• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

KONTROL OPTIMUM VIRUS

HIV

MELALUI

PENGGUNAAN DUA JENIS OBAT

FAJAR SATRIATAMA

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

▸ Baca selengkapnya: rumus stok optimum obat

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

FAJAR SATRIATAMA. Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat. Dibimbing oleh TONI BAKHTIAR dan FARIDA HANUM.

Dalam karya ilmiah ini dipelajari model interaksi sel CD +T sehat dengan sel HIV serta menambahkan dua jenis kontrol, yaitu obat penambah kekebalan tubuh dan obat anti virus. Masalah interaksi ini diformulasikan dalam bentuk model kontrol optimum dengan fungsional objektif memaksimumkan populasi sel CD +T sehat serta meminimumkan biaya pemakaian obat-obatan tersebut. Penerapan prinsip maksimum Pontryagin memberikan empat persamaan diferensial sebagai syarat penyelesaian, yaitu dua persamaan diferensial untuk sistem dan dua persamaan diferensial untuk fungsi adjoin. Selanjutnya, penerapan kondisi Berkovitz memberikan dua buah fungsi kontrol optimum. Solusi numerik diperoleh dengan menyelesaikan sistem persamaan diferensial menggunakan metode Runge-Kutta orde-4. Pemberian kontrol pada sistem membuat populasi sel CD +T sehat bertambah dan membuat populasi sel HIV berkurang. Semakin besar bobot kontrol obat penambah kekebalan menyebabkan peningkatan sel CD +T sehat semakin lambat. Hal tersebut menandakan bahwa semakin besar bobot diberikan maka berefek negatif pada tubuh, sehingga pemberian obat sebaiknya segera dikurangi. Kata Kunci: dua fungsi kontrol, masalah kontrol optimum, model interaksi sel

CD +T sehat dengan sel HIV, solusi numerik.

ABSTRACT

FAJAR SATRIATAMA. Optimum Control of HIV Virus through the Use of Two Drugs. Supervised by TONI BAKHTIAR and FARIDA HANUM.

This paper studied a mathematical interactions model of healthy CD +T cells with HIV cells by involving two types of control strategies, i.e. increasing body’s immune drugs and using antiviral drugs. The interaction problem is formulated in term of optimal control model, where the objective functional is maximizing the population of healthy CD +T cells and to minimize the systematic cost of using drugs. Application of Pontryagin maximum principle provides four differential equations as solution conditions: two differential equations for the system and two differential equations for the adjoint function. Next, applications of Berkovitz conditions provide two optimal control functions. Numerical solution was conducted using the 4th order Runge-Kutta method. Application of control to the system makes the population of healthy CD +T cells increase and the HIV cells population decrease. As the larger weight in the control of immune drugs increase cause decrease in healthy CD +T cells growth rate. It indicates that a larger weight provides negative effects on the body, so that drugs administration would be reduced.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Matematika

KONTROL OPTIMUM VIRUS

HIV

MELALUI

PENGGUNAAN DUA JENIS OBAT

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(7)
(8)

Judul Skripsi : Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat Nama : Fajar Satriatama

NIM : G54100099

Disetujui oleh

Dr Toni Bakhtiar, MSc Pembimbing I

Dra Farida Hanum, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Toni Bakhtiar, MSc Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah kontrol optimum, dengan judul Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Toni Bakhtiar, MSc dan Ibu Dra Farida Hanum, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Ruhiyat, MSi selaku penguji yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya serta kepada teman-teman Matematika Angkatan 47 atas segala dukungan dan bantuannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

LANDASAN TEORI 2

Kontrol Optimum 2

Prinsip Maksimum Pontryagin 3

Metode Runge-Kutta Orde Empat 4

MODEL MATEMATIKA 4

Model Tanpa Kontrol 4

Model dengan Kontrol 6

Masalah Kontrol Optimum 6

SOLUSI NUMERIK 9

Metode Runge-Kutta Orde-4 9

Hasil Numerik 11

SIMPULAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 15

(11)

DAFTAR TABEL

1 Variabel dan parameter 5

2 Nilai parameter 11

DAFTAR GAMBAR

1 Populasi Sel +� dengan = 250000 12

2 Populasi Sel HIV dengan = 250000 12

3 Fungsi kontrol dengan A = 250000 13

4 Populasi Sel +� dengan = 500000 13

5 Populasi Sel HIV dengan A = 250000 13

6 Fungsi kontrol dengan A = 500000 13

DAFTAR LAMPIRAN

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus merupakan parasit obligat dan di luar inangnya menjadi tak berdaya. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus akan diekspresikan menjadi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota, sementara istilah bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (Hogg 2005).

