• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tumbuhan Bawah dan Potensi Jenis Invasif di Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tumbuhan Bawah dan Potensi Jenis Invasif di Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

TUMBUHAN BAWAH DAN POTENSI JENIS INVASIF DI

GUNUNG BUNDER TAMAN NASIONAL GUNUNG

HALIMUN SALAK (TNGHS)BOGOR

SOLECHA RAHMAWATI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tumbuhan Bawah dan Potensi Jenis Invasif di Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014 Solecha Rahmawati NIM G34100039

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

(4)

iv

ABSTRAK

SOLECHA RAHMAWATI. Tumbuhan Bawah dan Potensi Jenis Invasif di Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor. Dibimbing oleh SULISTIJORINI dan HADISUNARSO.

Desa Gunung Bunder merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak wilayah II Bogor yang sebagian wilayahnya digunakan sebagai tempat wisata dan penyadapan getah pinus. Kedua aktivitas tersebut membentuk gangguan dan memudahkan penyebaran tumbuhan yang berpotensi menjadi invasif.Tumbuhan invasif dapat menyebabkan hilangnya jenis lokal dan kerusakan ekosistem alami terutama tumbuhan bawah.Penelitian bertujuan untuk menghitung keanekaragaman dan komposisi tumbuhan bawah antar blok pengamatan sertamenganalisis adanya potensi tumbuhan bawah invasif. Terdapat tiga blokpengamatanyaitu blok Nomer Satu, Sinar Miring, dan HM 75. Pada masing-masing blok dibuat sepuluh pasang subplot berhadapan di sisi jalur pendakian, kemudian dilakukan pengambilan data lapang. Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan indeks nilai penting (INP), keragaman (H’), kemerataan (E), indeks similaritas (IS), dan indeks Morisita. Tumbuhan bawah yang ditemukan ada 52 jenis dengan keanekaragaman tertinggi pada blok Sinar Miring yaitu 29 jenis dengan dominansi paku-pakuan (13 jenis).Terdapat empat jenis jenis yang berpotensi menjadi invasif, yaitu Digitaria ciliaris, Panicum dichotomiflorum, Clidemia hirta, dan Setaria verticillata.Clidemia hirtaadalah semak yang ditemukan di seluruh blok pengamatan yang memiliki potensi invasif tertinggi dengan INP rata-rata 33.2%.

Kata kunci: tumbuhan bawah, potensi invasif, Gunung Bunder

ABSTRACT

SOLECHA RAHMAWATI. Ground Cover Plants and Invasive Species Potential in Gunung Bunder Mount Halimun Salak National Park Bogor. Supervised by SULISTIJORINI and HADISUNARSO.

(5)

v

four ground plant grow in clump and disperse randomly. Shrub Clidemia hirta was found in all blok with highest invasiveness potential by average IVI 33.2%. Key words: ground cover plant, invasive potential, Gunung Bunder

(6)
(7)

vii

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

TUMBUHAN BAWAH DAN POTENSI JENIS INVASIF DI

GUNUNG BUNDER TAMAN NASIONAL GUNUNG

HALIMUN SALAK (TNGHS) BOGOR

SOLECHA RAHMAWATI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

ix

Judul Skripsi :Tumbuhan Bawah dan Potensi Jenis Invasif di Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor Nama :Solecha Rahmawati

NIM :G34100039

Disetujui oleh

Dr Ir Sulistijorini. MSi Pembimbing I

Ir Hadisunarso. MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana. MSi Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(10)

x

PRAKATA

Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kelapangan dan kemudahan-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini adalah kondisi diversitas lokal, dengan judul Tumbuhan Bawah dan Potensi Jenis Invasif di Gunung Bunder Taman Nasional Gunung HalimunSalak (TNGHS) Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Sulistijorini dan Bapak Ir. Hadisunarso M.Si selaku pembimbing, serta kepada Dr. Ir. RR. Dyah Perwitasari M.Sc selaku dosen penguji. Selain itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Abah, Bapak Ujang, dan seluruh staf Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan kebahagiaan dan terima kasih disampaikan kepada keluarga, orang tersayang, sahabat dan teman atas semua dukungan, doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

xi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Metode Analisis Vegetasi 2

Identifikasi Jenis 2

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi Umum 4

Komposisi, Keanekaragaman, dan Kemerataan Jenis 6

Dominansi Jenis 8

Kesamaan Komposisi Jenis antar Blok 9

Potensi Jenis Invasif 10

SIMPULAN 12

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

(12)

xii

DAFTAR TABEL

1 Kondisi lingkungan pada blok Nomer Satu, Sinar Miring, dan HM 75 4 2 Keragaman dan kemerataan jenis pada blok Nomer Satu, Sinar Miring,

dan HM 75

7 3 Persentasi kesamaan komposisi jenis antar ketiga blok pengamatan

berdasarkan indeks similaritas (IS)

9

DAFTAR GAMBAR

1 Sketsa bentuk plot vegetasi 2

2 Blok pengamatan a. Nomer Satu; b. Sinar Miring; c. HM 75 5

3 Denah blok pengamatan terhadap desa sekitar 5

4 Komposisi vegetasi tumbuhan bawah blok Sinar Miring, HM 75, dan

Nomer Satu 6

5 Kelimpahan (INP) jenis tumbuhan bawah blok Nomer Satu, Sinar

Miring,dan HM 75 8

6 Digitaria ciliaris 10

7 Panicum dichotomiflorum 11

8 Clidemia hirta 12

9 Setaria verticillata 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jenis tumbuhan bawah di blok Nomer Satu, Sinar Miring, dan HM 75 15

2 Hasil analisis vegetasi masing-masing blok 17

3 Kelimpahan (INP) jenis dari blok Nomer Satu, Sinar Miring, dan

HM 75 19

(13)

1

PENDAHULUAN

Gunung Bunder adalah desa yang terletak di Utara kaki Gunung Salak dan termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) wilayah II Bogor. Desa Gunung Bunder memiliki tingkat aktivitas manusia yang relatif tinggi, karena sebagian wilayahnya digunakan sebagai tempat wisata, penyadapan getah pinus, dan tempat warga mengambil ranting untuk kayu bakar sebab letaknya cukup dekat dengan pemukiman warga (±1.5 km). Aktivitas manusia tersebut membantu persebaran jenis tumbuhan dengan terbawanya biji tumbuhan dari luar maupun dalam kawasan taman nasional, sehingga dapat tersebar di kawasan Gunung Bunder. Penyebaran biji yang didukung terganggunya kondisi hutan dengan dibuatnya jalur-jalur jalan di antara vegetasi tanaman, dapat memudahkan tumbuhan baru untuk tumbuh dan mendominasi ekosistem kemudian menjadi invasif. Tumbuhan invasif merupakan tumbuhan yang tumbuh dengan cepat dan agresif, serta memiliki penyebaran luas sehingga mampu menggantikan kedudukan jenis lain (DCNR 2014). Jenis tumbuhan invasif dapat berasal dari tumbuhan asli maupun tumbuhan asing (alien). Tumbuhan asli adalah tumbuhan yang menduduki suatu ekosistem secara alami tanpa campur tangan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan tumbuhan asing (alien) adalah tumbuhan yang menduduki suatu ekosistem dengan campur tangan manusia (USNA 2006).

