)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Diagram Alir Penelitian ... 5

2. Ikan teri merah Encrasicholina heteroloba Ruppell, 1837 ... 10

3. Densitas Kelimpahan (DNS) Antar Musim di Setiap Zona ... 47

4. Densitas Tingkat Biomassa (DNS) Antar Musim di Setiap Zona ... 47

5. Kelimpahan Tingkat Kematangan Gonad di Zona I ... 49

6. Biomassa Tingkat Kematangan Gonad di Zona I ... 49

7 Kelimpahan Tingkat Kematangan Gonad di Zona II ... 51

8. Biomassa Tingkat Kematangan Gonad di Zona II ... 51

9 Kelimpahan Tingkat Kematangan Gonad di Zona III ... 53

10. Biomassa Tingkat Kematangan Gonad di Zona III ... 53

11. Daya Dukung dan Tingkat Pemanfaatan di Zona I. ... 69

12 Daya Dukung dan Tingkat Pemanfaatan di Zona II. ... 71

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1. Peta lokasi penelitian pengambilan contoh yang dilakukan setiap 15 hari

selama setahun... 97

2. Gambar Operasi Penangkapan Ikan Teri Merah ... 98

3. Rataan muka laut (MSL) atau Duduk Tengah Pasang Surut di Perairan Ambon ……….. 99

4. Anova Kecepatan Arus di Setiap Zona ... 100

5. Anova Suhu pada Bulan Gelap dan Terang di Zona I, II dan III... 101

6. Hasil Anova Suhu terhadap kedalaman di TAD (oC)... 103

7. Anova Salinitas pada Bulan Gelap dan Terang di Zona I, II dan III... 104

8. Hasil Anova Salinitas terhadap kedalaman di TAD (ppt)... 106

9. Anova Oksigen Terlarut pada Bulan Gelap dan Terang di Zona I, II dan III... 107

10. Hasil Anova Oksigen Terlarut terhadap kedalaman di TAD (ppm).... ... 109

11. Struktur komunitas ikan di perairan TAD... 110

12. Data Perubahan Temporal DNS dan DBS pada Bulan Gelap dan Terang di Zona I... 113

13. Data Perubahan Temporal DNS dan DBS pada Bulan Gelap dan Terang di Zona II... 121

14. Data Perubahan Temporal DNS dan DBS pada Bulan Gelap dan Terang di Zona III... 129

15. Anova DNS Antar Musim di Setiap Zona... 137

16. Anova DBS Antar Musim di Setiap Zona ... 138

17. Data Tingkat Kelimpahan TKG dan Tingkat Biomassa TKG pada Bulan Gelap dan Terang di Zona I... 139

18 Data Tingkat Kelimpahan TKG dan Tingkat Biomassa TKG pada Bulan Gelap dan Terang di Zona II... 145

19. Data Tingkat Kelimpahan TKG dan Tingkat Biomassa TKG pada Bulan Gelap dan Terang di Zona III... 151

20. Anova Tingkat Kelimpahan Kematangan Gonad (TKKG) dan Tingkat Biomassa Kematangan Gonad (TBKG) di Zona I... 157

(21)

22. Anova Tingkat Kelimpahan Kematangan Gonad (TKKG) dan

Tingkat Biomassa Kematangan Gonad (TBKG) di Zona I... 163

23. Tabel Estimasi Rekrut Stok di Zona I ... 166

24. Tabel Estimasi Rekrut Stok di Zona II ... 167

25. Tabel Estimasi Rekrut Stok di Zona III... 168

26. Anova Terhadap KRS, IMG dan BR di Zona I... 169

27. Anova Terhadap KRS, IMG dan BR di Zona II... ... 170

28. Anova Terhadap KRS, IMG dan BR di Zona III... ... 171

29. Data Kelimpahan dan Biomassa dalam Perhitungan Produktivitas Pertumbuhan Stok di Zona I... 172

30. Data Kelimpahan dan Biomassa dalam Perhitungan Produktivitas Pertumbuhan Stok di Zona II... 181

31. Data Kelimpahan dan Biomassa dalam Perhitungan Produktivitas Pertumbuhan Stok di Zona III... 190

32. Anova Produksi Pertumbuhan Biomassa Stok ITM di Zona I... 199

33. Anova Produksi Pertumbuhan Biomassa Stok ITM di Zona II... 198

34. Anova Produksi Pertumbuhan Biomassa Stok ITM di Zona III ... 201

35. Intensitas dan Penangkapan di Zona I... 202

36. Intensitas dan Penangkapan di Zona II... 204

37. Intensitas dan Penangkapan di Zona III... 206

38. Hasil Anova Intensitas dan Hasil Penangkapan di Zona I... 207

39. Hasil Anova Intensitas dan Hasil Penangkapan di Zona II... 211

40. Hasil Anova Intensitas dan Hasil Penangkapan di Zona III... 215

41 Data Dasar Keberadaan Stok, Daya Dukung, dan Total Hasil Penangkapan Ikan Teri Merah di Zona I... 217

42. Data Dasar Keberadaan Stok, Daya Dukung, dan Total Hasil Penangkapan Ikan Teri Merah di Zona II... 218

43. Data Dasar Keberadaan Stok, Daya Dukung, dan Total Hasil Penangkapan Ikan Teri Merah di Zona III... 219

44. Potensi Daya Dukung dan Pemanfaatan Stok di Zona I………. 220

45. Potensi Daya Dukung dan Pemanfaatan Stok di Zona II……… 223

46. Potensi Daya Dukung dan Pemanfaatan Stok di Zona III……….. 226

(22)
(23)

Perairan Teluk Ambon Dalam (TAD) seluas 12.1 km2 merupakan perairan semi tertutup (semi-enclosed bay), yang masih berhubungan dengan perairan Teluk Ambon Luar (TAL) melalui ambang (sill) sepanjang 74.5 m dengan kedalaman 12.8 m. Kawasan daratan pesisir perairan TAD dimanfaatkan sebagai hutan bakau (mangrove), pemukiman dan pelabuhan (pelabuhan pangkalan TNI Angkatan Laut RI dan POLAIRUD, pelabuhan kapal PT Pelni, kapal tradisional antar pulau dan ferry penyeberangan, serta pelabuhan perikanan). Kawasan perairan TAD telah dimanfaatkan untuk : (1) perikanan tangkap dan budidaya, (2) jalur transportasi air (lalulintas air), (3) pembangunan, (4) dan menampung, menerima berbagai beban masukan antropogenik dari daerah hulu dan sekitarnya. Kegiatan tersebut mencerminkan bahwa kawasan pembangunan perairan TAD merupakan kawasan pembangunan antar sektoral.

