• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Hematologi Tikus Pascaimplantasi Biomaterial Logam Terdegradasi Berbahan Dasar Besi (Fe) Berpori Pada Tulang Femur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Hematologi Tikus Pascaimplantasi Biomaterial Logam Terdegradasi Berbahan Dasar Besi (Fe) Berpori Pada Tulang Femur"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL HEMATOLOGI TIKUS PASCAIMPLANTASI

BIOMATERIAL LOGAM TERDEGRADASI BERBAHAN DASAR

BESI (Fe) BERPORI PADA TULANG FEMUR

MUHAMMAD FAJAR NASHRULLOH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Hematologi Tikus Pascaimplantasi Biomaterial Logam Terdegradasi Berbahan Dasar Besi (Fe) Berpori pada Tulang Femur adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Muhammad Fajar Nashrulloh

(3)

ABSTRAK

MUHAMMAD FAJAR NASHRULLOH. Profil Hematologi Tikus Pascaimplantasi Biomaterial Logam Terdegradasi Berbahan Dasar Besi (Fe) Berpori pada Tulang Femur. Dibimbing oleh RETNO WULANSARI dan DENI NOVIANA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Profil Hematologi Tikus Pascaimplantasi Biomaterial Logam Terdegradasi Berbahan Dasar Besi Berpori. Sebanyak 60 tikus strain Sprague Dawley dengan berat rata-rata 175 gram dibagi dalam 4 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri atas 15 ekor tikus dengan perlakuan implan berpori 450 um, 580 um, 800 um, dan kontrol. Implantasi dilakukan pada diafise tulang paha dengan ukuran implan 5 x 2 x 0.5 mm3. Sampel darah diambil pada hari ke -0 praimplantasi serta hari ke-7, 14, dan 30 pascaimplantasi. Hitung darah lengkap dilakukan dengan menggunakan alat hematology analyzer. Analisa statistik menggunakan ANAVA dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implantasi material Fe berpori tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap nilai kontrol pada semua parameter hematologi kecuali persentase limfosit. Bahan implan Fe berpori 450 µm paling dapat diterima oleh tubuh tikus berdasarkan uji statistik yang tidak menunjukkan perbedaan nyata secara konsisten terhadap nilai kontrol pada semua parameter hematologi. Kesimpulannya, implantasi material Fe berpori tidak berpengaruh secara signifikan terhadap parameter hematologi.

Kata kunci: Fe, pori, degradasi, implantasi, profil hematologi

ABSTRACT

MUHAMMAD FAJAR NASHRULLOH. Hematological Profile of Rat After Implantation Metal Porous Fe-Based Biomaterial in Femoral Bone. Supervised by RETNO WULANSARI and DENI NOVIANA.

This study was aimed to examine hematological profile of rat after implantation metal porous Fe-based biomaterial in femoral bone. Sixty Sprague Dawley rats with an average body weight of 175 grams were divided into 4 groups. The groups consisted of 15 rats each and were divided based on implant pore size 450 µm, 580 µm, 800 µm and control without implant. Implant was inserted at diaphysis area of femoral bone with implant size of 5 x 2 x 0.5 mm3. The blood sample was taken at day-0 pre-implantation and at day-7, 14, and 30 post-implantation. Complete Blood Count (CBC) was done by using hematology analyzer. The statistical analysis was done by using ANOVA and continued with Duncan test at level of significance 5%. The result showed that there were no significant differences (p>0.05) at all hematological parameters in control group except for the lymphocyte percentage value. Porous Fe-based material implant with 450 µm porous size showed the most acceptable response from rat body. The statistical test did not show consistent significant difference at all hematological parameters. In conclusion, implantation with metal porous Fe-based biomaterial did not effect significantly to hematological parameters.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PROFIL HEMATOLOGI TIKUS PASCAIMPLANTASI

BIOMATERIAL LOGAM TERDEGRADASI BERBAHAN DASAR

BESI (Fe) BERPORI PADA TULANG FEMUR

MUHAMMAD FAJAR NASHRULLOH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

;%;2=18-79-=

3= =

= 86(/2=&3:626)-=-1;9=9$-3724:9-=-63:&8-2= 6)3=&8%&)8%9-=&8" 4=98=&9-=&=&8768-= 7%=;24)=&3;8=

= ;*%=08=9,226*=

= =

-9&:;0;-= 62&*=

8*=&:46= +=

&3"-3"-4)==

86'8*=&5-= *=

&3#-3"-4)==

.1&:*;-=62&*=

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala

atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini berjudul Profil Hematologi Tikus Pascaimplantasi Biomaterial Logam Terdegradasi Berbahan Dasar Besi (Fe) Berpori pada Tulang Femur.

Skripsi ini disusun dalam rangka memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Drh Retno Wulansari, MSi, PhD selaku dosen pembimbing I dan Prof Drh Deni Noviana, PhD selaku dosen pembimbing II atas segala bimbingan, ilmu, dan pengarahan yang diberikan selama penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drh R Harry Soehartono MAppSc, PhD selaku dosen pembimbing akademik serta Drh Devi Paramitha, MSi selaku ketua tim penelitian, Drh Mokhamad Fakhrul Ulum, MSi, Drh Budianto Panjaitan, MSi yang telah membantu penulis dalam penelitian.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ibunda Fatimah dan Ayahanda Cahyono Nuruddin (almarhum), Kakanda Mas Rizal, Mas Fais, Mas Aan, Mas Ilman, Mba Ufik, dan Adinda Kartikasari, serta seluruh keluarga atas doa dan motivasi yang selalu diberikan. Ucapan terima kasih kepada rekan sepenelitian, Jojo, Risti, Arlita, Aniza, Dwida, dan rekan-rekan Kost Hamas, Dedek, Metrizal, Heru, Alvin, Slamet, serta teman-teman Acromion 47 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Hipotesis 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Hewan Percobaan 3

