• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Aplikasi Guano Dan Abu Sekam Terhadap Induksi Pembungaan Kemuning (Murraya Paniculata (L.) Jack)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Aplikasi Guano Dan Abu Sekam Terhadap Induksi Pembungaan Kemuning (Murraya Paniculata (L.) Jack)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH APLIKASI GUANO DAN ABU SEKAM

TERHADAP INDUKSI PEMBUNGAAN KEMUNING

(

Murraya paniculata

(L.) JACK)

TABITHA TRIANDA ELIAZAR

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Aplikasi Guano dan Abu Sekam Terhadap Induksi Pembungaan Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 29 September 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

TABITHA TRIANDA ELIAZAR. Pengaruh Aplikasi Guano dan Abu Sekam Terhadap Induksi Pembungaan Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack). Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ.

Kemuning (Murraya paniculata (L). Jack) memiliki beragam manfaat dan fungsi sehingga memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Tanaman ini sering dijadikan tanaman hias karena memiliki keindahan bunga yang menyerupai melati, harum dan buah tua yang berwarna kemerahan. Namun ketika waktu berbunga, tidak jarang tanaman ini tidak menghasilkan bunga. Tujuan penelitian ini adalah meneliti pengaruh jenis pupuk guano dan abu sekam dalam kegiatan budidaya tanaman kemuning, terutama dalam proses induksi pembungaannya. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Organik Cikarawang, Institut Pertanian Bogor, Darmaga. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor. Perlakuan percobaan meliputi aplikasi pemupukan guano 0.4 kg tanaman-1 , kombinasi guano 0.4 kg tanaman-1 dengan abu sekam 3 kg tanaman-1, aplikasi pemupukan abu sekam 3 kg tanaman-1 dan tanpa pemupukan keduanya (kontrol). Perlakuan abu sekam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman saat 24 MSP dan terhadap jumlah daun saat 20 MSP. Penambahan guano juga meningkatkan tingkat kehijauan pada daun tua. Perlakuan abu sekam terbukti dapat meningkatkan jumlah bunga saat 12 dan 20 MSP.

Kata kunci : bobot bunga, jumlah bunga, kadar NPK, klorofil, organik

ABSTRACT

TABITHA TRIANDA ELIAZAR. Guano and Rice-Hull Ash Application for Flowering Induction on Orange Jessamine (Murraya paniculata (L.) Jack). Supervised by SANDRA ARIFIN AZIZ.

Orange jessamine (Murraya paniculata (L). Jack) has a high economical value because of it function and medicinal value. This plant often use as an ornamental plant because it has beautiful flowers like jasmine, has nice scent, and red colour fruits. The aim of this research is to study about guano and rice-hull ash application on flowering induction process. This research was conducted at organic experimental farm, Bogor Agricultural University, Darmaga, Indonesia. The experimental design used in this research is Randomized Complete Block Design. The experiment used guano 0.4 kg plant-1, combination of guano 0.4 kg plant-1 with rice-hull ash 3.0 kg plant-1, rice-hull ash 3.0 kg plant-1 and without fertilization (control). The results showed that the application of rice-hull ash increased plant height 24 week after application (WAP) and leaf number 20 WAP. Guano application significantly increased mature leaves chlorophyll contant. Rice-hull ash application significantly increased flower number at 12 WAP and 20 WAP.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENGARUH APLIKASI GUANO DAN ABU SEKAM

TERHADAP INDUKSI PEMBUNGAAN KEMUNING

(Murraya paniculata

(L.) JACK)

TABITHA TRIANDA ELIAZAR

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan selama bulan November 2014 sampai Juni 2015 adalah Pengaruh Aplikasi Guano dan Abu Sekam Terhadap Induksi Pembungaan Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dalam penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua beserta seluruh keluarga atas dukungan dan doanya, kemudian juga kepada teman-teman atas dukungan dan doa demi terselesaikannya karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 29 September 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Morfologi Kemuning 2

Budidaya Kemuning 3

Pemupukan 3

Unsur hara nitrogen (N) 4

Unsur hara kalium (K) 4

Unsur hara fosfor (P) 4

Unsur hara silikon (Si) 5

Pupuk kandang 5

Abu sekam 5

METODE 6 Waktu dan Tempat 6 Bahan dan Alat 6 Metode Penelitian 6 Prosedur Analisis Data 7 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Kondisi Umum 8 Tinggi Tanaman 9

Tinggi Bekas Pangkasan 9

Jumlah Daun 10

Bobot Basah dan Kering Total Daun Tanaman 10

Waktu Kemunculan Bunga 12

Bobot Panen Bunga Saat 75% dari Populasi Berbunga 12

Tingkat Kehijauan Daun 13

Analisis NPK 14

Pembahasan 14

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 23

(14)

DAFTAR TABEL

1 Persentase hara pupuk dan sumbangan hara guano dan abu sekam pada

tanaman kemuning 8

2 Hasil analisis tanah saat 38 bulan setelah tanam (BST) 8 3 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap pertambahan tinggi

pangkasan tanaman kemuning 10

4 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap bobot basah daun

kemuning 11

5 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap bobot kering daun

kemuning 11

6 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap kandungan klorofil

daun tua dan daun muda kemuning saat 4 MSP 13

7 Hasil analisis daun terhadap kadar N, P, dan K berdasarkan perlakuan

pupuk guano dan abu sekam 14

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman kemuning 38 bulan setelah tanam (BST) 6

2 Bunga kemuning 6

3 Hubungan pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman kemuning

(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata 9

4 Hubungan pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun kemuning

(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata 10

5 Hubungan pemupukan terhadap waktu kemunculan dan jumlah bunga kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata 12 6 Hubungan pemupukan terhadap bobot panen bunga kemuning

(Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata pada 12

dan 20 MSP 13

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Murraya paniculata (L.) Jack atau dikenal sebagai kemuning merupakan tanaman perdu tropis family Rutaceae yang berasal dari Asia Tenggara (Olaware

et al. 2005). Kemuning dapat ditemukan tumbuh sampai ketinggian 400 m di atas

permukaan laut. Tanaman kemuning di Indonesia banyak tumbuh di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Kartasapoetra 2004).

Beragam manfaat dan fungsi yang dimiliki kemuning menjadikannya memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi (Sulaksana dan Jayusman 2005). Produk herbal atau obat tradisional alami telah digunakan oleh manusia sejak bangsa manusia pertama. Kemuning adalah salah satu dari berbagai tanaman yang dapat dijadikan obat. Daun dan akarnya dapat digunakan untuk mengobati rematik, batuk dan gangguan saraf. Di Filipina, daun tanaman ini telah dijadikan stimulan atau infus untuk mengobati diare (Gautam et al. 2012).

Selain daun dan akar, kulit batang, bunga dan buah pada tanaman ini juga memiliki khasiat tersendiri. Kulit batang tanaman kemuning mengandung

mexotioin dan coumarin. Bunga kemuning mengandung scopoletin yang

berfungsi untuk menormalkan tekanan darah, sebagai zat radang dan anti-alergi. Buah kemuning mengandng semi-α-carotenome (Sulaksana dan Jayusman 2005). Saat ini, kemuning termasuk tanaman yang sudah teruji klinik menjadi tanaman obat yang sedang dikembangkan dan menjadi fokus oleh menteri kesehatan untuk program Saintifikasi Jamu (Permenkes 2013).