Usaha perikanan tangkap di perairan TAD telah lama dilakukan dengan target ikan pelagis kecil, besar dan demersal. Salah satu dari target pelagis kecil yaitu ikan teri sebagai ikan umpan hidup bagi usaha perikanan tangkap cakalang. Sumberdaya ikan teri di perairan TAD terdiri atas 3 jenis yaitu Encrasicholina heteroloba,

(24)

(lift net). Kedua alat tangkap tersebut dilengkapi dengan sarana lampu petromaks sehingga sangat efektif namun tidak selektif menangkap ikan umpan yang tertarik pada sinar lampu. Ikan teri merah (ITM) merupakan bagian dari komposisi hasil tangkapan ikan umpan. Hasil total tangkapan ikan umpan jaring pantai per tahun dan hasil tangkapan per unit alat tangkap per tahun di sajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Ikan Umpan yang Tertangkap dengan Jaring Pantai dari 2002-2009 dan di Kodya Ambon

Tahun Jumlah jaring pantai (unit)

Produksi (103ton)

Produksi per unit alat (103ton/unit)

2002 5 39.1 7.8

2003 4 8.9 2.2

2004 4 9.9 2.9

2005 2006

4 4

7.9 9.1

2.0 2.3

2007 7 4.6 0.7

2008 7 7.2 1.0

2009 7 7.8 1.1

Sumber : Dinas Perikanan Propinsi Maluku, 2002 – 2009

Usaha perikanan ikan umpan di TAD mengalami degradasi. Sejak tahun 2002 sampai tahun 2007, produksi maupun hasil tangkapan per unit alat/tahun turun (lihat Tabel 1). Baru mulai meningkat sedikit pada tahun 2008 dan 2009. Sumber data yang diperoleh dari dinas Perikanan Provinsi Maluku hanya berupa jaring pantai, sedangkan data bagan adalah tidak lengkap.

(25)

1.2 Perumusan Masalah

Sejak hasil tangkapan mulai pulih kembali 2008 Usaha perikanan ITM di TAD mengalami masalah yaitu, pada musim timur hasil tangkapan mantap selanjutnya pada musim peralihan I ke musim barat menurun tajam. Hal ini kurang memberi kepastian. Penurunan hasil tangkapan terjadi sehubungan dengan perubahan kelimpahan stok karena adanya eliminasi keluar dan atau tingkat eksploitasi (jaring pantai dan bagan) melampaui daya dukung pembentukan biomassa rekrutmen dan pertumbuhan. Apabila eliminasi terjadi secara alami sebagai faktor yang sulit dikendalikan maka untuk mencegah penurunan sumber daya perlu diusahakan agar tingkat eksploitasi (jaring pantai dan bagan) yg dapat terkendali oleh manusia tidak melampui daya dukung sehingga sumberdaya ikan teri di TAD menjadi berlanjut dan keberadaan stok dapat dieksploitasi. Untuk melindungi dan mengendalikan tingkat eksploitasi (jaring pantai dan bagan) maka perlu dilakukan penelitian mengenai potensi daya dukung, pembentukan biomassa dan tingkat eksploitasi (jaring pantai dan bagan) serta perilaku eliminasi untuk dijadikan dasar pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. Diagram alir perumusan masalah disajikan pada Gambar1.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk identifikasi dan evaluasi potensi daya dukung pembentukan biomassa rekrutmen dan pertumbuhan serta tingkat pemanfaatan biomassa stok ikan teri merah (Encrasicholina heteroloba) di perairan Teluk Ambon Dalam. Manfaat penelitian ini yaitu untuk mendapatkan data mengenai potensi pembentukan biomass rekrutmen dan pertumbuhan serta hasil pemanfaatan sumber daya untuk dijadikan dasar perumusan konsep pengendalian tingkat eksploitasi ikan teri merah.

1.4 Pendekatan Masalah

(26)

rekrutmen dan pertumbuhan dikurangi tingkat pemanfaatan serta eliminasi. Secara matematik persamaan keberlanjutan stok (Russel, 1931 in Beverton dan Holt, 1957) dapat dinyatakan sebagai berikut:

B2 = B1+ [(BR+BG)-(HP+HB)] ±E

...(1) Keterangan:

BR = Biomassa Rekrutmen, BG = Biomassa Pertumbuhan, HP = Hasil Penangkapan Jaring Pantai, HB = Hasil Penangkapan Bagan, B1 = Biomassa Stok pada waktu awal, B2 = Biomassa Stok pada waktu sesudahnya, E = Eliminasi.

Sehubungan dengan hal tersebut maka dasar pendekatan pengelolaan eksploitasi didasarkan pada:

1. Apabila eliminasi negatif maka tingkat eksploitasi dapat ditingkatkan sesuai dengan daya dukung pembentukan biomassa stok dan peningkatan eliminasi. 2. Apabila eliminasi nol maka tidak terdapat eliminasi dimana tingkat

pemanfaatan tidak boleh melampaui tingkat daya dukung stok

3. Apabila eliminasi positif (ikan keluar) maka tingkat pemanfaatan perlu dikendalikan agar tidak melampaui daya dukung sehingga sumberdaya dapat bertahan, berkembang dan berkelanjutan dalam mempertahankan kelestarian.

1.5 Hipotesis

Apabila tingkat eksploitasi biomassa stok tidak melampaui daya dukung pembentukan biomassa stok ikan teri merah yang tereliminasi maka keberadaan stok mantap, sehingga mampu mempertahankan dan meningkatkan daya dukung pembentukan biomassa stok.

1.6. Novelty

Kabaharuan dari hasil penelitian ini yaitu konsepsi daya dukung pembentukan biomassa stok (biomassa rekrutmen dan biomassa pertumbuhan) yang dihasilkan selama interval waktu tertentu sebagai penentu kemampuan sumber daya (kelimpahan biomassa stok dan daya dukung stok).

(27)

HABITAT : Kualitas Air Hidrooseano grafi Plankton STOK ITM TAD N, B ALAT TANGKAP : Beach Seine(F1) Bagan (F2) RTP PENAGKAP AN ITM Hidrodinamika ITM dari TAL Nio Pembentukan Biomas Pertumbuhan Biomas

R & G

Pra Manajemen Penangkapan Tingkat Pemanfaatan Stok (F1 & F2)

? F < (R+G)

Kemantapan Stok R+G-F

? Eliminasi negatif Stok Turun E2S1 E3 S1 E3S2 Stok Naik E1S2 E1S3 E2 S3 Post Manajemen Penangkapan Tingkat Pemanfaatan Intensifikasi Penangkpn ? Penangkapan Optimal Hasil Tangkapan Berkelanjutan Konservasi ? Efektif Stok Tidak Kritis S2=Stok stabil S3=Stok surplus

(28)

2.1. Tipologi Perairan Teluk Ambon Dalam

2.1.1 Hidromorfologi

Perairan Teluk Ambon Dalam (TAD) terletak pada 1280 07’ 42” - 1280 16’ 04” BT dan 030 39’ 47” LS - 030 45’ 50” dengan luas 12.3 km2. Perairan TAD berhubungan dengan Teluk Ambon Luar (TAL) melalui suatu ambang (sill) berkedalaman 12.8 m. Keberadaan ambang pemisah tersebut menjadi penghubung keluar masuk air antara TAD dan TAL. Lebar ambang pemisah antara TAD dan TAL yaitu 74.5 m. Garis pantai TAD sepanjang 14.03 km dengan bentuk morfologi mengalami perubahan karena sedimentasi dan abrasi (Tarigan dan Sapulette, 1987). Kedalaman perairan TAD di zone ambang sekitar 12.8 m. Sedang kedalaman maksimum TAD mencapai 41 m berada 444 meter (300 – 310°) dari dermaga Ferry Galala. Sepanjang pesisir desa Lateri hingga Waiheru dan Utara Poka (Lampiran 2. Peta P. Ambon) terdapat proses pendangkalan. Sedangkan di sepanjang pesisir desa Lateri, Latta, Halong dan Batukoneng terdapat zona–zona perairan yang lebih dalam (> 30 m) dan merupakan area terdalam di peraian TAD.

