• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh gaya pengasuhan ibu terhadap tingkat kreativitas siswa progresif dan konvensional di Kota Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh gaya pengasuhan ibu terhadap tingkat kreativitas siswa progresif dan konvensional di Kota Depok"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH GAYA PENGASUHAN IBU TERHADAP

TINGKAT KREATIVITAS SISWA SEKOLAH DASAR

PROGRESIF DAN KONVENSIONAL DI KOTA DEPOK

EDIANNA PUTRI MAYANG SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Gaya Pengasuhan Ibu terhadap Tingkat Kreativitas Siswa Sekolah Dasar Progresif dan Konvensional di Kota Depok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

EDIANNA PUTRI MAYANG SARI. Pengaruh Gaya Pengasuhan Ibu terhadap Tingkat Kreativitas Siswa Sekolah Dasar Progresif dan Konvensional di Kota Depok. Dibimbing oleh RATNA MEGAWANGI dan DWI HASTUTI.

Kreativitas adalah hal yang sangat penting. Hal yang diduga mempengaruhi kreativitas adalah lingkungan keluarga, yaitu gaya pengasuhan, dan lingkungan sekolah. Gaya pengasuhan terdiri dari authoritarian (otoriter), authoritative (demokratis), dan permissive (memanjakan). Gaya pengasuhan authoritative diduga dapat membuat anak menjadi kreatif. Begitupun dengan lingkungan sekolah, sekolah progresif yang memiliki metode pembelajaran active learning, pembelajaran yang terintegrasi atau bertema, serta sistem penilaian yang berdasarkan proses belajar anak akan membuat anak lebih aktif dalam bertanya ataupun berpendapat sehingga anak terbiasa untuk berpikir kritis dan ini merupakan ciri orang kreatif. Berdasarkan pemaparan tersebut secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya pengasuhan ibu terhadap tingkat kreativitas siswa sekolah dasar progresif dan konvensional di Kota Depok. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik keluarga dan anak, riwayat gaya pengasuhan ibu, gaya pengasuhan ibu, stimulasi, persepsi ibu terhadap progresivitas, dan tingkat kreativitas anak pada dua tipe sekolah yang berbeda; (2) menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan anak, riwayat gaya pengasuhan, gaya pengasuhan, stimulasi, persepsi ibu terhadap progresivitas, tipe sekolah, dan kreativitas anak; dan (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas.

Desain penelitian adalah cross sectional yang dilakukan di dua tipe Sekolah Dasar (SD) di Kota Depok, yaitu sekolah konvensional (2 sekolah) dan sekolah progresif (3 sekolah). Pemilihan sekolah dilakukan secara purposive atas rekomendasi Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2012. Contoh adalah siswa kelas 4 dan 5 yang dipilih secara acak dengan masing-masing 30 siswa dari setiap sekolah sehingga total contoh adalah 150 siswa. Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer Kuesioner riwayat gaya pengasuhan dan gaya pengasuhan merupakan kuesioner yang sama yang merupakan hasil modifikasi dari Parenting Practices Questionnaire (Robinson et al. 1995) dan Parental Authority Questionnaire (Bury 1991). Kuesioner riwayat gaya pengasuhan diisi oleh ibu contoh, sedangkan kuesioner gaya pengasuhan diisi oleh contoh. Data kreativitas didapat dengan menggunakan Tes Kreativitas Figural (Munandar 2012a) dan Tes Kreativitas Verbal (Munandar 2012b). Data dianalisis secara statistik menggunakan uji t-test, Anova, uji korelasi Chi-Square, Pearson, Spearman, serta uji Ancova.

(5)

dari separuh contoh sekolah progresif adalah perempuan dan lebih dari separuh contoh sekolah konvensional adalah laki-laki.

Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas ibu dari kedua tipe sekolah menerapkan gaya pengasuhan authoritative. Demikian pula sebagaimana dilihat dari gaya pengasuhannya, ternyata mayoritas riwayat gaya pengasuhan yang diterima oleh ibu ketika masih diasuh oleh orang tua juga authoritative. Stimulasi yang didapat oleh contoh berupa fasilitas dan aktivitas. Stimulasi fasilitas terdiri dari buku, VCD, berbagai jenis mainan, alat olah raga, musik, elektronik, dan peta/atlas/globe. Hasil penelitian menunjukkan separuh contoh dari sekolah progresif dan hampir separuh contoh dari sekolah konvensional memiliki fasilitas antara 101-200 barang. Sementara itu, stimulasi aktivitas adalah kegiatan ekstrakurikuler/les yang pernah dan sedang diikuti oleh contoh. Contoh dari sekolah progresif mengikuti aktivitas ekstrakurikuler/les lebih banyak daripada contoh dari sekolah konvensional, dan terdapat perbedaan yang nyata. Hasil penelitian terhadap variabel persepsi ibu terhadap progresivitas menunjukkan bahwa ibu contoh dari sekolah progresif memiliki persepsi lebih progresif daripada ibu contoh dari sekolah konvensional dan terdapat perbedaan yang signifikan.

Contoh dari sekolah progresif lebih banyak yang kreatif. Hasil uji beda t-test menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata untuk tingkat kreativitas figural dan verbal di kedua tipe sekolah.

Berdasarkan uji korelasi Spearman anak laki-laki akan diasuh dengan gaya pengasuhan yang authoritarian oleh ibunya. Berdasarkan uji korelasi Pearson keluarga yang memiliki pendapatan yang tinggi maka ibu cenderung untuk mengasuh anaknya dengan gaya pengasuhan authoritative. Selain itu, pendapatan total keluarga yang tinggi juga memungkinkan bagi anak untuk dapat mengikuti berbagai aktivitas. Riwayat gaya pengasuhan ibu di masa lalu berhubungan positif dan nyata terhadap gaya pengasuhan ibu saat ini. Jika dilihat dari tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka ia akan memiliki persepsi yang semakin progresif mengenai sekolah.

Hasil uji korelasi Pearson dan Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan nyata antara usia anak dan kreativitas figural. Tingkat pendidikan ibu dan pendapatan total keluarga juga berhubungan positif dan nyata dengan kreativitas verbal.

Hasil uji korelasi Pearson dan Spearman juga menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan nyata antara gaya pengasuhan authoritative, stimulasi aktivitas, dan persepsi ibu terhadap progresivitas dengan kreativitas figural. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan nyata antara stimulasi aktivitas dan persepsi ibu terhadap progresivitas dengan kreativitas verbal. Ternyata sekolah yang progresif dapat menghasilkan anak yang lebih kreatif baik secara figural maupun verbal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas figural secara positif adalah usia contoh, jumlah anak, dan tipe sekolah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas verbal secara positif adalah tingkat pendidikan ibu, gaya pengasuhan authoritative, stimulasi aktivitas, dan tipe sekolah.

(6)

SUMMARY

EDIANNA PUTRI MAYANG SARI. Influence of Parenting Style on Students’ Creativity in Progressive and Conventional Elementary Schools in Depok City. Supervised by RATNA MEGAWANGI and DWI HASTUTI.

Creativity was very important. Family environment, such as parenting style, and school environment were predicted influencing creativity. Parenting style consists of authoritarian, authoritative, and permissive. Authoritative parenting style was predicted produce creative children. Likewise with the school environment, progressive school was also predicted produce creative students. Based on the statements above, the general purpose of this research was to analyze the influence of mothers’ parenting style on students’ creativity in progressive and conventional elementary schools in Depok City. The specific aims of this research were (1) to identify family and child characteristics, history of mothers’ parenting style, mothers’ parenting style, stimulation, mothers’ perception of the progressiveness, and students’ creativity level in the two types of schools, (2) to analyze the relationship between family and child characteristics, history of the mothers’ parenting style, mothers’ parenting styles, stimulation, mothers’ perception of the progressiveness, and students’ creativity, (3) to analyze the factors that affect creativity.

It was a cross sectional study design which was conducted in two types of elementary schools in Depok City, progressive schools (3 schools) and conventional schools (2 schools). Schools were selected purposively and based on the Head of Education Office of Depok recommendation. This study was held in May and June 2012. Respondents were 4th and 5th grade students that were selected randomly from each school. The total sample was 150 students. Data was collected using questionnaires. History of mothers’ parenting styles and mothers’ parenting styles questionnaires were the same questionnaires that were modified from Parenting Practices Questionnaire (Robinson et al. 1995) and the Parental Authority Questionnaire (Bury 1991). Questionnaire of history of mothers’ parenting styles was filled by mothers, whereas questionnaire of mothers’ parenting style was filled by students. Creativity data was obtained by using the Figural Creativity Test (Munandar 2012a) and Verbal Creativity Test (Munandar 2012b). Data was analyzed by using t-test, Anova, Chi-Square, Pearson and Spearman, and also Ancova.

Characteristics of the families of this study were two-thirds of mothers at early adulthood age in both types of schools. Based on Chi-Square test, there was significant relationship between mothers’ education level and types of schools. The average of total family income from progressive schools are higher than conventional schools and there was significant difference. Based on the number of children, families from progressive schools had more children than families from conventional schools and there was significant difference. The average age of students from progressive and conventional schools was 10.12 years old and 10.13 years old. More than half students of progressive schools were girls and more than half students of conventional schools were boys.

