• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Jenis Paku Terestrial Di Kawasan Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Tnghs) Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Jenis Paku Terestrial Di Kawasan Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Tnghs) Bogor, Jawa Barat"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN JENIS PAKU TERESTRIAL DI

KAWASAN GUNUNG BUNDER TAMAN NASIONAL

GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) BOGOR, JAWA

BARAT

SALMAN ALGHIFARI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Keanekaragaman Jenis Paku Terestrial di Kawasan Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor, Jawa Barat” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang ditentukan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

SALMAN ALGHIFARI. Keanekaragaman Jenis Paku Terestrial di Kawasan Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan SULISTIJORINI.

Paku terestrial merupakan tumbuhan paku yang dapat tumbuh dan hidup di atas tanah terutama di lingkungan yang lembab. Kawasan Gunung Bunder memiliki kelembaban yang cukup tinggi, sehingga memungkinkan hidup jenis tumbuhan paku terestrial yang beragam. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keanekaragaman jenis paku terestrial. Penelitian dilakukan di jalur pendakian Kawah Ratu kawasan Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor dengan mengumpulkan spesimen tumbuhan paku terestrial. Ciri struktur vegetatif dan generatif diamati dan dicatat untuk identifikasi dan menyusun kunci identifikasi. Tumbuhan paku terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu telah diidentifikasi sebanyak 26 spesies termasuk dalam 15 famili. Tumbuhan paku terestrial yang ditemukan memiliki habitus pohon atau herba dengan tipe pertumbuhan menjalar atau tegak. Daun bervariasi dalam 5 tipe yaitu tunggal, majemuk pinnate, bipinnate, tripinnate, atau dikotom. Permukaan stipe dari daun berambut, gundul, atau bersisik. Ciri generatif yang diamati menggunakan mikroskop bervariasi pada beberapa ciri yaitu lokasi sorus, indusium, bentuk spora dan keberadaan perispor. Sorus dengan indusium berbentuk lembaran, setengah lingkaran, atau ginjal, sedangkan sorus yang tidak memiliki indusium berbentuk linear, bulat, atau bundar. Spora yang ditemukan memiliki dua bentuk monolet dan trilet.

Kata kunci: ciri generatif, ciri vegetatif, kunci identifikasi, paku terestrial, spora.

ABSTRACT

SALMAN ALGHIFARI. Diversity of terrestrial fern in Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor, West Java. Supervised by TATIK CHIKMAWATI and SULISTIJORINI.

(6)

pinnate, bipinnate, tripinnate, or dichotomous. The types of stipe surface are hairy, glabrous, or scaly. Generative characters observed were varied in some characters: sorus location, indusium shape, spore shape and the presence of perispor. Many fern species have sorus protected by indusium, but other species were not. Sorus with indusium have laminar, half a round, or kidney shape, while sorus without indusium have linear, round, or globose shape. There are 2 spore types, monolet and trilet.

(7)

KEANEKARAGAMAN JENIS PAKU TERESTRIAL DI

KAWASAN GUNUNG BUNDER TAMAN NASIONAL

GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) BOGOR, JAWA

BARAT

SALMAN ALGHIFARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana FMIPA

pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMIATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Keanekaragaman Jenis Paku Terestrial di Kawasan Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor, Jawa Barat, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Tatik Chikmawari, MSi dan Dr Ir Sulistijorini, MSi selaku dosen pembimbing yang telah mendukung, memotivasi, dan memberikan penulis pengarahan agar karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Arif Budiman yang telah membantu penulis dalam memverifikasi hasil identifikasi tumbuhan paku di LIPI. Terima kasih juga kepada Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA sebagai dosen penguji skripsi yang telah menguji dan memberi saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis berterimakasih kepada Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam (LIPI) atas fasilitas dan bantuannya.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dan keluarga atas doa dan kasih sayang serta memberikan dukungan secara moral dan material sejak penulis memulai kuliah sampai selesai. Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kontrakan, Biologi48, anggota OWA, dan kakak-kakak di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan atas bantuannya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membaca dan membutuhkan.

Bogor, Februari 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Prosedur Penelitian 2

Pengukuran Kondisi Lingkungan 2

Pengambilan Sampel 2

Pengamatan Struktur Reproduksi 3

Pembuatan Kunci Identifikasi 3

Pembuatan Deskripsi 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS,

Bogor 3

Persebaran Paku Terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder,

TNGHS, Bogor 5

Ciri Vegetatif Paku Terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung

Bunder, TNGHS, Bogor 6

Ciri Generatif Paku Terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung

Bunder, TNGHS, Bogor 8

Kunci Identifikasi Tumbuhan Paku Terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu,

Gunung Bunder, TNGHS, Bogor 9

Deskripsi Tumbuhan Paku Terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu,

Gunung Bunder, TNGHS, Bogor 10

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 25

(14)

DAFTAR TABEL

1 Data paku terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS,

Bogor 4

2 Rata-rata iklim mikro jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS,

Bogor 5

DAFTAR GAMBAR

1 Spesies tumbuhan paku di habitat alami. (A) Cyathea squamulata pada

habitat terbuka, (B) Selaginella opaca pada pada habitat ternaungi. 6

2 Keaneakaragaman karakter vegetatif tumbuhan paku terestrial. (A) Habitus Pohon, tipe pertumbuhan (B) menjalar, (C) Tegak, (D) frond tunggal, (E) frond pinnate, (F) frond bipinnate, (G) frond tripinnate, (H) frond dikotom, (I) stipe berambut, (J) stipe glabrous, (K) rambut, (L) sisik. 7

3 Variasi bentuk sorus yang memiliki indusium. (A) lembaran, (B) setengah Lingkaran, (C) ginjal. 8

4 Variasi bentuk sorus tanpa indusium. (A) bentuk linear, (B) bentuk bulat, (C) bentuk bundar. 8

5 Tipe spora. (A) monolet, (B) Trilet. 9

6 Dryopteris cochleata. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula. 10 7 Arachnioides hasseltii. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula, (C) rambut. 11

24 Goniophlebium persicifolium. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sorus, (D) Spora. 19 25 Perawakan Pteris mertensoides 19

