PENGARUH JUMLAH PlfLANGGAN PLN DAN JUMLAH
KWH (KILOWATT HOUR) TERHADAP PEMUNGUT AN
PAJAK PENERANGAN JALAN
(Studi Empiris Pada PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Area Pelayanan Menteng Untuk Kelompok Bisnis) ·.
SKRIP SI
Diajukan Kepada Fakulas Elwnomi dan llmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Cuna Meraih Ge/at Sarjana Ekonomi
Ill Ill Ill
!'DD
111
Universitas Islam NegeriSYARIF HIDAYATULLAH .JAKARTA
Oleh:
ENDANG WITANTRf
111c1n.NIM: 104082002754
.arlJURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI SY ARIF Hlll)A YA TULLAH
PENGARUH .JUMLAH PELANGGAN PLN DAN
.JlJMLAH PEMAKAIAN KWH TERHADAP PEMUNGUTAN
P A.JAK
peneranセan@.JALAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan llmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Pembimbing I
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. NIP. 131474891
Oleh:
Endaog Witantri NIJ\1: 104082002754
Di Bawah Bimbingan
Rah awati, SE.,MM NIP. 150 377 441
JURUSAN AKUNT ANSI
FAKUL TAS EKONOI\11 DAN lLMU SOSIAL
Hari ini Tanggal 24 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian
Kompn:hensif atas nama Endang Witantri NIM: 104082002754 dengan Judul
Skripsi "Pengaruh Jmillah Pelanggan PLN dan .Jumlah Pemalrnian Kwh
Terhadap Pemungutan Pajak Penerangan Jalan". Memperhatikan penampilan
mahasiswa tersebut selama masa ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
'
.r--A · n, SE.,.r--Ak.,Msi Ketua
Jakarta, 24 Maret 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli
Hari ini Jumat Tanggal 28 Bulan November Tahun Dua Ribu Delapan telah
dilakukan Ujian Skripsi atas nama Endang Witantri NIM: 104082002754 dengan
judul Skripsi "Pengaruh Jumlah Pelanggan PLN dan Jlumlah Pemakaian
Kwh Terhadap Pemungutan Pajak Penerangan Jalan". Memperhatikan
penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah
dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 28 November 2008
Tim Pengujian Ujian Skripsi
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Ke tu a
Yessi Fitri, SE.,Ak.,Msi Penguji Ahli
DAFTAR RIW AYAT HIDlfP
IDENTITAS PRIBADI
• Nama : Endang Witantri
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Tempat!Tanggal Lahir : Jakarta/ 18Desember1985
• Agama : !slam
• Alamat : JL. H. Kamang, RT 09 I RW 010 No.50,
Kel. Pondok La bu, Kee. Cilandak, Jakarta
Selatan 12450
• Te!epon 085697173165
• Email : witantri.1812@gmai.com
PENDIDIKAN FORMAL
• Ml. Miftahul Umam
• MTs. Miftahul Umam
• MA. Miftahul Umam
• Universitas Islam Negeri Syarif H!dayatullah Jakarta
LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Sahuri
2. Tempat dan Tanggal Lahir : Kediri, 31 ,Januari 1B57
3. Alamat : JI. H. Kamang No. SO
4. Telepon :08157471!>818
5. lbu : Nani
6. Tempat dan Tanggal lahir : Jakarta, 18 Juli 1959
..,
/\ ! ... , · II t..I V セュセョLNN@ f\ln エセョ@: 1993-1998
: 1998- 2001
: 2001 - 2004
Abstract
Endang Wi!antri: 'The Effect of The Number of PLN's Customer and 1/ie Kwh (Kilowall Hour) Use toward 7/1e Road Lighting Tax Collection".
The aim of this research is intended to know the effect of the number of PLN's Customer and the kWh used toward the road lighting tax collected by PLN (Perusahaun Listrik Negara). 1'l1e lype of data in !his research is quanlilalive data by using the secondmy data that oblained fi'om PT P LN (Persero) .Jakarta Raya and Tangerang Distribution of Area of Service of Menteng.171e sampling method is purposive sampling. The sample was taken with data of the number PLN's customer and the kWh used.from the business group from year 2002 until 2007.
nie
method used is classical assumption analysis and hypotheses analysis using multiple tinier regression.The research proved that all variables fulfilled the classical assumption. The result of hypotheses analysis show !hat !he number of PLN's customer and !he kWh used fi'om the business group have significantly effected toward the road lighting tax collected by P LN of Area of Service of A4enteng for business consumption.
Abstrak
Endang Witantri: "Pengaruh Jumlah Pelanggan PLN dan Jumlah Pemakaian Kwh (Kilowatt Hour) terhadap Pemungutan Pajak Penerangan Jalan".
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh j umlah pelanggan PLN dan Jumlah kwh terhadap pemungutan Pajak Penerangan Jalan yang dilakukan oleh PLN (Perusahaan Listrik Negara). Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari PT. PLN Distribusi Jaya dan Tangerang Area Pelayanan Menteng. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metocle
purposive sampling.
Sampel yang diambil adalah data jumlah pelanggan clan jumlah kwh dari kelompok bisnis dari tahun 2002 sampai 2007. Metode analisis data yang cligunakan aclalah uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji regresi linier berganda.Penelitian ini membuktikan bahwa semua variabel dinyatakan memenuhi asumsi klasik. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa jumlah pelanggan PLN clan jumlah Kwh dari kelompok bisnis berpengaruh secara signifikan terhadap pemungutan Pajak Penerangan Jalan untuk keperluan bisnis yang dilakukan oleh PLN Area Pelayanan Menteng.
7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan llmu Sosial yang telah banyak
memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
8. Staf akademik FEIS UIN yang telah banyak membantu
9. Rekan-rekan seperjuangan di Akuntansi E, terima kasih telah memberikan
semangatnya.
I 0. Seluruh rekan Akuntansi angkatan 2004.
11. Sahabat-sahabat terbaik penulis, terimakasih atas dukungannya.
Mohon maaf apabila ada pihak-pihak yang namanya tidak tercantum.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua kebaikan kepada
pihak-pihak yang selama ini telah banyak membantu penulis.