(7)

parenting style, it turns out that the majority of the history of mothers’ parenting styles was authoritative too. Stimulation obtained by children through facilities at home and activities (extracurricular/course). Stimulation through facilities consisted of books, VCDs, many kinds of toys, sports, musical, and electronic equipment, and a map/atlas/globe. Results showed half of the students from progressive schools and almost half of the students from conventional schools had facilities between 101-200 items. Meanwhile, stimulation through activities were extracurricular/course that had been and was being participated by students. Students from progressive schools had joint extracurricular/course activities more than students from conventional schools, and there was significant. The results of the mothers’ perception of the progressiveness showed that mothers from progressive schools had progressive perception more than mothers from conventional schools, and there was significant difference.

Students from progressive schools were more creative than those from conventional schools. T-test showed that there were significant differences in figural and verbal creativity in both types of schools.

Based on Spearman correlation test, the boys would be raised with authoritarian parenting styles by their mothers. Based on Pearson correlation, families whose income were high then the mothers tent to raise their children with authoritative parenting style and were also allowed children to be able to participate in various activities, such as extracurricular/course. Pearson correlation test showed that a history of mothers’ parenting style in the past positively and significantly related to the mothers’ parenting style today. Based on Spearman correlation, the higher the mothers’ level of education she would have more progressive perception about schools.

Results of Pearson and Spearman correlation test showed that there was a positive and significant relationship between the age of the child and figural creativity. Mothers’ education level and total family income were also positively and significantly associated with verbal creativity. There were positive and significant relationships between authoritative parenting styles, stimulation activities, and the mothers’ perception of the progressiveness with figural creativity. The results also showed positive and significant relationships between activities and the mothers’ perception of the progressiveness with verbal creativity. Type of school was also positively and significantly associated with figural and verbal creativity. It meant that progressive schools can produce student to be more creative both figural and verbal.

Variables that positively affected figural creativity were aged of students, the number of children, and type of school. Variables affecting verbal creativity positively were mother education level, authoritative parenting style, activities (extracurricular/course), and type of school.

Keywords: parenting style, creativity, conventional school, progressive school

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

PENGARUH GAYA PENGASUHAN IBU TERHADAP

TINGKAT KREATIVITAS SISWA SEKOLAH DASAR

PROGRESIF DAN KONVENSIONAL DI KOTA DEPOK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)
(12)

Judul Tesis : Pengaruh Gaya Pengasuhan Ibu terhadap Tingkat Kreativitas Siswa Progresif dan Konvensional di Kota Depok

Nama : Edianna Putri Mayang Sari NIM : I251100051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Ratna Megawangi, MSc Ketua

Dr Ir Dwi Hastuti, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

Dr Ir Herien Puspitawati, MSc MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 April 2013

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juli 2012 ini adalah kreativitas, dengan judul Pengaruh Gaya Pengasuhan Ibu terhadap Tingkat Kreativitas Siswa Sekolah Dasar Progresif dan Konvensional di Kota Depok. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang telah melimpahkan karuniaNya kepada seluruh umat dan khususnya kepada penulis.

2. Dr. Ir. Ratna Megawangi, M.Sc. selaku ketua pembimbing dan Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku anggota pembimbing serta Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.Si selaku dosen penguji luar komisi atas semua bimbingan, masukan, saran, arahan, saran-saran, dan motivasi dalam proses penyusunan, penelitian dan penyelesaian tesis ini.

3. Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. selaku Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) dan Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc. M.Sc. selaku Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak (IKA) atas segala bantuan dan penyediaan fasilitas serta dosen dan staf IKA yang merupakan orang-orang hebat dalam keilmuan, berdedikasi tinggi, memiliki loyalitas yang luar biasa dan bekerja secara profesional.

4. Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok yang telah memberikan arahannya dalam penentuan lokasi penelitian.

5. Pihak-pihak yang terkait dengan sekolah yang terpilih menjadi lokasi penelitian atas waktu dan tenaganya dalam membantu penulis untuk melakukan penelitian

6. Indonesia Heritage Foundation yang selalu memberikan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan dan penelitian serta dukungannya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini tepat waktu.

7. Suami tercinta, Pungky Aryogo Putro, S.Hut. yang selalu memberikan motivasi dan nasihat. Anak-anak tercinta, Kidia Agam Mochtar dan Brinka Nacita Kianasari yang telah mengorbankan waktu kebersamaannya bersama penulis agar tesis ini selesai. 8. Orang tua tercinta Ir. Edwin Mochtar dan Dra. Dian Cahaya atas doanya yang tiada

henti diberikan kepada penulis demi kelancaran tesis.

9. Mertua tercinta Susilo Budhi Prayogo, B.A. dan Sri Redjeki yang telah membantu penulis dengan ikhlas dalam proses penyelesaian tesis.

10. Teman-teman seperjuangan IKA angkatan 2010: Nurul, Dian, Hany, Andri, Riza, Retno, Diana, Ria, Mitha, Siti, Novrit, dan Tita atas segala bantuan, motivasi, dan saran bagi penulis dalam menyelesaikan tesis.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan untuk ilmu yang telah kita miliki. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Tujuan Umum 4

Tujuan Khusus 4

Manfaat Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Sistem Keluarga 5

Teori Keluarga Struktural Fungsional 6

Teori Ekologi 6

Gaya Pengasuhan 7

Stimulasi 8

Sistem Sekolah 8

Sekolah Progresif 9

Sekolah Konvensional 9

Kreativitas 10

Definisi 10

Ciri-ciri Orang Kreatif 10

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kreativitas 11

KERANGKA PEMIKIRAN 12

METODE 15

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 15

Penarikan Sampel 15

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 16

Pengolahan dan Analisis Data 18

Definisi Operasional 20

HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 22

(15)

Karakteristik Anak 26

Riwayat Gaya Pengasuhan 27

Gaya Pengasuhan 29

Stimulasi 30

Persepsi Ibu terhadap Progresivitas 33

Tingkat Kreativitas 34

Hubungan antara Karakteristik Keluarga, Karakteristik Anak, Riwayat Gaya Pengasuhan, Gaya Pengasuhan, Stimulasi, Persepsi

Ibu terhadap Progresivitas, Tipe Sekolah, dan Tingkat Kreativitas 38 Hubungan antara Karakteristik Keluarga, Karakteristik

Anak, dan Riwayat Gaya Pengasuhan dengan Gaya Pengasuhan, Stimulasi, dan Persepsi Ibu terhadap

Progresivitas 38

Hubungan antara Karakteristik Keluarga, Karakteristik Anak, dan Riwayat Gaya Pengasuhan dengan Tingkat

Kreativitas 41

Hubungan antara Gaya Pengasuhan, Stimulasi, Persepsi Ibu terhadap Progresivitas, dan Tipe Sekolah dengan Tingkat

Kreativitas 43

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas 44

Kreativitas Figural 44

Kreativitas Verbal 46

Pembahasan Umum 48

SIMPULAN DAN SARAN 50

Simpulan 50

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 58

(16)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 16

2 Hasil uji reliabilitas kuesioner riwayat gaya pengasuhan,

gaya pengasuhan, dan persepsi ibu terhadap progresivitas 17 3 Rata-rata usia ibu dan perbedaannya antarsekolah dan tipe sekolah 24 4 Persentase sebaran keluarga menurut tingkat pendidikan ibu dan

hubungannya dengan tipe sekolah 24

5 Rata-rata pendapatan total keluarga dan perbedaannya antarsekolah

dan tipe sekolah 25

6 Rata-rata jumlah anak dan perbedaannya antarsekolah dan tipe

sekolah 26

7 Rata-rata usia contoh dan perbedaannya antarsekolah dan tipe

sekolah 27

8 Sebaran contoh menurut jenis kelamin anak dan hubungannya

dengan tipe sekolah 27

9 Rata-rata skor riwayat gaya pengasuhan dan perbedaannya

antarsekolah dan tipe sekolah 28

10 Sebaran keluarga menurut riwayat gaya pengasuhan ibu dan

hubungannya dengan tipe sekolah 28

11 Rata-rata skor gaya pengasuhan dan perbedaannya antarsekolah

dan tipe sekolah 29

12 Sebaran contoh menurut gaya pengasuhan ibu dan hubungannya

dengan tipe sekolah 30

13 Sebaran contoh menurut jenis fasilitas yang dimiliki dan

hubungannya dengan tipe sekolah 30

14 Rata-rata jumlah jenis fasilitas yang dimiliki contoh dan

perbedaannya antarsekolah dan tipe sekolah 31 15 Rata-rata jumlah fasilitas yang dimiliki contoh dan perbedaannya

antarsekolah dan tipe sekolah 31

16 Persentase sebaran contoh menurut jenis aktivitas yang pernah dan

sedang diikuti contoh beserta hubungannya dengan tipe sekolah 32 17 Rata-rata jumlah aktivitas per jenis aktivitas yang diikuti contoh

dan perbedaannya antar tipe sekolah 32

18 Rata-rata jumlah aktivitas yang pernah dan sedang diikuti contoh

beserta perbedaannya antarsekolah dan tipe sekolah 33 19 Rata-rata skor persepsi orang tua terhadap progresivitas dan

perbedaannya antarsekolah dan tipe sekolah 34 20 Sebaran contoh menurut tingkat kreativitas figural 35 21 Rata-rata skor TKF dan perbedaannya antarsekolah dan tipe

sekolah 36

22 Sebaran contoh menurut tingkat kreativitas verbal 36 23 Rata-rata skor TKV dan perbedaannya antarsekolah dan tipe

sekolah 37

24 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan riwayat gaya pengasuhan dengan gaya pengasuhan, stimulasi, dan persepsi

