• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Tata Kerja Bagian Kupas-Periksa pada Proses Pengolahan Ubi Jalar di PT Galih Estetika Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Tata Kerja Bagian Kupas-Periksa pada Proses Pengolahan Ubi Jalar di PT Galih Estetika Indonesia."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN TATA KERJA BAGIAN KUPAS-PERIKSA

DALAM PROSES PENGOLAHAN UBI JALAR DI

PT GALIH ESTETIKA INDONESIA

NORISA ADHI TINA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

NORISA ADHI TINA. Perancangan Tata Kerja Bagian Kupas-Periksa pada Proses Pengolahan Ubi Jalar di PT Galih Estetika Indonesia. Dibimbing oleh SAM HERODIAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat beban kerja pada tingkat usia pekerja yang berbeda, mengetahui pengaruh penggunaan alat/sarana kerja pengupasan ubi jalar terhadap kelelahan kerja serta memberikan rekomendasi tata kerja yang optimal berkaitan dengan penggunaan alat/sarana kerja serta penjadwalan kerja proses pengolahan ubi jalar melalui pendekatan ergonomi. Subjek penelitian berjumlah 12 orang pada golongan usia tua, usia menengah dan usia muda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai konsumsi energi saat melakukan kerja terbesar pada subjek golongan usia tua. Sehingga shift kerja pagi lebih baik dikerjakan oleh usia tua dibantu usia menengah dan usia muda, sedangkan shift sore dan malam sebaiknya dikerjakan oleh usia menengah dan usia muda. Produktivitas tertinggi dicapai oleh subjek golongan usia menengah yang konstan pada setiap shift kerja. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa beban kerja subjek berada pada kategori beban kerja sedang, namun sarana kerja subjek berada pada kategori sangat tidak nyaman untuk penggunaan sarana/alat kerja yang telah ada sehingga diperlukan perbaikan sesuai dengan dimensi antropometri pekerja.

Kata kunci : beban kerja, pengolahan ubi jalar, perancangan tata kerja, sarana/alat kerja

ABSTRACT

NORISA ADHI TINA. Work System Design of Sweet Potato Peeling-Checking Process in PT Galih Estetika Indonesia. Supervised by SAM HERODIAN.

The objective of the research were to examine the workload for several age levels of workers, to observe the tools and equipments utilization effect to fatigue, and also to recommend an optimal work system that related with tools/equipment utilization and work scheduling through ergonomic approach of sweet potato processing. The subjects employed in this research were 12 employees that divided based on age level into young, middle, and old age. The results of this research showed that the highest energy consumption when doing a work is on subject in old age group. Therefore, the morning shift is preferable to be taken by the old age workers with assistance from young and middle age workers, whereas afternoon and night shift were preferable for middle and young age. The highest productivity was coming from the middle age group that was constant in every work shift. The questionnaire results indicated that the workload of subjects on medium workload category, but in case of working equipment, subjects were situated in very uncomfortable category for using working tools and equipment, so the repairments based on anthropometric dimensions are required in order to fit the workers to the task.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

PERANCANGAN TATA KERJA BAGIAN KUPAS-PERIKSA

DALAM PROSES PENGOLAHAN UBI JALAR DI

PT GALIH ESTETIKA INDONESIA

NORISA ADHI TINA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga penelitian dengan judul Perancangan Tata Kerja Bagian Kupas-Periksa pada Proses Pengolahan Ubi Jalar di PT Galih Estetika Indonesia dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang telah direncanakan. Dengan selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Wiwik Utami, perempuan hebat yang mampu mengantarkan kedua putrinya hingga menjadi sarjana, yang selalu memberikan doa, semangat dan kasih sayang yang berlimpah sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kakak perempuan Ariska Duti Lina yang selalu memberi dukungan dan doa terbaik. 2. Dr Ir Sam Herodian, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan ilmu yang bermanfaat, saran yang membangun, pendampingan selama proses penyelesaian skripsi ini.

3. Dr Ir I Wayan Astika, M Si dan Dr Lenny Saulia, STP, M Si selaku dosen penguji yang telah memberikan ilmu serta saran yang membangun bagi penulis.

4. Pihak PT Galih Estetika Indonesia yang telah memberikan kesempatan penulis untuk dapat melaksanakan penelitian, serta seluruh subjek penelitian yang telah membantu lancarnya proses penelitian. Keluarga Bapak Edi Akhmad yang telah membantu penulis dalam penyediaan tempat tinggal selama proses penelitian.

5. Beasiswa Bidikmisi sebagai pemberi dana pendidikan untuk penulis selama proses perkuliahan.

6. Rekan-rekan TMB angkatan 48 (Regenboog) yang selalu membanggakan, penuh semangat serta memberikan banyak cerita kebersamaan selama 3 tahun menuntut ilmu bersama. Partner dan sahabat hebat yang selalu memberikan dukungan, nasehat, dan saran untuk penulis Taufik Nugraha, Rosari Prabawati, Abi Rafdi Aziz, Anggun Puspita Anggoro, Riendy Puspitasari dan lainnya.

7. Teman-teman Wisma Fauziah yang menjadi pengganti peran keluarga dirumah, penyemangat serta menjadi keluarga baru di tanah rantau.

8. Teman-teman Sarjana Pendamping Demfarm Optimasi IPB 3S Karawang yang telah memberikan semangat untuk penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODOLOGI 2

Waktu dan Tempat 2

Peralatan dan Subjek Penelitian 2

Tahapan Penelitian 3

Tahapan Pendahuluan 4

Tahapan Pengambilan Data 5

Tahapan Pengolahan Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Kegiatan Kupas-Periksa Ubi Pasta 9

Beban Kerja Proses Pengolahan Ubi Jalar 11

Kalibrasi Metode Step test 11

Beban Kerja Kuantitatif 16

Kelelahan Kerja 24

Analisis Perancangan Sarana Kerja 26

Beban Kerja Kualitatif 34

Rekomendasi Perancangan Tata Kerja 36

SIMPULAN DAN SARAN 38

Simpulan 38

Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 41

(10)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik subjek penelitian 3

2 Konversi BME ekuivalem VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh 5

3 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR 6

4 Macam persentil dan cara perhitungannya 8

5 Kegiatan kerja pada bagian kupas-periksa 10

6 Nilai perhitungan BME subjek penelitian 12

7 Nilai IRHRst pada setiap frekuensi langkah step test 14

8 Nilai IRHRst dan WECst 15

9 Persamaan linear dan koefisien korelasi antara WECst dengan IRHRst 15 10 Hasil perhitungan TEC dan produktifitas kerja pengolahan ubi jalar 20

11 Kategori beban kerja 23

12 Data antropometri posisi duduk 28

13 Hasil pengolahan data antropometri subjek 28

14 Kategori beban kerja kuesioner 35

15 Kategori sarana/alat kerja kuesioner 35

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir tahap penelitian 4

2 Grafik denyut jantung step test Subjek 2 13

3 Grafik denyut jantung step test Subjek 4 13

4 Grafik hubungan WECst dengan IRHRst pada Subjek 2 16 5 Grafik hubungan WECst dengan IRHRst pada Subjek 4 16

6 Grafik rata-rata HR shift pagi 17

7 Grafik rata-rata HR shift sore 18

8 Grafik rata-rata HR shift malam 18

9 Grafik denyut jantung subjek 4 pada shift pagi selama melakukan kerja 21 10 Grafik denyut jantung subjek 11 pada shift sore selama melakukan kerja 21 11 Grafik denyut jantung subjek 7 pada shift malam selama melakukan

kerja 22

12 Grafik persentase kelelahan usia 3 25

13 Grafik persentase kelelahan usia 2 25

14 Grafik persentase kelelahan usia 1 25

15 Data antropometri posisi duduk 26

16 Posisi sarana kerja yang telah ada 27

17 Dimensi sandaran punggung dan kemiringan sadaran punggung 30

18 Bentuk fisik kursi kerja beserta dimensinya 31

19 Posisi pekerja saat meraih ubi dari dalam loyang 32 20 Sudut bentukan tempat duduk dan sandaran duduk 32

21 Tata letak sarana kerja yang ada 33

22 Tata letak sarana kerja rekomendasi 33

23 Posisi kerja pengolahan ubi 34

24 Pisau kerja pengolahan ubi jalar 37

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisionerpenelitian 41

2 Lembar Checklist kelelahan kerja 44

3 Contoh Perhitungan Nilai BME (Basal Metabolic Energy) 45

4 Perhitungan WECstep test 45

5 Perhitungan IRHRwork 46

6 Analisis antropometri sarana kerja proses kupas-periksaubi jalar 47 7 Hasil skor kuesioner dan perhitungan skala interval 49

8 Tabel uji validitas kuisioner 50

9 Tabel uji reliabilitas kuesioner 54

10 Tabel nilai r-product moment 55

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

PT. Galih Estetika Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan ubi jalar yang merambah pada pemasaran ekspor. Perkembangan industri pengolahan ubi jalar ini memberikan dampak positif kepada masyarakat karena penyediaan lapangan kerja yang sangat dibutuhkan masyarakat dengan penerapan sistem kerja padat karya, sehingga dapat menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses produksi dilakukan secara manual oleh pekerja karena perusahaan menerapkan sistem kerja padat karya pada sebagian besar proses produksi. Oleh karena itu kajian mengenai ergonomika menjadi bahasan yang penting antara interaksi manusia dengan lingkungan kerja.