Jakarta, Oktober 2008
DAFTARISI
Lembar Pengesahan Skripsi ... i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... .iii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Abstract ... v
Abstrak ... vi
Kata Pengantar ... vii
Daftar lsi ... ix
Daftar Tabel ... xii
Daftar Gambar ... xiv
Daftar Lampiran ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A
Latar Belakang Penelitian ...l
B. Rumusan Masalah ... 9C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUST AKA ... ... 11
A Pajak Secara Umum ... 11
l. Definisi dan Ciri-ciri Pajak ... 11
3. Paradigma Perpajakan ... J ! 3 . J . . . ems-Jems aJa ... j). k -2 1 4. Fungsi Pajak ... 13
5. Sistem Pemungutan Pajak ... 14
6. Struktur PerpajBkan di Indonesia ... 15
B. Pajak Daerah ... 19
1. Kebijakan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah ... 19
4. Jenis-jenis Pajak Daerah ... 21
8. Kriteria Pajak Daerah ... 22
C. Pajak Penerangan Jalan ... 25
l. Definisi Pajak Penerangan Jalan ... 25
2. Objek dan Subjek Pajak Penerangan Jalan ... 26
3. Dasar Pengenaan Pajak Penernngan Jalan ... 27
4. Tarif Pajak Penerangan Jalan ... 27
5. Cara Perhitungan Pajak Penerangan Jalan ... 28
6. Tata Cara Pemungutan Pajak Penerangan Jalan ... 30
7. Kewajiban Pemerintah Daerah Terhadap Penerimaan PPJ ... 34
8. Sistem Pembayaran Rekening Listrik Lampu Jalan ... 35
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pajak Pemungutan Pajak Penerangan Jalan ... 37
1. Jumlah Pelanggan PLN ... 3 7 2. Jumlah Pemakaian Kwh ... 38
E. Kerangka Pemikiran ... 39
F. Hipotesis ... 4 l BAR Ill METODOLOGI PENELITIAN ... .42
A Ruang Lingkup Penelitian ... 42
B. Metode Penentuan Sampel.. ... .42
C. Metode Pengumpulan Data ... .43
D. Metode Analisis Data ... 43
I. Uji Asumsi Klasik ... 43
a. Uji Multikolinearitas ... 43
b. Uj i Heteroskedastisitas ... .44
E. Operasional Variabel Penelitian ... 46
1. Jumlah Pelanggan Kelompok Bisnis ... .46
2. Jumlah Pemakaian Kwh Pelanggan Kelompok Bisnis ... 46
3. Pemungutan Pajak Penerangan Jalan ... .47
BAB IV PEN EMU AN DAN PEMBAHASAN ... 48
A. Gambaran Um um Objek Penelitian ... .48
1. PT PLN (Persero) Distribusi Jaya dan Tangerang ... 48
2. PT PLN (Perssero) Area Pelayanan Menteng ... : .... 56
B. Deskripsi Data ... 60
C. Statistik Deskriptif ... 64
D. Uji Asumsi Klasik ... 66
1. Uji Multikolinearitas ... 66
2. Uji Heteroskedastisitas ... 66
3. Uji Nonnalitas ... 67
4. Uji Autokorelasi ... 68
E. Peneujian Hipotesis ... 68
I. Hasil Uji Koefisien Detem1inasi ... 68
2. Hasil Uji Signifikansi Simultan ... 70
3. Hasil Uji Signifikan Parameter Individual ... 71
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI.. ...•..•... 77
A. Kesimpulan ... 77
B. lmplikasi ... 77
DAFT AR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran I Hasil Uji Asumsi Klasik ... 82
Lampiran 2 Hasil Uji Hipotesis ... 92
A. Latar Belakang Masalah
BABI
PENDAHULUAN
Dalam rangka memenuhi dan merealisasikan belanja negara yang
telah dianggarkan untuk penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan
pembangunan diperlukan dana yang tidak sedikit. \Tolwne dana yang
ditentukan oleh pemerintah Indonesia untuk penyelenggaraan pemerintahan
dan pelaksanaan pembangunan setiap tahun terus meningkat sejalan dengan
globalisasi perekonomian dan dinamika pembangunan.
Sumber pendapatan negara dalam rangka pemenuhan belanja negara
terdiri dari dua sumber, yaitu penerimaan dalam negeri dan hibah. Penerimaan
dalam negeri terbagi rnenjadi penerimaan pajak dan bukan pajak. Jika kedua
sumber penerimaan tersebut belum cukup untuk rnenutupi jumlah belanja
negara, maka untuk menutupi defisit anggaran pemerintah mencari sumber
pembiayaan eksternal berupa pinjaman luar negeri
Cara untuk mengurnng1 ketergantungan dari sumber pembiayaan
eksternal tersebut, pemerintah Indonesia secara terus-menerus berusaha
meningkatkan sumber pembiayaan intemai. Sumber pembiayaan internal yang
sedang ditingkatkan peranannya adalah penerimaan pajak.
Hampir semua negara di dunia ini menganclalkan pajak sebagai
penyumbang utama penclapatan dalam negeri. Begitu juga halnya dengan
paling besar bagi penenmaan negara terutama sejak harga minyak bumi
semakin menurun pada dekade 1980-an. Kondisi ini memaksa pemerintah
mengambil kebijakan untuk menyelamatkan penerimaan negara, yakni dengan
menggali penerimaan di luar sektor migas. Kebijakan yang ditempuh adalah
menjadikan penenmaan pajak sebagai andalan penenmaan negara
(Sya' dullah, 1999:27).
Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengabdian serta peran
aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai
keperluan negara berupa Pembangunan Nasional yang pelaksanaannya diatur
dalam Undang-undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan
bangsa dan negara (Judisseno, 1997:7). Pemungutan pajak dilakukan
pemerintah pada setiap jenjang yang ada mulai dari pemerintah pusat, yang
disebut pajak pusat seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn-BM), Bea Materai dan pajak
lainnya (Saleh, 2005 :20). Dalam hal tersebut, pemerintah pusat lebih
mengurusi semua kepentingan negara pada umumnya.
Pemerintah Daerah (Pemda) juga memungut pajak yang disebut
dengan pajak daerah seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik
Nama Kendaraan Bennotor (BBNKB) untuk daerah tingkat I (Provinsi) dan
Pajak Reklame, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak
Penerangan Jalan merupakan contoh pajak daerah tingka.t II (Kabupaten/Kota)
dipungut oleh Pemda, di mana Pemda hanya mengurusi kepentingan
daerahnya saja.
Digulirkannya otonomi daerah yang dimulai 1 Januari 200 I melalui
dua Undang-undang yang saling terkait (Undang-undang No. 22 Tahun 1999
dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999) mengantar bangsa Indonesia
memasuki gerbang barn dalam tatanan pemerintahan, terutama dengan
perubahan yang mendasar pada sistem pengelolaan keuangan dan
pembangunan daerah. Desentralisasi fiskal sebagai bagian penting dari
otonomi daerah terutama dalam bidang keuangan dan pembangunan
memberikan kewenangan lebih luas kepada daerah untuk mengelola keuangan
daerah di sisi penenmaan maupun pengeluaran untuk kepentingan
pembangunan daeralmya. Peningkatan kewenangan tersebut memberi
implikasi besarnya tuntutan agar daerah mampu mengelola keuangan secara
efektif sehingga tttjuan-tujuan pembangunan dapat tercapai (Isdijoso, 2001 ).
Undang-undang tersebut menegaskan bahwa otonomi daerah
memberikan penekanan pada daerah. Artinya pemerintah dan masyarakat di
daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung
jawab. Peran pemerintah pusat hanya rnelakukan supervisi, memantau,
mengawasi dan mengevaluasi peiaksanaan otonomi daerah (Azra, 2003: 156).
Sebagai konsekuensi dengan diserahkannya kewenangan kepada
Pemda dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut, maka tanggungjawab
pembiayaan pelaksanaan demi kelancaran pembangunan bertumpu pada
kemampuan keuangan yang cukup agar dapat mengatur dan mengurus rmnah
tangganya sendiri. Oleh karena itu guna mewujudkan kemampuan keuangan
yang cukup Pemda perlu memperhatikan potensi daerah yang dimilikinya
(lsmartani, 2003:2).
Berbicara mengenai potensi, Pemda perlu mencari upaya untuk
menggali dan mengembangkan sumber pendapatan daerahnya. Salah satu
potensi yang dapat digali oleh Pemda untuk mengembangkan sumber
pendapatan daerahnya adalah dengan memungut pajak daerah.
Pajak Penerangan Jalan (PPJ) adalah salah satu diantara pajak-pajak
daerah yang memberikan kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Secara um um PP J sampai dengan pertengahan l 990-an merupakan
salah satu pajak pemerintah daerah yang paling besar. Pajak ini dibebankan
langsung pada rekening listrik sehingga pengumpulannya dilakukan oleh
Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Ismail, 2005:206). Acuan Pemda untuk
memungut PPJ adalah Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Pelaksana:annya yaitu Peraturan
Pemerintah No. 65 Tahun 200 I tentang Pajak Daerah (Supit, 2007).
Lahirnya PP.I adalah atas dasar pertimbangan bahwa pemerintah
rnembutuhkan biaya yang cukup besar untuk perluasan pernbangunan
penerangan jalan yang selama ini biaya tersebut ditanggung oleh Pemda.
Sarana penerangan jalan disediakan oleh Pemda dimaksudkan untuk
rneningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya keamanan, ketertiban,
Secara teori, PPJ adalah pajak alas penggunaan tenaga listrik, dengan
ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang
rekeningnya dibayar oleh Pemda. Penerangan jalan yang dimaksud adalah
penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya
dibebankan kepada Pemda. Selanjutnya, biaya tersebut dibebankan kepada
masyarakat pelanggan listrik dalam bentuk PPJ. PPJ ini wajib dibayar oleh
orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna
tenaga listrik (Kumalasari, 2005:3).
PPJ yang dipungut oleh PLN dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Tabel dibawah ini memperlihatkan besarnya PP J yang dipungut
oleh PT PLN (Persero) Area Pelayanan (APL) Menteng untuk kelompok
bisnis.