Tanaman suku Rutaceae ini selain memiliki nilai ekonomis sebagai tanaman obat juga sering dijadikan tanaman hias karena memiliki keindahan alami dengan bunga putih yang menyerupai melati serta harum dan buah tua yang berwarna kemerahan (Dwi 2007). Tanaman kemuning dalam pot menjadi hal yang penting dalam industri tanaman hias di Italia karena permintaan akan tanaman ini yang tinggi dalam pasar lokalnya maupun dalam pasar Eropa (Olaware et al.

2005). Keinginan dan keberhasilan membuat tanaman hias rajin berbunga adalah dambaan bagi seorang pemilik tanaman. Namun sayangnya, tidak sedikit yang menuai kekecewaan karena tanaman tersebut tidak kunjung berbunga. Setibanya waktu berbunga, kontinuitasnya tidak bisa diharapkan (Endah 2002). Hal inilah yang tak jarang dialami pada tanaman kemuning.

(16)

2

Penelitian mengenai kandungan bahan bioaktif tanaman kemuning sudah dilakukan. Sejauh ini belum ada pustaka yang secara khusus menguraikan metode pembungaan yang paling baik untuk tanaman kemuning.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh guano dan abu sekam dalam kegiatan budidaya tanaman kemuning, terutama dalam proses induksi bunga kemuning (Murraya paniculata (L). Jacq).

Hipotesis

Terdapat perlakuan dosis guano dan abu sekam yang tepat untuk induksi pembungaan kemuning

TINJAUAN PUSTAKA

Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) berasal dari daratan India dan Asia Selatan. Tanaman kemuning tumbuh liar di semak belukar, tepi hutan, atau ditanam sebagai tanaman hias dan tanaman pagar (Mattjik 2010). Tanaman kemuning di Indonesia banyak tumbuh di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Kartasapoetra 2004).

Tanaman kemuning memiliki klasifikasi dari divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida dengan sub kelas Rosidae. Tanaman ini termasuk ordo Sapindales dan famili Rutaceae dengan genus Murraya. Murraya paniculata (L.) Jack memiliki sinonim M. banati Elm., M. exotica L., M. exotica var. sumatrana Koord. Et Val., M. glenieli Thw., M. odorata Blanco, M. sumatrana Roxb., Chalcas paniculata L., C. camuneng Burm. F., C. intermadia Roem., Connarus foetens

Blanco, C. santaloides Blanco (Sulaksana dan Jayusman 2005).

Kemuning dikenal dengan nama yang berbeda tiap daerah, seperti di Jawa dikenal kamuning (Sunda), kemuning (Jawa Tengah), kamoneng (Madura). Masyarakat Pulau Sumatera menyebut kemuning dengan kemuning (Melayu) dan kemunieng (Minangkabau). Masyarakat Bali menyebutnya kemuning dan masyarakat Nusa Tenggara menyebut kemuni (Bima), kemuning (Sumba), Sukik (Roti). Orang – orang Sulawesi mengenal kamuning (Menado, Makasar), kamoni (Bare), palopo (Bugis), dan Maluku mengenalnya dengan eschi (Wetar), fanasa (Aru), kamoni (Ambon, Ulias), kamone (Buru) (Dalimartha 1999).

Morfologi Kemuning

(17)

3 tidak berduri. Daunnya majemuk bersirip ganjil dengan jumlah anak daun antara 3-9 helai dan letaknya berseling. Helaian daun bertangkai berbentuk telur, sungsang, ujung pangkal runcing, serta tepi rata atau sedikit bergerigi. Panjang daun sekitar 2-7 cm dan lebar antara 1-3 cm (Dwi 2007).

Bunga kemuning majemuk dan berbentuk tandan yang terdiri dari 1-8 bunga. Warnanya putih dan berbau harum. Bunga-bunga kemuning keluar dari ketiak daun atau ujung ranting. Buah kemuning berbentuk bulat telur atau bulat memanjang dengan panjang 8-12 mm. Buah berwarna hijau saat masih muda dan setelah tua menjadi merah mengkilat. Dua buah biji dapat ditemukan dalam satu buah kemuning (Sulaksana dan Jayusman 2005).

Budidaya Kemuning

Sejak dahulu, ramuan obat alami diambil secara langsung dari alam. Seiring berjalannya waktu permintaan akan ramuan obat semakin meningkat sementara ketersedian tanaman obat mulai terbatas. Kegiatan yang dapat mengantisipasi kelangkaan tanaman obat ini adalah kegiatan budidaya. Menurut Sulaksana dan Jayusman (2005), budidaya tanaman kemuning dapat diawali dengan perbanyakan tanaman dengan cara generatif (biji) ataupun vegetatif (setek dan cangkok).

Kegiatan berikutnya setelah melakukan perbanyakan tanaman dalam pembibitan adalah melakukan penanaman. Sebelum melakukan penanaman kemuning, harus diawali dengan persiapan lahan yang telah diolah dengan kedalaman 30-40 cm. Tanaman kemuning dapat ditanam dalam pot sehingga persiapan media tanam harus dilakukan sebelum kegiatan penanaman (Sulaksana dan Jayusman 2005). Syarat media tanam yang baik adalah ringan, murah, mudah didapat, porus (gembur) dan subur (kaya unsur hara). Penggunaan media tumbuh yang tepat akan menentukan pertumbuhan optimum. Sterilisasi pupuk kandang sebelum digunakan untuk campuran media tanam bertujuan membunuh penyakit, cendawan, bakteri, biji gulma, nematoda dan serangga tanah (Prastowo et al.

2006).

Tanaman kemuning tumbuh menahun dan berbunga terus-menerus sepanjang tahun, oleh karena itu kegiatan pemeliharaan tanaman harus teratur. Kegiatan utama pemeliharaan tanaman kemuning adalah penyiraman, pemupukan dan pemangkasan serta penyiangan gulma. Penanggulangan hama penyakit juga perlu dilakukan dengan teratur. Penelitian mengenai pemupukan tanaman kemuning untuk menghasilkan produksi daun yang tinggi sudah dilakukan, yaitu dengan menggunakan pupuk kandang ayam 2.5 kg tanaman-1 walaupun belum mencukupi untuk hasil panen keduanya (Karimuna et al. 2015).

Pemupukan

(18)

4

dengan baik (Setiawan et al. 2006). Aplikasi pupuk tidak berimbang dapat mengakibatkan pencemaran.

Pemahaman mengenai 4 dasar dalam pemupukan sangat dibutuhkan agar pupuk dapat diserap tanaman secara efisien dan efektif, yaitu apa saja nutrisi yang dibutuhkan, berapa dosisnya, kapan waktu dibutuhkan, dan bagaimana cara aplikasinya (Sutopo 2008). Pemupukan yang kurang dari kebutuhan tanaman akan menjadikan tidak optimal produksinya. Kelebihan pemupukan juga berarti pemborosan dan dapat menyebabkan tanaman rentan terhadap serangan hama dan penyakit, serta dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarno 2009).