Alat 3

Variabel Penelitian 3

Prosedur 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Parameter Eritrosit 6

Jumlah Trombosit 9

Parameter Leukosit 10

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

(8)

DAFTAR GAMBAR

1 Jadwal kegiatan penelitian Profil Hematologi Tikus Pascaimplantasi Biomaterial Logam Terdegradasi Berbahan Dasar Besi (Fe) Berpori pada

Tulang Femur 2

2 Bahan implan Fe berpori 3

DAFTAR TABEL

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan implan medis telah berkembang secara dramatis selama dekade terakhir karena peningkatan harapan hidup, perubahan gaya hidup, dan peningkatan teknologi implan (Bosco et al. 2012). Biomaterial merupakan suatu material yang ditanamkan dalam tubuh manusia ataupun hewan coba sebagai konstituen dari perangkat yang dirancang untuk melakukan fungsi biologis tertentu dengan menggantikan atau memperbaiki jaringan (Navarro et al. 2008). Besi (Fe) adalah salah satu biomaterial logam terdegradasi yang memiliki biokompatibilitas cukup baik terhadap tubuh, namun memiliki kecepatan degradasi yang sangat lambat (Ulum et al. 2014). Struktur Fe berpori merupakan hasil modifikasi besi solid yang didesain supaya besi memiliki sifat degradasi lebih cepat. Penerapan implan medis sering gagal sebagai akibat dari reaksi benda asing ditandai dengan infiltrasi sel-sel inflamasi pada permukaan implan sebagai reaksi penolakan (Zdolsek et al. 2007). Anderson et al. (2009) menyatakan bahwa pemahaman tentang konsep hematologi dalam aplikasi implantasi biomaterial medis adalah hal yang penting untuk mengetahui respon tubuh baik reaksi fisiologis maupun imunologis. Respon tersebut dapat bersifat akut atau kronis. Pengetahuan tentang hal tersebut bertujuan agar sifat biokompatibilitas material implan dengan tubuh dapat diketahui. Sifat biokompatibilitas inilah yang menentukan tepat atau tidaknya jenis material implan untuk diaplikasikan pada individu tertentu dan pada organ tertentu. Analisis radiografi X-ray yang dilakukan oleh Noviana et al. (2013) menunjukkan bahwa implantasi komposit Fe-Biokeramik pada tulang radialis lebih cepat terdegradasi daripada tulang tibialis pada hewan model domba. Hasil penelitian Paramitha et al. (2013) juga menunjukkan adanya perbedaan nilai distribusi produk degradasi pada bahan implan yang berbeda. Hal ini berarti bahwa implantasi pada situs dan bahan yang berbeda dapat mengakibatkan reaksi jaringan yang berbeda pula.

Parameter hematologi dapat dijadikan acuan untuk menentukan sifat biokompatibilitas material implan. Penelitian mengenai profil hematologi pada implan Fe solid sudah banyak dilakukan, namun pada implan Fe berpori masih sebatas pada sifat mekanik dan degradasi paduan Fe-Mn dalam tubuh (Hermawan

et al. 2010). Hal inilah yang mendorong dilakukannya penelitian profil hematologi tikus pascaimplantasi biomaterial logam terdegradasi berbahan dasar besi (Fe) berpori pada tulang femur. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan

(10)

2

Hipotesis

Implantasi biomaterial logam berbahan dasar besi (Fe) berpori pada tulang femur tidak memengaruhi profil hematologi tikus.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat biokompatibilitas material logam terdegradasi berbahan dasar besi (Fe) berpori terhadap tubuh tikus dengan melihat profil hematologi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang profil hematologi hewan coba pada implantasi biomaterial logam terdegradasi berbahan dasar besi (Fe) berpori pada tulang femur. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam penggunaan biomaterial implan terdegradasi berbahan dasar Fe berpori untuk persembuhan patah tulang.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga bulan Februari 2014 di Divisi Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (Gambar 1). Pemeliharaan tikus dilakukan di Rumah Sakit Hewan IPB dan pemeriksaan sampel darah dilakukan di laboratorium komersial di Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah material logam Fe berpori dengan diameter pori 450 µm, 580 µm, dan 800 µm (Gambar 2). Bahan yang digunakan untuk Gambar 1 Jadwal kegiatan penelitian profil hematologi tikus pascaimplantasi

(11)

3 aklimatisasi adalah anthelmintik praziquantel 50 mg dan pyrantel 144 mg, antiprotozoa metronidazole 25 mg/ml, dan antibiotik doxycycline 100 mg. Anestesi menggunakan Ketamine 10% dan Xylazine 2% perinjeksi. Desinfektan menggunakan alkohol 70% dan iodine tincture 3%. Penjahitan menggunakan benang VycrilTM polyglactin ukuran 5/0 dan plester HypafixTM. NaCl fisiologis digunakan sebagai pembersih jaringan. Tikus dipelihara dengan pemberian pakan komersial dan air ad libitum.

Hewan Percobaan

Hewan coba yang digunakan yaitu tikus putih jantan strain Sprague Dawley

(Rattus norvegicus) sebanyak 60 ekor dengan rataan bobot badan 175 gram. Umur tikus saat implantasi antara 6 sampai 7 minggu. Tikus tersebut dibagi menjadi empat kelompok perlakuan. Kelompok I diberi perlakuan dengan implantasi material logam Besi (Fe) berpori 450 µm, kelompok II dengan 580 µm, kelompok III dengan 800 µm dan kelompok IV tidak dilakukan penanaman material implan (kontrol). Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Hewan Penelitian IPB dengan nomor ACUC 6-2014 IPB.

Alat

Alat yang digunakan adalah sonde lambung, timbangan digital, dan kandang tikus ukuran 40 x 30 x 20 cm3 dengan kawat besi wiremesh sebagai penutupnya. Sterilisator ultraviolet, pisau cukur, alat bedah minor, syringe 1 mL dan 3 mL, bor bedah, tabung Eppendorf dengan antikoagulan pottasium

Ethylenediaminetetraacetic acid (K3 EDTA), dan Vacuum tube EDTA 3 mL. Lemari pendingin dan cooling box digunakan untuk menyimpan darah dan

Hematology Analyzer digunakan untuk pengujian sampel darah.

