• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Bioekonomi Sumber Daya Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Bioekonomi Sumber Daya Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BIOEKONOMI SUMBER DAYA

IKAN CAKALANG (

Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758

)

DI PPN PALABUHANRATU, PROVINSI JAWA BARAT

POPPY HERMAWATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Bioekonomi Sumber Daya Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2015

Poppy Hermawati

(4)

4

ABSTRAK

POPPY HERMAWATI. Analisis Bioekonomi Sumber Daya Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh RAHMAT KURNIA dan YONVITNER.

Analisis bioekonomi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dilakukan bagi penentuan pengelolaan sumber daya perikanan yang tepat dan berkelanjutan. Penelitian bertempat di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak empatkali pada bulan Desember 2014 sampai dengan Maret 2015. Data yang diperoleh meliputi panjang, bobot ikan cakalang, hasil wawancara, dan data statistika. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji bioekonomi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan hasil tangkapan yang lestari agar dapat menentukan pengelolaan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang berkelanjutan. Hasil laju eksploitasi dengan menggunakan metode Ford Walford yaitu sebesar 0,6 per tahun. Hasil model produksi surplus dan bioekonomi tingkat upaya optimal terhadap pemanfaatan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di PPN Palabuhanratu sebesar 317 trip per tahun dengan produksi optimal sebesar

821 ton per tahun. Sumber daya ikan cakalang pada saat ini dapat diindikasikan mengalami underfishing dikarenakan karena pada tahun–tahun sebelumnya telah mengalami overfishing. Kebijakan pengelolaan yang dapat diaplikasikan yaitu hasil tangkapan tidak melebihi tangkapan yang diperbolehkan (TAC) yaitu sebesar 656 ton per tahun.

Kata kunci: Bioekonomi, Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), Palabuhanratu

ABSTRACT

POPPY HERMAWATI. Bioeconomic analysis of Skipjack tuna (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) resources in PPN Palabuhanratu, West Java Province. Supervised by RAHMAT KURNIA dan YONVITNER.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

ANALISIS BIOEKONOMI SUMBER DAYA

IKAN CAKALANG (

Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758

)

DI PPN PALABUHANRATU, PROVINSI JAWA BARAT

POPPY HERMAWATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Bioekonomi Sumber Daya Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis

Linnaeus, 1758) di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat”. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana perikananpada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

2. Bidikmisi Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan menerima beasiswa S1.

3. Seluruh Staff Dinas Perikanan dan Kelautan Palabuhanratu atas izin yang diberikan untuk melakukan penelitian.

4. Seluruh Staff Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu yang telah banyak membantu dalam melakukan penelitian.

5. Seluruh Staff Yayasan Yatim Piatu AR-RIDHO atas dukungannya baik secara materi maupun non-materi.

6. Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan.

7. Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi dan Dr Yonvitner, SPi MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan saran dan arahan dalam penyelesaian skripsi.

8. Dr Ir Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi selaku Komisi Pendidikan Program S1, Inna Puspa Ayu, SPi MSi selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan, dan Taryono, SPi MSi yang telah memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Keluarga di rumah, khususnya kedua orang tua; Ibu Nunung dan Bapak Suherman (Alm), kakak kandung Jimmy Alfian Nugraha, sepupu Robbie, Alya, serta kakek dan nenek yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan materil.

10.Seluruh Staff Tata Usaha dan civitas MSP.

11.Sahabat penulis (Amoy, Meti, Tini, Arul, Aisya, Rina, dan Wahyudin), Risma, Gama, Sigit dan seluruh teman–teman MSP 48 atas dukungan, semangat dan perhatiannya.

Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak, saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Perumusan masalah 2

Tujuan penelitian 2

METODE 3

Lokasi dan waktu 3

Pengumpulan data 3

Analisis data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Hasil 11

Pembahasan 22

SIMPULAN 25

Simpulan 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

(10)

DAFTAR TABEL

1 Analisis bioekonomi berbagai rezim pengelolaan perikanan 11

2 Hasil dan upaya tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 15

3 Parameter pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 20

4 Mortalitas dan laju ekploitasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 20

5 Pemilihan model produksi surplus ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 21

6 Parameter ekonomi sumber daya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 22

7 Hasil analisis bioekonomi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 22

8 Perbandingan parameter pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 24

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir rumusan masalah 2

2 Peta lokasi penelitian 3

3 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 4

4 Daerah Penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 12

5 Persentase hasil tangkapan dominan 14

6 Grafik hasil tangkapan ikan dominan tahun 2006-2013 14

7 Grafik catch per unit effort dengan alat tangkap produktif 16

8 Kurva hubungan CPUE dengan effort 16

9 Indeks musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 17

10 Kurva hubungan panjang dan bobot ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 18

11 Kelompok umur ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 19

12 Hubungan produksi dan upaya penangkapan 21

13 Kurva bioekonomi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner koresponden penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 27 2 Sebaran frekuensi panjang ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 30

3 Pendugaan pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 31

4 Indeks separasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 32

5 Laju mortalitas dan eksploitasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 33

6 Proporsi hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 34

7 Fishing Power Index (FPI) 35

8 Hasil dan upaya tangkapan tahun 2006-2013 36

9 Tabel nilai MSY dan Fmsy menggunakan model Fox 37

10 Surplus produksi dan bioekonomi model Fox 38

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di daerah Palabuhanratu merupakan salah satu ikan yang memiliki nilai ekonomis penting. Manik (2007) menyatakan bahwa ikan cakalang merupakan salah satu sumber daya perikanan terpenting baik sebagai komoditi ekspor maupun konsumsi dalam negeri, sehingga sangat berperan dalam penambahan devisa negara.Hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPNP sepanjang tahun 2013 terdiri atas 20 jenis ikan. Ikan dominan yang tertangkap adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 524,6 ton (7%), ikan tuna madidihang sebesar 2192,1 ton (28%), dan ikan tuna mata besar 2504,036 ton (32 %) (PPNP 2015). Hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) pada tahun 2006 sebesar 643,6 ton, tahun 2007 sebesar 35,9 ton, tahun 2008 sebesar 272,5 ton, tahun 2009 sebesar 320,7 ton, tahun 2010 sebesar 334,2 ton, tahun 2011 sebesar 864,5 ton, dan tahun 2012 sebesar 1 193 ton.

Besarnya potensi dan upaya penangkapan di perairan selatan Jawa setiap tahunnya akan selalu berubah. Upaya tangkapan yang dilakukan pada tahun 2006 sebesar 1 900 trip, tahun 2007 sebesar 3 546 trip, tahun 2008 sebesar 1 571 trip, tahun 2009 sebesar 2 289 trip, tahun 2010 sebesar 1 210 trip, tahun 2011 sebesar 948 trip, dan tahun 2012 sebesar 645 trip. Hasil dari beberapa penelitian menunjukan bahwa usaha perikanan di perairan selatan Jawa masih menguntungkan. Penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan selatan Jawa khususnya di Palabuhanratu menggunakan alat tangkap gill net,

purse seine, pancing tonda, dan payang (Fadhillah 2010).