Unsur hara mineral dibutuhkan tanaman sebagai sumber nutrisi yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur hara mineral terdiri dari dua golongan, yaitu unsur hara mineral mikro dan unsur hara mineral makro. Kedua unsur hara tersebut saat kondisi tertentu dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak. Unsur hara makro yang paling sering digunakan adalah N, P, dan K (Endah 2002).

Pada tanaman famili Rutaceae, manajemen air dapat digunakan untuk merencanakan pembungaan. Tanaman dibiarkan tidak disiram selama 3-5 hari sampai keadaan layu, kemudian diberi pupuk NPK 40-50 g dicampur urea 25 g dan siram sampai lembab. Penyiraman rutin setelah kondisi stres air menyebabkan tumbuh tunas dan berbunga pada tanaman jeruk (Mulyanto 2014). Pada tanaman kakao, kegiatan pemupukan dapat merangsang pembungaan untuk tanaman (Erwiyono et al. 2006). Pupuk yang dapat digunakan untuk merangsang pembungaan adalah pupuk yang kaya hara P dan K.

Unsur hara nitrogen (N)

Fungsi nitrogen bagi tanaman antara lain mendorong pertumbuhan tanaman secara keseluruhan (terlebih saat fase vegetatif), mendukung proses metabolisme seperti fotosintesis. Namun unsur N mudah teroksidasi sehingga cepat menguap atau tercuci sebelum tanaman nenyerap seluruhnya (Gonggo et al.

2006). Kelebihan nitrogen dapat menyebabkan tanaman mudah rebah dan menurunkan kualitas hasil tanaman (Patty et al. 2013).

Unsur hara kalium (K)

Menurut Endah (2002), fungsi kalium menunjang proses pembentukan akar, memperkuat daun, bunga dan buah agar tidak cepat gugur. Kalium merupakan unsur makro yang terlibat dalam mempertahankan status air tanaman dan tekanan turgor sel-selnya serta pembukaan dan penutupan stomata (Erwiyono

et al. 2006). Unsur K berfungsi sebagai media transportasi yang membawa hara P

ke daun dan mentranslokasi asimilat dari daun ke seluruh jaringan tanaman (Mukasyafah 2011). Kekurangan hara kalium menyebabkan tanaman kerdil, lemah (tidak tegak), proses pengangkutan hara terganggu, pernafasan dan fotosintesis terganggu, yang pada akhirnya mengurangi produksi (Abdillah 2008 ).

Unsur hara fosfor (P)

(19)

5 dan kofaktor ataupun pengatur enzim serta berperan dalam proses fisiologi (Mukasyafah 2011).

Unsur hara silikon (Si)

Silikon (Si) termasuk dalam unsur hara mikro yang perannya kurang mendapat perhatian. Meskipun bukan termasuk unsur hara esensial, Si dikenal sebagai unsur hara yang bermanfaat, terutama untuk tanaman akumulator Si (Husnain et al. 2010). Pemahaman dan penelitian tentang Si sebagai nutrisi tanaman masih sangat terbatas di Indonesia. Sumber Si yang potensial untuk menambahkan kadar Si di dalam tanah, khususnya pada tanah yang telah tua adalah abu sekam (Winarso et al. 2001). Si dapat menaikan produksi, karena dalam oksidasinya mampu memperbaiki sifat fisik tanaman (Norhasanah 2012) dan dapat meningkatkan ketersediaan P serta mengurangi aktifitas logam beracun seperti Al, Fe dan Mn (Yukamgo dan Yuwono 2007). Silikon juga berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat (Mukasyafah 2011).

Pupuk kandang

Penambahan pupuk kandang/bahan organik secara teratur dapat meningkatkan C organik tanah yang berguna memperbaiki kesuburan fisik, kimia maupun biologi tanah, serta sebagai sumber unsur hara makro dan mikro. Hara dalam pupuk kandang tidak mudah tersedia bagi tanaman, karena ketersediaan haranya sangat dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi bahan-bahan tersebut (Hartatik et al. 2006). Kandungan zat hara pada pupuk kandang ayam adalah N 1.63 %, P 1.54 %, K 0.85 % (Sutopo 2008).

Kotoran kelelawar ternyata juga menjadi pupuk yang sangat bagus karena mengandung senyawa – senyawa organik, baik elemen makro maupun mikro yang dibutuhkan tanaman. Menurut hasil penelitian Gustian et al. (2003) guano mampu memberikan suplai hara yang baik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. Guano mengandung unsur hara N, P dan K yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan akar, batang, daun dan pembungaan. Substitusi guano sebagai pupuk organik akan menyebabkan terjadinya peningkatan unsur hara P, K, Mg, Fe, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), kemampuan menyerap dan menyimpan air, perbaikan aerasi dan kegemburan media (Endrizal dan Bobihoe 2000), menggemburkan lapisan permukaan tanah, meningkatkan populasi jasad renik, menaikkan daya simpan air dan secara keseluruhan dapat meningkatkan kesuburan tanah (Kristanto et al. 2009). Hasil penelitian Hayanti et al. (2014) kualitas unsur hara N, P,K dan Rasio C/N pada kompos kotoran kelelawar dengan penambahan jerami padi, arang sekam dan dedak, berturut-turut, yaitu hara N 4.89 % (sangat tinggi), P 1.65 % (sangat tinggi), K 1.89 %(sangat tinggi), dan rasio C/N 5 (rendah).

Abu sekam

Produksi sekam padi di Indonesia bisa mencapai 4 juta ton per tahunnya, ini berarti abu sekam padi yang dihasilkan 400 ribu ton per tahun (Pane et al.

(20)

6

menurut (Lili 2003) fungsi kimianya adalah melepas ikatan asam sehingga unsur hara menjadi tersedia bagi tanaman. Selain itu abu sekam berfungsi untuk menggemburkan tanah sehingga bisa mempermudah akar tanaman menyerap unsur hara di dalamnya (Pane et al. 2014).

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Organik Cikarawang, Institut Pertanian Bogor Darmaga. Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai bulan Juni 2015. Analisis unsur N, P, dan K dilaksanakan di Laboratorium Pengujian, Institut Pertanian Bogor dan analisis tanah dilaksanakan di Balai Penelitian Tanah, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanaman kemuning berumur tiga puluh bulan. Perlakuan pemupukan menggunakan dua jenis pupuk yaitu pupuk guano dan abu sekam. Tanaman diberikan pupuk dasar yaitu pupuk kandang ayam sebanyak 5 kg tanaman-1. Peralatan yang digunakan adalah ticker, timbangan analitik dan SPAD.

Gambar 1 Tanaman kemuning 38 BST Gambar 2 Bunga kemuning

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Percobaan terdiri dari 1 faktor. Faktor tersebut meliputi :

P0 = tanpa perlakuan (kontrol)

P1 = perlakuan pupuk guano 0.4 kg tanaman-1

P2 = perlakuan pupuk guano 0.4 kg tanaman-1 ditambah abu sekam 3 kg tanaman-1 P3 = perlakuan abu sekam 3 kg tanaman-1

(21)

7 Desember) dan di akhir musim hujan (bulan Maret). Pemupukan dilakukan dengan membuat alur mengelilingi pangkal tanaman.

Model linier aditifnya adalah sebagai berikut : Yij = μ + αi + βj + εij dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT pada taraf 5%.

