• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain dan Konstruksi Grid Patternator untuk Pengujian Kinerja Penyemprotan Sprayer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain dan Konstruksi Grid Patternator untuk Pengujian Kinerja Penyemprotan Sprayer"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN DAN KONSTRUKSI

GRID PATTERNATOR

UNTUK

PENGUJIAN KINERJA PENYEMPROTAN

SPRAYER

NGUDI AJI JAKA YUWANA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain dan Konstruksi Grid Patternator untuk Pengujian Kinerja Penyemprotan Sprayer adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(4)

ABSTRAK

NGUDI AJI JAKA YUWANA. Desain dan Konstruksi Grid Patternator untuk Pengujian Kinerja Penyemprotan Sprayer. Dibimbing oleh TINEKE MANDANG dan I DEWA MADE SUBRATA

Kinerja sprayer sangat ditentukan oleh jenis nosel dan kesesuaian ukuran droplet yang dapat dikeluarkan dalam satuan waktu tertentu. Penambahan jumlah dan ketinggian nosel pada sprayer gendong bermotor adalah untuk meningkatkan luas penyemprotan sehingga mempercepat waktu kerja. Informasi mengenai distribusi cairan semprot atau pola penyemprotan yang terbentuk dari hasil penyemprotan suatu nosel sangat dibutuhkan pengguna untuk menentukan dengan tepat jenis nosel yang akan digunakan dalam penyemprotan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan metode uji kinerja penyemprotan sprayer untuk mengetahui distribusi cairan dan pola penyemprotan dengan metode grid. Pengujian dengan grid patternator menunjukkan bahwa peningkatan tekanan dari 3, 5, 7 dan 9 bar menyebabkan ketidakseragaman pola dan distribusi cairan penyemprotan pada nosel flat dan solid cone. Distribusi penyemprotan pada tekanan 5 bar lebih seragam dibandingkan dengan tekanan 3, 7 dan 9 bar.

Kata kunci : patternator, grid, nosel, sprayer,

The performance of a sprayer is determined by the type of a nozzle and the appropriate of the droplets size within a certain time unit. The addition number and height of nozzles on the knapsack power sprayer increase spraying area thus speeding up work time. The Information of the spray liquid distribution or the spraying at 5 bar pressure is more uniform than the 3, 7 and 9 bar pressure.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DESAIN DAN KONSTRUKSI

GRID PATTERNATOR

UNTUK

PENGUJIAN KINERJA PENYEMPROTAN

SPRAYER

NGUDI AJI JAKA YUWANA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Desain dan Konstruksi Grid Patternator untuk Pengujian Kinerja Penyemprotan Sprayer

Nama : Ngudi Aji Jaka Yuwana

NIM : F14090089

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS Pembimbing I

Dr Ir I Dewa Made Subrata, MAgr Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan, dengan judul Desain dan Konstruksi Grid Patternator untuk Pengujian Kinerja Penyemprotan Sprayer.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS dan Bapak Dr Ir I Dewa Made Subrata, MAgr selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Gatot Pramuhadi, MSi yang telah membantu dalam mendesain dan pengumpulan data untuk pengembangan metode uji sprayer. Di samping itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak dan keluarga besar al ihya serta teman-teman TEP 46, atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(9)

DAFTAR ISI

Modifikasi Alat dan Metode Uji Kinerja Penyemprotan Sprayer 15

Evaluasi Alat dan Metode Pengujian Grid Patternator 16

Usulan Konsep Sistem Kontrol Otomatis Grid Patternator 32

(10)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi volume aplikasi untuk tanaman 3

2 Pengaruh tekanan dan ketinggian terhadap lebar efektif penyemprotan

pada nosel tipe flat 29

3 Pengaruh tekanan dan ketinggian terhadap lebar efektif penyemprotan

pada nosel tipe cone 30

DAFTAR GAMBAR

1 Penyemprot tipe gendong 5

2 ASABE S-572.1 klasifikasi ukuran droplet 6

3 Semprotan nosel tipe Flat 7

4 Semprotan nosel tipe Flooding 7

5 Semprotan nosel tipe Even Spray 7

6 Semprotan nosel tipe Hollow Cone 8

7 Peralatan uji penyemprotan 9

8 Sudut penyemprotan 10

9 Ilustrasi pengukuran debit knapsack power sprayer 12

10 Grafik pola penyemprotan sebelum ada tumpang tindih 12

11 Grafik pola penyemprotan setelah ada tumpang tindih 13

12 Pengujian dengan patternator konvensional 13

13 Pengujian dengan grid patternator 1

14 Diagram skematik kegiatan penelitian 14

15 Grid pada patternator hasil modifikasi 16

16 Tabung penampung cairan hasil penyemprotan 16

17 Aliran pada tangki 17

18 Grafik debit cairan tipe nosel flat 17

19 Grafik debit cairan tipe nosel cone 17

20 Grafik volume cairan 8 nosel flat 18

21 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel flat 19

22 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel cone 20

23 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel cone dengan patternator

konvensional pada ketinggian 40 cm (a) dan 60 cm (b) 22

24 Distribusi penyemprotan 1 nosel cone dengan grid patternator pada

ketinggian 40 cm (a) dan 60 cm (b) 22

25 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel flat dengan patternator

konvesional pada ketinggian 40 cm (a) dan 60 cm (b) 23

26 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel flat dengan grid patternator

pada ketinggian 40 cm (a) dan 60 cm (b) 23

27 Grafik pengaruh ketinggian dan tekanan terhadap luas penyemprotan

pada nosel cone (a) dan flat (b) 24

28 Grafik sebaran cairan 1 nosel cone ketinggian 40 cm 25

29 Grafik sebaran cairan 1 nosel cone ketinggian 60 cm 25

30 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel cone (a) dan 2 nosel cone (b)

(11)

31 Distribusi cairan 1 nosel cone (a) dan 2 nosel cone (b) pada tekanan 7

bar dan ketinggian 40 cm dengan grid patternator 27

32 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel flat (a) dan 2 nosel flat (b)

dengan patternator konvensional 27

33 Distribusi cairan 1 nosel flat (a) dan 2 nosel flat (b) pada tekanan 7 bar

dan ketinggian 40 cm dengan grid patternator 28

34 Grafik tumpang tindih pada penyemprotan 1 nosel cone 29

35 Grafik pengaruh jumlah nosel dan tekanan terhadap lebar efektif

penyemprotan pada nosel flat 30

39 Sistem pengukuran otomatis grid patternator 33

40 Diagram blok sistem kontrol 33

41 Sensor load cell 33

42 LCD character 16 x 2 34

43 Grid patternator dengan sistem pengukuran otomatis 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alat uji penyemprotan (patternator) 39

2 Data debit power sprayer TASCO TF 820 dengan 1 nosel 40

3 Data debit power sprayer TASCO TF 820 dengan 2 nosel 41

4 Data debit power sprayer TASCO TF 820 dengan 8 nosel 42

5 Hasil pengujian penyemprotan sprayer 43

6 Data pola distribusi cairan dengan patternator konvensional 44

7 Data lebar efektif penyemprotan pada 1 nosel tipe cone 51

8 Data lebar efektif penyemprotan pada 1 nosel tipe flat 59

9 Data lebar efektif penyemprotan knapsack power sprayer dengan 8

nosel flat 63

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pencapaian produksi pertanian tidak terlepas dari gangguan sistem produksi di lapangan. Perlindungan tanaman dalam pemberantasan hama dan penyakit tanaman tidak identik dengan penggunaan pestisida, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa pertanian di Indonesia sangat bergantung dengan penggunaan pestisida. Ada beberapa macam aplikasi dalam penggunaan pestisida, tetapi yang paling umum digunakan adalah dengan cara penyemprotan karena relatif lebih mudah. Penyemprotan bertujuan untuk melindungi tanaman dari jasad pengganggu dalam batas-batas yang menguntungkan petani (Daywin 1992). Pengaplikasian pestisida biasanya menggunakan alat yang dikenal dengan spayer. Pengertian sprayer dapat didefinisikan dari fungsi utamanya, yaitu untuk memecah cairan atau larutan menjadi butiran-butiran dengan ukuran efektif dan mendistribusikannya secara merata pada permukaan yang dilindungi. (Bronson dan Anderson 1990).

Pada umumnya penyemprotan dilakukan di dua tempat yaitu di dalam ruangan (greenhouse) dan di luar ruangan (lahan). Penyemprotan di dalam greenhouse dilakukan secara statis (static spraying) sedangkan penyemprotan di lahan secara dinamis (dynamic spraying). Pada proses penyemprotan dibutuhkan informasi mengenai unjuk kinerja alat semprot (sprayer) agar penyemprotan lebih efektif dan efisien saat dilakukan di dalam atau di luar ruangan. Terdapat beberapa metode pengujian untuk mengukur kinerja sebuah sprayer, diantaranya adalah pengukuran diameter dan volume penyemprotan, pengukuran jumlah dan diameter butiran semprot serta penghitungan keseragaman hasil penyemprotan. Pengukuran parameter yang disebut di atas dilakukan dengan menggunakan alat uji kinerja penyemprotan sprayer (patternator).