Jenis tumbuhan invasif di Indonesia berjumlah 339 jenis dengan dominasi jenis tumbuhan bawah dari suku Poaceae, Asteraceae dan Cyperaceae (Tjitrosoedirdjo 2005), sedangkan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Cikaniki, Cisarua, dan Salak) tercatat 17 tumbuhan invasif dengan dominasi Eupatorium inulifolium (Asteraceae) dan Clidemia hirta (Melastomataceae) (Kudo et al. 2011). Tumbuhan invasif berdampak pada hilangnya jenis lokal dan perubahan bentuk ekosistem secara permanen karena tidak dapat kembali ke kondisi awalnya setelah adanya invasi (Tjitrosoedirjo 2010). Habitus sebagian besar tumbuhan invasif adalah rumput, semak, dan herba yang tergolong dalam tumbuhan bawah.

Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan yang tumbuh pada lantai hutan dan berada pada lapisan terbawah stratifikasi tajuk, serta memiliki fungsi untuk melindungi tanah dari erosi, menambah bahan organik tanah, dan relung kehidupan bagi serangga dan hewan (Mataji 2010). Selain fungsi tersebut, keanekaragaman tumbuhan bawah dapat digunakan sebagai salah satu indikator tingkat gangguan ekosistem (Standovar et al. 2006). Gunung Bunder baru masuk wilayah taman nasional sejak tahun 2003 dan sebelum tahun tersebut warga leluasa masuk wilayah hutan, kondisi ini membuat daerah Gunung Salak terutama Gunung Bunder memiliki gangguan lebih tinggi daripada kawasan Halimun yang menjadi taman nasional sejak 1992.

(14)

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2013 sampai Juni 2014. Data lapang diambil pada bulan November sampai Desember 2013 di Blok Nomer Satu, Sinar Miring, dan HM 75 desa Gunung Bunder, kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) wilayah II, Bogor. Pengolahan data lapang dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain: Global Positioning System (GPS), termometer tanah, meteran, tali rafia, patok, kertas koran, oven, dan kamera. Alat 4 in 1 Environment Tester digunakan untuk mengukur suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan kecepatan angin. Pengukuran keempat data tersebut dilakukan bersamaan dengan pengukuran suhu tanah (menggunakan termometer tanah) setiap 20 menit dari pukul 08.00 sampai 12.40 WIB. GPS digunakan untuk mengukur ketinggian, jarak, dan penandaan blok penelitian. Penandaan blok penelitian dilakukan satu kali di awal kawasan blok dan pada setiap subplot yang dibuat. Bahan yang digunakan yaitu berbagai jenis tanaman segar dari lapang, foto spesimen segar, dan jenis yang telah dibuat menjadi herbarium. Bahan yang diambil datanya terbatas pada tumbuhan berhabitus herba, liana, semak, perdu, dan pohon tertentu (palem).

Metode Analisis Vegetasi

Pada setiap blok dibuat satu plot, masing-masing plot terdiri atas 20 subplot yang tersusun berseling menyerupai duri ikan. Jarak antara subplot dengan jalur pendakian ialah 3 m. Ukuran subplot yaitu 2x2 m2 dengan jarak antar subplot 3 m (Gambar1). Semua jenistumbuhan yang ditemukan pada setiap subplot dicatat nilai penutupan dan jumlahnya serta dibuat herbarium berdasarkan deVogel (1987). Data penunjang yang dicatat digolongkan menjadi data iklim dan data geografi. Data iklim meliputi kelembaban udara, suhu udara, suhu tanah, kecepatan angin dan intensitas cahaya matahari. Data geografi berupa ketinggian tempat, kemiringan permukaan tanah, kondisi tanah, dan kondisi penutupan permukaan tanah.

Gambar 1 Sketsa bentuk plot analisis vegetasi setiap blok

Identifikasi Jenis

Jenisdiidentifikasi berdasarkan herbarium, foto, serta catatan di lapang dan diidentifikasi dengan menggunakan buku kunci identifikasi: Soerjani et al. (1987), Backer dan Brink (1968), Piggott (1988), Steenis (1959), Steenis et al. (1972),

Gambar 1 Sketsa bentuk plot vegetasi

2 m 3 m

(15)

3

Sabara (2011), Lestari dan Kencana (2008), IBG et al. (1998), Suhono et al. (2009).

Analisis Data

Kelimpahan dan kedudukan IAS terhadap tanaman lokal dilihat dari tiga nilai yaitu Frekuensi (F), Kerapatan (K), dan Dominansi (D). Ketiga nilai ini dihitung nilai relatifnya dan dijumlahkan untuk mendapat Indeks Nilai Penting (INP).

Frekuensi = Jumlah plot ditemukan jenis �

Σ Seluruh plot yang digunakan× 100%

FrekuensiRelatif = Frekuensi jenis �

Keragaman jenis dihitung dengan Indeks Keragaman Shannon-Wiener (H’) yang diacu dariKrebs (2014). Keragaman yang tinggi akan ditunjukkan dengan nilai lebih dari 3 sedangkan nilaikurang dari 1 menunjukkan keragaman rendah.

=−��� �� �� �� ���=�� � Keterangan :

H’ = Indeks Keragaman Shannon ni = Jumlah INP jenis i

N = Jumlah INP seluruh jenis

Tingkat kemerataan jenis tumbuhan dihitung dengan Indeks Evenness yang menunjukkan penyebaran individudi dalam jenis. Penyebaran yang tinggi ditunjukkan dengan nilai mendekati satu.

= ′

��

Keterangan :

E = Indeks Evenness

(16)

4

Kesamaan jenis antar komunitas yang diteliti dapat dihitung dengan Indeks Kesamaan atau Index of Similarity (IS) yang ditunjukkan dalam persen. Semakin besar persentase maka semakin banyak kesamaan jenis yang ditemukan

= 2

Jenis invasif yang ditemukan dilihat jenis persebarannya menggunakan Indeks Morisita (I�). Indeks morisita membagi persebaran menjadi tiga tipe yaitumerata (I=0), mengelompok (I= n), dan acak (I=1). Distribusi sampling diketahui dengan membandingkan x2hitung dari I� dengan nilai x2tabel (Morisita 1959).

� =� � �²− � � � � ²− � �

Keterangan :

n = Jumlah petak ukur

Σxi² = Jumlah kuadrat total individu jenis pada suatu komunitas Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dan termasuk wilayah hutan hujan pegunungan bawah dengan ketinggian antara 1058 sampai 1204 m dpl. Wilayah TNGHS memiliki curah hujan tahunan 4000 sampai 6000 mm dan waktu kering kurang dari 3 bulan di pertengahan tahun (TNGHS 2013). Kisaran suhu udara pada saat pengamatan antara 21.6°C sampai 28.6°C dengan kelembaban udara 63.3% sampai 97.3% (Tabel 1).

Tabel 1 Kondisi lingkungan pada blok Nomer Satu, Sinar Miring, dan HM 75 Parameter Lingkungan Lokasi Penelitian

(17)

5

Blok yang digunakan sebagai plot pengamatan tersusun dari zona pemanfaatan dan zona inti. Zona pemanfaatan yaitu Blok Nomer Satu (Gambar 2a), sedangkan zona inti terdiri atas Blok Sinar Miring (Gambar 2b) dan HM 75 (Gambar 2c). Blok Nomer Satu terletak 1.5 km dari kantor TNGHS wilayah II, sedangkan blok Sinar Miring terletak 0.9 dari blok Nomer Satu dan blok HM 75 terletak 0.85 km dari blok Sinar Miring (Gambar 3). Kontur lahan zona pemanfaatan relatif datar dengan kemiringan antara 5 sampai 10°. Zona inti di Sinar Miring memiliki tebing dan tanah miring atau bergelombang dengan kemiringan hingga 30°, sedangkan zona inti HM 75 bertanah datar dan agak menurun menjauhi jalur pendakian.