26 Perawakan Lygodium circinatum 20

27 Selaginella opaca. (A) perawakan, (B) permukaan abaksial. 20

(15)
(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di antara kelompok tumbuh-tumbuhan di hutan yang mempunyai keanekaragaman yang cukup tinggi adalah tumbuhan paku-pakuan (Pteridophyta). Indonesia memiliki lebih dari 4.000 spesies paku-pakuan (LBN-LIPI 1980). Tumbuhan paku-pakuan memiliki peran yang sangat penting bagi ekosistem hutan dan kehidupan manusia. Dalam ekosistem hutan, tumbuhan paku berperan dalam pembentukan humus dan melindungi tanah dari erosi, sedangkan dalam kehidupan manusia, tumbuhan paku-pakuan berpotensi sebagai bahan untuk sayur-sayuran (Contoh: Marsilea crenata), kerajinan tangan (Contoh: Lycopodium cernum), tanaman hias (Contoh: Asplenium nidus) maupun sebagai bahan obat-obatan tradisional (Contoh: Selaginella) (Rismunandar dan Ekowati 1991).

Struktur tumbuhan paku dapat dibedakan dalam tiga bagian, yaitu akar, batang, dan daun. Tumbuhan paku umumnya mempunyai akar adventif. Pada paku pohon seperti Cyathea, akar ditemukan dekat dengan dasar batang, berfungsi untuk kestabilan. Kelompok lain dari tumbuhan paku mempunyai akar berupa benang yang tumbuh dari batang, misalnya Selaginella sp (Tjitrosoepomo 1991). Batang tumbuhan paku membentuk cabang lateral atau bercabang menggarpu (dikotom). Pada batang tumbuhan paku terdapat banyak daun yang dapat tumbuh secara terus-menerus (Tjitrosoepomo 1991). Tumbuhan paku memiliki daun tunggal atau daun majemuk. Pada permukaan bawah daun terdapat spora yang terbentuk dalam sporangium dan kumpulan dari sporangium membentuk sorus yang tumbuh teratur dalam barisan, menggerombol, atau menyebar (Sastrapradja dan Afriastini 1985).

Persebaran paku sangat luas dan dapat ditemukan di pelbagai tempat. Berdasarkan habitatnya, tumbuhan paku dibedakan dalam beberapa tipe yaitu paku terestrial, epifit dan akuatik. Paku terestrial adalah tumbuhan paku yang tumbuh dan hidup di atas tanah, paku epifit adalah tumbuhan paku yang memanfaatkan pohon inang sebagai tempat hidupnya (Sujalu 2007), dan paku akuatik adalah tumbuhan paku yang dapat hidup di dalam air. Umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak dari pada di dataran rendah karena kelembaban yang lebih tinggi dan banyak aliran air. Tumbuhan paku dapat tumbuh pada semua zona iklim mulai dari daerah tropik hingga sub-tropik (Raven et al.1992).

Kekayaan tumbuhan paku di suatu daerah dipengaruhi oleh curah hujan dan intensitas cahaya matahari. Kedua faktor tersebut menjadikan hutan hujan tropis memiliki kekayaan spesies tumbuhan paku yang paling tinggi (Wee 2005). Lingkungan hidup tumbuhan paku mencakup tanah, sinar matahari, hujan, angin, dan perubahan suhu. Kondisi lingkungan hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar matahari yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah yang mengakibatkan kelembaban udara yang tinggi.

(18)

2

dan hutan lindung yang dikelola oleh perhutani, dan sejak tahun 2003 fungsi Gunung Bunder berubah menjadi hutan konservasi (TNGHS 2013). Ekosistem hutan tropis kawasan Gunung Bunder dengan ketinggian 750 sampai 1050 meter menyediakan habitat tumbuh bagi tumbuhan paku, seperti tepian sungai, habitat terbuka dan ternaungi

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman jenis tumbuhan paku terestrial di kawasan Hutan Gunung Bunder Bogor, Jawa Barat.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, mulai dari bulan Januari 2015 sampai Mei 2015. Eksplorasi dilakukan di kawasan Hutan Gunung Bunder Bogor. Pembuatan herbarium dan pengamatan morfologi tumbuhan dilakukan di laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Prosedur Penelitian

Pengukuran Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan yang diamati saat pengambilan sampel adalah cahaya, suhu udara, dan kelembaban udara dilakukan dengan selang jarak 50 meter dari pintu masuk Kawah Ratu sampai kawasan Kawah Ratu. Iklim mikro diukur pada jam 09.00-12.00 WIB, pengukuran dilakukan sebanyak empat ulangan selama satu bulan.

Pengambilan Sampel

(19)

3

Selanjutnya sampel disusun dalam sasag dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50°C-60°C selama dua hingga tiga hari. Sampel yang sudah kering ditempel pada kertas karton putih dan diberi label.

Pengamatan Struktur Reproduksi

Pengamatan struktur reproduksi paku terestrial dilakukan terhadap daun fertil. Dari lapangan daun fertil disimpan dalam plastik sampel yang berisi koran lembap agar sporangium tidak pecah. Satu sporangium diambil di bawah mikroskop stereo menggunakan jarum, kemudian sporangium diletakkan di atas kaca objek yang telah ditetesi gliserin sebanyak 2 tetes. Kaca objek ditutup menggunakan kaca penutup, kemudian kaca penutup diketuk-ketuk agar sporangium pecah. Selanjutnya spora diamati menggunakan mikroskop majemuk, kemudian kaca penutup direkatkan menggunakan kutek. Spora yang ditemukan difoto menggunakan Optilab dan ukuran spora diukur menggunakan software ImageRaster.

Pembuatan Kunci Identifikasi

Identifikasi paku dilakukan menggunakan buku identifikasi tumbuhan paku, seperti Fern of Malaysia in Color (Piggott 1998), Jenis Paku Indonesia (Sastrapraja 1979), dan Ferns of Queensland (Andrews 1990). Hasil identifikasi diverifikasi dengan mencocokkan dengan koleksi herbarium tumbuhan paku di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Data mengenai keragaman tumbuhan paku disusun menjadi deskripsi singkat untuk setiap spesiesnya, dan dibuat kunci identifikasi bentuk dikotom. Kunci identifikasi dibuat dengan cara menyusun ciri-ciri dalam matrik, kemudian dibuat kunci identifikasi bentuk sejajar.

