• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya saing jasa penerbangan nasional dan faktor yang memengaruhi permintaannya dalam menghadapi Open Sky Policy AEC 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya saing jasa penerbangan nasional dan faktor yang memengaruhi permintaannya dalam menghadapi Open Sky Policy AEC 2015"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA SAING JASA PENERBANGAN NASIONAL DAN

FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAANNYA

DALAM MENGHADAPI

OPEN SKY POLICY

AEC 2015

AZMAL GUSRI BERLIANSYAH

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Saing Jasa Penerbangan Nasional dan Faktor yang Memengaruhi Permintaannya dalam Menghadapi Open Sky Policy AEC 2015 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Azmal Gusri Berliansyah

(4)

ABSTRAK

AZMAL GUSRI BERLIANSYAH. Daya Saing Jasa Penerbangan Nasional dan Faktor yang Memengaruhi Permintaannya dalam Menghadapi Open Sky Policy

AEC 2015. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI

Industri jasa penerbangan merupakan salah satu industri utama Indonesia yang bergerak di bidang jasa dan memiliki potensi yang sangat besar. Namun, dengan adanya kebijakan open sky policy sebagai bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 akan memberikan tantangan baru bagi industri jasa penerbangan nasional. Pelaku usaha industri jasa penerbangan nasional harus siap bersaing dengan pelaku usaha dari berbagai negara ASEAN dalam memperoleh pasar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keunggulan komparatif jasa penerbangan nasional di pasar internasional, keunggulan kompetitif industri jasa penerbangan nasional, dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri jasa penerbangan nasional memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan jasa penerbangan adalah produk domestik bruto, populasi, harga avtur, dan armada yang berpengaruh positif secara signifikan, sedangkan konsumsi rumah tangga berpengaruh negatif secara signifikan terhadap permintaan jasa penerbangan nasional.

Kata kunci: Daya Saing, Jasa Penerbangan, Keunggulan Komparatif, Keunggulan Kompetitif, Permintaan,

ABSTRACT

AZMAL GUSRI BERLIANSYAH. The Competitiveness of Indonesia’s Air

Travel Service and the Determinants of Demand Facing Open Sky Policy AEC 2015. Supervised by RINA OKTAVIANI

Air travel industry is one of main service industries in Indonesia and has a great potential. The Open Sky Policyas a part of ASEAN Economic Community 2015 will give other challenges for the Indonesian’s air travel industry. Every player of the Indonesia’s air travel industry has to be ready to compete with air

travel industry’s players from other ASEAN countries to get market share. This research is aimed to analyze the comparative advantage of Indonesian air travel industry in international market, the competitive advantage of Indonesian air travel industry, and analyze determinants of the air travel demand in Indonesia. The results show that Indonesia’s air travel industry has comparative advantage and competitive advantage. The determinants of air travel demand are GDP, population, avtur price, and aircraft with positive and significant effects, and household consumption with negative and siginificant effect.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DAYA SAING JASA PENERBANGAN NASIONAL DAN

FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAANNYA

DALAM MENGHADAPI

OPEN SKY POLICY

AEC 2015

AZMAL GUSRI BERLIANSYAH

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah Asean Economic Community 2015, dengan judul Daya Saing Jasa Penerbangan Nasional dan Faktor yang Memengaruhi Permintaannya dalam Menghadapi Open Sky Policy AEC 2015.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, saran, semangat, dan dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, terutama kepada: 1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Ulta Dusri dan Ibuk Gusneti beserta

seluruh keluarga besar penulis atas doa, motivasi, dan dukungan baik morol maupun materil bagi penulis dalam menyelesaikan skrpsi ini.

2. Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan secara teknis maupun teoritis dalam penyusunan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Dr Ir Wiwiek Rindayati, M.Si. dan Dr Eka Puspitawati, S.P M.Si. selaku penguji ujian skripsi.

4. Para dosen, staff, dan seluruh civitas akademi Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB yang telah memberikan ilmu selama penulis menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.

5. Sahabat-sahabat penulis Agus Harianto, Irvan Afikri, Eko Harsono, M. Wahyu, dan Jaka Rahmadan atas dukungan, semangat, dan motivasinya. 6. Teman-teman satu bimbingan Nicco Andrian, Ramdhani Budiman, M.

Dwiki, Silvia Sari, Febrina, dan Faqih atas kerjasama, motivasi, dan semangat selama ini.

7. Teman-teman Ilmu Ekonomi 47 atas kebersamaan dan keceriaan selama di IE.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga segala kekurangan yang ada pada skripsi ini dapat dijadikan bahan pembelajaran untuk penelitian yang lebih baik di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 6

Teori Daya Saing 6

Teori Keunggulan Komparatif 7

Teori Keunggulan Kompetitif 8

Teori Permintaan 10

Masyarakat Ekonomi ASEAN 10

Kebijakan Langit Terbuka 13

Penelitian Terdahulu 13

Kerangka Pemikiran 14

Hipotesis 16

METODE PENELITIAN 16

Jenis dan Sumber Data 16

Analisis RCA 17

Analisis Porter’s Diamond 19

Analisis Regresi Linier Berganda 20

GAMBARAN UMUM 25

HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Hasil Analisis Daya Saing (Keunggulan Komparatif) 32 Hasil Analisis Daya Saing (Keunggulan Kompetitif) 36

Hasil Analisis Regresi Linier Berganda 51

KESIMPULAN DAN SARAN 55

Kesimpulan 55

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN 59

(10)

DAFTAR TABEL

1. PDB negara anggota ASEAN 1

2. Sumbangan industri jasa penerbangan terhadap PDB Indonesia 4 3. Pertumbuhan rata-rata penerbangan berjadwal domestik 5

4. Sektor prioritas integrasi 13

5. Jenis data dan sumber data 17

6. Statistik finansial maskapai besar ASEAN tahun 2012 30

7. Bandara utama ASEAN 31

8. Hasil perhitungan RCA dan Indeks RCA 32

9. Jumlah tenaga kerja berlisensi angkutan udara 37 10. Jumlah armada menurut Air Operator Certificate (AOC) tahun 2012 39 11. Jumlah armada yang dimiliki oleh maskapai besar Indonesia 39 12. Jumlah kepemilikan armada maskapai besar Asia Tenggara 40

13. Bandara utama nasional Indonesia 41

14. Aset Garuda Indonesia 42

15. Jumlah permintaan jasa angkutan udara berjadwal domestik 43 16. Jumlah permintaan jasa angkutan udara berjadwal luar negeri 44 17. Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi permintaan

industri jasa penerbangan 51

DAFTAR GAMBAR

1. Permintaan jasa penerbangan ASEAN 2

2. Pertumbuhan PDB Indonesia 4

3. Kerangka pemikiran penelitian 15

4. Porter’s Diamond Theory 20

5. Perkembangan rute penerbangan nasional 26

6. Permintaan jasa penerbangan nasional 27

7. Pertumbuhan ekspor jasa penerbangan Indonesia 27 8. Permintaan jasa penerbangan negara-negara ASEAN 28 9. Permintaan jasa penerbangan ASEAN 2008 dan 2012 29 10. Pergerakkan pesawat berpenumpang di ASEAN tahun 2008 dan 2012 29 11. Jumlah maskapai negara-negara ASEAN tahun 1998 dan 2012 30 12. Pangsa pasar angkutan udara penerbangan domestik 45 13. Pangsa pasar angkutan udara penerbangan internasional 46 14. Ringkasan analisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing

industri jasa penerbangan dengan pendekatan Porter’s Diamond 50

DAFTAR LAMPIRAN

1. Perhitungan RCA 60

2. Perhitungan indeks RCA 60

3. Data nominal periode 1981-2012 61

(11)

5. Hasil estimasi dengan model Ordinary Least Square 63

6. Uji Autokorelasi 63

7. Uji Heteroskedastisitas 64

8. Correlation Matrix 64

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semenjak terbentuknya ASEAN (Association Southeast Asian Nation) pada tahun 1967, perkembangan perekonomian negara-negara anggota ASEAN mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini tidak lepas dari amanat deklarasi Bangkok sebagai basis ASEAN yang mengutamakan kerja sama ekonomi sebagai pilar utama kerja sama regional ini. Salah satu tujuan utama ASEAN adalah meningkatkan perekonomian negara-negara anggota. Sejauh ini ASEAN cukup berperan dalam meningkatkan perekonomian negara-negara anggota. Hal ini terlihat dari peningkatan GDP negara anggota dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada Tabel 1. Meski pernah terguncang oleh krisis 1998 dan 2008, perekonomian negara anggota ASEAN tetap mampu bangkit dan berkembang.