Salah satu virus yang mematikan yaitu HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV masih menjadi virus penyakit paling berbahaya di dunia yang telah merenggut nyawa lebih dari 25 juta orang sejak tahun 1981. HIV dapat menular dengan berbagai cara, seperti jarum suntik, transfusi darah, dan hubugan seksual. Dalam jangka waktu lama virus telah mengakar, secara sistematis telah membunuh sel-sel, dan merusak kekebalan orang yang terinfeksi. Hal tersebut membuat penderita lebih berisiko terinfeksi penyakit lain. HIV sampai ke sistem kekebalan tubuh dengan menginfeksi sel-sel penting, termasuk sel-sel pembantu yang disebut sel +�. Pada saat sel +� yang terinfeksi bereplikasi untuk melawan infeksi apa pun, sel HIV melakukan pengkodean sehingga ikut melakukan replikasi. Setelah manusia terinfeksi HIV, jumlah sel +� semakin menurun. Ini tanda bahwa sistem kekebalan tubuh manusia semakin rusak. Semakin rendah jumlah

+, manusia akan semakin jatuh sakit.

Sel +� merupakan bagian dari sel T. Sel tersebut adalah bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Sel T memainkan peran utama pada kekebalan seluler. Sel T mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar patogen. Hal ini dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel T memori dengan kemampuan untuk berkembang biak dengan cepat untuk melawan infeksi yang mungkin terulang kembali. Aktivasi sel T memberikan respons kekebalan seperti produksi antibodi, aktivasi sel fagosit atau penghancuran sel target dalam seketika. Sel T yang telah disintesis dari kelenjar timus disebut sel

+. Sel + adalah sel T yang memiliki protein CD4 pada permukaannya.

Protein itu bekerja sebagai ‘reseptor’ untuk HIV. HIV mengikat pada reseptor CD4 itu seperti kunci dengan gembok (Baratawidjaja 2000).

(14)

2

Tujuan Penelitian

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan:

1 mengonstruksi model interaksi sel +� normal dan sel HIV di bawah pengaruh dua buah variabel kontrol,

2 menentukan variabel kontrol optimum, yaitu obat penambah kekebalan dan pemberian antiviral yang memaksimumkan banyaknya sel +� normal, serta meminimumkan dosis obat yang dikonsumsi.

LANDASAN TEORI

Kontrol Optimum

Teori kontrol optimum berkembang secara pesat pada akhir tahun 1950. Ada dua metode penyelesaian masalah kontrol optimum, yaitu dynamic programming yang diperkenalkan oleh Bellman pada tahun 1957 dan maximum principle yang diperkenalkan oleh Pontryagin pada tahun 1962 (Pontryagin et al. 1986). Masalah kontrol optimum adalah memilih variabel kontrol u(t) di antara semua variabel kontrol yang admissible, yaitu kontrol yang membawa sistem dari state awal x( ) pada waktu kepada state akhir x( ) pada waktu akhir , sedemikian rupa sehingga memberikan nilai maksimum atau nilai minimum bagi fungsional objektif tertentu.

Pada masalah nyata yang berkembang menurut waktu t, sistem berada dalam keadaan atau kondisi (state) tertentu, yang dapat diungkapkan dengan variabel keadaan (state variables) � , � , . . , � atau dalam bentuk vektor

x(t) ∈ ℝ�. Dengan nilai t yang berbeda, vektor x menempati posisi yang berbeda di ruang ℝ� sehingga dapat dikatakan bahwa sistem bergerak sepanjang kurva x di ℝ�.

Sistem dinamika dapat dinyatakan secara matematik oleh sistem persamaan diferensial:

�̇ = � , � , , (1) dengan x variabel state dan u variabel kontrol. Jika kondisi sistem diketahui pada waktu , maka x( )= � , � ∈ ℝ�. Jika dipilih kontrol � ∈ ℝ� yang terdefinisi untuk waktu , maka diperoleh sistem persamaan diferensial orde satu dengan variabel taktentu x(t). Karena � diberikan, maka persamaan (1) memiliki solusi tunggal.