2.1.2. Oseanografi

Tipe pasang surut (pasut) di perairan TAD adalah pasut harian ganda, yaitu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari dengan tinggi pasang dan surut bervariasi dalam 1 siklus pasut (Pemkot Ambon dan Unpatti, 2003).

(29)

Arus di perairan TAD berkarakter arus pasang surut yang secara tidak langsung dari rambatan arus Laut Banda. Arus non-pasut terdapat ditepi luar ambang Galala-Poka dan diperairan Teluk Dalam yang mengarah ke Selatan dengan kekuatan masing-masing 11.02 cm/det dan 3.58 cm/det. Selama periode surut arah arus cenderung ke luar teluk (Barat daya) dengan kecepatan berkisar dari 1 – 20 cm/detik. Pada kedalaman 15 meter kecepatan arus melemah pada seluruh daerah yakni 1 – 10 cm/detik. Saat periode pasang kecepatan arus di lapisan permukaan berkisar antara 1 – 10 cm/detik dengan variasi arah Baratdaya – Tenggara. Pada kedalaman 15 meter kecepatan arus pada beberapa lokasi terdeteksi antara 11 – 20 cm/detik sekitar Waiheru dan Lateri yang mengarah ke Timur – Tenggara (Pemkot Ambon dan Unpatti, 2003).Kecepatan arus maksimum pada waktu pasang di TAD adalah 13.6 cm/det, dan surut adalah 12.4 cm/det. Kecepatan arus di daerah ambang pada waktu pasang lebih besar 0.5 m/det, dan pada waktu surut lebih kecil 0.5 cm/det (Selanno, 2009).

Suhu air mengalami perubahan secara musiman. Pada bulan Juli (musim Timur) ,suhu terendah berkisar 24.0 – 25.7°C, sedang pada bulan Desember (musim Barat) suhu tertinggi berkisar 27.6 – 29.2°C (Tarigan dan Sapulete, 1987). Variasi suhu terbesar di permukaan dekat dasar terjadi pada musim Timur hingga Pancaroba II. Dari tahun ke tahun variasi suhu tidak berbeda yang ditemukan oleh Pemkot Ambon dan Unpatti, (2003); Wouthuysen et al (1984); Syahailatua dan Widnyana (1996); Sahubawa (2001); Edward (2003); Selanno (2009).

Nilai pH pada musim Timur di lapisan permukaan TAD dan musim Barat berkisar 8.04-8.14; pada musim Peralihan I berkisar 7.51- 7.62; musim Timur antara 7.51-7.62 dan musim Pancaroba II antara 7.80-7.91. Variasi nilai pH dari musim ke musim selalu berada pada kisaran yang layak bagi kehidupan organisme laut (Pemkot Ambon dan Unpatti, 2003).

(30)

33.54 ppt. Salinitas pada berbagai kedalaman dapat diketahui yaitu pada bulan Desember 2002 berkisar 30 – 35 ppt (Sd  2.20 ppt) di lapisan permukaan; 32 – 36 ppt di kedalaman 10 - 30 meter dan 33 – 36 ppt (Sd  1.01 ppt) di kedalaman 40 m. Pada berbagai kedalaman salinitas meningkat yaitu salinitas 36 ppt di kedalaman 10 m di Halong, Negeri Lama pada 20 m, Lateri pada 30 m, Latta 40 m. (lihat peta pada Lampiran 2).

Secara temporal keberadaan oksigen terlarut mengalami perubahan antara lain yaitu pada musim Barat, Peralihan I, Timur dan Peralihan II adalah masing-masing berkisar 3.98-4.08 mg/l, 5.37-5.42 mg/l, 2.54 -4.46 mg/l dan 3.60-4.47 mg/l (Pemkot Ambon dan Unpatti, 2003). Tarigan dan Sapulete (1978), mendapatkan rataan konsentrasi oksigen terlarut antara 3.30-5.96 ml/l dengan SD = 1.35 ml/l atau 4.03- 7.25 mg/l dengan SD= 2.94 mg/l.

2.2 Biologi Ikan Teri Merah

2.2.1 Klasifikasi Ikan Teri Merah (Encrasicholina heteroloba)

Munro (1967). mengklasifikasikan ikan teri merah sebagai berikut: Kingdom: Animalia

Phylum:Pisces

Kelas: Teleostomi

Sub Kelas: Actinopterygii Ordo: Clupeiformes

Famili: Engraulidae

Genus: Stolephorus

Spesies: S. hetetolobus

Belakangan ini nama S. heterolobus dikenal dengan nama Encrasicholina heteroloba

(31)
[image:31.612.173.398.86.236.2]

Gambar 2. Ikan teri merah Encrasicholina heteroloba Ruppell, 1837

Selanjutnya dideskripsikan oleh mereka karakteristik Encrasicholina heteroloba

sebagai berikut: bentuk tubuh agak seperti tabung, perut bundar dengan 4-6 (biasanya 5) sisik tebal yang berduri antara sirip dada dan sirip perut. Ujung tulang rahang meruncing melampui ujung tulang rahang atas dan mencapai pinggiran belakang dari keping tutup insang depan. Tapis insang sebelah bawah berjumlah antara 22 sampai 30, tetapi umumnya berkisar antara 23-37. Jari sisik sirip punggung dan dubur yang tidak bercabang hanya berupa ii.0, sirip dubur pendek dengan jari jari umumnya berjumlah ii.14 sampai ii.16. Dalam keadaan hidup terdapat garis perak pupus atau kelabu pada sisi tubuh dengan punggung berwarna kuning gading.

2.2.2 Habitat

(32)

merah yang dipantau dengan alat echogram oleh Waas (1994), pada musim timur di Teluk Ambon Dalam (TAD) berkisar 6 - 7 m, sedangkan pada musim Barat, kelompok ikan umpan tersebut terkonsentrasi pada kedalaman 8-15 m (Latumeten, 2003).

