• Tidak ada hasil yang ditemukan

Edible Film dari Perpaduan Karaginan, Selulosa Bakteri, dan Nanokarbon dengan Penaut Silang Asam Sitrat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Edible Film dari Perpaduan Karaginan, Selulosa Bakteri, dan Nanokarbon dengan Penaut Silang Asam Sitrat"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

EDIBLE FILM

DARI PERPADUAN KARAGINAN, SELULOSA

BAKTERI, DAN NANOKARBON DENGAN PENAUT SILANG

ASAM SITRAT

ASRI PUSPITA SARI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Edible Film dari Perpaduan Karaginan, Selulosa Bakteri, dan Nanokarbon dengan Penaut Silang Asam Sitrat adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Asri Puspita Sari

(4)
(5)

ABSTRAK

ASRI PUSPITA SARI. Edible Film dari Perpaduan Karaginan, Selulosa Bakteri, dan Nanokarbon dengan Penaut Silang Asam Sitrat. Dibimbing oleh AHMAD SJAHRIZA dan NOVIYAN DARMAWAN.

Edible Film merupakan film yang terbuat dari bahan pangan dan dapat dimakan bersamaan dengan produk yang dikemasnya. Film ini memiliki sifat mekanis dan kemampuannya sebagai barrier sehingga dapat meningkatkan waktu simpan produk pangan. Karaginan merupakan bahan dasar film yang berasal dari rumput laut (Eucheuma cottonii). Penambahan gliserol, selulosa bakteri, nano karbon, dan asam sitrat bertujuan memperbaiki sifat mekanik film karaginan. Film yang optimum terdiri atas gliserol, selulosa bakteri, nanokarbon 1.5% dan asam sitrat 10% menghasilkan peningkatan kekuatan tarik hingga 160% dan permeabilitas uap airnya menurun hingga 42% dibandingkan film karaginan. Nilai kekuatan tarik dan permeabilitas uap air berhasil memenuhi standar edible film

sebagai pengemas makanan. Spektrum inframerah memperlihatkan pembentukan gugus fungsi baru dengan tambahan penaut silang asam sitrat pada bilangan gelombang 1717 cm-1. Luminesens nanokarbon dapat dideteksi menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 366 nm yang menunjukkan pendaran warna biru.

Kata kunci: karaginan, nanokarbon, penaut silang asam sitrat, permeabilitas air, sifat mekanik

ABSTRACT

ASRI PUSPITA SARI. Edible Film Made of Carrageenan, Bacterial Cellulose, and Nanocarbon with Citric Acid as Crosslinker. Supervised by AHMAD SJAHRIZA and NOVIYAN DARMAWAN.

Edible film is a film made of food grade materials. The film has mechanical properties and can act as a barrier so that it can prolong the shelf life of food products. Carrageenan is a base material of film derived from seaweed (Eucheuma cottonii). Addition of glycerol, bacterial cellulose, nanocarbons, and citric acid were used as compatibilizers to improve the mechanical properties of the carrageenan film. The optimum composition of edible film composed of glycerol, bacterial cellulose, nanocarbon 1.5%, and citric acid 10% increased tensile strength up to 160% and decrease of water vapor permeability up to 42% as compared to the carrageenan film. Tensile strength and water vapor permeability values met the standard for edible film as food packaging. The result of infrared spectrum showed the formation of the new functional groups on 1717 cm-1 that caused by the addition of citric acid crosslinker. Luminescence of nanocarbon can be detected using ultraviolet light at wavelength of 366 nm with the presence of blue color.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

EDIBLE FILM

DARI PERPADUAN KARAGINAN, SELULOSA

BAKTERI, DAN NANOKARBON DENGAN PENAUT SILANG

ASAM SITRAT

ASRI PUSPITA SARI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Edible Film dari Perpaduan Karaginan, Selulosa Bakteri, dan Nanokarbon dengan Penaut Silang Asam Sitrat