(17)

25 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik anak dengan gaya

pengasuhan, stimulasi, dan persepsi ibu terhadap progresivitas 41 26 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan riwayat

gaya pengasuhan dengan tingkat kreativitas 42 27 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik anak dengan tingkat

kreativitas 42

28 Nilai koefisien korelasi antara gaya pengasuhan, stimulasi, dan

persepsi ibu terhadap progresivitas dengan tingkat kreativitas 43 29 Nilai koefisien korelasi antara tipe sekolah dengan tingkat

kreativitas 44

30 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kreativitas figural 45 31 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kreativitas verbal 47

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian pengaruh gaya pengasuhan ibu

terhadap kreativitas anak 14

2 Teknik penarikan sampel 16

3 Persentase sebaran contoh menurut tingkat kreativitas figural dan

tipe sekolah 35

4 Persentase sebaran contoh menurut tingkat kreativitas verbal dan

tipe sekolah 37

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai minimum, maksimum dan standar deviasi setiap variabel

yang diteliti 58

2 Analisis item kuesioner riwayat gaya pengasuhan 59

3 Analisis item kuesioner gaya pengasuhan 61

4 Analisis item kuesioner persepsi ibu terhadap progresivitas 63 5 Matriks korelasi antarvariabel berdasarkan uji Pearson (data

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Abad 21 adalah era ekonomi kreatif artinya konsep yang terus berkembang yang mendasarkan diri pada aset kreatif yang menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi (UNCTAD 2010). Hal ini terjadi karena perubahan teknologi yang semakin cepat, sehingga suatu negara membutuhkan sumber daya manusia yang mudah beradaptasi, solutif dalam menghadapi masalah, inisiatif, penuh imajinasi dan ide agar dapat menghasilkan produk atau desain yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang terus menuntut perubahan akibat proses globalisasi. Hal ini berarti jika negara memiliki keunggulan komparatif dalam ekonomi kreatif maka negara tersebut akan menguasai masa depan (Megawangi et al. 2010).

Berdasarkan pemaparan di atas jelaslah bahwa di era ekonomi kreatif ini dibutuhkan sumber daya manusia yang kreatif. Manusia yang kreatif adalah manusia yang dapat berpikir secara luas, berbeda dari yang lain (Guilford 1957), memiliki banyak ide (Michalko 1998), percaya diri, berani mengambil resiko, dan memiliki rasa ingin tahu yang besar (Davis 1992). Manusia kreatif juga dapat membebaskan dirinya dari cara berpikir konvensional atau kuno. Ia akan mencari cara yang berbeda. Kemampuan berpikir inilah yang disebut divergent thinking (Guilford 1957). Taksonomi Bloom pun menunjukkan bahwa kreativitas adalah bentuk dari kecerdasan tertinggi manusia (Anderson & Krathwohl 2001), karena dapat menciptakan sesuatu yang baru dan inovatif. Karya cipta seorang yang kreatif bentuknya dapat bermacam-macam, baik berupa produk ataupun ide untuk memecahkan masalah yang ada.

Tingkat kreativitas penduduk di suatu negara digambarkan dalam Global Creativity Index (GCI) yang dikeluarkan oleh Martin Prosperity Institute (2011). Negara-negara yang berada di peringkat 5 besar GCI adalah Swedia, Amerika Serikat, Finlandia, Denmark, dan Australia. Peringkat GCI ini didominasi oleh negara-negara maju, terutama Skandinavia. Posisi Indonesia ternyata berada di peringkat 81 dari 82 negara, artinya negara Indonesia memiliki penduduk yang kurang kreatif, dengan kata lain kondisi negara Indonesia dalam hal kreativitas masih tertinggal.

Selain itu, data yang dikeluarkan oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) (2007) menunjukkan bahwa hanya 1% siswa di Indonesia yang mampu berpikir advanced, artinya hanya segelintir siswa di Indonesia yang mampu mengelola informasi, membuat generalisasi, menyelesaikan masalah non-rutin, dan mengambil kesimpulan atas data. Kondisi ini berada di bawah negara Taiwan, Korea, dan Singapura yaitu 40% siswanya, bahkan lebih, mampu berpikir advanced. Sebaliknya, 78% siswa di Indonesia memiliki tingkat berpikir yang rendah, artinya sebagian besar siswa di Indonesia tidak dapat berpikir analisis, divergent, kompleks, dan kreatif (Megawangi et al. 2010).

(19)

2

usia. Menurut Gardner (2011) kreativitas menurun karena adanya kesalahan dalam mendidik anak. Kline (2011) juga mengatakan bahwa kesalahan orang tua dalam memotivasi anak dan sistem pembelajaran di sekolah yang tradisional dapat mematikan insting anak untuk belajar. Jika insting anak untuk belajar dihambat oleh lingkungannya maka anak akan mengalami kesulitan untuk menemukan banyak ide. Selain itu, stimulasi yang kurang juga dapat menghambat kreativitas (Runco 2004), seperti minimnya fasilitas yang dimiliki dan aktivitas yang diikuti anak.

Chao dan Tseng (2002) serta Ng (2001) mengatakan bahwa orang tua di Asia sebagian besar mengasuh anaknya dengan gaya pengasuhan authoritarian/otoriter. Artinya, kekuasaan sepenuhnya berada di tangan orang tua dan anak adalah pihak yang harus taat terhadap semua perkataan orang tua (Baumrind 1966). Ng (2001) menyatakan bahwa orang tua di Asia mensosialisasikan anaknya secara psikologis untuk bergantung dengan kelompoknya (keluarga atau masyarakat), sehingga anak-anak Asia suka mengkritik dirinya sendiri dan memiliki pandangan yang konservatif/kuno.

Berdasarkan laporan Federasi Kesehatan Mental Indonesia (FEKMI) (Haryadi & Chandra 2003) gaya pengasuhan orang tua di Indonesia tidak berbeda jauh dengan orang tua di negara-negara Asia pada umumnya. Sekitar 82% remaja di Indonesia beranggapan bahwa orang tua mereka adalah orang tua yang otoriter, 39% menyatakan bahwa orang tua mereka adalah pemarah, bahkan 50% mengaku pernah mendapatkan hukuman fisik. Sikap pemarah atau otoriter atau tindakan kekerasan fisik yang dilakukan oleh orang tua merupakan warisan dari orang tua mereka ketika mereka masih dalam pengasuhan (Tanaka et al. 2009) dan dapat dipastikan bahwa nanti anaknya akan mengasuh keturunannya dengan gaya pengasuhan yang sama.

Berdasarkan hasil survei FEKMI tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian besar anak Indonesia berada dalam kondisi yang tertekan dan tidak nyaman ketika di rumah. Anak yang berada dalam kondisi tertekan akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan struktur jaringan otaknya (Schore 2001) sehingga mereka akan kesulitan untuk mengeluarkan ide-idenya.

Selain karena gaya pengasuhan yang otoriter, kondisi anak yang tertekan bisa juga disebabkan karena keadaan ekonomi keluarga. Kondisi ekonomi Indonesia yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) (2012) menunjukkan bahwa pada bulan September 2011 jumlah penduduk miskin Indonesia sebesar 29.89 juta jiwa, sedangkan di jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat terdapat 4 650 810 di mana angka tersebut meningkat dibandingkan pada bulan Maret 2011. Kondisi miskin ini akan berakibat dengan minimnya fasilitas yang dimiliki anak di rumah dan kegiatan ekstrakurikuler/les yang diikuti oleh anak, sehingga dapat mengurangi stimulasi bagi anak untuk lebih kreatif.

(20)

3 yang membuat siswa Indonesia berada di posisi yang rendah dalam berpikir advanced.

Proses belajar mengajar lainnya yang dilakukan di sekolah konvensional adalah dengan cara drilling yang artinya siswa belajar dengan cara latihan berulang-ulang agar dapat menguasai materi (Sudjana 2005). Tentunya cara belajar tersebut hanya mengandalkan ingatan anak, bukan pemahaman apalagi kreativitas.

Sekolah dengan metode pengajaran seperti disebutkan di atas merupakan ciri-ciri sekolah konvensional. Berbeda dengan sekolah konvensional, sekolah progresif adalah sekolah yang menggunakan metode pengajaran active learning. Siswa diajak berdiskusi mengenai materi yang diajarkan. Siswa terlibat aktif di dalam proses pembelajaran. Hal ini akan membuat keingintahuan siswa meningkat.