2.2.3 Pertumbuhan Reproduktif dan Somatik

Informasi mengenai pertumbuhan reproduktif ikan teri merah yang didapatkan di Teluk Manila, New Ireland Papua New Guinea dan Jepara (Jawa Tengah), pada dasarnya ikan teri merah bereproduksi secara berkelanjutan sepanjang tahun kecuali di China dan Papua New Guinea. Di Daya bay Guang Dong China hanya ditemukan musim pemijahan dari bulan Maret sampai Oktober. Di perairan New Ireland Papua New Guinea pada bulan Mei hingga Juni atau Juli dan puncaknya pada September sampai November (Whitehead et al, 1988). Reproduksi yang menghasilkan telur dengan fekunditas untuk jenis nothern anchovy (teri) adalah 359±59 telur per betina (Hunter dan Golberg, 1980); Maack dan George (1999) menemukan fekunditas E puncifier di Padang (West Sumatera) adalah 985±359 telur per betina; Wright (1990) menemukan teri merah di Jawa Tengah dengan fekunditas adalah 422±32 telur per betina. Pertumbuhan reproduktif dapat terindikasi dari pertumbuhan somatik yaitu panjang ikan pertama ikan mencapai perkembangan gonad dan matang telur. Hubungan tingkat kematangan gonad dan matang telur dengan panjang minimum pertumbuhan somatik di beberapa lokasi dapat berbeda. Ongkers (1999) menemukan di TAD ikan teri merah mencapai matang gonad pertama pada ukuran nilai tengah 55 mm dengan prosentase kelimpahan 20%. Di perairan Utara Jawa (Wright, 1989 in

Blaber dan Copland, 1990), tingkat kematangan pertama ditemukan pada ikan teri merah berumur muda (ukuran berkisar 33-42 mm) dengan prosentase kelimpahan 65.1%. Wright (1990) di perairan bagian Utara Jawa Tengah mendapatkan perkembangan gonad mencapai matang pada ukuran 66-69 mm. Menurut Whitehead

(33)

Blaber (1999) serta Wan et al (2008), sedangkan waktu perkembangan larva, DT (Development Time), untuk jenis anchovy (Hunter, 1976; Dulcic, 1979) diperlukan 14 hari lamanya, dengan estimasi persentase sintasan setelah penetasan dari fase telur menjadi larva antaara 40%-80%. Pada kondisi laboratorium dari family Engraulidae bisa mencapai 80% (Milton et al, 1996) ini semua tergantung dari pakan yang tersedia, jenis Engraulis encrasicolus di Barat Laut Mediteranean berkisar antara 42%-83% (Palomera dan Lleonart, 1989).

Pertumbuhan somatik ikan teri merah yang ditemukan di TAD mengikuti pertumbuhan allometrik (Tapilatu, 2001) dengan koefisien pertumbuhan negatif (b= 2.875). Pertumbuhan isometrik dengan koefisien pertumbuhan b= 2.976 (Sumadhiharga,1978) dan b=2.989 (Sumadhiharga et al, 1987). Pertumbuhan ikan teri merah di perairan pantai utara Jawa Tengah didapatkan koefisien b pada tingkat pasca larva, juwana dan dewasa masing-masing sebesar 4.34, 3.42, dan 2.74 (Wright

et al , 1989 dalam Blaber dan Copland,1989). Wright et al (1989) in Blaber dan Copland, (1990) menyampaikan informasi L∞ dan K ikan teri merah dari berbagai tempat yaitu : di TAD, masing-masing L∞=10.97cm, dan K=2.48 tahun 1974-1975 (Wouthuysen et al, 1984); L∞=10.65cm dan K=2.83 tahun 1982-1983 (Wouthuysen

et al, 1984); L∞=10.55cm, dan K=2.55 tahun (Ongkers, 1999). Di Manila di dapatkan (L∞ =121mm dan K=1.6) dan (L∞=114mm dan K=0.95); Singapore (L∞= 89mm dan K=2.08); Palau (L∞= 98mm dan K=2.08); Jepara (L∞= 98 mm dan K=2.12). Panjang ikan tersebut dapat mencapai panjang maksimum 12 cm, tetapi pada biasanya 7.5 cm (Whitehead et al, 1988).

2.3 Pengelolaan Sumber Daya Perikanan

(34)

Berbeda dengan Dinamika Populasi Ikan, maka pengkajian stok ikan (Fish Stock Assessment) merupakan suatu studi ilmiah untuk melihat status dan produktivitas dari suatu sumberdaya perikanan, pengaruh dari penangkapan terhadap sumberdaya dan dampak-dampak yang timbul pada sumberdaya perikanan tersebut akibat pola-pola penangkapan untuk kepentingan manajemen (Gulland, 1983). Dalam mengelola suatu stok perikanan, potensi hasil tangkapan (potential yield) yang tereksploitasi dan belum tereksploitasi sangat diperlukan, terutama pada sumberdaya laut di daerah tropis dan subtropis. Data yang diestimasi didekati dari Hasil Maksimum Yang Lestari (Maximum Sustainable Yield, MSY) dimana MSY≃ 0.5 M.B (Gulland, 1971) dimana M adalah mortalitas alami dan B adalah biomassa stok awal (virgin stock). Model ini berlaku jika kondisi stok belum dieksploitasi (unexploited). Jika pada kondisi yang sudah dieskploitasi, maka pengaruh mortalitas akibat aktivitas manusia (penangkapan) maka perlu dipertimbangkan untuk memasukan faktor mortalitas penangkapan (F), sehingga MSY≃ 0.5 (Y+M. )B dimana Y =F B). Mortalitas penangkapan (F) dan alami (M) bisa digabungkan menjadi Z (mortalitas total), maka MSY≃ 0.5 (Z+M. )B (Caddy dan Csirke, 1983).

Dalam sejarah pengelolaan sumberdaya perikanan, terdapat tiga pendekatan model pengelolaan yaitu: model Stok, model Analitik dan model Produksi.

2.3.1 Model Stok

(35)

pola penangkapannya sama untuk waktu yang cukup panjang dimana dialami oleh semua pesintas sejak saat direkrut. Asumsi yang ketat mendasari penggunaan model Beverton dan Holt ini adalah: 1) rekrutmen konstan tetapi tidak ada spesifikasi, 2) semua ikan dari suatu kohort ditetaskan pada waktu yang sama, 3) rekrutmen dan seleksi berbentuk mata pisau (knife edge), 4) mortalitas alami (M) dan penangkapan (F) adalah konstan pada saat masuk ke fase eksploitasi, 5) terjadi pencampuran secara sempurna di dalam stok, 6) pola pertumbuhan mempunyai pangkat 3, yaituW = aL3. Model Beverton dan Holt (1957) ternyata bermanfaat untuk melakukan estimasi atas beberapa pengaruh yang dapat diakibatkan oleh adanya berbagai perubahan pada batas ukuran (size limit) ikan yang boleh ditangkap maupun pada intensitas penangkapan terhadap berbagai stok, terutama yang tersusun dari satu jenis ikan (single spesies).

Secara holistik, model stok mempunyai ide dasar sebagai berikut: 1) jika terlalu sedikit ikan tua, maka stok mengalami tangkap lebih dan tekanan penangkapan harus dikurangi, 2) jika terlalu banyak ikan tua maka stok dalam keadaan underfished dan perlu dilakukan penangkapan untuk memaksimumkan hasil. Oleh karena itu keseluruhan konsep laju tangkap (catch rate) yang akhirnya dikenal sebagai catch per unit effort (CPUE) sebagai suatu indeks ukuran kelimpahan stok ikan dalam menduga hasil tangkapan lestari. Hasil tangkapan maksimum lestari (Hasil Tangkapan Maximum Lestari, MSY). MSY akan merupakan pedoman dasar bagi eksploitasi rasional stok ikan (Gulland, 1983; Pauly, 1984).

