KARYA TULIS ILMIAH
PERBANDINGAN KEEFEKTIVITAS PEMBERIAN
PARASETAMOL DAN TRAMADOL TERHADAP
RASA NYERI PRE-SIRKUMSISI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
GIBRAN RAKA PRAMODYA 20120310137
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
KARYA TULIS ILMIAH
PERBANDINGAN KEEFEKTIVITAS PEMBERIAN
PARASETAMOL DAN TRAMADOL TERHADAP
RASA NYERI PRE-SIRKUMSISI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
GIBRAN RAKA PRAMODYA 20120310137
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ii
HALAMAN PENGESAHAN KTI
PERBANDINGAN KEEFEKTIVITAS PEMBERIAN
PARASETAMOL DAN TRAMADOL TERHADAP
RASA NYERI PRE-SIRKUMSISI
Disusun oleh :
GIBRAN RAKA PRAMODYA SYAM 20120310137
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal : 4 Mei 2016
Dosen Pembimbing Dosen Penguji
dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes dr. Farindira Vesti Rahmasari, M.Sc NIK: 19691213199807173031 NIK: 1984080520104173233
Mengetahui
Kaprodi pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Gibran Raka Pramodya Syam
Nim : 20120310137
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
Mengatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis
ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir
Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah
ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta,
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan yang
Maha sempurna yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta
salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabat.
Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Perbandiingan Efektifitas Pemberian Parasetamol dan Tramadol Sebelum Sirkumsisi Terhadap Tingkatan Nyeri Pasca Sirkumsisi” ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh derajat sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Pada kesempatan ini, ijinkan penuis untuk mengucapkan rasa terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah berperan serta dalam membantu penyelesaian
proposal Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan terima kasih ini diberikan kepada:
1. Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini dengan baik
2. Nabi Muhammad SAW, selaku nabi junjungan umat islam atas jasa-jasa
beliau dan teladan yang diajarkan.
3. dr. Ardi Pramono, Sp.An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan juga selaku Dosen
Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan
kepada penulis selama menyelesaikan proposal penelitian ini.
4. Kedua orang tua saya, Ayah dr. Syamsul Burhan Sp. B dan Ibu Ir. Tri Suheni,
serta kedua adik saya Herbagus Abyan Jatmiko dan Iffat Hesya Rajendra yang
selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada henti.
5. Partner saya, teman satu kelompok penelitian, Renato Naufal Zakariya,
Cornel Anggara dan Andhika Putra Baghaskara yang banyak memberikan
v
6. BAS Family. Renato, Andhika, Rendy, Rezza, Rijal, Ezra, Cornel, Audi,
Habib, Iqbal, Andye, Darko, Darje, Qonitya, Fiqi, Sofyan, Chamim, Babe,
Aam, Aswin, Kemem, Putra, Denny yang selalu memberikan dukungan
semangat.
7. Serta semua pihak yang ikut serta dalam mendukung terlaksananya
penelitian dan pembuatan karya tulis ini yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah
ini masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak kekurangan baik dari segi isi
vi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat penelitian ... 5
E. Keaslian Penelitian ... 5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Tinjauan Pustaka ... 7
C. Hipotesis Penelitian ... 24
BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 25
A. Desain Penelitian ... 25
B. Populasi dan Subjek Penelitian ... 25
vii
D. Variable Penelitian ... 29
E. Definisi Operasional ... 29
F. Alat dan Bahan Penelitian ... 31
G. Jalannya Penelitian ... 32
H. Analisis Data ... 33
I. Cara Kerja ... 33
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Hasil Penelitian ... 40
B. Pembahasan ... 42
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ... 46
A. Kesimpulan ... 46
B. Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
viii
DAFTAR TABEL
Table 1. Keaslian Penelitian... 6
Tabel 2. Karakteristik intensitas nyeri pada pemberian parasetamol dan tramadol
pasien sirkumsisi ... 40
Tabel 3. Perbedaan Tramadol dan Parasetamol dalam menurunkan
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Molekul Tramadol ... 8
Gambar 2. Mekanisme Kerja Tramadol ... 10
Gambar 3. Struktur Molekul Parasetamol ... 11
Gambar 4. Kerangka Konsep ... 24
Gambar 5. Visual Analog Scale (VAS) ... 31
Gambar 6. Cara Kerja ... 33
x INTISARI
Sunat atau sirkumsisi merupakan tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan penis atau preputium. Dilakukan untuk membersihkan dari berbagai kotoran penyebab. Jika di tinjau dari segi agama sirkumsisi atau khitan hukumnya wajib. Anestesi pada sirkumsisi dapat dilakukan secara umum dan lokal. Dua agen yang paling umum digunakan untuk memberikan analgesia pasca operasi pada anak-anak adalah tramadol dan parasetamol. Tramadol terikat secara stereospesifik pada reseptor nyeri di sistem saraf pusat, dan menghambat re-uptake noradrenalin dan serotonin dari sistem saraf aferen, sehingga akan menghasilkan efek analgesia . Tramadol secara luas digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit derajat ringan sampai sedang. Parasetamol merupakan obat golongan acetaminofen, yang menghambat pembentukan protaglandin dalam jaringan perifer dan tidak memiliki efek inflamasi yang signifikan, sehingga dapat digunakan dalam penatalaksanaan nyeri pada sirkumsisi. Efek analgesic parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental utuk mengetahui efektivitas antara pemberian parasetamol dan tramadol sebelum sirkumsisi. Subjek berjumlah 36 responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dibagi dalam 2 grup setiap grup berisi 18 responden. Grup pertama merupakan responden yang diberikan parasetamol sebelum sirkumsisi dan grup kedua merupakan responden yang diberikan tramadol sebelum sirkumsisi. Hasil dari olah data menggunakan Independent Sample Test didapatkan hasil Asymp Sig. (2-Tiled) adalah 0,001 (p-value < 0,005), terdapat perbedaan yang signifikan antara pemberian parasetamol dan tramadol. Disimpulkan bahwa tramadol terbukti lebih efektif daripada parasetamol.
xi
ABSTRACT
Sirkumsisi is the act of cutting or eliminating some or all of the skin of the penis or the preputium front cover. The purpose of that is to clean up from the grime from a variety of causes. If the seen from the terms of religion Sirkumsisi or Khitan the statute is mandatory. Anesthesia on sirkumsisi can be done in General and local. The two most common agents used to provide post-operative analgesia it has on children is Tramadol and Paracetamol. Tramadol stereospasifik tied to receptors of pain in the central nervous system and inhibits the re-uptake of serotonin and noradrenaline from the afferent nervous system so that it will produce analgesia it has effect. Tramadol is extensively used as a painkiller of mild to moderate degree. Paracetamol is drug that inhibits the formation of acetaminophen class Protaglandin in peripheral tissues and does not have inflammatory effects are significant, so it can be used in the treatment of pain and Sirkumsisi. Effect of analgesic paracetamol similar salicylate remove or reduce mild to moderate pain. This research was quasi experimental to know the effectiveness between giving of paracetamol and Tramadol before sirkumsisi. The subject amounted to 36 respondents who have met the criteria for inclusion and exclusion, are divided into two gropus each groupcontains 18 respondents. The first group is the respondent given paracetamol before Sirkumsisi and the second is the Group of respondent given Tramadol before Sirkumsisi. The result of sports data using independent sample test result in the get asymp sig 2 (tiled) is 0,001 (p-value) 0,005 <) there are significant differences between the granting of paracetamol and Tramadol. It was concluded that proved Tramadol more effective than Paracetamol.