Pola penyemprotan dan besarnya dimensi butiran semprot yang dihasilkan suatu alat penyemprot dipengaruhi oleh nosel yang digunakan. Terdapat beberapa jenis nosel untuk penyemprotan dalam berbagai kondisi penyemprotan. Setiap jenis nosel akan menghasilkan pola penyemprotan dan distribusi cairan yang berbeda. Pengujian dengan patternator tidak dapat menentukan pola yang terbentuk dari hasil penyemprotan dengan tipe nosel yang berbeda. Hasil pengujian hanya menunjukkan distribusi penyebaran dari arah lateral sedangkan arah longitudinal tidak diketahui. Besar jangkauan semprot atau nilai diameter mayor dan minor dari jenis nosel yang membentuk pola lingkaran, lingkaran penuh dan kerucut berongga, seperti nosel tipe cone, solid cone, atau hollow cone tidak dapat diukur. Nosel tipe flat yang memiliki pola seperti kipas dapat diketahui pola penyemprotannya dengan patternator karena penyebaran cairan ke arah longitudinal kecil sehingga hanya dilakukan pengukuran arah lateral.

(13)

pola penyemprotan karena patternator dapat mengukur distribusi cairan pada semua bagian bidang semprot, termasuk dari arah lateral maupun longitudinal.

Tujuan

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyemprotan

Tujuan dari kegiatan penyemprotan adalah untuk melindungi tanaman dari jasad pengganggu dalam batas-batas yang menguntungkan petani (Daywin 1992). Sedangkan tujuan umum dari penyemprotan adalah untuk memberantas hama dan penyakit tanaman, memberantas tanaman pengganggu (gulma), menyemprotkan pupuk, dan menyemprotkan cairan hormon dengan fungsi tertentu misalnya untuk mempercepat berbuah.

Suatu sistem penyemprotan yang efisien dapat ditentukan setelah mempelajari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Beberapa faktor terpenting diantaranya adalah karakteristik dari jasad pengganggu tanaman, karakteristik tanaman, luas areal pertanaman, dan kondisi fisik lapangan. Secara umum, jasad pengganggu tanaman yang dapat diberantas dengan cara penyemprotan dapat digolongkan pada insekta (serangga), cendawan dan tanaman pengganggu (gulma). Insekta dapat diberantas dengan menggunakan insektisida. Cendawan dapat diberantas dengan menggunakan fungisida. Sedangkan gulma dapat diberantas dengan menggunakan herbisida.

Penyemprotan dengan menggunakan insektisida efektif bila dilakukan dengan penyemprot bertekanan sedang dan tinggi, agar butiran semprot yang dihasilkan berukuran halus dan dapat melayang di udara dengan waktu yang relatif lama. Penyemprotan menggunakan fungisida untuk memberantas cendawan cukup menggunakan penyemprot bertekanan rendah pada penyemprotan jarak dekat agar diperoleh ukuran partikel yang cukup besar sehingga dapat menempel pada tanaman. Penggunaan herbisida untuk memberantas tanaman pengganggu cukup dengan menggunakan penyemprot bertekanan rendah (Daywin 1992).

Menurut Teoh (1985), volume aplikasi yang digunakan dalam penyemprotan tergantung pada jenis pestisida yang digunakan, banyaknya hama atau penyakit tanaman yang akan diberantas, penggunaan alat, dan lain-lain. Pada masa lampau, volume sedang dan tinggi digunakan pada pengendalian gulma secara umum. Akan tetapi sebuah survey pada tahun 1979 menunjukkan bahwa larutan herbisida yang biasa diaplikasikan kira-kira 450 liter/hektar (Teoh 1985) dan hal tersebut menunjukkan bahwa aplikasi penyemprotan yang digunakan adalah aplikasi volume rendah (Tabel 1).

Tabel 1 Klasifikasi volume aplikasi untuk tanaman Klasifikasi volume aplikasi Kapasitas (liter/ha)

Tinggi > 1000

Sedang 500 – 1000

Rendah 200 – 500

Sangat rendah 50 – 200

Amat sangat rendah < 50

Sehubungan dengan itu, maka dibuatlah alat penyemprotan yang biasa disebut sprayer

(15)

Sprayer

Sprayer pertama kali dikembangkan dan digunakan untuk pemberian fungisida dalam pengendalian penyakit tanaman anggur di sekitar Bordeaux, Prancis. Sprayer

tangan untuk memberantas serangga dikembangkan antara tahun 1850-1860 oleh John Bean dari California, D. B Smith dari New York dan Brandt bersaudara dari Minnesota.

Sprayer dengan tenaga bensin dikembangkan sekitar tahun 1900. Penyemprot yang dipasang pada traktor belum dikembangkan sampai beberapa tahun setelah diperkenalkan traktor untuk tanaman larikan pada tahun 1925. Palang penyemprot dipasang pada pesawat udara pertama kali pada awal tahun 1940-an.

Fungsi Sprayer

Menurut Bronson dan Anderson (1990), fungsi utama dari sprayer adalah memecah cairan menjadi tetes-tetes dengan ukuran yang efektif untuk didistribusikan secara merata di atas permukaan atau ruang yang harus dilindungi. Fungsi lain dari sprayer adalah mengatur banyaknya insektisida untuk menghindarkan pemberian yang berlebihan yang terbukti bersifat merusak atau merupakan pemborosan. Tujuan utama dari penyemprotan obat anti hama dengan menggunakan sprayer adalah untuk melindungi tanaman dari jasad pengganggu dalam batas-batas yang menguntungkan petani (Daywin et al. 1992).

Klasifikasi Sprayer

Tenaga yang digunakan untuk menggerakkan pompa pada sprayer bisa berasal dari tenaga manusia sebagai operator, motor bakar bensin, ataupun putaran dari PTO suatu traktor. Menurut Smith (1990), sprayer dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan tenaga penggeraknya, yaitu:

1. Sprayer dengan penggerak tangan (hand operatedSprayer), yang terdiri atas:

1)HandSprayer, yaitu sprayer yang berukuran kecil dan khusus untuk keperluan di lapangan rumah, taman dan penyemprotan ringan lainnya.

2)Sprayer otomatis, yaitu Sprayer dengan tekanan tinggi dimana tekanan diberikan atau dibentuk melalui pemompaan sebelum penyemprotan dilakukan. Sprayer ini disebut juga comprassed air sprayer dengan tekanan dalam tangki sekitar 140 – 200 psi atau 10 – 14 kg/cm2

3)Sprayer semi otomatis, yaitu sprayer yang bentuk fisiknya menyerupai sprayer

otomatis tetapi tidak memerlukan tekanan tinggi. Pembentukan tekanan melalui pemompaan yang diberikan sebelum dan selama penyemprotan berlangsung. 4)Jenis-jenis lainnya seperti bucket sprayer, barrel prayer, cheel barrow sprayer,

slide pump sprayer. Pada tipe-tipe ini tangki dan pompa tidak tersusun dalam satu unit, melainkan saling terpisah.

2. Sprayer bermotor (power sprayer), menggunakan sumber tenaga penggerak dari motor bakar atau motor listrik atau PTO traktor. Ada beberapa tipe dari power sprayer yaitu: hydraulic sprayer, hydraulic-pneumatic sprayer, blower sprayer dan

aerosol generator.

Menurut Barus (2003) sprayer dibagi menjadi tiga jenis yaitu hand atau

knapsack sprayer, motor sprayer dan CDA sprayer. Controlled Droplet Application

(16)

Hand sprayer atau alat semprot punggung merupakan sprayer yang paling banyak digunakan di perkebunan. Prinsip kerjanya, larutan dikeluarkan dari tangki akibat adanya tekanan udara melalui tenaga pompa yang dihasilkan oleh gerakan tangan penyemprot, pada waktu gagang pompa digerakkan, larutan keluar dari tangki menuju tabung udara sehingga tekanan di dalam tabung meningkat. Keadaan ini menyebabkan larutan herbisida dipaksa keluar melalui klep dan selanjutnya diarahkan oleh nosel ke gulma sasaran. Pada penggunaan hand sprayer, tekanan udara yang dihasilkan harus diusahakan agar tetap konstan, tekanan pompa yang tidak konstan mengakibatkan butiran-butiran herbisida tidak seragam dari waktu ke waktu. Dari seluruh butiran yang dihasilkan, sekitar 80% berukuran 100 mikron. Hal ini menyebabkan terjadinya drift karena butiran yang kecil dan halus mudah terbawa oleh hembusan angin.

Menurut Hardjosentono et al. (2000) ada dua jenis alat penyemprot tangan/penyemprot gendong (hand sprayer) yang lebih dikenal di Indonesia yaitu penyemprot semi otomatis (lihat Gambar 1a) dan penyemprot otomatis (lihat Gambar 1b). Perbedaan kedua penyemprot tersebut terletak pada sistem pemompaan. Penyemprot semi otomatis menggunakan tipe pompa cairan (pompa isap), dalam pengoperasiannya pemompaan tambahan diperlukan terus-menerus selama pekerjaan penyemprotan berlangsung agar diperoleh kondisi semprotan yang konstan. Penyemprot otomatis menggunakan tipe pompa angin, dalam pengoperasiannya memerlukan sejumlah pemompaan untuk memasukkan angin (udara) sehingga terdapat cukup tekanan udara untuk menyemprotkan habis seluruh cairan yang ada di dalam tangki, tanpa pemompaan ulang.

(a) (b)

Gambar 1 Penyemprot tipe gendong (Hardjosentono 2000); (a) Tipe semi otomatis (b) Tipe otomatis

Butiran Semprot (Droplet)

Butiran Semprot (droplet) yang dihasilkan oleh suatu alat penyemprot (sprayer) memiliki jumlah yang sangat banyak dengan ukuran diameter kurang dari 0.5 mm (Matthews GA 1992). Ukuran diameter droplet dipengaruhi oleh bentuk nosel, jarak semprot, tekanan operasi, sifat bahan penyemprot, dan keadaaan udara luar. Nosel dapat dijumpai dengan bermacam-macam jenis dan kegunaannya sesuai dengan bentuk atau pola penyemprotan yang diinginkan. Jarak semprot yang dekat akan memberikan hasil penyemprotan yang lebih seragam dengan tetes yang lebih halus. Tekanan operasi memberikan pengaruh yang besar terhadap ukuran diameter butiran, yaitu semakin

(17)

besar tekanan operasi maka ukuran diameter butiran akan semakin halus dengan sudut semprot yang lebar.

Besarnya ukuran diameter droplet yang terjadi pada penyemprotan merupakan suatu paramenter penting dalam efisiensi dan efektifitas semprotan. Ukuran droplet

biasa dinyatakan dengan parameter VMD (Volume Median Diameter) dan NMD (Number Median Diameter) yang dinyatakan dalam satuan mikro meter ( m). VMD adalah diameter semprot dimana setengah bagian dari volume semprotan memiliki ukuran butiran yang lebih besar dan setengah bagian lain lebih kecil dari diameter tersebut. NMD adalah diameter butiran semprot dimana setengah bagian dari jumlah butiran semprot memiliki ukuran butiran yang lebih besar dan setengah bagian lain lebih kecil dari diameter tersebut.

The American Society of Agricultural and Biological Engineers (ASABE) memiliki standar kategori tersendiri terhadap nilai VMD yang dihasilkan dari suatu penyemprotan. Kategori ini diberi nilai sangat baik (very fine) hingga sangat kasar sekali (extra coarse) seperti pada Gambar 10. Fungsi dari standar ini adalah memudahkan pemakai dalam menentukan jenis nosel yang diinginkan dengan warna sebagai pembedanya.

Gambar 2 ASABE S-572.1 klasifikasi ukuran droplet (Wilson 2011)

Nosel penyemprot merupakan komponen terpenting yang berfungsi untuk memecah cairan semprotan menjadi tetes-tetes dengan ukuran yang diinginkan dan memancarkannya ke permukaan yang harus disemprot (Smith dan Wilkes 1990). Besarnya dimensi butiran semprot yang dihasilkan suatu alat penyemprot dipengaruhi oleh nosel yang digunakan. Satu nosel tidak mungkin mampu memenuhi seluruh persyaratan berbagai kondisi penyemprotan, maka dibuatlah beberapa tipe nosel berdasarkan tugas-tugas penyemprotan tertentu. Berdasarkan buku petunjuk yang dikeluarkan oleh Ciba Geigy Plant Protection, nosel dibagi menjadi empat tipe.

Flat Spray Nozzles

(18)

Gambar 3 Semprotan nosel tipe Flat (Geigy C1985) Flooding Nozzles

Hasil semprotan dengan menggunakan nosel tipe ini berpola kipas dengan butiran-butiran yang agak kasar (Gambar 4). Nosel tipe ini dapat digunakan untuk penyemprotan bahan semprotan ke seluruh permukaan lahan. Biasanya digunakan pada alat semprot yang digendong oleh operator (knapsack sprayer). Nosel ini dianjurkan untuk menyemprotkan bahan herbisida.

Gambar 4 Semprotan nosel tipe Flooding (Geigy C1985) Even Spray Nozzles

Hasil semprotan dengan menggunakan nosel tipe ini akan menghasilkan pola semprotan yang seragam di seluruh lebar semprotan dengan ukuran butiran medium (Gambar 5). Digunakan untuk penyemprotan di antara barisan lahan yang dilindungi saja, dan dianjurkan untuk penyemprotan herbisida.

(19)

Cone Nozzles

Tipe nosel ini bisa disebut dengan tipe kerucut berongga dan akan memberikan hasil semprotan yang sangat baik (Gambar 6). Dapat digunakan untuk penyemprotan secara keseluruhan dan juga untuk penyemprotan di atas barisan tanaman. Hasilnya dapat diandalkan meliputi seluruh areal pertanaman yang hendak dilindungi. Dianjurkan untuk penyemprotan bahan insektisida dan fungisida.

Gambar 6 Semprotan nosel tipe Cone (Geigy C1985)

Menurut Smith dan Wilkes (1990), tipe semprotan yang dihasilkan suatu nosel dibedakan menjadi tiga macam, yaitu tipe kerucut berongga (hollow cone), tipe kerucut padat (solid cone), dan tipe kipas datar (flat fan). Dalam beberapa macam nosel dipasang sebuah tapisan yang dapat dilepas dengan lubang-lubang yang sedikit lebih kecil dari pada nosel untuk mencegah terjadinya penyumbatan. Dalam pemilihan nosel, terutama untuk jenis sprayer hidrolik yang harus diperhatikan adalah ukuran lubang (orifice) pada ujung nosel, banyaknya nosel dalam hubungannya dengan volume aplikasi, dan arah semprot dari nosel atau sudut penyemprotan.

Pengujian Kinerja Sprayer

Uji Penyemprotan

Uji penyemprotan dimaksudkan untuk menentukan besar sudut penyemprotan, lebar penyemprotan efektif, dan tinggi penyemprotan efektif. Pada umumnya uji penyemprotan sebuah sprayer menggunakan sebuah alat uji yang disebut patternator.

Patternator digunakan untuk mengalirkan butiran halus dari mulut nosel ke botol-botol penampung. Selain itu dapat digunakan untuk mengukur besar sudut penyemprotan, lebar penyemprotan efektif, dan tinggi penyemprotan efektif. Dalam Gambar 6a dapat dilihat peralatan uji penyemprotan tersebut (patternator).

Prosedur uji penyemprotan menggunakan patternator berdasarkan pedoman dari Badan Standar Nasional (SNI 02-4513.1-2008 tentang unjuk kerja dan metode uji penyemprotan), adalah sebagai berikut :

1) Pipa penyemprot (lance) diposisikan di dalam peralatan uji penyemprotan (patternator) sedemikian rupa sehingga butiran halus (droplets) yang keluar dari mulut nosel dapat terdistribusi secara vertikal. Jarak vertikal nosel ke bidang horisontal adalah 600 mm

2) Tangki sprayer diisi dengan air hingga paling tidak 75% dari volume nominalnya 3) Tuas pompa digerakkan dengan frekuensi maksimum 35 langkah/menit sedemikian

rupa sehingga tercapai tekanan semprot optimum sesuai petunjuk dalam buku instruksi

(20)

5) Penyemprotan dilakukan dengan cara membuka katup penutup, dan ukur besar sudut penyemprotan, α (°), menggunakan busur derajat, seperti ditunjukkan dalam Gambar 7a

6) Penyemprotan dilakukan kembali dengan cara membuka katup penutup dan volume cairan yang tertampung pada setiap botol penampung diukur

7) Gambarkan grafik distribusi volume cairan, lalu tumpang-tindihkan grafik bagian sisi kanan dan kiri

8) Volume cairan yang masuk dalam kurva tumpang-tindih dijumlahkan 9) Koefisien variasi (CV) dihitung dari data volume cairan tersebut

10)Lebar penyemprotan efektif, LPE (mm), diperoleh dari menghubungkan

grafik-grafik volume cairan yang mempunyai CV terkecil dari beberapa kali tumpang-tindih

11)Tinggi penyemprotan efektif, TPE (mm) dihitung menggunakan persamaan 1,

seperti ditunjukkan dalam Gambar 7b.

……… (1)

(a)

(b)

Gambar 7 Peralatan uji penyemprotan (a), dan contoh pada saat penyemprotan (b) (SNI 02-4513.1-2008)

nosel rangka utama

bidang semprot pengatur ketinggian

tabung penampung air

nosel

(21)

(a) (b)

Gambar 8 Sudut penyemprotan (a) dan tinggi penyemprotan efektif (b) (SNI 02-4513.1-2008)

Uji Debit Penyemprotan

Uji keluaran (output) sprayer dimaksudkan untuk mengukur besarnya laju output (debit penyemprotan) pada tekanan semprot tertentu. Prosedur uji keluaran

sprayer berdasarkan BSN (SNI 02-4513.1-2008 tentang unjuk kerja dan metode uji penyemprotan) adalah sebagai berikut :

1) Laju keluaran sprayer (debit penyemprotan) diukur untuk setiap tipe dan jumlah nosel dengan kesalahan pengukuran maksimum 1% pada tekanan semprot optimum atau pada tekanan semprot yang diatur (disetel) sesuai petunjuk dalam buku instruksi

2) Jika tidak ada informasi dalam buku instruksi maka pengujian dilakukan pada tekanan (300 ± 20) kPa atau (3 ± 0,2) bar

3) Besar debit penyemprotan (liter/menit) dicatat dan dihitung besar persentase penyimpangannya (deviasi) dari nilai yang ditunjukkan sesuai spesifikasi dalam buku instruksi, sebagaimana ditulis ke dalam persamaan (2).

………..……….. (2)

Keterangan:

QM = debit penyemprotan terukur (liter/menit)

(22)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni 2013 sampai dengan November 2013 di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo dan Laboratorium Uji Proteksi Tanaman, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Leuwikopo, Darmaga, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air yang diberi zat pewarna,

knapsack power sprayer merek TASCO TF 820 dan nosel tipe flat dan solid cone. Dalam pengukuran debit dan lebar efektif (LPE) digunakan peralatan pengukur waktu digital, timbangan, gelas ukur dan penggaris. Untuk mengetahui pola sebaran semprotan dan lebar efektif penyemprotan (LPE) menggunakan patternator

konvensional ukuran 1.5 x 1.5 meter dan 4 x 1.5 meter serta grid patternator ukuran 2 x 2 meter.

Metode Penelitian

Perancangan

Pada tahap ini dilakukan perancangan alat uji dan metode uji kinerja penyemprotan sprayer dengan menggunakan pembagi luasan (grid). Grid patternator

(hasil modifikasi) bertujuan untuk mengetahui distribusi cairan dan pola penyemprotan pada luasan tertentu.

Perlakuan

Faktor utama dalam perlakuan yang diberikan dalam pengujian kinerja grid patternator adalah faktor tekanan penyemprotan (P), ketinggian (T) dan jenis nosel (N).

Nilai masing-masing perlakuan adalah :

Untuk tekanan (P) digunakan empat taraf tekanan yang pembagiannya didasarkan pada kemampuan maksimal sprayer dalam menghasilkan tekanan.

P1= 3 bar P2= 5 bar P3= 7 bar P4= 9 bar

Untuk ketinggian (T) digunakan dua taraf ketinggian yang disesuaikan dengan tinggi tanaman.

T1 = 40 cm T2 = 60 cm

Untuk jenis nosel (N) digunakan dua jenis yaitu : N1 = Flat fan spray nozzle

(23)

Evaluasi Metode Uji Kinerja Grid Patternator

Pengujian yang dilakukan pada alat uji penyemprotan grid patternator meliputi pengujian pembagian luasan (grid) pada patternator dalam penentuan pola penyemprotan dari setiap nosel dan distribusi cairan yang terjadi pada saat penyemprotan. Selain itu untuk mengetahui keberhasilan alat, dilakukan pengujian langsung menggunakan beberapa jenis nosel. Pengukuran parameter yang dicari sesuai dengan prosedur penggunaan patternator yang telah ada sebelumnya, SNI 02-4513.1-2008 tentang unjuk kerja dan metode uji penyemprotan (hal 8). Hasil pengukuran grid patternator dibandingkan dengan patternator konvensional.

Debit penyemprotan. Tangki air diisi penuh hingga batas leher tutup tangki. Waktu perhitungan dimulai ketika air mulai keluar dari nosel dan dihentikan ketika tidak ada air yang keluar dari nosel. Tahap berikutnya dilakukan pembersihan sisa air pada tangki dan selang nosel. Debit didapatkan dengan mengurangi jumlah air awal dengan sisa air pada tangki kemudian dibagi dengan waktu (Gambar 9).

Gambar 9 Ilustrasi pengukuran debit knapsack power sprayer (Houny 1999) Besar sudut, lebar dan tinggi efektif penyemprotan. Lebar penyemprotan diperoleh dari banyaknya tempat penampung yang terisi oleh cairan. Sedangkan lebar kerja efektif merupakan lebar kerja penyemprotan optimal yang menghasilkan sebaran melintang volume per satuan luas yang paling seragam. Berdasarkan SNI 02-4513.1-2008, lebar penyemprotan digambarkan dengan grafik yang diperoleh dari distribusi volume cairan menggunakan kertas millimeter kemudian grafik digeser kiri dan kanan (tumpang tindih) sehingga terjadi perpotongan antar grafik untuk memperoleh lebar kerja efektif. Penentuan lebar kerja efektif tidak hanya didasarkan pada perkiraan gambar, tetapi juga didasarkan pada hasil perhitungan besaran kuantitatif yang dinamakan koefisien variasi (CV). Nilai CV dibandingkan untuk berbagai percobaan lebar kerja dengan membuat daftar lebar kerja dan CV. Lebar kerja efektif dipilih dari lebar kerja dengan CV yang minimum (paling merata) sehingga besar lebar efektif didapatkan dari perkalian antara interval dari 2 titik perpotongan grafik murni dan

overlapping yang memiliki CV minimum dengan nilai lebar 1 interval.

Gambar 10 Grafik pola penyemprotan sebelum ada tumpang tindih (Elisa 2004) pengukur waktu

sprayer

nosel

(24)

Gambar 11 Grafik pola penyemprotan setelah ada tumpang tindih (Elisa 2004) Besar sudut didapatkan dengan pengukuran menggunakan busur derajat saat dilakukan penyemprotan sedangkan tinggi efektif penyemprotan didapatkan dengan perhitungan menggunakan persamaan 1.

Pola distribusi cairan penyemprotan

a) Alat uji penyemprotan (patternator) konvensional

Pengukuran distribusi cairan penyemprotan dilakukan diatas plat bergelombang yang ditampung dengan wadah plastik, seperti terlihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Pengujian dengan patternator konvensional b) Alat uji penyemprotan dengan pembagi luasan (grid patternator)

Metode pengukuran distribusi penyemprotan yang dilakukan grid patternator adalah sama dengan patternator konvensional. Cairan yang tertampung pada tempat penampung diukur dengan timbangan digital. Perbedaan terletak pada jumlah tempat penampung pada patternator dengan pembagi luasan (grid) yang lebih banyak dibandingkan patternator konvensional karena pada setiap satu grid

terdapat satu tempat penampung air. Hal ini bertujuan untuk mengetahui distribusi cairan dan pola penyemprotan yang dihasilkan oleh sebuah nosel. Cairan yang digunakan diberi zat pewarna agar memudahkan penentuan pola sebaran cairan semprot secara visual. Pengujian tidak dilakukan dengan water sensitive paper

karena pengujian tidak bertujuan untuk mengetahui ukuran droplet dari nosel tetapi mengukur jumlah droplet yang terkena pada bidang semprot.

(25)

Gambar 13 Pengujian dengan grid patternator

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dilakukan dalam empat tahap yaitu persiapan, perancangan, pengujian dan analisis data.

Gambar 14 Diagram skematik kegiatan penelitian nosel

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang didapatkan dari hasil pengujian akan dibahas dalam bab ini diantaranya pengaruh tekanan pada penyemprotan, volume cairan yang dihasilkan, distribusi cairan dan pola penyemprotan yang dihasilkan dari jenis nosel yang berbeda.

Modifikasi Alat dan Metode Uji Kinerja Penyemprotan Sprayer

Modifikasi yang dilakukan pada alat uji penyemprotan yang sudah ada sebelumnya (patternator konvensional) didasarkan pada tujuan fungsional yang diinginkan. Tujuan fungsional yang ingin dicapai adalah mengembangkan metode uji kinerja penyemprotan sprayer untuk mengetahui distribusi cairan serta pola penyemprotan yang dihasilkan sebuah nosel dengan hasil pengujian yang lebih akurat. Secara umum modifikasi yang dilakukan terletak pada jumlah tempat penampung cairan hasil penyemprotan pada patternator dengan pembagi luasan (grid) yang lebih banyak dibandingkan patternator konvensional karena pada setiap satu grid terdapat satu tempat penampung air

Rancangan Alat Uji Penyemprotan (Grid Patternator)

Grid patternator, desain alat yang dapat meningkatkan kinerja alat uji penyemprotan (patternator) yang sudah ada sebelumnya sehingga didapatkan metode pengujian penyemprotan sprayer yang dapat mengukur kinerja sprayer pada berbagai kondisi penyemprotan dengan berbagai jenis nosel yang berbeda. Alat uji penyemprotan grid patternator berbentuk persegi panjang dengan ukuran 2 x 2 meter yang terbuat dari plat datar dengan pembagi luasan (grid) ukuran 0.05 x 0.05 meter sehingga di dalam patternator terdapat 1600 grid. Pada bagian bawah lubang grid

dipasang tempat penampung cairan berbentuk tabung berdiameter 0.04 meter dengan volume 150 ml untuk menampung cairan hasil penyemprotan sprayer pada saat pengujian. Grid patternator juga dilengkapi penyangga pada keempat sisinya yang terbuat dari besi siku dengan ukuran panjang 1 meter dan pada bagian atas terdapat tiang penyangga sebagai tempat nosel sprayer dan untuk mengatur ketinggian penyemprotan sprayer pada saat pengujian sehingga diperoleh tinggi efektif dalam penyemprotan

Metode pengujian dengan grid patternator adalah hampir sama dengan metode

(27)

Gambar 15 Grid pada patternator hasil modifikasi

Gambar 16 Tabung penampung cairan hasil penyemprotan

Evaluasi Alat dan Metode Pengujian Kinerja Penyemprotan Sprayer

Debit Cairan

Pengambilan data ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tekanan yang diberikan terhadap debit cairan yang dikeluarkan oleh sprayer. Dari hasil pengukuran debit pada masing-masing perlakuan terlihat bahwa tekanan penyemprotan dan jumlah nosel sangat berpengaruh terhadap debit keluaran dari sprayer. Peningkatan tekanan dan jumlah nosel berbanding lurus dengan debit keluaran yang dihasilkan oleh sprayer.

Semakin besar tekanan dan jumlah nosel yang digunakan, maka debit yang dihasilkan akan semakin besar. Prinsip hukum Bernoulli mengatakan bahwa jumlah dari tekanan (P), energi kinetik persatuan volume (½ρ 2), dan energi potensial per satuan volume (ρgh) memiliki nilai yang sama pada setiap titik sepanjang suatu garis arus (Chengel et al. 1998).

(28)

kecepatan, jika fluida tersebut mengalir dari suatu bagian bertekanan rendah, menuju bagian lain bertekanan tinggi.

Keterangan : 1. outlet 1 2. outlet 2

3. tekanan outlet 1 (P1)

4. tekanan outlet 2 (P2)

Gambar 17 Aliran pada tangki

Pada kasus aliran air yang keluar dari tangki, debit air dipengaruhi oleh tekanan (pers 3). Misalkan v1 = 0, P1 = P2 = tekanan udara luar dan h2 = 0 m. Dari persamaan

Bernouli didapatkan : ƿ.g.h1 = 1/2.ƿ.v22

v2 = (2.g.h1)1/2

Diketahui bahwa ƿ.g.h adalah tekanan hidrostatik cairan. Debit dinyatakan sebagai volume per satuan waktu (Q = v.A). Dengan demikian debit air dipengaruhi oleh tekanan dan kedalaman air. Peningkatan tekanan menyebabkan peningkatan debit cairan.

Gambar 18 Grafik debit cairan tipe nosel flat

(29)

Gambar 18 dan 19 menunjukkan debit yang dihasilkan nosel tipe flat lebih besar dibandingkan tipe cone. Debit terbesar dan terkecil pada nosel tipe flat dan cone

diperoleh dari perlakuan dengan parameter yang sama yaitu pada tekanan sebesar 9 bar dengan 8 buah nosel untuk debit terbesar sedangkan debit terkecil diperoleh dari pemberian tekanan sebesar 3 bar dengan menggunakan 1 buah nosel. Nilai debit terbesar pada nosel tipe flat adalah 0.126 liter/detik sedangkan tipe cone adalah 0.061 liter/detik. Untuk debit terkecil pada nosel tipe flat adalah 0.021 liter/detik dan tipe

cone adalah 0.007 liter/detik.

Pada tekanan yang sama, penambahan jumlah nosel akan meningkatkan debit cairan yang dikeluarkan sprayer saat penyemprotan. Penambahan nosel dari 1, 2 dan 8 nosel menyebabkan peningkatan debit cairan. Akan tetapi besar peningkatan debit tidak sesuai dengan kelipatan jumlah nosel. Pada tekanan 3 bar, nosel cone dengan 1 nosel memiliki debit sebesar 0.007 liter/detik, 0.012 liter/detik untuk 2 nosel dan 0.029 liter/detik untuk 8 nosel. Hasil yang sama juga ditunjukkan nosel flat, 1 nosel memiliki debit sebesar 0.021 liter/detik, 0.040 liter/detik untuk 2 nosel dan 0.077 liter/detik untuk 8 nosel. Hal ini dikarenakan semakin panjang pipa batang nosel dan adanya percabangan yang menyebabkan terjadinya headloss pada saat penyemprotan. Dari hasil pengujian penyemprotan dengan lebih dari 1 nosel juga menunjukkan bahwa volume cairan yang keluar dari setiap nosel memiliki nilai yang hampir sama (Gambar 20). Penyemprotan dengan 8 nosel flat pada tekanan 3 bar, volume yang keluar dari 1 nosel hampir sama dan memiliki nilai rata-rata sebesar 102.7 ml. Pada kejadian ini berlaku prinsip hukum Pascal yang menyatakan bahwa tekanan yang diberikan zat cair di dalam ruang tertutup diteruskan oleh zat cair itu ke segala arah dengan sama besar. Tekanan yang sama besar dan melewati penampang (pipa) dengan diameter yang sama menyebabkan laju aliran yang mengalir sama besar sehingga volume cairan yang keluar pada setiap nosel memiliki nilai yang hampir sama.

Gambar 20 Grafik volume cairan 8 nosel flat pada tekanan 3 Bar Pola Distribusi Penyemprotan

Pengukuran pola distribusi cairan knapsack power sprayer TASCO TF 820 menggunakan dua jenis patternator yaitu patternator konvensional dan grid patternator. Nilai sebaran penyemprotan memiliki keterkaitan yang erat terhadap debit yang dikeluarkan dari sprayer dengan jenis nosel yang berbeda. Nilai sebaran atau pola distribusi cairan sangat berpengaruh pada aplikasi penyemprotan dalam penentuan jenis nosel yang akan digunakan untuk penyemprotan. Pengukuran distribusi cairan dan pola penyemprotan dilakukan dengan mengambil metode yang dijelaskan pada SNI (hal 8). Pengujian menggunakan patternator konvensional menghasilkan pola penyemprotan yang menunjukkan lebar (jangkauan) penyemprotan dari sisi kiri-kanan pusat

(30)

penyemprotan (arah lateral), sedangkan grid patternator menunjukkan jangkauan penyemprotan dari sisi kiri-kanan (arah lateral) dan depan-belakang pusat penyemprotan (arah longitudinal).

Hasil pengujian pola distribusi penyemprotan dengan variasi tipe, ketinggian dan jumlah nosel dapat dilihat pada gambar grafik di bawah. Penomoran tabung penampung cairan dilakukan dengan angka positif dan negatif. Angka nol sebagai posisi tengah berdiri atau posisi tengah nosel di atas patternator. Angka positif menunjukan areal penyemprotan nosel sebelah kanan dan negatif menunjukan nosel sebelah kiri. Pola distribusi penyemprotan dengan variasi tipe nosel. Variasi tipe nosel sangat berpengaruh terhadap distribusi penyemprotan cairan. Berdasarkan hasil pengukuran, terlihat perbedaan yang sangat jelas pada distribusi cairan hasil penyemprotan dengan menggunakan nosel tipe cone dan flat dengan lama penyemprotan yang sama. Nosel tipe flat menghasilkan volume cairan yang lebih besar dibanding tipe cone.

(a)

(b)

Gambar 21 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel flat pada tekanan 3 Bar dengan

(31)

(a)

(b)

Gambar 22 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel cone pada tekanan 3 Bar dengan

patternator konvensional (a) dan grid patternator (b)

Grafik pada Gambar 21 dan 22 merupakan hasil pengujian pola distribusi cairan nosel cone dan nosel flat menggunakan patternator konvensional (a) dan grid patternator (b) dengan tiga kali pengulangan. Pengujian dengan patternator

konvensional dan grid patternator menghasilkan volume cairan rata-rata yang berbeda. Volume pada pengujian grid patternator lebih besar dibandingkan patternator

konvensional. Nilai volume cairan yang didapatkan dari patternator konvensional pada tekanan 3 Bar adalah sebesar 344.4 ml untuk nosel cone dan 1305 ml untuk nosel flat

sedangkan volume cairan yang dihasilkan dengan grid patternator adalah sebesar 365 ml untuk nosel cone dan 1329 ml untuk nosel flat. Perbedaan terjadi karena cairan penyemprotan pada pengujian dengan patternator konvesional tidak semuanya tertampung pada wadah penampung. Pada saat penyemprotan, cairan terkena bidang

Nomor wadah

(32)

semprot yang berupa plat bergelombang dan sebagian cairan memantul sehingga keluar dari bidang semprot.