2.3.2 Model Analitik

(36)

stok berkenaan dengan tingkat eksploitasi terhadap pembentukan biomassa dari suatu stok dalam periode waktu tertentu. Kemantapan stok ditentukan oleh daya dukung stok (Rekrutmen dan Pertumbuhan) dan tingkat eksploitasi (Penangkapan). Kemantapan stok (KST) ditentukan dari :

KST = (R+G)-(F)

………...(2)

Keterangan :

KST = Kemantapan stok R = Biomassa rekrutmen G = Biomassa pertumbuhan F = Biomassa hasil penangkapan

Apabila hasil penangkapan (F) lebih kecil dari daya dukung stok (R+G) maka KST positif, bertahan dan berkembang meningkat, sebaliknya apabila hasil penangkapan (F) lebih besar dari daya dukung stok (R+G) maka KST negatif, keberadaan stok menurun dan apabila hasil penangkapan (F) sama dngan daya dukung stok (R+G) maka KST nol, keberadaan stok tetap.

Berhubung karena perairan Teluk Ambon Dalam (TAD) bersifat semi enclosed bay, maka kesimbangan dinamik Russel perlu dimodifikasi karena adanya biomassa yang masuk dan keluar Teluk Ambon Dalam, sehingga kemantapan stok ditentukan oleh:

KST = (R+G)-(F)-(±E)

...(3)

Keterangan :

KST = Kemantapan stok R = Biomassa rekrutmen G = Biomassa pertumbuhan F = Biomassa hasil penangkapan E = Eliminasi

(37)

eksploitasi tidak melampaui daya dukung maka stok akan bertahan meningkat mantap, sedangkan apabila tekanan eksploitasi melampaui daya dukung maka stok akan mengalami degradasi.

Dari pendekatan dinamika stok tersebut maka keberadaan stok ikan teri merah di TAD sangat ditentukan oleh rekrutmen, pertumbuhan, keluar masuk ikan dan tingkat eksploitasi. Dinamika stok dapat dinyatakan sebagai dinamika kelimpahan stok atau dinamika pembentukan biomassa :

Bt2 = Bt1 + BR + BG

BF ± B(Ni-No)

……….(4) Keterangan:

Bt2 = Biomassa pada waktu t=2

Bt1 = Biomassa pada waktu t=1

BR = Biomassa rekrutmen BG = Biomassa pertumbuhan BF = Biomassa penangkapan

B(Ni-No)= Biomassa masuk keluar ikan di TAD

2.3.3 Model Produksi

Model Produksi telah dikembangkan oleh Ricker (1946) dan Allen (1951) in

Chapman (1978) dalam menghitung pertumbuhan biomassa. Pertumbuhan biomassa (Produksi) yaitu kemampuan pembentukan biomassa persatuan waktu; ditentukan oleh keberadaan kelimpahan dan bobot ikan. Pada populasi yang mampu bereproduksi secara kontinu maka pembentukan biomas ditentukan oleh pertumbuhan biomas sesaat dari rataan biomas yang ada, yaitu : P = G x B. (P adalah produksi, G adalah laju pertumbuhan, dan B adalah rataan biomassa) Pertumbuhan biomassa merupakan perpaduan antara kematian sesaat z dan pertumbuhan sesaat g yang ditentukan oleh perubahan kelimpahan serta bobot individu stok. Kematian sesaat z dan pertumbuhan sesaat g mengikuti pola pertumbuhan eksponensial.

(38)

z dan g pada pola reproduksi kontinu. Pertumbuhan biomas ditentukan nilai z dan g. Apabila g>z, maka G = e(g-z) -1, dan apabila g < z maka G = 1- e (g-z) .

2.4 Efektivitas dan Penangkapan Sistem Penyinaran

Alat tangkapan ikan umpan yang beroperasi pada TAD adalah jenis jenis pukat/ jaring pantai sebesar 8% (5 unit) dan bagan 5% (3 unit) dari 65 unit alat penangkapan di Teluk Ambon (Pemkot Ambon dan Unpatti, 2003). Jaring insang dasar menempati urutan pertama (sekitar 59%) dari unit penangkapan. Sisanya berupa bubu, pancing tangan, jaring insang permukaan dan jaring lingkar. Kedua jenis alat penangkapan (jaring pantai dan bagan) saat ini telah berubah jumlahnya yaitu jaring pantai sebesar 7 unit dan bagan 5 unit. Kedua alat tangkap ini menggunakan alat bantu cahaya, yang disebut dengan light fishing. Hutubessy (2009) meneliti alat tangkap yang beroperasi di Teluk Ambon, menemukan jaring redi (beach seine) 7 unit serta bagan (lift net) 10 unit.

Eksploitasi ditentukan oleh intensitas penangkapan serta efektifitas alat yang digunakan untuk mendapatkan hasil tangkapan. Ikan teri merah dieksploitasi dengan jaring pantai dan bagan. Kedua alat penangkapan ikan teri merah ini dilengkapi dengan cahaya. Menurut informasi, alat tangkap tersebut lebih efektif dioperasikan pada bulan gelap. Di TAD, intensitas penangkapan relatif tetap, tetapi efektivitas ditentukan oleh ketertarikan ikan pada cahaya lampu. Di TAD, nelayan jaring pantai menggunakan bantuan cahaya dengan memakai perahu untuk mengumpulkan ikan umpan. Cahaya berasal dari lampu petromaks yang di letakan pada perahu. Jumlah lampu tersebut antara 2 – 4 buah dan diletakan 1.5 m di atas permukaan laut (Sumadhiharga, 1992).

(39)

cahaya antara 0.001 – 10 lux (Mitsugi, 1974). Berbeda jenis ikan maka berbeda pula respons terhadap cahaya. Hasil penelitian Baskoro (1999) melaporkan bahwa pada bagan dengan lampu petromaks 4 unit diperoleh intensitas cahaya sebesar 0.1 lux pada kedalaman 14m, sedangkan Natsir (2000) pada kedalaman 20 meter, intensitasnya antara 3 – 5 lux. Penelitian Baskoro (1998) dengan menggunakan bagan terhadap hasil tangkapan ikan anchovy (Stolephorus commersonii) menunjukkan reaksi yang kuat terhadap sumber cahaya di bawah air, dan cenderung berada pada kolom air antara 2 sampai 5 meter dimana intensitas antara 10 – 100 lux.

Di TAD, jika stok tidak dipengaruhi dari luar teluk, dan hanya ditentukan oleh proses di dalam teluk, maka laju eksploitasi (exploitation rate) dari kedua alat tangkap (jaring pantai dan bagan), dapat diketahui. Pauly (1984) menyatakan bahwa laju eksploitasi merupakan rasio antara mortalitas penangkapan dan mortalitas total (E=F/Z). Eksploitasi optimum terjadi pada ratio kematian akibat penangkapan dan kematian total, dimana nilai E sebesar 0.5.