x INTISARI
Sunat atau sirkumsisi merupakan tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan penis atau preputium. Dilakukan untuk membersihkan dari berbagai kotoran penyebab. Jika di tinjau dari segi agama sirkumsisi atau khitan hukumnya wajib. Anestesi pada sirkumsisi dapat dilakukan secara umum dan lokal. Dua agen yang paling umum digunakan untuk memberikan analgesia pasca operasi pada anak-anak adalah tramadol dan parasetamol. Tramadol terikat secara stereospesifik pada reseptor nyeri di sistem saraf pusat, dan menghambat re-uptake noradrenalin dan serotonin dari sistem saraf aferen, sehingga akan menghasilkan efek analgesia . Tramadol secara luas digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit derajat ringan sampai sedang. Parasetamol merupakan obat golongan acetaminofen, yang menghambat pembentukan protaglandin dalam jaringan perifer dan tidak memiliki efek inflamasi yang signifikan, sehingga dapat digunakan dalam penatalaksanaan nyeri pada sirkumsisi. Efek analgesic parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental utuk mengetahui efektivitas antara pemberian parasetamol dan tramadol sebelum sirkumsisi. Subjek berjumlah 36 responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dibagi dalam 2 grup setiap grup berisi 18 responden. Grup pertama merupakan responden yang diberikan parasetamol sebelum sirkumsisi dan grup kedua merupakan responden yang diberikan tramadol sebelum sirkumsisi. Hasil dari olah data menggunakan Independent Sample Test didapatkan hasil Asymp Sig. (2-Tiled) adalah 0,001 (p-value < 0,005), terdapat perbedaan yang signifikan antara pemberian parasetamol dan tramadol. Disimpulkan bahwa tramadol terbukti lebih efektif daripada parasetamol.
xi
ABSTRACT
Sirkumsisi is the act of cutting or eliminating some or all of the skin of the penis or the preputium front cover. The purpose of that is to clean up from the grime from a variety of causes. If the seen from the terms of religion Sirkumsisi or Khitan the statute is mandatory. Anesthesia on sirkumsisi can be done in General and local. The two most common agents used to provide post-operative analgesia it has on children is Tramadol and Paracetamol. Tramadol stereospasifik tied to receptors of pain in the central nervous system and inhibits the re-uptake of serotonin and noradrenaline from the afferent nervous system so that it will produce analgesia it has effect. Tramadol is extensively used as a painkiller of mild to moderate degree. Paracetamol is drug that inhibits the formation of acetaminophen class Protaglandin in peripheral tissues and does not have inflammatory effects are significant, so it can be used in the treatment of pain and Sirkumsisi. Effect of analgesic paracetamol similar salicylate remove or reduce mild to moderate pain. This research was quasi experimental to know the effectiveness between giving of paracetamol and Tramadol before sirkumsisi. The subject amounted to 36 respondents who have met the criteria for inclusion and exclusion, are divided into two gropus each groupcontains 18 respondents. The first group is the respondent given paracetamol before Sirkumsisi and the second is the Group of respondent given Tramadol before Sirkumsisi. The result of sports data using independent sample test result in the get asymp sig 2 (tiled) is 0,001 (p-value) 0,005 <) there are significant differences between the granting of paracetamol and Tramadol. It was concluded that proved Tramadol more effective than Paracetamol.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anastesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan yang meliputi pemberian anastesi, penjagaan penderita yang sedang
menjalani pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif
pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri (Ruswan, 1999).
Secara garis besar pembedahan dibedakan menjadi dua, yaitu
pembedahan mayor dan pembedahan minor (Mansjoer, 2000). Istilah bedah
minor (operasi kecil) dipakai untuk tindakan operasi ringan yang biasanya
dikerjakan dengan anestesi lokal, seperti mengangkat tumor jinak, kista pada
kulit, sirkumsisi, ekstraksi kuku, penanganan luka. Sedangkan bedah mayor
adalah tindakan bedah besar yang menggunakan anestesi umum/general
anestesi, yang merupakan salah satu bentuk dari pembedahan yang sering
dilakukan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2004).
Anestesi pada sirkumsisi dapat dilakukan secara umum dan lokal.
Anestesi secara umum dilakukan apabila pasien masih anak-anak, punya
riwayat alergi dengan anestesi lokal, dan pasien sangat cemas. Anestesi secara
lokal dilakukan bila penderita dalam keadaan sadar berupa spinal, epidural,
dan modifikasinya; dan kombinasi blok saraf dorsalis penis dan infiltrasi.
(Karakata S dan Bachsinar B, 1994)
Sunat atau khitan atau sirkumsisi (Inggris: circumcision) adalah tindakan
2
penis atau preputium. Dilakukan untuk membersihkan dari berbagai kotoran
penyebab penyakit yang mungkin melekat pada ujung penis yang masih ada
preputiumnya. Secara medis dikatakan bahwa sunat sangat menguntungkan
bagi kesehatan. Banyak penelitian kemudian membuktikan (evidence based
medicine) bahwa sunat dapat mengurangi risiko kanker penis, infeksi saluran
kemih, dan mencegah penularan berbagai penyakit menular seksual (Sumiardi,
1994). Pria yang di sunat lebih higienis, pada masa tua lebih mudah merawat
bagian tersebut dan secara seksualitas lebih menguntungkan (lebih bersih,
tidak mudah lecet/iritasi, dan terhindar dari ejakulasi dini) (Basuki, 2000).
Jika di tinjau dari segi agama sirkumsisi atau khitan hukumnya wajib.
Seperti yang di tulis pada potong ayat berikut:
(QS An-Nahl :123)
يكرش لا اك ا و ًافي ح يهاربإ ة عبتا أ كيلإ ا يحوأ ث
”Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad)” : “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”.
Terdapat juga hadits tentang sirkumsisi yang di sebutkan dibawah ini : (Hadits riwayat Bukhar)
ًة س ي ا ث ْبا وهو ََسلا هْي ع يهارْبإ تتْخا ودقْلاب
“Ibrahim „alaihissalam telah berkhitan dengan qadum (nama sebuah alat pemotong) sedangkan beliau berumur 80 tahun”
Sirkumsisi merupakan salah satu prosedur pembedahan pada anak
laki-laki yang paling sering dilakukan di seluruh dunia. Di Australia, diperkirakan
70% anak laki-laki dan pria dewasa telah menjalani sirkumsisi (Hirji, Charlton
, Sarmah, 2005). Sedangkan di Turki yang merupakan negara dengan
3
sirkumsisi mencapai 99% (Ozdemir, 1997). Sirkumsisi dilakukan dengan
alasan medis dan non medis. Alasan non medis meliputi agama dan ritual.