Nama : Asri Puspita Sari NIM : G44100055

Disetujui oleh

Drs Ahmad Sjahriza Pembimbing I

Dr rer nat Noviyan Darmawan, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilakukan sejak bulan Maret 2014 yang berjudul Edible Film dari Perpaduan Karaginan, Selulosa Bakteri, dan Nanokarbon dengan Penaut Silang Asam Sitrat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Ahmad Sjahriza selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr rer nat Noviyan Darmawan, MSc selaku pembimbing kedua. Ucapan terima kasih penulis sampaikan Bapak Mail dan Ibu Ai selaku staf Laboratorium Kimia Fisik, Bapak Sujono, MSi selaku staf Laboratorium Terpadu, Bapak Irfan selaku staf Laboratorium Teknologi Hasil Hutan yang telah membantu selama penelitian berlangsung dan pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua atas doa dan motivasinya, M. Yasin Farid, SP atas motivasinya, serta Indah Fajar Wati dan Hartodi selaku rekan satu tim yang telah membantu selama pengumpulan data. Terima kasih juga disampaikan kepada seluruh civitas Kimia 47 atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(12)

x

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

BAHAN DAN METODE 2

Alat dan Bahan 2

Metode 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kadar Air dan Kadar Abu 5

Ekstrak Karaginan dan Edible Film 5

Sifat Mekanik 6

Sifat Permeabilitas 8

Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Inframerah 9

Pemayaran dengan Lampu UV 11

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 14

(13)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi pembuatan edible film 4

2 Ketebalan edible film. 6

3 Gugus fungsi pada spektrum FTIR 10

DAFTAR GAMBAR

1 Reaksi basa KOH dengan karagian. 6

2 Kuat tarik dari masing-masing jenis edible film. 8 3 Persentase perpanjangan dari masing-masing jenis edible film. 8 4 Permeabilitas uap air dari masing-masing jenis edible film. 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 14

2 Pengukuran kadar air rumput laut Eucheuma cottonii dan selulosa

bakteri 15

3 Pengukuran kadar abu rumput laut Eucheuma cottonii dan selulosa

bakteri 15

4 Ketebalan edible film 16

5 Kuat tarik dan perpanjangan film 17

6 Permeabilitas uap air edible film 18

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Mutu bahan makanan secara alami akan menurun sebagai akibat dari faktor kimia, biologis, maupun pengaruh lingkungan. Penurunan mutu bahan makanan dapat dihambat dengan meningkatkan daya simpannya melalui sistem pengemasan produk (Rimadianti 2007). Saat ini, bahan makanan umumnya masih dikemas dengan bahan plastik yang sulit terurai di alam, sehingga akan mencemari lingkungan. Salah satu alternatif pengganti kemasan plastik adalah dengan melapisi produk pangan menggunakan edible film. Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan pangan dan dapat dimakan bersama dengan produk tersebut (Pranamuda 2001). Film ini dapat mempertahankan mutu pangan karena memiliki sifat mekanis dan kemampuan sebagai barrier (Kayserilioglu et al. 2003). Film ini juga berfungsi sebagai penghambat transfer massa sehingga daya simpan produk pangan bisa diperpanjang (Krochta 1992).

Salah satu bahan dasar edible film ialah karaginan, yang diperoleh dari rumput laut (Ginting 2013). Indonesia merupakan negara kepulauan dengan hasil laut yang melimpah, salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut dari famili Rhodophyceae yang dapat diambil karaginannya antara lain rumput laut spesies

Eucheuma spinosum, Eucheuma cottonii, Gigartina spp dan Chondrus crispus.

Jenis dari karaginan yang dapat diekstraksi berupa kapa ( ), iota ( ), dan lamda ( ) yang spesifik antara spesies rumput (Glicksman 1970). Dari spesies Eucheuma

cottonii akan diperoleh -karaginan. Karaginan dipilih sebagai bahan dasar

pembuatan edible film karena mampu memodifikasi struktur, cita rasa seperti kerenyahan dan kelembutan, serta bersifat stabil dalam waktu yang lama (Dwi et al. 2003).

Film berbahan dasar karaginan memerlukan bahan tambahan lain agar film yang dihasilkan memiliki sifat mekanik yang lebih baik dan permeabilitas uap air yang lebih rendah, dua hal yang diperlukan untuk meningkatkan mutu bahan pangan. Tamaela dan Lewerissa (2008) membuat film berbahan dasar karaginan dengan penambahan gliserol 1% menghasilkan film terbaik. Film ini memiliki permeabilitas uap air sebesar 20.7 g m-2. Usaha memperbaiki film pernah dilakukan oleh Jayanti (2013) dengan menambahkan tepung kacang hijau sebagai pengompatibel. Diperoleh permeabilitas uap air sebesar 13.0 ng m m-2 s-1 Pa-1 pada film dengan konsentrasi kacang hijau 2.5%. Asy’ari (2013) juga melakukan modifikasi dengan menambahkan tepung kedelai sebagai pengompatibel. Permeabilitas uap air sebesar 8.4626 ng m m-2 s-1 Pa-1 diperoleh pada film dengan konsentrasi tepung kedelai 2.5%. Sementara itu, Purba (2013) menambahkan tepung porang dan selulosa menghasilkan permeabilitas uap air sebesar 4.23 ×10-2 ng m m-2 s-1 Pa-1.