Ergonomika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang segala pertimbangan manusia (membahas kelebihan dan keterbatasan manusia), dan secara sistematis manfaat tersebut untuk tujuan perancangan teknik (desain benda-benda), fasilitas sehingga dapat tercipta sistem lingkungan kerja yang lebih sesuai dengan manusia. Desain suatu kerja harus menjadikan manusia sebagai pusat dalam perancangannya, hal tersebut mengartikan bahwa segala sesuatu yang dirancang seperti metode kerja, peralatan, lingkungan fisik kerja dan bahkan organisasi kerja harus dapat mengakomodasi kemampuan dan keterbatasan manusia agar manusia dapat melakukan pekerjaannya dengan efektif dan efisien. Beban kerja harus dianalisa dan disesuaikan dengan kemampuan pekerja untuk dapat mengetahui tata kerja yang sesuai untuk dibebankan pada tenaga kerja. Beban kerja atau workload merupakan usaha yang dikeluarkan pekerja untuk memenuhi “permintaan” dari pekerjaan. Kapasitas kerja adalah kemampuan pekerja yang dapat diukur dari kondisi fisik maupun mental seorang pekerja (Napitupulu 2009).

Interaksi antara manusia dengan lingkungan kerja merupakan aspek penting yang perlu dipelajari lebih mendalam dan diharapkan hubungan yang ada dapat menjadikan pekerja/pelaku produksi dapat bekerja dengan nyaman, aman, dan sehat. Tingkat beban kerja yang dialami pekerja merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui kesesuaian penempatan shift kerja berdasarkan usia para pekerja serta untuk mengetahui tingkat kenyaman pekerja pada saat menggunakan alat dan sarana kerja sehingga pekerja dapat bekerja dengan maksimal dan produktivitas pekerja dapat berada pada tingkat optimum untuk dapat memenuhi permintaan produksi perusahaan.

Perumusan Masalah

(14)

pengolahan ubi jalar, khususnya pada proses kupas-periksa ubi jalar untuk produk pasta ubi jalar beku. Perancangan tata kerja dilakukan pada tingkat beban kerja yang diterima pekerja untuk menyusun penjadwalan kerja serta kenyamanan pekerja dalam penggunaan alat/sarana kerja.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat beban kerja pekerja pada tingkat usia pekerja yang berbeda, mengetahui pengaruh penggunaan alat dan sarana kerja pengupasan ubi jalar terhadap kelelahan kerja serta memberikan rekomendasi tata kerja yang optimal yang berkaitan dengan penggunaan alat dan sarana kerja serta penjadwalan kerja melalui pendekatan ergonomi.

Ruang Lingkup Penelitian

Perhatian dalam memecahan masalah agar dapat terpusat, maka perlu dilakukan pembatasan masalah, beberapa batasan-batasan terhadap masalah yang akan dibahas yaitu :

1. Penelitian dilakukan pada proses pengolahan ubi jalar, khususnya pada proses kupas-periksa ubi jalar untuk produk ubi pasta.

2. Tingkat beban kerja, kelelahan kerja penggunaan alat dan sarana kerja.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan Mei 2015. Penelitian dilaksanakan di PT Galih Estetika Indonesia, Kuningan sebagai tempat pengamatan dan pengambilan data secara langsung dan Laboratorium Ergonomika, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, FATETA, IPB

Peralatan dan Subjek Penelitian

Peralatan

(15)

Subjek Penelitian

Perancangan tata kerja didasarkan pada beberapa pengkuran yang dilakukan terhadap subjek pekerja pada bagian pengecekan ubi pasta. Pengukuran dilakukan pada 12 orang pekerja periksa ubi pasta yang terbagi dalam tiga kategori usia, yaitu usia 1 (< 20 tahun), usia 2 (20 – 40 tahun) dan usia 3 (> 40 tahun). Penentuan jumlah subjek yang diambil berdasarkan pada rumus Slovin yang terdapat pada Lampiran 11. Data mengenai karakteristik masing-masing subjek ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian Kategori

(16)

Gambar 1 Diagram alir tahap penelitian Tahap Pendahuluan

Tahap pendahuluan adalah tahap observasi awal mengenai lingkungan, budaya dan kondisi kerja tempat penelitian. Hal tersebut dilakukan untuk dapat mengetahui kegiatan serta dapat menyesuaikan proses pengambilan data dengan sistem kerja yang berlaku di perusahaan. Pengambilan data dilakukan saat mulai kerja hingga berakhirnya jam kerja. Pengambilan data terhadap subjek akan dilakukan pada tiga jadwal kerja (shift kerja) yang telah berlaku di PT Galih Estetika Indonesia dengan pembagian jam kerja sebagai berikut:

Mulai

Tahapan Pendahuluan 1. Pengamatan umum

2. Pemilihan, pendataan subjek penelitian

Tahapan Pengambilan Data 1. Denyut jantung step test

2. Denyut jantung aktivitas kerja 3. Data antropometri posisi kerja 4. Data kelelahan pekerja

5. Data produktivitas kerja

Tahapan Pengolahan Data

Beban Kerja

 Kuesioner beban kerja

 Tingkat beban kerja

Kelelahan Kerja

Checklist kelelahan kerja

 Kuesioner alat/sarana kerja

 Dimensi sarana kerja

Tahapan Perancangan Tata Kerja

Rekomendasi

(17)

a. shift pagi : 08.00-16.00 WIB b. shift sore : 16.00-23.00 WIB c. shift malam : 24.00-07.00 WIB

Tahap Pengambilan Data

Data yang diambil pada penelitian ini adalah data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan data step test

2. Pengambilan data denyut jantung selama bekerja 3. Pengambilan data hasil kerja kupas ubi

4. Pengambilan data kuesioner dengan format kuisioner pada Lampiran 1

5. Pengambilan data antropometri subjek penelitian serta dimensi alat/sarana kerja

Tahap Pengolahan Data

Perhitungan kelelahan kerja berdasarkan denyut jantung (heart rate), secara umum setiap individu memiliki karakteristik fisik dan fisiologi yang berbeda dan spesifik, termasuk di dalamnya Nilai Basal Metabolic Energy (BME). Nilai BME dipengaruhi oleh berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan usia. Salah satu metode yang umum digunakan untuk mengetahui nilai BME adalah dengan menghitung dimensi tubuh, ditentukan oleh perhitungan luasan tubuh yang kemudian dapat dikonversi ke dalam volume oksigen (VO2). Luas permukaan

dapat dihitung dengan persamaan Du’Bois yang tertera pada persamaan 1 (Syuaib dalam Lovita 2009):

Berdasarkan perhitungan luasan tubuh dengan menggunakan persamaan tersebut, BME (ekuivalen terhadap VO2) bisa ditentukan dengan menggunakan

tabel konversi yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Konversi BME ekivalen VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh

(18)

Menurut Sanders dan McCormick (1993), secara umum konsumsi 1 liter oksigen ekuivalen dengan konsumsi tenaga sebesar 5 kkal. BME dapat dihitung menggunakan persamaan 2:

Keterangan:

BME = Basal metabolic energy (kkal/menit)

VO2 = Konversi nilai VO2 dari luas permukaan tubuh (l/min)

e = Konsumsi 1 liter O2 ekuivalen dengan energi sebesar 5 kkal

k = Koefisien gender ( k=1 untuk pria, k=0.95 untuk wanita)

Subjektivitas nilai Heart Rate (HR) yang umumnya dipengaruhi faktor-faktor personal, psikologis dan lingkungan perlu dihindari sehingga perhitungan nilai HR harus dinormalisasi agar diperoleh nilai HR yang objektif (Syuaib 2003). Normalisasi nilai HR dilakukan dengan membandingkan nilai HR relatif saat bekerja terhadap nilai HR saat istirahat. Perbandingan tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). IRHR dapat dirumuskan dengan persamaan 3.

Keterangan : HRwork = Denyut jantung saat melakukan pekerjaan (watt) HRrest = Denyut jantung saat istirahat (watt)

Nilai IRHR dapat menunjukkan kategori dari jenis pekerjaan untuk masing-masing pekerja (Syuaib 2003). Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR

Kategori Nilai IRHR

Ringan 1.00 < IRHR < 1.25 Sedang 1.25 < IRHR < 1.50 Berat 1.50 < IRHR < 1.75 Sangat Berat 1.75 < IRHR < 2.00

Tetapi sebelumnya dilakukan pengkalibrasian dalam pengukuran dengan menggunakan metode step test. Menurut Herodian et al (1997), tenaga yang dibutuhkan pada saat step test dapat diketahui dengan menggunakan persamaan 4.