-No Tahun Pajak Penerangan Jalan
I 2002 193.353.211.100
---
--·-2 2003 231.746.142.860
-3 2004 254.487.692.535
4 2005 268.139.994.165
5 2006 298.237.967.275
6 2007 320.976.372.690
Sumber: PT PLN APL Menteng, data d10lah kembah
Dari data diatas dapat dilihat bahwa dari tahun 2002 sampai dengan tahun
Ada beberapa faktor yang diduga berpengaruh dalam kenaikan PPJ
yang dipungut tersebut. Faktor yang pertama adalah subjek pajak yang
dibebankan PPJ adalah orang pribadi atau badan yang memakai tenaga listrik
atau dengan kata lain adalah pelanggan PLN (Ismartani, 2003:47). Pelanggan
PLN dalam ha! ini bertindak sebagai wajib pajak, maka muncul suatu prediksi
bahwa jumlah pelanggan PLN dapat mempengaruhi besarnya pemungutan
PPJ.
Jumlah pelanggan listrik yang sudah terdaftar dari tahun ketahun
mengalami peningkatan terns ml!nerus. Begitu halnya dengan konsumen listrik
kelompok bisnis. Walaupun konsumen kelompok rumah tangga yang paling
besar mengkonsumsi tenaga listrik dari PLN tapi seiring dengan
berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi menyebabkan terjadinya
perkembangan pada dunia bisnis.
Sebagai lbukota negara, Jakarta merupakan pusat kegiatan ekonomi,
hal ini menjadikan para investor cenderung untuk memulai bisnisnya di
Jakarta karena sarana dan prasarana yang menunjang dan peluang pasar yang
cukup terbuka dan menjanjikan keuntungan (Kismono, 200 l ). Oleh karena itu
sudah banyak lahan di Jakarta yang dijadikan bangunan untuk kegiatan bisnis.
Dunia bisnis yang terns berkembang berdampak terhadap konsumsi
penggunaan energi listrik. Listrik merupakan penunjang dan kebutuhan yang
vital bagi kegiatan ekonomi dari sektor bisnis. Konsumsi listrik yang
dilakukan oleh sektor bisnis itu berarti akan berpengaruh terhadap besarnya
Selainjumlah pelanggan PLN dari kelompok bisnis,jumlah pemakaian
kwh yang digunakan oleh pelanggan kelompok bisnis juga diprediksi dapat
mempengaruhi pemungutan PPJ. Sebenamya perkembangan penerimaan PPJ
berkaitan langsung dengan Tarif Dasar Listrik (TDL) (Ismartani, 2003:57).
Namun data tentang pengenaan TDL untuk tiap-tiap kelompok pelanggan
PLN khususnya kelompok bisnis tidak dapat diperoleh secara rinci. Hal ini
disebabkan karena pelanggan kelompok bisnis berbeda-beda dalam
penggunaan tarif sesuai dengan golongan tarifnya masing-masing, sehingga
tidak dapat dimasukkan ke dalam variabel yang dapat mempengaruhi
pemungutan PPJ.
Jumlah pemakaian kwh diprediksi dapat mempengaruhi pemungutan
PPJ karena dalam melakukan pembayaran rekening listrik, total tagihan listrik
pelanggan berpatokan kepada jumlah pemakaian kwh yang dipakai dikalikan
dengan tarif dasar listrik (lsmartani, 2003:56) Hastl perkalian tersebut
merupakan bagian dari perhitungan nilai jual tenaga listnk yang menjadi dasar
pengenaan pajak penerangan jalan. Semakin besar pemakaian kwh akan
menyebabkan nilai jual tenaga listrik (OPP penerangan jalan) meningkat.
Dengan kata lain semakin besar dasar pengenaan pajaknya, maka PP.I yang
terutangpun akan ikut meningkat.
Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah pelanggan
PLN dan jumlah pemakaian kwh merupakan faktor-faktor yang diperkirakan
dapat mempengaruhi pemungutan PPJ. Teori tersebut diperkuai dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi penenmaan pajak penerangan jalan. Penelitian
tersebut menguji pengaruh dua faktor, yaitu jumlah pelanggan PLN dan
penerimaan PLN dari tagihan rekening listrik pelanggannya yang diperkirakan
dapat mempengaruhi penerimaan PPJ khususnya di Kota Surabaya. Sampel
yang digunakan dalam penelitian sebelumnya adalah pelanggan PLN
kelompok rumah tangga.
Namun dari hasil penelitian sebelumnya jumlah pelanggan PLN
kelompok rumah tangga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penerimaan PPJ karena disebabkan oleh kenaikan taiif dasar listrik
(Kumalasari, 2005:38). Kenaikan tarif dasar listrik tersebut terjadi pada tahun
2003 berlaku sejak Januari 2003 yang diputuskan melalui Keppres No. 89
Tahun 2002 tangga! 31 Desember 2002 sebagaimana telah diubah dengan
Keppres No. 76 Tahun 2003 dan terakhir sampai dengan saat ini yaitu tahun
2008 harga jual tenaga listrik atau besamya tarif dasar listrik mengacu pada
Keppres No. 104 Tahun 2003 (lsmartani, 2003:57). Kenaikan tersebut
menyebabkan pelanggan PLN kelompok rJmah tangga khususnya di kota
Surabaya tidak mampu menanggung beban pembayaran rekening tagihan
listrik.
Kenaikan tarif dasar listrik tersebut belum tentu berdampak buruk
terhadap konsumsi energi listrik yang digunakan oleh pelanggan PLN
kelompok lain. Oleh karena itu, dalam penelitian kali ini ingin meneliti lebih
lanjut tentang analisa pengaruh jumlah pelanggan PLN dan jumlah pemakaian
pelanggan PLN kelompok bisnis di daerah Jakmia, khusu:mya pelanggan yang
terdaftar di PT PLN Distribusi Jaya dan Tangerang Area Pelayanan Menteng.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penehti mengambil judul
"Analisis Pengaruh .Jumlah Pelanggan PLN dan Jumlah Pemakaian Kwh
Terhadap Pemungutan Pajak Penerangan Jalan"
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalal1 diatas, maka masalah dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah jumlah pelanggan PLN kelompok bisnis berpengaruh signifikan
terhadap pemungutan Pajak Penerangan Jalan?
2. Apakah jumlah pemakaian kwh berpengaruh signifikan terhadap
pemungutan Pajak Penerangan Jalan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
I. tオェオセュ@ Penelitian
a. Untuk mengetahui pengaruh jumlah pelanggan PLN kelompok bisnis
terhadap pemungutan Pajak Penerangan Jalan.
b. Untuk mengetahui pengaruh jumlah penerimaan PLN dari tagihan
rekening listrik pelanggan sektor bisnis terhadap pemungutan Pajak
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis, untuk memperluas wawasan berfikir serta menambah
pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemungutan
Pajak Penerangan Jalan yang dilakukan oleh PLN.
b. Bagi pembaca, menambah wawasan dan referensi ilmiah tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi pemungutan Pajak Penerangan
A. Pajak Secara Um um
BABH
TINJAUAN PUST AKA
1. Definisi dan Ciri-ciri Pajak
Pajak secara umum adalah suatu kewajiban kenegaraan berupa
pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya
untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa Pembangunan
Nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-undang dan
peraturan-peraturan untuk ォ・ウセェ。ィエ・イ。。ョ@ bangsa dan negara (Judisseno,
1997:7).
Ciri-ciri yang mdekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut
(Marsyahrul, 2006:2):
a. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang;
b. Jasa timbal tidak dapat d1tunjukkan secara langsung;
c. Pajak <lipungut oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah:
<l. Pajak <lipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah;
e. Dapat dipaksakan (bersifat yuridis ).
2. Paradigma Perpajakan
Sejak awal dekade 2000 modernisasi telah menjadi salah satu
kunci yang melekat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan
good governance dan pelayanan prima kepada masyarakat, demikian
juga dengan tuntutan pelayanan yang lebih baik dari stakeholders
perpajakan. Konsep modernisasi perpajakan Indonesia. disesuaikan dengan
iklim, kondisi dan sumber da.ya yang ada (Pandiangan, 2008:6).