Namun sayangnya hampir semua sistem pendidikan di Indonesia merupakan sistem yang konvensional. Terbukti dengan adanya Ujian Nasional (UN) yang mengharuskan siswa kelas 6 untuk mencapai nilai yang ditargetkan oleh pemerintah pada tiga bidang studi, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam, membuat sekolah hanya fokus terhadap nilai UN dan yang dinilai pun hanya tiga bidang studi saja, sehingga keunikan setiap siswa akan dikesampingkan. Jika sekolah berfokus pada nilai, maka guru di kelas akan mengajarkan anaknya dengan hanya memperhatikan ketuntasan materi berdasarkan waktu yang diberikan. Cara penyampaian materi pun juga difokuskan hanya untuk menambah nilai anak, bukan untuk menciptakan anak berpikir kreatif, sehingga sudah dapat dipastikan anak tidak terlatih untuk berpikir divergen.

Perumusan Masalah

Menurut Bronfenbrenner (1979), salah satu lingkungan yang mempengaruhi anak adalah keluarga. Keluarga adalah tempat yang pertama dan utama dalam mengasuh anak sehingga kualitas anak sangat tergantung dari pengasuhan orang tuanya. Berdasarkan Baumrind (1966), gaya pengasuhan yang terbaik yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah gaya pengasuhan authoritative, yaitu orang tua memegang kendali atas anaknya namun dengan memperhatikan perasaan dan keinginan anak, sehingga pendapat anak didengar dan anak berkesempatan untuk melontarkan ide-idenya di mana ide tersebut menjadi masukan bagi orang tuanya dalam menetapkan aturan.

Namun berdasarkan survei yang dilakukan oleh Save The Children di 10 kota besar di Indonesia mendapati bahwa 93% anak pernah mendapati kekerasan di rumah dan di sekolah. Artinya, mayoritas orang tua di 10 kota besar di Indonesia mengasuh anaknya secara otoriter. Hal inilah yang dapat menyebabkan menurunnya kreativitas karena anak harus patuh pada perintah orang tua, jika tidak maka ia akan mendapatkan kekerasan sehingga anak menjadi ketakutan dan tidak mampu berpikir luas.

(21)

4

utama lainnya adalah kurangnya waktu bermain bagi anak (Tempo 2012). Kurikulum yang berat dan dengan cara mengajar yang monoton membuat anak tidak bergairah untuk belajar (Astuti 2011). Anak pun menjadi bosan. Jika anak bertanya tidak sedikit guru yang merendahkan isi pertanyaan anak, bahkan ditertawai seluruh kelas. Selain itu, sistem pengajaran yang bertujuan hanya agar siswa dapat menjawab soal dengan benar sehingga mendapatkan nilai yang maksimal membuat anak tidak terlatih untuk berpikir luas. Bahkan terdapat praktik kecurangan yang dilakukan guru dengan memberikan bocoran jawaban kepada siswa dengan alasan takut siswanya tidak lulus, takut anak didiknya dinilai bodoh, takut sekolahnya dinilai tidak bermutu karena sedikit yang lulus UN (Herawati 2013).

Hal ini didukung dengan hasil survei yang dilakukan oleh Programme International Students Achievement (PISA) pada tahun 2009yang mencatat posisi siswa di Indonesia dalam bidang membaca, matematika dan sains sangat rendah. Indonesia menduduki posisi 57 dalam bidang membaca, posisi 61 dalam bidang matematika, dan posisi 60 dalam bidang sains dari 65 negara. Ini artinya siswa di Indonesia tidak mampu untuk mengembangkan logika, memaparkan alasan, dan berargumentasi.

Pernyataan-pernyataan tersebut merupakan landasan untuk membuat suatu penelitian mengenai hubungan antara gaya pengasuhan orang tua dengan tingkat kreativitas anak yang dibedakan antara sekolah konvensional dan progresif. Penelitian ini difokuskan kepada keluarga dan anak meliputi hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan gaya pengasuhan dan kreativitas, serta melihat tingkat kreativitas anak itu sendiri berdasarkan dua tipe sekolah yaitu konvensional dan progresif.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya pengasuhan ibu terhadap tingkat kreativitas siswa Sekolah dasar konvensional dan progresif di Kota Depok.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:

(1) Mengidentifikasi karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan riwayat gaya pengasuhan ibu pada dua tipe sekolah yang berbeda;

(2) Mengidentifikasi gaya pengasuhan ibu, stimulasi (fasilitas dan aktivitas ekstrakurikuler/les), dan persepsi ibu terhadap progresivitas pada dua tipe sekolah yang berbeda;

(3) Mengidentifikasi tingkat kreativitas anak;

(4) Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan riwayat gaya pengasuhan dengan gaya pengasuhan, stimulasi (fasilitas dan aktivitas ekstrakurikuler/les), dan persepsi ibu terhadap progresivitas;

(22)

5 (6) Menganalisis hubungan antara gaya pengasuhan, stimulasi (fasilitas dan

aktivitas ekstrakurikuler/les), persepsi ibu terhadap progresivitas, dan tipe sekolah (progresif dan konvensional) dengan kreativitas,

(7) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak terkait, yaitu orang tua, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sekolah, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bagi orang tua, penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai gaya pengasuhan yang dapat mendukung perkembangan kreativitas anak. Gaya pengasuhan orang tua saat ini dipengaruhi oleh gaya pengasuhan orang tuanya terdahulu, sehingga jika ia mendapatkan gaya pengasuhan yang salah ia dapat merubahnya agar tidak melakukan kesalahan tersebut, sehingga anak yang diasuhnya menjadi anak yang kreatif.

Bagi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kondisi keluarga yang dapat mendukung kreativitas anak.

Bagi sekolah, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai tingkat kreativitas siswa yang dibedakan berdasarkan tipe sekolah, sehingga sekolah dapat memperbaiki metode pembelajarannya agar menghasilkan siswa yang lebih kreatif.

Bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai tipe sekolah yang memiliki siswa kreatif, sehingga dapat membuat kebijakan yang sifatnya membangun kreativitas anak.

Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan terutama kajian bidang ilmu keluarga dan perkembangan anak, serta dapat menjadi pertimbangan untuk pengembangan penelitian sejenis berikutnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Keluarga

(23)

6

dibahas karena mayoritas bentuk keluarga di Indonesia adalah patriarki. Berikut adalah penjelasan satu per satu dari bagian sistem keluarga yang diteliti di tesis ini.

Teori Keluarga Struktural Fungsional

Penelitian ini mengacu pada teori struktural-fungsional. Teori struktural fungsional adalah teori utama yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana keluarga dapat berhasil, dan bagaimana hubungan keluarga pada masyarakat luas dan terhadap anggota keluarga itu sendiri (Strong & DeVault 1979). Kerangka berpikir teori ini adalah melihat suatu masyarakat sebagai suatu sistem dinamis yang terdiri dari berbagai subsistem yang saling berhubungan satu sama lain. Teori ini memandang bahwa semua subsistem tersebut memiliki konsekuensi bagi yang lainnya dan juga bagi sistem secara keseluruhan (Suhendi & Wahyu 2001). Teori fungsional berusaha untuk menemukan tujuan struktur sosial yang ada dan untuk menemukan bagaimana tujuan ini dicapai (Bengtson et al. 2005).

Asumsi dari teori struktural fungsional adalah dimana tujuan keluarga adalah untuk memenuhi peran tertentu dalam rangka menjaga masyarakat sebagai suatu fungsi yang lancar secara keseluruhan (Newman & Grauerholz 2002). Ibu sebagai anggota keluarga memiliki tugas utama mengasuh anak. Peran ibu dalam mengasuh anak sangatlah penting dalam pembentukan karakter anak. Kemampuan anak dalam berpikir juga merupakan hasil dari interaksi antara ibu dan anak. Teori Ekologi

Bronfenbrenner (1979) memandang perkembangan anak dalam perspektif ekologi. Di dalam model teori ekologi Bronfenbrenner menjelaskan adanya hubungan antara seseorang dengan lingkungannya yang terdiri dari lapisan-lapisan yang kompleks.

1. Lapisan Mikrosistem

Lapisan yang langsung mempengaruhi anak, yaitu keluarga dan kelas. Lapisan mikrosistem ini berkembang sesuai dengan usia anak. Pada awal kehidupan anak lapisan mikrosistemnya adalah keluarga, namun setelah bertambah umur dan memasuki dunia sekolah lapisan mikrosistemnya adalah kelasnya. Bronfenbrenner (1979) menambahkan bahwa dengan semakin bertambahnya jumlah mikrosistem dalam kehidupan anak akan meningkatkan interaksi timbal balik, maka dapat disimpulkan bahwa dengan semakin luas lingkungan mikrosistem anak maka perkembangan anak akan meningkat. 2. Lapisan Mesosistem

(24)

7 3. Lapisan Eksosistem

Lapisan eksosistem adalah lapisan yang tidak berhubungan langsung dengan anak tetapi berhubungan langsung dengan orang dewasa di sekitar anak, seperti tempat kerja orang tua, dewan sekolah, media masa, dan kerabat. 4. Lapisan Makrosistem

Makrosistem adalah cetakan dalam menentukan suatu kekuatan sosial pada level makro dan hubungannya dalam membentuk manusia. Lapisan makrosistem tidak mempengaruhi anak ataupun orang tua secara langsung. Makrosistem meliputi kebudayaan ataupun ideologi di mana individu hidup. 5. Kronosistem

Kronosistem meliputi peristiwa-peristiwa sepanjang rangkaian kehidupan dan keadaan sosiohistoris.