Kegiatan ekonomi nelayan sekitar berjalan dengan baik, namun kegiatan pelelangan ikan sudah tidak dilakukan sejak tahun 2004. Penyediaan modal usaha merupakan salah satu penyebab nelayan tidak melakukan pelelangan, dan lebih memilih menjual langsung hasil tangkapan kepada tengkulak yang telah memberikan modal untuk kegiatan penangkapan. Salah satu penyebab terjadinya penurunan hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) karena kegiatan perikanan di Indonesia bersifat open acces (OA) sehingga dikhawatirkan akan terjadi persaingan antar pelaku perikanan dan hal tersebut juga akan mempengaruhi permintaan harga pasar.

(12)

2

Perumusan masalah

Produksi merupakan hasil tangkapan ikan yang didapatkan setiap kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan. Upaya tangkapan merupakan usaha yang dilakukan oleh nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan dalam satu kali keberangkatan kapal sesuai dengan lamanya waktu melaut (trip) nelayan tersebut. Produksi dan upaya tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang tinggi akan mempengaruhi keseimbangan populasi di alam. Salah satu penyebab terjadinya upaya penangkapan yang tinggi yakni permintaan pasar yang tinggi sehingga akan mempengaruhi harga jual ikan cakalang. Pendapatan nelayan sekitar sangat bergantung dengan kegiatan penangkapan tersebut, sedangkan kegiatan penangkapan akan berjalan dengan baik apabila modal yang tersedia mencukupi. Dinamika stok ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang terjadi di suatu perairan laut bergantung kepada besarnya hasil tangkapan (yield) setiap tahunnya. Oleh karenanya diperlukan upaya untuk memelihara kelestarian sumber daya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) agar potensi yang dimanfaatkan tidak berlebihan melalui suatu pengelolaan yang didukung oleh informasi data hasil penangkapan dan pengukuran panjang serta bobot ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bioekonomi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan hasil tangkapan yang lestari sebagai dasar pengelolaan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang berkelanjutan.

1. Dinamika stok - MEY - MSY - OA

2. Pendapatan masyarakat

Bioekonomi Produksi

Upaya tangkapan

Permintaan tinggi

Harga ikan

(13)

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak empat kali pada bulan Desember 2014 sampai dengan Maret 2015. Pengukuran ikan dilakukan di PPN Palabuhanratu Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Berikut peta lokasi penelitian yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu

Pengumpulan Data

(14)

4

Gambar 3 Pengukuran panjang total ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Wawancara yang dilakukan dengan metode purposive sampling sebagai data pendukung untuk mengetahui kegiatan penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang di daratkan di PPN Palabuhanratu sebanyak limabelas responden dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik. Informasi yang diperoleh dalam proses wawancara antara lain:

1. Jumlah produksi hasil tangkapan per trip 2. Biaya operasi penangkapan per trip 3. Pendapatan nelayan per trip

4. Jumlah trip selama satu tahun 5. Musim penangkapan

Analisis Data Parameter pertumbuhan

Parameter pertumbuhan (K dan L) merupakan dasar dari penentuan umur yang berdasarkan ukuran panjang dan bobot pada ikan. Pendugaan parameter pertumbuhan ini menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999):

Lt=L∞[1-e-k(t-t0)] (1)

Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (k) dan L∞ dilakukan dengan menggunakan metode Ford Walford yang diturunkan dari model Von Bertalanfy untuk t sama dengan t+1, persamaannya menjadi:

Lt+1=L∞(1-e-k(t+1-t0)) (2)

Lt+1 adalah panjang ikan pada saat umur t+1 (satuan waktu), L∞ adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), k adalah koefisien pertumbuhan (persatuan waktu), dan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol. Nilai K dan Ldiperoleh dengan cara sebagai berikut:

K= -ln(b) (3)

L=

(15)

5 Nilai t0 (umur ikan pada saat panjang sama dengan nol) yang didapatkan dengan melalui persamaan Pauly (1983) in (Sparre dan Venema1999)

log (-t0) = 0,3922–0,2752 log L–1,038 log K (5) L adalah panjang asimtotik ikan (mm), K adalah koefisien pertumbuhan (mm/satuan waktu), t0 adalah umur ikan pada saat sama dengan nol, t adalah umur ikan, dan Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (mm).

Mortalitas dan laju eksploitasi

Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan: ln

= h-Zt

(6) persamaan di atas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y=b0+b1x dengan y= ln

sebagai ordinat, x = t

sebagai absis, dan Z = –b Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut:

Ln M= –0,0152-0,279 ln L+0,6543 ln K +0,463 ln T (7) M adalah mortalitas alami, L∞ adalah panjang asimtotik ikan (mm), K adalah koefisien pertumbuhan (mm/satuan waktu), t0 adalah umur ikan pada saat sama dengan nol, dan T adalah rata-rata suhu permukaan air (oC). Pauly (1980) in

Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol (schooling) ikan dikalikan dengan nilai 0,8 sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti ikan cakalang nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah:

M=0,8e(-0,0152-0,279 ln L∞ +0,6543 ln K + 0,463 ln T) (8) Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan:

F = Z–M (9)

Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984):

E =

= (10)

(16)

6

Standarisasi upaya penangkapan

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang tertangkap oleh nelayan Palabuhanratu ditangkap dengan berbagai alat tangkap, antara lain giilnet, payang, pancing ulur, pancing tonda, purse seine, dan tuna longline. Oleh karena itu perlu dilakukan standarisasi upaya penangkapan terlebih dahulu sebelum dilakukannya pendugaan MSY. Langkah-langkah standarisasi upaya penangkapan Sparre dan Venema (1999) in Prasetya (2010) adalah sebagai berikut:

1. Hasil tangkapan (C) dan upaya tangkapan (E) pada tahun ke-i terlebih dahulu, dimana i = 1, 2, 3...,n.

2. CPUE dihitung untuk masing – masing upaya.

3. Total upaya yang terbesar dari beberapa jenis upaya dipilih sebagai standar dalam menghitung FPI (Fishing Power Indeks).

4. Jika upaya terbesar adalah pancing tonda maka nilai FPI pancing tonda = 1 dan alat tangkap longline dihitung melalui:

(11)

5. Upaya standar dihitung melalui persamaan berikut:

(12)

Analisis pola musim penangkapan ikan

Analisis pola musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang berada disekitar perairan selatan Jawa digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan. Perhitungan ini menggunakan data CPUE per bulan. Data CPUE per bulan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) selanjutnya akan diurutkan per bulan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2013, kemudian perhitungan dilanjutkan dengan menghitung rata–rata (average). Berikut merupakan rumus indeks musim penangkapan (Dajan 1986).