Prosedur Analisis Data

Pengamatan dilakukan terhadap dua fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif dan generatif. Pengamatan dilakukan pada semua tanaman kemuning yang digunakan. Fase vegetatif yang diamati meliputi tinggi tanaman, tinggi bekas pangkasan, jumlah daun tanaman, bobot basah dan kering daun, klorofil/warna daun tanaman dan analisis unsur N, P dan K tanaman. Fase generatif yang diamati meliputi waktu munculnya bunga dan bobot bunga saat panen.

Tinggi tanaman diamati satu bulan sekali mulai dari bulan Januari sampai Juni 2015. Tanaman diukur dari batang di atas permukaan tanah sampai daun teratas tanaman. Pengukuran bekas tinggi pangkasan diamati dari 8 minggu setelah perlakuan (MSP) atau bulan Februari 2015. Pengamatan dengan mengukur tanaman dari batang di atas permukaan tanah sampai batas bekas pangkasan pada sisi tanaman yang sama setiap tanaman.

Jumlah daun majemuk diamati satu bulan sekali selama 6 bulan waktu pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah cabang daun per tanaman. Hasil perhitungan jumlah cabang daun dikalikan dengan jumlah daun majemuk pada satu cabang. Hasil ini mewakili keseluruhan jumlah daun dalam tanaman. Pengamatan tingkat kehijauan daun tanaman dilakukan pada daun muda dan daun tua setiap tanaman dalam posisi yang sama menggunakan SPAD dalam satuan unit.

Bobot basah dan kering daun diperoleh dengan memanen 100 daun tua per tanaman. Penimbangan bobot basah sebelum dioven dan dilanjutkan dengan penimbangan bobot kering daun yang telah dioven dalam suhu 60°C selama 72 jam. Pengukuran kadar air dihitung dengan rumus : BB−BK

BB x %

Analisis unsur N, P dan K tanaman dilakukan saat 12 MSP dengan memanen daun tua ke-5 pada cabang per tanaman sebanyak 100 buah per tanaman. Penimbangan bobot basah dan kering daun yang telah dioven dalam suhu 60°C selama 72 jam. Daun yang sudah kering dihaluskan dengan blender sampai menjadi bubuk kemudian diuji di laboratorium pengujian Departemen Agronomi dan Hortikultura. Pengujian unsur N total menggunakan uji Kjeldahl dan pengujian unsur P total dan K total menggunakan uji HNO3 + HClO4.

(22)

8

bunga dilakukan jika 75% dari populasi tanaman telah berbunga. Panen dilakukan dengan mengambil maksimal 10 bunga per tanaman untuk ditimbang bobotnya. Bobot bunga dihitung dengan rumus : ∑ l g x bobot bunga.

Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F dan pada hasil yang berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%. Analisis statistik menggunakan software SAS 9 for Windows.

Tabel 1 Persentase hara pupuk dan sumbangan hara guano dan abu sekam pada tanaman kemuning

Perlakuan Kandungan hara pupuk (%)

Sumbangan hara (kg tanaman-1)

N P2O5 K2O N P2O5 K2O

Tanpa pemupukan 0 0 0 0 0 0

Guano 1) 2.09 3.2 0.9 0.0167 0.03 0.007

Abu sekam 2) 1.72 0.5 1.75 0.1032 0.03 0.105 Keterangan : tidak dilakukan uji laboratorium pada perlakuan kombinasi guano dengan abu sekam;

1) berdasarkan pada Shetty et al. (2013) ; 2) berdasarkan hasil analisis Balittanah Kampus Penelitian Cimanggu (2015)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Jenis tanah di lokasi penelitian adalah tanah Latosol. Rata-rata curah hujan bulanan selama penelitian dari bulan Januari-Juni 2015 sebesar 251, 346, 374, 206, 201.9, dan 90.2 mm. Rata-rata suhu selama penelitian dari bulan Januari-Juni 2015 adalah 25.2, 25.0, 25.6, 25.8, 26.3, dan 26.2 °C (BMKG 2015). Sekitar tanaman kemuning dikelilingi tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus) dan sisi sebelah timur terdapat pohon bambu yang cukup banyak. Pertumbuhan tanaman cukup baik sejak awal hingga akhir penelitian.

Tabel 2 Hasil analisis tanah saat 38 bulan setelah tanam (BST)

Peubah Kimia Hasil Keterangan1)

pH H20 6.6 Netral

pH KCL 5.7 Agak masam

Metode Walkey and Black

C-Organik (%) 1.56 Rendah

Metode Kjedahl

N-Organik (%) 0.16 Rendah

C/N 10 Rendah

Metode HCl 25%

P2O5 (mg 100 g-1) 138 Sangat tinggi

K2O (mg 100 g-1) 15 Rendah

Metode Olsen

P2O5 (ppm) 43 Sedang

(23)

9 pemupukan ataupun kontrol berpengaruh pada peningkatan tinggi tanaman kemuning dari 4 sampai 24 MSP. Hasil pengamatan saat 4, 8, 12, 20 dan 24 MSP menunjukkan aplikasi abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki persentase peningkatan paling tinggi jika dibandingkan dengan kontrol secara berurutan sebesar 4.01, 2.78, 2.04, 2.27, dan 5.36 %. Aplikasi pemupukan berpengaruh nyata dengan tinggi tanaman saat 24 MSP, dengan persentase peningkatan tinggi tanaman paling tinggi yaitu dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 sebesar 5.36 % jika dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu, tanaman dengan aplikasi kombinasi guano 0.4 kg tanaman-1 dan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki persentase 0.67 % lebih rendah dibandingkan kontrol.

Gambar 3 Hubungan pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata

Tinggi Bekas Pangkasan

Pemangkasan merupakan cara untuk mempertahankan fase vegetatif tanaman dan merangsang pertumbuhan tunas baru (PPTK 2006). Pada tanaman kemuning ini, pemangkasan dilakukan untuk mendapatkan ketinggian tanaman yang sama rata sebelum perlakuan. Perubahan letak tinggi bekas pangkasan mulai diamati dan dicatat pertambahannya pada 8 MSP. Aplikasi guano, abu sekam maupun kontrol mempengaruhi tinggi bekas pangkasan tanaman kemuning.

Dapat dilihat pada Tabel 3 tinggi bekas pangkasan saat 8 dan 12 MSP paling tinggi terdapat pada aplikasi guano dengan peningkatan 1.35 %. Saat mencapai 16 MSP tinggi bekas pangkasan tertinggi terdapat pada aplikasi abu sekam 3.0 kg tanaman-1 sebesar 0.93 % dibandingkan kontrolnya. Tanaman kontrol memiliki pertambahan tinggi paling baik selama pengukuran. Aplikasi pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi bekas pangkasan tanaman saat 20 dan 24 MSP dimana tanaman kontrol memiliki persentase pertambahan tinggi paling besar secara berurutan sebesar 7.45 dan 1.73 %.

b a ab

ab b

(24)

10

Tinggi bekas pangkasan (cm) Total

pertam tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

Jumlah Daun

Dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa aplikasi pemupukan mengakibatkan penambahan jumlah daun dari 4 sampai 8 MSP, tetapi mengalami penurunan pada 12 MSP. Peningkatan jumlah daun kembali terjadi saat 16 MSP, tetapi saat 20 dan 24 MSP jumlah daun kembali mengalami penurunan dan peningkatan yang berfluktuatif. Aplikasi pemupukan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman saat 20 MSP, dimana jumlah daun tanaman dengan pemupukan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 lebih tinggi 103.9 % dibandingkan tanaman kontrol. Sementara itu tanaman dengan perlakuan guano 0.4 kg tanaman-1 dan kombinasi guano dengan abu sekam mengalami penurunan jumlah daun dan jika dibandingkan dengan kontrol lebih rendah 1.8 dan 12.4%.