Tabel 1 PDB negara anggota ASEAN (ribu dollar Amerika)

Negara 2008 2009 2010 2011

Brunei 14482.9 10812.1 12401.9 16359.6

Cambodia 11073.4 10353.7 11229.3 12775.0

Indonesia 513032.3 546527.0 708903.6 846821.3

Lao PDR 5285.3 5585.0 6852.5 8163.3

Malaysia 223188.1 193180.0 247328.2 287922.8

Myanmar 25435.2 31830.8 42228.1 52841.5

Philippines 173427.2 168643.9 200192.5 224337.4 Singapore 193535.4 183798.9 227754.8 259858.4

Thailand 272946.4 264036.2 319277.7 345810.8

Viet Nam 90515.1 97078.3 106530.9 123266.9

ASEAN 1522921.4 1511845.8 1882699.6 2178156.8

Sumber : Sekretariat ASEAN (2012)

Hubungan regional ASEAN semakin meningkat dengan adanya ASEAN Vision 2020, yang telah direncanakan oleh pemimpin-pemimpin negara ASEAN pada ulang tahun ASEAN yang ke-30 pada tahun 1997 tentang akan dibentuknya suatu visi bersama ASEAN untuk masa depan, kehidupan yang damai, stabilitas dan kemakmuran, terikat bersama dalam hubungan kerja sama pembangunan dinamis, dan dalam kepedulian antar sesama anggota. Pada tahun 2003, pemimpin-pemimpin negara ASEAN memutuskan untuk membentuk ASEAN Community. Pada tahun 2007, disepakati bahwa ASEAN Community 2020 dipercepat ke tahun 2015 sehingga ditandatanganinya Deklarasi Cebu Percepatan Pembentukan ASEAN Community 2015. ASEAN Community 2015 berisi 3 pilar penting yakni ASEAN Political-Security, ASEAN Economic Community dan ASEAN Socio-Cultural Community.

(14)

2

yang tinggi, kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata, dan kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global. Tujuan utama

ASEAN Economic Community 2015 adalah terbentuknya pasar tunggal dan berbasis produksi. Untuk mewujudkan tujuan ini, seluruh negara anggota ASEAN harus melakukan liberalisasi dalam beberapa elemen. Elemen-elemen yang terkandung dalam liberalisasi tersebut adalah terciptanya arus bebas barang, arus bebas investasi, arus modal yang lebih bebas, arus bebas tenaga kerja terampil, sektor prioritas integrasi dan arus bebas jasa.

Arus bebas jasa merupakan salah satu elemen penting dalam pembentukan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi. Liberalisasi jasa bertujuan untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa di antara negara-negara ASEAN yang dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam ASEAN Framework Agreement on Service (AFAS). Dalam ASEAN Framework Agreement on Service

terdapat beberapa isi perjanjian mengenai liberalisasi jasa transpotasi udara atau disebut dengan istilah Open Sky Policy. Open Sky bertujuan untuk meningkatkan persaingan dalam industri penerbangan sipil, lebih tepatnya industri jasa maskapai penerbangan antar negara ASEAN. Isi perjanjian ini adalah memberikan keleluasaan bagi seluruh penyedia jasa penerbangan yang ada di ASEAN untuk bersaing secara sehat di seluruh rute penerbangan ASEAN.

Sumber: ASEAN-Japan Transport Partnership Information Center (2012) Gambar 1 Permintaan jasa penerbangan ASEAN

Industri jasa penerbangan merupakan salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan di kawasan ASEAN. Berdasarkan Gambar 1 di atas, dalam beberapa tahun terakhir permintaan masyarakat terhadap jasa penerbangan mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2006 permintaan jasa angkutan udara domestik mencapai 105 867 000 orang dan internasional 108 426 000 orang. Jumlah tersebut semakin mengalami pertumbuhan hingga pada tahun 2012 permintaan domestik mencapai 198 358 000 orang dan internasional 175 235 000 orang. Berdasarkan data ASEAN-Japan Transport Partnership Information Center

(2012), setiap negara anggota ASEAN memiliki pola permintaan tersendiri.

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Domestik 105867 120180 120775 138042 147680 175790 198358

(15)

3 Singapura, Thailand, dan Kamboja memiliki permintaan jasa penerbangan internasional lebih tinggi daripada permintaan domestiknya. Sedangkan Indonesia, Filipina, dan Malaysia memiliki permintaan domestik yang lebih tinggi daripada permintaan internasional. Perbedaan pola ini disebabkan oleh luas wilayah dan jumlah populasi.

Kebijakan open sky akan menciptakan persaingan antara seluruh maskapai penerbangan yang ada di ASEAN. Oleh karena itu, akan tercipta peningkatan pelayanan maskapai penerbangan yang akan dirasakan oleh masyarakat sebagai konsumen. Untuk meningkatkan daya saingnya di kawasan ASEAN dan regional, maka industri penerbangan Indonesia perlu mengambil berbagai langkah besar, mulai dari kualifikasi SDM yang profesional, standar keamanan penerbangan dan kualitas pelayanan yang baik. Industri penerbangan juga membutuhkan manajemen profesional mengacu pada standar internasional. Bentuk-bentuk peningkatan pelayanan yang mulai muncul adalah harga murah dan promosi-promosi yang ditawarkan beberapa maskapai penerbangan. Selain dari segi pelaku usaha penyedia jasa penerbangan, peningkatan aspek kualitas dan kuantitas juga perlu diterapkan pada bandara-bandara yang ada di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik dan efisien bagi konsumen

Perumusan Masalah

Indonesia dengan kondisi geografis yang sangat luas membutuhkan moda transportasi yang efisien dan bergerak cepat. Moda transportasi yang dibutuhkan itu adalah transportasi udara. Transportasi udara memiliki karakteristik dan keunggulan yang berbeda jika dibandingkan dengan transportasi lainnya. Keunggulan ini terlihat dari kemampuan pesawat terbang berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dalam waktu yang relatif singkat. Keunggulan ini menarik perhatian masyarakat luas, sehingga pengguna jasa penerbangan pun terus bertambah dari tahun ke tahun. Akibatnya, industri jasa penerbangan nasional akan semakin mengalami perkembangan.

Perkembangan industri jasa penerbangan nasional semakin marak sejak dikeluarkannya peraturan mengenai transportasi udara pada tahun 2004. Peraturan tersebut adalah Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 81 Tahun 2004 mengenai Pendirian Perusahaan Penerbangan di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Perhubungan, jumlah perusahaan penerbangan di Indonesia yang memiliki izin usaha per Maret 2014 berjumlah empat puluh perusahaan. Banyaknya jumlah maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia menciptakan persaingan yang ketat. Meskipun menghadapai tekanan dari pelemahan rupiah dan meningkatnya harga bahan bakar, industri penerbangan nasional tetap mengalami pertumbuhan dengan pertumbuhan penumpang sebesar 20 persen dari 68 juta pada tahun 2011 menjadi 81 juta pada tahun 2012.

(16)

4

yang semula sebagai penyedia jasa dan pelaku kegiatan ekonomi, kini telah berubah menjadi regulator yang menerbitkan aturan-aturan, mensertifikasi dan mengawasi pelaksanaan kegiatan jasa penerbangan.

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014)

Gambar 2 Pertumbuhan PDB Indonesia

Menurut Airbus Industry (2001), peningkatan 1 persen dari Produk Domestik Bruto suatu negara akan meningkatkan permintaan perjalanan udara sebesar 1-2.5 persen. Di Indonesia, peningkatan perekonomian yang signifikan seperti yang terlihat pada Gambar 2, dan ditopang jumlah masyarakat kelas menengah yang terus meningkat, sangat berpotensi memacu penggunaan jasa penerbangan. Apalagi pasar industri jasa penerbangan di Indonesia tumbuh pesat seiring dengan maraknya penerbangan murah, low cost carriers (LCC).

Tabel 2 Sumbangan industri jasa penerbangan terhadap PDB Indonesia Tahun Nilai (Miliar Rupiah) persen dari PDB

2004 Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

(17)

5 2013, besar sumbangan sektor angkutan udara meningkat pesat hingga 10 kali lipat. Besaran persentase sumbangan industri angkutan udara juga naik secara perlahan dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2013, sumbangan industri angkutan udara mencapai 0.87 persen dari total PDB nasional.

