• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Inokulum Mikrob Komersial sebagai Pengurai Limbah Cair Rumah Sakit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Inokulum Mikrob Komersial sebagai Pengurai Limbah Cair Rumah Sakit"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS INOKULUM MIKROB KOMERSIAL SEBAGAI

PENGURAI LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT

ROSITA ROPI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Efektivitas Inokulum Mikrob Komersial sebagai Pengurai Limbah Cair Rumah Sakit” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(3)

RINGKASAN

ROSITA ROPI. Efektivitas Inokulum Mikrob Komersial sebagai Pengurai Limbah Cair Rumah Sakit. Dibimbing oleh ETTY RIANI dan NISA RACHMANIA MUBARIK.

Degradasi limbah cair rumah sakit dapat dilakukan dengan seeding yaitu dengan menginokulasikan mikrob ke dalam instalasi pengolahan air limbah. Inokulum yang digunakan pada penelitian ini merupakan inokulum mikrob komersial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis mikrob yang berperan dalam proses degradasi limbah cair rumah sakit dan pengaruh penambahan inokulum mikrob komersial terhadap degradasi limbah cair rumah sakit. Penggunaan inokulum mikrob komersial dilakukan dengan penambahan inokulum sebanyak 5 ml, 10 ml, dan 15 ml dengan variasi waktu 0 jam, 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam, dan 10 jam per satu liter limbah cair rumah sakit yang kemudian diberi perlakuan aerasi. Metode analisis pengukuran pH, BOD, COD, TSS, amonia bebas, dan fosfat yang digunakan berdasarkan pada metode APHA 2012 serta metode inokulasi dan pewarnaan gram untuk analisis koliform.

Kandungan inokulum mikrob komersial yang digunakan pada penelitian ini ialah bakteri asam laktat jenis Lactobacillus sp. dan khamir. Jumlah bakteri yang terdapat dalam inokulum mikrob komersial sebanyak 8.7 x 106 sel/ml, sedangkan jumlah khamir sebanyak 7.4 x 104 sel/ml.

Efektivitas penambahan inokulum mikrob komersial terhadap perubahan pH terjadi pada penambahan 10 ml pada semua waktu kontak dengan nilai pH 7.2 sampai 7.7. Penambahan inokulum mikrob komersial ke dalam limbah cair rumah sakit memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan pH. Semakin banyak penambahan inokulum mikrob komersial, nilai pH semakin rendah. Perubahan nilai pH menandakan adanya aktivitas mikroorgansime dalam mengurai bahan organik yang terkandung dalam limbah cair rumah sakit.

Penambahan inokulum mikrob komersial berpengaruh nyata menurunkan konsentrasi Biological Oxygen Demand (BOD) dalam limbah cair rumah sakit. Penurunan konsentrasi BOD dalam limbah cair rumah sakit terjadi karena inokulum komersial mengandung bakteri asam laktat jenis Lactobacillus sp. dan khamir yang mampu menguraikan bahan organik. Penggunaan inokulum mikrob komersial terhadap penurunan BOD paling efektif terjadi pada penambahan 15 ml dengan waktu kontak 8 jam yaitu sebesar 93.6%.

Penambahan inokulum mikrob komersial memberikan pengaruh nyata terhadap nilai Chemical Oxygen Demand (COD) dalam limbah cair rumah sakit. Nilai COD akan semakin tinggi jika jumlah penambahan inokulum mikrob komersial semakin banyak. Efektivitas degradasi COD dengan menggunakan inokulum mikrob komersial ialah sebesar 39.06% dengan penambahan 15 ml dengan waktu kontak 10 jam.

Pengaruh penambahan inokulum mikrob komersial terhadap penurunan nilai Total Suspended Solid (TSS) terjadi secara nyata. Efektivitas penurunan nilai TSS yaitu 15 ml dengan waktu kontak aerasi 10 jam yaitu sebesar 80.24%.

(4)

Penurunan kadar NH3 bebas dalam limbah cair rumah sakit efektif pada penambahan inokulum mikrob komersial 15 ml dengan waktu kontak aerasi 2 jam yaitu sebesar 98.04%.

Kandungan fosfat dalam limbah cair rumah sakit mampu diturunkan dengan penambahan inokulum mikrob komersial. Efektivitas penurunan fosfat terjadi pada penambahan inokulum mikrob komersial sebanyak 15 ml dengan waktu kontak aerasi 10 jam yaitu 87.09%.

Koliform dalam limbah cair rumah sakit sering ditemukan dan merupakan indikator tercemarnya suatu perairan. Penurunan koliform dalam limbah cair rumah sakit dapat dihambat atau dihilangkan dengan penambahan inokulum mikrob komersial. Efektivitas penggunaan inokulum mikrob komersial terhadap penurunan koliform ialah 15 ml dengan waktu kontak aerasi 10 jam. Penurunan konsentrasi koliform dalam limbah cair rumah sakit karena kandungan dari inokulum mikrob komersial yang mampu mendegradasi koliform.

(5)

SUMMARY

ROSITA ROPI. The Effectiveness of Microbial Inoculum as Decomposers of Hospital Sewage. Supervised by ETTY RIANI and NISA RACHMANIA MUBARIK.

Degradation of hospital wastewater can be studied by seeding with inoculating microbes into the wastewater treatment plants. Inoculum that used is a commercial microbial inoculum. The research aims to determine the types of microbes in degradation process of hospital wastewater and commercial microbial inoculums effect of adding to the degradation of hospital wastewater. Using of commercial microbial inoculums was done with addition of inoculum about 5 ml, 10ml, and 15ml based on time variation of 0 hour, 2 hours, 4 hours, 6 hours, 8 hours, and 10 hours per one liter of hospital wastewater then treated aeration. Measurement analysis methods of pH, BOD, COD, TSS, free ammonia, and phosphate are used based on APHA 2012 method, the inoculation method and dyeing gram for coliform analysis.

The content of commercial microbial inoculums used in this study is lactic acid bacteria Lactobacillus sp. and yeast. The number of bacteria present in the commercial microbial inoculums much as 8.7x 106 cell/ml, while the amount of yeast as 7.4x104 cell/ml.

The effectivity by additing commercial microbial inoculums to changes in pH occurred in the addition of 10 ml at all times in contact with a pH value of 7.2 to 7.7. The addition of commercial microbial inoculums in hospital wastewater have a significant influence on the change in pH. Increasing addition of commercial microbial inoculum, caused the pH value be lower. Changes in pH value indicated that activity of microorganisms to decompose organic matter which contained in hospital wastewater.

The addition of commercial microbial inoculums significantly reduce the concentration of Biological Oxygen Demand (BOD) in hospital wastewater. The BOD concentration reduction in hospital wastewater occurs because commercial inoculums containing lactic acid bacteria types of Lactobacillus sp. and yeasts are able to decompose organic matter. Using of commercial microbial inoculums for the most effective BOD reduction occurs in the addition of 15 ml with a contact timeof 8 hours is 93.6%.

The addition of microbial inoculums commercial caused real effect on the value of Chemical Oxygen Demand (COD) in hospital wastewater. The COD value will be higher if the number additional commercial microbial inoculums more. Effectivity of COD degradation by microbial inoculums commercial use is by 39.06% within additing of 15 ml with contact time in 10 hours.

Effect of the addition of commercial microbial inoculums for impairment not significantly. Effectivity impairment TSS is 15 ml with aeration contact time in 10 hours is 80.24%.

(6)

Coliform wastewater of hospitalis common and an indicator of pollution of the waters. The decline of coliforms in wastewater of hospital can be inhibited or eliminated by the addition of a commercial microbial inoculum. The effectiveness of the use of commercial microbial inoculums to the decrease of coliformis 15 ml with aeration contact time of 10 hours. Decreasing of coliform concentrations in wastewater of hospital is caused by the content of a commercial microbial inoculums that capable of degrading coliform.