Sirkumsisi ritual seringkali dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan Yahudi,
serta di daerah Afrika sub-Sahara. (Hirji, Charlton, Sarmah, 2005).
Seluruh tenaga kesehatan di amerika serikat harus menyediakan
penanganan nyeri yang optimal pada seluruh sirkumsisi pada pria orang tua
harus dipersiapkan untuk diedukasi tentang prosedur nyeri pada anak anak.
Mereka juga harus diinformasikan tentang farmakologi dan terapi nyeri yang
terintegrasi (ASPMN, 2011).
Pemakaian parasetamol oral dan tramadol oral sebagai analgetik pasca operasi
sangat banyak bahkan termasuk salah satu analgetik yang direkomendasikan. Untuk
tramadol diberikan secara oral, im, sc atau iv dengan dosis 50 – 100 mg tiap 6 jam.
Sedangkan parasetamol diberikan secara oral atau iv dengan dosis 500 – 1000 mg
diberikan tiap 6 jam.
Mekanisme kerja parasetamol yang diduga sebagai efek sentral seperti
salisilat walaupun bersifat lemah parasetamol merupakan penghambat
biosintesis prostaglandin dengan menghambat pelepasan enzim
siklooksigenase (COX: cyclooxigenase) yang merubah asam arakidonat
menjadi prostaglandin. Khusus parasetamol adalah penghambat COX-3 yang
hanya ada diotak yaitu dihipotalamus yang rendah kadar peroksida. Efek
analgetik tramadol dihasilkan oleh penghambatan reuptake norepinefrin dan
pelepasan serotonin. Tramadol memiliki 10% kemampuan analgetik dari
morfin jika diberikan secara IV atau IM. Tramadol dapat diberikan untuk
4
Obat ini lemah kerjanya secara sentral dan tidak mempengaruhi system
kardiovaskuler ataupun motilitas lambung-usus (Tan, 2002).
Selain bekerja secara sentral, tramadol juga mempunyai efek perifer kuat
yang kerjanya berda pada akhiran saraf bebas dari pembuluh darah. Reseptor
oploid dapat ditemukan di system saraf pusat dan juga di saraf perifer,
tepatnya di saraf sensorik primer. Reseptor oploid ini bekerja dengan
menghambat pelepasan mediator proinflamasi dan eksitatorik dari jaras jaras
sensorik. (Wong HW et al, 2001; atunkaya et al, 2004).
Pada penelitian kali ini, penulis akan mencoba membandingkan
keefektifitasan pemberian analgesic antara parasetamol dan tramadol terhadap
rasa nyeri setelah sirkumsisi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka peneliti
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
“Perbandingan efektifitas pemberian parasetamol oral dan tramadol terhadap
rasa nyeri post-sirkumsisi”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas pemberian analgesic antara parasetamol oral
dengan tramadol oral sebelum sirkumsisi terhadap rasa nyeri setelah
5
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui derajat intensitas rasa nyeri saat setelah dilakukan
sirkumsisi pada anak laki-laki setelah sirkumsis di RSKAI Sadewa,
Sleman, Yogyakarta.
b. Mengetahui efek analgetic parasetamol dan tramadol terhadap rasa
nyeri pada anak laki laki setelah sirkumsisi di RSKAI Sadewa,
Sleman, Yogyakarta.
D. Manfaat penelitian
1. Penelitian ini di harapkan bermanfaat bagi :
a. Subjek penelitian dan masyarakat
b. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang
pengaruh pemberian obat parasetamol dan tramadol sebelum
sirkumsisi terhadap rasa nyeri pada anak laki laki setelah sirkumsisi di
RSKAI Sadewa, Sleman, Yogyakarta.
c. Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Kedokteran
d. Sebagai bahan masukan dalam kegiatan pembelajaran, bila ada peneliti
yang baru dapat melanjutkan penelitian kedepannya.
e. Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa,
khususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta yang berkaitan.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu
6 Table 1.Keaslian Penelitian
No. PENELITIAN JUDUL PENELITIAN VARIABEL HASIL PENELITIAN PERSAMAAN PERBEDAAN
1. Redhy Satya Caesarinka (2014)
Pengaruh efek analgesic injeksi lidokain dengan penambahan parasetamol
bermakna pada penggunaan parasetamol dan lidokain terhadap sirkumsisi.
hasil yang di dapat : parasetamol lebih efektif dibandingkan penggunaan Parasetamol Oral Dengan Tramadol Oral Sebagai Tatalaksana Nyeri Pasca Operasi Transurethral
Parasetamol versus tramadol oral memiliki efektifitas yang sama dalam mengatasi rasa nyeri
Perbedaan efektifitasan
parasetamol dan
tramadol terhadap rasa nyeri
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Anestesi
Anestesi merupakan cabang Ilmu Kedokteran yang mempelajari
tatalaksana untuk mematikan rasa, baik rasa nyeri, takut dan rasa tidak
nyaman yang lain sehingga pasien nyaman dan ilmu yang mempelajari
tatalaksana untuk menjaga atau mempertahankan hidup dan kehidupan
pasien selama mengalami “kematian” akibat obat anestesia. (Mangku,
2010)
Lama kerja obat terdapat dalam konsentrasi yang cukup besar untuk
menghasilkan suatu respons, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kerja obat yaitu distribusi, berat, komposisi, dinamika sirkulasi dan ikatan
protein (eCL, 2014)
Dua agen yang paling umum digunakan untuk memberikan analgesia
pasca operasi pada anak-anak adalah tramadol dan parasetamol.
Pemberian dapat diberikan secara oral, intramuskular (im), intravena (iv),
dan dapat diberikan secara rektal (Grond S et al, 2010)
2. Tramadol
Tramadol adalah analgetik yang bekerja secara sentral yang memiliki
afinitas sedang pada reseptor μ yang lemah (Ifar et al, 2011). Tramadol
secara luas digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit derajat ringan
sampai sedang.Rumus kimia dari tramadol yaitu
8
dari kelompok aminosikloheksanol yang bersifat agonis opioid (Wojciech,
2010). Tramadol sama efektifnya dengan morfin atau meperidin untuk
nyeri ringan sampai sedang tetapi untuk nyeri berat atau kronik lebih
lemah (Dewoto, 2010).
Gambar 1. Struktur Molekul Tramadol
Rumus Kimia Tramadol : CG-315; CG-1315E; Hidrocloruro de
tramadol; Tramadoli Hydrochloridum; U-26225A. (±) –
trans-2-Dimethylaminomethyl-1-(3-methoxyphenyl) cyclohexanol hydrochloride.