Tabel 3 Pertumbuhan rata-rata penerbangan berjadwal domestik (persen) Deskripsi 2005-2009 2009-2010 2011-2012 Domestik :

Awal tahun 2000an merupakan awal kebangkitan industri jasa penerbangan nasional. Berdasarkan Tabel 3 di atas, pertumbuhan permintaan terhadap jasa penerbangan nasional dalam rentang waktu 2005 sampai 2009 cukup kecil baik untuk penerbangan domestik maupun internasional. Dalam rentang waktu 5 tahun, pertumbuhan permintaan penumpang hanya sekitar 10.9 persen untuk domestik dan 13.2 persen untuk internasional. Pertumbuhan permintaan mulai meningkat pada tahun 2009 dimana dalam rentang 2 tahun, permintaan domestik meningkat hingga 18 persen bahkan peningkatan permintaan penerbangan internasional lebih tinggi lagi yakni sekitar 32 persen. Sepanjang tahun 2012, kinerja maskapai penerbangan nasional menunjukan peningkatan yang cukup signifikan dari dimensi kuantitatif. Jumlah penumpang yang diangkut di dalam negeri mencapai 18.65 persen dari jumlah tahun sebelumnya. Pada penerbangan internasional, jumlah penumpang yang diangkut mencapai 9.94 juta orang, meningkat 22 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai 8.15 juta orang.

Kebijakan open sky di kawasan ASEAN menciptakan persaingan baru di kalangan pelaku usaha industri jasa penerbangan. Selain bersaing dengan pelaku usaha dalam negeri, mereka juga akan bersaing dengan pelaku usaha jasa penerbangan dari luar negeri dengan skala internasional khususnya ASEAN. Kebijakan open sky akan menuntut para pelaku usaha di bidang jasa penerbangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitasnya agar bisa memenuhi standar yang telah ditetapkan internasional serta sikap profesional berkelas dunia. Open sky ini dapat menjadi suatu peluang bagi pelaku usaha jasa penerbangan nasional dalam meningkatkan market mereka, dan juga akan menjadi ancaman bagi mereka jika industri jasa penerbangan nasional tidak memiliki daya saing.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana keunggulan komparatif industri jasa penerbangan nasional di

pasar internasional?

2. Bagaimana keunggulan kompetitif industri jasa penerbangan nasional? 3. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan jasa penerbangan

(18)

6

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis keunggulan komparatif industri jasa penerbangan nasional di pasar internasional.

2. Menganalisis keunggulan kompetitif industri jasa penerbangan nasional. 3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan jasa penerbangan

nasional.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan kepada pemerintah dan industri terkait dalam upaya peningkatan daya saing dan kinerja maskapai nasional.

2. Memberikan informasi kepada pelaku jasa penerbangan untuk meningkatkan kinerjanya.

3. Menambah khasanah literatur mengenai studi industri penerbangan dalam negeri sehingga menambah wawasan baru bagi masyarakat.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada industri jasa penerbangan sipil nasional untuk melihat keunggulan komparatif dan kompetitif industri ini, serta faktor-faktor yang memengaruhi permintaan terhadapnya. Analisis yang digunakan dalam melihat keunggulan komparatif industri jasa penerbangan adalah dengan menggunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA). Analisis yang digunakan dalam melihat keunggulan kompetitif industri jasa penerbangan adalah dengan menggunakan analisis Porter’s Diamond Theory. Analisis yang digunakan dalam melihat faktor-faktor yang memengaruhi permintaan adalah metode

Ordinary Least Square (OLS). Penelitian ini hanya meneliti permintaan industri jasa penerbangan bagian penumpang.

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Daya Saing

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Porter (1990), daya saing identik dengan produktivitas, yaitu suatu tingkat output yang dihasilkan dari setiap input

yang digunakan. Peningkatan produktivitas disebabkan oleh peningkatan jumlah input seperti modal dan tenaga kerja, serta peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi. Setelah itu, menurut Porter (1995) menjelaskan bahwa daya saing dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan usaha perusahaan dalam industri untuk menghadapi berbagai lingkungan yang dihadapi. Daya saing sangat penting untuk dimliki oleh suatu industri dikarenakan oleh hal berikut; (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri; (2) dapat meningkatkan kapasitas ekonomi atau economic of scale, baik dalam hal regional ekonomi maupun entitias pelaku ekonomi sehingga menciptakan pertumbuhan ekonomi.

(19)

7 di dalam pasar tersebut, dalam artian jika suatu produk atau jasa mempunyai daya saing maka produk atau jasa tersebutlah yang banyak diminati konsumen. Definisi daya saing lainnya disampaikan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yaitu sebagai kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa yang berskala internasional melalui mekanisme perdagangan yang adil dan bebas, sekaligus menjaga dan meningkatkan pendapatan riil masyarakat dalam jangka panjang.

Daya saing juga mengacu kepada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk dan jasa yang mereka hasilkan relatif terhadap kemampuan negara lain (Bappenas, 2007). Sedangkan menurut peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, dinyatakan bahwa daya saing merupakan suatu kemampuan untuk menunjukan hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang dimaksud disini adalah kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya, kemampuan untuk terus meningkatkan kinerja, kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan, serta kemampuan untuk mengakkan posisi ke arah yang lebih menguntungkan.

Pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur daya saing suatu produk atau jasa adalah pendekatan menggunakan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

Teori Keunggulan Komparatif

Berdasarkan Tarigan (2005), istilah keunggulan komparatif pertama kali dikemukakan oleh David Ricardo (1917) yang menyatakan bahwa apabila ada dua negara yang saling berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan diri untuk mengekspor barang atau jasa yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan komparatif maka negara itu akan beruntung. Ricardo (1917) juga menjelaskan mengenai hukum keunggulan komparatif di dalam bukunya yang berjudul Principles of Political Economy and Taxation. Menurut hukum

keunggulan komparatif, “meskipun sebuah negara kurang efisien (atau memiliki kerugian absolut) dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak kecuali jika kerugian absolut (salah satu negara) pada kedua komoditi tersebut memiliki proporsi yang sama. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini merupakan komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian

absolut lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian komparatif)” (Salvatore, 1997).

(20)

8

(2009), konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial. Artinya, daya saing akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi. Dengan kata lain komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi ekonomi.

Teori Keunggulan Kompetitif

Definisi keunggulan kompetitif dalam Mudjayanti (2008) adalah suatu keunggulan yang dapat dikembangkan, jadi keunggulan ini harus diciptakan untuk dapat memilikinya. Konsep keunggulan kompetitif menurut Porter (1990) dalam Pragari (2011) adalah suatu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperkuat sisinya dalam menghadapi pesaing dan mampu menunjukkan berbagai perbedaan-perbedaan lainnya. Selanjutnya, Porter (1990) menyatakan ada 4 faktor utama yang menentukan daya saing suatu komoditi yaitu, kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and supporting industry), serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm structure, rivalry, and strategy). Interaksi antar keempat faktor utama penentu daya saing di atas dipengaruhi oleh faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (goverment factor). Secara bersama-sama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond Theory (Tarigan, 2005).

Kondisi Faktor (Factor Condition)

Kondisi faktor merupakan cerminan faktor-faktor sumberdaya yang dimiliki suatu negara yang berhubungan dengan proses produksi suatu industri. Sumberdaya memiliki peran penting dalam suatu industri karena sumberdaya adalah modal utama dalam menggerakan industri. Kondisi sumberdaya suatu negara sangat menentukan posisi negara tersebut dalam bersaing dengan negara lain. Sumberdaya dikelompokan ke dalam 5 kelompok yakni:

a. Sumber Daya Manusia (Human Resource)

Hal yang paling penting mengenai sumber daya manusia (SDM) atau tenaga kerja yang memengaruhi industri adalah jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial, dan keterampilan tenaga kerja, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah) serta etika kerja (moral).

b. Sumberdaya Fisik atau Alam (Nature Resource)

Sumberdaya fisik atau alam yang memengaruhi daya saing industri antara lain biaya, aksebilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral dan energi. Serta kondisi cuaca dan iklim, wilayah geografis, topografis dan lainnya.

c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Science and Technology)

(21)

9 d. Sumberdaya Infrastruktur (Infrastructure)

Sumberdaya infrastruktur terdiri atas ketersediaan jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastruktur yang memengaruhi daya saing. Seperti sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, serta sistem pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lainnya.

e. Sumberdaya Modal (Capital)

Sumberdaya modal terdiri dari jumlah dana yang tersedia dan biaya yang tersedia, jenis pembiayaan atau sumber modal, aksesibilitas terhadap pembiyaan, dan kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan.