Gambar 2 Blok pengamatan a. Nomer Satu; b. Sinar Miring; c. HM 75

Gambar 3 Denah blok pengamatan terhadap desa sekitar Keterangan: menunjukkan jalan raya

Blok Nomer Satu merupakan vegetasi hutan pinus dengan tumbuhan bawah didominansi paku dan rumput. Sebagian besar permukaan tanah tertutup serasah tebal daun pinus dengan tanah bertekstur padat berwarna coklat kekuningan. Semak dan rumput memiliki rata-rata ketinggian di bawah 30 cm sedangkan ketinggian rata-rata paku di bawah 80 cm. Hutan pinus merupakan hutan buatan yang ditanam warga mulai tahun 1992 sampai tahun 1997 pada lahan kosong di dekat kantor TNGHS wilayah II hingga ke blok Nomer Satu. Penanaman tersebut dilakukan di sekitar kawasan hutan produksi terbatas dan hutan lindung di bawah

(18)

6

pembinaan Perum Perhutani dengan tujuan ekonomi. Hutan produksi dan hutan lindung kemudian berubah fungsi menjadi hutan konservasi dan berstatus sebagai taman nasional untuk perluasan TNGHS pada tahun 2003. Sebelum berstatus taman nasional, hutan bebas dirambah oleh warga. Warga sering mengambil kayu, herba, serta paku-pakuan di hutan untuk kayu bakar, bahan bangunan dan konsumsi. Setelah ditetapkan sebagai taman nasional, aktivitas warga menjadi terbatas karena adanya larangan pengambilan flora dan fauna.

Blok Sinar Miring terletak paling tinggi (1176 sampai 1204 m dpl) dari ketiga blok pengamatan dengan vegetasi dominan pohon puspa dan baros. Sebagian besar tumbuhan bawah berupa paku-pakuan dengan tinggi rata-rata 1.6 m. Tanah berwarna coklat, lebih gembur daripada blok Nomer Satu dengan permukaannya tertutup serasah daun dari pohon dan semak di sekitarnya. Kanopi cukup rapat sehingga intensitas cahaya matahari paling rendah yaitu 626 sampai 1972 lux. Jauhnya blok dari pemukiman dan kawasan wisata membuat aktivitas manusia paling rendah dibanding dua blok lainnya.

Blok HM 75 adalah blok yang dilewati arus sungai kecil dan dilewati jalur pendakian ke arah Kawah Ratu, sehingga kadang digunakan sebagai tempat istirahat wisatawan yang dapat mengganggu kondisi blok. Letak blok HM 75 di tepi tebing dan memiliki tanah berwarna kuning kecoklatan dengan garis-garis putih, yang menunjukkan kondisi asam karena kandungan belerang. Vegetasi di sekitar jalur pendakian berupa rumput setinggi 10 sampai 20 cm. Semakin jauh dari jalur pendakian ketinggian rumput semakin meningkat hingga 80 cm dan pada jarak 20 m mulai terlihat semak dengan ketinggian lebih dari 1.5 m sedangkan jumlah rumput mulai menurun. Pepohonan terletak setelah lapisan semak dengan komposisi jenis rasamala, pasang, dan huru. Namun ada satu pohon tumbuh di dekat aliran sungai. Tidak adanya pohon di sekitar jalur pendakian meembuat intensitas cahaya di blok ini paling tinggi yaitu 2270 sampai 19970 lux.

Komposisi, Keanekaragaman, dan Kemerataan Jenis

Tumbuhan bawah yang ditemukan dari ketiga blok pengamatan yaitu 52 jenis yang termasuk dalam 36 marga dan 24 suku (Lampiran 1). Jumlah jenis dan marga dapat menunjukkan tingkat keanekaragaman di suatu daerah. Keanekaragaman paling tinggi ditunjukkan di Blok Sinar Miring dengan 29 jenis dan 14 marga, dan keanekaragaman terendah ada di Blok Nomer Satu dengan 14 jenis dan 10 marga (Gambar 4).

(19)

7

Keanekaragaman tinggi di Sinar Miring disebabkan kondisi teduh yang terbentuk dari stratifikasi tajuk dan naungan beragam pohon. Keragaman pohon yang lebih tinggi dan stratifikasi tajuk lebih baik dibanding kedua blok lain membentuk iklim mikro di Sinar Miring lebih beragam, sehingga jenis paku-pakuan tumbuh paling banyak (14 jenis). Setiap jenis pakumembutuhkan kondisi iklim mikro berbeda untuk relung hidupnya (Singh et al. 2013), sehingga semakin beragam iklim mikro semakin meningkatkan jenis paku yang ditemukan. Kondisi teduh dengan intensitas cahaya (626 sampai 1972 lux) baik untuk pertumbuhan herba, sehingga terdapat delapan jenis herba yang ditemukan di Sinar Miring, sedangkan di blok Nomer Satu tercatat tiga jenis dan di HM 75 ada tiga jenis. Stratifikasi tajuk juga memberi ruang tumbuh bagi jenis liana seperti Scindapsus officinalis dan Smilax glauca yang tidak ditemukan di blok Nomer Satu.

Blok Nomer Satu memiliki keanekaragaman tumbuhan bawah paling rendah. Kondisi ini diduga karenapersaingan hara yang tinggi dengan pohon-pohon pinusdan tekstur tanah yang padat. Dominasi pohon-pohon pinus di seluruh lahan mengkonsumsi sebagian besar hara tanah, sehingga persediaan hara tanah semakin rendah untuk digunakan oleh tumbuhan lain. Konsumsi hara yang tinggi juga tidak sebanding denganlaju pengembalian hara ke tanah, karena laju dekomposisi serasah daun pinus yang lambat hingga 3 tahun (Hardiwinoto et al. 1994) . Kondisi tersebut membuat total tumbuhan bawah yang ditemukan hanya 14 jenis dengan sebagian jenisnya berhabitus rumput (4 jenis) dan semak (3 jenis) yang toleran terhadap kandungan hara terbatas.

Keanekaragaman juga ditunjukkan dengan nilai Indeks Shannon-Wiener (H’). Nilai 1 sampai 3 menunjukkan keragaman sedang seperti pada blok Nomer Satu (2.0) dan HM 75 (2.2) sedangkan nilai lebih dari 3 menunjukkan keragaman tinggi seperti yang ditunjukkan blok Sinar Miring dengan nilai 3.1 (Tabel 2).

Tabel 2 Keragaman dan kemerataan jenispada blokNomer Satu, Sinar Miring, dan HM 75

Indeks Shannon-Wiener dapat diekspresikan dengan penomoran Hill. Semakin dekat nilai Hill dengan jumlah jenis yang ditemukan, maka semakin setara nilai kelimpahan (INP) masing-masing jenis dalam komunitas yang menunjukkan keragaman tinggi. Blok Sinar Miring menunjukkan keragaman tertinggi dengan persentasi kedekatan N1dan H’ 74.1% yang disebabkan nilai kelimpahan masing-masing jenis yang hampir setara (Lampiran 2), sehingga tidak ada jenis dominan. Berbeda dengan kondisi HM 75 dengan jenis dominan Panicum dichotomiflorum memiliki keragaman terendah. Keragaman rendah ditunjukkan dengan nilai Hill 9.8 yang berbeda jauh dengan jumlah jenis sebenarnya yaitu 24.