Pembuatan Deskripsi

Deskripsi dibuat dengan cara mengamati dan mencatat ciri vegetatif dan generatif. Ciri struktur vegetatif yang diamati meliputi habitus, arah pertumbuhan, ukuran daun (mikrofil dan megafil), tipe daun, permukaan stipe dan rachis (Gambar 2). Ciri struktur generatif diamati menggunakan mikroskop cahaya, dan ciri yang diamati adalah lokasi sori, tipe indusium, bentuk spora, dan keberadaan perispor. Penulisan deskripsi disusun secara berurutan mulai dari frond, stipe, bangun lamina, sorus, dan spora mengikuti Tjitrosoepomo (1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS, Bogor

(20)

4

Tabel 1 Data paku terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS, Bogor

Famili Genus Nomor

Koleksi

Spesies

Aspidiaceae Arachnioides SL003 Arachnioides hasseltii Dryopteris SL021 Dryopteris cochleata C.Chr Athyriaceae Deparia SL014 Deparia petersenii (Kunzu)

M.Kato

Diplazium SL026 Diplazium bantamanse Bl. Diplazium SL006 Diplazium cordifolium BI. Blechnaceae Blechnum SL022 Blechnum orientale L. Cyatheaceae Cyathea SL009 Cyathea squamulata (BI.)

Copel

Dennstaedtiaceae Dennstaedtia SL013 Dennstaedtia sp.

Histiopteris SL001 Histiopteris insica J.Sm. Hypolepis SL016 Hypolepis alpino

Hypolepis SL023 Hypolepis neocaledonia Gleicheniaceae Dicranopteris SL015 Dicranopteris linearis (Burm.)

Gleichenia SL028 Gleichenia laevigata Hook. Gleichenia SL018 Gleichenia longissima BI. Lindsaeaceae Lindsaea SL011 Lindsaea repens (Bory) THw. Nephrolepidaceae Nephrolepis SL012 Nephrolepis bisserrata

Nephrolepis SL025 Nephrolepis cordifolia Pr. Oleandraceae Oleandra SL002 Oleandra musifolia

Polypodiaceae Goniophlebium SL004 Goniophlebium persicifolium (Desv.) Bedd.

Pteridaceae Pteris SL008 Pteris mertensioides Schizaeceae Lygodium SL007 Lygodium circinnatum Selaginellaceae Selaginella SL029 Selaginella opaca Warb. Tectariaceae Tectaria SL027 Tectaria dissecta Ching. Thelypteridaceae Amphineuron SL010 Amphineuron opulentum

(Koulf.) Holtt.

(21)

5

Persebaran Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS, Bogor

Keberadaan tumbuhan paku di suatu tempat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yang meliputi faktor biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhan paku adalah kompetisi antara tumbuhan paku itu sendiri untuk mendapatkan makanan atau tempat hidupnya. Faktor-faktor abiotik yang mempengaruhi tumbuhan paku adalah iklim (suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya), tanah dan kondisi fisik lingkungan lainnya (Katili 2014).

Paku terestrial yang ditemukan di jalur pendakian Kawah Ratu tersebar di sepanjang jalur pendakian. Jalur pendakian Kawah Ratu memiliki suhu udara, intensitas cahaya dan kelembaban udara yang cukup bervariasi. Kisaran suhu udara yang paling besar terdapat pada lokasi HM (hekto meter) 82-86, intensitas cahaya terbesar pada HM 72-76, dan kelembaban yang paling besar terdapat pada lokasi HM 82-86 (Tabel 2). Perbedaan variasi harian iklim mikro ini disebabkan karena perubahan cuaca pada daerah ini terjadi cukup cepat, seperti pada jam 09.00 intensitas cahaya tinggi, tetapi pada jam 12.00 cuaca berubah menjadi berawan sehingga intensitas cahaya menjadi rendah.

Tabel 2 Rata-rata iklim mikro di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS, Bogor

Keterangan: iklim mikro diukur pada jam 09.00-12.00 WIB, pengukuran dilakukan pada bulan Mei 2015

(22)

6

kawasan Kawah Ratu. Pada habitat ternaungi, lokasi yang paling tinggi keanekaragaman jenisnya adalah lokasi HM 77- 81 sebanyak 8 spesies.

Lokasi dengan habitat terbuka banyak ditumbuhi oleh tumbuhan paku dengan perawakan yang relatif rendah, seperti Selaginella opaca. Pada lokasi HM 52- 56 yang terletak pada kawasan Kawah Ratu ditemukan sebanyak 4 spesies. Dua spesies tumbuhan paku terestrial yang tumbuh di lokasi ini tidak ditemukan di lokasi lain, yaitu Oleandra musifolia, dan Arachnioides haseltii. Lokasi dengan habitat ternaungi ditemukan tumbuhan paku terestrial dengan frond yang berukuran besar, seperti Dicranopteris linearis (Lampiran 1).

Tiga spesies tumbuhan paku terestrial yang dapat ditemukan hampir di seluruh jalur pendakian Kawah Ratu, yaitu Pteris mertensoides, Lindsaea repens, dan Christella dentata. Ketiga spesies tumbuhan paku dapat tumbuh baik pada habitat terbuka maupun ternaungi (Lampiran 1).

Gambar 1 Spesies tumbuhan paku di habitat alami. (A) Cyathea squamulata pada habitat terbuka, (B) Selaginella opaca pada pada habitat ternaungi.

Ciri Vegetatif Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS, Bogor

Bentuk tumbuhan paku bermacam-macam (heterogen), baik ditinjau dari habitus maupun cara hidupnya. Sebagian tumbuhan paku berukuran sangat kecil dengan daun-daun yang kecil, namun ada pula tumbuhan paku berukuran yang besar dengan panjang daun dapat mencapai 2 m (Kinho 2009). Paku yang ditemukan di jalur pendakian Kawah Ratu bervariasi ukuran daunnya, yaitu daun kecil (mikrofil) sebanyak 1 famili dan daun besar (makrofil) sebanyak 14 famili. Paku terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu yang berdaun kecil termasuk ke dalam famili Selaginellaceae. Famili ini memiliki tiga macam daun kecil, yaitu lateral, median, dan aksilar.