Solusi yang diperoleh merupakan respons terhadap u yang dilambangkan dengan� . Dengan memiliki fungsi kontrol yang sesuai, berbagai solusi dapat diperoleh. Agar solusi yang diperoleh adalah solusi yang diinginkan, diperlukan adanya kriteria bagi solusi, artinya setiap kontrol u(t) dan variabel state x(t) dihubungkan dengan fungsional berikut:

(15)

3

dengan f fungsi yang diberikan, tidak harus ditentukan dan x( ) memiliki kondisi tertentu.

Di antara semua fungsi atau variabel kontrol yang diperoleh, ditentukan salah satu sehingga J mencapai nilai maksimum atau minimum. Kontrol yang bersifat demikian disebut kontrol optimum. Permasalahan kontrol optimum dapat dinyatakan sebagai masalah memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsional (2) dengan kendala (1) (Tu 1994).

Prinsip Maksimum Pontryagin

Tinjau masalah kontrol optimum dengan kendala pada variabel kontrol berikut: Didefinisikan fungsi Lagrange sebagai berikut:

� , , , = , , + , , +

ℎ , , ,

dengan merupakan “pengali Lagrange” atau costate variable. Misalkan ∗ adalah variabel kontrol admissible yang membawa state awal , kepada state akhir (x( ), ) dan ∗ merupakan trajektori dari sistem yang berkaitan dengan ∗ , serta w(t) merupakan pengali penalti h , , , dengan

h , , = − .

Agar kontrol ∗ merupakan kontrol optimum, maka prinsip maksimum Pontryagin, syarat transversalitas, dan kondisi Berkovitz terpenuhi, yaitu

(16)

4

Metode Runge-Kutta Orde Empat

Penyelesaian persamaan diferensial biasa dengan metode deret Taylor tidak praktis karena metode tersebut membutuhkan perhitungan turunan , . Lagipula, tidak semua fungsi mudah dihitung turunannya, terutama bagi fungsi yang bentuknya rumit. Semakin tinggi orde deret Taylor, semakin tinggi turunan fungsi yang harus dihitung. Karena pertimbangan ini, metode deret Taylor yang berorde tinggi pun tidak dapat diterima dalam masalah praktik.

Metode Runge-Kutta adalah alternatif lain dari metode deret Taylor yang tidak membutuhkan perhitungan turunan. Metode ini berusaha mendapatkan derajat ketelitian yang lebih tinggi, dan sekaligus menghindarkan keperluan mencari turunan yang lebih tinggi dengan jalan mengevaluasi fungsi , pada titik terpilih dalam setiap langkah (Munir 2003).

Perhatikan masalah nilai awal berikut: ̇ = , ; =

dengan y merupakan fungsi/sistem yang belum diketahui dan bergantung pada variabel t.

(17)

5 (Kirschner dan Webb 1998) Deskripsi variabel dan parameter dari persamaan (3) dan (4) diberikan pada tabel berikut.

Tabel 1 Variabel dan parameter

Notasi Deskripsi Satuan

� banyaknya populasi sel +� yang tidak terinfeksi per ml

� banyaknya populasi virus per ml

banyaknya obat penambah kekebalan tubuh ml

banyaknya obat antiviral ml tingkat masukan virus dari sumber eksternal ml/hari

angka kehilangan virus ml/hari

konstanta produksi virus pada getah bening ml

konstanta produksi virus pada plasma ml

Pada persamaan (3) suku − �

+� merepresentasikan sumber dari sel + yang sehat yang meliputi dari kontribusi eksternal sel timus serta

kontribusi internal dari sel +� yang berbeda. Terjadi pengurangan secara alami dari sel +� yang sehat yang direpresentasikan dengan suku – � , pengurangan ini diakibatkan oleh kematian sel secara alami atau perpindahan sel dari plasma menuju limpa. Terdapat pula pengurangan sel yang diakibatkan oleh perubahan sel yang sehat menjadi terserang virus yang direpresentasikan oleh – � � (Kirschner dan Webb 1998).

Pada persamaan (4) suku �

+� merepresentasikan sumber virus yang

(18)

6

Model dengan Kontrol

Model Kirschner dan Webb yang dikendalikan dengan kontrol diberikan oleh sistem persamaan diferensial berikut:

(Joshi 2002)

Masalah Kontrol Optimum

Masalah kontrol optimum yang dihadapi ialah menentukan fungsi kontrol dan , yang membawa sistem dari kondisi awal � , � ke kondisi akhir

, � . Didefinisikan fungsional objektif sebagai berikut:

(19)

7

maka fungsi Lagrange dari masalah kontrol optimum (7) didefinisikan sebagai berikut:

dengan , , , adalah pengganda penalti dan ,

adalah fungsi adjoin.