Variabel Penelitian

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah jumlah eritrosit, nilai hematokrit, kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV dan MCHC), jumlah trombosit, serta jumlah total dan diferensial leukosit. Diferensial leukosit meliputi persentase neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit. Sampel darah masing-masing tikus diambil untuk setiap kelompok perlakuan pada waktu yang telah ditetapkan.

(12)

4

Prosedur

Adaptasi dan Aklimatisasi

Adaptasi dilakukan untuk mengondisikan tikus dengan lingkungan supaya tetap dalam suasana nyaman. Persiapan awal yang dilakukan yaitu membersihkan kandang dan lingkungan sekitarnya. Kandang dalam keadaan bersih dan diisi tikus dengan jumlah yang proporsional. Kebersihan lingkungan tetap diperhatikan untuk menghindari adanya cemaran penyakit. Pakan dan minuman selalu ada agar tikus tidak kelaparan dan kehausan.

Aklimatisasi dilakukan selama tujuh hari dengan pemberian anthelmintik praziquantel dan pyrantel sebanyak 10 mg/kgBB diberikan secara peroral pada hari pertama. Pada hari ke-2 sampai hari ke-6, antibiotik doxycycline diberikan sebanyak 10 mg/kgBB. Antiprotozoa metronidazole sebanyak 10 mg/kgBB diberikan pada hari ke-7. Implantasi material logam Fe berpori dilakukan satu minggu setelah tikus diaklimatisasi.

Persiapan Material Implan

Material logam implan diperoleh dari Good Fellow Inc. dalam bentuk Fe

powder. Material tersebut diproses menjadi bentuk lembaran Fe dengan powder sintering method di Alantum, Korea. Pembentukan struktur berpori dilakukan dengan menambahkan garam polimer ke dalam Fe powder dan dilakukan pengompresan serta pencetakan. Cetakan Fe powder dipanaskan melalui pemanasan bertingkat (>1300 oC) agar garam polimer menguap dan membentuk lembaran dengan ruang-ruang kosong (berpori). Material logam implan berupa lembaran Fe berpori dengan masing-masing ukuran pori kemudian dipotong dengan ukuran 2 mm x 5 mm x 0,5 mm lalu ditimbang sebanyak tiga kali ulangan menggunakan timbangan digital. Material implan disterilisasi menggunakan sterilisator uap dengan suhu 100 oC selama 60 menit dan disterilisasi kembali dengan sterilisator ultraviolet selama 1 jam.

Pembedahan

Proses pembedahan diawali dengan preparasi hewan dan persiapan operator sesuai dengan prosedur. Preparasi dilakukan dengan menganestesi tikus menggunakan kombinasi ketamine-xylazine secara intramuskular di daerah gluteal dengan dosis masing-masing 20 mg/kgBB dan 5 mg/kgBB. Rambut di bagian femoral kanan dicukur lalu didesinfeksi dengan iodine tincture 3%. Tikus yang sudah dipreparasi diletakkan di atas meja operasi untuk dilakukan pembedahan. Pembedahan dilakukan di sebelah lateral os femur kanan. Kulit dan

(13)

5

Pengolahan Sampel Darah

Pengambilan sampel darah dilakukan selama 30 hari pengamatan yaitu pada hari ke-0 praoperasi serta hari ke-7, ke-14, dan ke-30 pascaoperasi. Penentuan waktu tersebut didasarkan pada proses remodelling tulang tikus yang diperkirakan terjadi selama 30 hari. Pengambilan darah hari ke-0 dilakukan praimplantasi melalui v. coccygea sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf. Pengambilan selanjutnya dilakukan secara intrakardial sebanyak 3 mL menggunakan syringe yang telah diberi EDTA. Darah yang diperoleh dimasukan ke dalam vacuum tube EDTA 3 mL. Sampel darah di dalam vacuum tube

dihomogenkan dengan antikoagulan di dalamnya. Darah pada vacuum tube

tersebut diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf untuk dilakukan pemeriksaan hematologi.

Prosedur Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan Analisis Varian Satu Arah dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf nyata 5% pada aplikasi Statistical Product and Service Solutions (SPSS®) versi 22, Microsoft® Excel serta disampaikan dengan analisis deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tikus yang digunakan sebagai hewan coba memiliki nilai hematologi standar yang diambil praimplantasi Fe berpori. Data nilai hematologi tikus praimplantasi Fe berpori disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai hematologi tikus praimplantasi material Fe berpori

Parameter Nilai

Eritrosit (Juta sel/µL) 3.67 ± 0.49

Hematokrit (%) 36.63 ± 4.46

Hemoglobin (g/dL) 12.29 ± 1.47

MCV (fL) 99.65 ± 7.28

MCHC (g/dL) 31.68 ± 3.23

Trombosit (Ribu/µL) 296.35 ± 58.46 Leukosit (sel/µ L) 5511.54 ± 2368.72 Limfosit (% Leukosit) 73.90 ± 15.02 Monosit (% Leukosit) 1.83 ± 2.17 Neutrofil (% Leukosit) 23.87 ± 14.85 Eosinofil (% Leukosit) 0.17 ± 0.55

(14)

6

Parameter Eritrosit

Parameter eritrosit digunakan untuk mengetahui reaksi fisiologis tubuh terhadap implantasi Fe berpori. Reaksi fisiologis merupakan upaya tubuh untuk mempertahankan keadaan homeostasis terhadap gangguan tubuh seperti kerusakan jaringan. Pengaruh implantasi Fe berpori terhadap parameter eritrosit dapat dilihat lebih terperinci dengan melihat variabel berikut.