1) Susun deret CPUE bulan Januari 2003 sampai dengan Desember 2013

ni = CPUEi (13)

dimana: i = 1,2,3,....

ni = CPUE urutan ke-i

(17)

7 3) Menyusun rata–rata bergerak CPUE terpusat (RGP)

RGPi = ∑ (15)

5) Rasio rata–rata untuk bulan ke-i (RRBi)

RRBi = ∑ (17)

dimana:

RRBi = rata–rata Rbij untuk bulan ke-i

Rbij = rasio rata–rata bulanan dalam matriks ukuran i x j i = 1, 2, 3, ...,12

j = 1, 2, 3, ...,n

6) Jumlah rasio rata–rata bulanan (JRRB)

JRRB = ∑ (18)

9) Kriteria Indeks musim Penangkapan (IMP)

IMP 50% = Musim paceklik

IMP 50% IMP 100% = Bukan musim penangkapan

IMP 100% = Musim penangkapan

Model produksi surplus

(18)

8

A. Model Schaefer (1954)

Model linear Schaefer adalah CPUEt=qK+ . MSY dan upaya optimum diperoleh dengan rumus:

MSY = –

foptimum

(21)

Regresi pertama pada model Schaefer yang dilakukan adalah :

Y = Ct (22)

X1 = ft (23)

X2 = ft2 (24)

Regresi kedua yaitu :

Y = CPUE (25)

X = ft (26)

Parameter K, q, dan r diperoleh dari hasil yang dilakukan pada regresi kedua yaitu:

K = (27)

q = slope 2 (regresi kedua) r = slope 1 (regresi kedua)

ct adalah hasil tangkapan tahun ke-t, ft adalah upaya penangkapan tahun ke-t, CPUEt adalah hasil tangkapan per satuan upaya tahun ke-t, r adalah parameter pertumbuhan alami, K adalah daya dukung lingkungan, q adalah koefisien penangkapan, MSY adalah tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield), dan Fopt adalah upaya tangkapan optimal

B. Model Fox (1970)

Persamaan model Fox adalah lnCPUEt= . MSY dan upaya optimum dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

MSY = (28)

f opt = –

(29)

Pada model ini, regresi pertama sama dengan yang dilakukan oleh model

Schaefer, begitu juga untuk memperoleh parameter K, q, dan r. Pada model ini yang membedakan adalah regresi kedua, berikut ini adalah regresi kedua pada model Fox :

Y = ln CPUEt (30)

(19)

9 C. Model Walter Hilbron (1976)

Persamaan model Water Hilbron adalah CPUEt=

.

Untuk memperoleh persamaan a, b, dan c diperoleh dengan meregresikan koefisien berikut ini :

Y =

(32)

X1 = CPUEt (33)

X2 = ft (34)

Nilai MSY dan upaya optimum diperoleh dengan rumus : MSY =

(35)

fopt = (36)

Parameter K, q, dan r untuk memperolehnya adalah dengan rumus berikut : K =

(37)

q = - c (38)

r = a (39)

D. Model Schnute (1977)

Persamaan model Schnute yaitu lnCPUEt+1 =

. (40)

Untuk memperoleh persamaan a, b, dan c diperoleh dengan meregresikan koefisien berikut :

Yi = ln

(41)

X1 = (42)

X2 = (43)

Nilai MSY dan upaya optimum diperoleh dengan rumus : MSY =

(44)

f opt = – (45)

(20)

10

K =

(46)

q = - c (47)

r = a (48)

E. Model CYP (Clarke Yoshimoto Pooley) (1992) Persamaan model CYP adalah:

lnCPUEt+1 =

. (49)

Untuk memperoleh persamaan a, b, dan c dilakukan dengan meregresikan koefisien berikut:

Y = lnCPUE t+1 (50)

X1 = lnCPUEt (51)

X1 = f + f t+1 (52)

Nilai MSY dan upaya optimum diperoleh dengan rumus :

MSY = (53)

f opt = r/q (54)

Parameter K, q, dan r untuk memperoleh digunakan rumus berikut ini:

K =

(55)

q = -

(56)

r =

(57)

Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai determinasi (R2) yang paling tinggi. Jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) agar hasil tangkapan tidak melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan sehingga tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dapat ditentukan dengan menggunakan analisis produksi surplus berdasarkan prinsip kehati-hatian sesuai dengan KepMen Pertanian No. 473 a/Kpts/IK.250/6/85.

TAC = 80% x MSY (58)

(21)

11 Analisis bioekonomi

Setelah parameter biologi diketahui maka selanjutnya dimasukkan ke dalam estimasi parameter ekonomi Gordon Schaefer (Nurhayati 2012) dalam asusmsinya produksi dan harga ikan diasumsikan tetap (tidak berubah). Biaya penangkapan yang digunakan merupakan rata-rata dari biaya operasional penangkapan yang meliputi biaya bahan bakar, oli, pangan, dan retribusi. Menurut Fauzi (2010), rata-rata biaya penangkapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

c = ∑ (50)

c adalah biaya penangkapan rata-rata (rupiah/trip), ci adalah biaya penangkapan nominal responden ke-i, dan n adalah jumlah responden. Harga ikan cakalang juga ditentukan berdasarkan harga ikan cakalang rata-rata dengan rumus (Fauzi 2010):

p = ∑ (59)

p adalah harga ikan rata-rata (rupiah per kg), pi adalah harga nominal ikan cakalang per nelayan, dan n adalah jumlah responden. Jika kedua parameter ekonomi tersebut telah diketahui, maka TR (Total Revenue), TC (Total Cost), maka keuntungan ekonomi ( diperoleh dengan persamaan (Fauzi 2010):

TR = ph (60)

TC = cE (61)

= TR – TC (62)

Berikut merupakan tabel perhitungan hasil tangkapan (h), upaya penangkapan (E), dan keuntungan (π) dari berbagai rezim pengelolaan.

Tabel 1 Analisis bioekonomi berbagai rezim pengelolaan perikanan

Variabel Rezim Pengelolaan

MEY MSY Open Access

Biomassa (x)

Hasil Tangkapan (h)

(

) ( )

Tingkat Upaya (E) ( )

Rente Sumber daya

(π) pqKE (1- phmsy - cEmsy PhOA cEOA

(22)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kondisi umum PPN Palabuhanratu

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terbagi menjadi dua bagian yakni dermaga tambat atau dermaga bongkar dengan luas 310 m2 sebagai areal tambat labuh dan pendaratan perahu seluas 3,953 m2 (Wudianto et al. 2010). Terdapat dua kolam pembongkaran untuk kapal, untuk kolam I berdekatan dengan tempat pelelangan ikan yang merupakan hasil tangkapan. Kolam II memiliki panjang 240 meter yang digunakan untuk pendaratan ikan hasil tangkapan dari kapal longline dan pancing tonda (Wudianto et al 2010).