Berdasarkan teori ekologi Bronfenbrenner (1979), keluarga berada di lingkungan mikrosistem. Keluarga adalah unit yang pertama dan utama yang berpengaruh terhadap perkembangan anak, terutama orang tua, sehingga apa yang dilakukan oleh orang tua sangat mempengaruhi kehidupan anak (Hoghughi & Long 2004). Maka dari itu, gaya pengasuhan orang tua perlu diperhatikan. Tidak hanya gaya pengasuhan saja, tapi karakteristik yang ada pada diri orang tua juga perlu diperhatikan karena mempengaruhi kehidupan anak. Beberapa karakteristik orang tua yang mempengaruhi anak di antaranya adalah usia (Berryman 2000), keadaan sosial-ekonomi (McLoyd & Wilson 1991), jumlah anak (Becker 1991), bahkan gaya pengasuhan terdahulu yang diterima oleh orang tua (Reiner et al. 2010; Tanaka et al. 2009).

Gaya Pengasuhan

Pengasuhan adalah aktivitas yang ditujukan untuk memastikan perkembangan dan ketahanan anak (Hoghughi 2004). Gaya pengasuhan adalah standar strategi orang tua dalam membesarkan anak mereka di mana standar strategi terbentuk secara psikologis (Kordi & Baharudin 2010). Baumrind (1967) mengidentifikasi empat dimensi penting dalam gaya pengasuhan, yaitu strategi pendisiplinan, kehangatan dan perawatan, gaya komunikasi, serta harapan terhadap kedewasaan dan kontrol. Dari keempat dimensi tersebut maka Baumrind (1966) membagi gaya pengasuhan menjadi tiga tipe, yaitu authoritative (tuntutan yang beralasan), authoritarian (menuntut kepatuhan), dan permissive (menuruti keinginan anak).

Gaya pengasuhan authoritative adalah gaya pengasuhan dengan tingkat kehangatan dan pendisiplinan yang tinggi. Orang tua dengan gaya pengasuhan ini memberikan peraturan dengan penjelasan serta tetap ada kehangatan di dalam praktik pengasuhan (Timpano et al. 2010). Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan authoritative akan menjadi anak yang resilien (Ritter 2005), terhindar dari perbuatan kriminal, memiliki kompetensi sosial yang baik, memiliki tujuan (Okorodudu 2010), memiliki pencapaian akademik yang tinggi (Kordi & Baharudin 2010), serta memiliki kepercayaan dan kesadaran diri yang tinggi juga (Kordi & Baharudin 2010).

(25)

8

(Timpano et al. 2010). Selain itu, orang tua biasanya menerapkan peraturan tanpa kompromi dengan anak, mereka tidak menjelaskan mengapa peraturan tersebut ditetapkan, dan orang tua menuntut kepatuhan dari anak. Jika anak tidak mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan maka anak akan mendapatkan hukuman (Baumrind 1991). Biasanya anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan authoritarian akan bertingkah laku baik (Ginsburg et al. 2009) namun memiliki kemampuan sosial yang rendah (Zhou et al. 2004) dan kepercayaan diri yang rendah.

Gaya pengasuhan permissive adalah gaya pengasuhan yang ditandai dengan tingkat kehangatan yang tinggi tetapi kontrol terhadap perilaku yang rendah. Pada gaya pengasuhan ini orang tua mengizinkan anak untuk melakukan apa yang mereka mau lakukan dengan tingkat disiplin yang rendah (Timpano et al. 2010) dan anak adalah pihak yang mengontrol orang tua atau memegang kendali atas orang tuanya. Orang tua dengan gaya pengasuhan permissive adalah orang tua yang tidak menuntut kedewasaan dari diri anak dan mereka menghindari pertengkaran dengan anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan permissive memiliki kepercayaan diri yang tinggi (Rothrauff et al. 2009) namun cenderung untuk melakukan tindakan kriminal ketika remaja (Okorodudu 2010) dan lebih agresif (Underwood et al. 2009).

Berdasarkan ketiga gaya pengasuhan di atas, hasil penelitian Zarfiel (1991) mengungkapkan bahwa gaya pengasuhan authoritative berpotensi untuk menghasilkan anak yang kreatif.

Stimulasi

Teori ekologi Bronfenbrenner (1979) menjelaskan bahwa keluarga adalah lingkungan eksternal pertama yang berhubungan dengan seorang anak, artinya keluarga mempengaruhi kualitas seorang anak (Hastuti 2008). Bentuk pengaruh dari keluarga adalah stimulasi-stimulasi yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dan bisa berupa fasilitas yang tersedia di rumah atau kesempatan yang diberikan untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti les atau ekstrakurikuler.

Caldwell dan Bradley mengembangkan kuesioner HOME (Home Observation and Measurement of Environment) yang di dalamnya terdapat stimulasi dalam bentuk fasilitas (Hastuti 2008). Hal ini artinya fasilitas yang terdapat di rumah adalah faktor yang dapat mempengaruhi kualitas anak. Fasilitas tersebut di antaranya adalah mainan, buku, VCD, dan alat musik. Selain fasilitas, aktivitas aktif juga dicantumkan oleh Caldwell dan Bradley, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan hobi dan les yang mendukung bakat.

Adanya beragam fasilitias di rumah serta kegiatan di luar rumah yang diikuti anak dipengaruhi oleh kondisi keuangan keluarga. Lehaman (1990) menjelaskan bahwa keluarga dengan kondisi keuangan yang memprihatinkan akan lebih cepat menghambat kreativitas anak.

Sistem Sekolah

(26)

9 pertama yang mempengaruhi anak, namun sekolah memberikan dampak yang luar biasa terhadap kualitas seorang anak.

Setiap sekolah memiliki metode pembelajaran yang berbeda. Berdasarkan metode pembelajarannya secara umum sekolah dibagi ke dalam dua tipe, yaitu progresif dan konvensional. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing tipe sekolah.

Sekolah Progresif

Pendidikan progresif berawal dari pemikiran John Dewey di abad 20-an, di mana ia mengemukakan 5 poin penting, yaitu (Dewey 1897):

1. Pendidikan adalah partisipasi individu dalam kesadaran sosial.

2. Sekolah adalah tempat mendapatkan informasi, tempat di mana banyak hal yang dipelajari, atau tempat di mana suatu kebiasaan dibentuk sehingga sekolah harus merupakan cerminan dari komunitas sekolah. Sekolah juga harus merepresentasikan kehidupan saat ini.

3. Kurikulum di sekolah harus mencerminkan perkembangan manusia di dalam kehidupan sosialnya, sehingga harus menyatu dengan kegiatan-kegiatan lain atau dengan kata lain terintegrasi.

4. Metode pembelajaran berfokus pada anak, karena itu materi yang diberikan melihat pada apa yang diminati anak.

5. Sekolah merupakan alat rekonstruksi sosial.

Berdasarkan pemikiran Dewey (1897) tersebut dapat disimpulkan bahwa sekolah progresif adalah sekolah yang memiliki cara atau metode pengajaran berbeda dari sekolah yang konvensional. Biasanya sekolah progresif memiliki ciri sebagai berikut:

1. Menekankan cara belajar melalui praktik (learning by doing). 2. Kurikulum yang terintegrasi dan berdasarkan tema.

3. Sangat menekankan pada penyelesaian masalah dan berpikir kritis. 4. Bekerja kelompok dan pengembangan kemampuan sosial.

5. Memahami dan praktik adalah tujuan dari belajar, bukan sekedar menghapal. 6. Kolaboratif dan cooperative learning project.

7. Pendidikan sebagai tanggung jawab sosial dan demokrasi.

8. Kurikulum terintegrasi dengan pelayanan masyarakat dan service learning project terdapat di kurikulum harian.

9. Isi mata pelajaran diseleksi berdasarkan kemampuan apa yang akan dibutuhkan di masyarakat pada masa depan.

10. Penekanan terhadap buku merupakan alternatif variasi sumber belajar. 11. Menekankan pada pembelajaran sejati dan kemampuan sosial.

12. Penilaian berdasarkan evaluasi, proyek dan hasil karya siswa.

Biasanya sekolah progresif pada tingkat sekolah dasar tidak menggunakan nilai dalam melaporkan perkembangan belajar muridnya. Laporan perkembangan yang ditampilkan biasanya berupa narasi.

Sekolah Konvensional

Sekolah konvensional adalah sekolah yang memiliki metode pendidikan dengan cara-cara lama, yaitu sebagai berikut (Megawangi et al. 2010):

1. Pendekatan satu arah (one-way teaching).

(27)

10

3. Materi pembelajaran parsial.

Pendekatan satu arah artinya bentuk komunikasi antara guru dan murid di mana guru berbicara dan murid mendengarkan. Cara belajar rote learning artinya belajar dengan cara mengingat atau menghafal tanpa memahami makna yang dihafalkan. Ini berarti anak belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir yang rendah seperti taksonomi Bloom, yaitu di mana mengingat atau menghafal berada pada lapisan berpikir paling bawah (Megawangi et al. 2010). Materi pembelajaran yang parsial artinya materi yang diberikan tidak terintegrasi antar pelajaran. Siswa tidak dapat melihat keterkaitan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan siswa tidak mengerti apa relevansinya dengan kehidupan nyata (Megawangi et al. 2010).