Jumlah Eritrosit

Menurut Schalm et al. (2010) eritrosit memiliki fungsi utama sebagai transportasi oksigen ke dalam jaringan, transportasi karbondioksida, dan penyangga ion hidrogen dalam tubuh. Jumlah eritrosit pascaimplantasi material Fe berpori disajikan pada Tabel 2.

Jumlah eritrosit pascaimplantasi material Fe berpori secara umum meningkat dari praimplantasi. Rataan jumlah eritrosit pascaimplantasi Fe berpori menunjukkan adanya perbedaan yang tidak nyata (p>0.05) pada semua kelompok perlakuan terhadap kontrol. Peningkatan yang relatif tinggi terjadi pada hari ke-7 pascaimplantasi terutama pada kelompok perlakuan Fe berpori 800 μm. Ukuran pori yang besar pada perlakuan ini menyebabkan jaringan sekitar dan mikrokapiler mengalami kerusakan yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga proses eritrositosis terjadi lebih cepat. Hal ini menjadi alasan bahwa jumlah eritrosit pada hari ke-7 tidak mengalami penurunan, bahkan mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah eritrosit juga dapat terjadi karena pengaruh anestetikum. Tikus yang teranestesi akan mengalami kontraksi limpa yang mengakibatkan redistribusi eritrosit dan leukosit pada jantung (Schalm et al.

2010). Pengaruh anestesi menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer, lalu tubuh melepaskan epinefrin untuk membantu mikrokapiler berkontraksi. Pelepasan epinefrin ini menyebabkan kontraksi limpa, sehingga eritrosit yang ada di dalam limpa terlepas dan jumlahnya meningkat di dalam pembuluh darah (Jain 1993). Faktor lain yang memengaruhi jumlah eritrosit adalah umur hewan dan kondisi lingkungan. Penurunan jumlah eritrosit pada hari ke-14 dan ke-30 tidak berbeda nyata dengan kontrol dan penurunan ini normal terjadi seiring bertambahnya umur tikus. Tikus yang masih muda memiliki retikulosit yang tinggi pada kondisi normal, seiring bertambahnya umur, jumlah retikulosit akan menurun, sehingga aktifitas eritrositosis juga menurun (Schalm et al. 2010). Perubahan jumlah eritrosit pascaimplantasi Fe berpori yang masih dalam rentang nilai kontrol menunjukkan bahwa implantasi Fe berpori tidak memengaruhi kondisi fisiologis tubuh. Hal ini sesuai dengan penelitian Hermawan et al. (2010)

Tabel 2 Jumlah eritrosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori Ukuran pori material implan

Fe

Jumlah eritrosit pada hari ke- (Juta sel/µL)

7 14 30

450 µm 4.17 ± 0.72 ab 4.20 ± 0.36 ab 4.03 ± 0.32 ab 580 µm 3.97 ± 0.15 ab 3.78 ± 0.90 ab 3.83 ± 0.06 ab 800 µm 4.50 ± 0.81 a 3.30 ± 0.66 b 3.97 ± 0.21 ab Kontrol (tanpa implan) 3.81 ± 0.72 ab

(15)

7 bahwa paduan Fe-Mn sebagai material implan terdegradasi memiliki biokompatibilitas yang baik terhadap tubuh.

Nilai Hematokrit

Hematokrit merupakan persentase eritrosit terhadap volume darah yang diukur dalam satuan persen (Stockham dan Scott 2008). Data nilai hematokrit tikus pascaimplantasi material Fe berpori disajikan pada Tabel 3.

Rataan nilai hematokrit pascaimplantasi material Fe berpori tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap nilai kontrol. Faktor-faktor yang memengaruhi nilai hematokrit antara lain jumlah eritrosit, jenis kelamin, ras, umur, dan keadaan patologis (Triakoso dan Putri 2012). Kesamaan pola nilai hematokrit dengan jumlah eritrosit pascaimplantasi mencirikan adanya pengaruh jumlah eritrosit terhadap nilai hematokrit. Peningkatan nilai hematokrit dapat terjadi karena meningkatnya eritrosit matang dalam sirkulasi, meskipun tidak disertai dengan peningkatan aktivitas retikulositosis (Stockham dan Scott 2008). Perubahan nilai hematokrit masih dalam kisaran nilai normal yaitu antara 34% sampai 57% (Probst et al. 2007). Hal ini menunjukkan bahwa implantasi Fe berpori tidak memengaruhi nilai hematokrit.

Kadar Hemoglobin

Menurut Widyastuti (2013) hemoglobin adalah substansi utama penyusun eritrosit yang terdiri atas protein (globin) dan bagian non-protein (heme). Hemoglobin dapat mengikat oksigen pada bagian heme membentuk oksihemoglobin. Kadar hemoglobin merupakan salah satu parameter untuk mengetahui terjadinya anemia (Kumar et al. 2011).

Kadar hemoglobin pascaimplantasi material Fe berpori tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) pada semua kelompok perlakuan terhadap kontrol (Tabel 4). Kadar hemoglobin pada hari ke-7 pascaimplantasi Fe berpori

Tabel 3 Nilai hematokrit tikus pascaimplantasi material Fe berpori Ukuran pori material implan Kontrol (tanpa implan) 34.71 ± 7.93 ab

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

Tabel 4 Kadar hemoglobin tikus pascaimplantasi material Fe berpori Ukuran pori material implan Kontrol (tanpa implan) 11.79 ± 2.53 a

(16)

8

mengalami peningkatan yang relatif tinggi dibandingkan dengan praimplantasi terutama pada perlakuan implan Fe berpori 800 μm. Hal ini menunjukkan bahwa pada implan Fe berpori 800 μm eritrositosis berlangsung lebih cepat. Penyerapan besi secara alami terjadi melalui usus dalam bentuk ion Fe3+ lalu masuk ke dalam pembuluh darah dan direduksi menjadi Fe2+ setelah masuk dalam proses eritropoiesis (Suega dan Bakta 2010). Jumlah eritrosit juga memiliki korelasi dengan kadar hemoglobin yang terukur (Preet dan Prakash 2011). Hal ini dibuktikan dengan adanya kesamaan pola jumlah eritrosit dengan kadar hemoglobin pascaimplantasi. Implantasi Fe berpori dapat disimpulkan tidak memengaruhi kadar hemoglobin berdasarkan uji statistik yang menunjukkan tidak ada perbedaan nyata terhadap kontrol.