(20)

8

Dominansi Jenis

Dominansi dilihat dari Indeks Nilai Penting (INP) yang menyatakan kelimpahan jenis. Semakin tinggi INP maka jenis tersebut memiliki frekuensi, kerapatan, dan jumlah individu yang tinggi di blok pengamatan. Jenis dominan dengan INP >10% di ketiga blok adalah empat jenis rumput, dua jenis paku-pakuan, dan satu jenis semak (Gambar 5). Digitaria ciliaris adalah jenis rumput dengan INP tertinggi dari semua blok dan merupakan jenis tumbuhan bawah paling tinggi nilai kelimpahannya di blok Nomer Satu dengan INP 91.3% (Lampiran 1). Rumput D. ciliaris dijumpai di seluruh blok karena mampu tumbuh pada tanah dengan kandungan hara minimum dan toleran terhadap intensitas cahaya yang tinggi (Holm et al. 1977). Rumput Panicum dichotomiflorum adalahjenis dominan di HM 75 (Lampiran 1) dan tidak ditemukan di blok lain karena membutuhkan lahan terbuka dengan sinar matahari penuh tanpa adanya naungan untuk pertumbuhannya (USDA-NRCS 2006), dan kondisi tersebut hanya dapat dipenuhi di blok HM 75.

Gambar 5 Kelimpahan (INP) jenis tumbuhan bawah blok Nomer Satu, Sinar Miring, dan HM 75. Keterangan: * menunjukkan potensi jenis invasif Setaria verticillataadalah rumput dengan INP kedua tertinggi pada blok Nomer Satu dengan nilai 51.1 % sedangkan pada blok HM 75 nilai INP rendah yaitu 2.1% (Lampiran 1). Rumput Digitaria sanguinalismemiliki INP 30.5 % pada blok Nomer Satu dan INP 6.6% pada blok HM 75. Tidak ditemukannya rumput S. verticillata dan D. sanguinalis di plot Sinar Miring kemungkinan karena kedua jenis rumput tidak tumbuh dalam subplot yang terletak cukup jauh dari jalur pendakian (3 m) melainkan tumbuh tepat di tepi jalur karena banyak terlihat rumput yang tumbuh. Penyebab lain karena intensitas cahaya rendah (626 sampai 1972 lux) dalam plot, padahal kedua jenis rumput tersebut sensitif terhadap naungan karena membutuhkan sinar matahari penuh untuk pertumbuhannya (Soerjani et al. 1987). Jenis rumput selain P. dichotomiflorum memiliki INP rendah di blok HM 75, hal ini karena rumput P. dichotomiflorum ditemukan tumbuh di seluruh blok karena mampu beradaptasi pada berbagai

(21)

9

kondisi, seperti kondisi hara rendah di blok Nomer Satu, intensitas cahaya rendah dan lembab di Sinar Miring, maupun kondisi panas karena intensitas matahari tinggi di HM 75. Clidemia hirta tumbuh mengelompok dan sering dijumpai di tepi-tepi jalur pendakian. Jenis paku dominan ada dua yaitu Cyathea latebrosa dan Nephrolepis hirsutula. Jenis Cyathea latebrosa ditemukan di seluruh blok dengan INP tertinggi pada blok Sinar Miring yaitu 42.5 % (Lampiran 1). Persebaran C. latebrosa yang luas di seluruh blok disebabkan kondisi optimum pertumbuhannya pada kondisi lembab dan dapat menoleransi intensitas cahaya tinggi. Jenis Nephrolepis hirsutula ditemukan di blok Nomer Satu serta Sinar Miring dan memiliki kelimpahan tertinggi di Sinar Miring dengan INP 19.9 %, namun paku ini tidak ditemukan di HM 75 karena tidak adanya pohon peneduh pada subplot yang diamati.

Kesamaan Komposisi Jenisantar Blok

Blok Nomer Satu, Sinar Miring, dan HM 75 memiliki komposisi jenis yang berbeda ditunjukkan oleh indeks similaritas (IS) antar blok kurang dari 30.0% (Tabel 3). Rendahnya kesamaan komposisi tumbuhan bawah disebabkan perbedaan jenis pohon yang tumbuh dan kondisi lingkungan di ketiga blok. Blok Nomer Satu ditanami oleh pohon Pinus merkusii yang membuat vegetasi pohon menjadi homogen sehingga hara tanah rendah karena konsumsi dalam jumlah besar jenis hara yang sama. Tumbuhan bawah yang tumbuh adalah jenis yang mampu bersaing dengan kondisi hara rendah, beradaptasi dengan naungan, dan tahan terhadap gangguan manusia ketika pengambilan getah.

Blok Sinar Miring memiliki letak tertinggi dengan tanah bertingkat-tingkat, sertaditumbuhi beragam jenispohon dengan dominansi pohon puspa dan baros. Beragamnya jenis pohon membentuk luasan naungan berbeda-beda yang mengakibatkan perbedaan intensitas cahaya di permukaan tanah, sehingga tumbuhan yang dapat tumbuh berbeda pula. Pepohonan juga membentuk stratifikasi tajuk yang memberikan ruang tumbuh lebih luas untuk tanaman pemanjat atau merambat. Kondisi Sinar Miring ini berbeda dengan blok Nomer Satu dengan tajuk rata dan luasan naungan relatif sama. Blok HM 75 ditumbuhi pandan liar dan pepohonan seperti saninten, rasamala, pasang, serta huru yang tumbuh di bagian blok yang jauh dari jalur pendakian. Sungai kecil melewati jalur pendakian dengan di tengah bloknya ditutupi rumput sehingga blok tanpa nanungan dan memiliki intensitas cahaya tertinggi. Namun, karena bentuk tanahnya yang bergelombang air hujan akan menggenang ketika musim hujan sehingga jenis yang bisa tumbuh adalah tumbuhan toleran panas dan kondisi basah. Kondisi yang berbeda antar blok mempengaruhi kondisi iklim mikro pada setiap blok sehingga jenis tumbuhan bawah yang cocok tumbuh di masing-masing blok berbeda.

(22)

10

Potensi Jenis Invasif

Potensi jenis invasif ditunjukkan oleh empat jenisyang memiliki nilai INP rata-rata tertinggi dari tiga blok pengamatan yaitu Digitaria ciliaris, Panicum dichotomiflorum, Clidemia hirta, dan Setaria verticillata. Keempat jenis tersebut tersebar acak sehingga sering dijumpai di blok pengamatan dan tumbuh membentuk kelompok dibuktikan dengan nilai Indeks Morisita lebih dari satu. Habitus jenis tumbuhan potensial invasif berupa tiga jenis rumput (D. ciliaris, P. dichotomiflorum, S. verticillata) dan satu semak (C. hirta). Jenis rumput mudah tersebar dan berkembang biak dengan cepat karena mampu menghasilkan ratusan biji ringan setiap musim pembungaannya. Biji yang ringan dapat tersebar hingga ke tempat jauh dengan bantuan angin dan hewan sehingga memudahkan dalam proses penyebaran (Soerjani et al. 1987).

1. Digitaria ciliaris (Retz.) Koeler

Digitaria ciliaris (Gambar 6) ditemukan di dua blok yaitu blok Nomer Satu dan Blok HM 75 masing-masing dengan INP 91.3% dan 37.4%. Pada blok Nomer Satu rumput D. ciliaris merupakan tumbuhan bawah dengan INP tertinggi sedangkan di HM 75 termasuk kedua tertinggi. Rumput ini biasanya tumbuh pada daerah dengan kadar hara rendah dan tanah lempung (FAO 2014), sehingga dapat tumbuh pada blok Nomer Satu dan Sinar Miring. Blok Nomer satu memiliki hara relatif rendah dan memiliki kondisi permukaan tanah sama dengan blok HM 75, yaitu berwarna coklat kekuningan yang menunjukkan kandungan lempung. Kelimpahan tinggi di blok Nomer Satu didukung dengan kemampuan D. ciliaris membentuk perakaran yang panjang (Suryaningsih 2010), sehingga mampu mengambil hara lebih baik daripada tumbuhan lain pada tanah rendah hara.Tidak ditemukannya D. ciliaris pada subplot Sinar Miring kemungkinan karena tidak adanya paparan sinar matahari yang dibutuhkan biji untuk berkecambah.Kondisi permukaan tanah yang tertutup lapisan humus juga membuat kandungan hara relatif tinggi yang kurang sesuai dengan kebutuhan kondisi pertumbuhannya.