Kreativitas

Definisi

Kreativitas memiliki beberapa definisi tergantung dari sisi mana ia dilihat dan dari sisi mana ia digunakan, sehingga dapat dikatakan kreativitas adalah konsep yang multidimensi. Beberapa definisi kreativitas yaitu kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru (asli, lain dari yang lain), berkualitas tinggi, dan tepat (berguna, sesuai dengan masalah) (Sternberg et al. 2002; Mayer 1999). Plucker dan Beghetto (2006) mendefinisikan kreativitas sebagai bentuk saling pengaruh mempengaruhi antara kemampuan dan proses di mana seseorang atau sekelompok orang menghasilkan suatu produk yang baru dan berguna secara sosial. Moustakas (1967) mengartikan kreativitas sebagai bentuk pengalaman dalam mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam suatu bentuk yang terpadu yang berhubungan dengan diri sendiri, alam, dan orang lain. Definisi kreativitas menurut Munandar (1977) adalah kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru yang memungkinkan untuk mengubah dan memperkaya dunianya dengan penemuan-penemuan di bidang iptek, seni maupun bidang lain.

Ciri-ciri Orang Kreatif

Berdasarkan beberapa definisi dan pendekatan kreativitas, maka ciri-ciri kreativitas dibagi menjadi dua ciri utama, yaitu aptitude (berpikir kreatif) dan non-aptitude (afeksi). Ciri-ciri aptitude dalam kreativitas adalah kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam berpikir. Sedangkan ciri-ciri non-aptitude terdiri dari sikap yang percaya diri, ulet, senang akan keindahan, dan kemandirian (Guilford 1959).

Secara umum ciri-ciri orang yang kreatif menurut Munandar (1977) adalah: 1. Mampu mewujudkan dirinya dan menggunakan bakat dan kemampuannya

dalam mengembangkan dan memperkaya hidupnya.

2. Mampu melihat berbagai kemungkinan untuk memecahkan masalah.

3. Mudah mendapatkan kepuasan, sehingga terhindar dari perasaan yang kurang baik seperti frustasi.

(28)

11 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kreativitas

Hasil penelitian Zarfiel (1991) menyatakan bahwa gaya pengasuhan ibu yang authoritative akan menghasilkan anak yang lebih kreatif dibandingkan anak lain yang diasuh selain dengan gaya pengasuhan authoritative. Munandar (1977) juga mengungkapkan bahwa perhatian orang tua dan fasilitas rumah dapat meningkatkan kreativitas anak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal terkait dengan sesuatu yang berasal dari dalam diri individu, seperti kemampuan berpikir dan sifat bawaan (Munandar 2009) sedangkan faktor eksternal adalah segala sesuatu yang berasal dari luar, seperti lingkungan dari keluarga, sekolah, media massa, dan lingkungan sosial lainnya.

Faktor eksternal yang dapat meningkatkan kreativitas jika ditinjau dari sisi keluarga adalah kebebasan, penghargaan terhadap kemampuan anak, kedekatan emosi yang cukup dan wajar antara orang tua dan anak, prestasi, sikap orang tua yang aktif dan mandiri, dan penghargaan. Orang tua yang memberikan kebebasan kepada anak, tidak otoriter, tidak selalu mengawasi anak, tidak membatasi anak, dan tidak terlalu mengkhawatirkan anaknya cenderung mempunyai anak yang kreatif. Sikap orang tua yang percaya terhadap kemampuan anaknya dan menghargai apa yang dihasilkannya akan membuat anak percaya diri untuk memutuskan dan melakukan sesuatu sehingga ia menjadi anak yang kreatif. Orang tua yang dekat secara emosi kepada anaknya dengan wajar akan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak, sehingga anak nyaman untuk bereksplorasi dan menjadikannya kreatif. Namun sebaliknya, orang tua yang terlalu banyak memberi peraturan serta membatasi kegiatan anaknya akan menjadikan anak terkekang sehingga kreativitas anak menjadi terhambat. Penghargaan orang tua yang kurang terhadap apa yang dihasilkan anak serta sikap orang tua yang kurang bergairah terhadap sesuatu yang baru akan membuat anak menjadi kurang kreatif (Munandar 2009).

(29)

12

KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan teoritis struktural-fungsional. Pendekatan struktural fungsional artinya setiap anggota keluarga melakukan tugasnya sesuai dengan struktur dan fungsinya sehingga tercipta suatu unit keluarga yang harmonis dan seimbang. Pada pendekatan teoritis struktural-fungsional, keluarga adalah suatu organisasi di mana terdapat pembagian kerja. Pembagian kerja ini dilakukan dengan sesuai sehingga keluarga bisa menjadi stabil dan begitupun dengan lingkungan sosialnya di masyarakat.

Aplikasi teori yang terdapat pada penelitian ini adalah tentang pengasuhan, yaitu peran dan fungsi orang tua dalam mendidik anak. Selain itu, penelitian ini juga mengaplikasi teori ekologi, karena selain keluarga, pengaruh sekolah juga dilihat pengaruhnya. Teori kreativitas juga dilihat dalam penelitian ini mengingat penelitian ini berisikan mengenai kreativitas anak.

Seorang anak hidup bermula dari lingkungan mikro yaitu keluarga. Keluarga mendampingi hidup anak sampai anak siap menjalani hidupnya secara mandiri, sehingga gaya pengasuhan orang tua dan stimulasi yang diberikan oleh orang tua kepada anak merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi hasil/output pada anak, salah satunya tingkat kreativitas. Gaya pengasuhan orang tua dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu karakteristik keluarga, karakteristik anak, serta pengalaman gaya pengasuhan orang tua di masa lalu, sedangkan stimulasi fasilitas dan aktivitas di rumah dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi orang tua.

Karakteristik anak terdiri dari usia dan jenis kelamin. Usia setiap anak terkait dengan tugas perkembangannya (Hurlock 1994) sehingga dibutuhkan strategi pengasuhan yang berbeda untuk membimbing anak agar berkembang sesuai tahap perkembangannya (Herbert 2004). Jenis kelamin anak mempengaruhi perlakuan orang tua. Bayi perempuan cenderung lebih dimanja daripada bayi laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayah lebih melindungi anak perempuannya dibandingkan dengan anak laki-lakinya (Stephens 2009).

Karakteristik keluarga yang terdiri dari usia ibu, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak, dan gaya pengasuhan yang didapat dari orang tua terdahulu juga mempengaruhi gaya pengasuhan. Seorang ibu dengan tingkatan usia yang lebih tua akan cenderung lebih dewasa atau bijak dalam mengambil sikap. Terbukti bahwa ibu yang lebih tua lebih sering tidur bersama bayinya dan memberikan ASI dibandingkan ibu dengan usia yang lebih muda (Berryman 2000). Aktivitas tidur bersama dan pemberian ASI merupakan bentuk interaksi antara ibu dan anak yang menggambarkan pengasuhan ibu, sehingga jelas bahwa usia ibu mempengaruhi pengasuhannya.

(30)

13 berpengaruh terhadap jumlah dan jenis fasilitas yang diberikan kepada anak serta aktivitas yang diikuti anak, sehingga hal ini dapat mempengaruhi kreativitas anak.

Jumlah anak yang dimiliki orang tua juga akan mempengaruhi gaya pengasuhan orang tua. Menurut Becker (1991), semakin banyak jumlah anak yang dimiliki maka semakin menurun kualitas anak tersebut. Menurunnya kualitas anak disebabkan oleh berkurangnya ketersediaan waktu, tenaga, dan materi yang diberikan orang tua kepada anak.

Pengasuhan yang didapat oleh seorang anak akan berdampak hingga ia dewasa. Dan ketika dewasa, ia akan menerapkan cara pengasuhan orang tuanya kepada anaknya. Penelitian yang dilakukan Tanaka et al. (2009) menunjukkan bahwa pengasuhan orang tua yang dilakukan sekarang terkait dengan pengasuhan yang didapat dari orang tuanya terdahulu ketika mereka masih anak-anak.

Karakteristik anak dan keluarga juga mempengaruhi tingkat kreativitas anak. Kreativitas jika dikaitkan dengan usia menunjukkan bahwa seseorang akan mengalami tingkat kreativitas yang berbeda-beda berdasarkan masa perkembangannya. Kreativitas akan semakin menurun dengan bertambahnya usia (Gardner 2011). Hal ini disebabkan seseorang sudah mengalami beberapa masa kritis di dalam kehidupannya yang dapat menghambat kreativitas (Hurlock 1994).

Berdasarkan jenis kelamin, beberapa penelitian kreativitas yang menggunakan tes berpikir divergen menunjukkan tingkat skor yang tinggi pada perempuan. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa perempuan memiliki kemampuan divergen yang lebih baik daripada laki-laki artinya perempuan lebih kreatif (Baer 1999).

Pengaruh gaya pengasuhan terhadap tingkat kreativitas dibuktikan dalam beberapa penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya pengasuhan orang tua yang authoritarian akan menghambat kreativitas anak, sedangkan orang tua yang jarang mengatur anak/memberi kebebasan akan menghasilkan anak dengan tingkat kreativitas yang tinggi (Kerr & Chopp 1999). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zarfiel (1991) bahwa orang tua yang mengasuh anaknya dengan gaya pengasuhan authoritative akan menghasilkan anak yang kreatif.