Penelitian ini menggunakan karaginan sebagai bahan dasar pembuatan

edible film dengan modifikasi berupa penambahan selulosa, nanokarbon, dan

(16)

2

Penambahan penaut silang asam sitrat diharapkan menghasilkan film yang dapat berikatan hidrogen sehingga dapat memperkuat sifat mekanik. Menurut Syaifia (2012), reaksi penautan silang (crosslinking) memperkuat ikatan hidrogen antarmolekul polimer, sehingga film menjadi kuat dan kaku. Penambahan gliserol dapat mengatasi sifat rapuh film yang disebabkan oleh kekakuan antarmolekul. Penelitian ini bertujuan menghasilkan komposisi terbaik edible film yang berbahan dasar karaginan dengan penambahan selulosa bakteri, nanokarbon, dan penaut silang asam sitrat. Komposisi terbaik ditentukan berdasarkan sifat mekanik yang tinggi dan permeabilitas uap air yang rendah. Selain itu, edible film

diharapkan dapat berluminesens akibat adanya nanokarbon.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah oven mikrogelombang Panasonic 800 W, pengukur ketebalan film merek Teclock, alat uji tarik Tenso lab-Mey, dan Spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) Prestige-21. Bahan-bahan yang digunakan antara lain rumput laut merah jenis E. cottonii yang diperoleh dari Kepulauan Seribu, KOH dari Merck, selulosa bakteri (nata de coco) merek Kara, dan nanokarbon hasil sintesis Awalia Khairun Nisa (G44100014).

Metode

Kadar Air Rumput Laut E. cotonii dan Selulosa Bakteri (AOAC 2007) Cawan porselen dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 105-110°C selama 30 menit. Kemudian cawan diletakkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (A). Sampel sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan (B). Cawan yang berisi sampel dipanaskan di dalam oven bersuhu 105-110°C selama 3-4 jam. Setelah itu, cawan tersebut didinginkan di dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang (C). kadar air dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar air =

Keterangan :

A = Bobot cawan kosong (g)

B = Bobot cawan + sampel sebelum dikeringkan (g)

(17)

3

Kadar Abu Rumput Laut E. cotonii dan Selulosa Bakteri (AOAC 2007) Cawan porselen dikeringkan terlebih dahulu dalam oven selama 30 menit pada suhu 100-105 °C, kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel rumput laut sebanyak 2 g ditimbang dan diletakkan ke dalam cawan yang sudah dikeringkan. Cawan beserta sampel dibakar menggunakan bursen hingga tidak berasap selama 20 menit, lalu sampel diabukan di dalam tanur pada suhu 600 °C sampai terabukan sempurna. Kadar abu dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar abu =

Keterangan :

A = Bobot cawan kosong (g)

B = Bobot cawan dan sampel (g)

C = Bobot cawan dan sampel setelah diabukan (g)

Penyiapan Selulosa Bakteri

Selulosa bakteri diperoleh dari nata de coco merek Kara. Nata de coco

dipisahkan dari airnya dengan cara disaring, kemudian dibilas dengan air bebas ion. Selanjutnya nata de coco dihaluskan diblender dan disimpan dalam lemari es.

Ekstraksi Karaginan (Pratiwi 2011)

Rumput laut E. cottonii kering yang telah dirajang direndam dengan akuades selama 24 jam. Kemudian rumput laut disaring dan dihancurkan menggunakan

blender. Karaginan diekstraksi di dalam oven mikrogelombang dengan KOH

0.1% (b/v). Nisbah rumput laut kering dan pelarut KOH (b/v) adalah 1:20. Oven mikrogelombang dioperasikan dengan daya defrost (160 watt) selama 20 menit. Filtrat rumput laut disaring dengan kain blacu, lalu dikeringkan dalam oven bersuhu 100 °C dan ditumbuk hingga menjadi bubuk karaginan.