Indeks Eritrosit

Indeks eritrosit dilakukan dengan dua pemeriksaan yaitu Mean Corpuscular Volume (MCV) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC).

Penghitungan nilai MCV bertujuan untuk mengetahui volume eritrosit rata-rata dan nilai MCHC untuk mengetahui konsentrasi hemoglobin rata-rata.

Mean Corpuscular Volume (MCV)

Menurut Stockham dan Scott (2008) MCV adalah volume rata-rata eritrosit yang diukur secara individual dan diperoleh dengan mengalikan hematokrit 10 kali lalu dibagi dengan jumlah eritrosit (dalam juta sel/µ L).

Nilai MCV pascaimplantasi material Fe berpori tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) pada semua kelompok terhadap nilai kontrol (Tabel 5). Nilai MCV paling tinggi terdapat pada perlakuan Fe berpori 800 μm hari ke-14. Tikus dalam kondisi normal memiliki nilai MCV yang tinggi dan menurun seiring bertambahnya umur (Schalm et al. 2010). Rendahnya nilai MCV pada kelompok perlakuan Fe berpori 800 μm hari ke-7, diduga karena selain adanya kontraksi limpa, kerusakan mikrokapiler yang lebih besar menyebabkan terjadi eritrositosis yang lebih tinggi, sehingga nilai MCV menjadi lebih rendah. Penurunan nilai MCV pada perlakuan Fe berpori 450 μm dan 580 μm hari ke-14 terjadi karena menurunnya retikulosit seiring dengan bertambahnya umur tikus, namun pada perlakuan Fe berpori 800 μm mengalami penurunan terlambat karena terjadi perlukaan yang besar di hari ke-7.

Tabel 5 Nilai MCV tikus pascaimplantasi material Fe berpori Ukuran pori material implan Kontrol (tanpa implan) 90.46 ± 6.51 ab

(17)

9

Mean Cospuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)

Nilai MCHC merupakan konsentrasi hemoglobin rata-rata yang dinyatakan dalam g/dL eritrosit (Harvey 2012). Nilai MCHC berguna untuk mengetahui keadaan anemia pada hewan maupun manusia.

Nilai MCHC pascaimplantasi material Fe berpori tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) pada semua kelompok perlakuan terhadap kontrol (Tabel 6). Data tersebut masih dalam kisaran nilai MCHC normal yaitu 30 - 34 g/dL (Schalm et al. 2010), sehingga dapat disimpulkan bahwa Implantasi Fe berpori tidak memengaruhi nilai MCHC tikus.

Jumlah Trombosit

Trombosit merupakan pecahan granular sel, berbentuk piringan, dan tidak berinti yang memiliki peranan penting dalam proses hemostasis, pembekuan darah, dan memperbaiki kerusakan jaringan (Marzuki et al. 2012). Menurut Astawan et al. (2011) jika terjadi kerusakan jaringan, maka trombosit di sekitarnya akan mengeluarkan tromboplastin yang bereaksi dengan protrombin dan kalsium membentuk trombin. Trombin ini akan bereaksi dengan fibrinogen membentuk fibrin yang akan menutupi jaringan yang terluka.

Jumlah trombosit pascaimplantasi material Fe berpori pada semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap nilai kontrol (Tabel 7). Peningkatan trombosit yang relatif tinggi terjadi pada hari ke-7 pascaimplantasi. Menurut Schalm et al. (2010), sepertiga bagian trombosit dalam sirkulasi berada dalam limpa. Pada kondisi limpa yang berkontraksi, trombosit akan keluar dan meningkat dalam sirkulasi. Selain itu, pemulihan jaringan setelah operasi akan menambah peningkatan jumlah trombosit dalam sirkulasi. Jaringan

Tabel 6 Nilai MCHC tikus pascaimplantasi material Fe berpori Ukuran pori material implan Kontrol (tanpa implan) 34.13 ± 2.60 a

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

Tabel 7 Jumlah trombosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori

Ukuran pori material implan Fe

Jumlah Trombosit pada hari ke- (ribu/µ L)

7 14 30

450 µm 403.67 ± 21.22 a 300.00 ± 233.08 a 336.00 ± 165.91 a 580 µm 371.00 ± 31.04 a 310.83 ± 260.28 a 405.00 ± 72.81 a 800 µm 344.67 ± 123.96 a 305.67 ± 319.27 a 448.00 ± 111.88 a Kontrol (tanpa implan) 316.14 ± 172.48 a

(18)

10

mulai membaik pada hari ke-14 ditandai dengan menurunnya trombosit dan mulai tumbuhnya rambut tikus di daerah tersebut. Implantasi Fe berpori dikatakan tidak memengaruhi jumlah trombosit tikus karena masih dalam kisaran nilai kontrol.

Parameter Leukosit

Sifat permukaan biomaterial berperan penting dalam memodulasi reaksi imunologis untuk menguji biokompatibilitas material implan terhadap tubuh (Anderson et al. 2009). Parameter leukosit dapat dijadikan acuan untuk mengetahui reaksi imunologis tubuh terhadap implantasi material Fe berpori.

Jumlah Total Leukosit

Jumlah total leukosit pascaimplantasi material Fe berpori tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) pada semua kelompok perlakuan terhadap kontrol (Tabel 8). Jumlah total leukosit terendah terjadi pada kelompok perlakuan Fe berpori 450 µm pada hari ke-7 sebanyak 3033 sel/µL, sementara jumlah tertinggi sebanyak 5766 sel/µL pada kelompok perlakuan yang sama hari ke-30. Faktor yang menyebabkan perubahan jumlah total leukosit dapat diketahui secara lebih teliti melalui kajian diferensial leukosit.