Adapun paradigma perpajakan Indonesia saat 1111 yaitu
(Pandiangan, 2008:9):
a. Organisasi berubah dari berdasarkan ')enis pajak" menjadi
berdasarkan "fungsi" dalam rangka client oriented;
b. Sistem dan proses kerja berubah dari "manual" menjadi berdasarkan
"sistem", Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) dengan
ca.ve rnanagernent;
c. Lebih mengedepankan aspek pelayanan kepada wajib pajak dengan
adanya help desk maupun Account Representative (AR);
d Adanya unit khusus yang menangani keluhan;
e. Tuntutan profesional Sumber Daya Manusia dalarn bekerja;
f. Adanya "kode etik pegawai".
3. Jenis-jenis Pajak
Terdapat berbagai macam jenis pajak, yang dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu pengelompokkan menurut golongannya, menurut
sifatnya dan menurut lembaga pemungutnya (Resmi, 2003:6).
I) Pajak Langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung
sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapa1 dilimpahkan atau
dibebankan kepada orang lain atau pihak lain;
2) Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhimya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
b. Menurut Sifatnya
I) Pajak Subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan
pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang
memerhatikan keadaan subjeknya;
2) Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenammya memerhatikan
pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau
peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar
pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak maupun
tempat tinggal.
c. Menurut Lembaga Pemungutnya
I) Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk mernbiayai rumah tangga
negara pada umumnya;
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
baik daerah tingkat l maupun daerah tingkat II dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.
4. Fungsi Pajak
a. Fungsi Budgetair1Financial, yaitu memasukkan uang
sebanyak-banyaknya ke kas negara dengan tujuan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran Negara;
b. Fungsi Reguleren (fungsi mengatur), yaitu pajak digunakan sebagai
alat untuk mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial maupun
politik dengan tujuan tertentu
5. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam memungut pajak dikenal beberapa system pemungutan,
Yaitu ( Resmi, 2003:10):
a. Official Assesment System
Suatu system pemungutan pa,jak yang memberikan kewenangan
aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yeng
terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang
perpajakan yang berlaku;
b. Self Assesment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang membe1i wewenang kepada
Wajib Pajak (WP) untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang
terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang
perpajakan yang berlaku;
c. With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP
6. Struktur Perpajakan di Indonesia
Indonesia telah lama menempatkan pajak sebagai sumber
penerimaan Negara, baik itu di masa pendudukan penjajah hingga
sekarang ini. Sejak awal kemerdekaan, para pendiri Negara telah
menempatkan dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 bahwa "Segala pajak
untuk keperluan Negara berdasarkan undang-undang ". Sehingga dasar
hukum pengenaan pajak di Indonesia telah kuat. Untuk menyesuaikan
pajak dengan iklim dan perkembangan yang dialami oleh Negara kita,
pemerintah telah melakukan reformasi terhadap perpajakan, baik itu atas
pajak pusat maupun pajak daerah (Pandiangan, 2002: 11 ).
Pajak telah mengalami masa-masa sulit dan gemilang di Indonesia,
yang indikasinya terlihat dari persentase penerimaan pajak dalam
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Untuk menyesuaikan pajak dengan
iklim dan perkembangan yang dialami oleh Negara Indonesia, pemerintah
telah melakukan refonnasi terhadap perpajakan, baik itu atas pajak pusat
maupun pajak daerah. Dengan refonnasi tersebut diharapkan terciptanya
fonnat perpajakan yang Jebih ideal untuk dapat dilaksanakan oleh
pemerintah dan masyarakat. Di samping itu juga sebagai reposisi pajak
sebagai sumber penerimaan, baik itu penerimaan untuk pusat maupun
untuk daerah (Pandiangan, 2002: 11 ).
Refonnasi perpajakan yang pertama dilakukan oleh pemerintah
ditetapkannya 3 Undang-undang (UU) Perpajakan nasional sebagai pilar
pelaksanaan pajak pusat, yaitu UU No. Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan dan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dengan langkah reformasi
perpajakan ini, telah memberi sejarah dan mengantarkan perpajakan
nasional ke suatu iklim barn, baik dalam ha! sistem (:>ystem), aturan dasar
(regulation), maupun kelembagaan (institution). Kemudian telah
dikeluarkan lagi UU Perpajakan di bidang Pajak Bumi dan Bangunan, Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Bea Materai, Bea Masuk, Cukai,
masalah Penagihan Pajak hingga Badan Penyelesaian Sengketa Pajak bila
masyarakat mengajukan banding atas Ketetapan Pajak (Pandiangan,
2002: l l ).
Selanjutnya pada tahun 1997 juga dilakukan reformasi terhadap
pajak daerah, yaitu melalui UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah. Namun pcngaturan secara regulasi atas pajak
tersebut tidaklah kaku dan monoton, melainkan dinamis dan berkembang
terns. Hal ini terlihat dari dilakukannya beberapa kali pernbahan atas UU
perpajakan yang ada, untuk menyesuaikan aturan pengenaan pajak dengan
perkembangan yang terjadi yang dialami oleh suatu negara. Sehingga
antara pajak dan perkembangan negara tidak berjalan sendiri-sendiri,
Saat ini Undang-undang tentang Ketentuan Uinum dan Tata Cara
Perpajakan, PPh, PPN dan PPn-BM serta Pajak dan Retribusi Daerah
tersebut sudah tidak berlaku. Perubahannya yaitu Undang-undang No. 16
Tahun 2000, mulai sekarang berlaku UU No. 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No. 17 Tahun 2000
tentang Pajak Penghasilan, UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan UU No.
34 Tahun 2000 tentang Pajak daerah dan retribusi daerah.
Selain itu, perubahan atas UU Perpajakan yang ada dilakukan
untuk memberikan keseimbangan antara beban pajak dan tingkat
pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak. Hal ini pada akhirnya akan
memberikan dampak positif bagi perekonomian dan pembangunan daerah
serta nasional pada umumnya (Ismail, 2005: 174).
Dampak positif itu tidak akan tercapai meskipun semua peluang
investasi dibuka lebar dan berbagai kemudahan serta intensif ditawarkan
kepada m11syarakat dan investor, apabila paradif,,'lna paj<ik pusat maupun
pajak daerah itu sendiri tidak diubah sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan (Ismail, 2005: 174 ).
Dari perkembangan pengaturan pajak tersebut, hingga saat ini
struktur perpajakan Indonesia sebagaimana terlihat dalam bagan berikut:
1. Direktorat Jenderal Pajak a. Pajak Penghasilan b. Pajak Pertambahan Nilai
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
d. Pajak Bumi dan Bangunan e. Bea Materai
f. Bea Perolehan Hak atas Tanah
-
Pajak dan bangunanPu sat
2. Direktorat Jendernk Bea dan Cukai a. Beamasuk
b. Cukai
I. Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bem1otor dan Kendaraan di atas Air
I
PAJAKI
b. Bea Batik Nama KendaraanBermotor dan Kendaraan di atas Air
c. Pajak Bah an Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air di bawah Tanah dan Air Permukaan
Pajak
-セ@
Daerah
セオー。エ・ョOkッエ。@
Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame
e. Popk P'•cra•g<m
fafa•
j
f. Pajak Pengambilan Ballan GalianB. Pajak Daerah
1. Kebijakan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Untuk dapat mewujudkan otonomi bagi daerah agar memiliki
kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, maka menurut
Agus ( 1999) dalam Nugroho (2000: 13) hams mempunyai hal-hal berikut:
a. Self Regulating Power, yaitu kemampuan mengatur dan melaksanakan
otonomi daerah demi kesejahteraan mesyarakat di daerahnya;
b. Self Modifying Power, yaitu kemampuan melakukan
penyesuaian-penyesuaian dari peraturan yang ditetapkan secara nasional dengan
kondisi daerah;
c. Local Political Support, yaitu penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang mempunyai legitimasi luas dari rnasyarakat, baik pada posisi
Kepala Daerah sebagai unsur eksekutif maupun DPRD sebagai unsur
legislatit;
d. Financial Recourse, yaitu mengembangkan kemampuan dalam
mengelola sumber-sumber penghasilan dan keuangan yang memadai
untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan masyarakat yang segera menjadi kebutuhannya;
e. Developing Brain Power, yaitu membangun sumber daya manus1a
aparatur pemerintah dan masyarakat yang handal yang hertumpu pada
2. Paradigma Baru Pajak Daerah di Indonesia
Seiring dengan tujuan otonomi daerah yang mendekatkan
pelayanan pemerintah dengan rakyatnya, maka fungsi pajak daerah tidak
semata-mata untuk mengisi daerah (APBD). Karena ha! tersebut tidak
sesuai dengan tujuan otonomi daerah. Dalam definisi pajak sebagai pengisi
kas daerah ir.i, titik berat pajak diletakkan pada fungsi budgeter meskipun
terdapat fungsi lain, yaitu fungsi mengatur Hイ・ァオャ・イ・ョセN@ Dari kedua fungsi
paja.1< tersebut yang lebih mendekati makna otonomi daerah dan hams
lebih dieksploitasi atau dikembangkan adalah fungsi mengalur, yang
dalam hal ini berkaitan erat dengan upaya meningkatkan pelayanan
(Ismail, 2005:176).