The content of a microbial inoculum is the lactic acid bacteria type that are Lactobacillus sp. and yeasts. The number of bacteria present in the commercial microbial inoculumas much as 8.7 x 106 cell/ml, while the amount of yeast as 7.4 x 104 cell/ml.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

7

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

EFEKTIVITAS INOKULUM MIKROB KOMERSIAL

SEBAGAI PENGURAI LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Efektivitas Inokulum Mikrob Komersial sebagai Pengurai Limbah Cair Rumah Sakit

Nama : Rosita Ropi NRP : P052110211

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Etty Riani, MS Ketua

Dr Nisa Rachmania Mubarik, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 28 Januari 2015 (tanggal pelaksanaan ujian tesis)

(12)

tesolehana)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Efektivitas inokulum mikrob komersial sebagai pengurai limbah cair rumah sakit”. Penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan pada program pascasarjana Mayor S2 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua, kakak, serta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan doa, nasehat dan semangat serta kasih sayang kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS dan ibu Dr. Nisa Rachmania Mubarik, MSi selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada dolphine atas semangatnya selama ini dan rekan-rekan angkatan 2011 dan 2012 mahasiswa pascasarjana S2 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB, Shintya, Sillak, Anggi, Nur Layla, Rita Oktarita, Dyah, Budi Ambong, Komaruddin, Artanti, Dina, Disti, Adriansyah, Subangkit, dan Edward serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan selama proses pengambilan dan pengumpulan data.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(13)

DAFTAR ISI

Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit 5

Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan Inokulum 7

Nilai pH 8

Tempat dan Waktu Penelitian 10

Pengambilan Air Limbah 10

Analisis Lapang 10

Degradasi Air Limbah 11

Perlakuan Inokulasi Air Limbah 11

Isolasi dan Identifikasi Bakteri dari Inokulum Mikrob Komersial 11

Parameter Analisis Kualitas Air 11

Analisis Biological Oxygen Demand (BOD) 12

Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) 12

Analisis Total Suspenden Solid (TSS) 13

Analisis Amonia Bebas 13

Analisis Fosfat 13

Analisis Mikrobiologi (Total Plate Count) 14

Rancangan Percobaan 14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Bakteri dari Inokulum Mikrob Komersial 15 Pengaruh Penambahan Inokulum terhadap Penurunan Kandungan Bahan

Organik pada Limbah Cair Rumah Sakit 15

Nilai pH (Derajat Keasaman) 15

Biological Oxygen Demand (BOD) 18

Chemical Oxygen Demand (COD) 20

Total Suspended Solid 21

Amonia Bebas (NH3) 22

(14)

Analisis Mikrobiologi 24 Identifikasi Bakteri dari Inokulum Mikrob Komersial 24 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 31

(15)

DAFTAR TABEL

1 Standar baku mutu kualitas limbah cair bagi kegiatan

rumah sakit Kepmen nomor 58/12/1995 7

2 Parameter pengukuran analisis dalam limbah cair rumah sakit 12

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan kerangka pemikiran penelitian 4

2 Koloni bakteri asam laktat pada media MRSA dan sel bakteri

asam laktat 15

3 Koloni khamir pada media PDA dan sel bakteri khamir 16 4 Pengaruh waktu tinggal inokulum mikrob komersial terhadap

nilai pH dalam limbah cair rumah sakit pada berbagai

konsentrasi inokulum 17

5 Pengaruh waktu tinggal inokulum mikrob komersial terhadap kandungan BOD dalam limbah cair rumah sakit

pada berbagai konsentrasi inokulum 19

6 Pengaruh waktu tinggal inokulum mikrob komersial terhadap kandungan COD dalam limbah cair rumah sakit pada berbagai

konsentrasi inokulum 20

7 Pengaruh waktu tinggal inokulum mikrob komersial terhadap kandungan TSS dalam limbah cair rumah sakit pada

berbagai konsentrasi inokulum 21

8 Pengaruh waktu tinggal inokulum mikrob komersial terhadap kandungan NH3 dalam limbah cair rumah sakit

pada berbagai konsentrasi inokulum 23

9 Pengaruh waktu tinggal inokulum mikrob komersial terhadap kandungan PO42- dalam limbah cair rumah sakit

pada berbagai konsentrasi inokulum 24

10 Pengaruh waktu tinggal inokulum mikrob komersial terhadap kandungan total koliform dalam limbah cair

rumah sakit pada berbagai konsentrasi inokulum 25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang

Standar Baku Mutu Air Limbah 31

2 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) rumah sakit 31 3 Pengaruh waktu tinggal inokulum mikrob komersial

terhadap nilai pH dalam limbah cair rumah sakit 31 4 Pengaruh waktutinggal inokulum mikrob komersial

terhadap kandungan BOD dalam limbah cair rumah sakit 32 5 Pengaruhwaktu tinggalinokulum mikrob komersial

(16)

6 Pengaruh waktu tinggal inokulum mikrob komersial terhadap

kandunganTSS dalam limbah cair rumah sakit 32

7 Pengaruh waktu tinggal inokulum mikrob komersial

terhadap kandungan NH3dalam limbah cair rumah sakit 33 8 Pengaruh waktu tinggal inokulum mikrob komersial

terhadap kandungan fosfat dalam limbah cair rumah sakit 33 9 Pengaruh waktu tinggal inokulum mikrob komersial

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air limbah merupakan salah satu sumber bahan pencemar yang dapat menyebabkan penurunan kualitas air secara signifikan pada badan air seperti sungai, waduk dan danau (Priadie 2012). Tingginya bahan pencemar tersebut akibat adanya buangan dari limbah rumah tangga, industri, pertanian, limbah rumah sakit, dan sektor komersial (Akter et al. 1999). Berdasarkan Status Lingkungan Hidup Indonesia (KLH 2010), kurang lebih 74% sungai besar yang terdapat di Pulau Jawa tidak memenuhi Kriteria Air Kelas II. Sebagai salah satu contoh, hasil pemantauan 24 sungai di Jakarta mempunyai Indeks Kualitas Air (IKA) yang buruk (Priadie 2012).

Salah satu bahan pencemar yang sangat berbahaya ialah limbah cair rumah sakit yang mengandung senyawa berbahaya. Limbah cair rumah sakit umumnya terdiri atas limbah organik dan anorganik yang mengandung mikroorganisme patogen (Ekhaise 2008). Limbah cair rumah sakit yang masuk pada pembuangan akhir mengandung senyawa organik yang cukup tinggi, senyawa-senyawa kimia, dan mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit terhadap masyarakat sekitar. Jenis mikroorganisme patogen yang terkandung pada limbah cair rumah sakit umumnya antara lain Bacillus sp. Streptococcus sp. Escherichia coli, Pseudomonas coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus, dan Enterobacter (Oyeleke et al. 2008).

Komposisi limbah cair rumah sakit hampir sama dengan komposisi limbah cair domestik. Namun limbah cair rumah sakit lebih berbahaya jika dibandingkan dengan limbah cair domestik. Hal ini karena limbah cair rumah sakit lebih banyak mengandung mikrob patogen, bahan kimia dan desinfektan (Permatasari dan Mangkoedihardjo 2012) serta aktivitas laboratorium atau sisa obat yang masuk ke lingkungan (Kummerrer 2001). Menurut Djaja dan Maniksulistya (2006), limbah cair yang dihasilkan oleh rumah sakit bukan hanya berasal dari unit pengobatan dan tempat praktik dokter, tetapi juga ditunjang oleh unit-unit lainnya, seperti ruang operasi laboratorium, farmasi, administrasi, dapur, dan ruang cuci. Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang standar baku mutu Air Limbah (Lampiran 1) dan Kepmen Lingkungan Hidup No.58 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan rumah sakit (Tabel 1), limbah cair rumah sakit harus dikelola dengan baik dan benar.

(18)

Penambahan inokulum pada limbah cair rumah sakit berarti ada penambahan sejumlah mikroorganisme ke dalam sistem pengolahan limbah cair rumah sakit yang dapat meningkatkan efektivitas pengolahannya. Inokulum mengandung beberapa mikroorganisme yang dapat menurunkan kadar bahan organik misalnya penurunan konsentrasi Biological Oxigen Demand (BOD), Chemical Oxigen Demand (COD), padatan tersuspensi (TSS), fosfat, nitrat, nitrit, dan E. coli (Siregar 2001). Menurut Mayanti dan Ariesyady (2010), jenis mikroorganisme yang terdapat pada inokukulum komersial (commercial seed) antara lain bakteri Bacillus licheniformis, B. subtilis, dan B. cereus yang digunakan pada pengolahan limbah cair cat. Penggunaan inokulum komersial juga telah digunakan oleh Siregar (2001) pada pengolahan limbah cair rumah sakit. Kandungan dari inokulum tersebut ialah ragi, Lactobacillus sp. jamur fermentasi, bakteri fotosintetik, dan Actinomycetes. Selama ini inokulum yang digunakan sebagai pengurai limbah cair rumah sakit dapat diperoleh secara komersial (commercial product). Namun kajian ilmiah terhadap produk tersebut belum banyak padahal produk telah dimanfaatkan secara luas oleh rumah sakit. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul efektivitas inokulum mikrob komersial sebagai pengurai limbah cair rumah sakit.

Rumusan Masalah

1. Perlu diketahui bakteri yang dapat mendegradasi limbah cair rumah sakit. 2. Perlu dipelajari kemampuan inokulum mikrob komersial dalam mendegradasi

limbah cair rumah sakit.

Tujuan Penelitian

1. Mengisolasi dan mengidentifikasi mikrob yang berperan dalam mendegradasi kandungan bahan organik pada limbah cair rumah sakit.