Neutrofil

Persentase neutrofil pascaimplantasi material Fe berpori secara umum mengalami peningkatan dari keadaan praimplantasi, namun peningkatan tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap nilai kontrol (Tabel 9).

Neutrofil merupakan leukosit bergranul yang pertama kali menginfiltrasi cedera jaringan lunak dan memengaruhi respon inflamasi (Butterfield et al. 2006). Infiltrasi neutrofil mencirikan terjadinya inflamasi akut (Anderson et al. 2009).

Tabel 8 Jumlah total leukosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori Ukuran pori material Kontrol (tanpa implan) 3214.29 ± 15.91 a

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

Tabel 9 Persentase neutrofil tikus pascaimplantasi material Fe berpori Ukuran pori material

implan Fe

Persentase neutrofil pada hari ke- (% leukosit)

7 14 30

450 µm 35.67 ± 12.50 ab 35.00 ± 1.73 ab 64.00 ± 49.37 a 580 µm 16.00 ± 7.55 b 19.67 ± 19.34 b 21.67 ± 7.77 ab 800 µm 33.00 ± 18.52 ab 18.00 ± 5.29 b 63.00 ± 32.79 a Kontrol (tanpa implan) 32.71 ± 21.26 ab

(19)

11 Menurut Mao et al. (2013) reaksi inflamasi pada implantasi biomaterial merupakan respon normal yang bersifat non imunogenik. Peningkatan neutrofil yang terjadi pascaimplantasi merupakan respon inflamasi akut akibat adanya perlukaan jaringan. Infiltrasi neutrofil ini berperan untuk membersihkan debris jaringan yang rusak setelah proses operasi. Implantasi Fe berpori dapat dikatakan tidak memengaruhi persentase neutrofil, karena peningkatan persentase neutrofil juga terjadi pada kelompok kontrol pascaimplantasi (32.71 ± 21.26) dari praimplantasi (23.87 ± 14.85). Pada perlakuan Fe berpori 580 μm, persentase neutrofil yang diperoleh berada dibawah nilai kontrol. Penurunan persentase neutrofil dapat terjadi karena terlibat dalam fagositosis benda asing kemudian neutrofil akan hancur dengan sendirinya (Savithri et al. 2010). Perlakuan Fe berpori 450 μm dan 800 μm pada hari ke-30 mengalami peningkatan persentase neutrofil hingga mencapai 64%. Peningkatan ini diduga karena infeksi pada beberapa tikus yang mengalami patah tulang di tempat implan akibat interaksi di dalam kandang.

Eosinofil

Eosinofil merupakan leukosit bergranul yang berfungsi sebagai sel pertahanan terhadap invasi parasit, respon alergi, dan berperan sebagai Antigen Presenting Cell (Athari dan Athari 2014).

Persentase eosinofil pascaimplantasi Fe berpori tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) pada semua kelompok perlakuan terhadap kontrol (Tabel 10). Perubahan persentase eosinofil pascaimplantasi masih dalam kisaran normal yaitu antara 1% sampai 4% dari jumlah total leukosit (Schalm et al. 2010), sehingga dapat dikatakan bahwa implantasi Fe berpori tidak memengaruhi respon eosinofil.

Basofil

Basofil adalah sel granulosit yang ditemukan dalam jaringan darah perifer kurang dari 1% dari total leukosit dalam kondisi normal (Cabrera et al. 2012).

Tabel 10 Persentase eosinofil tikus pascaimplantasi material Fe berpori Ukuran pori material

implan Fe

Persentase eosinofil pada hari ke- (% leukosit)

7 14 30

450 µm 1.00 ± 1.00 a 1.00 ± 1.68 a 0.00 ± 0.00 a 580 µm 0.00 ± 0.00 a 0.33 ± 0.82 a 1.00 ± 1.73 a 800 µm 1.67 ± 1.53 a 0.33 ± 0.58 a 1.67 ± 0.53 a Kontrol (tanpa implan) 1.14 ± 1.68 a

Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x ± SD). Huruf superscript yang sama pada kolom dan baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05).

Tabel 11 Persentase basofil tikus pascaimplantasi material Fe berpori Ukuran pori material

implan Fe

Persentase basofil pada hari ke- (% leukosit)

7 14 30

450 µm 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 580 µm 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 800 µm 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a Kontrol (tanpa implan) 0.00 ± 0.00 a

(20)

12

Secara fungsional, basofil memiliki peran penting dalam pelepasan histamin, sitokin, kemokin, dan mediator inflamasi yang bertanggung jawab dalam anafilaksis dan reaksi alergi. Mediator inflamasi tersebut berfungsi untuk memodulasi proliferasi sel-sel kekebalan (Merluzzi et al. 2015). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implantasi Fe berpori tidak menimbulkan respon alergi terhadap tikus karena tidak ditemukannya basofil (Tabel 11).

Limfosit

Persentase limfosit pascaimplantasi material Fe berpori menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) pada beberapa kelompok perlakuan terhadap kelompok kontrol (Tabel 12). Persentase limfosit terendah terdapat pada perlakuan Fe berpori 800 μm hari ke-30, sementara persentase tertinggi terdapat pada perlakuan Fe berpori 580 μm hari ke-7.