Paku terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu yang berdaun besar bervariasi dalam karakter vegetatif. Ukuran frond beragam dari 10,5 cm hingga 2.500 cm. Karakter frond dapat digunakan sebagai pembeda antar spesies dalam identifikasi paku. Frond terdiri dari stipe dan lamina. Stipe bervariasi dalam ukuran panjang dan tipe permukaannya. Bentuk lamina bervariasi yaitu tunggal, majemuk pinnate, majemuk bipinnate, dan majemuk tripinnate. Ciri vegetatif paku terestrial yang ditemukan dapat dibedakan berdasarkan habitusnya, yaitu pohon (Cyatheaceae) dan herba (Contoh: Selaginellaceae). Tipe pertumbuhan dapat dibedakan menjadi menjalar (Selaginellaceae) (purnawati et al. 2014), dan Tegak (Gleicheniaceae). Permukaan stipe bervariasi dalam 3 sifat ciri yaitu berambut, gundul, atau berisik (Gambar 2).

(23)

7

Setiap famili memiliki karakter khas yang dapat dibedakan dengan famili lain, misalnya Selaginellaceae memiliki daun lateral dan median. Gleicheniaceae memiliki frond tegak, dan pinna yang bercabang dikotom. Schizaeceae memiliki habitus kecil yaitu tinggi 7 cm. Genus dalam satu famili juga dapat dibedakan berdasarkan ada tidaknya rambut pada stipe, misalnya Deparia dan Diplazium pada famili Athyriaceae, atau Amphineuron dan Christella pada famili Thelypteridaceae. Deparia dan Amphineuron memiliki rambut pada permukaan stipe, sedangkan Diplazium dan Christella tidak memiliki rambut.

Gambar 2 Keanekaragaman karakter vegetatif tumbuhan paku terestrial. (A) Habitus pohon, (B) pertumbuhan menjalar, (C) pertumbuhan Tegak, (D) frond tunggal, (E) frond pinnate, (F) frond bipinnate, (G) frond tripinnate, (H) frond dikotom, (I) stipe berambut, (J) stipe glabrous, (K) rambut, (L) sisik.

A B D

E F G H

I J K L

(24)

8

Ciri Generatif Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS, Bogor

Ciri generatif tumbuhan paku yang diamati adalah spora yang terdapat pada pinna fertil. Spora dibentuk dalam sporangium, biasanya sporangium tumbuhan berkumpul membentuk sorus dan dilindungi oleh indusium. Antar spesies tumbuhan paku dapat dibedakan dalam beberapa ciri generatif yaitu letak sorus pada daun, bentuk sorus, dan keberadaan pelindung (indusium) (Holttum 1966).

Dalam penelitian ini, antara famili dapat dibedakan berdasarkan beberapa ciri yaitu letak sorus, bentuk spora, ada tidaknya perispor, dan warna spora. Letak sorus bervariasi dalam 4 sifat ciri, yaitu menempel pada bagian tepi abaksial pinna (Blechnum orientale), menempel pada bagian tepi abaksial dekat costule (Deparia petersenii), menempel pada lobus (Lindsaea repens), dan menempel pada tulang daun sekunder (Amphineuron opulentum). Antara genus dalam satu famili dapat dibedakan berdasarkan ciri ada tidaknya indusium dan bentuk indusium. Sorus yang memiliki indusium bervariasi dalam 2 ciri, yaitu memiliki indusium sejati dan tidak memiliki indusium. Tiga bentuk indusium yang ditemukan yaitu, lingkaran, setengah lingkaran dan ginjal, sedangkan tiga bentuk sorus yang tidak memiliki indusium yaitu, bentuk linear, bulat, dan budar (Gambar 3,4). Antar spesies dalam satu genus dapat dibedakan berdasarkan bentuk spora, warna dan perispor. Bentuk spora dibedakan menjadi monolet dan trilet, seperti spora monolet pada Deparia petersenii dan spora trilet pada Lindsaea repens (Gambar 5).

Gambar 3 Variasi bentuk sorus yang memiliki indusium. (A) lembaran, (B) setengah lingkaran, (C) ginjal.

Gambar 4 Variasi bentuk sorus tanpa indusium. (A) linear, (B) bulat, (C) bundar.

A B C

B C

(25)

9

Gambar 5 Tipe spora. (A) monolet, (B) Trilet.

Kunci Identifikasi Tumbuhan Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS, Bogor

1 a Memiliki daun lateral dan daun median, mikrofil ... Selaginellaceae b Tidak memiliki daun lateral dan daun median, megafil 2

2 a Frond tunggal ... Oleandraceae b Frond majemuk pinnate, bipinnate, tripinnate ... 3

3 a Panjang frond lebih besar dari 1 m ... .. 4 b Panjang frond mencapai 1m ... 7

4 a Percabangan pinna dikotom ... Gleicheniaceae b Percabangan pinna alternate-opposite ... 5

5 a Pertulangan daun pada pinna dikotom ... Cyatheaceae b Pertulangan daun pada pinna menyirip ... 6

6 a Bangun lamina memanjang ... Dennstaedtiaceae b Bangun lamina segitiga ... Pteridaceae 7 a Stipe dan rachis bersisik ... Nephrolepidaceae b Stipe dan rachis gundul ... 8

8 a Stipe tidak beralur ... Polypodiaceae b Stipe beralur ... 9

9 a Rachis beralur dalam ... Athyriaceae b Rachis beralur dangkal ... 10

10 a Bangun lamina segitiga ... 11 b Bangun lamina memanjang ... 12

11 a Pangkal pinna menyatu (pinnatifid) ... Aspidiaceae b Pangkal pinna tidak menyatu ... Thelypteridaceae 12 a Pangkal pinna acute, merambat ... Schizaeaceae b Pangkal pinna entire-truncate, tegak ... 13

(26)

10

13 a Permukaan adaksial pinna pilose ... Tectariaceae b Permukaan adaksial pinna glabrous ... 14

14 a Sori linear, spora trilet, tidak dilindungi oleh perispor .. Lindsaeaceae b Sori bulat, spora monolet, dilindungi oleh perispor ... Blechnaceae