2. Mempelajari pengaruh penambahan inokulum mikrob komersial terhadap penurunan kandungan bahan organik BOD, COD, TSS, amonia bebas, fosfat dan, koliform pada limbah cair rumah sakit.

Kerangka Pemikiran

(19)

biologi maupun dengan menggunakan sistem Wetland Treatment Plan (WTP). Pengolahan limbah cair secara kimia seringkali kurang efektif karena biaya untuk pembelian bahan kimia yang cukup tinggi dan pada umumnya pengolahan air limbah secara kimia akan menghasilkan lumpur yang cukup banyak dan mengandung bahan-bahan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan, sehingga harus menyediakan prasarana untuk penanganan lumpur. Pengolahan limbah dengan sistem Wetland Treatment Plant (WTP) menggunakan tanaman sebagai pendegradasi limbah cair dengan proses evapotranspirasi (Permatasari dan Mangkoedihardjo 2012) dan menggunakan lahan yang cukup luas, sedangkan jumlah lahan kosong saat ini semakin sedikit. Pengolahan limbah secara biologi menggunakan sumber daya alam yang tersedia, misalnya penggunaan jenis bakteri yang dapat diisolasi dari limbah yang disebut bioremediasi. Bioremediasi merupakan proses pengurangan atau penghilangan bahan organik maupun anorganik berbahaya dengan menggunakan makhluk hidup. Proses bioremediasi terjadi karena adanya enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme yang memodifikasi polutan beracun melalui reaksi biotransformasi. Pada proses biotransformasi (metabolisme) akan terjadi biodegradasi polutan beracun oleh bakteri dan terjadi perubahan struktur kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun (Fahruddin 2010).

Pengolahan limbah secara biologi dapat terjadi dalam tiga kondisi lingkungan :

a. Kondisi lingkungan anaerob, proses pengolahan limbah dengan kondisi lingkungan tidak terdapat oksigen terlarut.

b. Kondisi lingkungan aerob, proses pengolahan limbah dengan kondisi lingkungan terdapat oksigen terlarut yang cukup banyak.

c. Kondisi lingkungan anoksik, proses pengolahan limbah dengan kondisi lingkungan terdapat oksigen terlarut tetapi dengan konsentrasi yang rendah.

Limbah cair rumah sakit perlu dilakukan pengolahan yang lebih aman karena mengandung mikrob patogen. Sebanyak 80% limbah cair yang dihasilkan merupakan limbah cair dari aktivitas perawatan kesehatan umum yang mirip dengan limbah domestik. Selebihnya ialah bahan berbahaya yang diduga bersifat infeksius, toksik atau radioaktif. Menurut Yaday (2001), 85% limbah cair rumah sakit tidak berbahaya, 10% berupa bahan yang infektif yang bersifat berbahaya, dan 5% berupa bahan noninfeksius, misalnya bahan kimia, farmasetikal, dan radioaktif. Tetapi, 80% limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas perawatan kesehatan akan bercampur dengan limbah cair yang bersifat infeksius, toksik ataupun radioaktif pada pembuangan akhir. Hal ini menyebabkan jumlah limbah cair rumah sakit yang dihasilkan semakin banyak. Oleh karena itu, diperlukan suatu penanganan yang lebih efisien untuk mengolah limbah cair dengan waktu kontak yang relatif lebih singkat.

(20)

terdapat dalam inokulum dimaksudkan untuk mengetahui jenis bakteri penting yang berperan sebagai pengurai senyawa-senyawa yang terdapat pada limbah cair rumah sakit. Penelitian ini menggabungkan antara pengolahan limbah cair secara aerob dengan proses biologi dengan penambahan inokulum.

Kerangka pemikiran dari penelitian yang akan dilakukan ditunjukkan dalam Gambar 1

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian Kondisi Perairan

Akibat buangan limbah cair dari

a. Industri, umumnya mengandung bahan-bahan berbahaya

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Cair Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan tempat pelayanan jasa kesehatan masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang tentang Rumah Sakit No.44 tahun 2009, rumah sakit ialah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit menghasilkan limbah baik itu limbah padat, cair maupun padat yang bersifat infeksius maupun noninfeksius. Limbah rumah sakit yang tidak diproses dengan baik dapat menimbulkan pencemaran bagi lingkungan sekitarnya yang akan merugikan masyarakat bahkan rumah sakit itu sendiri. Menurut Permenkes RI No. 340/MenKes/Per/III/2010 tentang klasifikasi, rumah sakit terbagi atas empat bagian, yaitu: rumah sakit umum kelas A menyediakan jumlah tempat tidur minimal 400 buah, kelas B minimal 200 buah, kelas C minimal 100 buah, dan kelas D minimal 50 buah. Menurut Mesdaghinia et al. (2009), rata-rata limbah cair yang dihasilkan pada Rumah Sakit Razi ±398 perpasien/hari. Banyaknya konsumsi air di rumah sakit tergantung pada jenis layanan medis yang disediakan, jumlah tempat tidur, kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat.

Limbah cair rumah sakit ialah limbah umum yang berasal dari semua aktivitas rumah sakit baik kegiatan medis maupun nonmedis, misalnya kegiatan operasi, unit gawat darurat, laboratorium, diagnosis, radiologi, kegiatan dapur dan pencucian. Limbah cair rumah sakit bersifat infeksius, patogen, beracun, mudah terurai dan radioaktif yang dapat menyebabkan masalah pencemaran dan kesehatan. Keberadaan rumah sakit yang berdekatan dengan pemukiman berpotensi untuk menimbulkan masalah lingkungan akibat limbah yang tidak memenuhi standar baku mutu dibuang ke lingkungan (Prayitno et al. 2013)

Tingkat kontaminasi air limbah tergantung pada jenis bahan polutan seperti karbohidrat, lemak, protein, lignin, sabun, detergen sintetis, serta berbagai bahan alami dan bahan-bahan kimia sintesis. Polutan-polutan tersebut berada dalam bentuk tersuspensi. Karakteristik air limbah tergantung pada struktur komunitas, kebiasaan hidup masyarakat, jenis aktivitas, tingkat ekonomi, dan kesadaran lingkungan. Dari sudut pandang kesehatan, kontaminan air limbah terpenting ialah mikroorganisme patogen, misalnya Salmonella sp., Enteroviruses, Rotaviruses dan cacing (intestinal nematodes) (Suprihatin dan Suparno 2013).

Limbah cair rumah sakit memiliki karakteristik hampir sama dengan limbah cair domestik, tetapi limbah cair rumah sakit mengandung beberapa partikel berbahaya misalnya patogen, senyawa kimia berbahaya, disinfektan, obat-obatan, dan isotop radioaktif. Limbah cair rumah sakit memiliki dampak negatif terhadap lingkungan kesehatan dan mental manusia.

Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit

(22)

oksidasi senyawa organik oleh mikroorganisme, baik di tanah, perairan, atau pada instalasi pengolahan air limbah (Reynold dan Tom 1982). Pengolahan limbah secara biologi lebih banyak digunakan karena selain biayanya yang relatif sedikit juga menghasilkan lumpur yang tidak terlalu banyak dibandingkan dengan pengolahan secara kimia atau fisik (Meitiniarti et al. 2008). Proses biodegradasi yang umum dilakukan ialah lumpur aktif, yang didefinisikan sebagai suatu proses biologi dalam pengolahan limbah cair, dimana pencampuran antara limbah cair dengan lumpur aktif diaerasi pada suatu tangki aerasi. Padatan biologi yang aktif tersebut mengoksidasi limbah kemudian dialirkan kembali ke bak pengendap akhir, hingga mengalami siklus yang berulang (Reynold dan Tom 1982). Biodegradasi limbah cair dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu modifikasi lingkungan dan seeding. Modifikasi lingkungan bertujuan untuk meningkatkan aktivitas metabolisme mikrob dengan penambahan nutrisi, terutama nitrogen dan fosfor, peningkatan jumlah oksigen dan kelembaban nutrisi, serta penambahan kosubstrat sebagai penunjang pertumbuhan mikrob, sedangkan seeding dilakukan dengan menginokulasi mikrob ke dalam instalasi pengolahan limbah. Mikrob yang digunakan dapat berasal dari lokasi tercemar (indigenous) atau dari luar lokasi yang tercemar (non indigenous).

Seeding umumnya dilakukan dengan menggunakan mikrob komersial yang lebih mahal dan belum tentu sesuai dengan karakteristik limbah yang diolah. Mikrob yang diisolasikan dari lumpur hasil pengolahan limbah cair memiliki kemampuan untuk mendegradasi limbah, sehingga akan didapat mikrob dari seeding yang mampu bertahan dan berpengaruh terhadap degradasi limbah cair, serta mikrob indigenous yang mampu mengurangi penggunaaan bakteri komersial dan mengurangi biaya pengolahan limbah secara biologi.