Kondisi Permintaan (Demand Condition)

Kondisi permintaan dalam negeri atau domestik merupakan salah satu faktor penentu daya saing industri. Mutu permintaan dalam negeri dapat menjadi bahan acuan dan pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan yang akan bersaing di pasar global. Mutu permintaan domestik memberikan tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya dan memberikan respon terhadap persaingan yang terjadi.

Industri Terkait dan Pendukung (Related and Supporting Industry)

Keberadaan industri terkait dan industri pendukung dapat memberikan pengaruh bagi daya saing industri secara global. Industri terkait dan pendukung ini antara lain industri hulu dan hilir. Industri hulu mampu memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang lebih cepat, dan pengiriman yang tepat waktu serta jumlah yang sesuai kebutuhan industri. Hal ini juga berlaku bagi industri hilir yang menggunakan input dari industri utama. Kegiatan antar industri ini akan menciptakan suatu kondisi saling tarik menarik diantara ketiga pihak dalam hal daya saing industri. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan (firm structur, rivalry, and strategy)

Tingkat persaingan merupakan salah satu pendorong bagi perkembangan industri yang akan membuat setiap perusahaan yang terlibat di dalamnya untuk terus melakukan perubahan dan inovasi. Keberadaan pesaing dapat menjadi penggerak untuk memberikan tekanan-tekanan pada perusahaan agar segera meningkatkan daya saingnya. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji dan mampu selamat dari persaingan lokal, akan lebih mudah untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan internasional dibanding dengan perusahaan yang belum memiliki daya saing.

Struktur industri juga berpengaruh bagi daya saing suatu industri. Industri yang monopolis cenderung kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perkembangan dan inovasi baru dibandingkan industri dengan pasar yang bersaing. Selain itu, juga ada struktur perusahaan, struktur pasar, dan strategi perusahaan yang akan menentukan daya saing suatu industri.

Peran Pemerintah

(22)

10

yang akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait industri. Kebijakan-kebijakan inilah yang akan memperkuat atau memperlemah daya saing industri. Namun, pemerintah tidak dapat menciptakan langsung daya saing industri dari kebijakan ini. Intinya, pemerintah menyediakan fasilitas bagi lingkungan industri untuk memperbaiki kondisi faktor daya saing sehingga bisa didayagunakan secara aktif dan efisien.

Peran Kesempatan

Kesempatan berada di luar kendali setiap pihak baik itu perusahaan maupun pemerintah. Namun, kesempatan memiliki peranan tersendiri dalam suatu daya saing industri. Beberapa hal yang dianggap sebagai keberuntungan merupakan bagian dari kesempatan. Seperti adanya penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang tidak berlanjut akibat perubahan harga minyak dan depresiasi mata uang, serta peningkatan permintaan produk yang lebih besar dari pasokan juga dapat dikatakan sebagai bagian dari kesempatan.

Teori Permintaan

Menurut Kotler (1996) dalam Imelda (2000) disebutkan bahwa permintaan merupakan jumlah yang dibutuhkan dan berkembang menjadi keinginan. Kebutuhan adalah suatu keadaan untuk memenuhi kepuasan dasar yang dirasakan dan disadari yang artinya kebutuhan tidak diciptakan oleh masyarakat atau lingkungannya tetapi telah ada dalam kehidupan manusia. Sedangkan keinginan adalah hasrat untuk memperoleh pemuas tertentu untuk kebutuhan yang lebih mendalam. Keinginan dibentuk oleh kekuatan keluarga, sosial, lembaga pendidikan, dan lain-lain.

Hukum permintaan menjelaskan hubungan antara harga barang atau jasa dengan jumlah yang diminta/dikonsumsi oleh konsumen. Jumlah permintaan konsumen terhadap suatu barang atau jasa berbanding terbalik. Artinya, ketika harga mengalami peningkatan, maka permintaan akan mengalami penurunan. Ketika harga mengalami penurunan, maka permintaan akan mengalami kenaikan, dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tetap seperti; pendapatan masyarakat, jumlah penduduk, selera masyarakat, dan lain-lain dianggap tetap (cateris paribus) (Leftwich,1988)

Lipsey et al (1995) menyatakan bahwa ada tiga hal penting dalam konsep permintaan. Pertama, jumlah yang diminta atau jumlah yang diinginkan pada harga barang tersebut, pada harga barang lain, pendapatan konsumen, selera, dan lain-lain adalah tetap. Kedua, apa yang diinginkan tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif, artinya jumlah dimana orang bersedia membeli pada harga yang mereka harus bayar untuk komoditi tersebut. Ketiga, kuantitas yang diminta menunjukan arus pembelian yang terus-menerus.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community)

(23)

11 anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang telah ada dan inisiatif baru dengan kerangka yang jelas. Untuk membentuk AEC, ASEAN harus melaksanakan kewajiban sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi yang terbuka, berwawasan keluar, inklusif, dan berorientasi pada pasar sesuai dengan aturan-aturan multilateral serta patuh terhadap sistem berdasarkan aturan hukum agar pemenuhan dan implementasi komitmen-komitmen ekonomi dapat berjalan efektif.

AEC 2015 akan membentuk ASEAN sebagai suatu pasar tunggal dan basis produksi serta menjadikan ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan langkah-langkah dan mekanisme baru untuk memperkuat implementasi inisiatif-inisiatif ekonomi yang telah ada, mempercepat integrasi kawasan dalam sektor prioritas, mempermudah pergerakan para pelaku usaha tenaga kerja terampil, dan berbakat dan memperkuat mekanisme institusi ASEAN.

Menurut Kementrian Perdagangan Republik Indonesia dalam buku “Menuju

ASEAN Economic Community 2015” dikemukakan bahwa untuk mewujudkan

AEC pada tahun 2015, maka seluruh negara ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil secara bebas dan arus modal yang lebih bebas sesuai tujuan AEC yakni elemen pasar tunggal dan berbasis produksi sebagai salah satu pilar AEC.

Arus Bebas Barang

Arus bebas barang merupakan salah satu elemen utama AEC Blueprint

dalam mewujudkan AEC dengan kekuatan pasar tunggal dan berbasis produksi. Untuk mendukung arus bebas barang ini, negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA). ATIGA merupakan kodifikasi atas keseluruhan kesepakatan ASEAN dalam liberalisasi dan fasilitasi perdagangan barang. Tujuan dari ATIGA antara lain:

a. Mewujudkan kawasan arus barang yang bebas sebagai salah satu prinsip untuk membentuk pasar tunggal dan basis produksi dalam AEC 2015. b. Meminimalkan hambatan dan memperkuat kerja sama diantara

negara-negara anggota ASEAN. c. Menurunkan biaya usaha.

d. Meningkatkan perdagangan dan investasi dan efisiensi ekonomi.

e. Menciptakan pasar yang lebih besar dengan kesempatan dan skala ekonomi yang lebih besar untuk para pengusaha di negara-negara anggota ASEAN. f. Menciptakan kawasan investasi yang kompetitif.

Arus Bebas Jasa

Arus bebas jasa merupakan salah satu elemen penting dalam pembentukan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi. Liberalisasi jasa bertujuan untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa di antara negara-negara ASEAN yang dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam ASEAN Framework on Service (AFAS). AFAS bertujuan untuk :

(24)

12

b. Menghapuskan secara signifikan hambatan-hambatan perdagangan jasa diantara negara anggota.

c. Meliberalisasikan perdagangan jasa dengan memperdalam tingkat dan cakupan liberalisasi melebihi liberalisasi dalam General Agreement on Trade in Service (GATS) dalam mewujudkan perdagangan bebas di bidang jasa.

