• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Karakter Tanaman dan Kadar Minyak Atsiri beberapa Aksesi Kemangi (Ocimum canum sims)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Karakter Tanaman dan Kadar Minyak Atsiri beberapa Aksesi Kemangi (Ocimum canum sims)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI KARAKTER TANAMAN DAN KADAR

MINYAK ATSIRI BEBERAPA AKSESI KEMANGI (O

cimum

canum

sims)

EMILIA TRI WIDYASTUTI

A24080122

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Karakter Tanaman dan Kadar Minyak atisir beberapa Aksesi Kemangi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

EMILIA TRI WIDYASTUTI. Identfikasi Karakter Tanaman dan Kadar Minyak Atsiri beberapa Aksesi Kemangi (Ocimum canum sims). Dibimbing oleh ANI KURNIAWATI.

Penelitian dilaksanakan di lahan Serikat Petani Indonesia (SPI), Dramaga, Bogor pada bulan Oktober-Januari 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter agronomi, agronomi,fisiologi dan kadar minyak atsiri beberapa aksesi kemangi. Aksesi yang digunakan yaitu aksesi Cilengar dan Cipancar, Sumedang, Bojong, Sukabumi, dan Situgede, Bogor. Percobaan ini disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal. Faktor perlakuan berupa beberapa aksesi kemangi dengan lima pengulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi tidak mempengaruhi karakter agronomi, fisologi dan kadar minyak atsiri. Identifikasi karakter morfologi menghasilkan tiga kelompok. Aksesi Cilengar merupakan aksesi terpisah dari aksesi lain. Aksesi Cipancar menghasilkan kadar minyak atsiri tertinggi dibandingkan dengan aksesi lain.

Kata kunci : agronomi, fisiologi, kemangi, morfologi, kadar minyak atsiri

ABSTRACT

EMLIA TRI WIDYASTUTI. Identification Character’s Plant and Content of Essential Oil from some Kemangi Accessions. Supervised by ANI KURNIAWATI.

The research was conducted at Serikat Petani Indonesia (SPI)’s field, Dramaga, Bogor on Oktober 2012 until January 2013. The aim of this research was find of character agronomy, morphology, physiology, and content of essential oil from some kemangi accessions. The accessions were used from Cilengar and Cipancar, Sumedang, Bojong, Sukabumi, and Situgede, Bogor. The experiment was arranged in Completely Randomized Block Design with single treatment. The treatment was some accessions with five replication. The results of this research was the accessions were not significant for character agronomy. Identification character morphology in this research produced three groups. Cilengar was accession that seperate with other accession. Cipancar produced the highest content of essential oil than other accessions.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

IDENTIFIKASI KARAKTER TANAMAN DAN KADAR

MINYAK ATSIRI BEBERAPA AKSESI KEMANGI (

Ocimum

canum

sims)

EMILIA TRI WIDYASTUTI

A24080122

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Identifikasi Karakter Tanaman dan Kadar Minyak Atsiri beberapa Aksesi Kemangi (Ocimum canum sims) Nama : Emilia Tri Widyastuti

NIM : A24080122

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas segala nikmat sehat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Identifikasi Karakter Tanaman dan Kadar Minyak Atsiri Beberapa Aksesi Kemangi (Ocimum canum sims)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr Ani Kurniawati SP MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan kepada penulis selama penelitian sampai penulisan skripsi ini. Dr Heny Purnamawatidan Dr Ir Ade Wachtjar MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis. Ibu Nurhayati dan Ayah Tamdjid yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan yang tulus baik moril maupun materil. Kedua kakak Isnaeni Ramdan dan Kiki Oktaviani serta adik Agung Sesar Pamungkas yang telah memberikan semangat kepada penulis. Lilik Arwanto yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. Teman- teman AGH 45 khususnya Rezki, Niken, Lidya, Novita, Anita, Rachel, Rani atas bantuan, kerjasama, dukungan dan kebersamaannya selama ini. Ika, Manda, dan Fika serta semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi para pembaca.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Morfologi Kemangi 2

Habitat dan Penyebaran Kemangi 2

Kandungan Kimia 3

Minyak Atsiri Kemangi 3

Keragaman Ocimum spp 4

Koleksi dan Karakterisasi 5

Panen 5

Ekstraksi Minyak Atsiri 5

BAHAN DAN METODE 5

Tempat dan Waktu 5

Bahan dan Alat 5

Metode Penelitian 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Kondisi Umum 10

Karakter Agronomi 11

Karakter Fisiologi 19

Karater Morfologi 22

KESIMPULAN DAN SARAN 26

Kesimpulan 26

Saran 26

(11)

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam 11 2 Rekapitulasi Karakter Agronomi 18 3 Karakter morfologi empat aksesi 22

DAFTAR GAMBAR

1 Hama dan Penyakit 10 2 Grafik Tinggi Tanaman Tiap Aksesi 12 3 Tinggi Tanaman Tiap Aksesi 12 4 Grafik Jumlah Cabang Primer 13 5 Grafik Jumlah Cabang Sekunder 14 6 Grafik panjang dan Lebar daun 14 7 Pengukuran Panjang dan Lebar Daun 15 8 Grafik Bobot Brangkasan Total tiap Aksesi 15 9 Grafik Jumlah Tandan Bunga 16 10 Jumlah Tandan Bunga 16 11 Grafik Rata-Rata Bobot 100 Biji 17

12 Bobot 100 Biji 17

13 Grafik Minyak Atsiri 18 14 Grafik Kadar Klorofil a dan Klorofil b 20 15 Penampakan Trikoma Bagian Bawah 21 16 Penampakan Trikoma Bagian Atas 21 17 Dendrogram karakter morfologi 23 18 Jumlah Batang yang Berbunga 24 19 Warna Rangkaian Bunga 24 20 Warna Putik Bunga 25

21 Bentuk Daun 25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data Ketinggian Keempat Aksesi 31

2 Data Iklim 31

3 Analisis Ragam Tinggi Tanaman 31 4 Analisis Ragam Jumlah Cabang Primer 32 5 Analisis Ragam Jumlah Cabang Sekunder 33 6 Analisis Ragam Tandan Bunga 34 7 Analisis Ragam Bobot 100 Biji 34 8 Rata-rata kadar Minyak Atsiri 34 9 Analisis Kadar Klorofil a dan b 34

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tinggi di dunia. Ratusan hingga ribuan jenis tumbuhan sudah dikenal oleh masyarakat sebagai tumbuhan obat (Heyne 1987) tetapi baru sekitar 17% yang sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional secara komersial (Hamid et al. 1991). Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku obat tradisional diperkirakan akan terus meningkat, karena adanya kecenderungan masyarakat untuk kembali ke produk-produk dari bahan alami dan karena banyaknya keterkaitan bangsa Indonesia dalam mengkonsumsi obat tradisional.

Tanaman atsiri umumnya diusahakan oleh petani dengan modal dan luasan terbatas serta kebanyakan menggunakan alat penyuling yang sederhana, sehingga mutu dan rendemen yang dihasilkan masih rendah (Hobir et al. 2003), untuk mendapatkan minyak atsiri yang bermutu tinggi dengan harga pokok relatif rendah (rendemen tinggi misalnya untuk nilam > 2.00%) antara lain harus menggunakan alat penyuling yang efektif dan efisien.

Ekspor produk minyak atsiri Indonesia selama ini masih dalam bentuk setengah jadi. Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam deptan menunjukkan, nilai ekspor minyak atsiri pada Januari-Maret 2011 sebesar USS 135 362 814. Nilai ini melonjak 32. 26% dibandingkan nilai ekspor tiga bulan pertama tahun lalu yang mencapai USS 102 348 956.

Kemangi merupakan salah satu jenis tanaman terna yang merupakan jenis tanaman obat, selain itu tanaman kemangi juga merupakan salah satu tanaman aromatik yang menghasilkan minyak atsiri. Bagian kemangi yang paling banyak mengandung minyak atsiri ini ialah daun dan bunganya. Minyak esensial ini biasanya digunakan dalam bidang kecantikan sebagai campuran pembuatan obat ataupun untuk bahan perawatan tubuh seperti sabun mandi, biang parfum, pelembab tubuh, dan minyak aroma terapi. Jika dicampur dengan lulur, kemangi dapat merangsang peredaran darah di tubuh sehingga kulit lebih halus dan berkilau, serta mengatasi masalah jerawat dan kerontokan rambut (Kompas 2011). Untuk meningkatkan nilai tambah tanaman obat, penelitian mengenai kegunaan, mutu dan kandungan kimia tanaman obat perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan selain untuk mencari peluang ditemukannya kerabat tanaman yang bersangkutan yang mungkin lebih baik dari tanaman yang sudah diketahui manfaatnya. Langkah awal dari kegiatan tersebut dilakukan karakterisasi dari tanaman hasil eksplorasi dan tanaman yang ada dalam kebun pelestarian. Hanarida (2005) menyebutkan istilah karakterisasi digunakan untuk identifikasi sifat morfo-agronomi. Kandungan fisiko kimia dalam identifikasi sifat-sifat dapat digunakan dalam membedakan aksesi/nomor yang dimiliki.