2.5 Pengelolaan (Pengendalian Tingkat Eksploitasi)

Tujuan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan teri merah yaitu untuk mendapatkan hasil tangkapan optimal sesuai dengan daya dukung pembentukan biomassa stok tanpa mengganggu keseimbangan lingkungan perairan serta menjamin kelestariannya. Sasaran utama pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan yang menurut Widodo dan Nurhakim (2002), bahwa pada umumnya sumberdaya mempunyai sifat “open access” dan “common property” yang artinya pemanfaatan bersifat terbuka oleh siapa saja dapat memanfaatkan sumberdaya dan kepemilikannya bersifat umum (milik semua orang) . Sifat sumberdaya seperti ini menimbulkan beberapa konsekuensi. Konsekuensi tersebut antara lain yaitu :

(40)

2. Perlu adanya hak kepemilikan (property rights), misalnya oleh Negara (state property rights), oleh masyarakat (community property rights) atau oleh swasta/perorangan (private property rights).

3. Mempertahankan kelestarian sumberdaya dan fungsi lingkungan

4. Mencegah terjadinya konflik antara pelaku utama usaha penangkapan ikan

Untuk mewujudkan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya yang produktif dan berkelanjutan maka perlu pendekatan :

1. Penerapan teknologi berkelanjutan. Dalam hal ini adalah teknologi yang ramah lingkungan. FAO (1995) memberikan ciri-ciri alat penangkapan yang ranah lingkungan adalah: (a). Memiliki selektivitas yang tinggi, (b). Tidak merusak habitat/ekosistem, (c). Tidak membahayakan keanekaragaman hayati dan spesies yang dilindungi, (d). Tidak membahayakan kelestarian ikan target, (e). Tidak membahayakan nelayan.

2. Konservasi sumberdaya ikan dan lingkungan perairan. Menurut Maarif (2009), bahwa UU No. 31 tahun 2004 pasal 1 angka 8 dengan revisi perubahannya dalam UU No 45 tahun 2009 dan pasal 13 ayat 1 dan 2 dan peraturan turunannya yaitu PP No. 60 tahun 2007 tentang konservasi ikan yang didalam kedua hukum mengatur tentang perlunya upaya konservasi untuk pengelolaan sumberdaya ikan melalui, perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya ikan.

(41)

kawasan pantai dan pesisir. e). Kurangnya pemahaman akan pentingnya nilai dari sektor kelautan, sifat-sifat dari kelautan, termasuk sumber daya lautnya. f). Masih minimnya keikutsertaan masyarakat pesisir dalam pengelolaan sumber daya laut dan pesisir. g). Kurangnya kekuatan hukum dan pengakuan terhadap sistem-sistem tradisional serta wilayah ulayat laut dalam pengelolaan sumber daya laut dan pesisir. h). Kurangnya tenaga ahli, sumber daya manusia dan keuangan untuk bidang kelautan, i). Pengelolaan kawasan yang telah ditetapkan menjadi kawasan konservasi laut tidak sepenuhnya berjalan efektif.

Dari analisa potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan teri merah dapat ditentukan strategi pengelolaan dan pemanfaatan melalui :

1. Zonasi kawasan pengembangan sumberdaya ikan teri merah. Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 34 tahun 2002 (DKP, 2002) menyebutkan bahwa salah satu dari 5 zona pengelolaan perikanan adalah zona pemanfaatan, dimana zona yang secara intensif dilakukan, tapi mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

2. Penerapan teknologi yang produktif berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (Monintja, 1994).

3. Pendekatan bisnis perikanan tangkap, dimana menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 5 tahun 2008 tentang usaha perikanan tangkap pada pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa usaha perikanan (bisnis perikanan) tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada penagkapan ikan.

Setiap strategi pengelolaan pemanfaatan sumberdaya tersebut perlu ditetapkan kebijakan operasional penangkapan ikan teri merah berkenaan dengan :

1. Intensifikasi, eksploitasi pada saat stok berlimpah. Wiadnya et al (2006) menyatakan bahwa ketika belum terjadi penurunan stok maka eksploitasi dapat dilakukan.

(42)

perlindungan laut sebagai alat pengelolaan perikanan tangkap berbasis ekosistem (Wiadnya et al, 2006)

(43)

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Perairan Teluk Ambon Dalam (TAD), Pulau Ambon, Propinsi Maluku mulai dari Agustus 2005 sampai dengan Juli 2006. Perairan ini terletak pada posisi koordinat 128°07’23” –128°13’57” BT dan 3°37’28” – 3°39’29” LS yang dipisahkan oleh Ambang Galala-Poka dari perairan Teluk Ambon Luar. Penelitian ini meliputi 3 aspek penelitian, yaitu karakteristik perairan TAD, distribusi dan pembentukan biomassa stok, serta intensitas dan hasil tangkapan ikan teri merah.

Berdasarkan bentuk hidromorfologi perairan TAD secara longitudinal dengan dua sumber pemasukan massa air dari Hulu dan dari Teluk Ambon Luar (TAL), beban masukan antropogenik dan kegiatan operasional penangkapan ikan, maka perairan TAD sebagai daerah penelitian dibedakan dalam 3 zona (Lampiran I), yaitu: 1). Zona I, merupakan bagian hilir perairan TAD seluas sekitar 0.63 km2 yang

terletak dekat ambang sepanjang 74.5 m, dan dikenal sebagai sebagai zona Halong. Daerah ini merupakan daerah pencampuran antara massa air di TAD

dan TAL. Di pesisir zona I ini terdapat Desa Poka dan Galala serta pelabuhan perikanan dan darmaga ferry (lihat Lampiran 1). Di zona I ini terdapat 1 unit perikanan jaring pantai dan 2 unit perikanan bagan.

2) Zona II, merupakan bagian utama perairan TAD seluas 9.76 km2 terletak antara zona I dan zona hulu dengan kedalaman maksimum sekitar 41 m. Di pesisir zona ini terdapat desa Hunuth dan Latta dikenal sebagai zona Waiheru. Di zona II ini terdapat 3 unit perikanan jaring pantai dan 3 unit perikanan bagan. 3) Zona III, merupakan bagian hulu perairan TADseluas 1.74 km2 terletak antara

(44)

3.2 Penelitian Karakteristik Habitat Ikan Teri Merah

3.2.1 Metode dan Desain Penelitian

3.2.1.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metoda deskriptif survei post facto untuk mengetahui karakter perairan TAD berkenaan dengan pola pasang surut, arus, suhu, salinitas, pH dan oksigen terlarut.

3.2.1.2 Desain Penelitian

1. Desain Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh air dilakukan atas dasar zonasi dan strata kedalaman. Di setiap zone ditetapkan 1 stasiun pemantauan yang berada di tengah zona dengan kedalaman air mulai dari permukaan 0.5 m, 3 m, 6 m, 9 m, dan 12 m sebagai lokasi pemantauan kualitas air. Posisi stasiun di tengah zona.