Teknologi pengolahan air limbah dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu pengolahan secara fisik, pengolahan secara kimia dan pengolahan secara biologi. Tetapi dalam aplikasinya ketiga jenis pengolahan tersebut tidak dapat dilakukan secara parsial tetapi dilakukan secara kombinasi dan terintegrasi dalam bentuk pengolahan secara fisik-kimia-biologi, pengolahan secara fisik-biologi maupun pengolahan secara kimia-biologi. Secara biologi terdapat dua jenis pengolahan yaitu pengolahan secaraa erobik (dengan udara), anaerobik (udara terbatas) atau fakultatif. Pengolahan secara biologi aerobik diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu proses biologi dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologi dengan biakan melekat (attached culture) (Tchobanoglous 2003). Proses biologi dengan biakan tersuspensi ialah sistem pengolahan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air. Pada proses ini mikroorganisme yang digunakan dibiakkan secara tersuspensi di dalam suatu reaktor.

(23)

aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur sedangkan air limpasan (over flow) dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi kemudian dibuang ke badan air penerima (sungai) (Tchobanoglous 2003)

Keunggulan teknis proses lumpur aktif ialah dapat mengolah air limbah dengan beban BOD dan volume yang besar dengan efisiensi pengolahan yang tinggi. Beberapa kelemahan teknis antara lain kemungkinan terjadi bulking pada lumpur aktif, terjadi buih, jumlah lumpur yang dihasilkan besar, dan membutuhkan lahan yang luas. Efisiensi proses pengolahan tergantung pada volume, karakteristik air limbah, serta kriteria desain masing-masing teknologi. Sebagai contoh dalam desain teknologi pengolahan secara activated sludge dengan tipe extended aerasi dapat digunakan secara efektif untuk air limbah yang mengandung beban BOD sebesar 20 sampai 30 tiap kg MLVSS, umur lumpur 0.16 sampai 0.4 hari, dan waktu retensi 18 sampai 24 jam. Desain activated sludge tipe stabilisasi kontak dipersyaratkan beban BOD sebesar 4 sampai 5 per kg MLVSS, umur lumpur 0.5 sampai 1 hari, waktu kontak 3 sampai 5 jam (Tchobanoglous 2003). Perusahaan Greentech.co.ltd (2003) telah mengembangkan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit menggunakan teknologi kombinasi Activated Sludge-Biological Contactor (ASBC). Teknologi ini mampu mengambil polutan lebih tinggi, yaitu COD sebesar 87.8%, total N sebesar 71.2%, total P sebesar 83.6%, dan Koliform sebesar 99.98%.

Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan Inokulum

Upaya pengelolaan limbah rumah sakit khususnya limbah cair, merupakan salah satu upaya penyehatan lingkungan rumah sakit dan lingkungan sekitarnya. Namun kenyataannya belum semua rumah sakit dapat melaksanakannya secara optimal. Pengolahan limbah cair dapat dilakukan dengan menbandingkan kandungan bahan organik pada limbah cair rumah sakit dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Tabel 1) (Estiningsih dan Milbakhuddinz 2007).

Total Suspended Solid 30 mg/l

NH3 Bebas 0,1 mg/l

PO42- 2 mg/l

Mikrobiologi

MPN– Koliform/100 ml 10.000

(24)

Salah satu cara pengolahan limbah cair ialah dengan penambahan inokulum. Penambahan inokulum, berarti ada penambahan sejumlah mikroorganisme ke dalam sistem pengolahan limbah cair rumah sakit yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengolahannya. Penambahan inokulum pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dapat menurunkan kandungan BOD sampai 54.57% selama 8 jam, COD 60.24% selama 24 jam, TSS 51.79% selama 8 jam dan penurun koliform sebanyak 46.56% dalam waktu 8 jam (Siregar 2001).

Nilai pH

Nilai pH merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan bakteri. Bakteri memerlukan suatu pH optimum (6.5 sampai 7.5) untuk tumbuh optimal. Nilai pH minimum dan maksimum untuk pertumbuhan kebanyakan spesies bakteri ialah 4 dan 9. Pengaruh pH terhadap pertumbuhan bakteri ini berkaitan dengan aktivitas enzim. Enzim ini dibutuhkan oleh beberapa bakteri untuk mengkatalis reaksi-reaksi yang berhubungan dengan pertumbuhan bakteri. Apabila nilai pH dalam suatu medium atau lingkungan tidak optimal maka akan mengganggu kerja enzim-enzim tersebut dan akhirnya mengganggu pertumbuhan bakteri itu sendiri (Suriani et al. 2013). Perubahan kondisi lingkungan akan mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan bakteri awal, sehingga bakteri yang tidak mampu beradaptasi pada kondisi tersebut akan mengalami kematian karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung proses metabolisme bakteri tersebut (Supriatin dan Yati 2008).

Biological Oxygen Demand (BOD)

Parameter Biological Oxygen Demand (BOD) secara umum banyak digunakan dalam menentukan tingkat pencemaran air limbah termasuk limbah cair rumah sakit. Penentuan BOD sangat penting untuk mengukur banyaknya oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme menguraikan bahan organik yang terdapat pada suatu perairan, pada kondisi yang hampir sama dengan kondisi yang ada di alam. BOD memegang peranan penting terhadap tingkat pencemaran suatu perairan. Perairan dikategorikan baik jika kadar oksigen terlarut (DO) > 5 mg/l dan kadar oksigen biokimianya (BOD) berkisar 0 sampai 10 mg/l (Salmin 2005).

Chemical Oxygen Demand (COD)

(25)

Total Suspended Solid (TSS)

Total padatan tersuspensi (TSS) merupakan jumlah bobot bahan tersuspensi yang dalam suatu volume air terdiri atas komponen terendapkan, bahan melayang dan komponen tersuspensi koloid. Padatan tersuspensi mengandung bahan organik berupa padatan biologi seperti bakteri dan anorganik berupa liat dan butiran pasir (Pujiastuti et al. 2013). Tingginya kandungan padatan tersuspensi sangat dipengaruhi oleh pengadukan akibat adanya aerasi. Selain itu, total padatan tersuspensi juga dipengaruhi oleh kecerahan atau kekeruhan suatu perairan. Hal ini akan menyebabkan kurangnya cahaya yang masuk ke dalam perairan dan akan berdampak terhadap kehidupan air. Semakin tinggi tingkat kecerahan suatu perairan maka nilai total padatan tersuspensi semakin rendah (Tarigan dan Edwar 2003).

Amonia Bebas (NH3)

Gas amonia merupakan suatu gas yang tidak berwarna dan menimbulkan bau yang sangat kuat. Nitrogen amonia dalam air sebagai amonium (NH4+), yaitu berdasarkan reaksi kesetimbangan sebagai berikut (Sulihingtyas et al. 2010):

NH3+ H2O → NH4+ + OH

Senyawa amoniak dalam air dapat diolah secara mikrobiologis oleh bakteri autotropik dan heterotropik melalui proses nitrifikasi hingga membentuk nitrit dan nitrat. Proses nitrifikasi ini berlangsung dalam kondisi aerobik, sehingga diperlukan penambahan oksigen melalui aerasi. Pada tingkatan tertentu, amonia dapat menyebabkan gangguan pada paru-paru dan sensitivitas indra penciuman serta merusak jaringan tubuh. Kandungan amonia dapat dikurangi dengan proses biologi. Pada sistem aerasi kontinyu, waktu kontak yang lama diperlukan untuk mencegah kehilangan bakteri yang cukup banyak. Laju pertumbuhan harus cukup cepat untuk mengganti mikrob yang hilang melalui lumpur aktif yang disirkulasi. Adanya resirkulasi bahan organik dari lumpur aktif dapat mengontrol pertumbuhan mikroorganisme heterotrofik pada sintetis nitrifikasi.

Fosfat (PO42-)

(26)

Mikrobiologi

Bakteri patogen yang sering dijumpai pada air limbah umumnya berupa bakteri koliform dengan spesies koliform. Bakteri tersebut mencapai ±3 juta/100 ml air limbah. Kelompok bakteri koliform sebenarnya tidak patogen dan selalu terdapat pada limbah cair (Suprihatin dan Suparno 2013). Keberadaan bakteri koliform merupakan indikator terkontaminasinya suatu sampel oleh feses yang kemungkinan juga mengandung mikroorganisme patogen lainnya (Anggraini et al. 2013).

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini ialah produk inokulum mikrob komersial produksi PT Inzan Permata merk BM Ekosym, limbah cair dari salah satu inlet Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) rumah sakit tipe B di Jakarta Barat.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2013 sampai dengan Februari 2014 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Proling, Institut Pertanian Bogor.