Tujuan penelitian

(13)

2

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan karakter tanaman pada masing-masing aksesi kemangi. 2. Perbedaan aksesi akan mempengaruhi kadar minyak atsiri.

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Kemangi

Kemangi merupakan tanaman setahun yang tumbuhnya tegak dengan cabang yang banyak. Tanaman ini berbentuk perdu, dengan tinggi 0.3 hingga 1.0 meter. Daun-daunnya hijau dan berbau harum. Bagian tangkai daun mempunyai panjang 2.5 cm, luas daun berbentuk elips dengan ukuran 2.5-5 cm x 1-2.5 cm (Siemonsma dan Pileuk 1994). Kemangi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1 500 dpl (diatas permukaan laut) dan tumbuh baik pada tanah terbuka maupun agak teduh dan tidak tahan terhadap kekeringan.

Kemangi merupakan tanaman semusim yang tumbuh tegak, mempunyai banyak cabang dan tingginya berkisar antara 0.3-1 m. Batang dan cabang kemangi berwarna hijau kekuningan (Van den Bergh 1994). Tangkai daun dan kelopak kemangi berwarna hijau, sedangkan mahkotanya berwarna putih (Heyne 1987).

Tanaman kemangi mempunyai bentuk batang bulat jika masih muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna kecokelatan dan berkayu, mempunyai cabang banyak. Daun berwarna hijau berbentuk elips, terkadang agak bergelombang, pinggiran daun bergerigi. Bunga terbentuk pada ujung cabang, warna rangkaian bunga hijau, bunga mekar di pagi hari, mahkota bunga berwarna putih, bagian luar berbulu halus. Biji kemangi berbentuk bulat kecil dan berwarna hitam.

Varietas kemangi yang ada di Israel ada 3 yaitu Perrie, Nirit dan Hagar. Ketiga varietas ini mempunyai ketahanan terhadap layu fusarium. Masing-masing varietas memiliki kandungan aromatik yang berbeda. Kandungan paling utama linalool, methyl chavicol, eugenol dan methyl eugenol (Christopher 2002).

Habitat dan Penyebaran Kemangi

Menurut Van den Bergh (1994), tanaman kemangi tidak diketahui berasal dari mana, namun tanaman ini banyak ditemukan di Afrika dan Asia serta telah diintroduksi ke Amerika. Kemangi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1 500 dpl, banyak ditemukan di daerah tropis sampai sub tropis dan diduga berasal dari Afrika. Kemangi juga ditemukan di Thailand (disebut manglok), Mediterania/Italia (disebut genovese), dan India (disebut holy basil atau tulsi). Spesies yang berbeda menyebar luas ke beberapa negara tropika. Di negara Perancis, Italia, Mesir dan beberapa negara lainnya kemangi dibudidayakan untuk disuling minyaknya (Skaria et al. 2007).

(14)

sawah-3 sawah kering dan dalam hutan-hutan jati seringkali disemaikan di kebun-kebun dan pekarangan rumah (Heyne 1987).

Kandungan Kimia

Simon (1992) menyatakan bahwa kemangi mengandung minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai parfum, farmasi, dan industri makanan. Kandungan minyak atsiri kemangi meliputi methyl cavicol, linalool, camphor, sitral, dan eugenol. Menurut Ketaren (1985) hasil penyulingan kemangi menghasilkan rendemen minyak atsiri sekitar 0.2% dengan kandungan yang terdiri atas sineol, metil chavicol, dan hidrokarbon bertitik rendah. Menurut Skaria (2007) komponen utama minyak atsiri terdiri atas linalool dan camphor. Berdasarkan penelitian (Sulianti 2008) perbedaan tempat tumbuh Ocimum spp. sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia minyak atsiri yang dihasilkan. Minyak atsiri kemangi dari Cianjur, Jawa Barat menghasilkan komponen kimia minyak utama seperi terpineol sebesar 1.32% sedangkan minyak astiri dari Kenya, Afrika, dan Togo menghasilkan senyawa terpeniol 40% (Matasyoh et al. 2006).

Menurut (Silva et al. 2003) minyak atsiri dari kemangi yang tumbuh di Brazil dilaporkan memiliki metil sinamat (>80%) sebagai komponen utama. El Aziz (2007) mengemukakan bahwa minyak atsiri kemangi yang berasal dari Mesir memiliki komponen utama eugenol dengan kandungan 28.46% dan metil kavikol sebesar 17.34%.

Minyak Atsiri Kemangi

Minyak atsiri mudah menguap dan mempunyai aktivitas biologis sebagai antimikroba. Minyak atsiri dibagi menjadi dua komponen, yaitu komponen hidrokarbon dan komponen hidrokarbon teroksigenasi atau fenol. Fenol memiliki sifat antimikroba sangat kuat. Minyak atsiri dapat mencegah pertumbuhan mikroba penyebab penyakit, seperti Staphylococcus aureus, Salmonella enteritidis, dan Escherichia coli. Minyak atsiri juga dapat menangkal infeksi akibat virus Basillus subtilis, Salmonella paratyphi, dan Proteus vulgaris.

Kandungan utama minyak atsiri O. canum adalah sitral (43.5%) dan geraniol (21.23%) (Balittro 2008). Kandungan sitral kemangi Balittro hampir sama dengan kandungan citral koleksi kemangi di Indiana (Morales et al. 1993). Standar mutu minyak O. basilicum berdasar EOA yaitu: warna minyak kuning muda, BJ 0.952-0.973, putaran optik 0◦-2◦, indeks bias 1.512-1.5190, bilangan asam <1 dan kelarutan alkohol 4:1.

Minyak atsiri O. basilicum bersifat anti jamur (Dube et al. 1989 ) dan senyawa kimia seperti ocimen, eugenol, linalool dan sitral bersifat anti bakteri (Knobloch et al. 1989), methyl cavicol dan linalool dapat digunakan untuk pengendali hama gudang Callosobrucus sp. (Villalobos dan Acosta 2003), methyl eugenol dapat digunakan untuk pengendali hama gudang beras Sitophilus oryzae dan Criptolestes pusillus (Lopez et al. 2008).

(15)

4

sebesar 0.1% sedangkan aksesi Karawang menghasilkan rata-rata rendemen sebesar 0.20%. brachiatum Blume ) yang dikenal dengan kemangi, O. basilicum(selasih) dan O. teniflorum (O. sanctum L) atau ruku-ruku (Oyen dan Dung 1999). Kemangi digunakan untuk sayuran (lalap), ruku-ruku untuk penyedap masakan, O. basilicum, O. minimum O. gratisimum sebagai penghasil minyak atsiri yang dapat digunakan untuk pestisida nabati.

Di dunia ini berbagai varietas selasih telah banyak dikenal, biasanya diseleksi didasarkan pada aroma dan warna tanaman. Ocimum spp. Secara komersial banyak dibudidayakan di Eropa bagian Selatan, Mesir, Maroko, Indonesia dan California (Simon et al.1990). Tanaman diperbanyak dengan biji, dapat tumbuh pada ketinggian 0-1 500 m dpl, tumbuh baik pada tanah yang terbuka, maupun agak teduh dan tidak tahan terhadap kekeringan. Menurut (Heyne 1987) dan (Burkill 1935) tanaman kemangi berasal dari Asia Tropis.

Keragaman kemangi tiap daerah kemungkinan berbeda. Pada penelitian Balittro 2008 menyebutkan bahwa dua kemangi yang berasal dari Bogor mempunyai warna daun yang berbeda yaitu daun hijau dan daun keunguan. Pada penelitian Sulianti (2008) minyak atsiri kemangi dari Cianjur, Jawa Barat menghasilkan komponen kimia utama seperti terpineol sebesar 1.32 % sedangkan minyak atsiri dari Kenya, Afrika, dan Togo menghasilkan senyawa terpineol di atas 40 %. Menurut hasil penelitian De Villera (2008) aksesi kemangi yang berasal dari Bogor daunnya lebih lebar dibanding dengan kemangi aksesi Karawang.