Limfosit merupakan sel mononuklear yang menginfiltrasi daerah peradangan sebagai indikasi peradangan kronis (Anderson et al. 2009). Persentase limfosit dapat menggambarkan status imunologi yang dikaitkan dengan komplikasi pascaimplantasi (Bhaskar dan Parker 2011). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat korelasi antara persentase limfosit dengan jumlah neutrofil. Pada tikus, rasio neutrofil-limfosit meningkat dengan bertambahnya umur (Stockham dan Scott 2008). Selain itu, faktor stres akibat perubahan hormonal juga menyebabkan peningkatan rasio neutrofil-limfosit pada reaksi akut setelah operasi (Forget et al. 2014). Peningkatan persentase limfosit hari ke-14 pascaimplantasi mencirikan kondisi normal dimana jumlah limfosit meningkat seiring bertambahnya umur tikus. Peningkatan limfosit pada kondisi abnormal disebabkan oleh aktivitas limfopoiesis dalam menanggapi rangsangan antigenik. Pada perlakuan Fe berpori 580 μm hari ke-7, peningkatan limfosit diduga karena terjadi pembesaran getah bening atau hiperplasia limfoid (Stockham dan Scott 2008). Penurunan limfosit yang terjadi pada perlakuan Fe berpori 450 μm dan 800 μm pada hari ke-30 berkaitan dengan infeksi karena beberapa ekor mengalami patah tulang akibat interaksi dengan tikus lain di dalam kandang. Hal ini menyebabkan penurunan persentase limfosit dan monosit sementara neutrofil meningkat sebagai respon inflamasi akut. Implantasi Fe berpori 450 μm mendapat respon limfosit paling baik karena tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap nilai kontrol.

Monosit

Persentase monosit pascaimplantasi Fe berpori tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) pada semua perlakuan terhadap kontrol (Tabel

Tabel 12 Persentase limfosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori Ukuran pori material

implan Fe

Persentase limfosit pada hari ke- (% leukosit)

7 14 30

450 µm 56.67 ± 18.23 b 59.67 ± 4.04 b 32.33 ± 49.94 bc 580 µm 80.33 ± 9.29 a 79.33 ± 21.61 a 68.67 ± 16.04 ab 800 µm 56.33 ± 22.48 b 77.67 ± 6.66 a 25.33 ± 24.44 c Kontrol (tanpa implan) 60.86 ± 26.65 b

(21)

13 13). Infiltrasi monosit merupakan bentuk peradangan kronis atau stadium akhir peradangan akut (Anderson et al. 2009). Persentase monosit tertinggi terjadi pada perlakuan Fe berpori 800 μm hari ke-7. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan ukuran pori yang besar yang menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan respon monosit. Monosit berperan untuk menggantikan fungsi neutrofil dalam memfagosit sel atau jaringan yang rusak dengan berubah menjadi makrofag (Tizard 2000). Peningkatan yang tinggi juga terjadi pada perlakuan Fe berpori 580 μm dan 800 μm hari ke-30. Peningkatan ini merupakan kondisi normal karena secara umum fase kronis terjadi dua minggu pascaimplantasi. Persentase monosit terendah terjadi pada perlakuan Fe berpori 580 μm hari ke-14. Implantasi Fe berpori 450 μm mendapat respon monosit yang cukup baik berdasarkan hasil uji statistik yang menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata terhadap nilai kontrol. Penurunan persentase monosit pada perlakuan Fe berpori 450 μm hari ke-30 menunjukkan bahwa tubuh tikus sudah dapat beradaptasi dengan implan Fe berpori.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Implantasi material Fe berpori secara umum tidak memengaruhi profil hematologi tikus. Bahan implan Fe berpori 450 μm paling dapat diterima oleh tubuh berdasarkan hasil uji statistik yang menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata terhadap nilai kontrol hampir pada semua parameter hematologi.

Saran

Penelitian mengenai implantasi material Fe berpori perlu dikaji lebih lanjut dengan menguji toksisitas serta efek lokal dan sistemik lainnya. Kajian tersebut bertujuan untuk mengetahui sifat biokompatibilitas Fe berpori lebih dalam, sehingga logam Fe berpori dapat direkomendasikan untuk diterapkan sebagai implan medis.

Tabel 13 Persentase monosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori Ukuran pori material

implan Fe

Persentase monosit pada hari ke- (% leukosit)

7 14 30

450 µm 5.00 ± 2.65 ab 3.67 ± 1.15 ab 0.67 ± 1.15 b 580 µm 3.67 ± 2.08 ab 0.17 ± 0.41 b 6.33 ± 5.13 a 800 µm 7.00 ± 1.73 a 4.00 ± 2.00 ab 6.67 ± 6.11 a Kontrol (tanpa implan) 4.14 ± 3.13 ab

(22)

14

DAFTAR PUSTAKA

Anderson JM, Rodriguez A, Chang DT. 2009. Foreign body reaction to biomaterials. Semin Immunol. 20(2):86–100.

Astawan M, Wresdiyati T, Arief II, Suhesti E. 2011. Gambaran hematologi tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinfeksi Escherichia coli enteropatogenik dan diberikan probiotik. Med Pet. 2011:7-13. doi: 10.5398/medpet.2011.34.1.7.

Athari SS, Athari SM. 2014. The importance of eosinophil, platelet, and dendritic cell in asthma. J Trop Dis. 4(1):41-47. doi:10.1016/S2222-1808(14)60413-8.

Bhaskar D, Parker MJ. 2011. Haematological indices as surrogate markers of factors affecting mortality after hip fracture. J C Injur. 42:178–182. doi:10.1016/j.injury.2010.07.501.

Bosco R, Beucken JVD, Leeuwenburgh S, Jansen J. 2012. Surface engineering for bone implants: a trend from passive to active surfaces. Coatings. 2:95-119.doi:10.3390/coatings.2030095.

Butterfield TA, Best TM, Merrick, MA. 2006. The dual roles of neutrophils and macrophages in inflammation: a critical balance between tissue damage and repair. J Athl Train. 41(4):457–465.

Cabrera SL, Flisser A. 2012. Are basophils important mediators for helminth-induced Th2 immune responses? a debate. J Biomed Biotech. 2012:1-8. doi:10.1155/2012/274150.

Forget P, Moreau N, Engel H, Cornu O, Boland B, DeKock M, Yombi JC. 2014. The neutrophil-to-lymphocyte ratio after surgery for hip fracture. J Archger. 1-24. doi:10.1016/j.archger.2014.11.008.