Ikan hasil tangkapan nelayan tersebut akan langsung dilelang, namun sejak tahun 2004 kegiatan pelelangan ini terhenti dan beralih pada kegiatan KUD Mina Mandiri Sinar Laut. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan nelayan mengenai keuntungan penjualan ikan melalui mekanisme pelelangan, dan asumsi para nelayan bahwa pengelola TPI hanya wadah bagi pemerintah untuk menarik retribusi (Lubis 2012). Hasil tangkapan yang diperoleh oleh para nelayan akan dijual langsung ke bakul (tengkulak), ini terjadi dikarenakan para nelayan tidak ingin membayar retribusi.

Gambar 4 Daerah penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Kegiatan penangkapan ikan di daerah Palabuhanratu hanya memikirkan jangka pendek tanpa memikirkan jangka panjang, dimana para nelayan bersaing untuk mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah sehingga di khawatirkan akan terjadi tangkap lebih (overfishing). Daerah tangkapan ikan salah satunya adalah Teluk Palabuhanratu yang merupakan titik pengembangan usaha para penduduknya sehingga sangat diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk kemajuan ekonomi di kabupaten ini. Menurut Tyedmers P dan Hospido A (2005), ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) tersebar di perairan Atlantik, Pasifik dan Samudera Hindia. Berdasarkan (Gambar 4) kegiatan penangkapan ikan cakalang

Samudera Hindia

(23)

13 (Katsuwonus pelamis) berlangsung di perairan Samudera Hindia hingga mencapai Pulau Christmas.

Kapal dan alat tangkap

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap lima belas responden alat tangkap pancing tonda merupakan alat tangkap yang sering digunakan untuk menangkap ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Alat tangkap pancing tonda ini termasuk ke dalam jenis alat tangkap single species karena kecenderungan alat tangkap ini hanya dapat digunakan untuk menangkap ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Waktu nelayan sekali melaut adalah 9–11 hari dengan waktu memancing pada pagi hari dan sore hari, adapun hasil tangkapannya antara lain, ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebagai tangkapan utama, ikan marlin, ikan tuna, copi-copi, dan layang–layang. Harga jual ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) berkisar antara Rp 17.000–Rp 18.000 per kg tergantung pada jumlah hasil tangkapan setiap musimnya. Biaya penangkapan untuk satu kali trip berkisar antara Rp 7.000.000–Rp 7.500.000 per trip (Lampiran 1). Pada kapal penangkapan ikan dengan alat tangkap tonda memiliki empat jenis pancing yang biasa digunakan dalam proses penangkapan, antara lain pancing tonda, pancing tomba, pancing copi–copi, dan pancing layang–layang (Lampiran 11).

Keempat jenis pancing tersebut memiliki fungsi dn ukuran mata pancing yang berbeda, untuk pancing tonda dan copi–copi digunakan nomor tujuh, sedangkan untuk pancing tomba dan layang-layang digunakan ukuran mata pancing nomor dua. Pada pancing tomba memiliki panjang 150 meter dan dapat digunakan hingga kedalaman 29 meter dengan jumlah 3 mata pancing, sedangkan untuk taber (pancing tonda) memiliki jumlah mata pancing sebanyak 35 mata pancing dengan jarak mata pancing dengan mata pancing lainnya yaitu sebesar 150 cm, penggunaan taber (pancing tonda) hanya digunakan pada pagi hari pukul 05,00–05,30 hasil tangkapannya berupa ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan tongkol.

Berbeda dengan kedua pancing tersebut, untuk copi–copi dan layang–layang hanya memiliki 1 mata pancing dan dapat digunakan satu hari penuh dengan kedalaman 30–50 meter, hasil tangkapan berupa ikan layang, layur, marlin dan tuna. Namun jika nelayan mendapatkan tangkapan ikan besar maka dapat dibantu dengan alat tangkap lain berupa ganco. Alat tangkap ini sejenis tombak dengan mata pancing berukuran besar memiliki panjang 25 meter. Proses penangkapan ikan, biasanya nelayan membawa 5 gulungan untuk taber (pancing tonda), 6 gulungan pancing tomba, 4 gulungan copi–copi, dan 1 gulungan untuk layang– layang. Daerah tangkapan yang sering di kunjungi berada di sekitar L 8-9 dan B 105–106 yakni daerah perairan Sibolga, Pulau Sumatra bahkan hingga mencapai Pulau Christmas.

Komposisi hasil tangkapan

(24)

14

tiga besar hasil tangkapan utama yang di daratkan di PPN Palabuhanratu sebesar 276,107 ton, selain ikan tuna dan tongkol. Ikan pelagis lebih dominan tertangkap jika dibandingkan dengan ikan demersal dengan persentase ikan tuna sebesar 67% dan ikan cakalang sebesar 15% (Gambar 5).

Gambar 5 Persentase hasil tangkapan ikan dominan, Sumber:Statistik PPN Palabuhanratu 2014

Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat persentase ikan tuna jauh lebih tinggi setiap tahunnya dan selalu mendominasi hasil tangkapan. Hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan hasil tangkapan dominan kedua setelah ikan tuna. Pada tahun 2007 hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) mencapai 34% dan untuk tahun–tahun berikutnya mengalami fluktuasi, serta pada tahun 2013 persentase hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) hanya sebesar 9%. Berikut informasi hasil tangkapan dominan yang tahun 2006 sampai dengan 2013 disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Hasil tangkapan dominan tahun 2006-2013, Sumber:Statistika PPN Palabuhanratu 2014

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(25)

15 Berdasarkan grafik hasil tangkapan ikan dominan tahun 2006 sampai dengan 2013 ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dapat ditangkap sepanjang tahun selain ikan tuna, tongkol, layur dan eteman dengan jumlah hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang berfluktuasi. Penurunan hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) terjadi pada tahun 2008 sampai dengan 2010, dan mengalami peningkatan hasil tangkapan pada tahun 2011 sampai dengan 2012, namun menurun lagi pada tahun 2013.

Hasil dan Upaya tangkapan ikan cakalang

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan salah satu ikan yang ditangkap dengan alat tangkap payang, gill net, pancing tonda dan tuna longline. Berikut informasi hasil dan upaya tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil dan upaya tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Tahun

Alat Tangkap

Payang Gill net Pancing Tonda Longline

Hasil

Hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan alat tangkap tuna longline mengalami peningkatan pada tahun 2011 sampai dengan 2012, dan menurun pada tahun 2013 dengan jumlah upaya tangkapan (trip) yang jauh lebih sedikit dan meningkat setiap tahunnya (Lampiran 8). Alat tangkap gill net dan payang mengalami penurunan hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) setiap tahunnya. Hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) mengalami peningkatan dengan menggunakan alat tangkap pancing tonda (Lampiran 6), pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 dan mengalami penurunan pada tahun 2013.