Fungsi mengatur pajak tersebut tidak semata-mata dalam lingkup
fungsi budgeter atau taxation for revenue only, tetapi juga untuk mengatur
tingkat pendapatan di sektor swasta yaitu mengadakan redistribution
pendapatan tersebut dan mengatur volume pengeluaran swasta. Bahkan
seiring dengan perkembangan sistem pemerintahan dan sistem demokrasi,
fungsi mengatur dari pajak daerah ini hams diarahkan pada fungsi
pelayanan pemerintah daerah kepada rakyatnya. Dengan demikian,
paradigma pajak daerah yang selama ini melekat pada pajak, yaitu tanpa
imbalan/kontraprestasi hams diubah dan diarahkan pada fungsi pajak yang
diarahkan pada fungsi pajak yang memberikan imbalan kepada sektor
memenuhi rasa keadilan dan ditujukan tmtuk kemanfaatan dan
kesejahteraan rakyat (Ismail, 2005: 177).
3. Definisi dan Tujuan Pelaksanaan Pajak Daerah
Kewenangan daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi
diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2000, yang merupakan penyempumaan
UU Nomor 18 Tahun 1997, Undang-undang itu ditindaklanjuti dengan
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
Pendefinisian pajak daerah menurut UU No. 34 Tahun 2000 adalah:
Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan penmdang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Tujuan Pelaksanaan Pajak Daerah yang merupakan salah satu
bentuk perwujudan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) diharapkan
menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan daerah untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian daerah mampu melaksanakan otonominya,
yaitu rnampu mengatur dan mengurus rurnah tangganya sendiri
(Kurnalasari, 2005: 13).
4. Jenis-jenis Pajak Daerah
Pajak daerah dibedaknn menjadi dua jenis pajak, yaitu (Prakosa,
2003:3):
b.
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air;
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bem10tor;
4) Pajak Pengembilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan.
Pajak Kabupaten/ Kota yang terdiri dari:
I) Pajak Hotel;
2) Pajak Restoran;
3) Pajak Hiburan;
4)
Pajak Reklame;5) Pajak Penerangan Jalan;
6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
7)
Pajak Parkir.5. Kriteria Pajak Daerah
Untuk menilai potensi dan kinerja suatu jenis pungutan, diperlukan
seperangkat kriteria. Secara umum kriteria-kriteria ini dapat digolongkan
ke dalam enam butir, yal<ni: (Ismail, 2005: 197).
a. Kecukupan dan Elastisitas
Pernyataan yang pertama dari suatu sumber penerimaan tentu
saJa kecukupan dari perolehan sumber tersebut terutama apabila
dikaitkan dengan biaya pelayanan yang harus diberikan. Akan tetapi
tidak boleh dilupakan bahwa berbagai biaya cenderung tidak stabil
karena berbagai sebab, seperti inflasi, pertumbuhan penduduk, naiknya
Oleh karena itu, sumber-sumber penerimaan seyogyanya cukup
elastis, yakni kapasitas untuk meningkatkan pendapatan cukup besar
sebagai respon terhadap tekanan meningkatnya permintaan belanja
publik. Basis pajak juga seyogyanya meningkat seiring meningkatnya
harga, bertambah penduduk dan ekspansi ekonomi.
b. Keadilan
Keadilan atau pemerataan yakni bahwa 'beban untuk belanja
publik seyogyanya ditanggung oleh mesyarakat secara proporsional
dengan kekayaan mereka. Dengan demikian, siswm perpajakan akan
baik apabila progresif, yaitu apabila presentase pendapatan seseorang
yang dibayarkan sebagai pajak meningkat seiring; dengan peningkatan
pendapatan.
Dalam ha! pajak daerah, persoalan keadilan haris dilihat dari
tiga dimensi, yaitu:
1) Behan pajak hams seimbang; antara kelompok masyarakat yang
berada ditingkat pendapatan yang berbeda;
2) Beban hams seimbang antara kelompok dan sumber pendapatan
yang berbeda; orang yang menerima pendapatan tetap seyogyanya
tidak diberi beban lebih jika dibandingkan dengan mereka yang
mempunyai pendapatan sama tetapi dari usaha sendiri;
3) Beban pajak seharusnya tidak boleh berbeda hanya karena
c. Kapasitas Administratif
Tuntutan kemampuan administrasi dalam ha! keahlian,
integritas dan determinasi sangat bervariasi untuk berbagai sumber
penerimaan. Biaya administrasi untuk menilai dan menghimpun pajak
langsung dari masyarakat yang mempunyai karakteristik demikian
cenderung sangat tinggi, walaupun perolehan rata-ratanya sangat
mungkin rendah. Di sisi lain perolehan sangat signifikan bisa diperoleh
dari pajak atas bahan bakar, misalnya dengan biaya administratif yang
relatif rendah.
d. Kesepakatan Politis
Membayar pajak merupakan kewajiban bagi masyarakat
dengan konsekuensi hukum bagi pelanggarnya. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu kesepakatan bersama jika dirasakan perlu dalam
pengambilan keputusan perpajakan.
e. Efisiensi Ekonomi
Perpajakan pada dasarnya memiliki dua tujuan, yaitu untuk
menyediakan dana bagi kepentingan publik dan mempengaruhi
perilaku ekonorni. Misalnya, pajak penjualan sangat mempengaruhi
harga pembelian pakaian. Oleh karena itu, peni:laian atas suatu pajak
juga harus dilihat dari pengaruhnya atas keputusan wajib pajak.
Kriteria efisiensi ekonomi secara urnurn lebih bermanfaat untuk
Menurut Pasal 2 ayat (4), menyatakan bahwa kriteria pajak daerah
adalah sebagai berikut (Ismail, 2005: 178):
a. Bersifat pajak dan bukan retribusi;
b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta
hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenlkota yang
bersangkutan;
c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum;
d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan atau objek
pajak pusat;
e. Potensinya memadai;
f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif;
g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat;
h. Menjaga kelestarian lingkungan.
C. Pajak Penerangan Jalan
1. Definisi Pajak Penerangan Jalan
Menurut Prakosa (2003) dalam Kumalasari (2005:13) Pajak
Penerangan Jalan (PPJ) adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik
dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan
yang dimaksud adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan
umum yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah.
2. Objek Pajak dan Subjek Pajak Penerangan Jalan
Menurut Peraturan Daerah Khusus lbu Kota Jakarta Nomor 9
Tahun 2003 yang menjadi objek Pajak Penera:ngan Jalan adalah
penggunaan tenaga listrik di propinsi OKI Jakarta. Pengecualian Objek
Pajak Penerangan Jalan:
a. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah pusat dan
pemerintah daerah;
b. Penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh
kedutaan, konsulat, perwakilan asmg dan lembaga-lembaga
internasional dengan asas timbal balik;
c. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN dengan
kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis
terkait
d. Penggunaan tenaga listrik lainnya yang ditetapkan dengan keputusan
Gubernur.