C16H25NO HCl = 299.8 (Wojciech, 2010).
a. Farmakodinamika
Tramadol memiliki berbagai kelebihan. Tramadol memiliki efek
multi modal yang efektif untuk nyeri nosiseptif dan neuropati, karena
tramadol memiliki 2 mekanisme kerja, yaitu sebagai opioid dan
monoaminergik (Schug, 2014). efek agonis pada reseptor opioid,
terutama pada reseptor μ (mu), dengan efek yang minimal pada
reseptor κ (kappa) dan σ (sigma). Tramadol mengaktivasi reseptor
9
serotonin sinaptosomal, sehingga akan menghasilkan efek analgesia
(Katzung, 2014)
b. Farmakokinetika
Tramadol terikat secara stereospesifik pada reseptor nyeri di
sistem saraf pusat, dan menghambat re-uptake noradrenalin dan
serotonin dari sistem saraf aferen (Wojciech L, 2010) Tramadol yang
diberikan secara oral mempunyai bioavailabiltas hingga 70%
sedangkan yang diberikan secara parenteral bioavailabilitas mencapai
100% (Kalant et al, 2006). Tramadol didistribusikan secara cepat dan
luas keseluruh tubuh dengan volume distribusi 2-3 liter/kg/BB pada
dewasa muda. Tramadol melewati sawar darah otak dan plasenta.
Metabolisme tramadol terjadi di hati melalui proses glukoronidasi dan
di eksresi melalui ginjal, dengan masa paruh eliminasi 6 jam untuk
tramadol dan 7,5 jam untuk metabolit aktifnya (Sulistia GG, 2012).
Terdapat kenaikan tekanan darah setelah pemberian tramadol secara
intravena namun tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler. Terjadi
peningkatan tahanan vaskuler perifer sebanyak 23% pada 2-10 menit
pertama dan 15-20% terjadi peningkatan terhadap kerja dari jantung
10
Gambar 2. Mekanisme Kerja Tramadol
c. Efek Samping
Tramadol sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan riwayat
penyalahgunaan obat walaupun potensi untuk penyalahgunaan belum
jelas. Tidak digunakan juga pada pasein yang menggunakan
penghambat MAO (moniamine-oksidase) karena efek inhibisisnya
terhadap serotonin. Selain itu perlu perhatian khusus pada pasien
epilepsi karena salah satu efek dari tramadol dapat menyebabkan
kejang maupun kambuhnya serangan kejang (Heribertus, 2010). Efek
samping yang bisa timbul dari penggunaan tramadol secara umum
adalah mual, muntah, pusing, mulut kering, sedasi, dan sakit kepala
11
3. Parasetamol
Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fenazetin dengan
efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek
antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Fenazetin tidak
digunakan lagi dalam pengobatan karena penggunaannya dikaitkan dengan
terjadinya analgesic nefropati, anemia hemolitik dan mungkin kanker
kandung kemih. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama
parasetamol dan tersedia sebagai obat bebas (Katzung, 2014)
a. Mekanisme Kerja Parasetamol
Ada bukti-bukti untuk mendukung efek analgesik sentral
parasetamol (4). Sampai saat ini telah terbukti keterlibatan parasetamol
dalam lima mekanisme analgesik yang berbeda: (A) Penghambatan
isoenzim siklooksigenase (COX) di SSP tanpa interaksi dengan situs
mengikat; (B) Aktivasi periode waktu bulbospinal serotonin; (C)
Aktivasi nitrat oksida (NO) jalur aktivasi; (D) Aktivasi atau modulasi
periode opioid endogen, dan (E) Meningkatkan nada
cannabinoid endogen (Samir et al, 2015).
N-asetil-p-aminofenol (asetaminofen)
12
b. Farmakodinamika
Efek analgesic parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang.
Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga
(Sulistia GG, 2012). Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada
tempat yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi
terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti
inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan
sampai sedang, seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan
dan keadaan lain (Katzung, 2011).
c. Farmakokinetika
Parasetamol diberikan secara oral. Penyerapan bekaitan dengan laju pengosongan lambung dan konsentrasi darah puncak biasanya
tercapai dalam 30-60 menit. Parasetamol sedikit terikat ke protein
plasma (25%) dan mengalami metabolisasi parsial oleh enzim-enzim
mikrosom hati dan diubah menjadi asetaminofen sulfat dan
glukuronida, yang secara farmakologis inaktif (Katzung, 2014). Selain
itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil
hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis
eitrosit. Obat ini diekskresikan melalui ginjal tanpa berubah kurang
dari 5% (Sulistia, 2012). Waktu paruh asetaminofen adalah 2-3 jam.
Pada dosis toksik atau penyakit hati, waktu paruh mugkin meningkat
13
d. Indikasi
Obat ini tidak mempengaruhi kadar asam urat dan tidak
menghambat trombosit. Parasetamol berguna pada nyeri ringan sampai
sedang seperti nyeri kepala, myalgia, nyeri pascapartus, dan keadaan
lain ketika aspirin merupakan analgesic yang efektif (Katzung, 2014)
e. Efek Samping
Pada dosis yang lebih besar, dapat terjadi pusing bergoyang,
eksitasi, dan diorientasi. Dosis lebih dari 4 g/hari biasanya tidak
dianjurkan dan riwayat alkoholisme merupakan kontraindikasi, bahkan
pada dosis ini. Gejala awal kerusakan hati adalah mual, muntah, diare,
dan nyeri abdomen (Katzung, 2014). Metabolisme parasetamol
mengeluarkan N-asetil-p-benzoquinoneimine (NAPQI), apabila jika
tidak terjadi detoksifikasi akan mengikat hepatosit dan menyebabkan
sel nekrosis. Ikatan ini akan menyebabkan keracunan dan kelemahan
hati pada kasus overdosis parasetamol. Terbukti juga hubungan antara
hipertensi dan parasetamol, yang mungkin disebabkan oleh sejumlah
besar natrium pada masing-masing tablet parasetamol yang terkandung
(Samir et al, 2015).
4. Nyeri
a. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
yang bersifat sang subjektif karena perasaan nyeri pada setiap orang
14
menjelaskan rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2006). Menurut The
International Association for study of Pain, nyeri didefinisikan sebagai
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial yang akan
menyebabkan kerusakan jaringan (Sudoyo & Setiyohadi, 2009).
Intensitas rangsangan terendah yang menimbulkan persepsi
nyeri, disebut ambang nyeri. Berbeda dengan ambang nyeri, toleransi
nyeri adalah tingkatan nyeri tertinggi yang dapat diterima seseorang.
Toleransi nyeri tiap individu berbeda-beda dan dapat dipengaruhi oleh
pengobatan.
b. Klasifikasi Nyeri
1) Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi:
a) Nyeri Somatik luar
Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan
dan membrana mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti
terbakar, tajam dan terlokalisasi (ICHD, 2004).
b) Nyeri Somatik dalam
Nyeri tumpul (dullness0 dan tidak terlokalisasi dengan baik
akibat rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi dan jaringan
ikat (ICHD, 2004).
c) Nyeri Viseral
Nyeri karena perangsangan organ viseral atau organ yang
15
Nyeri tipe ini dibagi menjadi nyeri viseral terlokalisasi, nyeri
pareetal terlokalisasi, nyeri alih viseral dan nyeri ali parietal
(ICHD, 2004).