Pembuatan Edible Film (Modifikasi Purba 2013)

(18)

4

Tabel 1 Komposisi pembuatan edible film

Sampel* Karaginan

*K: karaginan; KG: karaginan gliserol; KGS: karaginan gliserol selulosa; KGSN: karaginan gliserol selulosa nanokarbon, KGSC: karaginan gliserol selulosa asam sitrat

Komposisi nanokarbon dan asam sitrat pada Tabel 1 yang menghasilkan sifat mekanik dan permeabilitas uap air optimum dikombinasikan dan dibuat film (KGSNC). Bubuk karaginan dicampur dengan gliserol 1% dan selulosa bakteri 1.5% dalam 50 mL akuades. Campuran diaduk selama 20 menit pada suhu 50 °C, kemudian ditambahkan nanokarbon dan penaut silang asam sitrat. Proses pengadukan dilakukan selama 40 menit dan suhu dibiarkan meningkat hingga 90 °C. Setelah itu, film dicetak pada pelat mika yang telah disediakan. Pengeringan film dilakukan selama 1 malam.

Ketebalan Edible Film (Bae et al. 2008)

Ketebalan diukur secara acak pada 5 titik yang berbeda pada edibel film

menggunakan mikrometer dengan tingkat akurasi ± 1 µm.

Kuat Tarik dan Perpanjangan

Kuat tarik dan perpanjangan diukur menggunakan alat uji tarik jenis Tenso lab-Mey dan berdasarkan ASTM D 638 tahun 2002. Film yang telah dikeringkan dipotong dengan ukuran panjang 40 mm dan lebar 20 mm, kemudian dijepitkan pada alat uji tarik dengan kecepatan konstan. Data yang dihasilkan dicetak. Besarnya kuat tarik dan persentase perpanjangan dihitung menggunakan rumus berikut:

(19)

5

sebesar 6 mm. Cawan diletakkan di dalam oven pada suhu 37 ± 0.5 °C dan kelembapan relatif (RH) 19 ±1.5% selama 5 jam dan diukur massa air setiap jamnya. Laju transmisi uap air dihitung menggunakan rumus di bawah ini

Permeabilitas uap air =

Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer Inframerah

Film ditempatkan di dalam cell holder pada suhu kamar, kemudian alat diatur agar diperoleh spektrum yang sesuai. Gugus fungsi dianalisis dari spectrum tersebut yang merupakan hubungan antara bilangan gelombang dan intensitas puncak.

Pemayaran dengan Lampu UV

Edible film yang mengandung nanokarbon dipayar dengan lampu UV pada

panjang gelombang 366 nm dan diamati pendarannya

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air dan Kadar Abu

Rumput laut E. cottonii dan selulosa bakteri (nata de coco) pada penelitian ini ditentukan kadar air dan kadar abunya. Penentuan kadar air bertujuan menentukan daya simpan suatu bahan dan ketahanan terhadap aktivitas mikrob dan jamur yang tumbuh di daerah yang lembap (Purnama 2003). Sementara kadar abu menunjukkan kandungan mineral pada residu pembakaran bahan organik. Kadar abu yang tinggi pada rumput laut berasal dari mineral seperti K, Mg, Ca, dan Na (Sudarmaji et al. 1996).

Kadar air dan kadar abu rumput laut E. cottonii sebesar 13.90% dan 11.80% (Lampiran 2 dan 3). Pada penelitian Purba (2013) kadar airnya lebih tinggi (18.42%), sedangkan kadar abunya lebih rendah (9.25%). Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh perbedaan tempat tumbuh. Pada penelitian ini rumput laut tumbuh di daerah Kepulauan Seribu, sedangkan rumput laut yang digunakan Purba (2013) tumbuh di Pelabuhan Ratu. Perbedaan tempat tumbuh rumput laut menyebabkan kandungan air dan mineral juga berbeda. Penentuan kadar air dan kadar abu ini juga berguna untuk menjelaskan perbedaan hasil analisis saat penelitian dilakukan kembali. Kadar air dan kadar abu selulosa bakteri diperoleh dari penelitian sebelumnya, yaitu sebesar 93.48% dan 0.03% (Ratnasari 2014).

Ekstrak Karaginan dan Edible Film

(20)

6

n n

adanya pelarut basa KOH dan membentuk jembatan 3.6-anhidro (Uy et al. 2005). Sifat gel yang semakin tinggi dari karaginan diharapkan dapat memperbaiki sifat mekanik film yang dihasilkan.