(31)
(32)

15

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian payung, yaitu terdiri dari penelitian kreativitas, karakter, kelekatan guru dan murid, bullying, serta gaya pengasuhan. Desain penelitian adalah cross sectional. Penelitian difokuskan pada dua tipe Sekolah Dasar (SD) di Kota Depok, yaitu sekolah konvensional dan sekolah progresif. Setiap tipe sekolah dibagi menjadi sekolah umum dan sekolah berbasis agama. Pemilihan sekolah dilakukan secara purposive, yaitu berdasarkan rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kota Depok. Hal ini dilakukan karena tidak tersedia data yang membedakan antara sekolah konvensional dan progresif. Pemilihan sekolah konvensional didasarkan pada syarat berikut ini:

1. Metode pembelajaran rote learning/drilling, orientasi kepada buku pelajaran. 2. Komunikasi satu arah, siswa lebih banyak mendengarkan, duduk diam,

sedangkan guru lebih banyak menerangkan materi dengan metode ceramah. 3. Materi terpisah, walaupun bertema namun dalam praktik pengajaran tidak

sesuai.

Syarat sekolah progresif adalah:

1. Metode pembelajaran active learning, ada praktik ataupun project sebagai proses dalam memahami materi.

2. Komunikasi dua arah, diskusi yang membangun pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.

3. Materi terintegrasi, menggunakan tema pembelajaran.

Pada awalnya sekolah konvensional diwakili oleh Sekolah Dasar Negeri (SDN) Unggulan, Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), dan Sekolah Dasar Non-muslim. Sekolah progresif diwakili oleh Sekolah Swasta Umum dan Sekolah Dasar Islam (SDI). Namun pada saat dilakukan pengamatan kelas dan wawancara dengan pihak sekolah, Sekolah Dasar Islam Terpadu dikelompokkan ke dalam sekolah progresif. Hal ini dikarenakan metode pengajaran di SDIT sebagian besar adalah diskusi dan active learning, sehingga siswa terbiasa mengeluarkan ide dan pendapat. Siswa juga membuat mind map untuk lebih memahami materi yang diajarkan.

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2012. Pengambilan data berupa psikotest dan pengisian kuesioner oleh siswa menghabiskan waktu kurang lebih 3 hari di setiap sekolah. Data kuesioner orang tua terakhir dikumpulkan pada bulan Juli 2012.

Penarikan Sampel

(33)

16

normal, artinya berdasarkan diagnosa psikolog dan/atau guru bukan merupakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pengambilan sampel menggunakan metode acak pada masing-masing sekolah terdiri dari 30 sampel sehingga total sampel adalah 150. Berikut adalah kerangka pengambilan sampel.

Gambar 2 Teknik penarikan sampel

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Keseluruhan data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data primer, meliputi karakteristik anak, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, stimulasi, persepsi ibu terhadap progresivitas, dan kreativitas. Data karakteristik anak, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, stimulasi, dan alasan pemilihan sekolah dikumpulkan dengan alat bantu kuesioner. Data kreativitas figural dan verbal diambil melalui psikotes dengan bantuan seorang tenaga psikolog. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Indikator Skala

Data Jenis kelamin Nominal Anak Kuesioner 2. Karakteristik

keluarga

Usia ibu Rasio Ibu Kuesioner Tingkat

pendidikan ibu

Ordinal Ibu Kuesioner

Pendapatan total keluarga

Rasio Ibu Kuesioner

Jumlah anak Rasio Ibu Kuesioner Riwayat gaya

(34)

17

No Variabel Indikator Skala

Data

Ordinal Anak Kuesioner (36 item) 4. Stimulasi Fasilitas (buku,

APE, VCD, peta,

Ordinal Ibu Kuesioner (10 item)

Uji reliabilitas dan validitas dilakukan pada kuesioner riwayat gaya pengasuhan, gaya pengasuhan, dan persepsi ibu terhadap progresivitas. Tabel 2

menunjukkan nilai Cronbach α hasil dari uji reliabilitas kuesioner tersebut.

Tabel 2 Hasil uji reliabilitas kuesioner riwayat gaya pengasuhan, gaya pengasuhan, dan persepsi ibu terhadap progresivitas

Kuesioner (nilai Cronbach α)Uji Reliabilitas Riwayat Gaya Pengasuhan

- Authoritarian 0.793

- Authoritative 0.926

- Permissive 0.550

Gaya Pengasuhan

- Authoritarian 0.760

- Authoritative 0.896

- Permissive 0.658

Persepsi Ibu terhadap Progresivitas 0.826

(35)

18

siswa. Penilaian yang diberikan dilihat dari jumlah gambar yang dibuat, jumlah jenis/kategori gambar, keunikan gambar (apakah gambar yang dibuat jarang terpikirkan oleh orang lain), banyaknya lingkaran yang digabung menjadi satu kesatuan gambar, dan jumlah detail yang tampak pada gambar di luar dari gagasan utama gambar tersebut (Munandar 2012a).

Tes Kreativitas Verbal (TKV) adalah tes yang mengukur kreativitas seseorang dalam hal bahasa. Tes ini terdiri dari 6 subtes yaitu permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifat yang sama, penggunaan luar biasa, dan apa akibatnya. Jumlah soal TKV adalah 24 soal. Pada subtes permulaan kata terdiri dari 4 soal dengan waktu penyelesaian masing-masing 2 menit. Subtes menyusun kata terdiri dari 4 soal dengan waktu penyelesaian masing-masing 2 menit. Subtes membentuk kalimat tiga kata terdiri dari 4 soal dengan waktu penyelesaian masing-masing 3 menit. Subtes sifat-sifat yang sama terdiri dari 4 soal dengan waktu penyelesaian masing-masing 2 menit. Subtes penggunaan luar biasa terdiri dari 4 soal dengan waktu penyelesaian masing-masing 2 menit. Subtes apa akibatnya terdiri dari 4 soal dengan waktu penyelesaian masing-masing 4 menit (Munandar 2012b).

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah terlebih dahulu melalui proses editiing, coding, scoring, entry data, cleaning data, dan analisis data. Lalu data disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Untuk mengontrol kualitas data dilakukan uji reliabilitas dan uji validitas dengan metode Cronbach’s Alpha untuk kuesioner riwayat gaya pengasuhan ibu, gaya pengasuhan ibu, dan alasan pemilihan sekolah.

Data yang dianalisis secara statistik deskriptif meliputi:

1. Data karakteristik anak yang terdiri dari usia anak dan jenis kelamin.

2. Data karakteristik keluarga yang terdiri dari usia ibu, tingkat pendidikan ibu, pendapatan totak keluarga, jumlah anak, dan riwayat gaya pengasuhan ibu di masa lalu. Khusus variabel riwayat gaya pengasuhan ibu di masa lalu mengacu pada Parenting Practice Questionnaire (PPQ) dan Parental Authority Questionnaire (PAQ) yang dimodifikasi. Kuesioner ini terdiri dari tiga tipe gaya pengasuhan yaitu authoritarian, authoritative,dan permissive. Gaya pengasuhan authoritarian terdiri dari 11 pertanyaan, gaya pengasuhan authoritative terdiri dari 17 pertanyaan, dan gaya pengasuhan permissive terdiri dari 10 pertanyaan dengan 4 skala jawaban, yaitu tidak pernah sama sekali (skor 1), jarang (skor 2), sering (skor 3), dan selalu (skor 4). Terdapat 2 item pertanyaan untuk gaya pengasuhan authoritative yang juga ditujukan untuk gaya pengasuhan authoritarian. Namun, untuk gaya pengasuhan authoritarian skor dibalik. Berikut adalah rumus penentuan masing-masing riwayat gaya pengasuhan ibu:

(36)

19 lebih tinggi dibandingkan dua riwayat gaya pengasuhan lainnya, begitupun dengan authoritative dan permissive.

3. Data gaya pengasuhan yang diisi oleh anak menggunakan metode yang sama dengan riwayat gaya pengasuhan ibu di masa lalu.

4. Data stimulasi terdiri dari fasilitas rumah dan aktivitas ekstrakurikuler/les. Kuesioner fasilitas rumah memiliki dua pilihan jawaban yaitu “tidak punya” dan “punya”, serta jawaban lanjutan yaitu jika contoh menjawab “punya” maka ia harus menyebutkan jumlah yang ia punya dari item yang dimaksud. Kuesioner aktivitas memiliki tiga pilihan jawaban yaitu “tidak pernah”, “dulu pernah mengikuti”, dan “ya, sekarang mengikuti”. Kuesioner aktivitas terbagi menjadi lima bagian, yaitu aktivitas akademik, seni, olah raga, bela diri, dan lain-lain.