(26)

16

Catch per unit effort (CPUE)

Nilai catch per unit effort (CPUE) menggambarkan tingkat produktivitas dari upaya penangkapan, dengan kata lain jika nilai catch per unit effort (CPUE) tinggi maka tingkat efisiensi pengerahan upaya penangkapan berjalan dengan baik. Berikut informasi mengenai CPUE (catch per unit effort) dari alat tangkap pancing tonda disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Grafik CPUE (catch per unit effort) dengan alat tangkap pancing tonda, Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu 2014

Berdasarkan hasil perhitungan FPI sebesar satu maka dapat dikatakan alat tangkap pancing tonda memenuhi standar penangkapan dengan upaya tangkap yang sedikit menghasilkan hasil tangkapan melimpah jika dibandingkan dengan payang (Lampiran 7). Penggunaan alat tangkap pancing tonda mendapatkan hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang cenderung menurun pada tahun 2006 sampai dengan 2010.

Hubungan catch per unit effort dan effort

Catch per unit effort (CPUE) digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi yang berguna untuk mengetahui kelimpahan dan tingkat pemanfaatan berdasarkan pembagian antara data total tangkapan (catch) dengan upaya tangkapan (effort). Informasi CPUE dengan effort dapat dilihat pada Gambar 8 di bawah ini.

Gambar 8 Kurva hubungan CPUE (catch per unit effort) dengan effort, Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu 2014

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(27)

17 Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai koefisien determinasi sebesar 78,40%, intercept sebesar 3,797 dan slope sebesar -0,003 dari persamaan y = -0,003+3,797 yang berarti setiap peningkatan upaya tangkapan (effort) dapat menurunkan produkstivitas hasil tangkapan (CPUE). Jika suatu alat tangkap memiliki upaya tangkapan lebih besar maka CPUE yang dihasilkan akan lebih kecil, karena dipengaruhi oleh hasil tangkapan yang didapatkan. Utami et al. (2012) menyatakan bahwa rumus–rumus produksi surplus hanya akan berlaku apabila nilai parameter b (slope) bernilai negatif yang berarti setiap penambahan upaya penangkapan akan menyebabkan penurunan nilai CPUE (Lampiran 8). Indeks musim penangkapan (IMP)

Musim penangkapan ikan ditandai dengan kondisi alam yang stabil dan hasil tangkapan yang melimpah. Kondisi alam yang demikian akan sangat mempengaruhi kegiatan penangkapan yang juga akan mempengaruhi hasil tangkapan nelayan. Nilai indeks musim penangkapan (IMP) dapat digunakan dalam penentuan waktu yang tepat dan efektif dalam melakukan operasi penangkapan ikan, analisis indeks musim penangkapan dengan menggunakan data CPUE (catch per unit effort) bulanan. Musim penangkapan akan berbeda–beda setiap perairan bergantung pada kondisi lingkungannya. Pada (Gambar 9) dapat dilihat ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dapat ditangkap setiap bulan dan tahunnya dengan jumlah hasil tangkapan yang berfluktuasi. Berikut informasi mengenai indeks musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di PPN Palabuhanratu yang disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Indeks musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu 2014

Berdasarkan data hasil perhitungan, puncak musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di Palabuhanratu yakni terjadi pada bulan April dengan nilai persentase lebih dari 100%. Musim peralihan penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yakni terjadi pada bulan September sampai dengan bulan Maret. Puncak musim penangkapan ditandai dengan kondisi alam

0

Juli Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Maret April Mei Juni

(28)

18

yang cerah, laut yang tenang, dan perolehan hasil tangkapan yang melimpah, dan yang terpenting ketersediaan makanan ikan yang melimpah. Hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) pada bulan Agustus, Februari, dan maret dibawah rata-rata, sedangkan puncak penangkapan pada bulan April. Pada bulan itu ikan yang tertangkap diatas rata-rata tangkapan.

Hubungan panjang dan bobot

Pola pertumbuhan suatu organisme dapat diketahui melalui analisis hubungan panjang dan bobot. Berikut ini informasi mengenai hubungan panjang dan bobot yang disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Kurva hubungan panjang dan bobot ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang dan bobot ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) diperoleh persamaan W= 0,00006L2,769 dengan koefisien determinasi sebesar 93,70% (Gambar 10). Selanjutnya dilakukan uji t, dan didapatkan pola pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) bersifat allometrik negatif.yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan panjang lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan bobot.

Identifikasi kelompok umur

Pendugaan parameter pertumbuhan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan analisis data sejumlah frekuensi panjang dan bobot. Tingkat pertumbuhan ikan sangat bervariasi karena hal tersebut dipengaruhi berbagai faktor, baik faktor luar maupun dalam. Analisis kelompok umur dilakukan untuk mengetahui frekuensi panjang total ikan. Berdasarkan hasil analisis kelompok umur diketahui telah terjadi pergeseran modus ke arah kanan. Pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) terjadi sangat pesat pada bulan Januari sampai dengan Maret. Berikut informasi mengenai identifikasi kelompok umur ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang disajikan pada Gambar 11.

(29)

19

Gambar 11 Kelompok umur ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Parameter pertumbuhan

Nilai k (koefisien pertumbuhan) dan L (panjang asimtotik) didapatkan dengan menggunakan Metode Ford Walford diperoleh nilai k sebesar 0,23 per tahun, nilai L sebesar 841,53 mm, dan nilai t0 sebesar -0,28. Semakin besar nilai k maka semakin cepat ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) mencapai L, jika nilai k semakin kecil maka pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dapat dikatakan lambat. Sebaran frekuensi panjang pada setiap waktu pengambilan contoh yang dilakukan selama empat bulan di PPN Palabuhanratu diperoleh dari metode Ford Walford dengan jumlah contoh ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebanyak 341 individu. Panjang maksimum ikan cakalang yang tertangkap sebesar 710 mm, sedangkan untuk panjang minimum sebesar 220 mm. Berikut ini informasi mengenai parameter pertumbuhan yang disajikan pada Tabel 3.

247 302 357 412 467 522 577 632 687

F

247 302 357 412 467 522 577 632 687

F

247 302 357 412 467 522 577 632 687

F

247 302 357 412 467 522 577 632 687

(30)

20

Tabel 3 Parameter pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

Parameter Nilai

L∞ (mm) 841,53

k (tahun) 0,23

t0 (bulan) -0,28

Mortalitas dan laju eksploitasi

Pendugaan mortalitas meliputi laju mortalitas total (Z), laju mortalias alami (M), dan laju mortalitas penangkapan (F) yang diperoleh berdasarkan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang (Lampiran 5). Mortalitas alami dapat terjadi karena predasi, penyakit, dan umur. Informasi mengenai laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan cakalang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Mortalitas dan laju ekploitasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

Mortalitas Nilai (per tahun)

Penangkapan (F) 0,39

Alami (M) 0,22

Total (Z) 0,61

Eksploitasi (E) 0,63

Laju mortalitas penangkapan (F) ikan cakalang yaitu sebesar 0,39 per tahun, laju mortalitas alami (M) yaitu sebesar 0,22 per tahun dan laju mortalitas total (Z) sebesar 0,61 per tahun. Mortalitas penangkapan lebih besar jika dibandingkan dengan mortalitas alami, hal tersebut dapat terjadi karena kegiatan penangkapan yang jauh lebih tinggi sehingga mempengaruhi keberadaan ikan di laut, khususnya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan nilai persentase laju ekploitasi sebesar 63,57% (Lampiran 5).