Gambar 4 Hubungan pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata

a

b b b

(25)

11

Bobot Basah dan Bobot Kering Total Daun Tanaman Kemuning

Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa bobot basah daun saat 12-24 MSP paling besar ada pada tanaman dengan aplikasi abu sekam 3.0 kg tanaman-1, walaupun aplikasi pemupukan tidak berpengaruh nyata pada bobot basah daun kecuali saat 20 MSP. Bobot basah daun tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 lebih besar 100.1 % dibandingkan tanaman kontrol saat 20 MSP. Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap bobot basah daun kemuning (Murraya

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% ; T) merupakan angka

hasil transformasi √� + .5

Pada Tabel 5 dapat dilihat pengaruh aplikasi pemupukan terhadap bobot kering tanaman kemuning. Sama seperti pada bobot basahnya, bahwa bobot kering tanaman paling besar ada pada tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 saat 12-24 MSP, walaupun tidak berbeda nyata hasilnya kecuali saat 20 MSP. Tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki bobot kering 125.7 % lebih besar dibandingkan dengan kontrolnya saat 20 MSP.

Tabel 5 Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering daun kemuning (Murraya

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% ; T) merupakan angka

(26)

12

Pembungaan tanaman kemuning mulai terjadi serempak saat 8 sampai 20 MSP. Pembungaan terjadi paling banyak pada 12 MSP saat tanaman yang sudah optimum dan ketersediaan air meningkat.

Gambar 5 Hubungan pemupukan terhadap waktu kemunculan dan jumlah bunga kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) dengan curah hujan rata-rata

Bobot Panen Bunga Saat 75 % dari Populasi Berbunga

Pengamatan bunga tidak hanya dilakukan pada parameter waktu kemunculan bunga tetapi juga pada bobot panen bunga. Rata-rata bobot bunga saat 12 MSP paling besar ada pada tanaman kemuning dengan pemupukan abu sekam dan diikuti tanaman dengan aplikasi kombinasi pemupukan guano dengan abu sekam (Gambar 6).

Bobot bunga paling rendah ada pada tanaman dengan aplikasi guano 0.4 kg tanaman-1. Saat 20 MSP tanaman mengalami penurunan bobot bunga bersamaan dengan penurunan curah hujan (Gambar 6), yaitu pada tanaman dengan aplikasi guano 0.4 kg tanaman-1, aplikasi kombinasi guano 0.4 kg dengan abu sekam 3.0 kg tanaman-1, aplikasi abu sekam 3.0 kg tanaman-1 dan kontrol berurutan sebesar 45.5, 89.7, 79.8 dan 43.5 %.

Feb Mar Apr Mei

(27)

13 pengaruh nyata pada tingkat kehijauan daun muda tetapi memberikan pengaruh nyata pada tingkat kehijauan daun tua (Tabel 6). Karimuna et al. (2015) menyatakan bahwa kandungan klorofil paling tinggi ada pada daun tua tanaman kemuning. Tingkat kehijauan daun muda dengan perlakuan guano lebih tinggi sebesar 8.34 % dibandingkan dengan kontrol walaupun tidak berbeda nyata. Tabel 6 Pengaruh pupuk guano dan abu sekam terhadap tingkat kehijauan daun

tua dan daun muda kemuning saat 4 MSP

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

(28)

14

Analisis N, P dan K

Berdasarkan Tabel 7 hasil analisis kadar nitrogen (N) pada daun tua ke- 5 menunjukkan bahwa perlakuan guano 0.4 kg tanaman -1 memiliki persentase angka N total yang lebih tinggi 0.01 % dibandingkan kontrol dan kombinasi perlakuan guano 0.4 kg tanaman-1 ditambah abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki persentase nilai N paling kecil sebesar 0.09 % dibandingkan kontrol. Pemberian guano terbukti meningkatkan ketersediaan hara pada tanaman walaupun hasil yang ditunjukkan tidak berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan abu sekam. Herbiani (2008) menyatakan bahwa aplikasi pupuk guano mampu meningkatkan serapan nitrogen tanaman dan efisiensi serapan nitrogen.

Analisis kadar fosfor (P) dan kalium (K) menunjukkan kombinasi perlakuan guano 0.4 kg tanaman-1 ditambah abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki kadar P yang tinggi sementara perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki nilai P sedang (Tabel 7). Tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki nilai K yang lebih tinggi sebesar 0.19 % dibandingkan kontrol.

Tabel 7 Hasil analisis daun terhadap kadar N, P, dan K berdasarkan perlakuan

Keterangan :1) berdasarkan pada Susanto (2003) ; 2) berdasarkan pada Embleton et al. (1978)

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan Shetty et al. (2013), guano memiliki kandungan hara yang cukup besar dibandingkan pupuk kandang lainnya. Guano merupakan pupuk yang berasal dari kotoran kelelawar (Suwarno dan Idris 2007). Komposisi hara nitrogen dan fosfat yang tinggi menjadikan guano sebagai pupuk organik yang memiliki nilai tinggi dan sangat bermanfaaat dalam pertanian organik. Dalam perkembangan penelitian mengenai guano, banyak perbedaan pendapat mengenai kandungan guano. Sediyarso (1999) menyatakan guano memiliki kadar N 15 %, P 5.2 % dan K 1.7 %. Yuliarti (2009) menyatakan bahwa guano memiliki kadar N 2.09 %, P 10.43 % dan K 0.07 %. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa guano memiliki kadar N dan P yang tinggi.

(29)

15 (2006) menyatakan bahwa meningkatnya kandungan nitrogen cukup berpengaruh pada peningkatan tinggi tanaman. Pada penelitian ini, saat curah hujan menurun, persentase peningkatan tinggi tanaman dan tinggi bekas pangkasan juga terlihat menurun. Thamrin (2013) menyatakan keragaan tanaman tidak saja dipengaruhi oleh umur tanaman tetapi juga faktor lingkungan. Menurunnya curah hujan dari 376 menjadi 206 mm per bulan mengakibatkan ketersediaan air pun berkurang dan menurut Amrizal (2012), kelancaran penyerapan unsur hara oleh tanaman sangat bergantung pada ketersediaan air dalam tanah.