Pengamatan sepanjang jalur pendakian hingga blok pengamatan menunjukkan kondisi sebagian besar tanah cocok untuk pertumbuhan D. ciliaris, karena tanah berwarna kekuningan mengandung lempung yang berbentuk liat ketika hujan. Cocoknya kondisi tanah ditambah dengan kemampuan D.ciliaris berkembangbiak dengan cepat, membuat jenis rumput asing yang berasal dariAmerika Serikat ini potensial mendominasi lahan dan menjadi invasif.

Gambar 6 Digitaria ciliaris 2. Panicum dichotomiflorum Michx.

(23)

11

INP 10% sampai 40% hanya empat jenis termasuk Digitaria ciliaris dan Clidemia hirta, sedangkan 19 tumbuhan lainnya memiliki INP di bawah 10% (Lampiran 2). Dominansi P. dichotomiflorum di HM 75 disebabkan kondisi plot yang terbuka sehingga mendapatkan intensitas cahaya matahari penuh untuk pertumbuhan optimumnya. Kondisi HM 75 yang dekat dengan tebing dan tidak ada naungan

di bagian tengah blok membuat angin yang bertiup mudah mengenai P. dichotomiflorum dan membantu penyerbukannya, sehingga diperkirakanbiji

yang terbentuk semakin banyak. Anakan P. dichotomiflorum harus tumbuh pada tanah basah, dan akan tumbuh cepat dalam kondisi tergenang dengan maksimum genangan setinggi 9 cm (Kim et al. 1998). Blok HM 75 akan membentuk genangan air setelah hujan dengan kisaran tinggi 5cm, sehingga meningkatkan kecepatan tumbuh P. dichotomiflorum dan juga perkembangbiakannya.

Rumput P. dichotomiflorum yang tidak ditemukan pada plot Nomer Satu dan Sinar Miring kemungkinan karena rendahnya intensitas cahaya dan kondisi tanah tidak cukup basah untuk pertumbuhannya. Kondisi yang menguntungkan bagi P. dichotomiflorum di HM 75 memungkinkan rumput ini tumbuh lebih luas lagi dan menjadi invasif, sehingga perlu dihambat laju pertumbuhannya. Salah satu cara penghambatan adalah dengan menanam tumbuhan asli TNGHS yang dapat membuat naungan di HM 75 sehingga mengurangi intensitas cahaya di permukaan tanah.

Gambar 7 Panicum dichotomiflorum 3. Clidemia hirta(L.) D. Don

Clidemia hirta (Gambar 8) adalah semak yang ditemukan di seluruh blok dengan kelimpahan (INP) rata-rata tertinggi ketiga yaitu 33.2%. Pada blok Nomer Satu memiliki INP tertinggi yaitu 50.9%, sedangkan di Sinar Miring memiliki INP 19.8% dan HM 75 INP 23.7%. Penyebaran C. hirta yang luas hingga ditemukan di ketiga blok disebabkan hewan pemakan buah seperti burung, musang, dan babi hutan yang membawa buah ke tempat lain dan menjatuhkan biji di tempat baru. Kelimpahan yang tinggi di blok Nomer Satu disebabkan kondisi blok yang berawal dari lahan kosong. Kondisi ini memberikan kesempatan pada jenis asing seperti C. hirta untuk tumbuh karena tidak adanya vegetasi alami yang mampu menghambat pertumbuhan. Kesempatan tumbuh C. hirta didukung oleh kecepatan perkembangbiakannya ketika telah berhasil menetap pada tempat baru (Smith 1992). Aktivitas manusia melewati blok Nomer Satu juga mendukung penyebaran C.hirta di sepanjang jalur pendakian, terlihat pada sepanjang jalur pendakian dijumpai C. hirta dengan ketinggian melebihi yang dijumpai pada plot pengamatan.

(24)

12

dapat berbunga sepanjang tahun pada daerah dengan curah hujan lebih dari 2500 mm pertahun. Hal ini berakibat pada melimpahnya biji yang dihasilkan ditunjukkan dengan tingginya jumlah C. hirta ketika pengamatan. Seringnya semak ini dijumpai di tepi jalur pendakian, yang dilihat dari nilai FR rata-rata tertinggi 12.6% (Lampiran 3) membuat C. hirta lebih mudah disebarkan oleh manusia maupun hewan yang lewat. Kondisi tersebut membuat C. hirta memiliki potensi paling tinggi sebagai jenis invasif mendatang.

Gambar 8 Clidemia hirta 4. Setaria verticillata (L.) P. Beauv

Setaria verticillata (Gambar 9) adalah rumput yang berasal dari Eropa dan memiliki kelimpahan rata-rata tertinggi keempat di ketiga blok dengan INP 22.0%. Rumput ini ditemukan di blok Nomer Satu dengan kelimpahan kedua tertinggi di bloknya yaitu 51.1% sedangkan di HM 75 kelimpahan rendah yaitu 2.1%. Blok Nomer Satu memliki kelimpahan S. verticillata lebih tinggi dibandingkan dengan HM 75 disebabkan kondisi yang optimum untuk perkecambahan biji, yaitu permukaan tanah relatif kering dengan kisaran suhu udara antara 21.6°C sampai 24.7°C. Berdasarkan Dekker (2004) suhu udara 20°C hingga 25°C dapat mempercepat perkecambahan biji, sehingga kelimpahan S. verticillata di plot Nomer Satu lebih tinggi dibandingkan plot HM 75 yang memiliki suhu udara 22.6°C sampai 28.3°C. Setaria verticillata sensitif dengan naungan yang membuatnya kurang kompetitif dalam persaingan pertumbuhan (Dekker 2004), sehingga tidak ditemukan pada plot Sinar Miring yang memiliki banyak pohon, semak dan paku-pakuan yang dapat memberikan naungan untuk S. verticillata.

Gambar 9 Setaria verticillata

SIMPULAN

(25)

13

blok Sinar Miring ditemukan 29 jenis dengan 13 jenis merupakan paku-pakuan. Tingginya keanekaragaman disebabkan rendahnya gangguan,kondisi teduh dan tinginya keragaman iklim mikro, sehingga mendukung pertumbuhan paku dan memberi relung hidup lebih banyak untuk pertumbuhan.Tumbuhan bawah potensi invasif ada empat jenis yaitu Digitaria ciliaris (Poaceae), Panicum dichotomiflorum (Poaceae), Clidemia hirta (Melastomataceae), dan Setaria verticillata (Poaceae). Keempat jenis tersebut tumbuh mengelompok dan tersebar secara acak. Semak Clidemia hirta ditemukan di ketiga blok dan memiliki INP rata-rata 33.2%. Jenis C. hirta memiliki potensi tertinggi sebagai jenis invasif di waktu mendatang. Tingginya potensi disebabkan penyebaran yang luas, pertumbuhan cepat, dan seringnya C. hirta dijumpai di jalur pendakian yang memudahkan persebarannya.

DAFTAR PUSTAKA

Backer CA, Brink RCB van den. 1968. Flora of Java. Groningen (NL): Wolters-Noordhoff.