Sedangkan yang menjadi subjek pajak menurut Undang-undang
tersebut adalah orang pribadi atau badan yang memakai tenaga listrik. Jadi
yang menjadi wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau
3. Dasar Pengenaan Pajak Penerangan Jalan
Oasar pengenaan pajak yang dimaksud dalam hal ini adalah Nilai
Jual Tenaga Listrik. Menurut Peraturan Oaerah Propinsi OKI Jakarta
Nomor 9 Tahun 2003 Pasal 5 tentang Pajak Penerangan Jalan, Dasar
Pengenaan pajak Penerangan Jalan yang berlaku di OKI Jakarta ditetapkan
sebagai berikut:
a. Oalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dengan pembayaran, nilai
jual tenaga listrik adalah jumlah tagihan biaya beban ditambah dengan
biaya pemakaian kwh yang ditetapkan dalam rekening listrik;
b. Dalam hal tenaga listrik berasal dari bukan PLN dengan tidak dipungut
bayaran, nilai jual tenaga listrik dihitung berdasarkan kapasitas
tersedia, penggunaan listrik atau taksiran penggunaan listrik, dan harga
satuan listrik yang berlaku di wilayah Propinsi DK! Jakarta.
4. Tarif Pajak Penerangan Jalan
Berdasarkan Peraturan Oaerah Nomor 9 Tahun 2003 Pasal 6,
ditetapkan tarif Pajak Penerangan Jalan yang berlaku di Propinsi DK!
Jakarta sebagai berikut:
a. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN,. untuk bukan industri
sebesar 3%;
b. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN, untuk industri,
pertambangan minyak bumi dan gas alam sebesar 8%;
c. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN untuk bukan
d. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN, untuk industri
sebesar 8%.
5. Cara Perhitungan Pajak Penerangan jalan
Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2003 Pasal 7
besarnya Pajak Penerangan Jalan yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif pungutan Pajak Penerangan Jalan dengan dasar
pengenaan pajaknya.
Contoh perhitungan pajak penerangan jalan:
a. Pelanggan PLN kelompok rumah tangga
Biaya rekening listrik terdiri dari Biaya beban dan biaya
pemakaian. Biaya beban adalah biaya yang besamya tetap, dihitung
berdasarkan daya tersambung. Sedangkan biaya ーセュ。ォ。ゥ。ョ@ merupakan
biaya pemakaian energi. Untuk pelanggan-pelanggan golongan
tertentu, yaitu R-1 dan R-2, perhitungan tariff biaya pemakaian
dikenakan sistem blok. Artinya, untuk pemakaian sampai jumlah
tertentu, yaitu 60 jam pe1tama mendapat tarif yang lebih murah dan
selebihnya tariff yang lebih mahal. Diba.wah ini tabel tarif dasar listrik
kelompok mmah tangga berdasarkan Keputusan Presiden RI No. l 04
Tahun 2003:
I
GOLBl
BLOK
I
Biaya
TAR!f Be ban
(Rp/kWh)
1·
1l
I. s.d450 VAlo-3okWhr
セ@
11000 .]
1
I
I
Biaya Pemakaian (Rp/kWh) 169I
360
.
-@iQJ{ji'li]
I
2101セ@
I
445I
900VA
h 20.000
l>60kWhl
[
495I
セMRP@
k W h ] c r __ 385 --l
1300 VA
セ@
30 100 11 445I
cl
(>60kWhi
I
495_J
10-20 kWh[ ·11 390
I
2200 VA
セ@
h 30.200
I
445I
1>60kWhi
I
495I
B
> 2200 VA sdCl
30.400s][
560I
6600VA
I
R-3II
>6600VAII
-11
34.260JI
621I
Contoh perhitungan untuk Golongan Tarif R-1 450 VA, pemakaian 90
kwh (Penghitungan tarif listrik, 2008):
Biaya Beban = (450/1000) x Rp 11.000
Biaya Pemakaian =
Blok I = 30kWh xRp 169 = Rp 5.070
Blok II = 30 kWh x Rp 360 = Rp l 0.800
Blok Ill= 30 kWh x Rp 495 = Rp 27.720 (+)
Total Tagihan =
=Rp 4.950
=BJ230.720(+) Rp 35.670 + PPJU .
Pajak penerangan yang dipungut adalah 3% x Rp. 35.670 "" Rp. 1.070
b. Pelanggan PLN kelompk bisnis
Dibawah ini tabel tarif dasar listrik kelompok bisnis:
セ@
GOL - Biaya Biayaセセャセi|@
Behanl
PemakaianセMセᄋMNMM
I
--__ =:it> 30 ォキゥゥj{セMMMイ」TRP@=i
[ 900v
A 11 O-l 08jセwィ}|@
26.500I
420I
J>
QPウセ@
I
465I
I
1300カセi@
0
-146kWh11 2s.200
I
410I
[>
146 kWhI
J 473=:J
I
2200v
セi@
0
-264 kWh
I\
29.200 J 480I
I
518_J
. -· . セVTォwィj@ __
0-100 jam
I
520I
B-2 2200 VA s.d nyala 30.000 200 kVA > IOOjam
L
I
nyala 545
:_ ___
Bl
>200kVA 11WBP
IEJ'
452J
LWBPI
2s.400 [ 452I
!
Keterangan: WBP = Waktu Beban Puncak, LWBP = Luar Waktu
Beban Puncak.
Contoh perhitungan untuk Golongan TarifB-1 450 VA, pemakaian
120 kWh:
Biaya Beban = ( 450/1000) x Rp 23.500
Biaya Pemakaian =
Blok I = 30 kWh x Rp 254 = Rp 7.620 Blok lI = 90 kWh x Rp420 = Rp 37.800 (+)
Total Tagihan =
= Rp 10.575
=-Rn
45.420 \ +) Rp 55.995 + PPJU6. Tllta Cllra Pemungutan Pa_jak Penerangan Jalan
Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2003 Pasal 7
pemungutan Pajak Penerangan Jalan dilakukan oleh PLN dalam hal tenaga
listrik yang disediakan oleh PLN dan Dinas Pendapa.tan Daerah dalam hal
Pelaksanaan pemungutan PPJ belum dapat dilakukan secara sistem
se(l assessment mumi, karena kebanyakan penanggung pajak atau WP
didominasi oleh konsumen rumah tangga yang sangat tidak
memperdulikan atau memperhatikan daya/tenaga listrik terpakai serta
tidak membukukan atau mencatatnya sehingga tidak dapat menghitung
sendiri jumlah PPJ yang harus dibayar. Oleh karena itu, penetapan PPJ
dilakukan oleh instansi yang bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi
DK! Jakarta, yaitu Kantor Cabang PT. PLN (Persero) Distribusi Jaya dan
Tangerang, yang melakukan pelayanan kepada masyarakat WP dalam
memenuhi kewajiban perpajakan daerah yaitu PPJ (Sugianto, 2000:59).
Pelayanan yang dilakukan oleh Kantor Cabang PT. PLN (Persero)
Distribusi Jaya dan Tangerang khususnya PT PLN (Persero) Area
Pelayanan Menteng meliputi penghitungan jumlah PPJ yang terutang,
pemungutan pajak yang dilaksanakan bersamaan dengan tagihan rekening
listrik PLN. Setelah itu melakukan penyetoran PPJ kepada Kantor
Pembendaharaan dan Kas Daerah Propinsi DK! Jakarta melalui Bank DK!
Cabang Utama.