Gambar 1 Reaksi basa KOH dengan karagian.

Film dibuat dengan metode gel casting. Larutan film dibuat dalam bentuk gel, dicetak pada pelat mika yang telah diberi pembatas berupa pita perekat setebal 1.26 mm (5 lapis). Pita perekat ini akan menentukan ketebalan film yang dihasilkan. Ketebalan ini juga akan memengaruhi sifat mekanik dan permeabilitas uap air (Purba 2013). Film yang telah dicetak dibiarkan selama semalam. Pada penelitian ini, komponen penyusun film meliputi karaginan (K), gliserol (G), selulosa (S), nanokarbon (N), dan penaut silang asam sitrat (C). Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa semakin banyak komponen yang ditambahkan, ketebalan film semakin meningkat. Hal ini dikarenakan campuran film semakin kental, sehingga ketebalan juga akan bertambah (Lampiran 4).

Tabel 2 Ketebalan edible film

Sampel Rerata ketebalan film (mm)

K 0.0352

KG 0.0352

KGS 0.0356

KGSN 0.5% 0.0362

KGSN 1% 0.0362

KGSN 1,5% 0.0364

KGSN 2% 0.0364

KGSC 5% 0.0366

KGSC 10% 0.0370

KGSC 15% 0.0370

KGSNC 0.0374

Sifat Mekanik

Sifat mekanik film meliputi kuat tarik dan persen perpanjangan. Kekuatan tarik merupakan kekuatan maksimum film untuk menahan sebuah gaya yang diberikan hingga film putus, sedangkan persentase perpanjangan merupakan perubahan panjang film pada saat film ditarik sampai putus (Jayanti 2013). Menurut Ningsih (2011), besarnya kuat tarik dan persentase perpanjangan dipengaruhi oleh komposisi atau jumlah komponen penyusun film (Lampiran 5).

OH

(21)

2-7

Edible film K, KG, dan KGS pada penelitian ini digunakan sebagai kontrol.

Edible film K memiliki kuat tarik dan persentase perpanjangan terendah

dikarenakan sifatnya yang rapuh. Edible film KG memiliki kuat tarik yang sedikit menurun dibandingkan edible film K. Gliserol sebagai pemlastis yang berukuran kecil dapat memasuki jejaring polimer sehingga antar rantai polimer menjadi renggang dan mempermudah gerakan antar molekul. Gerakan molekul yang lebih lentur menyebabkan bentuk polimer menjadi tidak teratur dan liat sehingga mengurangi kerapuhan ditandai dengan persentase perpanjangan meningkat (Ningsih 2011). Penambahan selulosa pada edible film KGS dapat meningkatkan kuat tarik. Serat dari selulosa akan berinteraksi secara fisik dengan komponen lain di dalam film (Embuscado dan Huber 2009).

Material nano memiliki sifat memancarkan warna, transparansi, dan kekuatan mekanik (Lubis 2012). Berdasarkan Gambar 2, film dengan penambahan nanokarbon memiliki sifat mekanik yang lebih baik. Penambahan nanokarbon divariasikan konsentrasinya 0.5%, 1%, 1,5%, dan 2% dari bobot total. Penambahan nanokarbon menghasilkan kuat tarik optimum pada konsentrasi 1,5%. Pada konsentrasi di atas 1.5% kuat tarik mengalami penurunan akibat film yang dihasilkan kurang kompatibel (Rhim dan Wang 2013). Penambahan penaut silang asam sitrat dapat berikatan dengan karaginan secara kimia sehingga dapat meningkatkan kekuatan tarik. Ikatan secara kimia ini terjadi melalui ikatan hidrogen antara gugus hidroksil dari karaginan dengan gugus karbonil dari asam sitrat (Reddy 2009). Penambahan konsentrasi penaut silang asam sitrat divariasikan 5%, 10%, dan 15% dari bobot total. Hasil optimum dari uji tarik pada penambahan penaut silang asam sitrat sebesar 10% (Gambar 2 dan 3). Pada konsentrasi 15% asam sitrat selain berikatan dengan karaginan secara kimia, asam sitrat juga berikatan secara fisik sebagai pemelastis sehingga perpanjangannya akan meningkat dan menurunkan kekuatan tariknya (Ghanbarzadeh et al. 2011).