DekkerJ.2003. The foxtail (Setaria) species-group. Weed Sciences 51 (5): 641-656 deVogel EF. 1987. Manual of Herbarium Taxonomy, Theory and Practice.

Jakarta (ID): Unesco.

deWalt SJ, Denslow JS, Ickes K. 2004. Natural-enemy release facilitates habitat expansion of an invasive shrub, Clidemia hirta. Ecology 85: 471-483. [FAO] Food and Agriculture Organization (FR).2014. Digitaria ciliaris

(Retz.)Koeler[diakses 12 April 2014].Terdapat pada http://www.fao.org/ag /agp/AGPC/doc/Gbase/data/pf000219.htm.

Hardiwinoto S, Supriyo H, Mangkuwibowo F, Sabarnurdin S. 1994. Pengaruh sifat kimia terhadap tingkat dekomposisi beberapa jenis daun tanaman hutan. Jurnal Manusia dan Lingkungan 2 (4): 25-36.

Holm, Plucknett LGDL, Pancho JV, Herberger JP. 1977. The World's Worst Weeds-Distribution and Biology. Honolulu (US): The East–West Food Institute.

[IBG] Indonesian Botanic Garden, [YSC] Yayasan Sosial Chevron, [TI] Texaco Indonesia (ID). 1998. The Flora of Bukit Tiga Puluh National Park, Kerumutan Sanctuary and Mahoto Protective Reserve, Riau Indonesia. Kim M, Shim SI, Lee SG, Kang BH. 1998. Studies on the characteristics of

germination and emergence of tall Panicum (Panicum dichotomiflorum). Kor. J. Weed Sci. 18(2): 146-153

Krebs CJ. 2014. Ecological Methodology Forth Edition. Darmstadt (DE): Addison Wesley Longman, Inc.

Kudo Y, Suzuki E, Mutaqien Z, Susanti R. 2011. Distribution of invasive plants in national parks of West Java. Bogor (ID): Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Lestari G, Kencana IP. 2008. Galeri Tanaman Hias Lanskap. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

(26)

14

Morisita M. 1959. Measuring of the dispersion of individuals and analysis of the distributional patterns. Reprinted from the Memoirs of the Faculty of Science, Kyushu University (JP), Series E (biology) Volume 2(4).

[P-DCNR] Pennsylvania Department of Conservation and Natural Resources. 2014. Invasive plants [diakses 12 Agustus 2014]. Tersedia pada http://www.dcnr.state.pa.us/forestry/plants/invasiveplants/index.htm. Piggott AG. 1988. Ferns of Malaysia in Colour. Kuala Lumpur (Malaysia): Art

Printing Works.

Sabara E. 2011. 100 Tumbuhan Dilindungi di Gede Pangrango. Bogor (ID): Green Radio dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Singh C, Garkoti S, Pande HC. 2013. Ecology of fern wealth (Pterydophyta) of Dehradun district, Uttarakhand, India. Annals of Plant Sciences 2(9): 327-341.

Smith CW. 1992. Distribution, status, phenology, rate of spread, and management of Clidemia in Hawai’i. Clidemia in Hawwai’i: 241-252 Soerjani M, Kostermans AJGH, Tjitrosoepomo G. 1987. Weedsof Rice in

Indonesia. Bogor (ID): BIOTROP.

Standovar T, Odor P, Aszalos R, Galhidy L. 2006. Sensitivity of ground layer vegetation diversity descriptors inindicating forest naturalness.Community Ecology 7(2): 199-209.

Steenis CGGJ van.1959. Flora Malesiana Series II Volume 1 Pterydophyta. Boston (GB): DR W. JUNK PUBLISHERS.

Steenis CGGJ van, Hamzah A, Toha M. 1972.Mountain Flora of Java. Leiden (NL): e.j Brill.

Suhono B, et al. 2009. Ensiklopedia Flora. Jakarta (ID): PT Kharisma Ilmu. Suryaningsih, Joni M, Darmadi AAK. 2010. Inventarisasi gulma pada tanaman

jagung (Zea mays L.) di lahan sawah Kelurahan Padang Galak, Denpasar Timur, Kodya Denpasar, Provinsi Bali. JURNAL SIMBIOSIS I (1) : 1-8. Tjitrosoedirjo SS. 2005. Inventory of the invasive alien plant species in

Indonesia.BIOTROPIA 25: 60-73.

[TNGHS] Taman Nasional Gunung Halimun Salak (ID). 2013. Keanekaragaman hayati dan sejarah kawasan [diakses 03April 2014]. Tersedia pada http://halimunsalak.org/tentang-kami/.

[USDA-NRCS] United States Department of Agriculture-Natural ResourcesConservation Service. 2006. Plant guide, fall panicgrass Panicum dichotomiflorum Michx [diakses 20 Juli 2014]. Tersedia pada http://plants.usda.gov.

[USNA] United States National Arboretum. 2006. Native plants [diakses 12 Agustus 2014]. Tersedia pada

(27)

15

LAMPIRAN

Lampiran 1

Tabel Jenistumbuhan bawah diblok Nomer Satu, Sinar Miring, dan HM 75

No. Jenis Habitus Family Blok

No. Satu Sinar Miring HM 75

1 Aglaonema lumina Herba Araceae - √ -

2 Alocasia longiloba Herba Araceae - √ -

3 Alpinia purpurata Herba Zingiberaceae √ √ -

4 Andrographis sp. Herba Acanthaceae - - √

5 Begonia grandis Herba Begoniaceae √ - -

6 Begonia multangulata Herba Begoniaceae - √ -

7 Calamus sp. Palem Arecaceae - √ -

8 Clerodendron sp. Herba Verbenaceae - - √

9 Clidemia hirta Semak Melastomataceae √ √ √

10 Commelina sp. Herba Commelinaceae - √ -

11 Cribadium surinamense Semak Asteraceae - - √

12 Cyathea glabra Paku Cyatheaceae - √ -

13 Cyathea latebrosa Paku Cyatheaceae √ √ √

14 Cyathea trichodesma Paku Cyatheaceae - √ -

15 Digitaria ciliaris Rumput Poaceae √ - √

16 Digitaria sanguinalis Rumput Poaceae √ - √

17 Diplazium cordifolium Paku Woodsiaceae - √ -

18 Diplazium malaccense Paku Woodsiaceae - √ -

19 Diplazium polypodioides Paku Woodsiaceae √ - -

20 Diplazium subserratum Paku Woodsiaceae - √ -

21 Dipteris sp. Paku Polypodiaceae - - √

22 Eleusine indica Rumput Poaceae - √ √

23 Gleichenia linnearis Paku Gleicheniaceae - √ √

24 Hedyotis auricularia Herba Rubiaceae - √ -

15

(28)

16

No. Jenis Habitus Family Blok

No. Satu Sinar Miring HM 75

25 Histioperis incisa Paku Dennstaedtiaceae - - √

26 Ipomoea batatas Herba Convolvulaceae √ - -

27 Lygodium microphyllum Paku Lygodiaceae - - √

28 Marumia muscosa Semak Melastomataceae - √ -

29 Medinilla speciosa Semak Melastomataceae - - √

30 Miconia sp. Semak Melastomataceae - - √

31 Nephrolepis biserrata Paku Nephrolepidaceae - √ -

32 Nephrolepis dicksonioides Paku Nephrolepidaceae - √ -

33 Nephrolepis falcata Paku Nephrolepidaceae - √ -

34 Nephrolepis hirsutula Paku Nephrolepidaceae √ √ -

35 Nephrolepis sp. Paku Nephrolepidaceae √ √ -

36 Pandanus amaryllifolius Semak Pandanaceae √ - -

37 Pandanus furcatus Semak Pandanaceae - - √

38 Pandanus sp. Semak Pandanaceae - - √

39 Panicum dichotomiflorum Rumput Poaceae - - √

40 Panicum maximum Rumput Poaceae - - √

41 Panicum sp. Rumput Poaceae - √ -

42 Pollia sp. Herba Commelinaceae - √ -

43 Polypodium subauriculatum Paku Polypodiaceae - - √

44 Saccharum spontaneum Rumput Poaceae - √ -

45 Schefflera arboricola Palem Araliaceae - - √

46 Scindapsus officinalis Liana Araceae - √ -

47 Selaginella plana Paku Selaginellaceae √ √ -

48 Setaria palmifolia Rumput Poaceae √ - √

49 Setaria verticillata Rumput Poaceae √ - √

50 Smilax glauca Liana Smilacaceae - √ √

51 Spathiphyllum commutatum Herba Araceae - √ -

52 Strobilanthes sp. Herba Acanthaceae - - √

(29)

17

Lampiran 2

Hasil analisis vegetasi masing-masing blok

Tabel 1 Kelimpahan, keragaman, dan kemerataan jenis di blok Nomer Satu

No Jenis FM FR DM DR KM KR INP Pi lnPi PilnPi H' E

1 Digitaria ciliaris* 75,0 15,6 5,4 27,9 13,1 47,8 91,3 0,3 -1,2 -0,4 2,0 0,8 2 Setaria verticillata* 80,0 16,7 3,1 16,2 5,0 18,2 51,1 0,2 -1,8 -0,3

3 Clidemia hirta* 90,0 18,8 3,2 16,6 4,2 15,5 50,9 0,2 -1,8 -0,3

4 Digitaria sanguinalis 45,0 9,4 1,9 9,9 3,1 11,2 30,5 0,1 -2,3 -0,2

5 Diplazium polypodioides 40,0 8,3 2,5 13,0 0,2 0,7 22,1 0,1 -2,6 -0,2

6 Nephrolepis hirsutula 55,0 11,5 1,3 6,5 0,9 3,2 21,1 0,1 -2,7 -0,2

7 Setaria palmifolia 40,0 8,3 0,7 3,4 0,5 1,6 13,4 0,0 -3,1 -0,1

8 Cyathea latebrosa 20,0 4,2 0,7 3,7 0,1 0,3 8,1 0,0 -3,6 -0,1

9 Nephrolepis sp. 10,0 2,1 0,1 0,7 0,2 0,7 3,5 0,0 -4,4 -0,1

10 Selaginella plana 5,0 1,0 0,2 0,8 0,1 0,4 2,3 0,0 -4,9 0,0

11 Begonia grandis 5,0 1,0 0,1 0,5 0,0 0,0 1,6 0,0 -5,2 0,0

12 Alpinia purpurata 5,0 1,0 0,1 0,3 0,0 0,1 1,4 0,0 -5,3 0,0

13 Pandanus amaryllifolius 5,0 1,0 0,1 0,3 0,0 0,1 1,4 0,0 -5,3 0,0

14 Ipomoea batatas 5,0 1,0 0,0 0,1 0,0 0,0 1,2 0,0 -5,5 0,0

TOTAL 480,0 100,0 19,4 100,0 27,4 100,0 300,0

Tabel 2Kelimpahan, keragaman, dan kemerataan jenis di blokSinar Miring

No Jenis FM FR (%) DM DR (%) KM KR (%) INP Pi lnPi PilnPi H' E

1 Cyathea latebrosa 65,0 12,4 4,2 21,5 0,3 8,6 42,5 0,1 -2,0 -0,3 3,1 0,9

2 Calamus sp. 50,0 9,5 1,8 9,4 0,2 6,3 25,2 0,1 -2,5 -0,2

3 Nephrolepis hirsutula 45,0 8,6 0,9 4,4 0,3 7,0 19,9 0,1 -2,7 -0,2

4 Clidemia hirta* 45,0 8,6 0,7 3,7 0,3 7,6 19,8 0,1 -2,7 -0,2

(30)

18

No Jenis FM FR (%) DM DR (%) KM KR (%) INP Pi lnPi PilnPi

5 Selaginella plana 25,0 4,8 0,9 4,8 0,3 7,9 17,5 0,1 -2,8 -0,2

6 Nephrolepis sp. 35,0 6,7 0,4 2,2 0,3 7,6 16,5 0,1 -2,9 -0,2

7 Scindapsus officinalis 30,0 5,7 1,2 5,9 0,2 4,3 15,9 0,1 -2,9 -0,2

8 Saccharum spontaneum 15,0 2,9 0,6 2,9 0,3 8,6 14,3 0,0 -3,0 -0,1

9 Nephrolepis bisserata 10,0 1,9 0,5 2,4 0,3 8,6 12,9 0,0 -3,1 -0,1

10 Diplazium maccense 25,0 4,8 1,2 5,9 0,1 1,7 12,4 0,0 -3,2 -0,1

11 Begonia multangulata 15,0 2,9 0,6 3,0 0,2 6,0 11,9 0,0 -3,2 -0,1

12 Panicum sp. 10,0 1,9 1,4 7,4 0,1 1,3 10,6 0,0 -3,3 -0,1

13 Pollia sp. 15,0 2,9 0,9 4,6 0,1 2,6 10,1 0,0 -3,4 -0,1

14 Diplazium cordifolium 10,0 1,9 0,5 2,3 0,2 4,6 8,9 0,0 -3,5 -0,1

15 Cyathea trichodesma 20,0 3,8 0,6 3,0 0,1 1,7 8,5 0,0 -3,6 -0,1

16 Commelina sp. 10,0 1,9 0,4 2,2 0,1 3,0 7,0 0,0 -3,8 -0,1

17 Nephrolepis falcata 10,0 1,9 0,5 2,4 0,1 2,3 6,6 0,0 -3,8 -0,1

18 Alocasia longiloba 10,0 1,9 0,4 2,3 0,1 1,3 5,5 0,0 -4,0 -0,1

19 Smilax glauca 15,0 2,9 0,2 0,9 0,0 1,0 4,8 0,0 -4,1 -0,1

20 Hedyotis auricularia 5,0 1,0 0,2 0,8 0,1 3,0 4,7 0,0 -4,2 -0,1

21 Cyathea glabra 15,0 2,9 0,2 1,1 0,0 0,7 4,6 0,0 -4,2 -0,1

22 Gleichenia linnearis 5,0 1,0 0,5 2,5 0,0 1,0 4,4 0,0 -4,2 -0,1

23 Alpinia purpurata 10,0 1,9 0,2 0,9 0,0 0,7 3,4 0,0 -4,5 -0,1

24 Eleusine indica 5,0 1,0 0,2 0,8 0,0 0,7 2,4 0,0 -4,8 0,0

25 Marumia muscosa 5,0 1,0 0,2 1,0 0,0 0,3 2,2 0,0 -4,9 0,0

26 Diplazium subserratum 5,0 1,0 0,1 0,5 0,0 0,7 2,1 0,0 -5,0 0,0

27 Aglaonema lumina 5,0 1,0 0,1 0,7 0,0 0,3 1,9 0,0 -5,0 0,0

28 Spathiphyllum commutatum 5,0 1,0 0,1 0,4 0,0 0,3 1,7 0,0 -5,2 0,0

29 Nephrolepis dicksonioides 5,0 1,0 0,1 0,4 0,0 0,3 1,7 0,0 -5,2 0,0

TOTAL 525,0 100,0 19,6 100,0 3,8 100,0 300,0

Lampiran 2 lanjutan

(31)

19

Tabel 3 Kelimpahan, keragaman, dan kemerataan jenis di blok HM 75

No Jenis FM FR (%) DM DR (%) KM KR (%) INP(%) Pi lnPi PilnPi H' E

1 Panicum dichotomiflorum* 80,0 17,4 9,7 48,6 10,3 63,8 129,8 0,4 -0,8 -0,4 2,2 0,7

2 Digitaria ciliaris 65,0 14,1 1,9 9,5 2,2 13,7 37,4 0,1 -2,1 -0,3

3 Clidemia hirta* 50,0 10,9 1,6 8,2 0,7 4,6 23,7 0,1 -2,5 -0,2

4 Cribadium surinamense 35,0 7,6 0,6 2,9 0,6 3,5 14,0 0,0 -3,1 -0,1

5 Pandanus furcatus 25,0 5,4 1,4 6,9 0,1 0,6 12,9 0,0 -3,1 -0,1

6 Schefflera arboricola 15,0 3,3 1,0 5,0 0,1 0,3 8,6 0,0 -3,6 -0,1

7 Andrographis sp. 20,0 4,3 0,3 1,6 0,3 1,9 7,8 0,0 -3,6 -0,1

8 Cyathea latebrosa 25,0 5,4 0,3 1,5 0,1 0,5 7,4 0,0 -3,7 -0,1

9 Digitaria sanguinalis 15,0 3,3 0,3 1,5 0,3 1,9 6,6 0,0 -3,8 -0,1

10 Histiopteris incisa 20,0 4,3 0,2 0,9 0,1 0,7 5,9 0,0 -3,9 -0,1

11 Setaria palmifolia 10,0 2,2 0,4 2,1 0,2 1,4 5,7 0,0 -4,0 -0,1

12 Lygodium microphyllum 20,0 4,3 0,1 0,5 0,1 0,6 5,5 0,0 -4,0 -0,1

13 Miconia sp. 15,0 3,3 0,2 1,0 0,1 0,8 5,0 0,0 -4,1 -0,1

14 Eleusine indica 5,0 1,1 0,3 1,3 0,3 2,1 4,4 0,0 -4,2 -0,1

15 Panicum maximum 10,0 2,2 0,2 1,2 0,1 0,9 4,3 0,0 -4,3 -0,1

16 Gleichenia linnearis 5,0 1,1 0,4 1,9 0,0 0,2 3,2 0,0 -4,6 0,0

17 Strobilanthes sp. 5,0 1,1 0,3 1,3 0,1 0,6 3,0 0,0 -4,6 0,0

18 Medinilla speciosa 5,0 1,1 0,3 1,5 0,1 0,3 2,9 0,0 -4,6 0,0

19 Dipteris sp. 10,0 2,2 0,0 0,2 0,0 0,2 2,6 0,0 -4,8 0,0

20 Pandanus sp. 5,0 1,1 0,2 1,0 0,1 0,3 2,4 0,0 -4,8 0,0

21 Setaria verticillata* 5,0 1,1 0,1 0,4 0,1 0,6 2,1 0,0 -5,0 0,0

22 Polypodium subauriculatum 5,0 1,1 0,2 0,8 0,0 0,1 1,9 0,0 -5,1 0,0

23 Smilax glauca 5,0 1,1 0,1 0,3 0,0 0,2 1,5 0,0 -5,3 0,0

24 Clerodendron sp. 5,0 1,1 0,0 0,2 0,0 0,2 1,5 0,0 -5,3 0,0

TOTAL 460,0 100,0 19,9 100,0 16,1 100,0 300,0

Lampiran 2 lanjutan

(32)

20

Lampiran 3

Tabel Kelimpahan (INP) jenis dari blok Nomer Satu, Sinar Miring, dan HM 75

(33)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Wonosobo pada 03 Juli 1992 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Muryani dan Sukiman. Pendidikan formal ditempuh penulis di SD N 02 Sapuran dan lulus pada tahun 2004, SMP N 01 Kertek lulus pada tahun 2007, dan SMA N 01 Wonosobo lulus pada tahun 2010. Februari 2010 penulis diterima di jurusan Biologi Institut Pertanian Bogor (IPB) lewat jalur undangan.

Empat tahun menjalani perkuliahan di IPB penulis aktif mengikuti organisasi, kepanitiaan, ikatan mahasiswa,dan mencoba beberapa ukm. Organisasi yang diikuti yaitu BEM FMIPA pada departemen Sosial Lingkungan sebagai anggota di kepengurusan 2012, dan sebagai bendahara di kepengurusan 2013. Penulis juga aktif sebagai anggota dari himpunan profesi jurusan Biologi yaitu HIMABIO. Beragam pengalaman pada divisi acara, humas, dekorasi, dokumentasi, konsumsi, dan logistik telah dijalani penulis selama kepanitiaan. Penulis aktif dalam kegiatan Ikatan Mahasiswa Wonosobo (IKAMANOS) dan juga kegiatan mahasiswa dan alumni Wonosobo di Jabodetabek. UKM yang pernah dijalani penulis antara lain: Uni Konservasi Fauna (UKF) dan koperasi mahasiwa (KOPMA).

Penulis melakukan studi lapang pada tahun 2012 di Taman Nasional Gede

Pangrango dengan judul laporan “Persebaran Dan Kelimpahan Paku Pohon di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango”. Praktek lapang tahun 2013 dilakukan di PT Anggrek Anyar Tabanan, Bali dengan judul “Persiapan Budidaya Calla Lily

Gambar

Gambar 1 Sketsa bentuk plot analisis vegetasi setiap blok Gambar 1 Sketsa bentuk plot vegetasi
Tabel 1 Kondisi lingkungan pada blok Nomer Satu, Sinar Miring, dan HM 75
Gambar 2 Blok pengamatan a. Nomer Satu; b. Sinar Miring; c. HM 75
Gambar 4  Komposisi vegetasi tumbuhan bawah blok Sinar Miring, HM 75, dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dampak negatif yang mungkin terjadi dengan adanya keberadaan kawasan wisata adalah rusaknya sumber-sumber hayati ataupun tercemarnya lingkungan di sekitar kawasan wisata (Yoeti

lnteraksi Burung dan Tumbuhan di Kawasan Koridor Taman 'asional Gunung Halimun - Salak Dibmbing oleh DJOKO WALUYO dan DEW1 MALiA RAWIRADLLAGA.. Fomging

Di hutan sekunder Cisoka ditemukan pembukaan lahan oleh masyarakat dengan cara mematikan beberapa pohon yang akan ditebang (di blok Gunung Pari menuju Gunung

Di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Resort Cidahu, Jawa Barat, ditemukan ada lima jenis tumbuhan lantai hutan dari Suku Araceae , yaitu Schismatoglottis calyptrata ,

Sedangkan Blok Leles pada pertumbuhan tingkat tiang dan pohon memiliki nilai indeks dominansi lebih besar dan tergolong tinggi dibanding Blok Pamengpeuk, hal

Jumlah jenis burung, individu burung, suku dan jenis burung endemik yang ditemukan pada daerah sub-pegunungan lebih banyak dibandingkan dengan daerah pegunungan bawah (Tabel

Hasil penelitian menunjukkan terdapat sepuluh jenis paku yang ditemukan di Jalur Ciwalen Taman Nasional Gunung Gede Panggrango, yaitu Sphaerostephanos sp., Asplenium

HASIL Keanekaragaman jenis pohon di hutan alam kawasan Bukit Berbakti, TNGHS pada luasan 1 hektar, tercatat sebanyak 46 jenis pohon yang termasuk dalam 38 marga dari 27 suku