Koleksi dan Karakterisasi

Altoverus dan Engle (1999) mengemukakan bahwa mengkoleksi plasma nutfah sayuran bertujuan untuk konservasi dan pemanfaatan plasma nutfah sayuran. Penentuan spesies yang akan dikoleksi berdasarkan pada alasan, yaitu spesies mengalami ancaman erosi genetik, memiliki potensi ekonomi tinggi statusnya langka karena populasinya sedikit, penyebarannya terbatas dan dibutuhkan untuk tujuan penelitian. Engle (1992) menyatakan bahwa koleksi bertujuan untuk menyediakan bahan genetik secara luas yang dapat memenuhi keinginan para pemulia akan genotipe-genotipe yang diinginkan sebagai bahan persilangan. Untuk itu, bahan-bahan yang tersedia dalam gen bank dapat digunakan oleh pemulia, sehingga data karakterisasi dan evaluasi dapat tersedia.

(16)

5 penciri dari varietas yang bersangkutan. Karakterisasi hampir sama dengan evaluasi yaitu digunakan untuk mengidentifikasi sifat morfologi dan agronomi sebuah tanaman. Kandungan fisiko kimia dalam identifikasi sifat-sifat dapat digunakan dalam membedakan aksesi atau nomor aksesi yang dimiliki (Hanarida 2005).

Panen

Panen ialah kegiatan mengumpulkan hasil usaha tani dari budidaya pertanian. Pemanenan dilakukan ketika tanaman sudah memasuki masak fisiologis. Tanaman kemangi dipanen untuk pengambilan kadar minyak atsiri pada umur 6 MST ketika tanaman mulai mengalami pembentukan biji penuh dan daun bagian bawah berwarna kuning (Balittro 2008).

Menurut Sunarto (1994), panen kemangi pertama bisa dilakukan saat tanaman sudah berumur 2–3 bulan setelah pindah tanam, namun menurut Nazarudin (1995), panen pertama sudah dapat dilakukan saat tanaman berumur 50 hari. Menurut Sunarto (1994), pemanenan dilakukan dengan memetik pucuk muda dengan panjang sekitar 10 cm. Pemangkasan tanaman dapat dilakukan untuk memicu tunas-tunas baru tumbuh dan mencegah munculnya bunga, namun untuk tanaman yang diperuntukkan untuk diambil benihnya sebaiknya tidak dipangkas.

Ekstraksi Minyak Atsiri

Penyulingan terna dilakukan dengan sistem kukus untuk mendapatkan minyak atsiri (Balittro 2008). Sebelum dilakukan penyulingan bahan segar dikeringanginkan di dalam ruangan sekitar 3 hari. Ekstraksi minyak kemangi biasanya dilakukan dengan destilasi (penyulingan). Penyulingan yang biasa dilakukan dengan cara penyulingan uap dan air. Namun, waktu yang diperlukan cukup lama karena minyak kemangi memiliki titik didih yang tinggi. Penyulingan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ikut tersulingnya senyawa-senyawa yng tidak diinginkan (fosfor, besi dan belerang) yang bisa mempengaruhi aroma minyak atsiri yang dihasilkan. Destilasi uap dan air mempunyai kelemahan dalam prosesnya, yaitu waktu yang dibutuhkan dalam pemisahan campuran relatif lama, temperatur yang dibutuhkan untuk mencapai titik didih campuran relatif lama.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

(17)

6

Bahan dan Alat

Alat yang digunakan adalah alat budidaya pertanian, penggaris, timbangan analitik, alat destilasi, alat tulis dan kamera, sedangkan bahan yang digunakan yaitu benih kemangi keempat aksesi, diantaranya aksesi Cilengar dan aksesi Cipancar, Sumedang, aksesi Bojong, Sukabumi dan aksesi Situgede, Bogor serta pupuk kandang sekam.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode percobaan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal, yaitu empat aksesi kemangi (aksesi Cielngar, aksesi Cipancar, aksesi Bojong , dan aksesi Situgede). Setiap aksesi diulang 5 kali untuk masing-masing taraf sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 54 tanaman.

Adapun model linier RKLT adalah sebagai berikut:

Yij = μ + αi + βj + εij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan dari aksesi ke-i ulangan ke-j

μ = Nilai rata-rata pengamatan

αi = Pengaruh perlakuan ke-i ( 1, 2, 3,4)

βj = Pengaruh ulangan ke-j ( 1, 2, 3)

εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j. Pengolahan data dilakukan dengan uji F, perlakuan yang berpengaruh nyata diuji dengan uji lanjut BNJ pada taraf nyata 5%, sedangkan data kualitatif diolah dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan analisis gerombol.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:

Persemaian

Benih-benih kemangi yang sudah disiapkan, disemai dalam bedengan ukuran 1 m x 1 m dengan cara disebar. Masing-masing aksesi disebar sebanyak 400 benih, setelah disemai ditutup dengan pupuk kandang sekam.

Transplanting

Transplanting dilakukan ketika persemaian memasuki umur 3 MSS (Minggu Setelah Semai) dan tinggi tanaman berkisar antara 5 cm. Bibit dipindahkan dalam bedengan dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm dengan luas bedeng per aksesi 1 m x1.6 m.

Pemeliharaan

(18)

7 atau mati. Penyiangan dilakukan ketika gulma tumbuh di sekitar tanaman kemangi.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan dua kali. Pemanenan pertama dilakukan ketika tanaman berumur 6 MST untuk diambil semua bagian tanaman kecuali akar untuk dilakukan destilasi sehingga menghasilkan minyak atsiri. Pada umur 8 MST pemanenan kedua dilakukan untuk panen benih.

Kadar Minyak Atsiri (Destilasi air)

Penentuan rendemen minyak atsiri dapat dilakukan dengan menggunakan metode destilasi air. Sampel kemangi basah komposit sebesar 2 kg masing-masing aksesi dengan pengulangan 2 kali dikeringanginkan selama 3 hari sampai kadar air 15-20 %. Sampel kemangi layu lalu dimasukkan ke dalam labu destilasi dan ditambah air (± 3 liter) sampai semua bahan terendam air kemudian disuling dengan uap selama 4-5 jam mulai dari mendidih. Minyak atsiri kemangi yang dihasilkan ditampung kemudian dibebas airkan dengan menambahkan larutan natrium sulfat (Na2SO4). Minyak atsiri yang bebas air lalu ditimbang beratnya untuk menentukan kadar minyak yang diperoleh (Balittro 2008).

Rendemen minyak atsiri dihitung berdasarkan perbandingan volume minyak yang dihasilkan dari penyulingan bahan dengan bobot sampel yang disuling dan dinyatakan dalam satuan persen. Penentuan rendemen minyak

atsiri diperoleh dengan cara :

Rendemen b/v (%) =

x 100%

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh tiap aksesi per ulangan. Parameter karakter agronomi yang diamati diantaranya:

1. Tinggi tanaman: diamati pada umur 1 MST-6 MST, diukur dari atas permukaan tanah sampai titik tumbuh.

2. Jumlah cabang primer diamati pada umur 2 MST-6 MST dan cabang sekunder diamati pada umur 5 MST-6 MST.

3. Panjang dan lebar daun , diamati pada saat panen. 4. Bobot brangkasan total tiap aksesi

5. Jumlah tandan bunga 6. Bobot 100 biji 7. Kadar minyak atsiri

Parameter karakter morfologi yang diamati, diantaranya:

1. Karakter batang (ada/tidak adanya bulu batang, jumlah batang yang berbunga) 2. Daun (warna, bentuk, ada/tidaknya bulu daun, ada/tidak adanya gerigi tepi

daun, kedalaman gerigi)

(19)

8

Waktu pengamatan disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman. Pengelompokkan karakter tanaman pada penelitian merujuk pada International Union for the Protection of New Varieties of Plant (UPOV).

1. Ada/tidak adanya bulu batang, diamati pada umur 3 MST Skoring: 1 = ada, 9 = tidak ada

2. Batang : jumlah cabang yang berbunga, diamati pada umur 6 MST

3. Warna daun, diamati pada 6 MST

Skoring : 1= hijau terang, 2= hijau, 3= hijau gelap 4. Ada/tidak adanya bulu daun, diamati pada 6 MST

1= ada, 9= tidak ada

5. Ada/tidak adanya gerigi daun, diamati pada 6 MST 1= ada, 9= tidak ada

6. Waktu berbunga 10%

Skoring: 1= very early, 3= early, 5= medium, 7= late, 9= very late 7. Warna rangkaian bunga

Skoring: 1= putih, 2= ungu terang 8. Kepadatan tanaman

(20)

9 10. Bentuk daun

11. Kedalaman gerigi tepi daun

Karakter fisiologi yang diamati: 1. Kadar klorofil

Prosedur analisis klorofil mengacu pada Sims dan Gamon (2002):

Bahan yang digunakan untuk kadar klorofil yaitu daun keenam masing-masing aksesi yang diambil pada pagi hari. Daun kemangi dimasukan ke dalam cool box agar daun tidak layu saat pengujian. Tahap pengujian klorofil dimulai dengan daun ditimbang masing-masing seberat 0.02 g. Daun diletakkan ke dalam mortal dan ditambahkan dengan larutan asetris sebanyak 1 ml digerus sampai halus, kemudian dimasukkan ke dalam microtube. Sisa sampel yang ada di mortal ditambahkan larutan aseton tris sampai tera 2 ml pada microtube, kemudian disentrifus ±10’, setelah itu mengambil 1 ml supernatan ke dalam tabung reaksi. Tahap selanjutnya, menambahkan 3 ml asetris dalam tabung reaksi. Vortex tabung reaksi lalu dimasukan ke spektrophotometer.