Edible film optimum dibuat dengan mencampurkan karaginan, gliserol,

(22)

8

Gambar 2 Kuat tarik dari masing-masing jenis edible film.

Gambar 3 Persentase perpanjangan dari masing-masing jenis edible film.

Sifat Permeabilitas

(23)

9

Hasil penelitian menunjukkan film yang memiliki permeabilitas paling rendah adalah KGSNC sebesar 1.4480 ng m m-2 s-1 Pa-1, sedangkan edible film

dengan permeabilitas terbesar ditunjukkan pada edible film dari karaginan sebesar 2.4916 ng m m-2 s-1 Pa-1 (Lampiran 6). Berdasarkan penelitian Jayanti (2013) yang membuat edible film dengan tambahan tepung kacang hijau diperoleh permeabilitas uap air sebesar 13.01 ng m m-2 s-1 Pa-1. Asy’ari (2013) yang membuat edible film dengan tambahan tepung kacang kedelai diperoleh permeabilitas uap air sebesar 9.03 ng m m-2 s-1 Pa-1. Berdasarkan penelitian sebelumnya maka dapat dikatakan pada penelitian ini edible film KGSNC berhasil menurunkan permeabilitas uap air. Permeabilitas uap air dipengaruhi oleh sifat kepolaran komponen penyusun film (Purba 2013). Komponen film yang dapat larut dengan air akan menaikkan permeabilitas uap air, sedangkan komponen yang tidak larut akan menurunkan permeabilitas uap air.

Gambar 4 Permeabilitas uap air dari masing-masing jenis edible film.

Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Inframerah

Analisis gugus fungsi menggunakan Spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) untuk mengetahui interaksi yang terjadi pada gugus fungsi dari setiap komponen pada edible film. Interaksi bisa terjadi secara fisik maupun secara kimia. Interaksi secara fisik ditandai dengan adanya gabungan gugus fungsi dari komponen penyusun film. Interaksi secara kimia ditandai dengan munculnya gugus fungsi baru pada spektrum yang dihasilkan (Harvey 2000). Berdasarkan hasil spektrum FTIR (Tabel 4 dan Lampiran 7) berikut merupakan gugus fungsi yang ada pada edible film.

(24)

10

Tabel 3 Gugus fungsi pada spektrum FTIR

Sampel bilangan

(25)

11

Pemayaran dengan Lampu UV

Nanokarbon selain memiliki sifat mekanik juga memiliki sifat memancarkan warna akibat bisa terksitasi (Lubis 2012). Pendaran Warna yang dihasilkan dari nanokarbon ini dapat diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 366 nm. Edible film dengan campuran nanokarbon dapat berpendar ketika dipayar dengan lampu UV. Semakin tinggi konsentrasi nanokarbon maka intensitas pendarannya semakin meningkat. Berikut merupakan warna biru yang dihasilkan dari nanokarbon.

Gambar 5 Pemayaran nanokarbon dengan lampu UV (A) Kontrol , (B) KGSN 0.5%, (C) KGSN 1%, (D) KGSN 1.5%, (E) KGSN 2%, (F) KGSNC

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Edible film dengan perpaduan gliserol, selulosa bakteri, nanokarbon 1,5%, dan penaut silang asam sitrat 10% berhasil memperbaiki sifat mekanik dan menurunkan permeabilitas uap air dibandingkan film berbahan dasar karaginan.

(26)

12

Saran

Perlu dilakukan pengadukan dengan kecepatan yang seragam agar menghasilkan film yang memiliki homogenitas yang tinggi. Selain itu, perlu dilakukan analisis hasil morfologi menggunakan SEM dan analisis termal menggunakan DTA-TGA.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical and Chemistry. 2007. Official Method of Analysis 18th. Marylan: Association of Official Analytical Chemist Inc. [ASTM] American Society for Testing and Materials. 1996. Standard Test

Method for Water Vapor Transmission of Materials. American Society for Testing and Materials Inc.

[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2002. Standard Test Method for Water Vapor Transmission of Materials. American Society for Testing and Materials Inc.

Asyari A. 2013. Film biodegradabel karagenan yang dipadukan dengan tepung kedelai [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bae Ho J, Cha Dong S, Whiteside William S, Park Hyun J. 2008. Film and pharmaceutical hard capsule formation properties of mungbean, waterchestnut, and sweet potao starches. Food Chemistry 106:96–105. Distantina S, wiranti Fachrurrozi M, Rochmadi. 2011. Carrageenan Properties

extracted from Eucheuma cottonii, Indonesia. Engine and Technol 78: 738-742.