Pengambilan Air Limbah

Limbah cair diambil dari salah satu inlet IPAL rumah sakit di kawasan Jakarta Barat pada bak pengendap awal (Lampiran 2) yang sebelumnya telah disaring dengan bar screen. Pengambilan sampel air limbah dilakukan pada dua titik yang dianggap telah mewakili area, masing-masing 40 liter setiap titiknya sehingga diperoleh 72 satuan percobaan. Sampel air limbah kemudian dihomogenkandan dimasukkan ke dalam botol sterilvolume satu liter untuk kemudian dilakukan perlakuan.

Analisis Lapang

(27)

Perlakuan Inokulasi Air Limbah

Penguraian limbah cair rumah sakit dilakukan dengan perlakuan pemberian aerasi dengan penambahan inokulum mikrob komersial 0 ml, 5 ml, 10 ml, 15 ml dalam satu liter air limbah. Air limbah tersebut kemudian diukur suhu, pH, BOD, COD, TSS, NH3 bebas, PO42-, dan koliformpada kisaran waktu 0 jam, 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam, dan 10 jam. Masing-masing perlakuan terdiri atas tiga kali ulangan dan diperoleh 72 satuan percobaan.

Isolasi dan Identifikasi Bakteri dari Inokulum Mikrob Komersial

Sebanyak 1 ml inokulum mikrob komersial dimasukkan ke dalam botol uji yang berisi 9 ml larutan garam fisiologi 0.85% untuk dilakukan pengenceran serial sampai 107 kemudian dihomogenkan dengan vortex. Inokulasi inokulum mikrob komersial dilakukan di dalam laminar yang sebelumnya telah disemprot alkohol dan disinari UV selama 15 menit untuk menghindari terjadinya kontaminasi (Hadioetomo 1993).

Botol uji yang berisi inokulum mikrob komersial diambil 0,1 ml kemudian disebar pada media Mann rogosa sharpe agar (MRSA), media Potato dextrose agar (PDA), dan Plate count agar (PCA) sebanyak 100 µmL menggunakan batang penyebar. Inokulum mikrob komersial yang telah disebar kemudian diinkubasi selama ±24 jam pada suhu 37oC. Bakteri yang tumbuh pada media MRSA, PDA, dan PCA dihitung jumlah bakterinya. Kemudian di pindahkan pada media yang berbeda dengan metode kuadran atau empat cara (sektor) untuk mendapatkan isolat murni. Bakteri yang terdapat pada media metode kuadran dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 37oC selama ±24 jam. Koloni yang tumbuh dipindahkan ke media agar-agar miring. Isolat murni yang tumbuh pada media agar-agar miring dilakukan pewarnaan Gram untuk membedakan jenis bakteri Gram positif atau Gram negatif (Smith dan Hussey 2005)

Parameter Analisis Kualitas Air

Parameter yang akan dianalisis mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 tahun 1995. Parameter yang akan dianalisis dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Parameter pengukuran analisis dalam limbah cair rumah sakit

No Parameter Satuan Baku Mutu

7 Mikrobioligi Jumlah/100 ml 10.000

(28)

Analisis Biological Oxygen Demand (BOD)

Pengujian BOD pada air limbah digunakan untuk menentukan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan mikrob aerobik untuk mengoksidasi bahan organik karbon dalam sampel air limbah, efluen atau air yang tercemar. Prinsip kerja dari BOD ialah adanya penambahan larutan pengencer jenuh oksigen yang telah ditambah larutan nutrisi dan bibit mikrob ke dalam sampel, kemudian diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu 20oC ± 1oC selama 5 hari. BOD dihitung berdasarkan selisih konsentrasi okigen terlarut 0 (nol) hari dan 5 (lima) hari (APHA 2012).

Perhitngan BOD ialah : BOD5 =

1− 2 − ( 1− 2) � �

Keterangan :

BOD5 = Nilai BOD5 kontrol standar (mg/l);

A1 = Kadar oksigen terlarut glukosa-asam glutamat nol hari (mg/l); A2 = Kadar oksigen terlarut glukosa-asam glutamat lima hari (mg/l); B1 = Kadar oksigen terlarut blanko nol hari (mg/l);

B2 = Kadar oksigen terlarut blanko lima hari (mg/l);

VB = Volume suspensi mikrob (ml) dalam botol DO blanko;

VC = Volume suspensi mikrob per botol DO (ml) dalam standar glukosa-glutamat;

P = Perbandingan volume contoh uji dengan larutan pengencer.

Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)

Pengujian COD dalam air limbah menggunakan metode spektrofotometri yang direduksi dengan Cr2O72- pada kisaran nilai COD 100 mg/l sampai dengan 900 mg/l. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai COD lebih kecil atau sama dengan 90 mg/l pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 420 nm.

Prinsip kerja dari pengujian COD pada air limbah ialah senyawa organik dan anorganik yang terdapat pada sampel dioksida oleh Cr2O72- dalam reflus tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan ekuivalen dengan oksigen (O2 mg/l) yang diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O72- kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 420 nm dan Cr3+ kuat akan mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm (APHA 2012).

Perhitungan COD ialah Kadar COD (mg/O2/L) = C X f Keterangan:

(29)

Analisis Total Suspended Solid (TSS)

Analisis Total Suspended Solid (TSS) digunakan untuk menentukan residu tersuspensi yang terdapat dalam bahan sampel limbah cair dengan metoda gravimetri. Metode ini termasuk penentuan bahan yang mengapung, padatan yang mudah menguap dan dekomposisi garam mineral. Prinsip kerja dari analisis TSS ialah sampel yang telah homogen disaring dengan kertas saring 20 µm yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada kertas saring dikeringkan pada suhu 1030C sampai dengan 1050C (APHA 2012). Kenaikan berat kertas saring mewakili padatan tersuspensi total. Nilai TSS dihitung dengan cara:

TSS (mg/l) = − � 1000

� � ℎ ( )

Pengujian TSS dilakukan untuk mengetahui residu tersuspensi dalam limbah cair rumah sakit dengan menghitung berat kertas saring yang berisi residu dikurangi dengan berat kertas saring. Untuk mengetahui hasil dari nilai TSS dibagi dengan volume contoh uji yang disaring menggunakan kertas saring Whatman Grade 934 AH dengan ukuran pori 1.5 µm (APHA 2012).

Analisis Amonia Bebas

Analisis amonia (NH3) bebas digunakan untuk menentukan kadar amonia dalam limbah cair. Prinsip kerja dari analisis amonia ialah pembentukan kompleks biru indofenol yang dihasilkan dari reaksi amonia, hipoklorit, dan fenol yang dikatalisis oleh natrium nitroprusid. Perhitungan: kadar amonia (mg/l) = C x fp. Nilai C diperoleh dari kurva kalibrasi sedangkan pengenceran (fp) dilakukan jika nilai absorbannya ≥ 2 (APHA 2012).

Analisis Fosfat

Pengujian fosfat (PO42-) digunakan untuk menetapkan kadar fosfat dalam limbah cair. Prinsip kerja dari analisis fosfat ialah dalam suasana asam dan panas, kalium peroksodisulfat akan mengoksidasi bahan organik yang berikatan menjadi senyawa bebas (terlarut) yang selanjutnya akan bereaksi dengan ammonium molibdat dan kalium antimoni tartrat membentuk senyawa asam fosfomolibdat-heteropoli. Senyawa ini akan direduksi oleh asam askorbat membentuk kompleks biru molibdat.

Perhitungan kadar fosfat = C x fp

(30)

Analisis Mikrobiologi (Total Plate Count)

Total plate count (TPC) ialah teknik untuk menghitung jumlah koloni bakteri hidup yang terkandung dalam sampel. Metode penghitungan TPC didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni tersebut menjadi suatu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup dalam sampel (Hadioetomo 1993).

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Rancangan Acak lengkap dengan tingkat homogenisasi yang dapat dipertahankan. RAL tersebut dengan dua perlakuan yaitu pengaruh waktu kontak dengan limbah cair rumah sakit dan pengaruh penambahan inokulum.

Model linier dari rancangan ini secara umum ialah : Yijk= µ + αi+ βj+ (αβ)ij + ɛijk Keterangan:

Yijk = nilai penurunan kadar BOD, COD, TSS, NH3 bebas, Mikrobiologi, PO4 2-pada faktor pengaruh variasi waktu (jam) taraf ke-i dan penambahan konsentrasi inokulum taraf ke-j

µ = rataan

αi = pengaruh waktu

βj = pengaruh penambahan konsentrasi inokulum

(αβ)ij = interaksi antara pengaruh waktu dan penambahan konsentrasi inokulum ɛijk = pengaruh acak yang menyebar normal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(31)

di lingkungan rumah sakit.