2. Jumlah trikoma daun

Pengamatan trikoma daun diamati dengan metode pembersihan pembuluh daun. Trikoma yang diamati adalah trikoma bagian atas dan bawah.

(21)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi umum

Aksesi-aksesi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ketinggian tempat yang berbeda-beda. Aksesi Cilengar memiliki ketinggian 25-500 m dpl, aksesi Cipancar 600-700 m dpl, aksesi Bojong 510 m dpl, dan aksesi Situgede 250 m dpl (lampiran 1). Menurut data BMKG 2012 (lampiran 2) curah hujan selama penelitian dari bulan Oktober - Januari 2013 berturut-turut sebesar 539.5 mm, 548.9 mm, 358.8 mm, dan 509.8 mm. Pada saat pelaksanaan penelitian, gulma yang tumbuh ialah gulma berjenis daun lebar dan berjenis rumput akan tetapi jumlahnya tidak terlalu banyak sebab penyiangan dilakukan seminggu sekali untuk mencegah adanya gulma yang menghambat pertumbuhan tanaman kemangi. Cara pengendalian gulma yaitu dengan mencabut gulma di sekitar kemangi.

Gambar 1 Hama dan penyakit yang menyerang kemangi: a. Ulat yang menyerang kemangi; b. Walang sangit (Laptocorisa acuta thunberg); c. gejala penyakit yang menyerang daun muda; d. Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum)

Hama yang menyerang kemangi selama penelitian ialah ulat (Gambar 1a) dan walang sangit (Gambar 1b). Ulat menyerang hanya pada beberapa tanaman kemangi dari 1 080 populasi, sehingga persentase gejala serangan tidak terlalu parah. Cara menanggulanginya dengan mengambil bagian tanaman yang terserang. Dalam penelitian ini tidak digunakan zat kimia karena sistem pertanaman kemangi ini menggunakan sistem organik.

Pada umur 4 – 5 MST terjadi serangan layu (Gambar 1d). Gejala penyakit ini sama seperti gejala penyakit layu bakteri yang dikemukakan Simanjuntak (2003) yaitu gejala awal serangan penyakit layu bakteri berupa daun muda tampak layu, diikuti dengan daun-daun yang lain sehingga akhirnya seluruh tanaman

c d

(22)

11 menjadi layu. Serangan yang parah mengakibatkan tanaman mati. Penyakit layu bakteri tersebut disebabkan oleh patogen Ralstonia solanacearum.

Total intensitas tanaman yang terserang penyakit sebesar 1.08 %. Tanaman yang terserang penyakit tersebut dicabut, agar tidak menyebar ke tanaman yang masih sehat dan segar. Menurut PPDL (2004) gejala suatu infeksi yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum sering disalah diagnosakan sebagai stres air karena gejala keduanya sangatlah serupa, yaitu layu pada satu atau lebih batang yang kemudian terjadi pengeringan secara cepat dan pada akhirnya tanaman mengalami kematian.

Rekapitulasi Sidik Ragam

Tabel 1 rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa karakter-karakter agronomi yang dimiliki oleh keempat aksesi sama.

Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam

No. Peubah Waktu Uji F KK % Keterangan : A1= Cilengar, A2= Cipancar, A3= Bojong, A4= Situgede

Berdasarkan Tabel 1 karakter-karakter yang diamati tidak berbeda terhadap keempat aksesi. Menurut Hartati (2007), pengelompokan tidak berhubungan dengan letak geografis melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan.

Karakter Agronomi Tinggi Tanaman

(23)

12

Setiap aksesi mengalami peningkatan tinggi tanaman setiap minggunya. Pada akhir pengamatan yakni 6 MST aksesi Cipancar tetap mengalami peningkatan sedangkan aksesi Cilengar, aksesi Bojong dan aksesi Situgede mengalami penurunan. Pola pertumbuhan aksesi kemangi merupakan pola intermediet dimana tanaman masih mengalami peningkatan tinggi dari fase vegetatif sampai fase generatif.

Gambar 2 Pertumbuhan kemangi empat aksesi

Menurut Frank et al. (1995) pertumbuhan ialah pertambahan ukuran, arena organisme multisel tumbuh dari zigot, pertambahan itu bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel,banyaknya protoplasma dan tingkat kerumitan. Berdasarkan data Gambar 2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan tinggi dari minggu ke minggu mengalami pertambahan. Namun ketika memasuki 6 MST aksesi Cilengar, Bojong dan Situgede pertumbuhannya menurun. Pada akhir pengamatan (6 MST) tinggi tanaman aksesi Cilengar mencapai 35.67 ± 4.66 Cipancar 36.79 ± 5.43, Bojong 33.15 ± 3.59 dan Situgede 36.57 ± 3.88 (Gambar 3). Penurunan tinggi tanaman pada ketiga aksesi diduga karena batang utama yang diamati pada akhir pengamatan mengalami layu di titik tumbuh, sehingga pengukuran hanya dilakukan sampai ke batang utama yang masih segar. Dalam penelitian ini keempat aksesi tidak memiliki keragaman terhadap tinggi tanaman (lampiran 3).

Gambar 3 Tinggi tanaman beberapa aksesi kemangi cilengar

Allah cipancar

Allah bojong

Allah

(24)

13

Jumlah Cabang Primer

Perkembangan tanaman merupakan suatu kombinasi dari sejumlah proses yang kompleks yaitu proses pertumbuhan dan diferensiasi yang mengarah pada akumulasi berat kering (Gardner et al. 1991). Salah satu ciri berkembangnya suatu tanaman adalah tumbuhnya cabang pada batang utama. Faktor-faktor yang mempengaruhi percabangan diantaranya genotipe, hormon pertumbuhan, cahaya dan kerapatan tanam dan lain sebagainya.

Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa pada umur 3 MST pertambahan jumlah cabang primer mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Pada 4 – 6 MST pertambahan jumlah cabang primer tidak terlalu signifikan. Pada aksesi Cipancar ketika 5 MST jumlah cabang menurun dari minggu sebelumnya diduga karena cabang primer pada aksesi Cipancar ada yang mengalami kematian (lampiran 4).

Gambar 4 Rata-rata jumlah cabang primer

Pada akhir pengamatan, yakni 6 MST jumlah cabang primer yang dihasilkan oleh aksesi Cilengar sebanyak 15.68, aksesi Cipancar 15.59, aksesi Bojong 14.88, dan aksesi Situgede sebanyak 15.24. Banyaknya jumlah cabang primer dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor eksternal dalam perkembangan tanaman ini ialah ketersediaan karbohidrat dalam suatu tanaman yang dapat mempengaruhi banyak atau sedikitnya cabang yang dihasilkan. Data pada Gambar 4 menunjukkan bahwa jumlah cabang yang dihasilkan masing-masing aksesi tidak berbeda nyata secara statistik sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah cabang primer yang dihasilkan keempat aksesi tidak ada keragaman (lampiran 4).

Jumlah Cabang Sekunder

(25)

14

Gambar 5 Rata-rata jumlah cabang sekunder

Gambar 5 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah cabang sekunder meskipun tidak berbeda nyata secara statistik, namun jika dilihat dari angka yang diperoleh pada Situgede merupakan aksesi yang mempunyai jumlah cabang sekunder terbanyak dibandingkan dengan aksesi lain yakni sebesar 68.64. Aksesi Cilengar merupakan aksesi yang memiliki rata-rata jumlah cabang yang terendah sebesar 60.97. Jumlah cabang sekunder yang dihasilkan keempat aksesi ini tidak ada keragaman yang signifikan.

Panjang dan lebar daun

Daun adalah organ utama untuk fotosintesis pada tumbuhan tingkat tinggi. Panjang dan lebar daun diamati pada daun yang telah dewasa. Pada gambar 6 dapat dilihat bahwa panjang dan lebar daun tiap aksesi berbeda.