2) Berdasarkan jenisnya, nyeri dapat dibagi menjadi:
a) Nyeri Nosiseptif
Karena kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral.
Stimulasi nosiseptor baik secara langsung maupun tidak
langsung akan mengakibatkan pengeluaran mediator inflamasi
dari jaringan, sel imun dan ujung saraf sensoris dan simpatik
(Mardjono, 2000).
b) Nyeri Neurogenik
Nyeri yang didahului atau diebabkan oleh lesi atau disfungsi
primer pada system saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh
cidera pada jalur serat saraf perifer, infiltrasi sel kanker pada
serabut saraf dan terpotongnya saraf perifer. Sensasi yang
dirasakan adalah rasa panas dan seperti ditusuk-tusuk dan
kadang disertai hilangnya rasa atau adanya rasa tidak enak pada
perabaan. Nyeri neurogenik ini dapat menyebabkan teejadinya
allodymia (Mardjono, 2000).
c) Nyeri Psikogenik
Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya
cemas dan depresi. Nyeri akan hilang apabila keadaan kejiwaan
16
3) Berdasarkan timbulnya, nyeri dapat dibagi menjadi:
a) Nyeri Akut
Nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara.
Nyeri ini ditandai dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti
takikardi, hipertensi, hiperhidrosis, pucat dan midriasis. Bentuk
nyeri akut dapat berupa nyeri somatik luar, nyeri somatik
dalam dan nyeri viseral (Mardjono, 2000).
b) Nyeri Kronik
Nyeri berkepanjangan yang dapat terjadi berbulan-bulan tanpa
tanda-tanda aktivitas otonom kecuali serangan akut. Nyeri
tersebut dapat berupa nyeri yang tetap bertahan sesudah
penyembuhan luka atau awalnya berupa nyeri akut lalu
menetap sampai melebihi 3 bulan (Mardjono, 2000).
c. Mekanisme Nyeri
Bila terjadi kerusakan jaringan/ ancaman kerusakan jaringan
tubuh, nantinya akan menghasilkan zat-zat kimia bersifat algesik yang
berkumpul dan dapat menimbulkan nyeri. Akan terjadi pelepasan
beberapa jenis mediator seperti zat-zat algesik, sitokin serta
produk-produk seluler yang lain, seperti metaboli eicosinoid, radikal bebas dan
lain-lain. Mediator-mediator ini dapat menimbulkan efek melalui
mekanisme spesifik (ICHD, 2004).
Rangkaian proses perjalanan yang menyertai antara kerusakan
17
Ada 4 proses yang mengikuti suatu proses nosisepsis, yaitu tranduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi (Mardjono, 2000).
Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nosiseptor
oleh stimulus noxious pada jaringan, yang kemudian akan
mengakibatkan stimulasi nosiseptor dimana disini stimulus noxious
tersebut akan dirubah menjadi potensial aksi, proses ini disebut dengan
transduksi. Selanjutnya potensial aksi akan ditransmisikan menuju
neuron susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri
(Mardjono, 2000). Tahap berikutnya adalah transmisi, dimana akan
terjadi serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa impuls
listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan
saraf aferen yang berbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke
sedang serta yang berdiameter besar. Saraf aferen ini akan berakson
pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan
melalu sistem contralateral spinalthalamic melalui ventral lateral dari
thalamus menuju cortex serebral (Kirby, 2010). Tahap berikutnya
adalah modulasi, dimana proses modulasi ini mengacu kepada
aktivitas neural dalam upaya mengontrol jalur transmisi nociceptor.
Proses modulasi ini melibatkan system neural yang komplek. Tahap
terakhir adalah persepsi, doimana pesan nyeri di relai menuju ke otak
dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan (Sudoyo &
18
5. Anatomi Penis
Penis terdiri dari dua corpora cavernosa dan satu corpus spongiosum.
Corpus cavernosum diliputi oleh tunica albuginea. Diantara corpus
cavernosum terdapat septum penis. Corpus spongiosum juga diliputi oleh
tunica albuginea tetapi tidak setebal tunica albuginea yang terdapat pada
corpus cavernosum. Tunica albuginea corpus cavernosum terdiri dari
jaringan ikat kolagen menentukan diameter penis pada saat ereksi. Kedua
corpora cavernosa dan corpus sponginosum diliputi pula oleh fascia penis
profunda. Fascia ini cukup keras sehingga bila ditusuk oleh jarum terasa
seperti menusuk kertas. Di bawah fascia profunda ini berjalan V. dorsalis
profunda penis pada arah pk. 12.00. Di sebelah lateral vena tersebut
terdapat A. dorsalis penis. Paling lateral dari A. dorsalis penis berjalan N.
dorsalis penis. Fascia penis profunda juga dilingkari oleh fascia penis
superficialis. Di antara kedua fascia tersebut terdapat V. dorsalis
superficialis penis. Keseluruhan batang penis tersebut dibungkus oleh kulit
(integumentum. Pada kulit penis bagian ventral terdapat suatu pita yang
berhubungan dengan frenulum yang disebut raphe penis, yang juga
merupakan lanjutan dari raphe scrotalis (Syamsir, 2014).
Di dalam corpus spomgiosum terdapat urethra. Bagian ujung corpus
spongiosum membesar dan membentuk glans penis. Bagian pangkal
corpus spongiosum yang membesar disebut bulbus penis. Pada glans penis
terdapat cekungan tempat masuknya corpus spongiosum. Bila dilihat
19
Bagian glans penis yg meninggi disebut corona glandis. Kearah pangkal
corona glandis terdapat cekungan yang disebut collum glandis yang
merupakan lanjutan corpus penis (Syamsir, 2014).
Kulit pembungkus penis memanjang ke distal sampai melebihi ujung
glans penis kemudian melipat ke dalam sampai melekat pada collum
glandis. Corpus cavernosum penis kea rah proksimal menjadi crus penis
yang berada di sisi kiri dan kanan dan melekat pada ramus inferior os
pubis. Pangkal penis di gantungi oleh ligamentum fundiforme dan
ligamentum suspensori yang merupakan petunjuk pangkal dorsum penis
(Syamsir, 2014).
Penis di persarafi oleh N. pudendus yang berasal dari S2, S3, dan S4
dan memberikan cabang menjadi N. dorsalis penis. Pada pangkal penis, N.
dorsalis penis pada anak-anak berada pada arah pk 11.00 di sisi dextra dan
pada arah pk. 13.00 disisi sinistra. Cabang utama (cabang anterior) N.
dorsalis penis mempersarafi kulit bagian dorsum penis, corpora cavernosa
penis, glans penis, dan preputium penis, sedangkan cabang posterior
mempersarafi bagian ventralpenis dan frenulum preputii. Bagian pangkal
penis dipersarafi oleh N. ilioinguinalis. Persarafan yang paling padat
terdapat pada frenulum preputii dan glans penis (Syamsir, 2014).