Dwi TS, Murdinah, Dwi EM. 2003. Pengaruh perlakuan alkali dan volume larutan pengekstrak terhadap mutu karaginan dari rumput laut Euchema cottonii. J Penelitian Perikanan Indonesia 9:65–76.

Embuscado ME, Huber KC.2009. Edible Films and Coatings for Food Applications. New York (US): Springer.

Ghanbarzadeh B, Almasi H, Entezami AA. 2011. Improving the barrier and mechanical properties of corn starch-based edible film: Effect of citric acid and carboxymethyl cellulose. J Industrial Crops and Products 33:229-235. Ginting D. 2013. Pembuatan biofilm berbahan dasar polisakarida dari karaginan

dan tepung tapioka [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Glicksman M. 1970. Food Science and Technology. New York (US): Academic Press.

Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York (US): McGraw-Hill. Hu Yu, Topolkaraev V, Hiltner A, Baer E. 2001. Measurement of water vapor

transmission rate in highly permeable films. J Applied Polymer Science

81:1624–1633.

(27)

13

Kayserilioglu, B.S., U. Bakir, L. Yilmaz, and N.I Akkasu. 2003. Drying temperature and relative humidity effects on wheat gluten film properties. J

Agriculture. Food Chemistry 51(4):964-968.

Krochta JM. 1992. Control of mass transfer in food with edible coatings and film. In Singh RP. and MAWirakartakusumah, editors: Advances in Food Engineering. Boca Raton (US): CRC Press.

Lubis RU. 2012. Sintesis dan karakterisasi pertumbuhan nanopartikel ZnO dengan metode sol-gel [Skripsi]. Medan (ID): Universitas Negeri Medan.

Muller. 2009. Effect of cellulose fibers addition on the mechanical properties and water vapour barrier of starch-based films. Food Hydrocolloids l2:1328-1333.

Ningsih PR. 2011. Pembuatan dan pencirian polipaduan poliasam laktat-lilin lebah [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pranamuda H. 2001. Pengembangan bahan plastik biodegradabel berbahan baku pati tropis. Di dalam: Seminar Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21; 2001 Feb 1-14; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Sinergy Forum-PPI Tokyo Institute of Technology. hlm 1-6.

Pratiwi N. 2011. optimisasi ekstraksi karaginan kappa dari rumput laut Eucheuma cotonii [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Purba S. 2013. Film edibel berbahan dasar karaginan dengan tambahan tepung porang (Amorphophallus onchophyllus) dan selulosa [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Purnama RC. 2003. Optimasi proses pembuatan karaginan dari rumput laut

Eucheuma cottonii [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ratnasari E. 2014. Pencirian bioplastik tepung singkong dengan penambahan natrium alginat, selulosa, dan limonene. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Reddy N. 2009. Ctric acid cross-linking of starch film [Skripsi]. Lincoln (US): University of Nebraska.

Rhim JW, Wang LF.2013. Mechanical and water barrier properties of agar carrageenan konjac glucomannan ternary blend biohydrogel films. J Carb Pol 96: 71-78.

Rimadianti N. 2007. Karakteristik edible film dari isinglass dengan penambahan sorbitol sebagai plasticizer [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Yogyakarta (ID): Liberty bekerja sama dengan PAU Pangan dan

Gizi UGM.

Syaifia R. 2012. Sintesis dan karakterisasi kopolimer pati sagu (Sago Starch) dengan agen penaut silang asam sitrat [skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember.

Tamaela P and Lewerissa S. 2008. Characteristic of Edible Film from Carrageenan. Ichthyos 1:27-30.

Uy FS, Easteal AJ, Farid MM. 2005. Seaweed processing using industrial single mode cavity oven mikrogelombang heating: a preliminary investigation.

Carbohydrate Researc. 340:1357-1364.