Gambar 6 Panjang dan lebar daun empat aksesi kemangi

(26)

15 dibanding dengan aksesi yang lainnya yakni dengan panjang 7.8 cm dan lebar 3.8 cm. Pada aksesi Cipancar, daun kemangi lebih cocok untuk dikonsumsi karena mempunya daun yang lebih lebar dibanding dengan aksesi lain. Keragaan ukuran daun dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Keragaan ukuran daun: a. Panjang daun aksesi Cilengar; b. Lebar daun aksesi Cilengar; c. Panjang daun aksesi Cipancar;

d. Lebar daun aksesi Cipancar; e. Panjang daun aksesi Bojong; f. lebar daun aksesi Bojong; g. Panjang daun aksesi Situgede; h. Lebar daun aksesi Situgede

Bobot Brangkasan Total per Aksesi

Tanaman kemangi dipanen untuk pengambilan kadar minyak atsiri pada umur 6 MST ketika tanaman telah mengalami pembentukan biji penuh serta daun bawah berwarna kekuningan (Balittro 2008). Gambar 8 merupakan data bobot brangkasan yang dihasilkan tiap aksesi.

Gambar 8 Bobot brangkasan per aksesi

25.75

28.65

26.1

27.63 24

25 26 27 28 29

Cilengar Cipancar Bojong Situgede

Total brangkasan (kg)

a b c d

e f

(27)

16

Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa aksesi Cilengar memiliki bobot brangkasan total sebesar 25.75 kg. Aksesi Cipancar memiliki bobot sebesar 28.65 kg. Bojong memiliki bobot sebesar 26.1 kg. Aksesi Situgede memiliki bobot sebesar 27.63 kg. Aksesi kemangi tidak berpengaruh terhadap bobot brangkasan total, hal ini diduga faktor lingkungan selama penelitian tidak terlalu mempengaruhi bobot brangkasan total karena lingkungan penelitian sama dengan habitat asalnya sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada keragaman bobot brangkasan total yang dihasilkan oleh keempat aksesi tersebut.

Jumlah Tandan Bunga

Tandan bunga diamati ketika panen benih. Gambar 9 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah tandan bunga tiap aksesi bervariasi. Namun dari hasil analisis statistik, jumlah rata-rata tandan berbunga tidak berbeda antar aksesi.

Gambar 9 Rata-rata tandan bunga tiap aksesi

Gambar 10 Tandan bunga tiap aksesi: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede

Gambar 9 menunjukkan bahwa aksesi Cilengar memiliki rata-rata jumlah tandan bunga sebanyak 15.52 tandan, tetapi perbedaan jumlah tandan tiap aksesi ini secara statistik tidak nyata (lampiran 6). Jumlah tandan bunga tiap aksesi dalam penelitian ini mempunyai jumah yang relatif tak berbeda sehingga diduga memiliki kemampuan menghasilkan biji yang relatif sama.

15.52

16.48

14.76

16.28

13.5 14 14.5 15 15.5 16 16.5 17

Cilengar Cipancar Bojong Situgede

Rata-rata tandan bunga (tandan)

(28)

17

Bobot 100 Biji

Biji berasal dari hasil mikrosporogenesis dan megagametogenesis, yaitu berturut-turut pembentukan butik serbuk sari (gametofit jantan) dan pembentukan embrio (gametofit betina). Berikut adalah data bobot biji 100 butir yang dihasilkan untuk mengetahui bobot biji tiap aksesi (Gambar 11).

Gambar 11 Rata-rata bobot 100 butir tiap aksesi

Gambar 12 Bobot 100 biji: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede

Gambar 12 menunjukkan bahwa bobot yang dihasilkan tiap aksesi berbeda-beda meski tidak berberbeda-beda nyata secara statistik (lampiran 7). Bobot biji tertinggi dihasilkan oleh aksesi Cipancar dengan bobot 0.1 g, sedangkan bobot biji rendah

0.09

0.10

0.09 0.09

0.08 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 0.10 0.10 0.10 0.10

Cilengar Cipancar Bojong Situgede

Rata-rata bobot 100 butir (g)

a

d c

(29)

18

dihasilkan oleh ketiga aksesi lainnya yakni aksesi Cilengar, aksesi Bojong, dan aksesi Situgede yang memiliki bobot yang sama yaitu 0.09 g.

Rekapitulasi Karakter Agronomi

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa aksesi Cipancar merupakan aksesi yang memiliki tinggi tanaman, bobot brangkasan total, jumlah tandan bunga dan bobot 100 biji tertinggi dibanding dengan aksesi yang lainnya. Aksesi Cilengar merupakan aksesi yang memiliki jumlah cabang primer tertinggi dibanding dengan yang lain. Aksesi Situgede merupakan aksesi yang memiliki jumlah Keterangan: TT: Tinggi Tanaman; JCP: Jumlah cabang primer; JCS: Jumlah cabang sekunder; BBT: Bobot

brangkasan total; JTB: Jumlah tandan bunga

Perbedaan karakter-karakter yang terdapat pada keempat aksesi ini secara statistik tidak nyata atau dapat dikatakan bahwa keempat aksesi tidak memiliki keragaman pada karakter agronomi.

Minyak Atsiri

(30)

19 Menurut Ketaren (1985) sistem penyulingan dalam industri pengolahan minyak atsiri terdiri dari 3 jenis yaitu penyulingan dengan air (water distillation), penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation) serta penyulingan dengan uap (steam distillation). Pada penyulingan kemangi ini menggunakan metode penguapan langsung. Ketaren (1985) serta Wahyuni dan Hadipoentyanti (2006) menyatakan bahwa tanaman kemangi jika disuling menghasilkan rendemen sekitar 0.2 %. Balittro (2008) menyebutkan bahwa komposisi utama yang ada pada minyak kemangi yaitu sitral 43.45% dan geraniol 21.23%. Kandungan citral kemangi ini hampir sama dengan kandungan citral koleksi kemangi di India (Morales et al. 1993).

Pada gambar 13 dapat dilihat bahwa rata-rata minyak atsiri yang dihasilkan dari keempat aksesi berbeda-beda. Aksesi Cilengar mempunyai kadar minyak atsiri sebesar 0.27%, aksesi Cipancar 0.31%, aksesi Bojong 0.24% dan aksesi Situgede sebesar 0.28% (lampiran 8). Hal-hal yang mempengaruhi rendemen minyak salah satunya yaitu pengaruh iklim. Trikoma yang dihasilkan juga mempunyai pengaruh terhadap kadar minyak atsiri yang dihasilkan, seperti pada aksesi Cipancar yang mempunyai trikoma paling banyak juga mempunyai kadar minyak atsiri yang tinggi. Menurut Wiroatmodjo et al. (1990) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara jumlah trikoma dan kadar minyak .

Faktor-faktor yang mempengaruhi rendeman minyak atsiri diantaranya yaitu pengaruh lingkungan, pengaruh waktu panen, dan pengaruh pasca panen

(Nurjannah dan Ma’mun 1996). Mutu minyak dipengaruhi oleh letak geografis

tanaman ditanam (berkaitan dengan tanah, iklim, suhu, penyinaran), varietas dan prosesing bahan sebelum penyulingan (Ketaren 1987). Menurut Skaria et al. (2007) menyatakan bahwa pemanenan biasanya dilakukan pada siang hari ketika matahari bersinar untuk mendapatkan kualitas minyak yang tinggi dengan hasil yang maksimum.

Karakter Fisiologi Kadar Klorofil a dan Klorofil b

(31)

20

Gambar 14 Kadar klorofil a dan b yang dihasilkan tiap aksesi

Pada gambar 14 dapat dilihat bahwa kadar klorofil a yang tinggi pada aksesi Bojong dan kadar klorofil a terendah dimiliki oleh Situgede, sedangkan aksesi yang memiliki kadar klorofil b tertinggi juga terdapat pada aksesi Bojong dan kadar klorofil b terendah dimiliki oleh aksesi Situgede. Kadar klorofil a dan b yang dimiliki Bojong berturut-turut sebesar 0.39 dan 1.0, sedangkan kadar klorofil a dan b yang dihasilkan aksesi Situgede sebesar 0.31 dan 0.74. Semakin hijau warna daun semakin tinggi pula kadar klorofil yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Wayan (2010) yang menyebutkan bahwa hubungan antara tingkat warna daun dan kadar klorofil mempunyai korelasi positif.

Walaupun pada grafik menunjukkan perbedaan kadar klorofil namun secara statistik perbedaan itu tidak nyata (lampiran 9). Hal ini diduga karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar klorofil tiap aksesi yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sintesis klorofil diantaranya cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor genetik dan unsur-unsur nitrogen, magnesium, besi, mangan, Cu, Zn, sulfur, dan oksigen (Curtis dan Clark 1950) .