2. Desain Instrumen

Contoh air diambil dengan menggunakan dengan botol Nansen 2.2 liter yang dilengkapi dengan termometer terbalik. Pengukuran kualitas air digunakan berbagai instrumen seperti current meter AEM, termometer terbalik, refraktometer Mills, pH meter Orion dan DO meter.

3. Desain Waktu

Untuk mengetahui karakter perairan mewakili musim barat (Desember– Februari), peralihan I (Maret-Mei), timur (Juni-Agustus) dan peralihan II (September-Nopember) maka penelitian dilakukan selama 12 bulan. Setiap bulan secara gugus berkala (time series) dilakukan 2 kali pengukuran untuk mewakili periode bulan gelap dan terang dengan dua kali ulangan setiap pengukuran.

3.2.1.3 Variabel

1. Variabel yang diukur

(45)

2. Variabel kerja

Adapun rataan dan standar deviasi setiap parameter kualitas air pada berbagai kedalaman pantau di setiap zona pada periode bulan gelap dan terang sertarataan tinggi muka air dari setiap musim.

3.2.2 Bahan dan Metode

3.2.2.1 Teknik Pengambilan Data

Pengambilan contoh air di setiap zona dilakukan 1 stasiun pemantauan dengan kedalaman yang ditetapkan di masing-masing zona sebagai lokasi pemantauan kualitas air. Setiap bulan dilakukan pemantauan 2 kali ulangan mewakili periode bulan gelap dan terang.

3.2.2.2 Metode Pengukuran

Pengukuran kualitas air dengan menggunakan metode seperti dicantumkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter dan Metode Pengukuran

T inggi muka air diambi l dari dat

Daftar Pasang Surut Kepulauan Indonesia yang diproduksi oleh DISHIDROS AL pada tahun 2005 dan 2006.

3.2.2.3 Pengelolaan Data

Data suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH dikelompokan atas dasar kedalaman pada periode bulan gelap dan terang dalam suatu musim di setiap zona.

No Parameter Satuan Alat dan Bahan Metode 1 2. 3. 4. 5. Arus Suhu Salinitas Oksigen terlarut pH cm/det o C ppt mg/l - Current meter

(46)

3.2.3 Analisis Data

1. Analisis statistik deskriptif mengenai rataan perubahan muka air dan arus.

2. Analisis ragam eka arah (Anova one way) untuk membandingkan antara musim barat, peralihan I, timur dan peralihan II di suatu zona di setiap bulan gelap dan terang.

3. Analisis ragam dwi arah (Two way anova) membandingkan antar musim dan kedalaman di suatu zona setiap bulan gelap dan terang (Sokal dan Rohlf, 1995).

3.3. Distribusi Dan Produksi Biomassa Stok

3.3.1 Metode dan Desain

3.3.1.1 Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan survey post facto terhadap distribusi dan produksi biomassa ikan teri merah di perairan TAD.

3.3.1.2 Desain Penelitian

1. Desain Pengambilan Contoh

Desain pengambilan contoh berdasarkan zonasi dengan memperhatikan karakter perairan yang telah ditetapkan dalam 3 zona yaitu zona I, II dan III di TAD.

2. Desain Instrumen

Contoh ikan ditangkap dengan menggunakan alat standar, yaitu jaring pantai dengan dilengkapi lampu petromaks yang berukuran panjang tali pelampung (total float line) 200 m, lebar jaring bagian tengah adalah 9 m dan sayapnya 7 m dengan ukuran mesh pada bagian tengah jaring 9.5 mm dan bagian sayap 25.5 mm. Bahan jaring terbuat dari nylon tanpa simpul dan kantung, sedangkan pada bagian sayap terbuat dari bahan jaring karoro (minnow net).

3. Desain Waktu

(47)

peralihan II (September-Nopember) maka penelitian dilakukan selama 12 bulan. Setiap bulan pengambilan contoh dilakukan dua kali mewakili periode bulan gelap dan terang. Setiap pengambilan contoh dilakukan dua kali ulangan untuk dijadikan dasar konversi hasil dari periode terang menjadi gelap sebagai satuan stok.

3.3.1.3 Variabel

1. Variabel yang diukur

Variabel yang diukur atau dipantau meliputi:

1. Jumlah dan bobot dari setiap kelas panjang (9 kelas panjang)

2. Jumlah dan bobot dari setiap tingkat kematangan gonad (Juvenil, mature, immature dan jantan)

3. Fekunditas

2. Variabel kerja

Variabel kerja yang diamati tentang kelimpahan dan biomassa stok menyangkut:

a). Densitas Kelimpahan Stok (DNS) ditentukan atas dasar persamaan sebagai berikut: .

DNS =

VRT NS

………(5)

Keterangan: DNS = Densitas Kelimpahan Stok, yaitu jumlah individu ikan per setiap volume (ind/1 000 m3), NS = Jumlah undividu yang tertangkap setiap kali pengambilan contoh. VRT = Volume Ruang Tangkap, ditentukan dari:

b). Volume Ruang Tangkap (VRT) ditentukan oleh:

VRT =

3

] 3 4 [ 2 1

R

...

(6)

dimana R adalah jari-jari.

c). Densitas Biomassa Stok (DBS) ditentukan atas dasar persamaan:

DBS =

VRT

w NSx ) ( 

(48)

Keterangan: DBS = Densitas Biomassa Stok, NS = jumlah individu ikan yang tertangkap setiap kali pengambilan contoh, w = Rataan biomassa setiap kelas panjang. VRT = Volume Ruang Tangkap. Nilai DNS dan DBS bulan terang dikonversi ke bulan gelap sesuai dengan nilai empirik, berdasarkan nilai korelasi antara hasil tangkapan bulan terang ke gelap setiap musim.

d). Total Kelimpahan Stok (TKS) ditentukan atas dasar persamaan sebagai berikut :

TKS = DNS x VRD

……….…..(8)

Keterangan: TKS = Total Kelimpahan Stok, DNS = Densitas Kelimpahan Stok, VRD = Volume Ruang Distribusi, ditentukan dari:

VRD = L x KT

……….(9)

Dimana: VRD = Volume Ruang Distribusi, L = Luas zona, KT = Ketebalan Kelompok Ikan hasil survey Biosonics Acoustic System

e). Total Biomassa Stok (TBS) ditentukan atas dasar persamaan sebagai berikut:

TBS = DBS x VRD

...(10)

Keterangan: TBS = Total Biomassa Stok, DBS = Densitas Biomassa Stok, VRD = Volume Ruang Distribusi.

f). Frekuensi kejadian suatu jenis (F), yaitu jumlah diketemukan suatu jenis ikan dari sejumlah pemantauan ditentukan atas dasar persamaan sebagai berikut:

F =

Nt nE

x 100%

...(11)

Keterangan: Dimana nE= Jumlah yang diketemukan suatu jenis ikan, Nt=

Jumlah kali pemantauan selama setahun.