Keterangan : WEC = Work energy cost (kkal/menit) m = Massa (kg)

g = Percepatan gravitasi (m/s2) h = Tinggi bangku step test (m) f = Frekuensi step test (siklus/menit)

Nilai IRHR yang didapatkan dari HRrest dan HRwork pada saat melakukan step test dihubungkan dengan besarnya daya yang digunakan saat step test tersebut dan dapat diketahui persamaan garis lininernya dengan menggunakan persamaan 5 (Herodian et al 1997).

(19)

Keterangan : Y = IRHR

X = WEC (kkal/menit)

Setiap subjek mempunyai persamaan yang berbeda-beda. Persamaan inilah yang digunakan untuk menduga nilai daya pada saat bekerja untuk masing-masing subjek. Pengukuran beban kerja saat aktivitas kupas-periksa ubi menghasilkan nilai denyut jantung saat istirahat dan denyut jantung selama kerja.

Selanjutnya, energi yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan dapat dihitung menggunakan data BME (Basal Metabolic Energy) dan WEC (Work Energy Cost) dengan menggunakan persamaan 6.

Keterangan : TEC = Total energy cost (kkal/menit) WEC = Work energy cost (kkal/menit) BME = Basal metabolic energy (kkal/menit)

Terminologi kebutuhan energi kerja menyatakan bahwa terdapat istilah Total Energy Cost per Weight (TEC’). TEC’ merupakan nilai dari TEC yang dinormalisasi untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang diterima oleh seseorang saat melakukan kerja. Nilai TEC’ perlu dihitung untuk mengetahui nilai TEC pada masing-masing subjek dengan menghilangkan faktor berat badan. Nilai TEC’ dapat dihitung dengan persamaan 7.

Keterangan : TEC’ = TEC ternormalisasi (kkal/kg.menit) TEC = Total energy cost (kkal/menit) w = Berat badan (kg)

Identifikasi kelelahan kerja dilakukan dengan melakukan pengisian checklist keluhan yang dirasakan pekerja pada bagian tubuh subjek seperti pada Lampiran 2. Dalam pengisian checklist ini mereka diharapkan memberikan tanda check ( ) terhadap setiap bagian tubuh, dimana ada empat pilihan keluhan yang dirasakan yaitu:

1. Tidak ada keluhan (dengan skor 0), hal ini apabila pekerja tidak merasakan keluhan yang berarti terhadap bagian tubuh.

2. Rasa kesemutan (dengan skor 1), hal ini bila pekerja hanya merasakan rasa nyeri sesekali saja.

3. Rasa pegal (dengan skor 2), hal ini bila pekerja sering merasakan rasa nyeri terhadap bagian tubuh mereka.

4. Rasa sakit (dengan skor 3), hal ini bila pekerja mengalami rasa pegal dan nyeri yang lama (masih dirasakan walaupun pekerjaan sudah selesai/sudah sampai dirumah).

(20)

Tabel 4 Macam Persentil dan Cara

Sumber : Husein dan Sarsono (2009) Keterangan :

X = Rata – rata pengukuran

= Simpangan baku (Standard Deviation) n = Jumlah sampel

√|

|

 



Pengolahan data antropometri dipergunakan untuk merancang sarana kerja yang berkenaan langsung pada proses pengupasan dan pengecekan ubi jalar yaitu perancangan sarana duduk pekerja yang disesuaikan dengan dimensi pekerja.

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Kupas-Periksa Ubi Pasta

Kegiatan produksi pada PT Galih Estetika Indonesia salah satunya adalah proses pengolahan ubi jalar menjadi produk setengah jadi berupa ubi pasta beku. Rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk dapat memproduksi produk tersebut salah satunya adalah kegiatan kupas dan pengecekan kembali kualitas hasil kupasan ubi jalar yang telah dimatangkan sebelumnya. Proses kupas-periksa ubi jalar dilakukan oleh 40-60 orang pegawai wanita di dalam suatu ruangan khusus yang steril. Proses pengupasan dilakukan secara manual dengan anggapan bahwa pengupasan secara manual dapat mengurangi tingkat kehilangan karena pengupasan manual dapat dikontrol oleh masing-masing pegawai kupas ubi. Proses pengecekan ubi untuk menjaga kualitas ubi yang akan dijadikan produk unggulan perusahaan. Ubi diperiksa kembali warna dagingnya, tekstur ubi, kematangan ubi dan titik hitam busuk atau lanas yang dapat merusak rasa ubi saat dikonsumsi. Ubi yang telah diperiksa adalah ubi yang dipastikan bersih dan memiliki warna yang seragam.

(22)

Tabel 5 Kegiatan Kerja pada Bagian Kupas-Periksa Kegiatan

Produksi

Kegiatan Kerja Uraian Kegiatan Kerja

Persiapan

Persiapan pakaian kerja

Memakai pakaian kerja berwarna putih

Memakai pakaian pendukung seperti celemek dan masker

Membersihkan mata dengan blower mata

Merendam tangan ke dalam antiseptic untuk membunuh kuman di tangan pengecekan dilakukan oleh petugas pengecekan dengan kriteria pengecekan tertentu menggunakan pisau

Memotong ubi

(23)

Tabel 5 Kegiatan Kerja pada Bagian Kupas-Periksa(lanjutan) Kegiatan

Produksi

Kegiatan Kerja Uraian Kegiatan Kerja

Istirahat Kegiatan pengecekan dilakukan oleh petugas pengecekan dengan kriteria pengecekan tertentu menggunakan pisau

Memotong ubi Memotong ubi menjadi potongan yang lebih kecil untuk memudahkan proses penggilingan ubi

Merapikan ruang kerja

Membersihkan meja kerja

Membersihkan dan merapikan loyang dan baki habis pakai

Mengembalikan posisi ruang kerja sama seperti sebelum kerja dimulai

PT Galih Estetika Indonesia menerapkan sistem shift kerja guna menjaga stabilitas produksi. Sistem shift kerja yang diterapkan pada PT Galih Estetika Indonesia memiliki pembagian waktu kerja pagi selama 8 jam dan waktu kerja sore dan malam selama 7 jam dengan waktu istirahat pada setiap shift kerja selama 1 jam. Pembagian waktu kerja tersebut berlaku selama 5 hari dalam seminggu yaitu pada hari Senin hingga hari Jumat, untuk pembagian waktu kerja pada hari Sabtu diterapkan sistem kerja setengah hari yaitu bekerja selama 5 jam tanpa istirahat pada semua shift kerja. Pembagian jadwal shift kerja dilakukan dengan membagi tim kerja, apabila ketiga shift kerja sedang berjalan maka tim kerja dibagi menjadi tiga dengan masing-masing tim memiliki seorang pengawas.

Beban Kerja Proses Pengolahan Ubi Jalar

Beban kerja merupakan beban seseorang ketika melakukan suatu pekerjaan. Beban ini akan diketahui pada saat operator maupun pekerja menanggapi kerja dengan memberikan respon seperti halnya denyut jantung yang tinggi atau keringat yang keluar (Rasyani 2001). Kapasitas kerja yang dimiliki manusia dibatasi dan terutama ditentukan oleh kemampuan untuk menyediakan oksigen dan makanan yang cukup. Metode denyut jantung memiliki kelemahan karena hubungan yang tidak mantap antara hasil pengukuran dengan pengeluaran energi. Kalibrasi Metode Step test

(24)

memerlukan beberapa parameter pendukung untuk dapat mengetahui beban kerja subjek. BME didapatkan dengan proses perhitungan sesuai karakteristik masing-masing subjek. Nilai hasil perhitungan BME dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai Perhitungan BME Subjek Penelitian Golongan

Nilai perhitungan BME menunjukkan bahwa semakin besar dimensi tubuh subjek maka nilai BME semakin besar, pada subjek 6 memiliki nilai BME yang paling besar karena dipengaruhi dimensi tubuh yang besar pula. Nilai BME terkecil pada subjek 10 dan subjek 12, pada kedua subjek tersebut memiliki perbedaan ukuran tinggi badan serta berat namun perbedaan tersebut kecil sehingga saat dihitung nilai konsumsi VO2akan menghasilkan nilai yang sama

(25)

Gambar 2 Grafik denyut jantung step test Subjek 2

Gambar 3 Grafik denyut jantung step test Subjek 4

Grafik denyut jantung step test tersebut menunjukkan bahwa kondisi istirahat memiliki nilai denyut jantung yang rendah dan kemudian akan meningkat pada saat kegiatan step test dimulai. Kegiatan step test dilakukan pada 4 frekuensi step test, 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit dan 30 siklus/menit. Namun tidak semua subjek mampu melakukan step test hingga frekuensi langkah ke 4, seperti pada subjek 2 sehingga nilai denyut jantung yang terekam hanya sampai 3 siklus. Denyut jantung saat kegiatan step test diperlukan untuk mendapatkan perbandingan HR kerja dengan HR istirahat. Sebelumnya perlu dilakukan perhitungan WEC (Work Energy Cost) pada setiap frekuensi langkah step test yang telah dilakukan. Setiap subjek melakukan step test pada tangga

0:05:46 0:14:24 0:23:02 0:31:41 0:40:19 0:48:58 0:57:36

H

0:00:00 0:14:24 0:28:48 0:43:12 0:57:36 1:12:00

(26)

ataupun bangku dengan tinggi 30 cm. Perbandingan HR kerja dengan HR istirahat akan didapatkan IRHR step test yang kemudian dipergunakan untuk mendapatkan persamaan garis kalibrasi denyut jantung setiap subjek. Tabel 7 menunjukkan nilai HRst serta HRrest setiap subjek pada masing-masing frekuensi langkah step test yang telah dilakukan. Sedangkan Tabel 8 menunjukkan WECst dan IRHRst pada setiap frekuensi langkah step test yang dilakukan.