Jumlah Trikoma

Trikoma merupakan semua tambahan uniselular maupun multiselular pada epidermis (Fahn 1982). Menurut Johnson (1975) trikoma berasal dari jaringan epidermal yang kemudian di dalam pertumbuhannya mengalami proses diferensiasi atau pembagian sel sehingga dihasilkan perpanjangan rambut.Bagian daun yang diamati ialah tulang daun dengan sisi bawah dan atas. Luas bidang pandang yang digunakan sebesar 0.196 mm2 . Trikoma setiap aksesi mempunyai jumlah yang berbeda. Pada bagian atas daun Cilengar hanya mempunyai trikoma 1 per luas bidang pandang. Pada Cipancar mempunyai 2 trikoma per luas bidang pandang, Bojong mempunyai 2 per luas bidang pandang, sedangkan Situgede hanya mempunyai 1 trikoma per luas bidang pandang seperti Cilengar (Gambar 15). Pada daun bagian bawah, aksesi Cilengar, Bojong dan Situgede tidak mempunyai kelenjar trikoma, sedangkan pada Cipancar memiliki kelenjar trikoma 1 per luas bidang pandang (Gambar 16).

Pada penelitian nilam banyaknya kelenjar trikoma mempunyai kolerasi positif dengan konsentrasi total sesquiterpen (total senyawa-senyawa komponen

(32)

21 minyak nilam). Hal ini berarti semakin banyak kelenjar trikoma atau rambut pada permukaan tanaman nilam khususnya pada daun, maka kandungan minyaknya akan tinggi (Henderson et al. 1970). Trikoma juga merupakan bentuk adaptasi struktural tumbuhan terhadap kekeringan, berfungsi juga sebagai pelindung fisik dan reflektor cahaya, oleh sebab itu terdapat hubungan positif antara jumlah trikoma dan kadar minyak (Wiroatmodjo et al. 1990).

Gambar 15 Penampakan trikoma bagian bawah: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede

Gambar 16 Penampakan trikoma bagian atas: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede

Tipe trikoma pada tanaman kemangi mirip dengan tanaman nilam yaitu termasuk ke dalam golongan non glandural (tidak berkelenjar). Umumnya bentuk trikoma tanaman nilam seperti duri dan runcing pada bagian ujungnya, terdiri atas dua sel atau lebih.

a

d b

c

b a

(33)

22

Identifikasi Karakter Morfologi

Karakterisasi merupakan suatu usaha untuk mengidentifikasi sifat-sifat tanaman yang berbeda. Ciri morfologi dari satu jenis tanaman obat yang berasal dari satu daerah berbeda dengan daerah lain namun adapula yang sama, sehingga setelah dikarakterisasi diperoleh suatu kejelasan perbedaan antar aksesi. Menurut Somantri et al. (2005), karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan.

Analisis gerombol adalah analisis yang digunakan untuk mengelompokkan objek yang diamati berdasarkan peubah-peubah antar karakter yang diamati. Ukuran yang digunakan dalam analisis ini adalah kemiripan atau ketidakmiripan. Karakter-karakter yang digunakan sangat menentukan hasil penggerombolan. Hasil penggerombolan ditampilkan dalam bentuk dendrogram melalui metode penggerombolan berhirarki pautan rataan (Gomez dan Gomez 1995).

Karakter morfologi tanaman yang diamati meliputi 12 karakter kualitatif antara lain habitus tanaman, kepadatan tanaman, ada/tidaknya bulu batang, jumlah batang yang berbunga, warna daun, bentuk daun, ada/tidaknya bulu daun, kegerigian tepi daun, kedalaman gerigi tepi daun, warna rangkaian bunga, putik bunga dan persentase bunga 10% (Tabel 3). Hasil karakter morfologi disajikan dalam bentuk dendrogram yang menunjukkan tingkat kedekatan dan keragaman antar aksesi yang diuji (Gambar 17).

Metode analisis untuk menggerombolkan aksesi diamati berdasarkan tingkat kemiripan dengan metode ini dapat dilihat keragaman aksesi berdasarkan seluruh peubah yang diamati. Hasil analisis dapat menampilkan jarak kesamaan dan perbedaan beberapa aksesi dalam bentuk dendrogram yang disajikan pada gambar 17.

Tabel 3 Karakter morfologi empat aksesi

Karakter morfologi Cilengar Cipancar Bojong Situgede Habitus tanaman erect Erect erect erect Kepadatan tanaman medium medium medium medium Ada/tidak adanya bulu batang Ada Ada ada Ada Jumlah batang yang berbunga >3 >3 >3 >3

Warna daun hijau hijau terang hijau hijau terang Bentuk daun elips Elips elips elips Ada/tidak adanya bulu daun Ada ada ada ada Ada/tidak adanya gerigi tepi daun Ada ada ada ada Kedalaman gerigi tepi daun medium shallow shallow shallow Warna rangkaian bunga putih putih putih putih Warna putik bunga putih putih putih putih Bunga 10% early early early early

(34)

23 kemiripan sebesar 24.8%. Pengelompokan III merupakan gerombol yang memiliki koefisien kemiripan paling tinggi yaitu sebesar 100%. Gerombol pada kelompok ini terdiri atas aksesi Cipancar dan aksesi Situgede.

Keterangan: 1. Aksesi Cilengar 3. Aksesi Bojong 2. Aksesi Cipancar 4. Aksesi Situgede

Gambar 17 Dendrogram karakter morfologi

Pengelompokan 1 yang terdiri dari aksesi Cipancar, Situgede, Bojong dan Cilengar mempunyai koefisien kemiripan sebesar 9.76%. Koefisien kemiripan tersebut diperoleh dari persamaan karakter yang dimiliki, diantaranya pada habitus tanaman, kepadatan tanaman, ada/tidak adanya bulu batang, jumlah batang yang berbunga (Gambar 18), bentuk daun, ada/tidak adanya bulu daun, ada/tidak adanya gerigi tepi daun, warna rangkaian bunga (Gambar 19), warna putik bunga (Gambar 20) dan waktu berbunga 10%. Koefisien kemiripan sebesar 9.76% mempunyai arti dimana dua gerombol utama memiliki kemiripan sebesar 9.76%, artinya dari keempat aksesi (aksesi Cilengar, Cipancar, Bojong dan Situgede) hanya memiliki kemiripan sebesar 9.76%.

Pengelompokan II yang terdiri dari dua gerombol yaitu aksesi Cipancar Situgede dan Bojong dengan koefisien kemiripan 24.8%. Hal ini berarti karakter-karakter kualitatif yang dimiliki ketiga aksesi ini mempu nyai kemiripan sebesar 24.8%. Kemiripan karakter-karakter tersebut diantaranya dilihat dari habitus tanaman, kepadatan tanaman, ada/tidak adanya bulu batang, jumlah batang yang berbunga (Gambar 18), ada/tidak adanya bulu daun, daun bergerigi/tidak, kedalaman gerigi tepi daun, warna rangkaian bunga (Gambar 19), warna putik bunga (Gambar 20), bentuk daun (Gambar 21) dan waktu berbunga 10%.

Pengelompokan III merupakan gerombol yang memiliki koefisien kemiripan paling tinggi yaitu sebesar 100%. Gerombol tersebut terdiri dari aksesi Cipancar dan aksesi Situgede. Koefisien kemiripan tersebut dilihat dari kemiripan karakter-karakter yang diamati diantaranya kemiripan pada karakter habitus tanaman, kepadatan tanaman, ada/tidak adanya bulu batang, jumlah batang yang berbunga (Gambar 17), warna rangkaian bunga (Gambar 18), warna putik bunga (Gambar 19), warna daun, bentuk daun (Gambar 20), ada/tidak adanya bulu daun,

I

II

(35)

24

ada/tidak adanya gerigi tepi daun, kedalaman gerigi tepi daun, dan waktu berbunga 10%.

Kemiripan karakter yang tinggi akan ditandai dengan semakin tingginya koefisien kemiripan yang dihasilkan, hal ini dapat dilihat pada pengelompokan III yakni aksesi Cipancar dan Situgede. Kedua aksesi tersebut sangat mirip dalam karakter-karakter yang sudah diamati seperti pada karakter habitus tanaman, kepadatan tanaman, ada/tidaknya bulu batang, jumlah batang yang berbunga, warna rangkaian bunga, warna putik bunga, bentuk daun, ada/tidaknya gerigi tepi daun dan waktu berbunga 10%.

Pada penelitian ini perbedaan yang terdapat pada aksesi Cilengar merupakan salah satu keragaman genetik. Adanya perbedaan antar aksesi yang diteliti pada percobaan ini menunjukkan adanya keragaman pada tanaman kemangi. Menurut Oktaviadiati (2012) hal ini dapat terjadi karena adanya mutasi spontan dan seleksi alam yang terjadi sehingga timbul perbedaan genetik.