Arus Bebas Investasi

Investasi telah disepakati sebagai suatu komponen utama dalam pembangunan negara dan ekonomi di ASEAN. Negara-negara ASEAN menjadikan investasi sebagai salah satu tujuan pokok ASEAN dalam upaya mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN. Untuk menciptakan kawasan bebas invetasi ini maka dibentuklah ASEAN Comprehensive Investment Agreement

(ACIA). Salah satu pilar dari ACIA adalah liberalisasi invetasi yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan invetasi secara progresif yang akan dilakukan dengan cara:

a. Menerapkan perlakuan non-diskriminasi, termasuk perlakuan nasional dan perlakuan most favoured nation kepada investor di ASEAN dengan pengecualian terbatas, meminimalkan bahkan menghapus pengecualian tersebut.

b. Mengurangi dan selanjutnya menghapus peraturan masuk investasi untuk produk-produk yang masuk dalam Sektor Prioritas Integrasi.

c. Mengurangi dan selanjutnya menghapus peraturan-peraturan invetasi yang bersifat menghambat dan berbagai hambatan lainnya.

Arus Modal yang Lebih Bebas

ASEAN memutuskan untuk menciptakan arus modal yang lebih bebas yaitu dengan melakukan pengurangan-pengurangan atas beberapa aturan-aturan yang kaku dalam arus modal. Hal ini dikarenakan jika arus modal terlalu terbuka atau lebih bebas maka akan berpotensi menimbulkan resiko dan mengancam kestabilan perekonomian suatu negara. Sebaliknya, jika aliran modal terlalu dibatasi maka akan membuat suatu negara mengalami keterbatasan kapital yang diperlukan untuk mendorong peningkatan arus perdagangan dan pengembangan pasar uang. Arus Bebas Tenaga Kerja Terampil

Untuk menciptakan mobilitas yang terkelola serta menfasilitasi masuknya tenaga kerja yang terlibat dalam setiap transaksi perdagangan barang, jasa, dan invetasi serta modal sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara tujuan maka ASEAN mengupayakan suatu fasilitas penerbitan visa dan employment pass bagi tenaga kerja yang bekerja di bidang perdagangan dan berhubungan dengan antar negara ASEAN. Salah satu upaya untuk mendukung hal di atas adalah dengan dibentuknya Mutual Recognition Arrangement (MRA).

(25)

13 Sektor Prioritas

Sektor prioritas merupakan sektor-sektor yang cukup strategis untuk dijadikan liberal dalam rangka menuju pasar tunggal dan berbasis produksi. Ada 12 sektor yang telah disepakati oleh Menteri Ekonomi tiap-tiap Negara seperti yang ditunjukan pada Tabel 4 antara lain:

Tabel 4 Sektor prioritas integrasi

Daftar Sektor Prioritas Negara Koordinator Produk berbasis pertanian Sumber: Menuju ASEAN Economic Community (2015), Kemendag (2012)

Kebijakan Langit Terbuka (Open Sky Policy)

Berdasarkan Havel (2009) dinyatakan bahwa pemahaman kebijakan langit terbuka (open sky) merupakan suatu konsep kebijakan internasional yang mengarah kepada liberalisasi aturan dan pengaturan dalam industri penerbangan sipil internasional, khususnya pada penerbangan komersial dengan meminimalkan intervensi pemerintah dalam aktifitasnya sehingga terbukanya pasar bebas industri penerbangan. Menurut Setiawan (2012) disebutkan bahwa open sky adalah sebuah kesepakatan yang menciptakan pasar terbuka di antara kedua negara untuk memberikan peluang yang lebih besar bagi perusahaan penerbangan masing-masing negara dalam menawarkan dan mengoperasikan layanan penerbangan kepada publik. Dalam laporan Final Report: Preparing ASEAN For Open Sky

dijelaskan definisi dari open sky adalah sebagai suatu kumpulan kebijakan atau suatu paket yang terdiri dari aspek-aspek kebijakan yang jelas, seperti penata-ulangan kapasitas dan penghapusan kontrol harga yang mengarah ke industri jasa penerbangan dengan lebih sedikit regulasi atau peraturan. Ini merupakan sebuah strategi untuk membuka pintu pasar jasa penerbangan yang dapat dicapai dengan adanya perjanjian bilateral, regional, dan multilateral.

Penelitian Terdahulu

(26)

14

Produk Domestik Bruto Minyak, Produk Domestik Bruto Swasta Non Minyak, Produk Domestik Bruto Pemerintah Non Minyak, Total Produk Domestik Bruto Minyak, Total Produk Domestik Bruto, Indeks Harga Konsumen, Pendapatan Perkapita, Impor Barang dan Jasa, Nilai Tukar terhadap US Dollar, Nilai Tukar terhadap Singapore Dollar, Jumlah Populasi, Total Pengeluaran, Total Pengeluaran Konsumsi Swasta, Total Pengeluaran Konsumsi Pemerintah danTotal Penegeluaran Konsumsi.

Mazzeo (2003) dalam papernya yang berjudul “Competition and Service

Quality in the U.S Airline Industry” meneliti adanya hubungan persaingan dengan kualitas jasa yang akan memberikan informasi bagi pemerintah untuk memperkirakan daya saing dalam pasar, mengevaluasi potensi untuk merger dan meningkatkan standar industri. Dalam penelitian ini penulis menyatakan bahwa setiap maskapai sebaiknya menyediakan layanan jasa yang bervariasi tergantung level konsentrasi pasar dan sikap konsumen dalam menilai pelayanan yang baik dan buruk.

Rizka (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Permintaan Jasa

Angkutan Udara Khusus Penumpang di Sumatera Barat (Studi Kasus: Rute Penerbangan Padang-Jakarta)” menyatakan bahwa permintaan jasa angkutan udara rute Padang-Jakarta dipengaruhi oleh jumlah penduduk, pendapatan rill rata-rata penduduk dan tarif tiket pesawat. Penulis menyimpulkan bahwa faktor yang paling dominan dalam memengaruhi permintaan jasa angkutan udara adalah jumlah penduduk.

Kerangka Pemikiran

Sehubungan dengan akan dimulainya kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) maka akan diberlakukan berbagai liberalisasi di setiap perdagangan antar negara anggota ASEAN. Kebijakan liberalisasi ini juga mencakup perdagangan jasa. Salah satu jasa yang diperdagangkan di ASEAN adalah jasa angkutan udara atau air transport.

Kebijakan liberalisasi jasa penerbangan ini semakin diperkuat dengan dibentuknya perjanjian seluruh pemimpin-pemimpin ASEAN yang menghasilkan kebijakan langit terbuka (open sky policy). Kebijakan ini mewajibkan masing-masing negara anggota untuk membuka atau mengizinkan setiap perusahaan-perusahaan penyedia jasa penerbangan untuk beroperasi di negaranya. Hal ini akan menciptakan suatu persaingan yang akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitas dan konsumsi jasa penerbangan nasional.

(27)

15

Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian ASEAN Economic

Community 2015

Pendekatan Kuantitaif

Daya Saing Industri jasa Penerbangan

Nasional

Open Sky Policy

RCA (Revealed Comparative

Advantage)

Pendekatan Kualitatif

Porter’s Diamond

Theory

Strategi dan Upaya Meningkatkan

Daya Saing Faktor yang memengaruhi permintaan jasa

(28)

16

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Industri jasa penerbangan nasional memiliki keunggulan komparatif di pasar internasional.

2. Industri jasa penerbangan nasional memiliki keunggulan kompetitif.

3. Semua variabel bebas yang digunakan (populasi, produk domestik bruto, konsumsi rumah tangga, harga avtur, jumlah armada, inflasi, dan dummy

krisis) memiliki pengaruh terhadap variabel tidak bebas jumlah permintaan industri jasa Indonesia :

a. Populasi memiliki pengaruh positif terhadap permintaan industri jasa penerbangan Indonesia, dimana semakin tinggi jumlah populasi maka semakin tinggi permintaan jasa penerbangan.

b. Produk domestik bruto memiliki pengaruh positif terhadap permintaan industri jasa penerbangan Indonesia, dimana semakin tinggi jumlah produk domestik bruto maka semakin tinggi permintaan jasa penerbangan.

c. Konsumsi rumah tangga memiliki pengaruh positif terhadap permintaan industri jasa penerbangan Indonesia, dimana semakin tinggi jumlah pengeluaran rumah tangga maka semakin tinggi permintaan jasa penerbangan.

d. Harga avtur memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan industri jasa penerbangan Indonesia, dimana semakin tinggi harga avtur maka semakin rendah permintaan jasa penerbangan.

e. Inflasi memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan industri jasa penerbangan Indonesia, dimana semakin tinggi inflasi maka semakin rendah permintaan jasa penerbangan.

f. Jumlah armada memiliki pengaruh positif terhadap permintaan industri jasa penerbangan Indonesia, dimana semakin tinggi jumlah armada maka semakin tinggi permintaan jasa penerbangan.

g. Dummy krisis memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan jasa penerbangan, dimana ketika terjadi krisis maka akan menurunkan jumlah permintaan jasa penerbangan nasional.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

(29)

17 riil, pertumbuhan pengeluaran RT, inflasi, jumlah armada, pertumbuhan ekspor, nilai tukar dan dummu krisis dari tahun 1981 sampai tahun 2012.