Tabel 7 Nilai IRHRst pada setiap frekuensi langkah step test Subjek

(27)

Tabel 8 Nilai IRHRst dan WECst

15 siklus/mnt 20 siklus/mnt 25 siklus/mnt 30 siklus/mnt

IRHR

Nilai WECst merupakan besaran energi yang dikeluarkan subjek untuk melakukan kegiatan step test dengan ketinggian bangku step test tertentu pada setiap tingkatan frekuensi langkah. Semakin tinggi frekuensi langkah dan dimensi tubuh subjek maka nilai WECst yang didapatkan juga semakin tinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena semakin besar energi yang diperlukan untuk melakukan kegiatan step test. Nilai WECst dan IRHRst diplotkan kedalam grafik sehingga membentuk persamaan linear dapat dilihat pada Tabel 9, selain itu grafik hubungan antara WECst dengan IRHRst ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5.

Tabel 9 Persamaan linear dan koefisien korelasi antara WECst dengan IRHRst

(28)

Gambar 4 Grafik hubungan WECst dengan IRHRst pada Subjek 2

Gambar 5 Grafik hubungan WECst dengan IRHRst pada Subjek 4 Beban Kerja Kuantitatif

(29)

berjalan menuju wastafel untuk membersihkan sarung tangan untuk menjaga kebersihan produk. Beberapa subjek memperlihatkan bahwa sesaat sebelum istirahat terjadi peningkatan nilai denyut jantung yang disebabkan oleh aktivitas aktif subjek untuk merapikan serta membersihkan ruang kerja sebelum istirahat. Kegiatan membersihkan ruang kerja dilakukan secara berkelompok dan diarahkan oleh pengawas kerja sesuai dengan jadwal piket kebersihan ruang kerja yang telah ditentukan sebelumnya.

Kegiatan istirahat yang dilakukan subjek menunjukkan peningkatan denyut jantung karena pada saat istirahat subjek lebih banyak melakukan aktivitas yang beragam selama isirahat, sehingga memicu peningkatan denyut jantung subjek selama istirahat. Namun pada shift kerja malam terdapat perbedaan yang siginifikan pada hasil denyut jantung direkam karena pada saat istirahat istiaraht shift malam subjek cenderung lelah sehingga memanfaatkan waktu istirahat yang diberikan semaksimal mungkin, penurunan denyut jantung saat istirahat shift malam disebabkan subjek mempergunakan sebagian waktu istirahat untuk tidur. Penggunaan waktu istirahat yang baik adalah untuk menghilangkan kelelahan dengan mengembalikan tubuh pada kondisi stabil dan tenang sehingga pekerjaan dapat dilakukan dengan baik dan dapat mencapai target produksi yang telah ditetapkan. Rangkaian kegiatan kerja yang terakhir adalah kerja akhir setelah istirahat, pada bagian kerja akhir sebagian besar subjek mengalami peningkatan denyut jantung yang disebabkan oleh terakumulasinya kelelahan kerja yang telah diterima dari awal kerja hingga istirahat yang seharusnya dipergunakan sebagai waktu recovery tubuh namun tidak dipergunakan dengan baik waktu istirahat tersebut.Gambar 6, 7 dan 8 akan memperlihatkan perbandingan rata-rata denyut jantung subjek pada setiap shift kerja.

Gambar 6 Grafik rata-rata HR shift pagi

Persiapan Kerja Awal istirahat Kerja Akhir

(30)

Gambar 7 Grafik rata-rata HR shift sore

Gambar 8 Grafik rata-rata HR shift malam

Shift kerja yang berbeda akan menimbulkan respon yang berbeda pula pada setiap subjek. Rata-rata nilai HR kerja stabil saat proses kerja dilakukan karena telah memiliki keterampilan yang baik serta telah terbiasa dalam menjalankan pekerjaan pengolahan ubi jalar. Namun pada bagian istirahat dan kerja akhir, pada golongan usia muda menunjukkan peningkatan karena aktivitas yang lebih aktif

96.39 94.96

Persiapan Kerja Awal istirahat Kerja Akhir

N

Persiapan Kerja Awal istirahat Kerja Akhir

(31)

dan juga karena belum terbiasa bekerja pada bagian pengolahan ubi sehingga beban kerja yang diterima lebih tinggi daripada golongan kerja lain. Usia muda menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kegiatan istirahat hingga kerja akhir dan tidak memanfaatkan waktu istirahat namun lebih digunakan sebagai waktu beraktivitas lainnya sehingga kelelahan kerja terkumulasi sehingga HR yang terekam masih dalam nilai yang cukup tinggi. Usia tua memiliki rata-rata HR yang tinggi pada sesi persiapan dan mengalami penurunan pada kegiatan kerja selanjutnya. HR saat awal kerja merupakan respon tubuh yang terkejut karena setelah istirahat panjang (tidur) kemudian bekerja selama 6 jam kedepan pada shift malam. Namun nilai HR pada semua golongan usia cenderung stabil menunjukkan bahwa tubuh telah mampu beradaptasi dengan kondisi kerja pada malam hari yang seharusnya merupakan waktu istirahat panjang.

(32)
(33)

Gambar 9 Grafik denyut jantung subjek 4 pada shift pagi (A) selama melakukan kerja

Gambar 10 Grafik denyut jantung subjek 11 pada shift sore (B) selama melakukan kerja

0

0:00:00 1:12:00 2:24:00 3:36:00 4:48:00 6:00:00 7:12:00 8:24:00

H

Kerja awal Istirahat Kerja akhir

P

0:00:00 1:12:00 2:24:00 3:36:00 4:48:00 6:00:00 7:12:00

H

Kerja awal Istirahat Kerja akhir

P

ersi

ap

an

(34)

Gambar 11 Grafik denyut jantung subjek 7 pada shift malam (C) selama melakukan kerja

0 20 40 60 80 100

0:00:00 1:12:00 2:24:00 3:36:00 4:48:00 6:00:00 7:12:00

H

e

ar

t

R

ate

Waktu

P

ersi

ap

an

Kerja awal Istirahat Kerja akhir

(35)

Tabel 11 Kategori beban kerja

(36)

Hasil pengukuran beban kerja menunjukkan nilai TEC paling besar oleh subjek pada golongan usia 3 (usia tua). Hasil produktivitas kerja rata-rata terbanyak pada setiap shift kerja dihasilkan olah golongan usia 2. Nilai TEC menunjukkan bahwa semakin muda usia pekerja maka semakin rendah TEC yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan. Menurut Masloch (1982) dalam Tuti (2003), pekerja yang lebih muda cenderung rendah pengalaman kerjanya jika dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Nilai TEC yang lebih rendah dimiliki oleh subjek golongan usia 2 dibandingkan golongan usia 1 pada setiap shift kerja. Namun kategori IRHR menunjukkan bahwa pada shift sore pada golongan usia 2 memiliki kategori berat dibandingkan golongan usia lainnya, namun pada golongan usia 2 mampu menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi.

Kategori beban kerja yang didapatkan berdasarkan nilai IRHRwork menunjukkan bahwa pada golongan usia 1 memiliki kategori beban kerja sedang hingga berat namun nilai TEC menunjukkan nominal yang rendah serta angka produktivitas kerja yang dihasilkan golongan usia 1 cukup kecil. Hal tersebut terjadi karena pada golongan usia 1 merupakan pekerja yang belum memiliki pengalaman kerja yang lama sehingga tingkat terampil kerja serta keterbiasaan kerja masih kurang. Hal tersebut didukung oleh Simanjuntak (1985) yang menyatakan bahwa Tingkat Partisipasi Kerja (TPK) mula-mula meningkat sesuai dengan pertambahan umur, kemudian menurun kembali menjelang usia pensiun atau umur tua. Pada saat usia seseorang mencapai tua maka TPK akan mengalami penurunan, karena pada usia tersebut akan banyak tenaga kerja yang mengalami masa pensiun.

Shift kerja sore dan shift kerja malam menunjukkan produktivitas kerja golongan usia 2 lebih tinggi daripada golongan usia 1 dan golongan usia 3. Golongan usia 2 mampu menyelesaikan pengolahan 20-25 kg/jam dengan lama kerja selama 6-7 jam kerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa golongan usia 2 merupakan golongan usia yang optimal dalam berpartisipasi kerja dengan tingkat beban kerja yang cukup dan mampu untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi sehingga mampu menjalankan pekerjaan dengan baik serta menghasilkan prestasi kerja yang optimal pada setiap shift kerja.