Gambar 18 Jumlah batang yang berbunga: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede

Gambar 19 Warna rangkaian bunga keempat aksesi: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede

a b c d

(36)

25

Gambar 20 Putik bunga keempat aksesi: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede

Gambar 21 Bentuk daun keempat aksesi: a. Aksesi Cilengar; b. Aksesi Cipancar; c. Aksesi Bojong; d. Aksesi Situgede

Perbedaan kelompok aksesi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kesamaan dan kekerabatan antar aksesi. Hal ini didukung oleh penelitian (Faiza 2010) yang menyatakan bahwa genotipe yang berada pada kelompok yang sama, memiliki kesamaan dan tingkat kekerabatan yang dekat.

Berdasarkan hasil dendrogram aksesi Cilengar merupakan aksesi yang terpisah diantara aksesi yang lain dengan nilai koefisien kemiripan sebesar 9.67%. Semakin rendah nilai koefisien kemiripan yang dihasilkan semakin jauh pula perbedaan kekerabatan yang diperoleh. Aksesi Cilengar terpisah dengan yang lain disebabkan perbedaan kekerabatan yang jauh. Hal ini dapat dilihat dari karakter kedalaman gerigi tepi daun yang mempunyai skor yang berbeda dibanding dengan aksesi lain. Pada aksesi Cilengar kedalaman gerigi tepi daun termasuk medium, sedangkan aksesi lainnya termasuk ke dalam shallow.

a b c d

a b

(37)

26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada keempat aksesi, identifikasi karakter agronomi dan fisiologi tidak memiliki keragaman. Identifikasi karakter morfologi pada penelitian ini menghasilkan 3 kelompok. Pengelompokan 1 terdiri dari akesi Cilengar, Cipancar, Bojong dan Situgede dengan koefisien kemiripan sebesar 9.76%. Pengelompokan II terdiri dari aksesi Cipancar, Bojong dan Situgede dengan aksesi terpisah yaitu aksesi Cilengar dengan koefisien kemiripan sebesar 24.8%. Pengelompokan III terdiri dari aksesi Cipancar dan Situgede dengan koefisien kemiripan sebesar 100%. Semakin tinggi koefisien kemiripan suatu aksesi semakin dekat pula tingkat kemiripannya, hal ini terjadi pada pengelompokan III.

Aksesi Cilengar merupakan aksesi terpisah dari aksesi lain. Perbedaaan yang terdapat pada aksesi Cilengar merupakan menunjukkan adanya salah satu keragaman genetik. Kadar minyak atsiri yang dihasilkan keempat aksesi tidak berbeda.

Saran

(38)

27

DAFTAR PUSTAKA

Altoveros NC, Engel LM. 1999. Strategy for collecting germplasm of indigenous vegetables in Bangladesh, Indonesia, Philippines, Thailand, Vietnam, p.100-135, In; L, M. Engle and N, C. Altoveros (Eds) Collection, Conservations and Utilizationof Indigenous Vegetables. AVRDC. Tinan.

Asep C. 2011. Memetik daun kemangi. Kompas.

Balittro. 2008. Keragaman selasih (Ocimum spp.) berdasarkan karakter morfologi, produksi, dan mutu herba. Jurnal Littri 14(4):141–148.

Behboudian HM, Anderson DR. 1990. Effect of potassium deficiency on water relations and photosynthesis of tomato plant. Plant and soil 127:137-139. Burkill IH. 1935. A dictionary of the economic products of the Malay Peninsula

Vol.II. London (GB): London Univ Pr. 2402 p.

Christoper BJ, Chlowding F. 2002. Breading research on aromatic and medicinal plants.

Curtis OF, Clark GC. 1950. An introduction to plant physiology. McGraw Hill Book Compant. Inc.

[DEPTAN] Departemen Pertanian. [tidak ada tahun]. Perkembangan ekspor minyak atsiri Indonesia. [internet]. [diunduh 13 Desember 2013]. Tesedia pada

http://www.pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/5/54/1290/perkembangan_e kspor_minyak_atsiri_indonesia.html.

De Villera S. 2010. Pengaruh dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi daun segar, dan kandungan minyak atsiri dari dua aksesi kemangi (Ocimum basilicum L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dube S, Upadhyay PD, Tripathi SC. 1989. Antifungal, physico-chemical, and

insect-repelling activity of the essential oil of Ocimum basilicum. Canadian Journal of Botany 67(7):2085-2087.

El-Aziz SEA, Omer EA, Sabra AS. 2007. Chemical composition of Ocimum americanum essential oil and its biological effects againts, Agroti ipsilon, (Lepidoptera: Noctuidae). Res. Jour. Agri. Biol. Sci. 3(6). 740-747p.

Fahn A. 1982. Anatomi tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada Univ Pr. 943 hal. Faiza R. 2010. Karakterisasi Beberapa Genotipe Cabai (Capsicum spp.) Dan

Mekanisme Ketahanannya Terhadap Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 127 hal. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.

Cetakan ke-1. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo. Jakarta (ID): UI Pr. 424 hal.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Statistical Procedures for Agriculture Research. 2th edition. Jhon Wiley and Sons, Inc. 680 p.

Guenther E. 1947. The Essential Oils Vol. I. New York (NY): Krieger Publishing Company.

Hanarida IS. 2005. Evaluasi plasma nutfah tanaman. Plasma nutfah perkebunan. Buku Pedoman Pengelolaan. Puslitbangbun, Badan Litbang Pertanian. 53-58 hal.

(39)

28

scholaris (L) R. Br.) menggunakan penanda RAPD. Jurnal Pemuliaan Tananaman Hutan 1(2):1-9.

Henderson W, Hart JW, How P, Judge J. 1970. Chemical and morphological studies on sites of sesquiterpene accumulation in Pogestemon cablin (patchouli). Phytochemistry 9:1219-1228.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Jakarta (ID): Badan Litbang Kehutanan 1249-1852 p.

Hobir Y. Nuryani, Emmyzar, Anggraeni, 2003. Peningkatan produktivitas dan mutu minyak nilam melalui perbaikan varietas dan teknik pengolahan. Laporan Hasil Penelitian. Balittro, Bogor (tidak dipublikasikan). 8 hal. Johnson HB. 1975. Plant pubescene: an Ecological Perspektive. The Botanical

Review vol. 41. The New York Botanical Garden. New York (US). 13 p. Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta (ID): Balai Pustaka.

426 hal.

Ketaren S. 1987. Minyak Atsiri Jilid 1. UI Press. 492 hal.

Knobloch K, Pauli A, Iberl B Iberl, Weigland H, Weis N. 1989. Antibacterial and antifungal properties of essential oil components. J. Essential Oil Research I:119-128.

Lopez MD, Jordan MJ, Villalobos JP. 2008. Toxic compounds in essential oils of coriander, caraway and basil active againts stored rice pest. Journal of stored product research (in-press) 6 p.

Matasyaroh JC, Bendera MM, Ogendo JO, Omolo EO, Deng AL. 2006. Volatile leaf oil constituent of Ocimum americanum L. occuring in Western Kenya. Bull. Chem. Soc. Ethiopia 20(1). 177-180p.

Morales MR, DJ Charles, JE Simon. 1993. New aromatic lemon basil germplasm, p.632-635. In J. Janick, JE Simon (Eds), New Crops. Wiley, New York. Nazaruddin. 1995. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah.

Jakarta (ID): Penebar Swadaya.142 hal.

Nurjannah N, Ma’mun. 1996. Beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen dan Karakteristik minyak serai dapur. Bul. Littro.

Oktavidiati E. 2012. Kajian beberapa aspek agronomi tanaman obat meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) dan meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 167 hal.

Oyen LPA, NX Dung.1999. Plant resources of south east Asia No. 189 (Essential Oil Plants). Prosea-Bogor-Indonesia. 227p.

[PPDL] Plant and Pest Diagnostic Laboratory. 2004. Ralstonia solanacearum. PPDL [Internet]. [diunduh 22 Januari 2013]. Tersedia pada http://www.ppdl.purdue.edu/ppdl/hot04/1-8.html.

Siemonsma JS, K Piluek. 1994. PROSEA : Vegetables. Prosea, Bogor.

Silva MGDV, Santos RND, Matos FJA, Machado MIL. 2003. Volatile constituents from leaf, inflorescence and root oils of Ocimum americanum L. grown in north-eastern Brazil. Flavor and Fregrance Jour. 18(4). 303-304p. Simanjuntak, F. N. 2003. Karakterisasi Keragaman Fenotipik Tanaman Terung

(Solanum melongena L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Simon JE, J Quinn, RG Murray.1990. basil : A sources of essential oils.