Pemilihan model produksi surplus

Pada penelitian ini analisis parameter biologi dengan menggunakan lima model, antara lain model Fox, Schaefer, Schnute, Walter Hilborn, dan Clark Yoshimoto Pooley. Parameter–parameter dari kelima model produksi surplus tersebut meliputi nilai r (laju pertumbuhan alami), q (kemampuan penangkapan), dan K (daya dukung lingkungan). Berikut ini informasi mengenai parameter biologi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Pemilihan model produksi surplus ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

Model r Parameter biologi

(ton per tahun)

Schaefer 0,0005 0,0000004 7885404 78,42

Fox 0,3005 0,0003 12608 84,55

CYP 4,1536 0,0068 189 54,72

Walter Hilbron 3,9862 0,0019 2997 49,73

(31)

21 Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) paling besar adalah model Fox

jika dibandingkan dengan keempat model lainnya yaitu sebesar 84,55%. Sehingga dapat dilakukan analisis bioekonomi dengan menggunakan model Fox. Analisis bioekonomi

Analisis bioekonomi dilakukan guna membantu dalam melakukan penentuan pengelolaan sumber daya perikanan yang tepat. Berikut ini kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan dengan menggunakan model Fox

disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Hubungan produksi dengan upaya penangkapan

Berdasarkan kurva hubungan produksi dengan upaya penangkapan (Gambar 11) dapat dilihat pada tahun 2011 sampai dengan 2012 telah terjadi overfishing, berbeda dengan tahun 2013 sumber daya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) seakan mengalami underfishing. Padahal, kondisi ini diduga masih overfishing

akibat pengaruh tahun-tahun sebelumnta. Berikut informasi parameter ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Parameter ekonomi sumber daya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

Parameter ekonomi Nilai (rupiah)

Biaya operasional per trip 7560000

Harga jual ikan cakalang per kg 18000

(32)

22

Tabel 7 Hasil analisis bioekonomi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan model Fox

Gambar 13 Kurva bioekonomi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di PPN Palabuhanratu

Perhitungan yang dilakukan dengan beberapa parameter MSY, MEY, OA, dan aktual maka didapatkan hasil pada (Tabel 7). Upaya tangkapan EMEY lebih rendah jika dibandingkan dengan upaya tangkapan EMEY dan OA. Berdasarkan hasil analisis bioekonomi upaya tangkapan terendah terjadi pada saat kondisi MEY (titik B) sebesar 270 trip per tahun dengan hasil keuntungan (TR) yang jauh lebih tinggi sebesar Rp 12,556 milyar per tahun jika dibandingkan pada kondisi MSY (titik C) dengan upaya sebesar 317 trip per tahun dan keuntungan sebesar Rp 12,379. Pada kondisi OA (titik D) diharapkan nelayan tidak melakukan kegiatan penangkapan karena pada kondisi ini akan terjadinya persaingan sehingga keuntungan yang didapatkan bernilai nol (TC=TR), dimana penerimaan total sama dengan biaya total yang dikeluarkan (Gambar 13).

Pembahasan

Perikanan merupakan kegiatan usaha yang menjadi salah satu penyumbang devisa negara terbesar. PPN Palabuhanratu salah satu tempat dimana kegiatan perikanan ini berjalan, sebagian masyarakatnya bekerja sebagai nelayan dengan penghasilan berbeda–beda. Ikan tuna, tongkol dan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan tiga besar tangkapan utama di PPN Palabuhanratu. Penggunaan alat tangkap dan upaya tangkapan akan sangat menentukan hasil tangkapan yang didapatkan. Alat tangkap yang sering digunakan untuk menangkap ketiga jenis ikan tersebut adalah gill net, payang, pancing tonda, dan

0

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

P

Keuntungan (milyar/tahun) 12556019298 12379965060 0 7559014532

(33)

23 tuna longline. Hasil tangkapan terbesar dengan sedikit upaya tangkapan dihasilkan oleh alat tangkap tuna longline, namun ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) pada alat tangkap ini bukan tangkapan utama melainkan by catch.

Pancing tonda pertama kali digunakan oleh nelayan PPN Palabuhanratu pada tahun 2004 hingga sekarang dengan tangkapan utamanya adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), sedangkan penggunaan alat tangkap tuna longline baru lima tahun terakhir yaitu sejak tahun 2008 (PPNP 2014). Penggunaan pancing tonda lebih sering digunakan dengan berbagai pertimbangan, salah satunya biaya operasional lebih murah jika dibandingkan dengan tuna longline, penggunaan pancing tonda lebih mudah dan menghemat waktu (Fadhillah 2010). Hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) tidak menentu (fluktuasi) setiap tripnya berdasarkan alat tangkap, kondisi demikian bisa terjadi kapan saja karena perikanan bersifat open access (Octoriani 2014). Kegiatan perikanan yang open access sangat menentukan perekonomian masyarakat Palabuhanratu, khususnya mereka yang bekerja sebagai nelayan. Menurunnya jumlah hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) setiap tahunnya menunjukan bahwa pada tahun–tahun sebelumnya telah terjadi

overfishing (tangkap lebih) (Lampiran 8).

Penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di Palabuhanratu dapat dilakukan sepanjang tahun dengan jumlah trip yang bervariasi berdasarkan alat tangkapnya. Nelayan Luwu Teluk Bone membedakan musim penangkapan ikan cakalang ke dalam tiga kategori yaitu (1) musim puncak, biasanya terjadi pada bulan Juli–Oktober, (2) musim paceklik, biasanya terjadi pada bulan Desember, dan (3) musim biasa biasanya berlangsung pada bulan Januari–Juni (Mallawa 2012). Puncak musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di daerah Palabuhanratu, terjadi pada bulan April (Gambar 9). Puncak musim penangkapan di Palabuhanratu tersebut sama dengan yang terjadi di daerah Tanzania tepatnya di perairan Pasifik yang terjadi pada bulan April (Fonteneau A dan Hallier JP 2015). Kesamaan dan perbedaan terjadinya musim penangkapan disebabkan karena beberapa faktor di antara nya faktor biologis dan ekologis dari masing–masing perairan dimana ikan tersebut hidup (Manik 2007).