Kelelahan Kerja

(37)

Gambar 12 Grafik persentase kelelahan usia tua

Gambar 13 Grafik persentase kelelahan usia menengah

Gambar 14 Grafik persentase kelelahan usia muda

Persentase kelelahan fisik selama kerja yang dirasakan oleh subjek direkam dengan sistem checklist. Gambar 12 merupakan hasil persentase kelelahan fisik yang dirasakan usia 3 yang menunjukkan bahwa kelelahan yang dirasakan pada bagian punggung, leher, pinggan serta lengan. Golongan usia 3 merasakan kelelahan hampir pada seluruh bagian tubuh dengan nilai persentase yang kecil pada paha, pantat serta siku. Golongan usia 2 banyak mengeluhkan kelelahan pada bagian punggung dengan persentase tertinggi namun kelelahan tidak merata pada semua bagian tubuh sedangkan pada golongan usia 1 keluhan yang memiliki

0.00% 5.00% 10.00%

15.00% Shift Pagi Shift Sore Shift Malam

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00%

Shift Pagi Shift Sore Shift Malam

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00%

(38)

persentase tinggi pada punggung, pinggang, bahu, leher serta lengan. Keluhan tersebut dapat disebabkan dari sarana kerja statis yang menopang tubuh pekerja selama kerja dirasakan kurang sesuai sehingga menimbulkan kelelahan fisik. Selain itu proses kerja yang cenderung monoton dapat menyebabkan keluhan fisik seperti pegal serta kesemutan dibagian tubuh tertentu.

Analisis Perancangan Sarana Kerja

Antropometri adalah suatu studi yang berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Nurmianto (2004) menyatakan bahwa antropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan (design) produk maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia.

Data antropometri digunakan untuk menentukan bentuk, ukuran, dan dimensi yang tepat berkaitan dengan peralatan yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan/menggunakan peralatan tersebut. Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja kupas-periksa dengan posisi duduk sehingga dalam perancangan peralatan yang digunakan sebagai acuan adalah data antropometri pekerja dalam posisi duduk. Untuk lebih menjelaskan data anthropometri yang akan digunakan dalam perancangan ini dapat dilihat pada Gambar 15.

Sumber : Husein dan Sarsono (2009)

Gambar 15 Data antropometri posisi duduk Keterangan :

A = Tinggi tubuh B = Tinggi bahu C = Lebar bahu D = Lebar Pinggul E = Tinggi punggung F = Jangkauan tangan

(39)

H = Tinggi siku

I = Tinggi popliteal/lipat lutut J = Jarak popliteal ke pantat K = Tinggi lutut

Data antropometri posisi duduk dibutuhkan untuk proses analisis rancangan sarana kerja pengolahan ubi jalar yaitu kursi kerja dan meja kerja beserta perangkat pendukungnya. Data antropometri posisi duduk subjek ditampilkan pada Tabel 12 sedangkan data standar deviasi serta persentil ditampilkan pada Tabel 13. Oleh karena itu perlu diketahui dimensi sarana kerja yang telah ada sebelumnya sebagai pembanding dan data antropometri duduk pekerja sebagai acuan rancangan dimensi sarana kerja sehingga dapat memberikan kenyamanan pekerja saat mempergunakan sarana kerja. Gambar 16 memperlihatkan posisi sarana kerja yang telah diterapkan.

Dimensi kursi dan meja kerja yang dipergunakan pada ruang produksi proses kupas-periksa.

1. Tinggi kursi = 720 mm 2. Pijakan kursi = 240 mm 3. Panjang kursi = 2000 mm 4. Kedalaman kursi = 250 mm 5. Tinggi meja = 860 mm 6. Lebar meja = 750 mm 7. Panjang meja = 2000 mm 8. Pijakan kaki meja = 300 mm

Dimensi sarana pelengkap kerja pada proses kupas-periksa yaitu loyang dan baki penampung ubi.

1. Diameter bibir = 400 mm 2. Diameter dasar = 300 mm 3. Tinggi loyang = 130 mm 4. Panjang baki = 350 mm 5. Lebar baki = 200 mm 6. Tinggi baki = 50 mm

(40)

Tabel 12 Data antropometri posisi duduk

Tabel 13 Hasil pengolahan data antropometri subjek

Bagian Tubuh SD per 5(mm) per 50(mm) per 95(mm)

(41)

guna mendapatkan sarana kerja yang nyaman serta mampu menunjang kerja secara ergonomis untuk dipergunakan selama bekerja.

1. Tinggi kursi kerja

Prinsip sikap duduk menunjukkan bahwa ketinggian tempat kerja berada pada ketinggian siku (sejajar tinggi siku) atau dapat menggunakan ukuran 50 mm dibawah tinggi siku saat posisi duduk. Ukuran tinggi siku yang dipergunakan merupakan tinggi siku pada persentil 5, hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin pekerja dengan dimensi tubuh yang kecil dapat menjangkau area kerja dengan baik. Penentuan tinggi tempat duduk didasarkan pada ukuran tinggi meja kerja, tinggi baki sebagai sarana pelengkap kerja serta tinggi siku sebagai acuan ketinggian area kerja yang optimum sehingga pekerja akan nyaman melakukan kerja. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tinggi tempat duduk 720 mm. 2. Tinggi pijakan kaki

Pijakan kaki (footrest) diperlukan untuk menopang kaki sehingga posisi duduk pekerja dalam kondisi yang normal sehingga dapat menyamankan pekerja selama bekerja. Ukuran tinggi pijakan bergantung pada tinggi lipat lutut, untuk dapat menjamin pekerja dengan tubuh kecil dapat berpijak dengan baik pada pijakan kaki, maka dipergunakan ukuran tinggi lipat lutut pada persentil 5. Hasil perhitungan tinggi pijakan kaki yang sesuai dengan data antropometri subjek adalah 320 mm dari lantai.

3. Kedalaman duduk kursi

Kedalaman duduk kursi dibutuhkan untuk menopang beban duduk yang terpusat pada daerah pantat dan tersebar hingga sepanjang area bawah paha. Menurut Sanders dan McCormick (1982) bahwa beban seharusnya didistribusikan pada area yang datar diseluruh area pantat (buttock area) tetapi tetap dalam kondisi pembebanan minimum pada area bawah paha. Oleh karena itu untuk menentukan kedalaman duduk kursi dapat merujuk pada dimensi jarak popliteal ke pantat pada persentil 5, karena menurut Sanders dan McCormick (1982) kedalaman kursi seharusnya diatur sedemikian rupa agar cocok untuk pekerja dengan badan yang kecil untuk menyediakan jarak bagi betis kaki dan untuk meminimalkan tekanan pada paha.

Kedalaman duduk kursi yang telah ada memiliki dimensi 250 mm, sedangkan ukuran jarak popliteal ke pantat pada persentil 5 sepanjang 351 mm. selisih yang bernilai -101 mm tersebut memperlihatkan bahwa kedalaman kursi yang ada saat ini belum cukup untuk menopang beban tubuh pekerja, oleh karena itu kedalaman duduk dianjurkan untuk menggunakan ukuran jarak popliteal ke pantat yaitu sepanjang 350 mm.

4. Tinggi dan kemiringan sandaran punggung

(42)

pekerja dengan tubuh yang besar dan tinggi masih dapat bersandar dengan nyaman yaitu 429 mm atau 430 mm. Tinggi sandaran punggung yang dipergunakan adalah setengah dari tinggi punggung yaitu 215 mm agar bahu dan lengan subjek dapat bergerak bebas serta membantu merenggangkan punggung disela waktu kerja. Kemiringan sandaran punggung diatur sedemikian rupa sehingga memiliki sudut 95o dari tempat duduk. Penggunaan jenis kursi perseorangan akan mempermudah mobilitas pekerja dan penambahan roda pada kaki kursi akan mempermudah pekerja saat menggeser kursi untuk memberikan ruang gerak ketika hendak berdiri dan berpindah tempat untuk melakukan aktivitas lain selain kerja utama. Gambar 17 menunjukkan tinggi dan kemiringan sandaran punggung.

Gambar 17 Dimensi sandaran punggung dan kemiringan sadaran punggung

5. Bentuk fisik kursi kerja

(43)

kontak langsung paha bawah sebagai penopang tubuh dengan material kursi yang padat dan keras. Busa kursi dapat dilapisi dengan bahan yang tidak mudah tumbuh jamur pada kondisi ruangan yang lembab seperti bahan plastik dan mudah untuk dibersihkan kembali apabila kotor. Gambar 18 menunjukkan bentuk fisik kursi kerja beserta dimensinya.