6. Sirkumsisi
Sirkumsisi merupakan istilah yang paling sering didengar di
kalangan kedokteran. Pada masyarakat umum lebih dikenal dengan istilah
20
operasi pengangkatan sebagian, atau semua, dari kulup (preputium atau)
dari penis. Ini adalah salah satu prosedur yang paling umum di dunia
(AAP, 2012). Usia layak disirkumsisi berbeda beda antara satu bangsa
dengan bangsa lainnya, dan juga antara satu suku bangsa dengan suku
bangsa lainnya. Anak yahudi disirkumsisi pada usia 7 hari. Di Indonesia,
sirkumsisi umumnya dilakukan pada usia antara 6 sampai 10 tahun,
meskipun pada suku sunda sirkumsisi dilakukan diusia yang lebih dini
lagi. Di Bahrein, anak anak disikumsisi pada usia kurang dari 3 bulan. Di
Amerika Serikat, saat ini sirkumsisi umumnya dilakukan pada masa
neonatus (Syamsir, 2014).
a. Manfaat Sirkumsisi
1) Terapi
Sirkumsisi dapat menjadi terapi seperti pada penyakit kondiloma
akuminata dan fimosisi (Syamsir, 2014).
2) Memudahkan Pembersih Penis dan Menjaga Agar Tetep Bersih
Seseorang yang tidak disirkumsisi akan sulit untuk membersihkan
penis karena preputium penis harus didorong kearah pangkal penis
agar glans penis dan collum penis terbuka sebelum penis dapat
dibersihkan. Sementara itu secret yang dihasilkan oleh kelenjar
tetap berproduksi (Syamsir, 2014).
3) Mencegah penyakit infeksi
Penderita infeksi saluran kemih ditemukan lebih besar sepuluh kali
21
disirkumsisi. Sirkumsisi juga dapat mencegah balanitis dan
posthitis (Syamsir, 2014).
4) Mencegah Phymosis dan Paraphymosis
Phymosis dan paraphymosis masih mungkin terjadi selama
seseorang tidak di sirkumsisi (Syamsir, 2014).
b. Komplikasi Sirkumsisi
Dapat terjadi komplikasi dalam setiap tindakan bedah walaupun
tindakan sudah dilakukan dengan teknik yang benar dan dengan
sterilitas yang terjamin. Berat atau ringannya komplikasi sangat
dipengaruhi oleh pengalaman, keterampilan, dan alat=alat yang
digunakan (Syamsir, 2014).
1) Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi,
yaitu 1,07 %-3,33%. Perdarahan ini disebabkan oleh hemostasis
yang tidak sempurna, seperti tidak terkait semua pembuluh darah,
adanya rembesan yang tidak diketahui, dan adanya kelainan
pembekuan darah seperti hemophilia. Pada umumnya, perdarahan
yang di temukan bersifat ringan dan dapat diatasi dengan tindakan
penekanan atau pengikatan pembuluh darah (Syamsir, 2014).
2) Infeksi
Infeksi yang terjadi dapat bersifat ringan sampai berat,
bahkan dapat diikuti oleh fibrosis serta nekrosis sebagaian penis
22
osteomielitas femur. Sebagian besar infeksi bersifat ringan atau
sedang dan terlokasi. Kuman yang menyebabkan infeksi adalah
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, dan Staphylococcus
epidermis. Infeksi ini dapat diobati dengan pemberian antibiotik.
Infeksi dapat terjadi akibat kurang terjaganya kebersihan
pascasirkumsisi (Syamsir, 2014).
3) Sirkumsisi pada penderita kelainan bawaan yang tidak diketahui
Kelainan bawaan yang paling sering ditemukan adalah
hipospadia, sedangkan epispadia lebih jarang ditemukan. Kelainan
alat kelamin ini merupakan kontaindikasi sirkumsisi (Syamsir,
2014).
4) Pemotongan kulit berlebihan
Hal ini disebabkan oleh penarikan preputium yang terlalu
panjang, yaitu sampai melebihi glans penis sehingga kulit batang
penis hilang setelah pemotongan (Syamsir, 2014).
5) Phimosis
Phimosis merupakan alasan tersering dilakukan sirkumsisi
(82%). Namun, phimosis juga sering merupakan komplikasi
sirkumsisi. Phimosis disebabkan oleh pemotongan preputium yang
terlalu sedikit sehingga terjadi fibrosis pada saat penyembuhan.
Phimosis dapat menyebabkan penderita mengalami kesulitan ereksi
23
6) Trauma penis
Trauma penis mencakup pemotongan preputium penis yang
terlalu banyak, terpotongnya glans penis, hingga corpus penis yang
ikut terpotong (Syamsir, 2014).
7) Metal stenosi
Metal stenosis lebih sering terjadi pada anak yang
disirkumsisi daripada anak yang tidak disirkumsisi. Orificium
urethrae menjadi tempak berukuran lebih kecil. Metal stenosis
dapat berawal dari metal ulserasi (Syamsir, 2014).
8) Jembatan kulit (skin bridge)
Jembatan kulit adalah suatu hubungan yang terdapat di antara
kulit batang penis dengan corona glandis. Jembatan kulit
merupakan komplikasi sirkumsisi pada neonatus (Syamsir, 2014).
9) Komplikasi anestesi
Anestesi umum pada sirkumsisi dapat berbahaya dan dapat
menyebabkan kematian. Anestesi local juga dapat berbahaya.
Cairan anestesi yang masuk sampai ke corpus cavernosum dapat
menimbulkan disfungsi ereksi (Syamsir, 2014).
10)Mortalitas atau Kematian
Kematian sering disebabkan oleh penggunaan anestesi
umum. Anestesi umum pada sirkumsisi seharusnya digunakan
dengan sangat selektif. Hindari penggunaan prokain yang sering
24
B. Kerangka Konsep
Gambar 4. Kerangka Konsep
C. Hipotesis Penelitian
Terdapat perbandingan keefektifitas pemberian parasetamol dan tramadol
terhadap rasa nyeri post-sirkumsisi.
Pengurangan Rasa Nyeri
Pemberian Tramadol
C Pemberian Parasetamol
C
25 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah menjelaskan penelitian yang diusulkan tersebut
termasuk ke dalam jenis atau metode yang mana tentang penelitian yang
diusulkan tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Desain penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimental untuk
mengetahui pengaruh perbedaan pemberian parasetamol dan tramadol
sebelum sirkumsisi. Penelitian quaisi eksperimental adalah suatu penelitian
yang didalamnya ditemukan minimal satu variable yang dimanipulasi untuk
mempelajari hubungan sebab akibat. Oleh karena itu, penelitian eksperimental
erat kaitannya dalam menguji suatu hipotesisi dalam rangka mencari
pengaruh, hubungan, maupun perbedaan perubahan terhadap kelompok yang
dikenakan perlakuan (Solso & Maclin, 2002).