Data-data di atas diperoleh dari Kementrian Perhubungan Republik Indonesia, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, ASEAN, Trademap, World Bank, International Air Transport Association (IATA), Garuda Indonesia, Malaysia Airlines, Singapore Airlines, Phillipines Airlines, dan Thai Airlines serta studi-studi literatur yang didapat dari buku dan jurnal yang berkaitan dengan penerbangan (air transport).

Tabel 5 Jenis data dan sumber data

No Jenis Data Sumber Data

Nilai ekspor jasa penerbangan nasional (US dollar) Nilai ekspor jasa nasional (US dollar)

Nilai ekspor jasa penerbangan dunia (US dollar) Nilai ekspor jasa dunia (US dollar)

Permintaan jasa penerbangan nasional (orang) Produk domestik bruto riil Indonesia (US dollar) Populasi Indonesia (orang)

Jumlah armada maskapai penerbangan nasional (unit) Inflasi (persen)

Konsumsi rumah tangga (US dollar) Harga avtur dalam negeri (rupiah/liter)

BI

Analisis daya saing yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif dipakai untuk menjelaskan kekuatan daya saing komoditi yang dilakukan menggunakan RCA (Revealed Comparative Advantage). Lalu, analisis kualitatif dipakai untuk menjelaskan pengkajian potensi, kendala, dan peluang serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing industri penerbangan dalam negeri yang akan dilakukan dengan menggunakan teori berlian Porter (Porter’s Diamond Theory). Selanjutnya, analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi permintaan jasa penerbangan nasional dilakukan dengan analisis regresi linier berganda.

Analisis Daya Saing Revealed Comparative Advantage (RCA)

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu negara ataupun wilayah adalah dengan menggunakan metode RCA atau Revealed Comparative Advantage. Konsep yang mendasari metode RCA ini yaitu perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukan atau memcerminkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur dalam metode ini adalah kinerja ekspor suatu produk/jasa terhadap total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.

(30)

18

jasa industri penerbangan di dalam total ekspor jasa dunia. Apabila nilai RCA lebih dari satu maka negara tersebut memiliki keunggulan komparatif (di atas rata-rata dunia) untuk industri jasa penerbangan. Sebaliknya jika nilai RCA lebih kecil dari satu, maka keunggulan komparatif negara tersebut di bidang industri jasa penerbangan rendah atau berdaya saing lemah.

Analisis keunggulan komparatif RCA pertama kali digunakan oleh seorang peneliti bernama Bale Balassa pada tahun 1965 yang meneliti mengenai pengaruh liberalisasi perdagangan luar negeri terhadap keunggulan komparatif hasil industri Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Uni Eropa serta pada tahun 1997 untuk negara yang sama ditambah Kanada dan Swedia. Awalnya Balassa menggunakan dua konsep pemikiran yakni berdasarkan rasio impor dan ekspor, dan yang kedua berdasarkan prestasi ekspor relatif. Kemudian ia meninggalkan konsep pertama karena impor lebih peka terhadap tingkat perlindungan tarif. Balassa kemudian mengevaluasi prestasi ekspor masing-masing komoditi di negara-negara tertentu dengan membandingkan bagian relatif ekspor suatu negara dalam ekspor dunia untuk masing-masing komoditi dengan menggunakan RCA (Revealed Comparative Advantage).

Kinerja ekspor industri jasa penerbangan Indonesia terhadap total ekspor Indonesia ke pasar dunia selanjutnya dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor jasa penerbangan dunia terhadap nilai total ekspor jasa dunia, menggunakan rumus RCA yakni:

RCAt =

Keterangan:

RCAt : Keungulan Komparatif (daya saing) Indonesia tahun ke t Ft : Nilai ekspor industri jasa penerbangan Indonesia tahun

ke t (juta dollar Amerika)

St : Nilai total ekspor jasa Indonesia pada tahun ke t (juta dollar Amerika)

WFt : Nilai ekspor industri jasa penerbangan dunia tahun ke t (miliar dollar Amerika)

WSt : Nilai total ekspor jasa dunia tahun ke t (miliar dollar Amerika)

t : 2004, 2005,..., 2011, 2012

Jika RCA>1 maka negara tersebut lebih berspesialisasi produksi di kelompok komoditi bersangkutan. Negara tersebut memiliki keunggulan komparatif pada komoditi tersebut. Semakin besar nilai RCA, maka akan semakin kuat keunggulan komparatif yang dimilikinya. Jika RCA<1 maka sebaliknya wilayah tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif pada komoditi tersebut.

Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA tahun sekarang dengan nilai RCA tahun sebelumnya. Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut:

(31)

19 Keterangan:

Indeks RCAt : Kinerja ekspor industri jasa penerbangan Indonesia periode ke t

RCAt : Nilai RCA tahun sekarang RCAt-1 : Nilai RCA tahun sebelumnya

Nilai indeks RCA berkisar dari angka nol sampai tidak hingga. Nilai indeks RCA yang sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau dengan kata lain kinerja ekspor industri jasa penerbangan di pasar internasional tahun sekarang sama dengan tahun sebelumnya. Nilai indeks RCA lebih kecil dari satu berarti terjadi penurunan RCA atau terjadi penurunan kinerja ekspor dimna ekspor industri jasa penerbangan di pasar internasional tahun sekarang lebih kecil dari tahun sebelumnya. Terakhir nilai indeks RCA yang lebih besar dari satu berarti terjadi peningkatan kinerja ekspor industri jasa penerbangan dimana ekspor industri jasa penerbangan di pasar internasional tahun sekarang lebih besar dari tahun sebelumnya

Analisis Daya Saing Porter’s Diamond Theory

Untuk mengukur keunggulan kompetitif suatu jenis komoditi, maka dianalisis menggunakan Porter’s Diamond Theory, metode teori Berlian Porter ini merupakan metode kualitatif yang menganalisis tiap komponen dalam teori berlian. Komponen – komponen tersebut antara lain:

a. Factor Condition (FC), yaitu keadaan faktor-faktor produksi dalam suatu industri seperti tenaga kerja dan infrastruktur.

b. Demand Condition (DC), yaitu keadaan permintaan atas barang dan jasa dalam negara.

c. Related and Supporting Industries (RSI), yaitu keadaan para penyalur dan industri lainnya yang saling mendukung dan berhubungan.

d. Firm Strategy, Structure and Rivalry (FSRS), yaitu strategi yang dianut perusahaan ada umumnya, struktur industri dan keadaan kompetisi dalam suatu industri domestik.

Selain dari empat komponen di atas, ada dua komponen lain yang berhubungan dengan teori berlian ini yaitu faktor pemerintah dan kesempatan. Keempat faktor utama dan dua faktor pendukung ini saling berinteraksi. Berdasarkan hasil analisis komponen penentu daya saing kita dapat menentukan komponen yang menjadi keunggulan dan kelemahan daya saing industri jasa penerbangan nasional. Keunggulan setiap faktor dalam komponen-komponen yang ada dalam teori Berlian Porter akan dilambangkan dengan positif (+), sedangkan kelemahan dalam masing-masing faktor tersebut dilambangkan dengan negatif (-). Hasil dari keseluruhan interaksi dari setiap komponen dan faktor pendukung daya saing ini sangat menentukan perkembangan yang dapat menjadi

competitive advantage (keunggulan kompetitif) dari industri jasa penerbangan nasional.

Secara umum, hubungan atau interaksi masing–masing komponen Porter’s

(32)

20

Sumber: Porter (1990)

Gambar 4 Porter’s Diamond Theory

Metode Regeresi Linier Berganda

Metode regresi linier berganda ini digunakan untuk melakukan analisis pada faktor-faktor yang memengaruhi permintaan terhadap jasa angkutan udara nasional dengan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil biasa dengan asumsi-asumsi tertentu. Menurut Koutsoyianis (1977), terdapat beberapa kelebihan metode Ordinary Least Square (OLS) seperti berikut: 1. Hasil estimasi parameter yang diperoleh dengan metode OLS memiliki

beberapa kondisi optimal (BLUE).