Pengolahan limbah cair rumah sakit dilakukan dengan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) (Lampiran 2) sedangkan untuk pengolahan limbah padat terutama limbah infeksius dan toksik dilakukan pada incinerator. Pada pengolahan limbah cair rumah sakit diharapkan kadar efluent yang dihasilkan berada dibawah persyaratan baku mutu sehingga layak untuk di buang ke Badan Air Penerima (BAP).

Dasar dari pengolahan limbah cair rumah sakit secara biologi ialah mengurangi atau menghilangkan pencemar organik yang terdapat pada limbah cair dengan bantuan mikroorganisme khususnya bakteri. Sumber mikroorganisme yang digunakan dapat berasal dari limbah itu sendiri atau berasal dari inokulum. Pemilihan inokulum yang tepat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses pengolahan limbah cair.

Identifikasi Bakteri dari Inokulum Mikrob Komersial

Inokulum yang digunakan pada penelitian ialah inokulum mikrob komersial. Inokulum mikrob komersial merupakan inokulum yang banyak beredar di masyarakat dan merupakan produski dari PT. Inzan Permata. Bahan utama dari inokulum tersebut ialah tetes tebu (molase), ragi (yeast) dan yogurt. Tetes tebu (molase) mengandung karbon yang digunakan oleh bakteri sebagai bahan makanan sedangkan sumber bakterinya berasal dari yogurt yang mengandung bakteri asam laktat seperti Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus. Yogurt merupakan fermentasi susu yang dihasilkan akibat adanya aktivitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus (Chotimah 2009). Sedangkan ragi (yeast) mempercepat proses fermentasi bakteri. Kandungan dari inokulum BM Ekosym yang dihitung pada Total Plate Count (TPC) sebanyak 8.7 X 106 sel/ml. Tujuan dari penghitungan TPC ialah untuk mengetahui jumlah kandungan bakteri yang terdapat dalam inokulum mikrob komersial.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa kandungan dari inokulum mikrob komersial. Adapun kandungan dari inokulum mikrob komersial antara lain: bakteri asam laktat jenis Laktobacillus sp. (Gambar 2) dan Khamir (Gambar 3).

(a) (b)

(32)

Kandungan inokulum yang digunakan pada penelitian ini ialah bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat melakukan fermentasi dari beragam bakteri yang menghasilkan bakteri asam laktat sebagai produk utama. Kelompok besar dari bakteri asam laktat mencakup Lactobacillus sp., Streptococcus, Enterococcus, Lactococcus, Bifidobacterium dan Leuconostoc. Kelompok bakteri tersebut mempunyai kemampuan biosintesis yang terbatas sehingga membutuhkan asupan purin, pirimidin, vitamin, dan asam amino. Bakteri asam laktat merupakan organisme nonmotil dan memperoleh energi melalui gula fermentasi. Bakteri ini dikategorikan sebagai bakteri fakultatif anaerob (Masood 2011). Selain itu, telah ditunjukkan bahwa beberapa jenis bakteri asam laktat mempunyai karakteristik probiotik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Helicobacterpylori, Escherichia coli, dan Salmonella (Leroy 2007). Kandungan bakteri asam laktat dalam inokulum BM Ekosym sebanyak 7.4 x 104 sel/ml. Hal ini menunjukkan jumlah bakteri asam laktat pada inokulum cukup banyak dan dapat digunakan lebih lanjut untuk diaplikasikan sebagai pengurai limbah cair khususnya limbah cair rumah sakit.

Selain itu, kandungan dari inokulum mikrob komersial yang digunakan pada penelitian ini, yaitu khamir (Gambar 3). Khamir berperan dalam melakukan fermentasi. Kandungan khamir dalam inokulum mikrob komersial sebanyak 1.04 X 105 sel/ml. Khamir dapat menurunkan parameter pencemar dan meningkatkan unsur hara (Munawaroh et al. 2013). Menurut Priyadi dan Ma’moen (1997), khamir mampu menghasilkan berbagai enzim dan hormon sebagai senyawa bioaktif yang akan bersimbiosis dengan bakteri lain dalam mendegradasi limbah cair. Selain itu khamir juga memiliki kemampuan degradasi yang tinggi (Dan et al 2003). Oleh karena itu, inokulum mikrob komersial yang digunakan pada penelitian ini dapat menurunkan kadungan koliform dalam limbah cair rumah sakit.

(a) (b)

Gambar 3 (a) Koloni khamir pada media PDA (b) Sel baketri khamir

Pengaruh Penambahan Inokulum terhadap Penurunan Kandungan Bahan Organik dalam Limbah Cair Rumah Sakit

(33)

Nilai pH (Derajat Keasaman)

Nilai pH merupakan nilai yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air. Nilai pH dapat mencerminkan keseimbangan antara asam dan basa dalam air limbah. Nilai pH secara umum pada limbah cair rumah sakit yaitu 7.2 (Amouei et al. 2012). Menurut IREPA (2003), standar pH pada limbah cair rumah sakit ialah 6.2 sampai 8.5. Nilai pH lapang limbah cair rumah sakit pada penelitian ini ialah 5.4. Hal ini menunjukkan bahwa limbah tersebut bersifat asam artinya konsentrasi asam organik yang terkandung pada limbah cair rumah sakit cukup banyak (Tarigan dan Edward 2003). Kebanyakan khamir tumbuh pada pH 4 sampai 5 (Jenie dan Rahayu 1993) sedangkan bakteri membutuhkan pH optimim antara 6.5 sampai 7.5.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH pada kontrol antara 7.3 sampai 8.6. Nilai pH tersebut masih memenuhi standar baku mutu berdasarkan Kepmen Lingkungan Hidup No. 58 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan rumah sakit (Tabel 1) yaitu 6 sampai 9. Adanya perbedaan nilai pH pada saat pengukuran dilapang dengan pH pada kontrol akibat adanya proses anaerob yang terjadi pada saat sampel dibawa ke laboratorium. Kenaikan nilai pH pada kontrol berbanding lurus dengan waktu kontak aerasi. Semakin lama waktu kontak aerasi maka nilai pH semakin tinggi (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik yang terdapat dalam limbah cair rumah sakit (Daroja et al. 2012). Pada penambahan inokulum 5 ml, nilai pH semakin tinggi akibat lamanya waktu kontak aerasi dengan limbah cair (Gambar 4). Waktu kontak aerasi 10 jam, terjadi penurunan nilai pH. Hal ini karena jumlah bahan organik yang terkandung dalam limbah cair rumah sakit semakin sedikit.

Gambar 4 Pengaruh waktu kontak inokulum mikrob komersial terhadap nilai pH dalam limbah cair rumah sakit pada berbagai konsentrasi inokulum

(34)

Nilai pH pada perlakukan penambahan inokulum 5 ml antara 7.3 sampai 8.6. Nilai tersebut sama dengan nilai pH pada kontrol. Semakin lama waktu kontak aerasi maka nilai pH semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mikroorganisme yang tedapat pada inokulum mengurai bahan organik yang terdapat dalam limbah cair rumah sakit (Nurhasanah dan Darusman 2011)

Pada perlakuan penambahan inokulum 10 ml, nilai pH relatif netral. Nilai pH pada perlakuan tersebut ialah 7.2 sampai 7.7. Menurut Suriani et al. (2013) mikroorganismme membutuhkan pH minimum dan maksimum untuk pertumbuhan yaitu antara 4 sampai 9. Proses penguraian bahan organik oleh mikroorganisme optimum terjadi antara pH 6.5 sampai 7.5. Pengaruh nilai pH terhadap pertumbuhan bakteri berkaitan dengan aktivitas enzim yang digunakan oleh bakteri untuk mengkatalisis reaksi-reaksi yang berhubungan dengan pertumbuhan bakteri tersebut. Pada perlakukan penambahan inokulum mikrob komersial 15 ml, nilai pH fluktuatif. Hal ini menandakan adanya aktivitas mikroorganisme dalam limbah cair rumah sakit. Nilai pH yang fluktuatif disebabkan penggunaan bahan organik oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang biak (Nurhasanah dan Darusman 2011). Tabel pengaruh nilai pH terhadap kandungan bahan organik pada limbah cair rumah sakit dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai pH terhadap penurunan kandungan bahan organik berpengaruh nyata. Pada analisis uji lanjut (Lampiran 10), pengaruh penambahan konsentrasi inokulum mikrob komersial berbeda nyata. Hal ini menunjukkan penambahan inokulum mikrob komersial 5 ml, 10 ml, 15 ml memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perubahan nilai pH. Berdasarkan uji ANOVA, penambahan inokulum mikrob komersial berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai pH. Pengaruh konsentrasi inokulum mikrob komersial lebih besar jika dibandingkan dengan pengaruh waktu.