5. Data persepsi ibu terhadap progresivitas terdiri dari 10 item. Setiap item terdiri dari dua pernyataan yang bertolak belakang. Ibu diminta untuk memilih penyataan yang lebih cocok dengan dirinya. Terdapat 4 pilihan jawaban, yaitu sangat setuju dengan pernyataan di sebelah kiri (skor 1), setuju dengan pernyataan di sebelah kiri (skor 2), setuju dengan pernyataan di sebelah kanan (skor 3), dan sangat setuju dengan pernyataan di sebelah kanan (skor 4). Skor untuk pertanyaan nomor 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dibalik. Skor dari 10 item dijumlah lalu dikategorikan ke dalam 3 kategori, yaitu tidak progresif/konvensional, cukup progresif, dan sangat progresif. Batas skor dari setiap kategori ditentukan dengan menggunakan interval kelas. Berikut rumus dalam menentukan interval kelas:

-6. Data kreativitas terdiri dari kreativitas figural dan verbal. Tes figural dan verbal dilakukan oleh siswa dan dipandu oleh psikolog mengingat instrumen yang digunakan merupakan psikotes yang sudah distandarisasi.

Statistik inferensial digunakan untuk menggeneralisasikan hasil penelitian dan data sampel, yaitu:

1. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan antara karakteristik keluarga (usia ibu, pendapatan total keluarga, dan jumlah anak), karakteristik anak (usia), riwayat gaya pengasuhan ibu di masa lalu, sistem keluarga (gaya pengasuhan ibu, stimulasi, dan persepsi ibu terhadap progresivitas), dan tingkat kreativitas (figural dan verbal).

2. Uji korelasi Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, dan tipe sekolah dengan variabel lainnya.

3. Uji korelasi Chi-square digunakan untuk melihat hubungan antara jenis fasilitas dan jenis aktivitas dengan tipe sekolah, tingkat pendidikan ibu dan tipe sekolah.

4. Uji beda Anova digunakan untuk melihat perbedaan rata-rata variabel numerik antarsekolah.

5. Uji beda t-test digunakan untuk melihat perbedaan rata-rata variabel numerik antar tipe sekolah (konvensional dan progresif).

(37)

20

erat dengan variabel lainnya maka dari kedua variabel tersebut akan dipilih satu variabel saja untuk diuji pengaruhnya terhadap kreativitas dengan menggunakan Ancova. Hal ini dikarenakan kedua variabel tersebut dianggap kembar atau sama. Pada variabel yang dianggap saling berinteraksi kedua datanya akan dikalikan dan menjadi variabel baru, baik variabel interaksi maupun dua variabel aslinya diolah menggunakan uji Ancova untuk melihat pengaruhnya terhadap kreativitas.

Formulasi notasi uji Ancova adalah:

Y1 = β0 + β1 X1 + β2 D1 + β3 X2 + β4 X3 + β5 X4 + β6 X5 + β7 X6 + β8 X7 + β9 X8 +

β10 X9 + β11 X10 + β12 X11 + β13 X12 + β14 X13 + β15 X14 + β16 X15 + β17 D2 + ε dan

Y2= β0+ β1 X1+ β2 D1+ β3 X2+ β4 X3+ β5 X4+ β6 X5+ β7 X6+ β8 X7+ β9 X8 +

β10 X9 + β11 X10 + β12 X11 + β13 X12 + β14 X13 + β15 X14 + β16 X15 + β16 D2 + ε Keterangan: Y1 = Tingkat kreativitas figural

Y2 = Tingkat kreativitas verbal X1 = Usia anak (tahun)

D1 = Jenis kelamin (0 = laki-laki, 1 = perempuan) X2 = Usia ibu (tahun)

X3 = Tingkat pendidikan ibu

X4 = Pendapatan total keluarga (Rupiah/bulan) X5 = Jumlah anak (orang)

X6 = Riwayat gaya pengasuhan ibu authoritarian X7 = Riwayat gaya pengasuhan ibu authoritative X8 = Riwayat gaya pengasuhan ibu permissive X9 = Gaya pengasuhan ibu authoritarian X10 = Gaya pengasuhan ibu authoritative X11 = Gaya pengasuhan ibu permissive X12 = Fasilitas di rumah (jumlah barang)

X13 = Aktivitas yang diikuti anak (jumlah aktivitas) X14 = Persepsi ibu terhadap progresivitas

D2 = Tipe sekolah (0 = progresif, 1 = konvensional)

Definisi Operasional

Usia anak dan ibu adalah umur contoh, baik anak maupun ibu, dihitung dari tahun kelahiran sampai dengan tahun pengambilan data dan satuannya berupa tahun.

Jenis kelamin anak adalah tipe seksual contoh berupa pilihan laki-laki atau perempuan.

Tingkat pendidikan ibu adalah tingkat atau jenjang pendidikan yang ditempuh oleh ibu, mulai dari tidak sekolah, SD, SMP, SMA, diploma, S1, dan S2/S3. Pendapatan total keluarga adalah pemasukan dana yang diterima oleh orang tua

(ayah dan ibu) setiap bulan dalam satuan rupiah.

(38)

21 Riwayat gaya pengasuhan adalah gaya pengasuhan yang diterima oleh ibu

contoh ketika masih diasuh oleh orang tuanya. Riwayat gaya pengasuhan dibagi menjadi 3 tipe, yaitu authoritarian, authoritative, dan permissive. Gaya pengasuhan adalah cara orang tua berinteraksi dan memperlakukan

anaknya sehari-hari di mana cara tersebut terbentuk secara psikologis, meliputi cara pendisiplinan, komunikasi, kehangatan, dan harapan. Gaya pengasuhan dibagi menjadi 3, yaitu authoritarian, authoritative, dan permissive.

Stimulasi adalah penyediaan fasilitas dan aktivitas (ekstrakurikuler/les) yang diberikan oleh orang tua. Penyediaan fasilitas ataupun aktivitas ini didapat oleh anak melalui pendapat keluarga.

Stimulasi fasilitas diukur melalui jumlah dan jenis fasilitas yang disediakan orang tua di rumah untuk anak. Terdapat 17 jenis fasilitas, yaitu buku, puzzle, VCD film, VCD edukasi, VCD/CD/kaset musik, VCD instruksi/demo, games komputer edukasi dan selain edukasi, balok/lego, alat musik, alat menggambar, komputer/laptop/tablet, alat olah raga, lilin/playdough, alat bermain peran, peta/globe/atlas, play station/nintendo. Stimulasi aktivitas adalah jumlah kegiatan ekstrakurikuler ataupun les yang

pernah dan sedang diikuti oleh anak. Stimulasi aktivitas terdiri dari 5 jenis aktivitas yaitu akademik (Bahasa Inggris, Matematika, Komputer, lainnya), seni (tari, melukis/menggambar, menyanyi, seni peran/acting, piano/keyboard, gitar, drum, biola, marching band, lainnya), olah raga (berenang, futsal/sepak bola, basket, bulu tangkis, tenis, voli, tenis meja, lainnya), bela diri (taekwondo, karate, silat, kempo, kapuera, lainnya), dan lain-lain (Pramuka, karya tulis, memasak, lainnya).

Persepsi ibu terhadap progresivitas adalah tingkat progresivitas alasan orang tua memilih sekolah untuk anaknya.

Sekolah konvensional adalah sekolah yang memiliki metode pengajaran klasikal di mana komunikasi yang berlangsung hanya satu arah yaitu guru menerangkan dan siswa mendengarkan.

Sekolah progresif adalah sekolah yang memiliki metode pengajaran active learning dan tidak terdapat peringkat/ranking di setiap kelas.

Tes kreativitas figural adalah tes untuk mengukur kreativitas anak dengan melihat keluwesan, keaslian, elaborasi, dan fleksibilitas dalam membuat suatu produk gambar dari beberapa lingkaran.

Tes kreativitas verbal adalah tes untuk mengukur kreativitas anak berdasarkan tingkat kemampuan berbahasa.

Gambar

Gambar 2  Teknik penarikan sampel
Tabel 3  Rata-rata usia ibu dan perbedaannya antarsekolah dan tipe sekolah
Tabel 5 Rata-rata pendapatan total keluarga dan perbedaannya antarsekolah dan
Tabel 6 Rata-rata jumlah anak dan perbedaannya antarsekolah dan tipe sekolah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik responden, karakteristik keluarga responden (ayah dan ibu), gaya pengasuhan, preferensi siswa terhadap lingkungan

Ada beberapa faktor yang dapat menumbuh suburkan kreativitas anak disekolah yaitu SDM, manajemen sekolah, sarana dan prasarana, kondisi fisikm serta tempat dimana sekolah itu

Oleh karena itu, hal yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah hubungan antara karakteristik keluarga, karakteristik remaja, tingkat stres ibu, gaya pengasuhan

Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara sebaran usia anak, berat lahir anak, usia kehamilan ibu, urutan anak, usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, tingkat

Tujuan pada penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan pendapatan keluarga dengan status gizi anak balita usia

Penelitian yang dilakukan Ahmadi, Mustaffa, dan Ahmadi (2014), memperkuat bahwa faktor lingkungan, gen, dan keluarga mempengaruhi tingkat kreativitas anak-anak mereka,

Dan di dalam penelitian ini terdapat empat variabel yang diduga berhubungan dengan tingkat konsumsi susu pada siswa, tingkat pendidikan ibu, pendapatan orang tua, tingkat

Oleh karena itu, hal yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah hubungan antara karakteristik keluarga, karakteristik remaja, tingkat stres ibu, gaya pengasuhan