Harvey JW. 2012. Veterinary Hematology: A Diagnostic Guide and Color Atlas. Missouri (US): WB Saunders.

Hermawan H, Purnama A, Dube D, Couet J, Mantovani D. 2010. Fe–Mn alloys for metallic biodegradable stents: Degradation and cell viability studies.

Acta Biomater. 6:1852–1860. doi:10.1016/j.actbio.2009.11.025.

Jain NC. 1993. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelphia (US): Lea & Febriger.

Kumar A, Sriwastwa VMS, Lata S. 2011. Impact of Black T Supra on haematology of Albino rats. J Sci Res. 2:21-27.

Mao L, Kwak M, Xue Q, Lu Y, Niu J, Zhang J, Yuan G, Fan R. 2013. Stent materials-dependent macrophage fusion and secretion of inflammatory cytokine and chemokine. Europ C Mater. 26(5):11.

Marzuki A, Ibrahim N, Uslam. 2012. Pengaruh pemberian sari buah kurma (Phoenix dactylifera l) terhadap perubahan jumlah trombosit pada tikus (Rattus norvegicus). Majalah Farmasi dan Farmakologi. 16(2):85-88. Merluzzi S, Betto E, Ceccaroni AA, Magris R, Giunta M, Mion F. 2015. Mast

cells, basophils and B cell connection network. Mol Immunol. 63:94–103. Navarro M, Michiardi A, Castano O, Planell JA. 2008. Biomaterials in

(23)

15 Noviana D, Nasution AK, Ulum MF, Hermawan H. 2013. Degradation of

Fe-bioceramic composites at two different implantation sites in sheep animal model observed by X-ray radiography. Europ Cells Mater. 26(5):56. Paramitha D, Estuningsih S, Noviana D, Ulum MF, Hermawan H. 2013.

Distribution of Fe-based degradable materials in mice skeletal muscle.

Europ Cells Mater. 26(5):55.

Preet S, Prakash S. 2011. Haematological profile in Rattus norvegicus during experimental cysticercosis. J Par Dis. 35:144-147.

Probst RJ, Lim JM, Bird DN, Pol GL, Sato AK, Claybaugh JG. 2007. Gender differences in the blood volume of conscious Sprague-Dawley rats. J Am Assoc Lab Anim Sci. 45(2):49–52.

Savithri Y, Sekhar P, Doss J. 2010. Changes in hematological profiles of albino rats under chlorpyrifos. J Pharm Bio Sci. 1:1-7.

Schalm OW, Weiss DJ, Wardrop K. 2010. Veterinary Hematology. State Avenue (US). Blackwell.

Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamental of Clinical Pathology. State Avenue (US). Blackwell.

Suega K, Bakta M. 2010. Aplikasi klinis retikulosit. J Peny Dal. 11(3):191-201. Tizard IR. 2000. Veterinary Immunology An Introduction. Sixth Edition.

Philadelphia (US): WB Saunders.

Triakoso N, Putri PR. 2012. Perbandingan packed cell volume darah anjing sebelum dan sesudah penyimpanan menggunakan Citrate-phosphate-dextrose. J Klin Vet. 1(1):23-26.

Ulum MF, Arafat A, Noviana D, Yusop AH, Nasution AK, Kadir A, Hermawan H. 2014. In vitro and in vivo degradation evaluation of novel iron-bioceramic composites for bone implanapplications. J Mater Sci Eng. 36:336–344. doi:10.1016/j.msec.2013.12.022.

Widyastuti DA. 2013. Profil darah tikus putih wistar pada kondisi subkronis pemberian natrium nitrit. J Sains Vet. 31(2):201-215.

Zdolsek J, Eaton JW, Tang L. 2007. Histamine release and fibrinogen adsorption mediate acute inflammatory responses to biomaterial implants in humans.

(24)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 22 Oktober 1992 di Purwokerto, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Cahyono Nuruddin (almarhum) dan Fatimah, S.Pd.I. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis yaitu SD Negeri Dukuhturi 05 lulus tahun 2004, SMP Bustanul Ulum NU Bumiayu lulus pada tahun 2007, dan SMA Bustanul Ulum NU Bumiayu lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Gambar

Gambar 1 Jadwal kegiatan penelitian profil hematologi tikus pascaimplantasi biomaterial logam terdegradasi berbahan dasar besi (Fe) berpori pada tulang femur
Gambar 2 Bahan Implan Fe berpori: a) Fe berpori 450 µm, b) Fe berpori 580 µm, c) Fe berpori 800 µm
Tabel 1 Nilai hematologi tikus praimplantasi material Fe berpori
Tabel 2 Jumlah eritrosit tikus pascaimplantasi material Fe berpori
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Varietas Tosakan.. Jurnal AGRIFOR Vol XIII

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah Kitab Suci, (Jakarta : C.V.. Jadi, H 0 di tolak dan Ha di terima, artinya terdapat efek model pembelajaran student centered learning

Ada beberapa urusan wajib yang diatur dalam PP No.38 Tahun 2007 yang tidak dicantumkan dalam penyusunan urusan wajib di RPJMD Kota Tebing Tinggi, seperti Ketahanan

Aplikasi Penyalinan Ayat Surat Al- Qur'an Al-Karim ini sangat membantu pelajar, mahasiswa/mahasiswi, dan juga guru-guru serta dosen yang ingin menyalin ayat suci Al-Qur'an tanpa

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 1 tahun 2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

II. Bayezid’in saltanatının özellikle son yılları, artık iyice yaşlanmış olan bu padişahın oğulları arasında yaşanan taht kavgalarının, bu

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami secara keseluruhan mengenai definisi yang berkaitan dengan bisnis, mengenali

Pada hasil penelitian terhadap kualitas udara menggunakan indikator Pb, antara jalan Kartini yang rapat tanamannya dengan jalan Kaligarang yang kerapatan tanamannya