Biological Oxigen Demand (BOD)

(35)

konsentrasi BOD karena terurainya bahan organik oleh mikroorganisme yang terdapat pada air limbah itu sendiri. Waktu kontak aerasi selam 10 jam terjadi kenaikan konsentrasi BOD sebanyak 27.58%. Adanya kenaikan nilai BOD karena semakin berkurangnya bakteri dalam limbah cair rumah sakit pengurai bahan organik.

Pada perlakuan penambahan inokulum 5 ml, kandungan BOD semakin menurun. Semakin lama waktu kontak aerasi dengan air limbah penurunan konsentrasi BOD semakin tinggi. Efisiensi penurunan terbesar konsentrasi BOD dengan penambahan inokulum sebanyak 15 ml dengan waktu kontak 8 jam. Dengan penurunan sampai dengan 93.6%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan inokulum mikrob komersial yang mengandung Lactobacillus sp. dan khamir dapat menurunkan konsentrasi BOD yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol yang hanya sebesar 38.8%. Menurut Effendi (2001), pada dasarnya dekomposisi bahan organik terjadi pada dua tahap. Tahap pertama, bahan organik diuraikan menjadi bahan anorganik, sedangkan tahap kedua bahan anorganik yang tidak stabil diubah menjadi bahan anorganik yang stabil. Penurunan nilai BOD hanya terjadi pada tahap pertama. Terdegradasinya sebagian bahan organik yang sebelumnya tidak terurai pada proses anaerob menjadi sel-sel baru yang tersuspensi dan dipisahkan dengan cara pengendapan (Sofyan et al. 2011).

Gambar 5 Pengaruh waktu kontak inokulum mikrob komersial terhadap kandungan BOD dalam limbah cair rumah sakit berbagai konsentrasi inokulum

(36)

Chemical Oxigen Demand (COD)

Nilai COD menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi secara kimia bahan organik yang terapat pada limbah cair baik yang dapat didegradasi oleh mikroorganisme maupun yang sukar terdegradasi (Mulyadi 1994). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak inokulum yang digunakan, kandungan COD yang terdapat dalam air limbah semakin meningkat (Gambar 6). Kenaikan nilai COD disebabkan oleh semakin banyaknya biomassa yang terbentuk akibat pertambahan sel, sehingga bahan organik yang harus didegradasi pun akan bertambah dengan sendirinya. Pada dasarnya, fluktuasi nilai COD berbanding lurus dengan pertambahan sel. Nilai COD naik pada saat jumlah sel cenderung naik (Carolina et al. 2012). Menurut Jenie dan Rahayu (1993), dengan adanya peningkatan biomassa mikroorganisme akan menyebabkan turunnya konsentrasi bahan organik pada limbah. Penurunan kandungan COD pada limbah cair rumah sakit dapat dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 6 Pengaruh waktu kontak inokulum mikrob komersial terhadap kandungan COD dalam limbah cair rumah sakit berbagai konsentrasi inokulum

Penurunan kandungan COD dalam limbah cair rumah sakit terjadi pada kontrol (Lampiran 5). Tetapi penurunannya hanya ±45.09%. Berbeda halnya dengan penambahan inokulum 5 ml. Pada penambahan inokulum 5 ml, kandungan COD dalam limbah cair rumah sakit semakin tinggi. Demikian pula dengan penambahan inokulum 10 ml dan 15 ml. Tingginya kandungan COD pada penambahan 10 ml dan 15 ml disebabkan adanya peningkatan biomassa mikroorgansime dalam air limbah. Peningkatan biomassa disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme dalam limbah tersebut. Pertumbuhan populasi mikroorganisme berpengaruh penting terhadap efisiensi proses penyisihan nilai COD (Sutapa 1999). Makin lama waktu kontak mikroorganisme akan memberikan waktu kontak antara bahan organik yang terdapat dalam limbah cair dengan mikroorganisme juga semakin lama, sehingga degradasi senyawa organik (penurunan COD) menjadi besar (Achmad et al. 2011).

(37)

Penambahan inokulum mikrob komersial dan variasi waktu kontak berpengaruh nyata terhadap penurunan kandungan COD dalam limbah cair rumah sakit (Lampiran 12). Pengaruh waktu kontak aerasi terhadap penambahan inokulum mikrob komersial yang diberikan lebih kecil yaitu sebesar 64.69 jika dibandingkan dengan pengaruh konsentrasi inokulum yaitu sebesar 741.11. Dengan demikian, penambahan inokulum akan memberikan pengaruh yang nyata dalam penurunan kandungan COD dalam limbah cair rumah sakit.

Total Suspended Solid (TSS)

Zat padat tersuspensi atau TSS ialah semua zat padat atau partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik (pasir, lumpur, dan tanah liat). Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan dan Edward 2003).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan inokulum dapat menyebabkan kandungan zat padat tersuspensi pada limbah cair rumah sakit mengalami penurunan (Gambar 7). Penurunan terbesar pada penambahan inokulum 5 ml selama 10 jam. Penurunannya mencapai 80.24%. Tetapi pada penambahan inokulum sebanyak 5 ml, nilai TSS sangat tinggi dibanding yang lain (Lampiran 6). Hal ini disebabkan peningkatan biomassa mikroorganisme yang berasal dari inokulum yang ukurannya ≥ 1 µm (Daroja et al.

Gambar 7 Pengaruh waktu kontak inokulum mikrob komersial terhadap kandungan TSS dalam limbah cair rumah sakitberbagai konsentrasi inokulum

2012). Berbeda halnya dengan penambahan inokulum 10 ml dan 15 ml lebih kecil jika dibandingkan pada penambahan inokulum 5 ml. Adanya perbedaan nilai TSS, mungkin disebabkan pada saat pengambilan sampel yang tidak bersamaan

(38)

sehingga terjadi proses degradasi bahan organik yang terkandung dalam air limbah sebelum pengambilan sampel. Penurunan TSS akibat adanya proses degradasi oleh mikroorgansime pada limbah cair.

Penambahan inokulum mikrob komersial ke dalam limbah cair rumah sakit memberikan pengaruh nyata terhadap penururnan TSS (Lampiran 13). Pengaruh waktu kontak aerasi terhadap penurunan TSS lebih tinggi yaitu 118.56 jika dibandingkan dengan pengaruh penambahan konsentrasi inokulum mikrob komersial yaitu 84.18. Uji lanjut pengaruh konsentrasi terhadap TSS pada taraf uji 5% berbeda dan uji lanjut pengaruh waktu kontak terhadap COD juga berbeda (Lampiran 13).

Amonia Bebas (NH3)

Tingginya kadar amonia merupakan ciri khas dari limbah cair. Hal ini disebabkan senyawa amonia merupakan produk utama dari penguraian limbah nitrogen seperti pada urine dan feses yang masuk ke dalam sistem pengolahan air limbah (Putra 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penambahan inokulum memberikan pengaruh nyata (Lampiran 14) terhadap penurunan konsentrasi amonia jika dibandingkan dengan kontrol. Penurunan kadar amonia disebabkan adanya proses aerasi dengan waktu kontak yang optimal sehingga proses penguraian bahan-bahan organik terutama yang mengandung nitrogen oleh mikroorganisme berjalan sangat cepat. Selain itu, penurunan kadar amonia juga disebabkan aktivitas mikroorganisme nitrifikasi yang dapat mengubah amonia menjadi nitrat atau nitrit melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Penggunaaan Lactobacillus sp. juga dapat menurunkan kadar amonia sebanyak 100 sampai 200 µM perjamnya (Ma et al. 2009).

(39)

CxHyOzN2S + Bakteri + O2 CO2 + H2O + NH3 + CxHyOzN (bahan organik) (sel baru)

Gambar 8 Pengaruh waktu kontak inokulum mikrob komersial terhadap kandungan NH3 dalam limbah cair rumah sakit pada berbagai konsentrasi inokulum

Penambahan inokulum mikrob komersial dan variasi waktu kontak berpengaruh nyata terhadap kandungan NH3 dalam limbah cair rumah sakit (Lampiran 14). Pengaruh yang diberikan lebih kecil jika dibandingkan dengan konsentrasi BOD dan nilai pH. Artinya bahwa dengan penambahan inokulum mikrob komersial dan variasi waktu kontak tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan konsentrasi NH3 bebas.

Fosfat

Kandungan fosfat yang terkandung dalam limbah cair rumah sakit berasal dari bagian laundri. Fosfat ini berasal dari Sodium Tripolyphosphate (STPP) yang merupakan salah satu bahan yang kadarnya besar dalam detergen (HERA 2003). Dalam detergen, STPP ini berfungsi sebagai builder yang merupakan unsur penting kedua setelah surfaktan karena kemampuannya menonaktifkan mineral kesadahan dalam air sehingga detergen dapat bekerja secara optimal (SDA 2003). STPP ini akan terhidrolisis menjadi PO42-dan P2O72- yang selanjutnya akan terhidrolisis menjadi PO42-. Didalam badan air, PO42- yang berlebih akan mengakibatkan terjadinya eutrofikasi.