2. Tata cara pengolahan data dengan metode Ordinary Least Square (OLS) relatif lebih mudah daripada metode ekonometrika lainnya, serta tidak membutuhkan data yang terlalu banyak.

3. Metode Ordinary Least Square (OLS) telah banyak digunakan dalam penelitian ekonomi dengan berbagai macam hubungan antar variabel dengan hasil yang memuaskan.

4. Mekanisme pengolahan data dengan metode OLS lebih mudah dipahami. 5. Metode OLS juga merupakan bagian dari kebanyakan metode ekonometrika

yang lain meskipun dengan penyesuaian di beberapa bagian.

Menurut Nachrowi et al (2003) beberapa sifat penduga yang utama agar metode OLS dapat digunakan adalah tidak bias, efisien dan varian minimum. Berdasarkan teori Gauss-Markov, asumsi-asumsi atau persyaratan yang melandasi estimasi koefisien regresi dengan metode OLS adalah sebagai berikut:

1. E(ui) = 0 atau E(ui) atau E(Yi) = β 1 + β2Xi

ui menyatakan variabel-variabel lain yang memengaruhi Yi akan tetapi tidak terwakili di dalam model.

2. Tidak ada korelasi antara ui dan uj {cov (ui , uj )= 0}; i≠j

3. Homoskedastisitas: yaitu besarnya varian ui sama atau car (ui) = σ2 untuk setiap i.

4. Kovarian antara ui dan Xi nol. {cov (ui,Xi ) )= 0}. Asumsi tersebut sama artinya bahwa tidak ada korelasi antara ui,Xi.

(33)

21 a. Model harus berpijak pada landasan teori.

b. Perhatikan variabel-variabel yang diperlukan. c. Bagaimana bentuk fungsinya.

Sifat yang dimiliki oleh estimator pada model regresi OLS dengan memenuhi asumsi-asumsi di atas adalah best linier unbiased estimator (BLUE). Ragam minimum (efisien) dan konsisten serta berasal dari model yang linier. Selain itu, nilai estimasi dari contoh akan mendekati nilai populasi.

Menurut Putong (2010) permintaan adalah banyaknya jumlah barang atau jasa yang diminta pada suatu pasar tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode. Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi permintaan dari seseorang individu atau masyarakat terhadap suatu barang atau jasa yaitu: harga barang atau jasa, tingkat pendapatan/pendapatan rata-rata, jumlah penduduk/jumlah populasi, selera atau gengsi, ramalan/estimasi di masa yang akan datang, harga barang atau jasa lain/substitusi, distribusi, dan lainnya.

Hukum permintaan menjelaskan sifat hubungan antara permintaan suatu barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan merupakan suatu hipotesis yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu barang maka semakin banyak permintaan terhadapnya. Sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang maka semakin sedikit permintaan terhadapnya.

Perloff (2008) menyatakan bahwa kurva permintaan akan bergerak naik seiring dengan meningkatnya pendapatan individu atau masyarakat. Dengan perubahan pendapatan dan harga dianggap konstan, dapat terlihat perubahan kuantitas permintaan karena peningkatan pendapatan. Kurva Engel menyimpulkan hubungan antara permintaan dan tingkat pendapatan dengan kondisi harga konstan. Efek pendapatan terhadap permintaan bisa positif dan negatif. Ketika barang dan jasa bersifat normal, maka efek pendapatan akan berdampak positif. Ketika barang dan jasa bersifat inferior, maka efek pendapatan berdampak negatif.

Sukirno (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan pertambahan permintaan. Tetapi biasanya pertambahan penduduk diikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja. Dengan demikian lebih banyak orang yang menerima pendapatan dan ini menambah daya beli dalam masyarakat. Pertambahan daya beli akan menambah permintaan.

Dalam penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan terhadap industri jasa angkutan udara nasional, yang diperoleh dari penelitian dan jurnal sebelumnya, dapat dilihat dari pertumbuhan populasi, PDB, pengeluaran rumah tangga, inflasi, jumlah armada pesawat dalam negeri, nilai tukar, pertumbuhan ekspor, dan krisis.

Secara matematis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan terhadap industri jasa angkutan udara nasional dapat ditulis sebagai berikut :

Dt = α0 + α1PDBt+ α2POPULASIt + α3ARMADAt - α4HARGA_AVTURt

α5INFLASIt + α6KONSUMSI_RTt - α7DUMMY98t + elt

(34)

22

Dt = α0 + α1LnPDBt+ α2LnPOPULASIt + α3LnARMADAt –

α4LnHARGA_AVTURt - α5INFLASIt + α6LnKONSUMSI_RTt – α7LnDUMMY98t + elt

Keterangan:

LnDt = jumlah permintaan terhadap jasa penerbangan nasional (orang)

LnPDB t = produk domestik bruto riil (dollar Amerika) LnPOPULASIt = pertumbuhan populasi (persen)

LnARMADA t = jumlah armada (unit)

LnHARGA_AVTUR t = harga avtur dalam negeri (rupiah/liter) INFLASI t = inflasi (%)

LnKONSUMSI_RT t = pengeluaran riil rumah angga (dollar Amerika)

DUMMY98t = dummy krisis El t = error / galat

Pengujian Parameter Persamaan Regresi

Untuk mendapatkan model yang baik, maka diperlukan untuk melakukan pengujia-pengujian sebagai berikut:

Uji Koefisien Determinan (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar total variasi variabel dependan yang mampu dijelaskan oleh model. R2 menunjukan besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap dependen. Nilai R2 akan semakin besar sesuai dengan bertambahnya variabel yang dimasukan ke dalam model.

R-square = Keterangan:

RSS: Jumlah Kuadrat Terkecil TSS: Jumlah Kuadrat Total

Nilai koefisien determinasi yang digunakan adalah 0 < R2 < 1. Jika R2 = 1 berarti 100 persen keragaaman dalam variabel dependan dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. Sedangkan jika R2 = 0 berarti tidak satupun variabel-variabel independen yang dapat menjelaskan variabel dependennya. Selain nilai R2 terdapat juga nilai adjusted R2. Nilai ini digunakan untuk membandingkan 2 model dimana semakin besar nilai R2-adj maka semakin baik model tersebut. R2-adj dapat digunakan untuk membandingkan dua model karena nilai R2-adj sudah mengalami koreksi terhadap derajat bebas model sehingga dua model yang berbeda derajat bebasnya dapat dibandingkan secara adil.

(35)

23 Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen dalam model secara bersamaan berpengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan distribusi F dengan membandingkan antara nilai kritis F dengan nilai F-hitung yang terdapat dalam analisis.

Perumusan hipotesis:

H0: β1 = β2 = β3 = βk = 0, variabel independen secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap variable dependen.

H1: β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ βk ≠ 0, variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variable dependen.

Uji statistik F dapat dihitung dengan formula: F hitung = R2/(k-1)

(1-R2/(n-k) Keterangan:

R2 : Jumlah kuadrat regresi (1 - R2) : Jumlah kuadrat sisa n : Jumlah pengamatan k : Jumlah parameter Kriteria uji:

Probability F-statistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan simpulkan minimal ada variabel independen yang memengaruhi variabel dependen.

Probability F-statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada variabel independen yang memengaruhi variabel dependen.

Uji t-statistik

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel bebas atau untuk menguji secara statistik apakah regresi dari masing – masing variabel independen yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen.

Hipotesis:

H0: βk = 0 (variabel independen k tidak memengaruhi variabel dependen) H1: βk ≠ 0 (variabel independen k memengaruhi variabel dependen)

Kriteria uji:

Probability t-statistic < (a), maka tolak H0 dan simpulkan variabel independen k berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

Probability t-statistic > (a), maka terima H0 dan simpulkan variabel independen k tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

Uji Asumsi Klasik

Terdapat tiga asumsi yang harus diuji dalam analisis regresi, yaitu multikolinieritas, heteroskdastisitas dan autokorelasi. Selain itu ada uji normalitas untuk mengetahui apakah error term menyebar normal atau tidak.