Deskripsi Tumbuhan Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS, Bogor

Deskripsi tumbuhan paku terestrial yang ditemukan di jalur pendakian kawah ratu sebagai berikut:

Aspidiaceae

Frond majemuk, tripinnate, panjang mencapai 30 cm. Bangun lamina segitiga; stipe beralur dangkal; rachis beralur dangkal dan sempit hingga bagian apikal. Pinna pinnatifid, pangkal oblique, ujung acute, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

1 a stipe dan rachis coklat kehitaman, tepi pinna serrate... D. cochleata b stipe dan rachis kuning kecoklatan, tepi pinna crenate... A. hesseltii Dryopteris cochleata C.Chr (Andrews 1990: 26) (Gambar 6)

Frond majemuk, tripinnate, panjang mencapai 30 cm. Bangun lamina segitiga; stipe beralur dangkal, coklat kehitaman; rachis beralur dangkal dan sempit hingga bagian apikal, coklat kehitaman; pinna pinnatifid, alternate; pinnula oblong, pangkal oblique, ujung acute, tepi serrate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

Gambar 6 Dryopteris cochleata. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula. Arachnioides hasseltii (Andrews 1990: 20) (Gambar 7)

Frond majemuk, tripinnate, panjang mencapai 30 cm. Bangun lamina segitiga; stipe beralur dangkal dan sempit di bagian atas, kuning kecoklatan, berambut; rachis beralur dangkal dan sempit hingga bagian apikal, kuning kecoklatan, glabrous; pinna apikal pinnatifid; pangkal oblique, ujung acute, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

(27)

11

Gambar 7 Arachnioides hasseltii. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula, (C) rambut.

Athyriaceae

Frond majemuk; stipe beralur dalam; rachis beralur dalam, coklat, glabrous; pertulangan menyirip.

1 a Bangun lamina membundar... D. bantamanse b Bangun lamina segitiga... 2

2 a Pinna pinnatifid, permukaan adaksial pinna pilose... D. petersenii b Pinna linear, permukaan adaksial pinna glabrous... D. cordifolium Deparia petersenii (Kunzu) M.Kato (Andrews 1990: 389) (Gambar 8)

Frond majemuk, bipinnate, panjang mencapai 35 cm. Bangun lamina segitiga; stipe beralur dalam, coklat, berambut; rachis beralur dalam dan sempit di bagian apikal, coklat, glabrous; pinna pinnatifid; pangkal truncate, ujung acute, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial glabrous dan adaksial pilose. Pinna fertil dan steril memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Sori linear, menempel pada bagian abaksial dekat costule, dilindungi oleh indusium sejati, bentuk setengah lingkaran. Spora monolet, coklat, tidak dilapisi oleh perispor.

Gambar 8 Deparia petersenii. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sori, (D) spora.

A C

B

B A

(28)

12

Diplazium bantamanse (Piggott 1988: 305) (Gambar 9)

Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 13 cm. Bangun lamina membundar; stipe beralur dalam, coklat kehitaman, glabrous; rachis beralur dalam, coklat, glabrous; pinna linear; pangkal oblique, ujung acuminate, tepi entire, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

Gambar 9 Diplazium bantamanse.(A) Perawakan, (B) pinna. Diplazium cordifolium (Piggott 1988: 293) (Gambar 10)

Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 18 cm. Bangun lamina segitiga, stipe beralur dalam, coklat, glabrous; rachis berlaur dalam, coklat, glabrous; pinna lanset, pangkal truncate, ujung acute, tepi entire, pertulangan dikotom, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

Gambar 10 Diplazium cordifolium. (A) perawakan, (B) pinna. Blechnaceae

Blechnum orientale L. (Piggott 1988: 400) (Gambar 11)

Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 25 cm. Bangun lamina memanjang; stipe beralur dangkal, kuning kecoklatan; rachis beralur dangkal dan sempit di bagian apikal, kuning kecoklatan, berambut; pinna linear, pangkal truncate, ujung acuminate, tepi entire, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous. Pinna fertil dan steril dengan bentuk sama. Sori bulat, bergerombol, menempel pada bagian tepi abaksial pinna, tidak dilindungi oleh indusium. Spora monolet, putih, dilindungi oleh perispor.

B A

(29)

13

As cacvds vkmvkvqemvkewmvwemvew

Gambar 11 Blechnum Orientale. (A) Perawakan, (B) rambut, (C) sori, (D) spora. Cyatheaceae

Cyathea squamulata (BI.) Copel (piggot 1988: 102) (Gambar 12)

Pohon. Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 1,5 m, stipe coklat kehitaman, pangkal berambut, berwarna perak, rachis coklat, berambut. Pinna alternate, pinnatifid; pangkal truncate, ujung rounded, tepi entire, pertulangan daun dikotom, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

Gambar 12 Cyathea squamulata. (A) perawakan, (B) rambut. Dennstaedtiaceae

Frond majemuk. Bangun lamina segitiga; pertulangan menyirip. 1 a Frond majemuk bipinnate... 2

b Frond majemuk tripinnate... 3

2 a Pinnula elliptical, ujung obtuse, tepi serrate... Dennstaedtia Sp. b Pinnula oblong, ujung rounded, tepi entire... H.insica

3 a Rachis glabrous, tepi pinna entire... H. alpino b Rachis pilose, tepi pinna crenate... H. neocaledonia Dennstaedtia Sp. (Gambar 13)

Frond majemuk, bipinnate, panjang mencapai 1,2 m. Bangun lamina segitiga; stipe silindris, coklat kehitaman, berambut; rachis silindris dan beralur dangkal, coklat kehitaman, pilose; pinna opposite, pinnatifid; pinnula elliptical, pangkal rounded, ujung obtuse, tepi serrate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

B

C D

A

(30)

14

Gambar 13 Dennstaedtia sp. (A) Perawakan, (B) pinna dan pinnula, (C) rambut. Histiopteris insica J.Sm. (Andrews 1990: 123) (Gambar 14)

Frond majemuk, bipinnate, panjang mencapai 1 m. Bangun lamina segitiga; stipe persegi, mengkilap, hijau pucat; pinna opposite, pinnatifid; pinnula oblong, pangkal rounded, ujung rounded, tepi entire, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

Gambar 14 Histiopteris insica. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula. Hypolepis alpino (Andrews 1990: 126) (Gambar 15)

Frond majemuk, tripinnate, panjang mencapai 1,3 m. Bangun lamina segitiga; stipe kuning kecoklatan; rachis beralur dangkal dan sempit hingga bagian apikal, kuning kecoklatan, glabrous; pinna apikal pinnatifid, alternate; pinnula oblong, pangkal truncate, ujung rounded, tepi entire, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous. Sori menempel pada bagian abaksial dekat costule, dilindungi oleh indusium bentuk lingkaran. Spora monolet, dilapisi perispor.