Pengujian dengan patternator konvensional hanya menunjukkan distribusi cairan dalam 2 sisi sehingga pola penyemprotan yang terbentuk dari sebuah nosel tidak diketahui. Hal ini berbeda dengan pengujian menggunakan patternator hasil modifikasi dengan penambahan jumlah grid pada bagian penampung cairan hasil penyemprotan. Pengujian dengan grid patternator dapat menunjukkan bahwa nosel tipe cone memiliki pola penyemprotan berbentuk lingkaran penuh sedangkan nosel tipe flat memiliki pola penyemprotan berbentuk persegi panjang dengan bagian ujung yang meruncing. Berdasarkan grafik juga dapat diketahui bahwa distribusi cairan tidak sama dalam setiap

grid.

Ketidakseragaman pola dan distribusi cairan penyemprotan nosel tipe flat dan

cone pada setiap grid atau titik tertentu pada area penyemprotan dapat dilihat pada lampiran 10. Perubahan tekanan sangat berpengaruh terhadap keseragaman distribusi cairan penyemprotan. Peningkatan tekanan dari 3, 5, 7 dan 9 bar menyebabkan distribusi penyemprotan kurang seragam pada nosel flat dan cone. Tekanan akan berpengaruh pada ukuran butiran cairan untuk suatu nosel yang sama. Semakin besar tekanan, proses penumbukan cairan pada waktu akan keluar dari nosel makin besar. Selisih kecepatan antara udara yang meniup dengan cairan di dalam tangki juga menjadi semakin besar, sehingga lembaran cairan yang terbawa semakin tipis, tumbukannya semakin besar dan butiran cairan yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini yang mempengaruhi bentuk penyebaran dan kemampuan melekatnya butiran pada bagian tanaman. Keseragaman butiran cairan semprot ditentukan dari perbandingan nilai VMD (Volume Median Diameter) dan NMD (Number Median Diameter) yang didapatkan dengan pengujian menggunakan water sensitive paper. Pengujian menggunakan grid patternator hanya dapat mengetahui keseragaman distribusi cairan penyemprotan pada setiap luasan tertentu (grid) dengan menghitung volume dari jumlah cairan semprot yang tertampung pada penampung di setiap grid. Berdasar hasil pengujian menunjukkan bahwa tekanan yang lebih rendah akan menghasilkan distribusi cairan semprot yang lebih seragam. Distribusi penyemprotan pada tekanan 3 dan 5 bar lebih seragam dibanding dengan tekanan 7 dan 9 bar. Hasil ini berbeda dengan literatur yang seharusnya pada tekanan tinggi akan menghasilkan distribusi cairan yang lebih seragam karena ukuran butiran semprot yang dihasilkan lebih kecil. Perbedaan disebabkan tekanan yang diberikan engine tidak stabil. Tekanan yang tidak stabil juga menyebabkan pola kerucut padat atau lingkaran penuh yang terbentuk dari nosel cone

distribusi cairannya tidak seragam. Volume cairan bervariasi mulai dari 1 ml sampai 16 ml.

Pada tipe nosel yang sama, diameter atau lubang nosel juga berpengaruh terhadap keseragaman distribusi cairan. Semakin lebar, maka penyebaran ukuran butirannya semakin tidak seragam dan mempunyai ukuran butiran yang menjadi lebih besar. Karena penyebaran ukurannya menjadi lebih besar, maka penyebaran butiran menjadi kurang merata. Hal ini disebabkan karena pada waktu butiran keluar dari nosel akan mengalami hambatan yang sebanding dengan ukuran butiran cairan, viskositas udara dan kecepatan awal butiran tersebut.

Pola distribusi penyemprotan dengan variasi ketinggian nosel. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pola distribusi penyemprotan adalah ketinggian semprot. Ketinggian semprot merupakan jarak antara titik pusat semprot dengan bidang semprot. Gambar 23, 24, 25 dan 26 menunjukkan hasil pengujian dengan patternator

(33)

terdapat di dalam grid menunjukkan besarnya volume cairan yang terdapat dalam grid

tersebut yang dinyatakan dalam satuan mililiter (ml). Pewarnaan grid didasarkan pada kesamaan nilai volume yang didapatkan dari pengujian yang bertujuan untuk memudahkan penentuan pola sebaran cairan semprot secara visual. Sebaran nilai volume akan menunjukkan keseragaman distribusi cairan saat penyemprotan.

(a) (b)

Gambar 23 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel cone dengan patternator

konvensional pada tekanan 5 Bar dan ketinggian 40 cm (a) dan 60 cm (b)

(a) (b)

Gambar 24 Distribusi cairan (dalam ml) 1 nosel cone dengan grid patternator pada tekanan 5 Bar dan ketinggian 40 cm (a) dan 60 cm (b)

(34)

(a) (b)

Gambar 25 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel flat dengan patternator

konvensional pada tekanan 5 bar dan ketinggian 40 cm (a) dan 60 cm (b)

(a) (b)

Gambar 26 Distribusi penyemprotan (dalam ml) 1 nosel flat dengan grid patternator

pada tekanan 5 bar dan ketinggian 40 cm (a) dan 60 cm (b)

Berdasarkan grafik hasil pengujian dengan patternator konvensional dapat diketahui bahwa penyemprotan dengan nosel tipe flat yang dilakukan dengan ketinggian penyemprotan yang besar akan menghasilkan jangkauan penyemprotan yang lebih luas tetapi mengalami penurunan volume cairan semprot pada area titik tengah. Sedangkan pada nosel tipe cone tidak terjadi perbedaan yang besar pada area penyemprotan.

(35)

Distribusi cairan dengan perlakuan penambahan ketinggian dari 40 cm menjadi 60 cm menyebabkan peningkatan jangkauan penyemprotan sebesar 1 interval atau dari 120 cm menjadi 128 cm. Volume cairan pada area di titik tengah juga memiliki nilai yang hampir sama. Hal ini karena butiran semprot yang dihasilkan nosel cone berukuran kecil atau lebih halus dibandingkan nosel flat sehingga distribusi cairan lebih merata.

Pada pengujian dengan grid patternator, perubahan ketinggian dari 40 cm menjadi 60 cm meningkatkan luas area penyemprotan nosel tipe flat dan cone. Luas area penyemprotan dapat diketahui dengan penjumlahan grid yang terisi cairan. Nosel tipe cone pada ketinggian 40 cm dengan tekanan 5 bar mengalami peningkatan luas area penyemprotan dari 319 grid (7975 cm2) menjadi 323 grid (8075 cm2) pada ketinggian 60 cm. Jangkauan semprot dari titik pusat penyemprotan sampai titik terjauh meningkat dari 9 grid menjadi 11 grid untuk sisi kiri dan untuk sisi depan meningkat dari 9 grid

menjadi 10 grid sedangkan sisi kanan dan belakang tidak berubah yaitu sebesar 9 grid

dan 10 grid. Pada nosel tipe flat dengan ketinggian 40 cm dan tekanan 5 bar, area penyemprotan meningkat dari 92 grid (2300 cm2) menjadi 123 grid (3075 cm2).

Jangkauan semprot mengalami peningkatan pada sisi kanan dan kiri yaitu sebesar 2 grid

sedangkan sisi depan-belakang tidak berubah.

Grafik di bawah (Gambar 27) akan menunjukkan luas area penyemprotan dengan penghitungan panjang dan lebar luasan penyemprotan sisi kanan-kiri dan depan-belakang dari titik pusat penyemprotan. Pada nosel cone panjang luasan kanan-kiri hampir mendekati jumlah luasan sisi depan-belakang. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi atau pola penyemprotan pada nosel tersebut berbentuk kerucut penuh atau lingkaran. Pada nosel flat panjang luasan kanan-kiri lebih besar dibandingkan luasan sisi depan-belakang, sehingga dapat diketahui bahwa pola penyemprotan pada nosel tersebut berbentuk seperti kipas atau persegi panjang dengan bagian ujung yang meruncing.

(a) (b)

Gambar 27 Grafik pengaruh ketinggian dan tekanan terhadap luas penyemprotan pada nosel cone (a) dan flat (b)

Perubahan ketinggian juga berpengaruh terhadap distribusi sebaran cairan saat penyemprotan (Lampiran 10). Gambar 28 dan 29 memperlihatkan hasil pengujian grid patternator yang menunjukkan tingkat keseragaman sebaran cairan 1 nosel cone pada setiap grid dengan tekanan dan ketinggian yang berbeda. Sebaran volume cairan sangat beragam pada setiap grid. Salah satu metode untuk menentukan keseragaman penyemprotan adalah secara visual yaitu pengamatan pola penyemprotan pada grafik

(36)

saat pemberian tekanan sebesar 5 bar. Grid dengan nilai volume 5 ml memiliki jumlah terbesar yaitu 81 grid atau sebesar 25.39%. Pada ketinggian 60 cm, keseragaman tertinggi adalah pada tekanan 3 bar. Grid dengan nilai volume 4 ml memiliki presentase terbesar yaitu sebesar 28.57%.

Gambar 28 Grafik sebaran cairan 1 nosel cone ketinggian 40 cm

Gambar 29 Grafik sebaran cairan 1 nosel cone ketinggian 60 cm

Pola distribusi penyemprotan dengan variasi jumlah nosel. Penambahan jumlah nosel dapat meningkatkan efektifitas penyemprotan. Semakin banyak jumlah nosel yang digunakan maka area penyemprotan menjadi semakin luas. Hal ini juga menyebabkan terjadi perubahan bentuk pola distribusi penyemprotan untuk setiap nosel. Berdasarkan hasil pengujian dengan patternator konvensional dan grid patternator dapat diketahui bahwa pola distribusi cairan nosel cone dan flat mengalami peningkatan luas penyemprotan dan volume cairan.

Pengujian dengan patternator konvensional menunjukkan penambahan jumlah nosel dari 1 nosel menjadi 2 nosel dengan jarak 0.25 m pada tekanan 7 bar dan ketinggian 40 cm meningkatkan lebar penyemprotan untuk nosel cone dari 16 satuan menjadi 21 satuan atau dari 128 cm menjadi 168 cm, karena tiap satuan pada

(37)

Pengujian dengan grid patternator juga menunjukkan perubahan yang signifikan pada luasan area penyemprotan. Gambar 30 dan 31 menggambarkan distribusi cairan penyemprotan nosel cone dengan 1 dan 2 nosel. Lebar atau jangkauan penyemprotan meningkat dari 21 grid (105 cm) menjadi 28 grid (140 cm) dan luas penyemprotan meningkat dari 292 grid (7300 cm2) menjadi 460 grid (11500 cm2) untuk nosel cone.

Gambar 32 dan 33 menunjukkanluas penyemprotan pada nosel flat meningkat dari 130

grid (3250 cm2) menjadi 191 grid (4775 cm2). Volume cairan juga meningkat dari 554.40 ml menjadi 879.60 ml untuk nosel cone dan pada nosel flat meningkat dari 2488.00 ml menjadi 3513.00 ml.

Penambahan jumlah nosel juga berpengaruh terhadap tingkat keseragaman distribusi cairan pada area bidang semprot. Penyemprotan dengan 1 nosel menunjukkan hasil penyemprotan yang lebih seragam dibandingkan penyemprotan dengan lebih dari 1 nosel. Hal ini dikarenakan sebaran volume yang didapatkan pada 1 nosel memiliki nilai dengan perbedaan kecil atau tidak terdapat variasi nilai volume yang besar pada grafik grid. Pada penyemprotan dengan lebih dari 1 nosel terjadi overlapping sehingga terdapat area semprot atau grid yang menampung cairan dari beberapa nosel secara bersamaan.

(a) (b)

Gambar 30 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel cone (a) dan 2 nosel cone (b) dengan

patternator konvensional

(38)

(a)

(b)

Gambar 31 Distribusi cairan (dalam ml) 1 nosel cone (a) dan 2 nosel cone (b) pada tekanan 7 bar dan ketinggian 40 cm dengan grid patternator

(a) (b)

Gambar 32 Grafik distribusi penyemprotan 1 nosel flat (a) dan 2 nosel flat (b) dengan

patternator konvensional

nosel

(39)

Gambar 33 Distribusi cairan (dalam ml) 1 nosel flat (a) dan 2 nosel flat (b) pada tekanan 7 bar dan ketinggian 40 cm dengan grid patternator

Besar sudut, lebar dan tinggi efektif penyemprotan. Pengukuran sudut semprot dilakukan sebelum pengujian distribusi penyemprotan. Perubahan tekanan dan ketinggian kurang berpengaruh pada sudut semprot yang dihasilkan oleh suatu nosel. Metode pengukuran yang digunakan langsung menggunakan busur derajat. Pada nosel tipe flat didapatkan sudut semprot sebesar 105° sedangkan untuk nosel tipe cone, perhitungan sudut penyemprotan menggunakan theorema phythagoras setelah diketahui tinggi dan lebar teoritis penyemprotan. Hal ini dikarenakan hasil penyemprotan nosel

cone tidak terlihat jelas. Setelah sudut semprot dan lebar penyemprotan diketahui maka tinggi efektif penyemprotan dapat dicari menggunakan rumus persamaan I.

Pengukuran lebar efektif penyemprotan (LPE) dilakukan dengan metode grafik tumpang tindih (overlapping). Grafik tumpang tindih terdiri dari grafik murni yang didapatkan dari data peneyemprotan langsung dan grafik overlapping yang merupakan pergeseran dari grafik murni ke arah kanan dan kiri sehingga terjadi perpotongan dari grafik-grafik tersebut. Grafik yang dipilih adalah grafik overlapping dengan data yang memiliki nilai koefisien variasi (CV) minimum (paling seragam). Sehingga 2 titik perpotongan yang terjadi antara grafik murni dan overlapping dengan CV minimum

(a)

(b)

(40)

pada grafik tumpang tindih merupakan lebar efektif penyemprotan (SNI 02-4513.1-2008).

Gambar 34 Grafik tumpang tindih pada penyemprotan 1 nosel cone dengan tekanan 5 Bar dan ketinggian 40 cm

Gambar 34 menunjukkan metode grafik tumpang tindih untuk menentukan lebar efektif penyemprotan 1 nosel cone pada tekanan 5 bar. Pada perhitungan ini dilakukan 5 kali pergeseran grafik sehingga terdapat 1 grafik murni dan 5 grafik overlapping. Nilai CV overlapping 1 sampai 5 yang didapatkan dari perhitungan berturut-turut adalah 6.50%, 14.70%, 15.50%, 27.90% dan 40.90%. Grafik overlapping 1 memiliki nilai CV terkecil sehingga perpotongan grafik ini dengan grafik murni merupakan lebar efektif penyemprotan. Perpotongan terjadi pada titik -4 dan 4 atau sebesar 8 interval. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa lebar efektif penyemprotan 1 nosel cone pada tekanan 5 bar adalah sebesar 8 interval atau 64 cm dan memiliki efisiensi sebesar 57.14%. Hasil perhitungan lebar efektif penyemprotan dengan variasi tipe, ketinggian dan jumlah nosel dapat dilihat pada lampiran 7, 8 dan 9.

(41)

Tabel 3 Pengaruh tekanan dan ketinggian terhadap lebar efektif penyemprotan pada 1

Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa tinggi penyemprotan sangat berpengaruh terhadap lebar efektif penyemprotan (LPE) sedangkan perubahan tekanan hanya memiliki pengaruh yang kecil. Pada nosel flat dan cone, lebar penyemprotan pada ketinggian 60 cm lebih besar dibandingkan dengan ketinggian 40 cm. Pada ketinggian yang sama, LPE yang dihasilkan juga mengalami peningkatan seiring terjadinya peningkatan tekanan penyemprotan. Efisiensi penyemprotan yang dilakukan dengan nosel flat berkisar antara 51.72% sampai 57.89%. Nilai efisiensi terkecil terjadi pada penyemprotan dengan ketinggia 60 cm dan tekanan 9 bar sedangkan efisiensi terbesar didapatkan pada ketinggian 40 cm dengan tekanan 9 bar. Pada nosel cone, efisiensi penyemprotan memiliki nilai yang hampir sama dari beberapa perlakuan yaitu berkisar antara 56.25% sampai 58.33%. Nilai efisiensi terkecil terjadi pada penyemprotan dengan ketinggia 40 cm dan tekanan 9 bar sedangkan efisiensi terbesar didapatkan pada ketinggian 60 cm dengan tekanan 5 bar. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan tekanan dan tinggi penyemprotan menyebabkan peningkatan LPE tetapi efisiensi yang didapatkan tidak selalu meningkat.

Penambahan jumlah nosel juga meningkatkan LPE (Gambar 35). Pada nosel flat

dengan ketinggian 40 cm, penambahan nosel dari 1, 2 dan 8 nosel menyebabkan peningkatan LPE, tetapi besar peningkatan LPE tidak sama dengan kelipatan jumlah nosel. Pada tekanan 3 bar, nosel flat dengan 1 nosel memiliki LPE sebesar 72 cm, 80 cm untuk 2 nosel dan 172 cm untuk 8 nosel. Peningkatan LPE dengan penambahan jumlah nosel dan tekanan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(42)

Knapsack power sprayer dengan 8 nosel tipe flat memiliki jarak 25 cm antar noselnya. Pola atau overlapping yang terjadi pada penyemprotan 8 nosel flat dapat diketahui dengan analisis perhitungan sudut penyemprotan dan LPE. Berdasar pengukuran didapatkan sudut semprot pada satu nosel adalah 105° dan lebar efektif penyemprotan pada ketinggian 40 cm adalah 72 cm sedangkan pada ketinggian 60 cm adalah 100 cm untuk tekanan 3 Bar. Tinggi efektif penyemprotan dapat dihitung dengan persamaan 1, yaitu sebesar 27.62 cm dan 38.37 cm. Pemetaan dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan pola overlapping pada penyemprotan 8 nosel flat (Gambar 36 dan Gambar 37).