Gambar 18 Bentuk fisik kursi kerja beserta dimensinya 6. Tinggi jangkauan tangan

Tinggi jangkauan tangan secara horizontal diperlukan untuk mengetahui kesesuaian tinggi area kerja yang perlu dijangkau. Ukuran tinggi bahu menjadi acuan untuk menentukan tinggi jangkauan tangan. Nilai tinggi bahu pada persentil 5 dipergunakan agar pekerja dengan badan yang kecil masih mampu mencukupi tinggi area kerja yang dibutuhkan. Analisis dilakukan dengan melakukan pengecekan kecukupan tinggi jangkauan tangan secara horizontal berdasarkan dimensi tinggi meja, tinggi loyang, tinggi kursi dan tinggi bahu. Posisi tangan terentang kedepan secara horizontal berada pada 198 mm di atas loyang ubi, hal ini memudahkan pekerja untuk mengambil ubi dari dalam loyang.

7. Jarak total jangkauan tangan

(44)

Gambar 19 Posisi pekerja saat meraih ubi dari dalam loyang

Oleh karena itu, perlu diketahui jarak total jangkauan tangan pekerja pada persentil 5 yang dapat menjamin pekerja dengan badan kecil dapat menjangkau ubi dari dalam loyang. Jarak jangkauan tangan harus melebihi jarak tepi kursi belakang ke tepi loyang. Jarak tepi kursi belakang ke tepi loyang adalah penjumlahan dari jarak akibat sudut sandaran pada Gambar 20 jarak kedalaman duduk, jarak trapesium kaki kursi, jarak kaki kursi ke kaki meja, serta panjang baki yang diletkkan di atas meja.

Gambar 20 Sudut bentukan tempat duduk dan sandaran duduk

Nilai L yang didapat dari perhitungan diperlukan untuk mengetahui jarak tepi kursi belakang (letak bahu) ke tepi loyang jangkau. Jarak bahu ke tepi loyang terbentuk dari jarak L, kedalaman duduk, jarak trapesium kaki kursi, jarak kaki kursi ke kaki meja serta panjang baki yang berjumlah 840 mm. Sedangkan jarak jangkau subjek persentil 5 adalah 570 mm. Sehingga diperlukan penyesuaian jarak agar ubi di dalam loyang dapat terjangkau. Penyesuaian jarak bahu dengan tepi loyang harus sama atau kurang dari jarak jangkauan tangan.

Selisih dapat diperkecil dengan memperkecil jarak kaki kursi dengan kaki meja serta memutar sisi panjang baki dengan sisi lebar baki, dan mendekatkan

L 215 mm

(45)

letak baki dengan loyang untuk meminimalkan jarak antara bahu ke loyang. Sehingga jarak yang dapat dikurangi sebesar 250 mm. Jarak sisa selisih menunjukkan bahwa jangkau tangan belum mencapai pinggir/tepi loyang sepanjang 20 mm sehingga pekerja harus menyesuaikan posisi duduk untuk dapat meraih ubi yang ada didalam loyang. Gambar 21 menunjukkan tata letak meja kursi kerja beserta alat pelengkap kerja yang telah ada. Sedangkan Gambar 22 menunjukkan tata letak sarana kerja rekomendasi.

Gambar 21 Tata letak sarana kerja yang ada

Gambar 22 Tata letak sarana kerja rekomendasi 8. Jarak kerja di atas baki penampung

(46)

dari loyang kemudian diperiksa pada seluruh permukaan ubi dan sampah ubi ditampung pada baki.

Perhitungan jarak bahu ke baki berdasarkan kedalaman duduk serta jarak trapesium kaki kursi yang bernilai 370 mm, sedangkan jarak siku ke jari pada persentil 5 sebesar 360 mm. Selisih tersebut bernilai positif menunjukkan bahwa siku tangan ke jari belum menucukupi untuk menggapai tepi baki. Sehingga pada saat proses pengecekan ubi diperlukan sedikit penyesuaian posisi duduk untuk dapat bekerja dengan baik pada posisi tangan di atas baki penampungan sampah ubi jalar.

Gambar 23 Posisi kerja pengolahan ubi

9. Kesesuaian tinggi kolong meja

Posisi duduk yang nyaman juga harus ditentukan dengan tinggi kolong meja agar tidak menyulitkan pekerja selama bekerja. Kecukupan tinggi kolong meja harus disesuaikan dengan tinggi letak lutut saat kaki menjejak pada pijakan kaki (footrest) pada persentil 95. Tinggi kolong meja dihitung berdasarkan tinggi meja yang dikurangi dengan tebal meja, sedangkan tinggi letak lutut didapatkan dari penjumlahan tinggi pijakan kaki dan tinggi lutut. Tinggi letak lutut dengan tinggi kolong meja memiliki selisih 10 mm, sehingga dapat diketahui bahwa masih terdapat jarak antara letak lutut dengan meja.

Beban Kerja Kualitatif

(47)

pertanyaan yang memiliki jawaban yang luas dan beragam. Kuesioner dikatakan valid dan relibel apabila memiliki hasil nilai r hitung melebihi nilai r tabel pada tabel r product moment yang ditampilkan pada Lampiran 10. Nilai r product moment ditentukan berdasarkan jumlah subjek atau sampel yaitu sejumlah 12 orang. Nilai r hitung yang diperoleh adalah 0.694 dan 0.766 lebih besar daripada nilai r tabel. Nilai total skor kuesioner dipergunakan untuk menentukan nilai interval kategori pada setiap bagian kuesioner yang ditampilkan pada Tabel 14 dan Tabel 15. Sedangkan total skor hasil kuesioner ditampilkan pada Lampiran 7.

Tabel 14 Kategori beban kerja kuesioner Nilai interval Usia

(48)

menggambarkan bahwa penggunaan alat kerja yang berbasis mekanik atau biasa disebut dengan mesin akan dapat menggantikan posisi pekerjaan subjek sehingga subjek masih ragu akan penggunaan mesin pada proses pengolahan ubi jalar yang selama ini telah dilakukan dengan alat kerja yang sederhana berupa pisau.

Rekomendasi Perancangan Tata Kerja

Perancangan tata kerja pada proses pengolahan ubi jalar didasarkan pada pengamatan dengan pendekatan ergonomika kerja. Beban kerja merupakan salah satu aspek yang dipergunakan untuk menentukan kesesuaian pekerja dengan jadwal kerja yang dibebankan pada pekerja. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa golongan usia 2 dengan rentang usia 20-40 tahun memiliki beban kerja yang cenderung sedang dengan tingkat produktivitas kerja yang optimal lebih dari golongan usia 1 dan 3. Hal tersebut didukung oleh hasil beban kerja kualitatif dengan pengamatan butir kuesioner yang mendukung pernyataan bahwa golongan usia 2 adalah golongan usia yang optimum dalam melakukan kerja dengan pengalaman kerja yang cukup serta tingkat produktivitas yang optimal dengan beban kerja yang cukup untuk dapat melakukan kerja dengan baik.

Penjadwalan kerja berdasarkan aspek-aspek yang telah diamati menunjukkan bahwa golongan usia 3 cenderung nyaman bekerja pada shift kerja pagi meskipun jam kerja lebih panjang namun waktu kerja pagi merupakan waktu kerja yang optimal untuk semua pekerja karena waktu kerja pagi merupakan waktu kerja normal untuk melakukan aktivitas. Selain itu juga nilai produktivitas menunjukkan bahwa golongan usia 3 menghasilkan produktivitas kerja yang maksimal pada jam kerja pagi sedangkan jam kerja sore dan malam lebih sesuai diisi oleh pekerja dengan golongan usia 1 dan 2 karena jam kerja tersebut diluar jam kerja pada umumnya orang bekerja sehingga dibutuhkan kondisi fisik yang baik untuk mampu menanggung beban kerja pada saat jam kerja sore dan malam. Penurunan kemampuan sesuai peningkatan usia sesuai dengan pernyataan Simanjuntak (1985) bahwa partisipasi kerja seseorang akan meningkat seiring meningkatnya usia dan setelah melewati puncak partisipasi kerja untuk wanita pada usia 30-35 tahun kemudian akan menurun kembali menjelang usia pensiun. Waktu istirahat selama satu jam dipergunakan untuk beraktivitas aktif diluar kerja, hal tersebut menyebabkan waktu istirahat tidak dipergunakan secara maksimal untuk membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah dipergunakan pada kerja awal. Sebaiknya waktu istirahat dipergunakan untuk berisitirahat sehingga dapat membantu recovery kondisi tubuh untuk dapat memulai perkerjaan kembali setelah waktu istirahat berakhir.

(49)

Gambar 24 Pisau kerja pengolahan ubi jalar

Sarana kerja yang berkaitan langsung dengan pekerja sebaiknya disesuaikan dengan dimensi antropometri pekerja. Hasil kuesioner menyatakan bahwa sarana kerja yang telah ada belum menyamankan pekerja sehingga perlu dirancang untuk disesuaikan dengan dimensi antropometri pekerja pada proses pengolahan ubi jalar bagian kupas-periksa yang cenderung memiliki sistem kerja monoton. Upaya untuk mengurangi tingkat kelelahan kerja maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh tubuh. Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran kekelahan secara tidak langsung baik secara objekti maupun subjektif (Susetyo dkk 2012).