A C

B

(31)

15

Gambar 15 Hypolepis alpino.(A) perawakan, (B) sori, (C) spora. Hypolepis neocaledonia (Andrews 1990: 128) (Gambar 16)

Frond majemuk, tripinnate, panjang mencapai 120 cm. Bangun lamina segitiga; stipe coklat kehitaman; rachis beralur dangkal dan sempit hingga bagian apikal, kuning kecoklatan, pilose; pinna apikal pinnatifid, alternate; pinnula oblong, pangkal truncate, ujung rounded, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

Gambar 16 Hypolepis neocaledonia. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula.

Gleicheniaceae

Frond tegak, tinggi mencapai 1,5 m; stipe dan rachis kuning kecoklatan; pinnatifid, pangkal percabangan dilindungi oleh stipula; pangkal truncate, tepi entire.

1 a Permukaan abaksial pilose... D. linearis b Permukaan abaksial glabrous... 2

2 a Ujung pinna emarginate, pertulangan bercabang dikotom... G. leavigata b Ujung pinna acute, pertulangan menyirip... G. longissima Dicranopteris linearis (Burm.) Clarke. (Piggott 1988: 55) (Gambar 17)

Frond tegak, bercabang dikotom beberapa kali, tinggi mencapai 1,5 m; stipe dan rachis kuning kecoklatan, pinna, pinnatifid, pangkal percabangan dilindungi oleh 2 helai stipula; pinnula oblong, pangkal truncate, ujung emarginate, tepi entire, pertulangan dikotom, permukaan abaksial pilose, adaksial glabrous; pinna fertil dan steril memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Sori melekat pada cabang tulang daun dekat costule bagian abaksial, tersusun atas 6-13

C B

A

(32)

16

sporangia per sorus, tidak dilindungi indusium. Spora monolet, berwarna putih, tidak dilapisi perispor.

Gambar 17 Dicranopteris linearis. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sori, (D) spora.

Gleichenia laevigata Hook. (Piggott 1988: 51) (Gambar 18)

Frond tegak, dikotom beberapa kali, tinggi mencapai 1,5 m; stipe dan rachis kuning kecoklatan, kedua sisi rachis terdapat pinna mulai cabang kedua; pinna pinnatifid, pangkal percabangan dilindungi oleh stipula; oblong, pangkal truncate, ujung emarginate, tepi entire, pertulangan bercabang dikotom, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

Gambar 18 Perawakan Gleichenia Laevigata Gleichenia longissima BI. (Pinggott 1988: 48) (Gambar 19)

Frond tegak, bercabang dikotom satu kali, tinggi mencapai 1,5 m; stipe dan rachis kuning kecoklatan; pinnatifid, pangkal percabangan dilindungi oleh stipula; pinnula conical, pangkal truncate, ujung acute, tepi entire, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

Gambar 19 Gleichenia longissoma. (A) perawakan, (B) stipula. B

A

D C

(33)

17

Lindsaeaceae

Lindsaea repens (Bory) THw. (Piggott 1988: 251) (Gambar 20)

Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 50 cm. Bangun lamina memanjang; stipe persegi beralur dangkal, kuning kecoklatan; rachis persegi beralur dangkal, kuning kecoklatan; pinna alternate, pangkal entire, ujung obtuse, tepi berlobus kecil, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous, pinna fertil dan steril memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Sori linear pada lobus, bentuk bulat dilindungi indusium berbentuk lembaran. Spora trilet, kuning kecoklatan, tidak dilapisi perispor.

Gambar 20 Lindsaea repens. (A) Perawakan, (B) pinna, (C) sori, (D) spora. Nephrolepidaceae

Frond majemuk, pinnate; bersisik; pinna alternate; ujung acuminate, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

1 a Bangun lamina segitiga, pangkal pinna oblique... N. bisserrata b Bangun lamina memanjang, pangkal pinna truncate... N. cordifolia Nephrolepis bisserrata (Piggott 1988: 377) (Gambar 21)

Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 1 m. Bangun lamina segitiga; stipe dan rachis kuning kecoklatan, bersisik; pinna alternate, pangkal oblique, ujung acuminate, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous. Hydatoda pada ujung costa.

D C

(34)

18

Gambar 21 Nephrolepis bisserrata. (A) perawakan, (B) sisik, (C) hydatoda. Nephrolepis cordifolia Pr. (Piggott 1988: 375) (Gambar 22)

Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 42 cm. Bangun lamina memanjang; stipe dan rachis coklat, bersisik; pinna alternate; pangkal truncate, ujung acuminate, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous. Sori menempel pada bagian tepi abaksial. Spora monolet, kuning, tidak dilindungi perispor.

Gambar 22 Nephrolepis cordifolia. (A) perawakan, (B) sisik, (C) sori, (D) spora. Oleandraceae

Oleandra musifolia (Piggot 1988: 383) (Gambar 23)

Frond tunggal, panjang mencapai 10,5 cm. Bangun lamina lanset memanjang; stipe coklat, berambut; pinna equitant, pangkal acute, ujung acuminate, tepi entire, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

C B

A

D B

(35)

19

Gambar 23 Oleandra musifolia. (A) perawakan, (B) rambut. Polypodiaceae

Goniophlebium persicifolium (Desv.) Bedd (Piggott 1988: 155) (Gambar 24) Frond majemuk, pinnate, berambut, panjang mencapai 1 m. Bangun lamina memanjang; stipe silindris, kuning kecoklatan; rachis silindris, kuning kecoklatan; pinna fertil dan steril memiliki bentuk dan ukuran yang sama, alternate, pangkal acuminate, ujung acuminate, tepi serrate, pertulangan menyirip, pemukaan abaksial dan adaksial glabrous. Sori menempel pada tulang daun sekunder, tidak dilindungi indusium. Spora monolet, berwarna kuning, dilindungi oleh perispor.