Untuk mendapatkan fungsi kontrol ∗dan ∗ digunakan syarat (1) teorema prinsip maksimum Pontryagin pada masalah kontrol optimum. Syarat pertama prinsip maksimum Pontryagin memberikan:

= ⇔ − + � − + = ,

� = ⇔ − + − �+ � − + = ,

sehingga diperoleh kontrol-kontrol optimum

(20)

8

Karena diasumsikan � dan � bebas maka harus dipenuhi syarat transversalitas berikut (syarat kedua pada prinsip maksimum Pontryagin):

( )= dan ( )= (18)

Karena ∗ dan ∗ berbatas, maka dilakukan analisis berikut sehingga kondisi Berkovitz terpenuhi.

1. Kasus

 Jika dimisalkan = maka ℎ = − = dan ℎ = − . Kondisi Berkovitz (syarat ketiga prinsip maksimum Pontryagin) memberikan dan = , sehingga kontrol optimum (12) menjadi

= � − .

Karena dan , maka dapat disimpulkan � � atau

� �

. Dengan demikian kontrol optimum ∗ diberikan oleh

 Jika dimisalkan = maka ℎ = − dan ℎ = −

= . Kondisi Berkovitz (syarat ketiga prinsip maksimum Pontryagin) memberikan = dan , sehingga kontrol optimum (12) menjadi

= � + .

Karena dan , maka dapat disimpulkan � � atau

� �

. Dengan demikian kontrol optimum ∗ diberikan oleh

Dengan demikian, berdasarkan (19), (20), dan (21) dapat dituliskan

= ; .

(19)

= ; . (20)

= ;

(21)

9

atau secara ringkas dapat ditulis

2. Kasus

Dengan cara serupa yang digunakan pada kasus sebelumnya diperoleh kontrol optimum

atau dalam notasi padu dapat ditulis

SOLUSI NUMERIK

Metode Runge-Kutta Orde-4

Solusi numerik dari sistem optimumitas diselesaikan dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde 4. Sistem state diselesaikan dengan metode maju sedangkan sistem adjoin diselesaikan dengan metode mundur, sehingga untuk menentukan solusi dibutuhkan dua tahap. Fungsi kontrol diperbaharui pada akhir iterasi dengan menggunakan rumus kontrol optimum (22) dan (23). Tuliskan kembali sistem (14), (15), (16), dan (17) dalam bentuk berikut:

(22)

10

Algoritme untuk menentukan solusi diberikan seperti berikut:

1. Inisialisasi nilai awal untuk fungsi state, nilai akhir untuk fungsi adjoin, dan nilai awal fungsi kontrol.

� = � , � = �, ( ) = , ( ) = , (0) = (0) = 0 2. Menentukan solusi dari fungsi state menggunakan metode maju selama

� − iterasi .

3. Menentukan solusi dari fungsi adjoin dengan metode mundur selama � − iterasi.

ℎ = –

for i = 0,..., � -1, j = (� − − do:

(23)

11 kontrol dapat ditentukan menggunakan persamaan (23) dan (26)

for i = 0,..., �, do: untuk jadwal perawatan selama 50 hari. Sintaks penentuan solusi numerik dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Sintak untuk pembuatan gambar solusi numerik dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Gambar 1-4 menggunakan = 250000 sedangkan Gambar 5-8 menggunakan = 500000 dan nilai parameter lain tetap sama. Nilai parameter pada sistem diberikan sebagai berikut:

(24)

12

Tabel 2 Nilai parameter (lanjutan) Notasi Nilai

14.0 1.0

Berdasarkan jenis obat yang dijadikan kontrol nilai , yaitu batas atas kontrol , jauh lebih kecil dari nilai yaitu batas atas kontrol . Untuk menyeimbangkan efek perbedaan nilai ini maka koefisien penyeimbang diambil jauh lebih besar dari pada .