B. Populasi dan Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan sibjek (manusia, binatang percobaan
data laboratorium) yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik yang
telah ditentukan. Populasi terbagi menjadi dua macam, yaitu populasi
target dan populasi terjangkau (Riyanto, 2011).
a. Populasi Target
Populasi target adalah seluruh populasi yang ada di alam ini,
26
Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien yang dikhitan dalam
acara khitanan massal yang diselenggarakan oleh dr.Syamsul Burhan
Sp.B., apabila diperlukan untuk penelitian dapat juga diambil dari
khitanan massal yang diadakan di RSKIA Sadewa, Sleman,
Yogyakarta.
b. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah populasi yang terukur karena dibatasi
oleh tempat dan waktu. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah
pasien yang dikhitan dalam acara khitanan massal yang
diselenggarakan oleh dr.Syamsul Burhan Sp.B., serta pasien khitanan
massal yang diadakan di RSKIA Sadewa, Sleman, Yogyakarta.
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah sebagian dari populasi yang ingin diteliti,
yang ciri-ciri dan keberadaannya diharapkan mampu mewakili atau
menggambarkan ciri-ciri dan keberadaam populasi yang sebenernya. Suatu
subyek penelitian yang baik akan dapat memberikan gambaran yang
sebenarnya tentang populasi (Sugiarto, 2001).
Pengambilan subyek dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling, yaitu dengan cara memilih subyek penelitian diantara
populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga subyek
penelitian bisa mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal
27
Subyek penelitian diambil dari pasien kegiatan khitanan masal yang
memiliki kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
1) Pasien yang akan dilakukan sirkumsisi menggunakan teknik
dorsumsisi pada kegiatan khitanan masal yang diselenggarakan
oleh dr. Syamsul Burhan Sp.B, serta pasien khitanan massal yang
diadakan di RSKIA Sadewa, Sleman, Yogyakarta.
2) Pasien telah diindikasi berdasarkan kepentingan agama, social, dan
medis untuk melakukan sirkumsisi yang dinilai dari usia dan
menurut pemeriksaan dokter kondisi pasien diperbolehkan
melakukan sirkumsisi.
3) Bersedia diobservasi sebagai subjek penelitian.
4) Harus dengan izin dari orang tua / wali pasien.
5) Pada hasil status lokalis pasien sirkumsisi sebaiknya penis harus
dalam keadaan normal dan tanpa kelainan.
b. Kriteria Eksklusi
1) Ada infeksi local.
2) Pasien mengalami hemophilia.
3) Ada riwayat alergi obat.
4) Pasien tidak mampu bekerja sama dengan baik.
28
c. Kriteria Drop Out
1) Pasien tidak mau minum obat.
2) Orang tua / wali tidak mengijinkan pasien menjadi bahan
penelitian.
d. Besar Subjek Penelitian
Menurut Supranto J (2000) untuk penelitian eksperimen dengan
rancangan acak lengkap, acak kelompok atau factorial, secara
sederhana dapat dirumuskan :
(t-1) (r-1) ≥ 15
Keterangan : t = banyaknya kelompok perlakuan
r = jumlah replikasi
jika jumlah perlakuan ada 2 buah, maka jumlah ulangan untuk tiap
perlakuan dapat dihitung :
(2-1) (r-1) ≥ 15
1 (r-1) ≥ 15
(r-1) ≥ 15
(r) ≥ 15 + 1
(r) ≥ 16
Karena hasil yang didapat adalah 16, maka jumlah subjek
penelitian minimal yang harus didapatkan oleh peneliti adalah 16
subjek. Untuk mengatasi responden yang mengalami drop out, maka
29
Total subjek = n + (10 %)
= 16 + (10 % x 16)
= 16 + (1,6)
= 16 + 2
= 18
C. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di RSKIA Sadewa, Sleman, Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan sirkumsisi dan pengambilan data akan dilaksanakan pada
tanggal 14 Juni 2015.
D. Variable Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua variable, yaitu:
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian parasetamol dan
tramadol sebelum sirkumsisi.
2. Variabel Berikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkatan nyeri selama
pelaksanaan sirkumsisi.
E. Definisi Operasional
1. Sirkumsisi
Sirkumsisi merupakan istilah yang paling sering didengar di
30
khitan (Syamsir, 2014). Khitan/Sirkumsisi/sunat merupakan tindakan
operasi pengangkatan sebagian, atau semua, dari kulup (preputium atau)
dari penis. Ini adalah salah satu prosedur yang paling umum di dunia
(AAP, 2012).
2. Tramadol
Tramadol adalah analgetik yang bekerja secara sentral yang memiliki
afinitas sedang pada reseptor μ yang lemah (Ifar et al, 2011). Tramadol
secara luas digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit derajat ringan
sampai sedang.Tramadol sama efektifnya dengan morfin atau meperidin
untuk nyeri ringan sampai sedang tetapi untuk nyeri berat atau kronik
lebih lemah (Dewoto, 2010).
3. Parasetamol
Parasetamol merupakan obat yang termasuk dalam golongan
asetaminofen. Asetaminofen merupakan obat analgesik antipiretik non
AINS (O’Neil, 2008). Efek analgesic parasetamol serupa dengan salisilat
yaitu menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang.
Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga
(Sulistia, 2012).
4. Visual Analog Scale (VAS)
Visual Analog Scale adalah cara yang paling banyak digunakan
untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi
tingkatan nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri ini
31
ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang
mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal (Lyrawati,
2009). Pengukuran dengan VAS pada nilai dibawah 4 dikatakan sebagai
nyeri ringan, nilai antara 4-7 dinyatakan sebagai nyeri sedang dan diatas 7
dianggap sebagai nyeri hebat (Sudoyo & Setiyohadi, 2009)
Gambar 5. Visual Analog Scale (VAS)
F. Alat dan Bahan Penelitian
Dalam penelitian ini diperlukan yang namanya lembar informed consent
sebagai lembar persetujuan bahawa pasien sirkumsisi bersedia menjadi subjek
penelitian / relawan dalam penelitian. Dalam informed consent juga diikut
sertakan lembar identitas pasien beserta beberapa data lain yang diambil
dengan metode wawancara dengan tujuan untuk mengidentifikasi apakah
pasien masuk dalam kriteria subjek penelitian atau tidak.
1. Alat: Needle holder, klem lurus, klem bengkok, pinset anatomis, pinset
bedah, gunting lurus, gunting bengkok, jarum cutting, duk steril (tidak
bolong dan bolong), benang catgun plain, kasa setril, plester, spuit 3
mL/5 mL, sarung tangan steril.