(50)

Gambar 25 Rekomendasi tata letak sarana kerja

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Nilai Total Energy Cost ternormalisasi (TEC’) terbesar pada saat shift pagi dengan nilai 0.0282 kkal/kg.menit yang kemudian diikuti shift malam dan yang terendah adalah shift sore. Nilai TEC’ pada jam kerja pagi memiliki nilai yang besar karena menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi.

2. Shift pagi lebih baik diisi oleh golongan usia tua karena memiliki beban kerja yang cenderung berat dan tingkat produktivitas kerja yang optimal pada shift pagi sedangkan shift sore dan malam lebih baik diisi oleh golongan usia menengah karena tingkat produktivitas yang cenderung stabil pada setiap shift kerja dan golongan usia muda karena kondisi fisik yang baik mampu menanggung beban kerja diluar jam kerja normal.

3. Persentase keluhan kelelahan kerja tertinggi terjadi pada usia tua hampir pada seluruh bagian tubuh, usia menengah pada bagian punggung, pingang dan bahu sedangkan usia muda kelelahan pada punggung, pinggang, bahu, leher dan lengan. Kelelahan tersebut terjadi pada kegiatan kupas-periksa ubi jalar dengan posisi kerja duduk.

4. Beban kerja golongan usia tua termasuk kategori sedang sebanyak 75% dan kategori berat 25%. Golongan usia menengah termasuk kategori sedang sebanyak 100% sedangkan golongan usia muda termasuk kategori sedang sebanyak 25%, kategori ringan 50% dan kategori sangat ringan 25%.

(51)

usia muda termasuk kategori tidak nyaman sebanyak 50% dan kategori sangat tidak nyaman sebanyak 50%.

6. Rancangan optimal tinggi kursi kerja adalah 720 mm, tinggi pijakan kaki 320 mm, tinggi meja kerja 860 mm, tinggi sandaran bahu 215 mm dengan sudut sandaran punggung 95o dari tempat duduk, kedalaman duduk 350 mm, serta penggunaan kursi perorangan sebanyak 4 kursi untuk setiap meja dengan jarak 67 mm antar kursi. Desain kursi dibuat memiliki roda untuk memudahkan gerak pekerja dan kursi dengan bagian duduk yang empuk untuk menyamankan pekerja saat bekerja dengan posisi duduk dan gerak yang monoton.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Waktu istirahat yang ada supaya dipergunakan semaksimal mungkin untuk

beristirahat sehingga dapat memberikan kesempatan tubuh untuk dapat melakukan proses recovery kondisi fisik sehingga setelah istirahat dapat bekerja kembali dengan maksimal.

2. Penjadwalan kerja disesuaikan dengan tingkat beban kerja yang diterima oleh pekerja dengan golongan usia tertentu.

3. Kelelahan kerja dapat ditanggulangi dengan menggunakan sarana kerja dan alat kerja yang sesuai dengan dimensi tubuh pekerja.

4. Perancangan tata kerja yang mengacu pada dimensi tubuh pekerja untuk merancang dimensi dan tata letak dari alat/sarana kerja yang dipergunakan pekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Grandjean. 1997. Fitting the Task to the Human 4th edition. London (GB): Taylor Francis Inc.

Herodian S. Saulia L. Morgan K. 1997. Pedoman Praktikum Ergonomika. Bogor (ID): JICA-DGHE/IPB Project/ ADAET.

Himawan MB. Herodian S. 2000. Studi karakteristik denyut jantung terhadap perlakuan step test. Seminar Nasional Teknik Pertanian-AE2000; Juli 11-12; IPB Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm: 89-97. Husein T. Sarsono A. 2009. Perancangan Sistem Kerja Ergonomis untuk

Mengurangi Tingkat Kelelahan [internet]. [diunduh 2015 Januari 3]. Tersedia pada : journal.binus.ac.id/index.php/inasea/article/ view/101/98.

Kastaman R. Herodian S. 1998. Studi kalibrasi data pengukuran beban kerja dengan menggunakan metode step test danergonometer. Buletin Keteknikan Pertanian.12(1): 35-45.

(52)

Mardika SC. 2015. Analisis beban kerja pada lini produksi air minum dalam kemasan di PT Krakatau Daya Tirta, Cilegon [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Napitupulu N. 2009. Gambaran penerapan ergonomi dalam penggunaan komputer pada pekerja di PT.X [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Nurmianto E. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya (ID): Prima Printing.

Rasyani L. 2001. Pengukuran beban kerja lokal pada otot lengan dengan menggunakan elektromiografi pada operator penggiling jagung semi mekanis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sanders MS. McCormick EJ. 1982. Human Factors in Engineering and Design. 6th ed. New York (US): McGraw-Hill, Inc.

Sanders MS. McCormick EJ. 1993. Human Factors in Engineering and Design. 1st ed. New York (US): McGraw-Hill, Inc.

Simanjuntak JP. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Depok (ID): Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

Susetyo J dkk. 2012. Pengaruh shift kerja terhadap kelelahan karyawan dengan metode bourdon wiersma dan 30 items of rating scale. Jurnal Teknik Industri. 5(1995) 32-39.

Syuaib MF. 2003. Ergonomic study on the proces of mastering tractor opertaion [disertasi]. Tokyo (JPN): Tokyo University of Agricultural and Technology. Tuti H. 2003. Analisis faktor-faktor stres karyawan [tesis]. Malang (ID):

Universitas Brawijaya.

(53)

Lampiran 1 Kuisioner penelitian

No :

PERANCANGAN TATA KERJA PADA PROSES

PENGOLAHAN UBI JALAR DI PT GALIH

ESTETIKA INDONESIA

Terima Kasih atas partisipasi Anda untuk menjadi salah satu responden untuk mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan instrument penelitian yang dilakukan oleh :

Peneliti : Norisa Adhi Tina

NRP : F1411097

Departemen : Teknik Mesin dan Biosistem Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor

Yang akan digunakan untuk memenuhi tugas penyelesaian Skripsi Program Sarjana Teknik Mesin dan Biosistem. Saya sangat menghargai kejujuran anda dalam mengisi kuesioner ini dan akan menjamin kerahasiannya.

Semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi perusahaan dalam perbaikan sistem/metode kerja.Atas kerjasama dan bantuan Anda, Saya ucapkan terima kasih.

Petunjuk Pengisian :

Isilah identitas responden dibawah ini.

Identitas Responden

Nama :

Usia : Tahun Berat Badan : kg Tinggi Badan : cm

Jawablah pertanyaan dengan cara memberi tanda silang (X) atau mengisi titik-titik pada tempat yang telah disediakan!

1. Sudah berapa lama bekerja pada bagian kupas ubi? a. < 1 tahun c. 5-10 tahun

b. 1-5 tahun d. >10 tahun

2. Waktu kerja hari ini mulai Pukul...s/d... 3. Apakan Anda bekerja dengan sistem shift (kerja bergilir)?

(54)

Petunjuk pengisian :

Isilah dengan memberi tanda check list ( √ ) pada kolom dibawah ini. STS : Sangat Tidak Setuju (1)

TS : Tidak Setuju (2)

R : Ragu (3)

S : Setuju (4)

SS : Sangat Setuju (5)

Beban Kerja

No Pertanyaan STS TS R S SS

1

Saya merasa sakit atau keluhan nyeri selama bekerja(-)

2

Saya merasa pusing dan tidak nyaman dalam kondisi pandangan mata saat bekerja(-)

3 Saya merasa lebih cepat lelah dalam

menjalankan pekerjaan pada shift pagi(-) 4 Saya merasa lebih cepat lelah dalam

menjalankan pekerjaan pada shift sore(-) 5

Saya merasa lebih cepat lelah dalam menjalankan pekerjaan pada shift malam(-)

6 Pada saat jam istirahat saya juga

mengerjakan pekerjaan saya(-)

7 Posisi kerja yang saya lakukan sudah

nyaman

8 Saya dapat menikmati pekerjaan yang

saya lakukan

9 Setelah istirahat, saya siap untuk melaksanakan kerja kembali 10 Berakhirnya jam kerja, merupakan

(55)

Petunjuk pengisian :

Isilah dengan memberi tanda check list ( √ ) pada kolom dibawah ini. STS : Sangat Tidak Setuju (1)

Setelah menggunakan alat kerja, saya merasa letih dan pegal(-)

2

Saat menggunakan alat kerja, sesekali saya harus berhenti sejenak untuk merenggangkan otot-otot(-)

3 Saya memerlukan alat kerja lain yang lebih baik dari yang telah ada(-) 4 Saya merasa sarana kerja(kursi kerja)

menyebabkan pegal-pegal (-)

5 Saya merasa kursi kerja yang ada saat ini belum nyaman untuk digunakan(-) 6 Saya merasa perlu ada perbaikan untuk

sarana kerja yang telah ada(-) 7

Saya merasa memerlukan alat lain(selain pisau) untuk mendukung proses pengupasan ubi(-)

8

Alat atau mesin pengupas ubi

diperlukan untuk mempercepat proses pengupasan(-)

9

Terkadang saya terluka karena menggunakan pisau kupas yang telah ada (-)

10

Alat kerja yang sudah ada belum cukup untuk membantu menyelesaikan

(56)

Lampiran 2 Lembar Checklist kelelahan kerja

No :

Nama :

Usia : Tahun

Petunjuk pengisian, berilah tanda Checklist ( ) pada kondisi yang Anda alami selama kerja!