(40)

29 Simon JE. 1992. Basil: promosing new essential oil crop. New Crop News 12(1):

458-462.

Skaria BP, Joy PP, Mathew S, Mathew G, Joseph A, Joseph R. 2007. Aromatic plant. Pitampura (ND): New India Publishing Agency.

Soewito DSM. 1988. Jaga Raga (Memanfaatkan khasiat flora),Stella Maris, Jakarta.

Somantri IH, Hasanah M, Kurniawan H. 2005. Teknik Konservasi Ex-Situ, Rejuvenasi, Karakterisasi, Evaluasi, Dokumentasi, dan Pemanfaatan Plasma Nutfah. http//indoplasma.or.id.

Sulianti SB. 2008. Studi fitokimia Ocimum spp. : komponen kimia minyak atsiri kemangi dan ruku-ruku. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati 9(3):237-241.

Sunarto AT. 1994. Ocimum americanum L., p. 218-220. In : J. S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). Plant Resources of South-East Asia. Prosea. Vegetables. Bogor.

[UPOV] International Union for the Protection of New Varieties of Plants. 2003. Basil (Ocimum basilicum L.). Geneva.

Van den Bergh MH. 1994. Cosmos caudatus Kunth. 152-153p. In : J. S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). Plant Resources of South-East Asia. Prosea. Vegetables. Bogor.

Villalobos MJP, Acosta MCB. 2003. Chemical variation in ocimum basilicum germplasm collection and activity of the essensial oils on Callosobrucus maculatus. Biochemical Systematics and Ecology. 31:672-679.

Wahyuni S, Hadipoentyanti E. 2006. Kemangi sebagai sumber minyak atsiri dan peluangnya sebagai bahan parfum. Jurnal Warta12(2):15-16.

Wayan AI. 2010. The Use of Handphone Camera to Determine Paddy Leaf Color Level as a Reference for Fertilizing Dosage. Procceding of Asian Federation of Information Technology In Agriculture (AFITA) Conference, Bogor October 2010 : 105-108.

(41)

30

(42)

31

Lampiran 1

Data ketinggian tempat aksesi

Aksesi Kecamatan Ketinggian tempat

Cilengar Tomo 25-500 m dpl

Cipancar Sumedang Selatan 600-700 m dpl

Bojong Cikembar 510 m dpl

Situgede Situgede 250 m dpl

Lampiran 2

Data iklim selama penelitian

Bulan Temperatur (oC) Curah hujan (mm) Hari hujan (hari)

Oktober 2012 26.3 539.5 31

November 2012 25.0 548.9 27

Desember 2012 26.0 358.8 26

Januari 2013 25.1 509.8 29

Lampiran 3

Tinggi tanaman 1 MST

Sumber ragam db JK KT F value Pr > f

Ulangan 4 4.70777000 1.17694250 1.35 0.3090 Aksesi 3 3.42292000 1.14097333 1.31 0.3178

Galat 12 0.87390250

Galat total 19

KK 14.44418

Tinggi tanaman 2 MST

Sumber ragam db JK KT F value Pr > f

Ulangan 4 80.78093000 20.19523250 7.42 0.0030 Aksesi 3 2.38176000 0.79392000 0.29 0.8307

Galat 12 2.7229658

Galat total 19

KK 11.68159

Tinggi tanaman 3 MST

Sumber ragam db JK KT F value Pr > f

Ulangan 4 110.2498300 27.5624575 6.52 0.0050

Aksesi 3 8.3588150 2.7862717 0.66 0.5926

Galat 12 50.7028100

Galat total 19

(43)

32

Tinggi tanaman 4 MST

Sumber ragam db JK KT F value Pr > f

Ulangan 4 48.46430000 12.11607500 2.39 0.1093

Aksesi 3 5.96113500 1.98704500 0.39 0.7615

Galat 12 5.0785117

Galat total 19

KK 6.641289

Tinggi tanaman 5 MST

Sumber ragam Db JK KT F value Pr > f

Ulangan 4 7.93168000 1.98292000 0.32 0.8600

Aksesi 3 7.34421500 2.44807167 0.39 0.7600

Galat 12 6.22104667

Galat total 19

KK 6.695217

Tinggi tanaman 6 MST

Sumber ragam db JK KT F value Pr > f

Ulangan 4 26.48657000 6.62164250 0.27 0.8894

Aksesi 3 1.79525500 3.93175167 0.58 0.6419

Galat 12 24.2005058

Galat total 19

KK 13.83623

Lampiran 4

Jumlah cabang primer 2 MST

Sumber ragam db JK KT F value Pr > f

Ulangan 4 58.61248000 14.65312000 7.22 0.0034

Aksesi 3 7.42406000 2.47468667 1.22 0.3451

Galat 12 2.02952000

Galat total 19

KK 24.95380

Jumlah cabang primer 3 MST

Sumber ragam db JK KT F value Pr > f

Ulangan 4 28.60328000 7.15082000 13.22 0.0002

Aksesi 3 0.40872000 0.13624000 0.25 0.8584

Galat 12 0.54074000

Galat total 19

(44)

33 Jumlah cabang primer 4 MST

Sumber ragam db JK KT F value Pr > f

Ulangan 4 15.53988000 3.88497000 6.10 0.0065

Aksesi 3 3.22776000 1.07592000 1.69 0.2222

Galat 12 0.63717000

Galat total 19

KK 5.465078

Jumlah cabang primer 5 MST

Sumber ragam db JK KT F value Pr > f

Ulangan 4 65.79450000 16.44862500 0.52 0.7205 Aksesi 3 65.73833500 21.91277833 0.70 0.5712

Galat 12 31.4119450

Galat total 19

KK 34.82763

Jumlah cabang primer 6 MST

Sumber ragam Db JK KT F value Pr > f

Ulangan 4 7.78962000 1.89740500 2.68 0.0831

Aksesi 3 2.01484000 0.67161333 0.95 0.4479

Galat 12 0.70785500

Galat total 19

KK 5.481764

Lampiran 5

Jumlah cabang sekunder 5 MST

Sumber ragam db JK KT F value Pr > f

Ulangan 4 4915.557180 1228.889295 4.91 0.0141 Aksesi 3 216.799135 72.266378 0.29 0.8328

Galat 12 250.354628

Galat total 19

KK 29.89711

Jumlah cabang sekunder 6 MST

Sumber ragam db JK KT F value Pr>f

Ulangan 4 7965.412320 1991.353080 3.37 0.0455 Aksesi 3 699.880095 233.293365 0.40 0.7589

Galat 12 590.59217

Galat total 19

(45)

34

Hasil kadar minyak atsiri

(46)

35

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 11 Mei 1990. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan ibu Nurhayati dan Bapak Tamdjid.

Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas di Indramayu. Tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SD Negeri III Gabuswetan. Tahun 2005 lulus dari SMP Negeri 1 Gabuswetan, kemudian pada tahun 2008 lulus dari SMA Negeri I Kandanghaur. Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2008.

Gambar

Gambar 1 Hama dan penyakit yang menyerang kemangi: a. Ulat yang   menyerang kemangi; b
Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam
Gambar 2 Pertumbuhan kemangi empat aksesi
Gambar 4 Rata-rata jumlah cabang primer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka penerapan konsep arsitektur Perilaku pada sekolah disabilita di Tangerang Selatan untuk menyesuaikan dengan perilaku dan pola kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak

Sumber data primer yaitu sumber data pokok yang dijadikan bahan penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif, maka yang menjadi sumber data utama adalah

Pengertian laut adalah kumpulan air asin yang sangat luas dan berhubungan dengan samudra. Sekitar empat miliar tahun silam permukaan bumi terlalu panas. Air tidak

Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi madu memberikan pengaruh nyata pada sifat fisikokimia (warna, pH, total asam, dan kekeruhan), dan sifat organoleptik

Tradisi ini juga mempunyai manfaat yang cukup banyak untuk kedua belah pihak pengantin dalam kehidupan kedepannya, antara lain adalah sebagai perwujudan cinta

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas dan berbagai alasan yang dikemukakan, saya tertarik untuk membahas dan meneliti lebih lanjut mengenai pandangan serta langkah hukum

Dari hasil pengamatan, ternyata kinerja pertumbuhan kambing NE jantan muda yang diberi konsentrat dengan level protein dan energi berbeda (rasionya seimbang) mempengaruhi

negatif signifikannya hasil analisis yang diperoleh dikarenakan pengaruh salah satu pengaruh langsung, yakni Pendapatan Bagi Hasil terhadap Laba Bersih signifikan negatif