(36)

24

Uji normalitas digunakan untuk melihat error term. Uji normalitas ini disebut Jarque-Bera Test (J-B) yang pengujiannya dilakukan pada error term

yang harus terdistribusi secara normal. Kriteria uji yang digunakan adalah: Hipotesis:

H0: error term terdistribusi normal H1: error term tidak terdistribusi normal Kriteria uji:

Jika nilai probabilitas > taraf nyata (α) maka terima H0 dan kesimpulannya

error term terdistribusi normal.

Jika nilai probabilitas < taraf nyata (α) maka tolak H0 dan kesimpulannya

error term tidakterdistribusi normal. Uji Multikolinearitas

Asumsi klasik yang harus dipenuhi dalam suatu model adalah tidak adanya gejala multikoliearitas di dalam model regresi. Multikoliniearitas adalah adanya korelasi yang kuat antar sesama variabel bebas (eksogen). Jika korelasinya kurang dari 0.8 (rule of tumbs 0.8) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas. Tetapi jika nilai koefisien korelasinya lebih besar dari 0.8 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat multikolinieritas dalam model. Uji Klein juga menambahkan bahwa jika nilai korelasi lebih kecil dari nilai R2, maka tidak terdapat multikolinieritas dalam model. Jika di dalam suatu model terdapat multikolinieritas yang sempurna maka akibatnya adalah akan diperoleh nilai R2 yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel dugaan yang signfikan.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Uji yang digunakan dalam melihat adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin Watson Statistic (D-W). Jika nilai statistik D-W berada pada kisaran angka dua, maka itu menunjukan bahwa tidak terdapatnya autokorelasi, dan begitu juga sebaliknya. Jika semakin jauh dari angka dua, maka akan terjadi peluang autokorelasi positif maupun negatif. Karena uji D-W memiliki kelemahan, maka dilakukan pengujian lain seperti uji Lagrange Multiplier Test. Kriteria uji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi dengan uji Lagrange Multiplier, yaitu:

1. Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Square > taraf nyata (α) yang digunakan, maka model persamaan yang digunakan tidak mengandung autokorelasi. 2. Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Square < taraf nyata (α) yang digunakan,

maka model persamaan yang digunakan mengandung autokorelasi. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi ketika ragam galat tidak konstan. Gejala heteroskdastisitas yang terjadi pada model akan menunjukan bahwa model tersebut tidak memenuhi syarat. Suatu model dikatakan baik apabila memiliki ragam galat yang konstan. Untuk mengetahui gejala heteroskedastisitas, maka perlu dilakukan uji Breush-Pagan pada aplikasi E-views 6:

Hipotesis:

(37)

25 H1: Heteroskedastisitas

Kriteria Uji:

Jika p-value > taraf nyata (α) sebesar 5 persen maka terima H0 yang artinya ragam residual pada model homogen atau tidak ada heteroskedastisitas pada model.

Jika p-value < taraf nyata (α) sebesar 5 persen maka tolak H0 yang artinya ragam residual pada model heterogen atau ada heteroskedastisitas pada model.

GAMBARAN UMUM

Kondisi Industri Jasa Penerbangan Indonesia

Industri jasa penerbangan Indonesia dimulai pada tahun 1949 ketika perusahaan penerbangan milik Belanda KLM Interinsulair Bedrijf diserahkan ke Indonesia sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Akhirnya, nama

KLM Interinsulair Bedrijf diubah menjadi Garuda Indonesia Airways oleh Presiden Soekarno dan menjadi maskapai penerbangan komersial pertama di Indonesia. Industri penerbangan nasional terus mengalami perkembangan seiring peningkatan permintaan masyarakat, sehingga pada tahun 1952, pemerintah

membentuk “Djawatan Penerbangan Sipil” (pada tahun 1963 diubah menjadi

Direktorat Penerbangan Sipil) yang bertugas untuk menangani administrasi pemerintah, pengusahaan dan pembangunan bidang perhubungan udara.

Selain Garuda Indonesia Airways, pemerintah juga membentuk maskapai penerbangan lainnya pada tahun 1962 dengan nama Merpati Nusantara Airlines yang ditugaskan untuk penerbangan dalam negeri. Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah mengenai multiairlines system, maka pada tahun 1970an bermunculanlah perusahaan-perusahaan maskapai penerbangan swasta nasional. Maskapai-maskapai swasta ini turut membantu pemerintah dalam melaksanakan program -program pemerintah seperti transmigrasi, membuka daerah terisolir dan lainnya.

(38)

26

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Rute 131 134 134 166 202 189 206 187 170 175 199 217 261

Kota 78 77 77 88 96 101 100 90 88 85 100 107 110 0

50 100 150 200 250 300

Ju

m

lah

(

Satu

an

)

Bandar udara atau bandara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang/barang serta dilengkapi dengan fasilitas keamanan dan keselamatan penerbangan. Untuk menunjang pelayanan terhadap masyarakat pengguna jasa penerbangan, maka kemampuan, kinerja dan fasilitas bandara harus selalu ditingkatkan sampai pelayanan maksimum yang mampu diberikan. Dalam rangka peningkatan efektifitas dan efisiensi layanan bandara, pemerintah memberikan izin kepada pemerintah daerah, swasta maupun koperasi untuk memanfaatkan setiap lahan bandara. Pemerintah melalui Kementrian Keuangan dan Kementrian Perhubungan saat ini tengah mempersiapkan pelepasan hak pengelolaan beberapa bandara untuk dikelola oleh pihak swasta secara penuh.

Hal yang paling penting dalam urusan industri jasa penerbangan adalah masalah pembagian rute penerbangan karena dari pengoperasian rute penerbangan inilah didapatkan revenue perusahaan. Pembagian rute penerbangan telah diatur oleh pemerintah melalui Kementrian Perhubungan. Menurut Keputusan Mentri Perhubungan No. KM. 126 tahun 1990 tentang rute penerbangan, disebutkan bahwa pembagian rute penerbangan dilakukan dengan pertimbangan status atau sifat perusahaan, keseimbangan supply-demand, kepemilikan atau penguasaan pesawat, pangkalan induk dan kemampuan bandara.

Menurut Noviansyah (2008) dalam tulisannya yang berjudul

“Perkembangan Industri Penerbangan di Indonesia” disebutkan bahwa jalur atau rute penerbangan di Indonesia terdiri dari jalur penerbangan dalam negeri

(domestik), jalur penerbangan perintis dan jalur penerbangan luar negeri (internasional). Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan atas jasa angkutan udara, rute penerbangan dalam negeri terus mengalami peningkatan. Rute-rute penerbangan perintis telah banyak bermetamormofosa menjadi rute penerbangan domestik.

Sumber: Buku Statistik Angkutan Udara (2012)

Gambar 5 Grafik perkembangan rute penerbangan nasional

Gambar

Tabel 1 PDB negara anggota ASEAN (ribu dollar Amerika)
Gambar 1 Permintaan jasa penerbangan ASEAN
Tabel 2 Sumbangan industri jasa penerbangan terhadap PDB Indonesia
Tabel 3 Pertumbuhan rata-rata penerbangan berjadwal domestik (persen)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul Laporan Akhir ini adalah “Aplikasi Module Online (e-module) pada Jurusan Manajemen Informatika Politeknik Negeri Sriwijaya”.. Data didapatkan dari hasil penelitian selama kurang

Purwadianto, A., 2011, Peran Akademia dan Industri sebagai Pendukung Penggunaan Jamu untuk Terapi Kedokteran Modern, Simposium Penelitian Bahan Obat Alami

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif komparatif yaitu dengan membandingkan kinerja keuangan dua perusahaan.dimana analisis data yang digunakan adalah time

Jika shalat berfungsi untuk membentuk kesehatan dari sisi pribadi, maka zakat berfungsi membentuk dalam sistem sosial kemasyarakatan.Pembentukan pribadi dalam sistem

Variabel Alpha Hitung Alpha Pembanding Keterangan. 1 Daya Tarik 0.8307

Kondisi lahan mangrove di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak mengalami kerusakan mangrove karena erosi pantai sehingga menyebabkan kerusakan areal tambak dan infrastruktur

“Tahun ini Sudin Tata Air Ja- karta Selatan akan menggarap normalisasi saluran penghubung Swadharma Raya dengan mem- bangun tanggul, sehingga warga sekitar tak lagi kebanjiran saat

Dengan diselesaikannya Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Provinsi Bengkulu 2Ol5-2O19, maka selanjutnya seluruh kebijakan yang telah