Besarnya ketetapan PP.I sangat berkaitan dengan besamya tagihan
pemakaian tenaga listrik sebagai dasar pengenaan pajak. Oleh karena itu,
penetapan PPJ dilakukan oleh Kantor Cabang PT PLN (Persero) Distribusi
Jaya dan Tangerang, di mana proses penetapan PPJ dapat diuraikan
a. Petugas PLN setiap bulannya mendata pelanggan dan mencatat
pemakaian tenaga listrik;
b. Secara berjenjang data pemakaian tenaga listrik disampaikan kepada
Kantor Cabang PT PLN (Persero) Distribusi Jaya dan Tangerang;
c. Data direkam di bagian Tata Usaha Langganan (TUL) dan kemudian
diterbitkan tagihan listrik termasuk jumlah PPJ yang terutang;
d. Dalam proses perekaman terjadi penghitungan:
I) Jumlah tagihan rekening listrik sebagai DPP PPJ, yaitu bi a ya beban
ditambah biaya pemakaian kwh;
2) PPJ terutang sebesar 3% dari DPP atau jumlah tagihan rekening
listrik PLN;
3) Bia ya penggantian administrasi untuk PT PLN sebesar 5% dari PP J
yang dipungut;
4) Upah pungut PPJ untuk PT PLN sebesar 1,8% dari PPJ yang
dipungut;
5) Jumlah PPJ yang harus disetor oleh FT PLN sebesar 93,2% dari
PP J yang di pun gut kepada Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah
Propinsi DK! Jakarta.
e. Penerbitan lembar tagihan rekening listrik yang sudah termasuk jumlah
PPJ yang terutang kemudian didistribusikan kepada loket-loket
pembayaran, yaitu sebanyak 234 loket inkaso dan akses data kepada
Pelaksanaan pemungutan PPJ dan penyetoran pajak tersebut
kepada Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah DK! Jakarta adalah
sebagai berikut (Sugianto, 2000:62):
a. Lembaran tagihan Iistrik yang sudah dibayar pelanggan pada
loket-loket pembayaran atau pada Bank yang ditunjuk oleh PT PLN
kemudian disetor kepada rekening bank Kantor Cabang PT PLN
(Persero) Distribusi Jaya dan Tangerang yaitu Kantor Cabang Utama
Bank Mandiri Gambir;
b. PLN Distribusi Jaya dan Tangerang secara aktif memantau rekening
Koran dan memperhitungkan kewajiban menyetor PPJ kepada
Pemerintah Propinsi DK! Jakarta, Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Bogor, Kabupaten Tangerang dan Kota Administratif Depok;
c. Pada awal bulan, kantor cabang PT PLN melaporkan penerimaan dan
kewajiban menyetor PPJ serta mentransfor se!uruh penerimaan tagihan
Jistrik kepada rekening Bank Kantor Pusat PLN;
d. Setelah mendapat persetujuan atau perintah Kantor Pusat PLN, maka
dilakukan transfer jumlah pajak yang dipungut setelah dikurangi biaya
penggantian administrasi dan upah pungut sebesar 6,8% kepada
rekening Bank kantor cabang PT PLN (Persero) Distribusi Jaya dan
Tangerang, kemudian kantor cabang PT PLN (Persero) Distribusi Jaya
dan Tangerang membuat perintah kepada bank tersebut untuk
Perbendaharaan dan Kas Daerah DK! Jakmia di Bank DK! sebagai
penyetor PP J;
e. Setelah ada pemberitahuan atau penerimaan nota !credit dari Bank DK!
maka Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah DK! Jakarta baru
mengakui adanya penerimaan PP J;
f Dinas Pendapatan daerah Propinsi DKI Jakarta mengakui adanya
penerimaan PPJ setelah ada bukti transfer.
7. Kewajiban Pemerintah Daerah Terhadap Penerimaan PPJ
Lampu penerangan jalan adalah tanggungjawab Pemda setempat.
Dalam ha! ini PLN hanya bertugas untuk menarik PPJ untuk kemudian
disetorkan ke Pemda dan mensup!ai aliran listrik ke penerangan jalan
tersebut. Sementara untuk pemasangan baru, pemeliharaan dan
penanganan gangguan penarangan jalan adalah tanggungjawab Pemda,
dalam hai ni Dinas Penerangan Jalan Umum (Suryt Online, 2007).
Kebijakan yang terkait pengelolaan Pajak Penerangan Jalan Umum
(PPJU) ini didasarkan Surat Keputusan Bersama (8KB) Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 71.A Tahun 1993
dan Nomor 2862.K/84 l!M.PE/1993 tanggal 31 Agustus 1993, serta
diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2001
tentang Pajak Daerah yang diikuti Peraturan Daerah (Perda). Dengan
demikian, pengelolaan PJU dapat dirumuskan sebagai berikut (Surya
Online, 2007):
b. PJU swadaya masyarakat yang tidak didaftarkan ke PLN adalah
pencurian listrik sekalipun itu untuk kepentingan umum;
c. Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU) dihitung, ditetapkan dan ditagih
oleh PT. PLN bersamaan dengan tagihan rekening listrik pelanggan;
d. Hasil pemungutan PPJU disetor ke kas Pemda.
Adapun kewajiban Pemda setelah menelima haknya berupa
pembayaran PPJU, adalah (Surya Online, 2007):
a. Mengadakan material PJU, dari mulai bola lampu, tiang-tiang hingga ke
jaringan kabel yang ada di wiiayah pengeiolaannya;
b. Mengurus penyambungan tenaga listrik ke kantor cabang PLN;
c. Merawat serta memelihara seluruh perlengkapan PJU;
d. Membayar seluruh rekening listrik yang terpakai PJU tersebut kepada
PLN.
8. Sistem Pembayaran Rekening Listrik Lampu Jalan
Penyusunan perhitungan daya adalah sangat menentukan biaya
pemeliharaan dan operasional di lapangan. Adapun beberapa perhitungan
daya atau sistem pembayaran rekening listrik lampu jalan sebagai berikut
(Erminton, 2005:70):
a. Perhitungan pemakaian daya dengan aturan pelepas gas
Perhitungan dengan memakai sistem perhitungan pe\epas gas khusus
aturan yang dikeluarkan oleh PLN pusat terha,dap pemakaian \ampu
pelepas gas untuk penerangan jalan umum di kota-kota seluruh
Jumlah titik Iampu x daya x 2 x 12 jam x 30 hari
Daya x Rp. 630
1000
Keterangan : Angka 2 = Faktor pelepas gas
b. Perhitungan daya dengan metode meterisasi dan kapasitor
Perhitungan daya dengan menggunakan K wh meter adalah menghitung
daya dengan menggunakan meteran pengukur yang tidak dibatasi oleh
jam nyala lampu dan perhitungan daya yang terpakai dalam perbulan
berjalan dikalikan dengan harga per K wh. Di sini akan terjadi
penghematan pemakaian daya baik rnelalui meteran maupun yang
dihemat oleh kapasitor yang terhubung dengan komponen Jampu yang
terletak dalam rangkaian lampu. Untuk rnenghemat daya yang terpakai
dengan rurnus sebagai berikut:
1) Perhitungan daya tanpa Kwh meter misalkan lmpu 150 watt
Daya= 500/1000 x 375 x Rp. 630
2) Perhitungan daya dengan Kwh tanpa kapasitor
Daya= 150/1000 x 375 x 2 VA x Rp. 630
3) Perhitungan daya Kwh meter ditambah kapasitor
Daya= 150/1000 x 375 x 1,18 VA x Rp. 630
Keterangan : Angka 2 dan 1, 18 faktor pengali.
Data Dinas Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jalan Utilitas
(PJU-SJU), di Jakarta kini terdapat 205.582 unit larnpu. Dari jurnlah itu, 10.250 di
antaranya atau sekitar 5% dipastikan padarn setiap pekannya. Banyaknya
pemakaiannya yang sudah tua. Jronisnya, ha! ini justru menyebabkan
anggaran pembayaran listrik pemerintah Provinsi DK! Jakarta mubazir
setiap tahunnya. Sistem pambayaran rekening listrik lampu jalan
menggunakan sistem tarif tetap (jix rate). Artinya, Pemprov tetap membayar
dengan jumlah yang telah disepakati walaupun tidak digunakan. Walaupun
jumlah lampu penerangan yang mati mencapai ribuan, pemakaian tetap
dihitung 12 jam per hari (Nusantara, 2008).
Sistem perhitungan daya di Dinas PJU DK! Jakarta masih banyak
yang menggunakan sistem perhitungan pelepas gas. Akibatnya, besaran
listrik bertambag dua kali lipat. Oleh karena itu, Dinas PJU DK! berusaha
mencegah pemborosan lebih lanjut. Caranya, dengan mengubah strategi
pembayaran melalui kesepakatan barn dengan PLN, yakni dengan
memasang meteran. Penggunaan meteran pada gardu penerangan jalan, akan
membuat perhitungan penggunaan listrik lebih tepat dan hemat (Nusantara,
2008) ..