(28)

14

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Preparasi alat dan bahan Analisis kadar air

dan kadar abu

Ekstraksi karaginan

Pembuatan Edible Film

Analisis

Ketebalan film

Kuat tarik dan perpanjangan

Permeabilitas uap air

FTIR Pemayaran

(29)

15

Lampiran 2 Pengukuran kadar air rumput laut Eucheuma cottonii dan selulosa bakteri

Sampel Bobot cawan kosong (g) Contoh perhitungan : Ulangan 1

Kadar air (%) =

Sampel Bobot cawan kosong (g) Contoh perhitungan : Ulangan 1

(30)

16

Lampiran 4 Ketebalan edible film

Ulangan K KG KGS KGSN

0.5%

KGSN 1%

KGSN 1.5%

KGSN 2%

KGSC 5%

KGSC 10%

KGSC

15% KGSNC

1 0.0350 0.0350 0.0360 0.0360 0.0350 0.0370 0.0370 0.0370 0.0370 0.0370 0.0370 2 0.0350 0.0350 0.0360 0.0360 0.0360 0.0370 0.0370 0.0360 0.0370 0.0370 0.0370 3 0.0350 0.0360 0.0350 0.0360 0.0360 0.0360 0.0360 0.0370 0.0370 0.0370 0.0370 4 0.0360 0.0350 0.0350 0.0360 0.0370 0.0360 0.0360 0.0370 0.0370 0.0370 0.0380 5 0.0350 0.0350 0.0360 0.0370 0.0370 0.0360 0.0360 0.0360 0.0370 0.0370 0.0380 Rata-rata

(mm) 0.0352 0.0352 0.0356 0.0362 0.0362 0.0364 0.0364 0.0366 0.0370 0.0370 0.0374

Tebal basah

(mm) 1.2600 1.2600 1.2600 1.2600 1.2600 1.2600 1.2600 1.2600 1.2600 1.2600 1.2600

% Penyusutan 97.21 97.21 97.17 97.13 97.13 97.11 97.11 97.09 97.06 97.06 97.03

Contoh perhitungan:

Rerata ketebalan film (mm) =

% Penyusutan =

= =

= 0.0352 mm =97.21%

(31)
(32)

18

Lampiran 6 Permeabilitas uap air edible film

(33)
(34)
(35)

21 Contoh perhitungan

Permeabilitaas uap air (WVP) = =

= 12.8431 ng m m-2 s-1 Pa-1

Lampiran 7 Spektrum FTIR edible film

Karaginan (K)

(36)

22

Karaginan, gliserol dan selulosa (KGS)

(37)

23

Karaginan, gliserol, selulosa, dan penaut silang asam sitrat (KGSC)

(38)

24

(39)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 7 Mei 1991 dari ayah Sjamsul Muin dan ibu Ninik Sri Hariati. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Gondanglegi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk departemen Kimia IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Gambar

Gambar 2  Kuat tarik dari masing-masing jenis edible film.
Gambar 4  Permeabilitas uap air dari masing-masing jenis edible film.
Tabel 3  Gugus fungsi pada spektrum FTIR
Gambar 5  Pemayaran nanokarbon dengan lampu UV (A) Kontrol , (B) KGSN

Referensi

Dokumen terkait

- Potensi yang bisa dimanfaatkan dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, aparat pemerintah , dan lembaga – lembaga sosial dan potensi sumber daya alam (kerjasam) -

Sehingga data penelitian tersebut layak untuk digunakan penelitian selanjutnya dapat diterangkan bahwa nilai signifikansi dari permainan modifikasi sepak bola dalam

Hasil penelitian pohon fenogram ayam jantan (Gambar 8) kecamatan Torgamba menunjukkan garis yang berbeda dengan kecamatan Kampung Rakyat, kecamatan Kota Pinang,

Ketentuan tersebut secara implisit maupun eksplisit memberi kesan bahwa pemberian pengecualian kepada pelaku usaha kecil dari ketentuan Undang-Undang Anti Monopoli bersifat

“…ketika kami menemukan sarana distribusi melakukan pelanggaran dilapangan seperti obat tradisional tanpa izin edar, mengandung bahan kimia obat dan menjual obat

1 kondisi kemampuan santri dalam membaca al-Qur’an dengan Usmani adalah santri dapat memenuhi target yang ditetapkan 2 model penerapan metode Usmani dalam meningkatkan kemampuan

Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Keown (2011) yang menyatakan bahwa seseorang yang tinggal sendiri cenderung memiliki tingkat literasi keuangan pribadi yang

Laporan Tugas Lahir ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tahap sarjana di Program Studi Teknik Sipil dan mencakup Studi Banding Efektifitas Sistem