Gambar 36 Pola penyemprotan knapsack power sprayer dengan 8 nosel tipe flat pada ketinggian 40 cm

Gambar 37 Pola penyemprotan knapsack power sprayer dengan 8 nosel tipe flat pada ketinggian 60 cm

Gambar 36 dan 37 menunjukkan bahwa peningkatan ketinggian menyebabkan peningkatan lebar penyemprotan dan overlapping. Pada ketinggian 40 cm terjadi 4

overlapping yang berbeda yaitu area penyemprotan yang terkena cairan semprot dari 1, 2, 3 dan 4 nosel sedangkan pada ketinggian 60 cm terjadi 5 overlapping yaitu terdapat area yang terkena cairan dari 5 nosel. Penambahan jumlah nosel bertujuan agar terjadi

overlapping saat penyemprotan sehingga volume keluaran yang dihasilkan pada area penyemprotan lebih seragam.

Penentuan overlapping yang terjadi pada penyemprotan nosel cone dilakukan dengan metode mapping atau pemetaan sebaran cairan penyemprotan dari pengujian menggunakan grid patternator (Gambar 38). Pengujian dilakukan dengan penyemprotan 4 nosel cone pada tekanan 3 bar dan ketinggian 40 cm.

nosel

(43)

Gambar 38 Pemetaan overlapping penyemprotan 4 nosel cone pada tekanan 3 bar dan ketinggian 40 cm (dalam ml)

Gambar pemetaan di atas menunjukkan terjadinya overlapping pada penyemprotan dengan 4 nosel cone. Pada ketinggian 40 cm dan pemberian tekanan 3 bar terjadi 4 overlapping yang berbeda yaitu area penyemprotan yang terkena cairan semprot dari 1, 2, 3 dan 4 nosel. Volume cairan pada grid yang terkena 4 nosel lebih besar dibandingkan dengan grid yang hanya terkena 1, 2 atau 3 nosel. Pada tekanan dan ketinggian yang sama, pemetaan sebaran cairan semprot akan memiliki pola yang sama dari setiap nosel untuk penyemprotan dengan lebih dari 1 nosel cone. Hal ini dikarenakan sudut semprot yang terbentuk dan debit keluaran saat penyemprotan dari masing-masing nosel memiliki nilai hampir sama sehingga pola yang dihasilkan akan sama.

Usulan Konsep Sistem Pengukuran Otomatis Grid Patternator

Grid patternator adalah modifikasi alat uji penyemprotan sprayer (patternator

konvensional) yang dirancang untuk mengetahui distribusi cairan dan pola penyemprotan sebuah nosel pada pengujian kinerja sprayer. Bentuk umum alat ini menyerupai patternator konvensional, perbedaan terletak pada jumlah tempat penampung pada grid patternator yang lebih banyak dibandingkan patternator

konvensional karena pada setiap satu grid terdapat satu tempat penampung cairan. Salah satu mekanisme yang memungkinkan untuk digunakan pada grid patternator adalah pemakaian sistem pengukuran otomatis yang berfungsi untuk mengukur distribusi cairan penyemprotan. Konsepnya adalah pemasangan sensor berat (load cell) pada bagian bawah tabung tempat penampung untuk mengetahui gaya yang bekerja pada bagian tersebut. Sensor akan membaca gaya tekan saat cairan semprot dari

sprayer tertampung pada tabung penampung. Besar gaya yang didapatkan akan

(44)

dikonversi sehingga diketahui nilai volume cairan penyemprotan pada tiap penampung. Besar nilai volume dapat terlihat pada display yang disambungkan pada sensor dan mikrokontroler. Nilai volume yang terbaca dari tiap tabung merupakan besar nilai sebaran cairan semprot pada tiap satu grid.

Keterangan :

Gambar 39 Sistem pengukuran otomatis grid patternator

Alat ini menggunakan sensor load cell untuk mendeteksi berat benda yang akan ditimbang. Prinsip kerja alat ini adalah jika ada pertambahan berat, sensor akan mendeteksi berat benda. Kemudian keluaran dari sensor yang berupa perubahan resistansi ini akan diubah menjadi perubahan tegangan oleh rangkaian pengkondisi sinyal agar dapat diolah oleh rangkaian mikrokontroller. Rangkaian ADC yang terdapat pada mikrokontroller ini akan mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital. Kemudian hasil konversi dari rangkaian ADC akan diproses oleh rangkaian mikrokontroler untuk ditampilkan ke display. Secara umum, proses akan ditunjukkan pada diagram blok di bawah ini.

Gambar 40 Diagram blok sistem pengukuran load cell

Sensor load cell digunakan untuk mengkonversi berat dari suatu beban menjadi resistansi. RPS berfungsi untuk mengubah keluaran dari sensor yang berupa perubahan resistansi menjadi perubahan tegangan. Mikrokontoller yang berupa ATMega 8535 ini selain digunakan untuk mengolah data juga digunakan untuk mengubah keluaran RPS yang berupa data analog menjadi data digital melalui ADC yang terdapat di dalam mikrokontroller ini. Sedangkan display digunakan untuk menampilkan angka yang terdeteksi oleh sensor.

(45)

Load cell merupakan sensor timbangan yang bekerja secara mekanis dengan menggunakan prinsip tekanan yang memanfaakan strain gauge sebagai pengindera (sensor). Strain gauge adalah sebuah transduser pasif yang mengubah suatu pergeseran mekanis menjadi perubahan tahanan. Perubahan ini kemudian diukur dengan jembatan

Wheatsone dan tegangan keluaran dijadikan referensi beban yang diterima load cell. Optimasi bentuk dan dimensi load cell dilakukan dengan memperhatikan dimensi ruang yang tersedia serta gaya atau beban yang akan bekerja. Output load cell

tidak hanya ditentukan oleh berat atau beban yang diterima, tetapi juga oleh kekuatan tegangan eksitasi yang dinilai dalam output sensitivitas (mV/V) pada kapasitas maksimal penuh. Sebuah keluaran khas beban maksimal untuk load cell adalah 3 mV/V, ini berarti bahwa untuk setiap volt tegangan eksitasi diterapkan pada beban maksimal akan ada 3 milivolt output sinyal. Untuk menampilkan output dari setiap pendeteksi maka dibutuhkan sebuah display untuk menampilkannya. Pada alat ini, display yang digunakan adalah LCD 16 x 2 atau bisa disambungkan langsung dengan komputer.

Gambar 42 LCD character 16 x 2 (Mariza W 2012)

Modul LCD terdiri dari sejumlah memori yang digunakan untuk display. Semua teks yang dituliskan ke modul LCD akan disimpan di dalam memori dan modul LCD secara berurutan membaca memori ini untuk menampilkan teks ke modul LCD itu sendiri. Nilai yang terbaca berupa data digital akan ditampilkan pada layar LCD (Gambar 43).

Keuntungan penggunaan sistem pengukuran otomatis pada grid patternator

adalah memudahkan pengguna dalam pembacaan data saat melakukan pengujian kinerja

(46)

Gambar 43 Grid patternator dengan sistem pengukuran otomatis Keterangan : 1. Display 6. Plat datar grid berlubang

2.Rangkaian ADP 7. Pengatur ketinggian

3.Kabel 8. Tempat nosel

Gambar

Tabel 1 Klasifikasi volume aplikasi untuk tanaman
Gambar 2  ASABE S-572.1 klasifikasi ukuran droplet (Wilson 2011)
Gambar 3 Semprotan nosel tipe Flat (Geigy C 1985)
Gambar 7 Peralatan uji penyemprotan (a), dan contoh pada saat penyemprotan (b)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis ini dibuktikan bahwa fyke net tipe ketiga yang menggunakan bahan yang lebih ringan berupa pipa PVC menunjukkan performa desain dan teknik pengoprasian

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, diketahui bahwa proses pengeringan dengan metode tumpukan pada ketebalan 20 cm dapat dilakukan dengan baik meski tanpa pengadukan

Dari hasil pengujian tarik diatas, diketahui bahwa optimasi ketebalan konstruksi sandwich yang terlihat pada grafik hasil pengujian terletak diantara ketebalan

Dari tabel 8 diketahui bahwa sikap kurang baik dengan tidak memakai APD masker saat penyemprotan pestisida tergolong tinggi yaitu sebanyak 92 responden

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, diketahui bahwa proses pengeringan dengan metode tumpukan pada ketebalan 20 cm dapat dilakukan dengan baik meski tanpa pengadukan

Dari Grafik diatas dapat dilihat bahwa pada pengujian yang dilakukan pada wind tunnel efisiensi layar cenderung berbanding terbalik dengan meningkatnya sudut

40 Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dan berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada sensor ketinggian bahan bakar dengan LED berwarna merah,

Grafik Pengujian Sistem Buckboost Converter dengan metode MPPT P&O di Bawah Sinar Matahari Berdasarkan pengujian sistem menggunakan buckboost converter dengan metode MPPT P&O pada