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan
I. .Jumlah Pelanggan PLN
Menurut Keputusan Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Nomor
16-12/43/600.3/2003 yang dimaksud dengan pelanggan PLN adalah setiap
orang atau badan usaha yang menggunakan listrik yang disediakan oleh
Perusahaan Perseroan PT Perusahaan Listrik Negara berdasarkan
beberapa golongan, yaitu: golongan sosial, rnmah tangga, bisnis, industri
dan pemerintah (Kumalasari, 2005:17).
Penggolongan konsumen pelanggan listrik im dimaksudkan untuk
memenuhi kriteria penetapan tarif yang baik ya.itu keadilan dalam
menanggung beban biaya konsumsi tenaga listrik. Biaya yang harus
ditanggung oleh pelanggan listrik ini tidak mungkin dilakukan dengan
menggunakan tarif yang sama, karena itu diperlukan tarif yang berbeda
untuk setiap golongan (lsmartani, 2003:61 ).
Dalam konteks PPJ, pelanggan PLN bertindak sebagai wajib pajak
atau pembayar PPJ. .lumlah pelanggan PLN khususnya kelompok bisnis
diduga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengarnhi penerimaan
PPJ yang dipungut oleh PLN. Hal ini seiring dengan berkembangnya
dunia bisnis yang berdampak terhadap konsumsi penggunaan energi
listrik. Listrik merupakan penunjang dan kebutuhan yang vital bagi
kegiatan ekonomi dari sektor bisnis. Konsumsi listrik yang dilakukan oleh
sektor bisnis itu berarti akan berpengaruh terhadap pemungutan PP J yang
dipungut oleh PLN.
2. Jumlah Pemakaian Kwh
Kwh (kilowatt-hour) berarti energi yang digunakan selama satu
Jam pemakaian. Dalam melakukan pembayaran rekening listrik, total
tagihan listrik pelanggan berpatokan kepada jumlah pemakaian kwh yang
dipakai dikalikan dengan tarif dasar listrik (Jsmartani, 2003 :56)s. Basil
Dengan kata lain nilai jual tenaga listruk merupakan dasar pengenaan
pajak penerangan jalan.
Dalam penelitian ini jumlah pemakaian kwh diperkirakan sebagai
salah satu faktor yang dapat mendukung pemungutan PPJ. Apabila jumlah
pemakaian kwh yang digunakan oleh pelanggan PLN khususnya
kelompok bisnis meningkat maka pemungutan pajak penerangan jalanpun
ikut meningkat. Hal ini disebabkan karenajwnlah pernakaian kwh me1tjadi
bagian dari perhitungan nilai jual tenaga listrik yang merupakan dasar
pengenaan pajak penerangan jalan. Khusus pada kelompok bisnis tarif
pungutan PPJ sebesar 3% dari dasar pengenaan pajaknya. Apabila dasar
pengenaan pajak meningkat maka pajak yang terutangpun akan meningkat.
Berapapun dasar pengenaan pajaknya dalam hal ini nilai jual
tenaga listrik, tarif PPJ tetap. Oleh karena itu, tarif PPJ tersebut dapatjuga
disebut sebagai tarif proporsional, yaitu tarif yang persentasenya tetap dan
jumlah pajak yang terutang tentu akan berubah sesuai dengan dasar
pengenaan pajaknya (Lubis, 2006: 19).
E. Kerangka Pemikiran
Salah satu Pajak Daerah yang berpotensi besar terhadap penerimaan
daerah adalah Pajak Penerangan .lalan (PP J). Lahirnya PPJ adalah atas dasar
pertimbangan bahwa Pemda membutuhkan biaya yang cukup besar untuk
perluasan pembangunan penerangan jalan yang selama ini ditanggung oleh
dimaksudkan untuk membiayai perluasan pembangunan dan membayar
pemakaian daya listrik PLN untuk peneranganjalan.
Sebagai lbukota negara, Jakarta merupakan pusat kegiatan ekonomi,
hal ini menjadikan para investor cenderung untuk memulai bisnisnya di
Jakarta karena sarana dan prasarana yang menunjang dan peluang pasar yang
cukup terbuka dan menjanjikan keuntungan (Kismono, 2001 ). Oleh karena itu
sudah banyak lahan di Jakarta yang dijadikan bangunan untuk kegiatan bisnis.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa dunia bisnis yang
terus berkembang berdampak terhadap konsumsi penggunaan energi listrik.
Listrik merupakan penunjang dan kebutuhan yang vital bagi kegiatan ekonomi
dari sektor bisnis. Konsumsi listrik yang dilakukan oleh sektor bisnis itu
berarti akan berpengaruh terhadap besamyajumlah PPJ yang dipungut.
Selain jumlah pelanggan PLN, jumlah pemakaian kwh juga diduga
dapat mempengaruhi penerimaan Pajak Penerangan Jalan. Hal ini disebabkan
karena jumlah pemakaian kwh menjadi bagian dari perhitungan nilai jual
tenaga listrik merupakan dasar pengenaan Pajak Penernngan Jalan. Jumlah
pemakaian kwh yang besar dapat menyebabkan nilai jual tenaga listrik
meningkat yang berdampak pada besamya pungutan Pajak Penerangan Jalan
yang dilakukan oleh PLN.
Kerangka berfikir ini dapat dituangkan dalam sebuah model penelitian
Gambar 1 Model Penelitian
Pengaruh Jumlah Pelanggan PLN dan Jumlah Pemakaian Kwh Terhadap Pemungutan Pajak Penerangan Jalan
.Tumlah pelanggan PLN kelompok bisnis (X 1)
Jumlah pemakaian kwh (X2)
F. Hipotesis
Pemungutan Pajak Pe:nerangan Jalan kelompok bisnis(Y)
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1: Jumlah pelanggan PLN kelompok bisnis berpengaruh signifikan
terhadap pemungutan Pajak Penerangan Jalan yang dipungut oleh PLN.
H2: Jumlah pemakaian kwh pelanggan kelompok bisnis berpengaruh
signifikan terhadap pemnngutan Pajak Penerangan Jalan yang dipungut
BAB HI
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa adanya pengarnh jumlah
pelanggan PLN kelompok bisnis dan jumlah pemakaian kwh pelanggan
kelompok bisnis terhadap pemungutan Pajak Penerangan Jalan kelompok
bisnis di PT PLN (Persero) Distribusi Raya dan Tangerang Area Pelayanan
Menteng.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel yang digunakan adalah pelanggan PLN, pemakaian kwh dan
jumlah Pajak Penerangan Jalan yang dipungut oleh PLN kelompok bisnis dari
tahun 2002 sampai 2007. Pengambilan sampel dengan menggunakan
purposive sampling (pe111ilihan sampel bertujuan) dengan metode judgment
sampling yang merupakan tipe ー・ュゥャゥィ。Qセ@ secara tidak acak yang informasinya
diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu yang sesuai dengan
tujuan dan rnasalah penelitian (lndriantoro dan Bambang, 2002: 131 ).
Pertimbangan yang digunakan adalah pelanggan PLN dan pemakaian kwh
dengan kriteria pelanggan kelompok bisnis, karena pelanggan kelompok bisnis
memberikan kontribusi paling besar terhadap Pajak Penerangan Jalan yang
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi
pustaka, terutama yang berhubungan dengan data-data sekunder. Data
sekunder terdiri dari (Jndriantoro dan Barn bang, 2002: 149 ):
1. Data Internal
Data internal diperoleh dengan melakukan pengumpulan data yang berasal
dari PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Area Pelayanan
Menteng.
2. Data Eksternal
Data eksternal diperoleh melalui buku, jurnal, artikel, terbitan yang
dipublikasikan oleh instansi pemerintah, terbitan yang dikeluarkan oleh
media masa danjuga data yang diperoleh dari internet.
D. Metode Analisis Dara
I. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolineaiitas
Uji multikolinearitas berfungsi untuk me:nguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali,
2001:91 ). Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinearitas yaitu
dengan menganalisis nilai tolerance serta nilai Variance Inflation
Fae/or (VIF). Jika nilai tolerance >0,10 atau sama dengan nilai V!F
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas b