• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN DAN KOMPOSISI JENIS POHON DI HUTAN PAMEUMPEUK - TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK, KABUPATEN SUKABUMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN DAN KOMPOSISI JENIS POHON DI HUTAN PAMEUMPEUK - TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK, KABUPATEN SUKABUMI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN DAN KOMPOSISI JENIS

POHON DI HUTAN PAMEUMPEUK - TAMAN

NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK,

KABUPATEN SUKABUMI

Ruddy Polosakan dan Laode Alhamd Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi – LIPI

E-mail : ruddypolos@yahoo.co.id Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang keanekaragaman dan komposisi jenis pohon di hutan Pameumpeuk Gunung Salak, Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metoda petak tunggal seluas 1 ha (Metoda Kuadrat). Hasilnya tercatat bahwa keanekaragaman jenis pohon di hutan Pameumpeuk sebanyak 71 species yang tergolong dalam 49 marga dari 31 suku dengan kerapatan mencapai 649 pohon/ ha. Komposisi jenis pohon terpenting antara lain Ostodes paniculata (Nilai Penting = 28.21 %), Castanopsis argantea (NP = 24.31 %), Sloanea sigun (NP = 23.06 %), Ardisia sanguinolenta (NP = 20.87 %) dan Macaranga triloba (NP = 20.73 %). Adapun suku-suku yang mempunyai kekayaan jenis tertinggi adalah Euphorbiaceae (11 jenis), Lauraceae (8 jenis) dan Rubiaceae (5 jenis).

Kata kunci : komposisi, keanekaragaman, hutan, gunung Salak, jenis pohon

Abstract

The research of the diversity and composition of tree species in the Pameumpeuk forests of Mount Salak in Sukabumi district had been done. The method used was single plot of 1 ha (quadrat method). The result showed that the number of tree species in Pameumpeuk forests of Mt Salak were 71 species consisting of 49 genera of 31 family with plant density of 649 trees/ha. The most important of tree species composition were Ostodes paniculata (Important Value = 28.21 %), followed by Castanopsis argantea (IV = 24.31 %), Sloanea sigun (IV = 23.06 %), Ardisia sanguinolenta (IV = 20.87 %) and Macaranga triloba (IV = 20.73 %). The plant family with high number of plant species were, espectively Euphorbiaceae (11 species), Lauraceae (8 species) and Rubiaceae (5 species).

(2)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Hutan, saat ini dipandang sebagai sesuatu yang penting dalam usaha mencegah terjadinya perubahan iklim di dunia. Sebaliknya deforestasi dianggap sebagai salah satu sumber penyebab terjadinya peningkatan pemanasan global (Global warming) yang terjadi saat ini. Ironisnya, keberadaan hutan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, dimana tingkat deforestasi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan di Pulau Jawa, keberadaan hutan alami diperkirakan hanya tersisa pada kawasan-kawasan konservasi saja, itupun tidak terlepas dari ancaman terhadap kelestariannya. Walaupun disadari bahwa keberadaan hutan di kawasan konservasi semakin terancam, namun data-data tentang keanekaragaman hayati maupun fungsi ekosistemnya masih sangat terbatas dan belum tergali sepenuhnya. Oleh sebab itu, pengungkapan data ataupun penelitian-penelitian yang lebih lengkap lagi tentang keanekaragaman hayatinya masih perlu dilakukan.

Gunung Salak sebagai bagian dari kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), merupakan kawasan yang penting bagi kelestarian keanekaragaman hayati, hidrologi maupun lingkungan sekitarnya. Berdasarkan data-data yang ada, Gunung Salak mengalami laju deforestasi yang cukup tinggi, yaitu sekitar 33,4 % dari luasannya selama 17 tahun1). Oleh sebab itu pengungkapan dan pengkajian terhadap keanekaraman floranya masih diperlukan, walaupun beberapa peneliti antara lain Kartawinata, et. al.2); Rinaldi, dkk.3) dan Mirmanto, dkk.4) pernah melakukan penelitian di kawasan Gunung Salak tersebut.

1.2. Tujuan penelitian

Penelitian dilakukan untuk mengungkap keanekaragaman, komposisi dan struktur vegetasi pohon di hutan sekunder pada tipe

hutan pegunungan bawah, sehingga data yang diperoleh dapat melengkapi data yang ada, serta dapat digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan kawasan konservasi TNGHS secara berkelanjutan.

2. METODOLOGI

2.1. Tempat dan Waktu Penelitian Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) secara administratif terbagi dalam 3 wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor, Lebak dan Sukabumi. Kawasan TNGHS secara geografis terbentang pada 106° 21’ - 106° 38’ BT dan 6° 37’ - 6° 51’ LS. dengan ketinggian tempat berkisar antara 500 – 2211 m dpl. Kondisi lahannya mempunyai topografi bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung. Menurut klasifikasi iklim 5) daerah kawasan TBGHS termasuk tipe A, dengan curah hujan tahunan sebesar 4.000 – 6.000 mm. Rata-rata curah hujan bulanan selalu lebih dari 100 mm, dengan bulan terkering (+ 200 mm) pada antara Juni dan September serta terbasah (+ 550 mm) antara Oktober dan Maret, sehingga dapat digolongkan beriklim selalu basah6) dengan kelembaban udara rata 88 %. Suhu rata-rata bulanan 31,5 oC dengan suhu terendah 19,7 oC dan suhu tertinggi 31,8 oC.

Lokasi penelitian terletak di kawasan hutan alami blok Pameumpeuk-TNGHS (hutan sekunder). Lokasi petak berada pada daerah punggungan dan lereng bukit pada koordinat 06º44’48,4’’ LS dan 106º42’35,4’’ BT dengan ketinggian 1267 m dpl. Secara administratif lokasi penelitian termasuk wilayah desa Cidahu, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011.

2.2. Pengumpulan dan Analisa Data P e n e l i t i a n d i l a k u k a n d e n g a n menggunakan metoda petak tunggal seluas 1 hektar berukuran 50 m x 200 m, yang dibagi menjadi 100 sub-petak berukuran 10

(3)

petak dan mempunyai keliling batang ≥ 15 cm diukur, dicatat jenisnya dan diberi nomor. Parameter yang diukur adalah diameter batang pohon setinggi dada (± 130 cm), tinggi bebas cabang dan tinggi total serta dicatat posisi koordinatnya. Data vegetasi yang terkumpul, dianalisa menurut cara yang umum dilakukan dalam kajian ekologi hutan untuk mendapaikan Indeks Nilai Penting (INP) 7). Semua jenis pohon yang tercacah, diambil voucher spesimen-nya dan diidentifikasi di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong-Bogor. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran umum lokasi petak penelitian tampak sebagai kawasan hutan alami yang sudah tidak utuh lagi (hutan sekunder), dengan ditandai adanya beberapa mosaik rumpang di beberapa tempat. Kondisi demikian mengidikasikan bahwa kawasan hutan tersebut pernah mengakami kerusakan akibat bencana alam ataupun akibat eksploitasi manusia. Hal ini dibuktikan dengan melimpahnya beberapa jenis sekunder dari suku Euphorbiaceae, antara lain Ostodes paniculata, Macaranga

triloba dan Antidesma tetandrum yang

cukup dominan (Tabel 1). Gambaran ini

dilakukan di kawasan Bukit Berbakti, yaitu kawasan lain di area Gunung Salak, dimana jenis-jenis primer yaitu Schima wallichii,

Castanopsis acuminatissima dan Altingia

excelsa menjadi jenis yang terpenting1).

Hasil analisa data menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pohon di daerah penelitian tergolong cukup tinggi untuk kategori ekosistem hutan pegunungan bawah, yaitu tercatat sebanyak 71 jenis pohon, yang termasuk dalam 49 marga dari 31 suku (Tabel 1) dengan jumlah individu mencapai 649 individu pohon per hektar. Namun bila dibandingkan dengan hasil penelitian di koridor TNGHS (123 jenis) 3) maupun Taman Nasional Bukit Tigapuluh Riau (215 jenis)8), maka jumlah jenis tersebut tergolong rendah, tetapi bila dibandingkan dengan Cagar Alam Dungus Iwul Bogor ( 68 jenis)9) maupun Bukit Berbakti TNGHS (68 jenis)1) hasil tersebut tidak berbeda jauh. Hal ini dapat terjadi karena lokasi penelitian di koridor TNGHS maupun TN Bukit Tigapuluh tergolong kawasan ekosistem hutan dataran rendah, sehingga logis bila kedua lokasi tersebut mempunyai keanekaragaman jenis yang lebih banyak.

Komposisi jenis pohon yang dominan dengan Indeks Nilai Penting tertinggi pada kawasan penelitian adalah Ostodes

No Nama Jenis Suku LBD r (%) K r (%) F r (%) NP (%)

1 Ostodes paniculata Euphorbiaceae 11.34 10.02 6.85 28.21

2 Castanopsis argantea Fagaceae 16.93 3.54 3.83 24.31

3 Sloanea sigun Elaeocarpaceae 13.14 5.08 4.84 23.06

4 Ardisia sanguinolenta Mercynaceae 2.21 8.78 9.88 20.87

5 Macaranga triloba Euphorbiaceae 2.14 10.32 8.27 20.73

6 Urophyllum glabrum Rubiaceae 0.77 6.01 5.04 11.82

7 Syzygium pycnanthum Myrtaceae 1.74 3.70 4.03 9.47

8 Antidesma tetandrum Euphorbiaceae 0.94 3.39 3.23 7.56

9 Symplocos fasciculata Symplocaceae 2.03 2.47 3.02 7.52

Tabel 1. Daftar keanekaragaman jenis dan Nilai Penting (NP), Frekuensi relative (Fr), Kerapatan relative (Kr) serta Luas Bidang Dasar relative (LBDr) vegetasi pohon di kawasan hutan Pameumpeuk, Gunung Salak.

(4)

10 Dysoxyllum alliaceum Meliaceae 5.22 0.92 1.21 7.36

11 Ardisia fuliginosa Mercynaceae 0.98 2.62 3.23 6.83

12 Castanopsis acuminatissima Fagaceae 4.88 0.77 0.81 6.45

13 Schima wallichii Theaceae 3.94 0.77 0.81 5.52

14 Syzygium gracilis Myrtaceae 1.57 1.85 2.02 5.44

15 Litsea noronhae Lauraceae 0.41 2.31 2.22 4.93

16 macaranga semiglobosa Euphorbiaceae 2.71 0.92 1.01 4.65 17 Lithocarpus sundaicus Fagaceae 2.64 0.77 1.01 4.41 18 Callicarpa longifolia Verbenaceae 0.31 2.00 2.02 4.32 19 Saurauia nudiflora Actinidiaceae 0.95 1.54 1.81 4.31 20 Hypobathrum frutescens Rubiaceae 0.61 1.54 2.02 4.17 21 Elaeocarpus sphaericus Elaeocarpaceae 0.78 1.39 1.81 3.98 22 Villebrunea rubescens Urticaceae 0.62 2.16 0.81 3.59

23 Evodia latifolia Rutaceae 0.64 1.23 1.61 3.49

24 Saurauia sp. Actinidiaceae 0.59 1.85 1.01 3.45

25 Ficus fistulosa Moraceae 0.58 1.23 1.61 3.42

26 Helicia robusta Proteaceae 0.31 1.39 1.61 3.31

27 Litsea resinosa Lauraceae 1.36 0.92 1.01 3.29

28 Mallotus paniculatus Euphorbiaceae 1.02 0.92 1.21 3.16

29 Ficus ribes Moraceae 0.43 1.23 1.41 3.08

30 Glochidion rubrum Euphorbiaceae 1.54 0.62 0.60 2.76

31 Nyssa javanica Cornaceae 1.54 0.46 0.60 2.61

32 Litsea accendens Lauraceae 0.72 0.77 1.01 2.49

33 Dysoxyllum densiflorum Meliaceae 0.89 0.77 0.81 2.47 34 Vernonia arborea Asteraceae 1.04 0.62 0.81 2.46 35 Platea latifolia Icacinaceae 1.39 0.46 0.40 2.26 36 Glochidion arborescens Euphorbiaceae 0.36 0.77 1.01 2.14 37 Quercus gemeliflora Fagaceae 1.61 0.31 0.20 2.12

38 Caryota mitis Arecaceae 0.18 0.92 1.01 2.11

39 Pternandra azurea Melastomataceae 1.01 0.46 0.60 2.08 40 Urophyllum arboreum Rubiaceae 0.12 1.08 0.81 2.01 41 Gouphandra javanica Icacinaceae 0.36 0.77 0.81 1.93

42 Solanum sp. Solanaceae 0.21 1.08 0.60 1.89

43 Polyosma illicifolia Saxifragaceae 1.00 0.31 0.40 1.71 44 Bridelia minutiflora Euphorbiaceae 0.45 0.62 0.60 1.67

45 Ficus tricolor Moraceae 0.19 0.62 0.81 1.61

46 Pyrrenaria serrata Theaceae 0.18 0.62 0.81 1.60 47 Ilex pleiobrachiata Aquifoliaceae 0.42 0.46 0.60 1.49 48 Litsea sp. 3 (mentek) Lauraceae 0.41 0.46 0.60 1.48 49 Acronychia latifolia Rutaceae 1.07 0.15 0.20 1.43

(5)

51 Litsea sp. 4 (kembang) Lauraceae 0.17 0.62 0.60 1.39 52 Macaranga rhizinoides Euphorbiaceae 0.21 0.46 0.60 1.28 53 Flacourtia rukam Flacourtiaceae 0.08 0.46 0.60 1.15 54 Saprosma arboreum Rubiaceae 0.06 0.46 0.60 1.13

55 Ficus variegata Moraceae 0.39 0.31 0.40 1.10

56 Cryptocarya sp. Lauraceae 0.70 0.15 0.20 1.05

57 Psychotria viridiflora Rubiaceae 0.17 0.31 0.40 0.88

58 Pinanga sp. Arecaceae 0.07 0.31 0.40 0.78

59 Polyalthia sp. Anonaceae 0.05 0.31 0.40 0.76

60 Arthrophyllum diversifolium Araliaceae 0.04 0.31 0.40 0.76 61 Magnolia condollii Magnoliaceae 0.37 0.15 0.20 0.72 62 Syzygium lineatum Myrtaceae 0.35 0.15 0.20 0.70 63 Ardisia tetandrum Myrcinaceae 0.05 0.31 0.20 0.56 64 Xanthophyllum flavescens Polygalaceae 0.19 0.15 0.20 0.55

65 Eurya acuminata Theaceae 0.13 0.15 0.20 0.49

66 Piper aduncum Piperaceae 0.08 0.15 0.20 0.43

67 Omalanthus populneus Euphorbiaceae 0.04 0.15 0.20 0.40 68 Bridillia sp. Euphorbiaceae 0.04 0.15 0.20 0.39 69 Litsea sp.1 (merang) Lauraceae 0.02 0.15 0.20 0.37 70 Litsea sp. 2 (amplop) Lauraceae 0.01 0.15 0.20 0.37

71 Pinanga caesia Arecaceae 0.01 0.15 0.20 0.37

paniculata (Nilai Penting = 28.21 %), Castanopsis argantea (NP = 24.31 %), Sloanea sigun (NP = 23.06 %), Ardisia sanguinolenta (NP = 20.87 %) dan Macaranga triloba (NP = 20.73 %) (Tabel

1). Disini terlihat bahwa Ostodes paniculata dan Macaranga triloba merupakan jenis-jenis pionir yang termasuk jenis-jenis dominan di kawasan tersebut, hal ini menggambarkan bahwa pada kawasan hutan tersebut pernah mengalami kerusakan atau eksploitasi manusia. Hal ini masuk akal, karena kawasan tersebut sebelum ditetapkan sebagai kawasan konservasi, merupakan kawasan konsesi dari PT. PERHUTANI. Namun saat ini kawasan tersebut sedang terjadi proses dinamika pemulihan kearah terbentuknya hutan sekunder tua atau bahkan hutan primer, karena banyak dijumpai beberapa jenis primer antara lain Schima wallichii,

Castanopsis aciminatissima dan

lain-lain berupa anak pohon dan seedling pada kawasan tersebut. Beberapa suku yang mempunyai jumlah jenis paling kaya antara lain Euphorbiaceae (11 jenis), Lauraceae (8 jenis) dan Rubiaceae (5 jenis). Seperti halnya hasil penelitian ditempat lain, suku Euphorbiaceae umumnya selalu mendominasi kawasan penelitian, hal ini karena suku tersebut selain kaya akan jenis, jenis-jenis dari suku tersebut umumnya juga mudah beradaptasi atau toleran terhadap berbagai macam kondisi lingkungan10,11).

Pola persebaran kelas diameter batang jenis pohon di kawasan hutan Pameumpeuk menunjukkan pola kurva bentuk ”L” sebagaimana lazimnya gambaran hutan alam tropis lainnya (Gambar 1). Rendahnya populasi individu dari kelas diameter batang ukuran besar merupakan

(6)

paniculata (6,85 %), sedang jenis yang

mempunyai persebaran sempit dengan nilai frekuensi relatif (Fr) terendah antara lain Omalanthus populneus (Fr = 0,2 %),

Quercus gemeliflora (0,2 %) dan Pinanga caesia (0,2 %) (Tabel 1).

fenomena umum pada komunitas hutan alam. Kondisi ini juga berkaitan erat dengan kondisi hutan yang pernah terganggu, dimana pohon-pohon berdiameter besar pernah dieksploitasi atau dijarah secara liar tanpa mengikuti kaidah ekologis, sehingga yang tersisa umumnya jenis pohon dengan diameter batang kecil. Adapun jenis pohon yang mempunyai diameter batang terbesar antara lain Castanopsis argentea (108,28 cm), Castanopsis acuminatissima (89,87 cm) dan Dysoxyllum alliaceum (83,12 cm), jenis-jenis tersebut kemungkinan adalah jenis yang belum sempat tereksploitasi.

Keterangan :

Kelas Diameter 1 (diameter 5-10 cm), KD 2 (10,1-15 cm), KD 3 (15,1-20 cm), KD 4 (20,1-25 cm), KD 5 (25,1-30 cm), KD 6 (30,1-35 cm), KD 7 (35,1-40 cm, KD 8 (40,1-45 cm), KD 9 (45,1-50 cm), KD 10 (50,1-55 cm), KD 11 (55,1-60 cm), KD 12 (60,1-65 cm) dan KD 13 (> 65 cm)

Gambar 1. Pola persebaran kelas diameter batang pohon di hutan Pameumpeuk – TNGHS

Pola persebaran kelas frekuensi jenis pohon terbanyak pada kelas frekuensi - 1 seperti terlihat pada gambar 2. Hal ini menggambarkan bahwa heterogenitas jenis pada kawasan tersebut cukup tinggi, karena banyak jenis yang hanya mempunyai persebaran terbatas dengan nilai frekuensi berkisar antara 1-5. Jenis-jenis yang mempunyai persebaran yang tinggi dengan nilai frekuensi relatif (Fr) tertinggi antara lain Ardisia sanguinolenta (Fr = 9,88 %),

Macaranga triloba (8,27 %) dan Ostodes

Keterangan :

Kelas Frekuensi 1 (frekuensi 1-5), KF 2 (6-10), KF 3 (11-15), KF 4 (16-20), KF 5 (20-25) dan KF 6 (> 25)

Gambar 2. Pola persebaran kelas frekuensi jenis pohon di hutan Pameumpeuk - TNGHS

4. KESIMPULAN

1. K a w a s a n l o k a s i p e n e l i t i a n menggambarkan kondisi hutan alamnya sudah tidak utuh lagi, Hal ini tampak dengan melimpahnya beberapa jenis sekunder yang mendominasi di kawasan tersebut antara lain

Ostodes paniculata, Macaranga triloba dan Antidesma tetandrum. Namun dikawasan

tersebut juga tampak sedang terjadi proses pemulihan pembentukan hutan kearah yang lebih baik, dengan dijumpai beberapa anak pohon dan seedling dari beberapa jenis primer antara lain Schima wallichii dan

Castanopsis aciminatissima.

2. Keanekaragaman jenis pohon tergolong cukup tinggi, yaitu tercatat sebanyak 71 jenis pohon yang tergolong dalam 49 marga dari 31 suku dengan kerapatan pohon mencapai 649 individu per hektar. Komposisi jenis pohon yang terpenting antara lain Ostodes paniculata (Nilai Penting = 28.21 %), Castanopsis

(7)

dan Geofisik, Jakarta, Verhandelingen, No. 42.

6. Kartawinata, K. 1975. The ecological zone of Indonesia, Paper presented in the Symposium of Pasific Ecosystem, 13th Pasific Science Congress, Vancouver, August 1975.