Hasil analisis data 24 MSP menunjukkan pemupukan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 nyata meningkatkan tinggi tanaman walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan juga guano 0.4 kg tanaman-1 (Gambar 3). Sumbangan hara K dan N pada abu sekam memiliki angka paling besar (Tabel 1) dan dari hasil analisis NPK yang dilakukan pada daun, persentase K total pada daun tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg merupakan yang paling tinggi diantara yang lainnya dan kandungan N totalnya juga termasuk tinggi (Tabel 7). Dari hasil ini dapat dilihat bahwa sumbangan hara kalium yang diberikan pada tanaman dengan aplikasi abu sekam tunggal, dapat diserap dengan baik. Hal ini dicerminkan dari semua parameter pengamatan tanaman kemuning bahwa perlakuan abu sekam menunjukkan pengaruh nyata dan kalium dapat membuat pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik (Alfon dan Aryantono 1993).

Handajaningsih dan Wibisono (2009) menyatakan semakin tinggi tanaman, semakin banyak cabang terbentuk dan semakin banyak jumlah daunnya. Jumlah daun yang banyak berbanding lurus dengan jumlah bunga yang dihasilkan (Gambar 5). Pernyataan ini sesuai dengan hasil pengamatan pada tanaman kemuning dengan aplikasi abu sekam 3.0 kg yang paling tinggi selama pengamatan (Gambar 3) dan memiliki jumlah daun yang paling banyak diantara tanaman dengan pemupukan lainnya (Gambar 4). Keberadaan kalium dalam tanah dapat membuat pertumbuhan tanaman menjadi lebih lebat dan kuat (Rukmi 2009), selain itu Suminarti (2010) menyatakan tanaman yang ketersediaan K nya rendah, aktivitas fotosintesisnya juga rendah. Aktivitas fotosintesis yang rendah menyebabkan energi untuk pertumbuhan juga rendah. Karimuna et al. (2015) juga menyatakan bahwa unsur kalium dari abu sekam yang dimanfaatkan oleh tanaman kemuning 38 BST lebih ditujukan pada fase vegetatif yaitu untuk produksi biomassa daun tanaman.

(30)

16

tua berpindah ke daun muda sehingga mengakibatkan gugur daun lapisan bawah dan jumlah daun pun mengalami penurunan.

Perlakuan kombinasi pemupukan guano dan abu sekam pada tanaman kemuning membuat jumlah daun dan bobot daun saat 8 MSP lebih sedikit dibandingkan tanaman dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena terjadi ketidakseimbangan unsur hara P dalam tanah karena hasil analisis tanah (Tabel 2) menunjukkan bahwa tanah memiliki unsur P yang tinggi. Penambahan guano yang mengandung P dan abu sekam yang mengandung Si dapat membuat unsur P menjadi semakin banyak tersedia untuk tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Norhasanah (2012) bahwa, terlalu banyak unsur P dalam tanah dapat menyebabkan berkurangnya unsur Cu dan Zn yang berperan dalam metabolisme karbohidrat, pembentukan klorofil dan pembentukan protein. Metabolisme karbohidrat yang menurun membuat C/N rasio pun akan menurun sehingga pertumbuhan dan pembungaan menjadi terhambat.

Tanaman kemuning dengan perlakuan abu sekam 0.4 kg tanaman-1 mengalami peningkatan jumlah daun walaupun kondisi ketersediaan air menurun saat 16 dan 24 MSP (Gambar 4). Hal ini karena abu sekam mengandung unsur Si yang berfungsi membantu tanaman dalam menghadapi kekeringan dengan cara memperkuat pertumbuhan tanaman melalui peningkatan fotosintesis dan aktivitas akar, meningkatkan tekanan osmosis dengan menurunkan laju transpirasi, merangsang aktivitas ketahanan antioksidan dan memperbaiki membran (Djajadi 2013).

Secara keseluruhan, bobot basah dan kering total daun tanaman dengan aplikasi abu sekam 3.0 kg juga lebih tinggi dibandingkan yang lainnya dan hal ini berbanding lurus dengan jumlah daun tanaman kemuning. Pupuk kandang dapat meningkatkan bobot basah daun kemuning saat 34 BST (Karimuna et al. 2015). Bobot basah total daun kemuning saat 12 MSP lebih tinggi dibandingkan saat 16 MSP. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan curah hujan saat pengamatan. Menurut Karimuna et al. (2015), ketika curah hujan tinggi kelembaban tanah cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan daun dewasa lebih cepat dan begitupun sebaliknya. Daun dewasa yang ukurannya lebih besar dan telah berkembang sempurna membuat bobot basah maupun bobot kering yang dihasilkan menjadi tinggi.

Tanaman dengan perlakuan tanpa pupuk nyata meningkatkan bekas tinggi pangkasan tanaman kontrol dibandingkan dengan tanaman lainnya. Hal ini bertolak belakang dengan PPTK (2006) yang menyatakan tanah yang kekurangan/kehilangan unsur hara mengakibatkan pertumbuhan tanamannya terganggu dan produksi daunnya akan menurun. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pemupukan abu sekam 3.0 kg lebih efisien untuk pemeliharan kemuning sebagai tanaman pagar karena pertumbuhannya yang optimal. Hal ini sesuai dengan kriteria tanaman pagar menurut Werdiningsih (2007), yang menyatakan bahwa tanaman pagar memiliki pertumbuhan jumlah daun yang baik serta tahan terhadap cuaca ekstrim, selain itu pertambahan tingginya tidak terlalu cepat.

(31)

17 dapat diartikan dengan meningkatnya hasil fotosintat dan hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, seperti jumlah daun dan jumlah bunga (Mukasyafah 2011). Pemupukan Si dalam tanah akan melalui dua proses. Pertama, terjadi peningkatan monosilikat pada tanah yang menyebabkan perubahan dari P tidak terlarut (inert) menjadi P tersedia bagi tanaman. Hal ini karena SiO44- memiliki elektronegatifitas lebih besar dibandingkan PO43- sehingga dapat menggantikan PO43- yang tersemat. Proses yang kedua yaitu Si dapat mengikat P sehingga pencucian P berkurang sekitar 30-90 %. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut (Matichenkov dan Calvert 2002) :

2Al(H2PO4)3 + 2Si(OH)4 + 5H+ → Al2Si2O5 + 5H3PO4 + 5H2O 2FePO4+ Si(OH)4 + 2H+ Fe2SiO4 + 2H3PO4

Unsur P berperan dalam mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah namun ketersediaanya sangat sedikit di dalam tanah (Bara dan Chozin 2009). Saat keluar bunga, tanaman sangat dipengaruhi oleh unsur P yang mampu diserap tanaman (Sutedjo 2010), dengan demikian silika yang turut serta dalam meningkatkan unsur P tersedia bagi tanaman diduga dapat merangsang pembentukan bunga.

Tanaman dengan perlakuan abu sekam 3.0 kg tanaman-1 memiliki jumlah bunga paling banyak selama pengamatan, baik ketika curah hujan tinggi maupun rendah (Gambar 5). Hasil analisis kadar P pada daun menunjukkan kadar hara P pada tanaman ini sedang dibandingkan perlakuan lainnya, sementara itu kadar kalium di daun sangat tinggi dibandingkan yang lain (Tabel 7). Hara kalium dalam proses fisiologi berfungsi dalam metabolisme karbohidrat yang dapat meningkatkan kandungan karbohidrat dalam tanaman. Karbohidrat yang meningkat berbanding lurus dengan C/N rasio yang meningkat, ketika C/N rasio meningkat maka bunga dapat terinduksi (Darmawan 2014). Hasil ini sesuai juga dengan pernyataan Erwiyono et al. (2006) yang menyatakan pemupukan kalium, baik lewat daun maupun tanah dapat meningkatkan jumlah bunga pada tanaman kakao, membuat tanaman teh tahan terhadap stres air (Rachmiati et al. 2014), dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan jadi kerontokan bunga dapat dikurangi (Purnamayani et al. 2012). Sehingga, dari hasil penelitian ini kalium dan silika dalam abu sekam diduga memberikan jumlah bunga lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya.