g). Kemampuan Rekrut Stok per hari (KRS) di tentukan atas dasar rumus:

KRS = IMG x Fe x HR x S x

DT

1

……….(12)

(49)

hari, Presentase survival (S) setelah penetasan dari fase telur menjadi larva jenis teri (anchovy) adalah 40% (Palomera and Lleonart, 1989).

h). Hasil Biomassa Rekrutmen setiap interval waktu (HBR) ditentukan atas dasar rumus sebagai berikut:

HBR = KRS x W

x IWP

………...(13)

Keterangan: HBR=Hasil BiomassaRekrutmen (gr/1 000 m3), KRS= Kemampuan Rekrutmen Stok, W= Rataan bobot ikan pertama kali tertangkap.

i). Total Hasil Biomassa Rekrutmen setiap interval waktu (HBR) ditentukan atas dasar rumus sebagai berikut:

TBR = HBR x VRD

………...(14)

Keterangan: TBR= Total Hasil Biomassa Rekrutmen (dalam ton setiap interval waktu), VRD=Volume Ruang Distribusi (luas areal setiap zona dikali ketebalan kelompok ikan).

j). Produktivitas Pertumbuhan Biomassa Per hari (P) ditentukan atas dasar rumus sebagai berikut:

P = G.

B………...(15)

Keterangan: Ricker (1946) dan Allen (1950) in Chapman (1978), menyatakan bahwa: P adalah Produktivitas (gr/1 000 m3/hari), G adalah Koefisien pertumbuhan sesaat dan B adalah Rataan biomassa (gr). Nilai G ditentukan dari nilai persamaan G1 atau G2 yang didapatkan dari persaman Ricker (1975):

Apabila g>z maka

G1 = e

g-z

1

………(16)

Apabila jika g<z maka

G2 = 1- e

g-z………(17)

Simbol g adalah koefisien pertumbuhan sesaat dan z adalah koefisien mortalitas sesaat. Jika tidak terdapat mortalitas penangkapan, maka z merupakan mortalitas alami. Kedua Koefisien g dan z didapat dari :

g =

t w w

 ln 1 2

ln

(50)

z =

t N N

 ln 2) 1

(ln

………(19)

Keterangan: w1,w2 adalah rataan berat ikan pada t1 dan t2 (gram), sedangkan N1 dan N2 adalah jumlah ikan pada waktu t1 dan t2 (jumlah individu), dan ∆t adalah interval waktu pengambilan contoh.

k). Rataan biomassa stok (B) ditentukan atas dasar rumus sebagai berikut:

B

=

2 2

1 t

t B

B

...(20)

Keterangan :B (gr/1 000 m3), Bt1 = Biomassa pada waktu t =1 dan Bt2 =

Biomassa pada waktu t =2.

l). Produksi Pertumbuhan Biomassa (HBP) setiap interval waktu ditentukan atas dasar persamaan:

HBP = P x IWP

...(21)

Keterangan: HBP = Produksi Pertumbuhan Biomassa dalam (gr/1 000 m3), P= Produktivitas Pertumbuhan Biomassa per hari (gr/1 000 m3/hari) dari produktivitas per hari , IWP = Interval Waktu Pantau (15 hari).

m). Total Pertumbuhan Biomassa (TPB) ditentukan atas dasar persamaan:

TPB = VRD x P/1000 m

3...(22)

Keterangan: TPB = Total Pertumbuhan Biomassa (kg/hari), VRD =Volume Ruang Distribusi (luas areal setiap zona dikali ketebalan kelompok ikan), P= Produktivitas Pertumbuhan Biomassa pe hari

n). Lama waktu pulih kembali (B/P) ditentukan atas dasar persamaan:

B

/P =

P B

………...(23)

(51)

o). Daya Dukung Pembentukan Biomassa setiap interval waktu hari (DD) ditentukan atas dasar persamaan sebagai berikut:

DD=

(HBRHBP)……….(24)

Keterangan: DD = Daya Dukung Pembentukan Biomassa setiap interval waktu (gr/1 000 m3), HBR = Hasil Biomassa Rekrutmen (gr/ 1 000 m3), (HBP = Produksi Pertumbuhan Biomassa (gr/1 000 m3)

p). Total Pembentukan Biomassa (TPB) ditentukan atas dasar persamaan:

TPB = DD x VRD

...(25)

Keterangan: TPB = Total Pembentukan Biomassa (gr/1 000 m3), DD = Daya Dukung Pembentukan Biomassa setiap interval waktu (gr/1 000 m3), VRD =Volume Ruang Distribusi (Luas areal setiap zona dikali ketebalan kelompok ikan)

q). Kemantapan Stok (KST) ditentukan atas dasar persamaan:

KST = (TBR+TBP)-(HP+HB)

………..(26)

Keterangan: KST = Kemantapan stok (ton), TBR= Total Biomassa Rekrutmen, TBP = Total Biomassa Pertumbuhan, HP = Total hasil penangkapan jaring pantai dan HB = Total hasil penangkapan bagan

r). Eliminasi Stok (E) ditentukan atas dasar persamaan:

E = (B

1

-B

2

) + (TBR+TBP)

(HP+HB)

...(27)

Keterangan: B1= biomassa pada waktu t=1, B2 = biomassa pada waktu t=2, TBR=

Total Biomassa Rekrutmen, TBP= Total Biomassa Pertumbuhan, HP=Total Hasil Penangkapan Jaring Pantai, HB= Total Hasil Penangkapan Bagan

Gambar

Tabel 1. Produksi Ikan Umpan yang Tertangkap dengan Jaring Pantai dari 2002-2009
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Gambar 2. Ikan teri merah  Encrasicholina heteroloba Ruppell, 1837
Tabel 9. Jumlah jenis dan frekuensi kejadian jenis ikan di zona I, II dan III
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi jika melihat asumsi data riil yang digunakan, prosentasi sebesar lebih dari 50% merupakan indikasi baik bahwasannya pemodelan yang dilakukan telah cukup sesuai jika

b. lembar ke-2 disimpan oleh Bendahara Pengeluaran. Pada akhir tahun anggaran/kegiatan, BPP wajib menyetorkan seluruh uang hak negara selain UP/TUP yang berada dalam pengelolaannya

Negara. Setelah lulus dan mendapatkan Ijazah sebagian dari mereka berpikir untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Impian inilah yang menjadikan sebagian dari

Perbedaan utama penghitungan harga pokok produk antara akuntansi biaya tradisional dengan ABC adalah jumlah cost driver (pemicu biaya) yang digunakan. Dalam

Berdasarkan hasil penelitian tingkat partisipasi terhadap Program Desa Mandiri Pangan (DMP) di Kelurahan Padang Serai Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga pada kesempatan kali ini penulis dapat

Hasil pelaksanaan posbindu PTM belum tercapai sesuai target kementerian kesehatan karena dinilai cakupan kunjungan masyarakat yang rendah disebabkan masih

Na području govora o određenim religijama ističe Hegel one prirodne kao njihov početak, no ipak navodi i da taj stupanj religije prirode: »ne možemo smatrati dostojnim