7. Muller – Dombois, D & H. Ellenberg. 1974. Aims and methods of vegetation ecology. John Wiley, New York.

8. Polosakan, R. 2010. Dinamika dan Populasi Jenis Pohon pada Kawasan Hutan di Bukit Lawang, Taman Nasional Bukit Tigapuluh – Riau, Proc. 7th. Basic Science National Seminar, Malang 20 Februari 2010 : 383-392.

9. Polosakan, R. dan Soehardjono. 2009. Analisa Vegetasi Jenis Pohon pada Kawasan Cagar Alam Dungus Iwul di Jasinga, Kabupaten Bogor, Prosiding Seminar Nasional Biologi : Peran Biosistimatika dalam Pengelolaan Sumberdaya Hayati Indonesia, Purwokerto, 12 Desember 2009 : 1000-1006.

10. Mirmanto, E. 1994. Fitososiologi Hutan Lahan Pamah di Kawasan Bukit Tiga Puluh, Riau – Sumatra. Rain Forest and Resource Management, Proc. Of the NORINDRA Seminar, LIPI, Jakarta : 29-35.

11. Partomihardjo, T. 2005. Vegetasi Pulau Nusa Barong, Jember – Jawa Timur. Laporan Teknik Pusat Penelitian Biologi – LIPI, Bogor, : 99-107.

(NP = 23.06 %), Ardisia sanguinolenta (NP = 20.87 %) dan Macaranga triloba (NP = 20.73 %). Suku-suku yang paling kaya jumlah jenisnya untuk jenis pohon antara lain Euphorbiaceae (11 jenis), Lauraceae (8 jenis) dan Rubiaceae (5 jenis).

DAFTAR PUSTAKA

1. Alhamd, L. dan R. Polosakan. 2011. Komposisi jenis dan struktur vegetasi di hutan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak-Sukabumi. Berkala Peneltian Hayati edisi khusus No. 5A. Th.2011. : 1-4.

2. Kartawinata, K., S. Riswan, E. Mirmanto dan S. Prawiroatmodjo. 1985. Structure and composition of Montane Rain Forest in Awibengkok Area, G. Salak. Unpublished report.

3. Rinaldi, D., SA. Harahap, DM. Prawiradilaga, EN. Sambas, H. Wiriadinata, Purwaningsih, I. Fabriana, IK. Widyaningrum dan N. Faizin. 2008. Ekologi Koridor Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Bogor. 37 p.

4. Mirmanto E, H. Wiriadinata, MF. Royyani, S. Ichikawa, dan Ismirza, 2009. Merajut pesona flora hutan pegunungan tropis di Gunung Salak, JICA, Bogor, 82 p.

5. Schmidt FR, dan JA. Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinea, Kementrian

Gambar

Tabel 1. Daftar keanekaragaman jenis dan Nilai Penting (NP), Frekuensi relative (Fr), Kerapatan  relative (Kr) serta Luas Bidang Dasar relative (LBDr) vegetasi pohon di kawasan hutan  Pameumpeuk, Gunung Salak.
Gambar 1.   Pola persebaran kelas diameter  batang pohon di hutan Pameumpeuk  – TNGHS

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proses editing dikenal juga proses Adding graphics, Adding graphics adalah proses penambahan efek-efek untuk memberikan hasil gambar yang lebih baik, dengan

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah berupa Laporan Penelitian dengan judul “Aplikasi Vaksin Dari

H4 = = T Terd erdapa apat per t perbed bedaan li aan likui kuidit ditas sa as saham p ham perus erusaha ahaan y an yang me ang melak lakuka ukan sto n stock  ck 

 Hasil penelitian penelitian menunjukkan menunjukkan bahwa bahwa arsitektur arsitektur Nusantara Nusantara menempatkan menempatkan posisinya posisinya pada pada

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui pengaruh content, bentuk, dan media komunikasi terhadap kesuksesan proyek IT di Bank ABC

Bambang sugiarto (2002) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa untuk menaikan angka oktan pada mesin adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas bensin.Untuk

Selain itu, instansi pe- merintah dan dinas terkait melakukan tugas se- suai tugas pokok dan fungsinya (TUPOKSI) mas- ing-masing. Kompleksitas pada permasalahan anak

Menurut saya kerjasama antara kedua guru bimbingan dan konseling Islam yang menangani anak tuna netra sudah berjalan dengan baik, dalam meningkatkan kecerdasan