Tabel 8 Perbandingan parameter pertumbuhan ikan cakalang

Peneliti Lokasi Parameter Pertumbuhan Pola

Pertumbuhan

L∞ k

Mayangsoka

(2010) Samudera Hindia Barat 519,15 0,41 Isometrik

Fadhillah (2010) Teluk Palabuhanratu 662,03 0,17

Allometrik positif

Hermawati (2015) Teluk Palabuhanratu 841,5 0,23

Allometrik negatif

(34)

24

sedang faktor eksternal meliputi kualitas perairan dan ketersediaan makanan. Perubahan lingkungan yang terjadi secara periodik akan mempengaruhi kondisi dari ikan tersebut (Handayani 2006). Menurut Manik (2007), keadaan lingkungan yang berubah dan kondisi ikan berubah maka hubungan panjang-berat akan sedikit menyimpang dari hukum kubik (b≠3).

Pola pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) pada penelitian ini bersifat allometrik negatif (Tabel 8). Hasil tersebut berbeda dengan yang didapatkan oleh Fadhilah (2010), dimana pola pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) bersifat allometrik positif. Perbedaan pola pertumbuhan dalam satu lokasi dapat terjadi karena perubahan lingkungan perairan dan jumlah contoh yang diamati (Oktaviyani 2013), selain itu juga disebabkan karena waktu penangkapan dan alat tangkap yang digunakan (Ricker 1973 in Kalayci et al. 2007). Jumlah hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) akan memberikan pengaruh terhadap sifat pertumbuhan baik allometrik maupun isometrik (Campos RO dan Andrade HA 2002).

Penggunaan model produksi surplus dalam bioekonomi yaitu untuk menentukan tingkat upaya penangkapan yang optimum dan tangkapan maksimum lestari (Lampiran 10). Pendugaan MSY dalam model produksi surplus bertujuan untuk pengelolaan perikanan untuk pembangunan perikanan yang diarahkan sedemikian rupa untuk mencapai nilai MSY (Fauzi 2010). Pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 hasil tangkapan dan upaya tangkapan telah melebihi upaya optimum sehingga dapat diindikasikan bahwa ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) telah mengalami tangkap lebih (overfishing).

Penyebab terjadinya tangkap lebih (overfishing) selain karena faktor biologi juga karena faktor permintaan pasar yang mempengaruhi harga jual ikan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fauzi (2010), tingginya harga dapat menyebabkan terjadi overfishing karena memberikan kesempatan kepada nelayan untuk memburu jenis ikan tersebut sehingga kegiatan penangkapan dan penggunaan alat tangkap akan memperparah terjadinya overfishing, serta akan mengakibatkan tahun–tahun berikutnya menjadi underfishing bahkan collapse. Upaya penangkapan terus ditingkatkan guna mendapatkan hasil yang melimpah. Salah satunya dengan memperbaiki teknologi penangkapan yakni pancing tonda dengan menggunakan rumpon atau memburu gerombolan ikan. Tingginya aktivitas penangkapan akan berpengaruh terhadap ketersediaan sumber daya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).

Perkembangan hasil tangkapan ikan cakalang pada tahun 2006 sampai dengan 2013 mengalami fluktuasi, tahun 2006 hasil tangkapan sebesar 843 ton per tahun, tahun 2007 sebesar 735 ton per tahun, sedangkan hasil tangkapan tahun 2008 menurun hingga sebesar 272 ton per tahun. Meningkat kembali pada tahun 2009 sampai dengan 2011 hingga mencapai 864 ton per tahun, tahun 2012 sebesar 1193 ton per tahun, namun tahun 2013 mengalami penurunan kembali hingga sebesar 524 ton per tahun. Berdasarkan data hasil tangkapan pada tahun-tahun sebelumnya overfishing yang terjadi dari tahun 2009 sampai dengan 2012 mengakibatkan tahun 2013 sumber daya ikan cakalang mengalami penurunan hasil tangkapan dan bergerak pada kondisi collapse (Gambar 12).

(35)

25 bioekonomi (Gambar 13) ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di Palabuhanratu menghasilkan nilai produksi pada kondisi MEY sebesar 810 ton per tahun dengan upaya tangkapan sebesar 270 trip per tahun (Tabel 7). Nilai MEY tersebut lebih kecil dibandingkan dengan nilai produksi pada kondisi MSY sebesar 821 ton per tahun dengan upaya tangkapan sebesar 317 trip per tahun, dan tangkapan yang diperbolehkan sebesar (TAC) sebesar 656 ton per tahun. Tangkapan aktual (tahun 2013) sebesar 524 ton per tahun dengan upaya sebesar 250 trip per tahun, sehingga perlu diupayakan untuk mencapai kondisi MSY karena potensi hasil tangkapan secara MSY masih berlangsung dengan baik, dan perlu adanya kehati-hatian dalam melakukan tangkapan karena ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di PPN Palabuhanratu memiliki pertumbuhan yang lambat dengan eksploitasi tinggi.

SIMPULAN

Simpulan

Hasil tangkapan lestari (MSY) ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di PPN Palabuhanratu sebesar 821 ton per tahun dengan upaya tangkapan sebesar 317 trip per tahun dan rente ekonomi sebesar 12 milyar rupiah. Tingkat rente ekonomi optimal terjadi pada kondisi MEY (Maximum economic yield) dengan produksi sebesar 810 ton per tahun dan upaya 270 trip per tahun, serta jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) sebesar 656 ton per tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Campos RO & Andrade HA. 2002. Allometry coefficient variations of the length– weight relationship of skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) caught in the south west South Atlantic. Elsevier. 55:307–312

Dajan A. 1986. Pengantar Metode Statistik Jilid I. LP3ES. Jakarta

Fadhillah LN. 2010. Pendugaan Pertumbuhan dan Mortalitas Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) Yang Didaratkan Di PPN Palabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Fauzi A. 2010. Ekonomi Perikanan (Teori, Kebijakan dan Pengelolaan). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Fonteneau A & Hallier JP. 2015. Tuna aggregation and movement from tagging data: A tuna “hub” in the Indian Ocean. Elsevier. 1s05: 34-43

Handayani T. 2006. Aspek biologi ikan lais di Danau Lais. Journal of Tropical Fisheries. 1: 12-23.

(36)

26

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 45. 2011. Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Replublik Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Jakarta.

Lubis RH. 2012. Bahan Kebutuhan Melaut Perikanan Pancing Rumpon Di PPN Palabuhanratu Sukabumi. [skripsi]. Bogor. (ID). Institut Pertanian Bogor. Mallawa A. 2012. Aspek Perikanan Dan Prediksi Tangkapan Per unit Upaya Ikan

Cakalang (Katsuwonus pelamis) Di Perairan Luwu Teluk Bone Sulawesi Selatan. [skripsi]. Makasar. (ID). Universitas Hasanudin.