Bagian Tubuh Jenis Kelelahan

Tidak ada Kesemutan Pegal Sakit Leher

(57)

Lampiran 3 Contoh Perhitungan Nilai BME (Basal Metabolic Energy) Menghitung Luas permukaan tubuh Subjek 2

Mengitung nilai BME berdasarkan VO2(tabel 1) Subjek 2

Menghitung Luas permukaan tubuh Subjek 4

Mengitung nilai BME berdasarkan VO2(tabel 1) Subjek 4

Lampiran 4 Perhitungan WECstep test Perhitungan pada Subjek 2

Perhitungan pada Subjek 4

(58)

Lampiran 5 Perhitungan IRHRwork Perhitungan subjek 4A (shift pagi)

Perhitungan subjek 11B (shift sore)

Perhitungan subjek 7C (shift malam)

(59)

Lampiran 6 Analisis antropometri sarana kerja proses kupas-periksaubi jalar

Tinggi Tempat Duduk(Tinggi Kursi Kerja)

Tinggi siku dari lantai(duduk)= (tinggi meja + tinggi baki) – 50 mm

= (860 mm + 50 mm) – 50 mm

= 860 mm

Tinggi tempat duduk = tinggi siku dari lantai – tinggi siku(per 5)

= 860 mm – 143 mm = 717 mm ≈ 720 mm

Tinggi Pijakan Kaki

Tinggi pijakan kaki = tinggi tempat duduk - tinggi lipat lutut

= 720 mm – 400 mm

= 320 mm (jarak dari lantai) Kedalaman Duduk Kursi

Selisih kedalaman duduk = kedalaman kursi– jarak popliteal ke pantat

= 250 mm – 351 mm = -101 mm

Tinggi Jangkauan Tangan

Tinggi jangkauan tangan= (tinggi meja+tinggi loyang) - (tinggi kursi+tinggi bahu) = (860 mm + 130 mm) – (720 mm + 468 mm)

= 990 mm – 1188 mm = -198 mm

Jarak Total Jangkauan Tangan

Jarak tepi kursi belakang ke tepi loyang =

jarak akibat sudut sandaran+kedalaman duduk kursi+jarak trapesium kaki kursi+jarak kaki kursi ke kaki meja+panjang baki

= 20 mm + 350 mm + 20 mm + 100 mm + 350 mm = 840 mm

L 215 mm

(60)

Jarak jangkauan subjek pada persentil 5 = 568 mm ≈ 570 mm Selisih = 840 mm - 570 mm = 270 mm

Pengurangan jarak = 50 mm + (350 mm - 200 mm) + 50 mm = 250 mm Sisa selisih = 270 mm - 250 mm = 20 mm

Jarak Kerja di Atas Baki Penampung

Jarak bahu ke baki = 350 mm + 20 mm = 370 mm Jarak siku ke jari (persentil 5) = 360 mm

Selisih jarak siku-jari dengan jarak bahu ke baki = 370 mm – 360 mm= 10 mm Kecukupan Kursi untuk Menampung Pekerja

Ukuran lebar bahu = 401 mm ≈ 400 mm

Kecukupan tamping kursi = ⁄ = 5 Lebar kursi = ukuran lebar pinggul = 388 mm ≈390 mm

Lebar sandaran kursi = ukuran lebar bahu = 401 mm ≈ 400 mm

Kesesuaian Tinggi Kolong Meja dengan Posisi Duduk Tinggi kolong meja = tinggi meja – tebal meja

= 860 mm - 50 mm = 810 mm Tinggi letak lutut = pijakan kaki + tinggi lutut

= 320 mm + 475 mm =795 mm ≈ 800 mm

Jarak Antar Kursi

A = 390 mm B = 350 mm

Jarak putar kursi hingga 90o rotasi

A

B

(61)

Lampiran 7 Hasil skor kuesioner dan perhitungan skala interval

Subjek Instrumen Beban Kerja Total

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10

Sub 1 2 3 3 2 2 4 4 4 4 2 30

Sub 2 1 1 1 1 1 4 2 2 4 1 18

Sub 3 2 3 4 2 2 2 4 4 4 2 29

Sub 4 3 1 3 3 1 5 4 4 5 1 30

Sub 5 2 2 1 5 2 2 4 5 5 1 29

Sub 6 2 5 2 2 4 2 4 4 5 1 31

Sub 7 2 5 2 2 4 2 4 5 5 2 33

Sub 8 2 2 2 4 2 2 5 5 5 1 30

Sub 9 5 5 5 3 3 5 4 5 5 4 44

Sub 10 2 3 5 5 5 2 4 4 5 1 36

Sub 11 2 2 5 2 1 5 4 5 5 4 35

Sub 12 1 2 2 3 3 5 3 3 4 2 28

Subjek Instrumen Sarana/alat Kerja Total

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10

Sub 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20

Sub 2 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 12

Sub 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20

Sub 4 2 1 1 1 1 1 2 2 2 1 14

Sub 5 2 1 1 2 2 1 2 2 1 1 15

Sub 6 2 1 1 2 1 1 2 2 2 1 15

Sub 7 2 1 1 2 1 1 2 2 2 1 15

Sub 8 4 1 1 2 1 2 2 2 2 3 20

Sub 9 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 12

Sub 10 1 2 3 5 2 2 3 2 2 2 24

Sub 11 1 1 3 3 2 1 1 1 1 1 15

Sub 12 1 2 2 3 2 3 3 2 1 2 21

Perhitungan skala interval hasil kuisioner

Perhitungan skala interval: m = 5 x 10 = 50

n = 1 x 10 = 10

(62)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Total P1 Pearson

Correlation

1 .441 .538 .163 .067 .266 .410 .534 .478 .502 .785**

Sig. (2-tailed) .151 .071 .614 .836 .402 .186 .074 .116 .097 .002

N 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

P2 Pearson Correlation

.441 1 .240 -.114 .707* -.317 .317 .419 .294 .315 .616*

Sig. (2-tailed) .151 .452 .724 .010 .316 .316 .175 .354 .318 .033

N 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

P3 Pearson Correlation

.538 .240 1 .087 .161 .266 .323 .333 .204 .641* .739**

Sig. (2-tailed) .071 .452 .787 .617 .402 .306 .290 .524 .025 .006

N 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

P4 Pearson Correlation

.163 -.114 .087 1 .327 -.316 .466 .408 .486 -.279 .334

Sig. (2-tailed) .614 .724 .787 .299 .316 .126 .188 .109 .380 .289

N 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

P5 Pearson Correlation

.067 .707* .161 .327 1 -.482 .193 .148 .281 -.124 .440

Sig. (2-tailed) .836 .010 .617 .299 .113 .548 .647 .376 .701 .152

N 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

P6 Pearson Correlation

.266 -.317 .266 -.316 -.482 1 -.382 -.248 -.214 .549 .101

Sig. (2-tailed) .402 .316 .402 .316 .113 .220 .438 .503 .064 .754

N 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

Gambar

Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian
Gambar 1  Diagram alir tahap penelitian
Tabel 2  Konversi BME ekivalen VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh
Tabel 5  Kegiatan Kerja pada Bagian Kupas-Periksa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan suhu penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap terhadap aktivitas antidiabetik (kemampuan menghambat enzim α - amilase dan α -glukosidase ) minuman teh

(2) Untuk Badan Hukum : Salinan akte pendirian +1 lembar fotokopi, keterangan domisili, surat kuasa bermaterai cukup dan ditandatangani oleh Pimpinan serta dibubuhi cap

Desain alat pengering berbasis Arduino dimulai dengan melakukan pembandingan antar sensor, penyaringan data yang diperoleh dari sensor, uji coba performa pengering untuk

Sedangkan kami akan meningkatkan promosi dan memperbanyak persediaan spare part, sehingga diharapkan banyak konsumen yang puas akan servis kami, dengan harga mahasiswa..

Dari keterangan di atas diperoleh analisis korelasi antara explosive power otot lengan dan bahu dan hasil lempar cakram, dimana rtab pada taraf signifikan α (0,05)

Berdasarkan hasil Evaluasi Dokumen Penawaran dan Evaluasi Kualifikasi Pemilihan Langsung, dengan ini kami mengundang Perusahaan Saudara untuk melakukan Pembuktian

Dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP yang open source dan sangat unggul penulis berusaha untuk menyampaikan informasi dan promosi seputar pemesanan tiket kepada

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widajanto (2018) yang menyatakan bahwa nilai tukar US dolar terhadap Rupiah berpengaruh positif dan