Gambar 1 mewakili jumlah sel +� selama 50 hari. Grafik sel +� tanpa kontrol mengalami penurunan sedangkan sel +� dengan kontrol mengalami kenaikan signifikan sampai hari ke-45 lalu mendekati kestabilan pada periode selanjutnya. Gambar 2 mewakili populasi HIV selama 50 hari, populasi HIV tanpa kontrol terus mengalami kenaikan sampai hari ke-50 sedangkan populasi HIV dengan kontrol mengalami kenaikan sampai hari ke-2 lalu mengalami fluktuasi sehingga mengalami penurunan tajam sampai hari ke-40 lalu mendekati kestabilan pada periode selanjutnya. Gambar 3 mewakili kontrol dan untuk jadwal pemberian obat selama 50 hari, obat peningkat kekebalan tubuh diberikan dalam skala penuh selama 38 hari dan kemudian dikurangi sampai nol di hari ke-50 berbeda dengan obat penekan virus yang konsumsinya selalu berkurang sampai nol di hari ke-50.

Gambar 4 dan 5 mewakili jumlah sel +� dan HIV dengan nilai yang berbeda yaitu sebesar 500000. Ketika Gambar 1 dan 2 dibandingkan dengan Gambar 4 dan 5, terlihat bahwa nilai yang lebih tinggi dapat mengurangi populasi sel +�. Gambar 6 mewakili kontrol dan untuk jadwal pemberian obat selama 50 hari dengan nilai = 500000. Terlihat pada Gambar 6 bahwa obat peningkat kekebalan tubuh hanya bisa dikonsumsi penuh selama 23 hari.

Gambar 1 Populasi Sel +� dengan = 250000

(25)

13

Gambar 3 Fungsi kontrol dengan = 250000

Gambar 4 Populasi Sel +� dengan = 500000

Gambar 5 Populasi Sel HIV dengan = 500000

(26)

14

SIMPULAN

Simpulan

Pemberian kontrol pada model interaksi sel +� memberikan pengaruh yang baik karena dapat membuat jumlah sel +� menjadi semakin naik, sedangkan jumlah sel HIV menjadi semakin menurun. Namun, semakin tinggi parameter bobot, semakin cepat pengobatan harus dihentikan. Parameter bobot yang tinggi menunjukkan bahwa obat tersebut semakin beracun atau dapat mengakibatkan overdosis.

Saran

Karya ilmiah ini hanya membahas interaksi antara sel +� yang sehat dengan sel HIV. Ada baiknya dibahas persamaan lainnya pada model Kirschner dan Webb yaitu persamaan yang merepresentasikan laju sel +� yang sakit (terinfeksi), sehingga tidak hanya jumlah sel +� yang sehat atau jumlah sel HIV yang bisa diketahui tetapi dapat pula diketahui jumlah sel +� yang terinfeksi. Dengan begitu dapat dibandingkan sel +� yang sehat dengan sel

+ yang sakit pada waktu .

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja KG. 2000. Imunologi Dasar. Jakarta (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hogg S. 2005. Essential Microbiology. Oxford (UK): John Wiley & Sons Ltd. Joshi HR. 2002. Optimum control of an HIV immunology model. Optimum Control

Applications and Methods. 23(4):199-213.doi: 10.1002/oca.710

Kirschner D, Webb GF. 1998. Immunotheraphy of HIV-1 infection. Journal of Biological Systems. 6(1):71-83.doi: 10.1142/S0218339098000091.

Munir R. 2003. Metode Numerik. Bandung (ID): Informatika.

Pontryagin LS, Boltyanskii VG, Gamkrelidze RV, Mischenko, EF. 1986. The Mathematical Theory of Optimal Process. Montreux (CH): Gordon and Breach Science Publisher.

(27)

15 Lampiran 1 Penentuan Solusi Numerik Model tanpa Kontrol

function [T,V] = hiv_nocontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,T0,V0,t0,tf,n)

h = (tf-t0)/n; T = zeros(1,n+1); V = zeros(1,n+1); T(1) = T0;

V(1) = V0;

for i = 1:n

n11 = s1 - s2*V(i)/(B1+V(i)) - mu*T(i) - k*V(i)*T(i); n12 = s1 - s2*(V(i)+n11*h/2)/(B1+(V(i)+n11*h/2)) - mu*(T(i)+n11*h/2) - k*(V(i)+n11*h/2)*(T(i)+n11*h/2); n13 = s1 - s2*(V(i)+n12*h/2)/(B1+(V(i)+n12*h/2)) - mu*(T(i)+n12*h/2) - k*(V(i)+n12*h/2)*(T(i)+n12*h/2);

n14 = s1 - s2*(V(i)+n13*h)/(B1+(V(i)+n13*h)) - mu*(T(i)+n13*h) - k*(V(i)+n13*h)*(T(i)+n13*h);

n1 = (n11+2*n12+2*n13+n14)/6;

n21 = g*V(i)/(B2+V(i)) - c*V(i)*T(i);

n22 = g*(V(i)+n21*h/2)/(B2+(V(i)+n21*h/2)) - c*(V(i)+n21*h/2)*(T(i)+n21*h/2);

n23 = g*(V(i)+n22*h/2)/(B2+(V(i)+n22*h/2)) - c*(V(i)+n22*h/2)*(T(i)+n22*h/2);

n24 = g*(V(i)+n23*h)/(B2+(V(i)+n23*h)) - c*(V(i)+n23*h)*(T(i)+n23*h);

n2 = (n21+2*n22+2*n23+n24)/6; T(i+1) = T(i) + h*n1;

V(i+1) = V(i) + h*n2;

(28)

16

Lampiran 2 Penentuan Solusi Numerik Model dengan Kontrol function [T,V,lambda1,lambda2,u1,u2,J] =

(29)
(30)

18

Lampiran 3 Pembuatan Gambar Solusi Numerik dengan Nilai =

clear all

plot(t,T,t,Tc,'--','LineWidth',2); title('Populasi Sel CD4^+ T

Sehat (T)'); legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',2);

grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per mm^3)');

figure;

plot(t,V,t,Vc,'--','LineWidth',2); title('Populasi HIV (V)');

legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',3);

grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per ml)');

figure;

plot(t,u1,t,u2,'--','LineWidth',2); title('Kontrol Optimum (u_1

dan u_2)'); legend('u_1','u_2');

grid; xlabel('hari');

figure;

plot(t,lambda1,t,lambda2,'--','LineWidth',2); title('Fungsi Adjoin

(\lambda_1 dan \lambda_2)'); legend('\lambda_1','\lambda_2');

(31)

19 Lampiran 4 Pembuatan Gambar Solusi Numerik dengan Nilai =

clear all

plot(t,T,t,Tc,'--','LineWidth',2); title('Populasi Sel CD4^+ T

Sehat (T)'); legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',2);

grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per mm^3)');

figure;

plot(t,V,t,Vc,'--','LineWidth',2); title('Populasi HIV (V)');

legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',3);

grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per ml)');

figure;

plot(t,u1,t,u2,'--','LineWidth',2); title('Kontrol Optimum (u_1

dan u_2)'); legend('u_1','u_2');

grid; xlabel('hari');

figure;

plot(t,lambda1,t,lambda2,'--','LineWidth',2); title('Fungsi Adjoin

(\lambda_1 dan \lambda_2)'); legend('\lambda_1','\lambda_2');

grid; xlabel('hari');

(32)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 19 November 1992 dari ayah Bastaman dan ibu Sonaningsih. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 26 Bandung dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB dan diterima di Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

tabel berikut.
Tabel 2  Nilai parameter
Gambar 4 dan  5, terlihat bahwa nilai �� yang lebih tinggi dapat mengurangi +
Gambar 6  Fungsi kontrol dengan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan komunikasi tulisan siswa dalam menyelesaikan soal PISA.. 1.4

Tingkat kesukaan panelis terhadap permen hard candy secara keseluruhan (overall) secara berturut-turut nilai yang paling tinggi adalah pada permen ekstrak pewarna

Unit kompetensi ini berlaku untuk menyiapkan operasi proses pemindahan gambar pada flat screen atau rotary screen secara manual atau dengan alat exposure,

Nusantara Vil Unit Usaha Cinta Manis dalam kaitannya dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dan bagaimana perlakuan akuntansi perusabaan terhadap

Terdapat korelasi positif minat Psikis terhadap minat Sosial Humaniora.Kedua konstrak tersebut merupakan hal yang saling berhubungan sehingga validitas konvergen

Sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, pengungkapan

Dengan telah dioperasionalkannya rumah sakit maka diterbitkan dasar hukum dan operasional keberadaan rumah sakit ini melalui Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013

Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa Penyebab berkas klaim BPJS yang negative sebelum dilakukan pengendalian koding INA- CBGs di RSUD Bagas Waras adalah