Gambar 24 Goniophlebium persicifolium. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sorus, (D) spora.

Pteridaceae

Pteris mertensoides Willd. (Piggott 1988: 227) (Gambar 25)

Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 2m. Lamina memanjang; stipe persegi dan beralur dangkal, kuning kecoklatan; rachis beralur dangkal dan sempit hingga bagian apikal, kuning kecoklatan; pinna alternate, pinnatifid, pangkal truncate, ujung acute, tepi entire, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

Gambar 25 Perawakan Pteris mertensoides B

A

D C

(36)

20

Schizaeceae

Lygodium circinnatum (Burm.) Sw. (Piggott 1988: 38) (Gambar 26)

Tanaman menjalar. Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 7 cm. Bangun lamina memanjang; stipe dan rachis persegi beralur dangkal, kuning kecoklatan; pinna opposite, bercabang 2-3; pinna lanset, pangkal acute, ujung acute, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

Gambar 26 Perawakan Lygodium circinatum Selaginellaceae

Selaginella opaca (Andrews 1990: 325) (Gambar 27)

Rhizome menjalar mencapai 20 cm. Perawakan menjalar. Percabangan batang dikotom. Daun lateral bentuk lanset, pangkal truncate, ujung acute, tepi entire; daun median bentuk ovate, pangkal truncate, ujung acuminate, tepi serrate. Spora tidak ditemukan.

Gambar 27 Selaginella opaca. (A) perawakan, (B) permukaan abaksial daun. Tectariaceae

Tectaria dissecta Ching. (Andrews 1990: 46) (Gambar 28)

Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 32 cm. Bangun lamina memanjang, stipe persegi beralur dangkal, hijau kecoklatan, berambut; rachis beralur dangkal dan sempit hingga bagian apikal, hijau kecoklatan; pinna alternate; pangkal truncate, ujung acuminate, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial glabrous, adaksial pilose. Spora tidak ditemukan.

(37)

21

Gambar 28 Tectaria dissecta. (A) perawakan, (B) pinna, (C) rambut. Thelypteridaceae

Frond majemuk, pinnate, bangun lamina segitiga; stipe beralur dangkal. 1 a Tepi pinna serrate... M. crassifolium b Tepi pinna crenate... 2

2 a Permukaan adaksial glabrous... C. dentata b Permukaan adaksial stigrose... A. opulentum Amphineuron opulentum (Koulf.) Holtt. (Andrews 1990: 351) (Gambar 29)

Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 30,5 cm. Bangun lamina segitiga; stipe beralur dangkal, hijau kecoklatan, berambut; rachis beralur dangkal, sempit pada bagian apikal; pinna alternate, pangkal truncate, ujung acuminate, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial glabrous, adaksial stigrose. Sori menempel pada bagian abaksial di dekat tulang daun sekunder, bulat, dilindungi oleh indusium. Spora monolet, putih, tidak dilindungi oleh perispor.

Gambar 29 Amphineuron opulentum. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sori, (D) spora.

C B

A

D C

(38)

22

Christella dentata (Andrews 1990: 354) (Gambar 30)

Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 46 cm. Bangun lamina segitiga; stipe silindris, beralur dangkal, hijau kecoklatan; rachis silindris, beralur dangkal, hijau kecoklatan; pinna alternate, pinnatifid, pangkal truncate, ujung acuminate, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous. Pinna fertil dan steril dengan bentuk dan ukuran sama. Sori menempel pada ujung pinnula bagian abaksial, bulat, dilindungi indusium. Spora monolet, coklat, tidak dilindungi oleh perispor.

Gambar 30 Christella dentate. (A) perawakan, (B) sori, (C) spora. Mesophlebion crassifolium (Piggott 1998: 190) (Gambar 31)

Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 38 cm. Bangun lamina segitiga; stipe silindris, beralur dangkal, hijau kecoklatan, berambut; rachis silindris, beralur dangkal, sempit hingga bagian apikal, hijau kecoklatan; pinna alternate, pinnatifid, pangkal oblique, ujung acuminate, tepi serrate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous. Sori menempel pada tulang daun sekunder, bulat, tidak dilindungi indusium. Spora monolet, warna kuning, tidak dilindungi perispor.

Gambar 31 Mesophlebion crossifolium. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sori, (D) spora.

C B

A

A

D C

(39)

23

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Paku terestrial di kawasan jalur pendakian kawah ratu ditemukan sebanyak 26 jenis yang termasuk dalam 15 famili. Famili yang paling banyak ditemukan yaitu Dennstaedtiaceae dengan 4 spesies. Jenis paku terestrial yang sering ditemukan adalah Pteris mertensioides dan Christella dentata yang ditemukan di empat lokasi yang berbeda. Kedua spesies ini dapat hidup pada habitat terbuka dan ternaungi. Pada lokasi HM 52- 56 ditemukan sebanyak 4 spesies, dua spesies tumbuhan paku terestrial yang tumbuh di lokasi ini tidak ditemukan di lokasi lain, yaitu Oleandra musifolia dan Arachnioides haseltii.

Saran

Tumbuhan paku memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan menjadi bahan obat, bahan makanan, dan tanaman hias. Perlu dilakukan eksplorasi yang lebih luas di kawasan Gunung Bunder melalui jalur lain, sehingga dapat melengkapi data keanekaragaman tumbuhan paku yang terdapat di kawasan Gunung Bunder.

DAFTAR PUSTAKA

Andrews SB. 1990. Fern of Queensland. Brisbane (AU): Queensland Departement of Primary Industries.

Hartini S. 2011. Tumbuhan Paku di Beberapa Kawasan Hutan Taman Nasional Kepulauan Togean dan Upaya Kenservasinya di Kebun Raya Bogor. Berk. Penelitian. Hayati Edisi Khusus.7A: 35-40.

Holttum RE. 1966. A Revised Flora of Malaya Volume II. Singapore (SG): Goverment Printing office.

Katili AS. 2014. Deskripsi Pola Penyebaran dan Faktor Bioekologis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub Kawasan Kabupaten Bolaang Mangondow Timur [Skripsi]. Gorontalo (ID): Universitas Negeri Gorontalo.