Bunga yang banyak pada tanaman dengan aplikasi abu sekam berbanding lurus dengan bobot total bunga terbesar saat panen pada 12 dan 20 MSP (Gambar 6). Bobot bunga yang tinggi diduga karena produktivitas metabolisme meningkat sehingga penyerapan air dan kebutuhan hara juga banyak (Isdarmanto 2009).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(32)

18

tanaman-1 mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman kemuning tetapi belum berdampak baik untuk merangsang pembungaan kemuning.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait siklus pembungaan kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) dan dosis optimal abu sekam untuk merangsang pembungaan kemuning.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah A. 2008. Pengaruh zeolite dan pupuk K terhadap ketersediaan dan serapan K tanaman padi di lahan pasir dan pantai kulonprogo. [skripsi] Solo (ID): Universitas Sebelas Maret

Amrizal A. 2012. Effect of the organic fertilizers guano dan tithonia on the growth and yield of sweet corn (Zea mays saccharata).[Internet].[diunduh tanggal 2015 Jul 28]. Tersedia pada :http://repository.unand.ac.id/20037/1 /jurnal%20saia.pdf

Bara A, Chozin MA. 2009. Pengaruh dosis pupuk kandang dan frekuensi pemberian pupuk urea terhadap pertumbuhan dan produksi jagung (Zea mays L) di lahan kering. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2015. Data Iklim Bulanan Tahun

2015. Darmaga (ID)

Bres W, Jerzy M. 2008. Changes of nutrient concentration in chrysanthemum leaves under influence of solar radiation. Agron. Res. 6(2):435-444.

[Cornell]. 2000. Fertilizer analisis [Internet]. [diunduh tanggal 2014 Nov 1]. Tersedia pada : http.www. css. Cornell educ.Pdf.dl.

Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesa Jilid 1. Jakarta (ID) : Trubus Agriwidya.

Dalimoenthe SL, Rachmiati Y. 2010. Pengaruh pemupukan K dan ZPT pada tanaman teh untuk mengurangi risiko musim kemarau. J Penelitian Teh dan Kina. 13(1-2):14-21.

Darmawan M. 2014. Induksi Pembungaan di luar musim pada tanaman jeruk keprok (Citrus reticulata). [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Djajadi. 2013. Silika (Si) : unsur hara penting dan menguntungkan bagi tanaman

tebu (Saccharum officinarum L.). Perspektif. 12(1):47-55.

Djazuli M. 2010. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan beberapa karakter morfo-fisiologis tanaman nilam. Bul Littro. 21(1):8-17. Dwi KS. 2007. Profil kromatografi dan aktivitas antibakteri ekstrak etanol

(33)

19 Embleton TW, Jones WW, Pallares C, Platt RG. 1978. Effect of fertilization of citrus on fruit quality and ground water nitrate-pollution potential. Proc Int Soc Citriculture. 280-285.

Endah JH. 2002. Membuat Tanaman Hias Rajin Berbunga. Jakarta (ID) : AgroMedia Pustaka.

Erwiyono R, Sucahyo AA, Suyono, Winarso S. 2006. Keefektifan pemupukan kalium lewat daun terhadap pembungaan dan pembuahan tanaman kakao.

Pelita Perkebunan. 22(1):13-24.

Gautam MK, Singh A, Rao CV, Goel RK. 2012. Toxicological evaluation of

Murraya paniculata (L.) Jack leaves extract on rodents. American Journal of Pharmacology and Toxicology. 7(2):62-67.

Gonggo BM, Hasanudin, Indriani Y. 2006. Peran pupuk N dan P terhadap serapan N, efisiensi N dan hasil tanaman jahe di bawah tegakan tanaman karet.

JIPI. 8(1):61-68.

Gustian E, Sjofjan J, Yetti H. 2013. Aplikasi abu serbuk gergaji dan pupuk guano di lahan gambut serta pengaruhnya terhadap kandungan p tanaman, pertumbuhan dan komponen hasil padi gogo (Oryza sativa L.) [Internet]. [diunduh tanggal 2014 Sep 30]. Tersedia pada : http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/1997/jurnal %20ENGGA%20GUSTIAN.pdf?sequence=1.

Hartatik W, Setyorini D, Saraswati R, Simanungkalit RDM, Suriadikarta DA. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor (ID) : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Hayanti EDN, Yuliani, Fitrihidayanti H. 2014. Penggunaan kompos kotoran kelelawar (guano) untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea). J Lentera Bio. 3(1):7-11.

Handajaningsih M, Wibisono T. 2009. Pertumbuhan dan pembungaan krisan dengan pemberian abu jenjang kelapa sawit sebagai sumber kalium. J Akta Agrosia. 12(1):8-14.

Herbiani B. 2008. Efisiensi serapan nitrogen dan aktivitas nitrat reduktase pada rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan aplikasi level pupuk organik guano substitusi pupuk urea [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro

Isdarmanto. 2009. Pengaruh macam pupuk organik dan konsetrasi pupuk daun terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah (Capsicum annum

l.) dalam budidaya sistem pot [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret

Karimuna SR, Aziz SA, Melati M. 2015. Correlations between leaf nutrient content and the production of metabolites in orange Jessamine (Murraya paniculata (L.) Jack) with application of chicken manure. J Trop Crop Sci.

2(1):16-25

(34)

20

Kiswondo S. 2011. Penggunaan abu sekam dan pupuk ZA terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Embryo. 8(1):9-17.

Kristanto BA, Kurniantowo R, Widjajanto DW. 2009. Karakteristik fotosintesis rumput gajah dengan aplikasi pupuk organik guano. Seminar Nasional

Kebangkitan Peternakan. 2009 Mei 20. Semarang (ID)

Matichenkov VV dan Calvert DV. 2002. Silicon as a beneficial element for sugarcane. J American Society of Sugarcane Tech. 22:21-30

Mattos Jr, Quaggio JA, Cantarella H. 2010. Citrus [Internet]. [diunduh tanggal 2015 Jul 19]. Tersedia pada : http://www.ipipotash.org/udocs/4_Citrus.pdf Mattjik NA. 2010. Tanaman Hias dan Bunga Potong. Agus P, editor. Bogor (ID):

IPB Press.

Mukasyafah UHA. 2011. Efektivitas abu sekam dan zeolit serta pengurangan pupuk NPK terhadap produksi gandum Indonesia pada media pasiran. [skripsi]. Jember (ID) : Universitas Jember.

Mulyanto H. 2014. Teknologi Budidaya Tanaman Jeruk dalam Pot (Tabulampot Jeruk). Malang (ID) : Agro Inovasi Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Subtropika

Norhasanah. 2012. Respon pertumbuhan dan hasil tanaman cabe rawit (Capsicum frutescens Linn.) varietas cakra hijau terhadap pemberian abu sekam padi tanah rawa lebak. Agroscientiae. 19(1):1-5.