(40)

komersial 5 ml, penurunan kandungan PO42- sangat kecil yaitu sebesar 17.41% pada waktu kontak 2 jam. Pada waktu kontak 4, 6, 8 dan 10 jam kandungan PO4 2-fluktuatif. Pada penambahan inokulum mikrob komersial 10 ml dan 15 ml, penurunan konsentrasi PO42- semakin menurun. Hal ini disebabkan bakteri Lactobacillus sp.dan khamir yang terkandung dalam inokulum mikrob komersial yang mampu mendegradasi PO42- dalam limbah cair rumah sakit.

Penurunan terbesar terjadi pada penambahan inokulum sebanyak 15 ml dengan waktu kontak 10 jam yaitu sebesar 87.09% (Lampiran 8). Proses penguraian PO42- oleh mikroorganisme merupakan proses biologi dimana terjadi penggabungan senyawa fosfat ke dalam jaringan sel (cell tisseu). Mikroorganisme menggunakan PO42- untuk pemeliharaan sel, sintesis, transpor energi dan disimpan sebagai cadangan untuk pemakaian selanjutnya (Suriawiria 1990).

Gambar 9 Pengaruh waktu kontak inokulum mikrob komersial terhadap kandungan PO42- dalam limbah cair rumah sakit pada berbagai konsentrasi inokulum

Analisis Mikrobiologi

Kandungan bakteri patogen dalam limbah cair rumah sakit berasal dari feses dan termasuk dalam familia Enterobacteriaceae (Triatmodjo 1993). Koliform juga merupakan bakteri yang selalu ada dalam pencernaan manusia yang sering ditemukan dalam limbah cair misalnya koliform (Sutapa 2006).

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh terhadap penurunan kandungan bakteri pada limbah cair. Proses penghambatan BAL terhadap koliform dengan merusak dinding sel sehingga terjadi lisis atau menghambat pertumbuhan dinding sel pada sel bakteri yang sedang tumbuh, mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien didalam sel, menghambat sintesis protein dan asam nukleat dengan mendenaturasikan protein dan asam nukleat, menghambat kerja enzim intraselluler sehingga mengganggu metabolisme sel (Pelezar dan Chan 2008). Menurut Abdelbasset dan Djamila (2008), Lactobacillus sp. memiliki senyawa antimikroba seperti asam organik, hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin yang menghambat

(41)

pertumbuhan bakteri patogen. Lactobacillus sp memiliki mekanisme kerja dengan tidak dapat mendisosiasi asam organik yang masuk kedalam sel bakteri dan mendisosiasi sitoplasma, penurunan pH intraselluler secara berkala atau akumulasi interseluler dari ionisasi asam organik sehingga menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Markas De Vyust 2006). Menurut O’Mahony et al. (2000), Aerococcus sp. mimiliki kemampuan penghambatan dengan menghasilkan senyawa antimikroba seperti bakteriosin yang bekerja menembus membran sel.

Penurunan konsentrasi koliform pada limbah cair rumah sakit dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan konsentrasi koliform (Gambar 10). Hal ini berarti bahwa, penambahan inokulum dapat menurunkan konsentrasi koliform pada limbah cair rumah sakit. Penurunan konsentrasi koliform karena bakteri Lactobacillus sp. dan khamir yang terkandung dalam inokulum mikrob komersial untuk menghilangkan bakteri dalam limbah cair. Pada kontrol terjadi penurunan kandungan koliform dalam limbah cair rumah sakit. Penurunan koliform ini terjadi karena adanya pengaruh waktu kontak aerasi yang mana tetap terjadi degradasi dalam limbah cair rumah sakit oleh mikrob. Berbeda pada penambahan inokulum 15 ml terjadi penurunan secara signifikan. Semakin lama waktu kontak, penurunan koliform semakin tinggi. Ini disebabkan adanya interaksi antara Lactobacillus sp dan khamir yang bersimbiosis untuk menghambat pertumbuhan koliform dalam limbah cair rumah sakit. Berbeda dengan penambahan inokulum 5 ml dan 10 ml. Pada penambahan 5 ml terjadi kenaikan biomassa pada waktu kontak 4 jam. Hal ini karena penambahan biomassa yang terdapat pada inokulum. Sama halnya dengan penambahan inokulum 10 ml terjadi kenaikan koliform.

(42)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Inokulum mikrob komersial mengandung bakteri asam laktat jenis Lactobacillus sp. dan khamir. Kandungan inokulum mikrob komersial ini mampu menurunkan BOD, COD, TSS, NH3, PO42-, dan koliform dalam limbah cair rumah sakit. Efektivitas penggunaan inokulum mikrob komersial pada penurunan kadar BOD dengan waktu kontak 8 jam sebanyak 15 ml, COD, PO42-, dan koliform dengan waktu kontak 10 jam sebanyak 15 ml, NH3 dengan waktu kontak 2 jam sebanyak 15 ml, dan TSS dengan waktu kontak 2 jam sebanyak 15 ml.

Saran

Penelitian tentang efektivitas inokulum mikrob sebagai pengurai limbah cair rumah sakit merupakan penelitian awal sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penurunan kandungan COD dengan variasi kontak aerasi lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA

Abdelbasset M, Djamila K. 2008. Antimicrobial activity of autochthonous lactic acid bacteria isolated from Algerian traditional fermented milk Raïb. Afr J Biotechnol. 7: 2908-2914.

Achmad A, Syarfi, Atikalidia M. 2011. Penyisihan chemical oxygen demand (COD) dan produksi biogas limbah cair pabrik kelapa sawit dengan bioreaktor hibrid anaerob bermedia cangkang sawit. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”. Laboratorium Rekayasa Bioproses. J Teknik Kimia Universitas Riau. hlm 5-6. ISSN 1693 – 4393

Akter N, Kazi NN, Chowdhury AMR. 1999. Environmental investigation of medical waste management system in Bangladesh with refence to Dhaka City. Pp: 225.

Alaerts G, Santika S. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya (ID): Usaha Nasional Pr.

Ammary BY. 2004. Nutrients requirements in biological industrial wastewater treatment. Afr J Biotechnol. 3(4):236-238.

Amouei A, Asgharnia HA, Mohammadi AA, Fallah H, Dehghani R, Miranzadeh MB. 2012. Investigation of hospital wastewater treatment plant efficiency in north of Iran during 2010-2011. Int J Phys Sci. 7(31):5213-5217. DOI:10.5897/IJPS 12.322.

Anggraini R, Salim M, Mardiah E. 2013. Uji bakteri E.coli yang resistan terhadap antibiotik pada ikan kapas-kapas di Sungai Batang Arau Padang. J Kimia Unand. 2(2):ISSN No. 2303-3401.

Gambar

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
Tabel 2 Parameter pengukuran analisis dalam limbah cair rumah sakit
Gambar 4 Pengaruh waktu kontak inokulum mikrob komersial terhadap nilai pH
Gambar 7 Pengaruh waktu kontak inokulum mikrob komersial terhadap
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan inokulan bakteri pengurai komersial pada sistem MFC dapat memberikan pengaruh pada nilai elektrisitas yang dihasilkan serta penurunan beban limbah cair

Hasil Penelitian untuk Pemeriksaan Kadar Amoniak Sebelum dan Sesudah Pengolahan pada Limbah Cair Rumah Sakit. Laporan Hasil Uji Pengujian Laboratorium Fisika Kimia Limbah

penelitian ini memanfaatkan limbah cair tempe dan limbah cair tahu dengan menggunakan inokulum yang berbeda untuk produksi biogas.. Dengan adanya penelitian ini,

Limbah cair Rumah Sakit Umum Daerah Sinjai berdasarkan parameter COD pada titik I (inlet) sebelum limbah cair mengalami pengolahan terbilang masih cukup tinggi

Untuk mengetahui ouput dari pengelolaan limbah cair rumah sakit X kota. Medan, memenuhi syarat atau tidak dengan melakukan

Optimasalisasi Manajemen Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit Sebagai Upaya Peningkatan Level Higiene Sanitasi Rumah Sakit dan Lingkungan.. Program Ilmu Kesehatan

Pada penelitian tahun 2014 menunjukkan bahwa rumah sakit di Indonesia memproduksi limbah padat sebesar 376.089 ton/hari dan produksi limbah cair 48.985,70

Dari hasil uji yang dilakukan terhadap limbah cair dengan parameter suhu, pH dan COD diperoleh suhu, pH dan COD pada sampel limbah cair rumah sakit sesudah diolah masih