Kinho J. 2009. Mengenal Beberapa Jenis Tumbuhan Paku di Kawasan Hutan Pahaye Taman Nasional Aketajawe Lolobata Maluku Utara. Manado (ID): Balai Penelitian Kehutanan Manado.

(40)

24

Piggott CJ. 1998. Ferns of Malaysia In Colour. Kuala Lumpur (MY): Tropical Press SDN, BHD.

Purnawati U, Masnur T, Irwan L. 2014. Eksplorasi Paku-Pakuan (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Mandor Kabupaten Landak. J Protobiont. 3(2): 155-156.

Rahmawati S. 2014. Tumbuhan Bawah dan Potensi Jenis Invasif di Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Raven PH, Evert RF, Eichom SE. 1992. Biology of Plant. Ed ke-5. New York (US): Worth Publisher. p 318.

Rismunandar, Ekowati M. 1991. Tanaman Hias Paku-Pakuan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Sastrapadja S. 1979. Jenis Paku Indonesia. Bogor (ID): Lembaga Biologi Nasional-LIPI.

Sastrapadja S, Afriastini J. 1985. Kerabat Paku. Bogor (ID): Lembaga Biologi Nasional-LIPI.

Sujalu AP. 2007. Identifikasi kenekaragaman paku-pakuan (Pteridophyta) epifit pada hutan bekas tebangan di hutan penelitian Malinau CIFOR Seturan. Media Konservasi 12(1): 38-48.

Tjitrosoepomo G. 1991. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

Tjitrosoepomo G. 1998. Taksonomi Umum. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

[TNGHS] Taman Nasional Gunung Halimun Salak (ID). 2013. Keanekaragaman hayati dan sejarah kawasan [diunduh 2015 Sept 30]. Tersedia pada http://halimunsalak.org/tentang-kami/sejarah-kawasan/.

(41)

25

LAMPIRAN

Lampiran 1 Persebaran paku terestrial di jalur pendakian kawah ratu No

Koleksi

Spesies Lokasi

1 2 3 4 5 6 7

SL001 Histiopteris insica J.Sm. V SL002 Oleandra musifolia V SL003 Arachnioides hasseltii V SL004 Goniophlebium persicifolium

(Desv.) Bedd.

V V

SL006 Diplazium cordifolium BI. V V

SL007 Lygodium circinnatum V

SL008 Pteris mertensioides V V V V

SL009 Cyathea squamulata (BI.) Copel

V V

SL010 Amphineuron opulentum (Koulf.) Holtt.

V SL011 Lindsaea repens (Bory)

THw.

V V V

SL012 Nephrolepis bisserrata V

SL013 Dennstaedtia sp. V

SL014 Deparia petersenii (Kunzu) M.Kato

V V

SL015 Dicranopteris linearis (Burm.)

V

SL016 Hypolepis alpino V

SL018 Gleichenia longissima BI. V

SL019 Mesophlebion crossifolium V

SL021 Dryopteris cochleata C.Chr V

SL022 Blechnum orientale L. V

SL023 Hypolepis neocaledonia V

SL024 Christella dentata (Forks) V V V V

SL025 Nephrolepis cordifolia Pr. V

SL026 Diplazium bantamanse Bl. V

SL027 Tectaria dissecta Ching. V V

SL028 Gleichenia laevigata Hook. V

SL029 Selaginella opaca Warb. V

Keterangan : 1. HM 52-HM 56 (terbuka), 2. HM 57-HM 61 (ternaungi), 3. HM 62-HM 66

(42)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Batusangkar, Sumatra Barat pada tanggal 8 Mei 1993. Penulis merupakan anak pertama dua bersaudara dari pasangan Ayah bernama Dasril Muhammad dan Ibu bernama Irma Suryani. Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis dimulai dari TK Dharma Bunda Rao-Rao pada tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan di SDN 14 Sungai Tarab pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2005. Penulis selanjutnya menempuh jenjang pendidikan di SMP Islam Babussalam Riau dan lulus pada tahun 2008. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Islam Nurul Fikri Boarding School Banten dan lulus pada tahun 2011. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2011.

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif sebagai asisten praktikum Agama Islam selama 1 semester dan asisten praktikum Fisiologi Tumbuhan selama 1 semester. Penulis aktif pada berbagai kegiatan di Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO) pada dua periode kepengurusan tahun 2012-2013 dan 2013/2014 dalam divisi Observasi Wahana Alam (OWA). Pada kepengurusan tahun 2013/2014 penulis diamanahkan sebagai ketua HIMABIO. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan di tingkat departemen dan fakultas, misalnya menjadi ketua pelaksana Kajian Cendekia Berwawasan pada tahun 2013, dan wakil ketua pelaksana Masa Perkenalan Departemen Biologi pada tahun 2013.

Gambar

Tabel 1 Data paku terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder,   TNGHS, Bogor
Tabel 2 Rata-rata iklim mikro di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder,
Gambar 2 Keanekaragaman karakter vegetatif tumbuhan paku terestrial.
Gambar 3 Variasi bentuk sorus yang memiliki indusium. (A) lembaran, (B)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan MacKinnon et al (1990), taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai alam yang menonjol

Perubahan Sistem Pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Akibat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Perluasan kawasan TNGHS merupakan hal yang

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan aktivitas kawah ratu terhadap keanekaragaman jenis mamalia di TNGHS, keanekaragaman jenis mamalia di TNGHS, serta

Jenis anggrek TNGHS yang dipertelakan oleh Mahyar dan Sadili (2007) sebanyak 236 jenis dari 67 marga dengan 47 jenis endemik namun sebaran, potensi dan pemanfaatan

Jenis anggrek TNGHS yang ada perlu dikembangkan dengan mengikuti kaidah- kaidah konservasi yang benar dan baku, sehingga tindakan tersebut dapat

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan aktivitas kawah ratu terhadap keanekaragaman jenis mamalia di TNGHS, keanekaragaman jenis mamalia di TNGHS, serta

Key words: Javan gibbon, feeding, Halimun Salak ABSTRAK Owa jawa Hylobates moloch merupakan primata endemik Pulau Jawa.Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah salah satu habitat