Olawore NO, Ogunwande IA, Ekundayo O, Adeleke KA. 2005. Chemical composition of the leaf and fruit essential oils of Murraya paniculata (L.) Jack. (Syin. Murraya exotica Linn.). J Flavour Frag. 20:54-56.

Patty PS, Kaya E, Silahooy C. 2013. Analisis status nitrogen tanah dalam kaitannya dengan serapan N oleh tanaman padi sawah di desa waimital, kecamatan kairatu, kabupaten seram bagian barat. J Agrologia. 2(1):51-58. [PPTK] Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2006. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh Edisi ke- 3. Bandung (ID): Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Pusat Teh dan Kina Gambung.

[Permenkes] Peraturan Menteri Kesehatan. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 88 tahun 2013 tentang Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional. Jakarta (ID) : Menteri Kesehatan RI

Prastowo NH, Roshetko JM, Maurung GES, Nugraha E, Tukan JM, Harum F. 2006. Teknik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah.

Bogor (ID) : World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Winrock International

(35)

21 Rachmiati Y, Karyudi, Sriyadi B, Dalimoenthe SL, Rahardjo P, Pranoto E. 2014. Teknologi pemupukan dan kultur teknis yang adaptif terhadap anomaly iklim pada tanaman teh. Di dalam: Eko Pranoto, editor. Upaya Peningkatan Produktivitas di Perkebunan dengan Teknologi Pemupukan dan Antisipasi Anomali Iklim; 2014 Mar 25-26; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID)

Rukmi. 2009. Pengaruh pemupukan kalium dan fosfat terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai [Internet]. [diunduh tanggal 2015 Jul 19]. Tersedia pada : http://eprints.umk.ac.id/113/1/PENGARUH_PEMUPUKAN_KALIUM_D AN_FOSFAT.pdf

Sarno. 2009. Pengaruh kombinasi NPK dan pupuk kandang terhadap sifat tanah dan pertumbuhan serta produksi tanaman caisim. J Tanah Trop. 14(3): 211-219.

Sediyarso M. 1999. Fosfat Alam sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Bogor (ID) : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor.

Setiawan. 2003. Kajian terhadap pencemaran lingkungan di daerah petanian berdasarkan data radioaktivitas alam. [Internet]. [diunduh tanggal 2014 Sep 21]. Tersedia pada : http://digilib.batan.go.id/e-prosiding/ File%20 Prosiding/Ling kungan/Bapeten/artikel/Pande-Made-Udiyani-172. Pdf

Setiawan, Syekhfani, Suntari R. 2006. Pengaruh pemberian guano sebagai substitutor urea terhadap ketersediaan dan serapan unsur N tanaman sawi (Brasicca juncea l.) pada inseptisol wlingi, blitar [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Shetty S, Sreepada KS, Bhat R. 2013. Effect of bat guano on the growth of Vigna radiate L. International J Sci and Res. Publ. 3(3):1-8

Sulaksana J, Jayusman DI. 2005. Kemuning dan Jati Belanda. Depok (ID) : Penebar Swadaya.

Sunarto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta (ID) : Kanisius Susanto S. 2003. Pertumbuhan dan pembuahan jeruk besar ‘cikoneng’ pada

beberapa jenis batang bawah. J Ilmu Pertanian. 10(1):57-63

Sutopo. 2008. Rekomendasi pemupukan untuk tanaman jeruk. [Internet]. [diunduh 2014 Mei 27]. Tersedia pada : http://balitjestro.litbang.deptan.go.id/id/438. html#sthash.I8o6HopV.dpuf.

Susintowati. 2007. Pertumbuhan tanaman Capsicum annuum, Capsicum frutescens dan Amaranthus tricolor akibat pemberian guano insektivor. J

Ilmiah PROGRESSIF. 4(11).

Sutedjo MM. 2010. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Suwarno, Idris K. 2007. Potensi dan kemungkinan penggunaan guano secara

langsung sebagai pupuk di Indonesia. J Tanah Link. 9(1) :37-43

Thamrin M, Susanto S, Santosa E. 2009. Efektivitas strangulasi pembungaan tanaman jeruk pamelo ‘cikoneng’ (Citrus grandis (L.) Osbeck) pada tingkat beban buah sebelumnya yang berbeda. J Agron Indonesia.

(36)

22

Thamrin M. Susanto S, Susila AD, Sutandi A. 2013. Hubungan konsentrasi hara nitrogen, fosfor, dan kalium daun dengan produksi buah sebelumnya pada tanaman jeruk pamelo. J Hort. 23(3):225-234

Werdiningsih H. 2007. Kajian penggunaan tanaman sebagai alternatif pagar rumah. J Ilmiah Perancangan Kota dan Pemukiman. 6(1):32-39

Winarso S, Setiawati TC, Mudjiharjati A, Sanyoto AB. 2001. Perubahan basa-basa dapat ditukar tanah dan air tercuci pada tanah yang diberi zeolite.

Agrijurnal. 7:1-12

Yukamgo E dan Yuwono NW. 2007. Peran silikon sebagai unsur bermanfaat pada tanaman tebu. J Tanah Link. 7(2):103-116

(37)

23 Lampiran 1 Data iklim bulan Januari2015 – Desember 2015

Bulan Curah Hujan (mm) Suhu (°C)

Januari 251 25.2

Februari 346 25.0

Maret 376 25.6

April 206 25.8

Mei 201.9 26.3

Juni 90.2 26.2

(38)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 November 1992 dari pasangan Hidayat Eliazar dan Supriani. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2011 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi jalur undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Gambar

Gambar 1 Tanaman kemuning 38 BST
Tabel 2 Hasil analisis tanah saat 38 bulan setelah tanam (BST)
Gambar 3  Hubungan pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman kemuning
Gambar 5  Hubungan pemupukan terhadap waktu  kemunculan dan jumlah bunga
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut efek ekstrak daun kemuning terhadap penurunan kadar trigliserida darah tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak

Hasil sidik ragam bobot segar akar menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata kombinasi perlakuan dosis pupuk KCl dan abu sekam padi terhadap bobot segar akar

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun kemuning terhadap penurunan berat badan mencit galur Swiss Webster.. Penelitian ini

Penelitian diawali dengan melakukan ekstraksi daun kemuning ( Murraya paniculata (L.) Jack.) dengan metode maserasi yang dimodifikasi menggunakan pelarut etanol 80% sampai

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kental dari daun kemuning yang diperoleh dengan metode ekstraksi maserasi menggunakan pelarut etanol 70%, gelatin,

Dengan metode linoleat-tiosianat, hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kemuning dengan konsentrasi 1%; 5% dan 10 % mempunyai daya antioksidan dengan

Perlakuan yang diberikan komposisi media tanah latosol Darmaga + arang sekam padi (1:1) v/v tanpa fertigasi; komposisi media tanah latosol Darmaga + arang sekam padi +

Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui aktivitas larvasida yang dimiliki oleh daun kemuning ( Murraya paniculata (L.) Jack.) terhadap larva Aedes aegypti