Manik N. 2007. Beberapa Aspek Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Di Perairan Sekitar Pulau Seram Selatan Dan Pulau Nusa Laut. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 33: 17-25

Mayangsoka ZA. 2010. Aspek Biologi dan Analisis Ketidakpastian Perikanan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang Didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Nurhayati A. 2012. Analisis Potensi Lestari Perikanan Tangkap Di Kawasan Pangandaran. Jurnal Akuatik. 2:195-209

Octoriani W. 2014. Potensi Dan Laju Eksploitasi Sumber Daya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) Di Selat Sunda Yang Didaratkan Di PPP Labuan, Banten. [skripsi]. Bogor. (ID). Institut Pertanian Bogor.

Oktaviyani S. 2013. Kajian Stok Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch 1791) Di Perairan Teluk Banten Yang Didaratkan D PPN Karangantu, Banten. [skripsi]. Bogor. (ID). Institut Pertanian Bogor.

PPN Palabuhanratu. 2014. Data Statistik PPN Palabuhanratu 2014. Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

________________. 2015. Data Statistik PPN Palabuhanratu 2015. Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Prasetya R. 2010. Potensi Dan Laju Eksploitasi Sumberdaya Ikan Kerapu Di Perairan Teluk Lasongko, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. [tesis]. Bogor. (ID). Institut Pertanian Bogor.

Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku I: manual. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, penerjemah. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Terjemahan dari: Introduction to Tropical Fish Stock Assessment, Part I : Manual.

Tyedmers PH & Hospido A. 2005. Life cycle environmental impacts of Spanish tuna fisheries. Elsevier. 76: 174–186

Utami DP, Gumilar I, & Sriati. 2012. Analisis Bioekonomi Penangkapan Ikan Layur (Trichirus sp.) Di Perairan Parigi Kabupaten Ciamis. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3: 137–144.

(37)
(38)
(39)
(40)

30

Lampiran 2 Sebaran frekuensi panjang ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

SK BK Xi Fi

1 2 3 4

220-274 219,5-274,5 247 0 0 0 5

275-329 274,5-329,5 302 18 4 3 12

330-384 329,5-384,5 357 45 23 6 20

385-439 384,5-439,5 412 8 43 22 2

440-494 439,5-494,5 467 6 4 8 26

495-549 494,5-549,5 522 5 7 5 14

550-604 549,5-604,5 577 6 4 5 7

605-659 604,5-659,5 632 6 1 1 9

(41)

31 Lampiran 3 Pendugaan pertumbuhan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

T Lt L(t+deltaT)

1 348,25 390,53

2 390,53 559,47

3 559,47 603

4 603

a 174,8107

b 0,7922

Linv 841,5388

k 0,2328

min log (t0) -0,5402 0,2883

(42)

32

Lampiran 4 Indeks separasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Waktu pengambilan Indeks separasi

25-Des-14 N.A

3,14

27-Jan-15 N.A

2,993

24-Feb-15 N.A

3,451

28-Mar-15 N.A

(43)

33 Lampiran 5 Laju mortalitas dan eksploitasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

SKB SKA Xi C

(L1,L2) t (L1) ∆t

t(L1/L2)/2 Ln((C(L1,L2)/∆t)

(x) (y)

220 274 247 5 1,0131 0,3903 1,2039 2,5502

275 329 302 37 1,4111 0,4302 1,6208 4,4545

330 384 357 94 1,8496 0,4791 2,0825 5,2791

385 439 412 75 2,3381 0,5406 2,5999 4,9325

440 494 467 44 2,8894 0,6203 3,1884 4,2618

495 549 522 31 3,5221 0,7275 3,8704 3,7521

550 604 577 22 4,2643 0,8797 4,6816 3,2192

605 659 632 17 5,1621 1,1129 5,6826 2,7262

660 714 687 16 6,2987 1,5162 6,9902 2,3564

a 6,3450

b -0,6148

M 0,2240

F 0,3908

E 0,6357

(44)

34

Lampiran 6 Proporsi hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Gill net

Tahun Catch (ton) Total Hasil Tangkapan (ton)

Effort

(trip) Proporsi Effort

2006 368,837 969,415 1100 0,3805 419

2007 264,202 572,74 1817 0,4613 838

2011 116,204 161,673 171 0,7188 123

2012 10,721 41,032 144 0,2613 38

2013 9,495 20,543 100 0,4622 46

Payang

Tahun Catch (ton) Total Hasil Tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort

2006 274,621 1687,489 8052 0,1627 1310

2007 339,121 1451,12 10847 0,2337 2535

2011 40,974 838,85 2533 0,0488 124

2012 6,684 491,354 1380 0,0136 19

2013 13,079 258,605 2626 0,0506 133

Pancing Tonda

Tahun Catch (ton) Total Hasil Tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort

2006 200,41 309,329 264 0,6479 171

2007 132,534 284,068 371 0,4666 173

2012 220,788 875,071 2027 0,2523 511

2013 187,123 904,792 2066 0,2068 427

Tuna Longline

Tahun Catch (ton) Total Hasil Tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort

2010 9,232 5069,784 213 0,0018 0

2011 314,924 4000,474 634 0,0787 50

2012 955,009 5604,597 576 0,1704 98

(45)

35 Lampiran 7 Fishing Power Index (FPI)

Setelah dilakukan proporsi dan standarisasi alat tangkap dan didapatkan pancing tonda yang memenuhi standar penangkapan.

alat tangkap C (ton) E (trip) CPUE FPI

Giilnet 1947,805 8751 0,2226 1,2976

Payang 3434,368 54731 0,0627 0,3658

pancing tonda 1797,045 10476 0,1715 1,00

(46)

36

Lampiran 8 Hasil dan upaya tangkapan tahun 2006-2013

TAHUN C E CPUE

2006 843,868 471 1,7923

2007 735,857 863 0,8525

2011 864,545 388 2,2302

2012 1193,202 322 3,7069

(47)

37 Lampiran 9 Tabel nilai MSY dan fmsy menggunakan model Fox

Nilai Model Fox

A 1,9510

B -0,0032

R2 0,8456

Upaya Optimum (fMSY) (unit) 317

Maximum Sustainable Yield (MSY) (ton/tahun) 821,0016

Potensi Lestari (PL) (ton/tahun) 591,1211

(48)

38

(49)

39 Lampiran 11 Alat tangkap pancing tonda

Copi-copi Layang-layang

Pancing tonda Pancing tomba

(50)

40

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 September 1993 dari pasangan Bapak Suherman (Alm) dan Ibu Nunung sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan formal pernah dijalani penulis berawal dari MI-Al Hidayah Depok (1999-2005), MTsN Parung (2005-2008), MAN 1 Bogor (2008-2011). Pada tahun 2011 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan dengan jurusan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah
Gambar 2 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu
Gambar 3 Pengukuran panjang total ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis)
Gambar 4 Daerah penangkapan ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis)
+7

Referensi

Dokumen terkait