2. Bahan: Cairan disinfektan seperti betadyne, Natrium klorida 0,9 %,
32
3. Penelitian ini juga menggunakan data primer. Data primer adalah data
yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Dalam penelitian ini, data
diperoleh melalui pengukuran langsung terhadap anak yang diberikan
parasetamol dan tramadol sebelum sirkumsisi.
G. Jalannya Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Mengurus izin penelitian untuk diberikan di tempat penatalaksanaan
khtanan masal.
b. Membuat lembar informed consent agar menyatakan reponden
bersedia mengikuti seluruh prosedur dan diharapkan reponden bisa
bekerja sama selama proses pengambilan data.
c. Menetapkan pelaksanaan dan menyiapkan bahan penelitian seperti
parasetamol tablet, tramadol tablet, serta alat bedah minor yang akan
digunakan untuk sirkumsisi.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengambilan data primer pada responden dengan menggunakan form
pengambilan data meliputi identitas responden, parameter nyeri, data
lain yang terkait dengan variabel penelitian.
b. Pengumpulan data dengan observasi setelah responden dinyatakan
lulus seleksi dan selesai dengan semua prosedur penelitian di lokasi
33
H. Analisis Data
Data yang diambil berupa rasa nyeri (VAS), denyut nadi, dan pernafasan
yang diperoleh dari data eksperimental selama sirkumsisi dan setelah
sirkumsisi. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan SPSS
untuk melihat pengaruh antara kedua variable. Selanjutnya, dilakukan uji
normalitas data untuk mengetahui distribusi data normal atau tidak. Apabila
distribusi data normal maka dilakukan uji hipotesis dengan Independent
34
1. Keterangan Prosedur Penelitian:
Langkah prosedur penelitian dimulai dengan pemilihan subjek
penelitian sebanyak 36 anak laki-laki pada usia 5-12 tahun.. Proses
pengambilan data dilakukan dengan memenuhi kriteria berdasarkan
kriteria inklusi maupun ekslusi. Selanjutnya, menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian, serta mengenai tindakan yang akan diberikan. Jika orang
tua bersedia anaknya menjadi responden maka dipersilahkan
menandatangani surat pernyataan informed consent. Kemudian anak yang
telah diizinkan orang tua dilakukan tindakan. Dimana subjek penelitian
dijelaskan bahwa pemberian obat yang akan dilakukan dalam 2 kelompok:
a. Kelompok pertama diberikan parasetamol dan ditunggu 15 menit
sebelum diberikan anestesi lokal. Kemudian saat proses sirkumsisi
selesai ditunggu 60 menit.
b. Kelompok kedua diberikan tramadol dan ditunggu 15 menit sebelum
diberikan anestesi lokal. Kemudian saat proses sirkumsisi selesai
ditunggu 60 menit.
2. Tindakan Sirkumsisi
a. Persiapan Operasi
Tentukan ada tidaknya kontraindikasi sirkumsisi melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tanyakan juga untuk riwayat alergi
obat (antibiotik, analgetik, anestesi lokal). Berikan juga penjelasan
mengenai tindakan yang akan dilakukan dan minta persetujuan
35
dan bahan-bahan yang akan digunakan saat sirkumsisi (Syamsir,
2014).
b. Asepsis dan Antisepsis
Pasien telah mandi dan membersihkan daerah genitalnya dengan
sabun. Kemudian pemberian providon iodine dimulai dari depan perut
bawah umbilicus, melingkar ke scrotum, kemudian ke tengah sampai
lingkaran unjung penis. Daerah genital yang telah dibersihkan ditutup
dengan duk bolong (Syamsir, 2014).
c. Cara Anestesi Blok N. Dorsalis Penis
Siapkan lidokain dalam spuit dengan jarum yang tajam. Periksa
apakah ada udara dalam tabung spuit. Suntikan lidokain secara
subkutan sampai kulit menggelembung di cekungan antara corpus
cavernosum pada arah pk. 12.00 di pangkal penis. Tusukan jarum terus
hingga menembus fascia penis profunda (terasa menembus kertas),
kemudian aspirasi, bila tidak ada darah maka masukan lidokain sesuai
dosis yg diperlukan. Lidokain disuntikan secara perlahan agar lidokain
menyebar dan tidak menimbulkan rasa sakit. Kemudian jarum suntik
di tarik tetapi jangan sampai terlepas dari kulit dan tusukan jarum pada
sudut 60o ke sisi kanan dan kiri menuju ke dekat N. dorsalis penis
sampai menembus penis profunda. Bila pada aspirasi tidak terdapat
darah, masukan lidokain sesuai kebutuhan. Tunggu selama 3-5 menit,
kemudian periksa apakah anestesi sudah berhasil atau belum, yaitu
36
dari yang lembut sampai yang keras dan perhatikan raut wajah pasien
(Syamsir, 2014).
d. Cara Membersihkan Glans Penis
Pegang prepotium penis dengan jari telunjuk dan ibu jari dan
drong dengan perlahan kearah pangkal penis sampai terlihat collum
glandis. Bila hal ini sulit dilakukan karena lubang preputium berukuran
kecil atau karena adanya phymosis maka gunakan klem untuk
memperbesar lubang preputium.
Masukan klem ke dalam lubang preputium penis kemudian
perbesar lubang preputium dengan cara membuka klem dan diputar
sambil masukan klem kea rah pangkal glans penis secara perlahan agar
tidak terjadi lesi pada glans penis. Pegang preputium penis dengan
menggunakan jari I dan II untuk mendorong preputium penis ke arah
pangkal penis hingga terlihat collum glandis. Bersihkan glans penis
dan preputium penis dengan povidon iodin atau sejenisnya hingga
tidak terdapat lagi spegma. Kembalikan preputium penis dalam
keadaan semula (Syamsir, 2014).
e. Cara Memotong Preputium Penis dengan Cara dorsumsisi
Pasang klem pada arah pk. 18.00 tepat di ujung garis frenulum
penis. Pasang juga klem pada arah pk. 11.00 dan arah pk. 13.00.
Pegang ketiga klem tersebut tanpa tarikan yang keras. Letaklan kasa
syeril dibawah penis. Masukkan gunting lurus dengan ujung runcing di
37
pangkal sampai sejauh kira-kira 0.5-1 cm (sebaiknya lebih kurung 1.5
cm) dari kontur corona glandis. Selain tidak banyak preputium penis
yang terpotong, hal ini juga memudahkan penjahitan luka sirkumsisi.
Gunting preputium pada sisi kiri frenulum preputii ke arah proksimal
sampai sejauh 1-1.5 cm dari frenulum dan kemudian pengguntingan
diarahkan ke dorsum penis sejajar dengan corona glandis sampai batas
yang didorsumsisi. Pengguntingan preputium dilanjutkan pada sisi
kanan searah dengan corona glandis sampai frenulum preputii sisi
yang sama ujung dorsumsisi. Potong frenulum preputii kira kira 1.5 cm
dari pangkalnya (Syamsir, 2014).
f. Cara Menjahit Luka
1) Lakukan terlebih dahulu penjahitan pada frenulum preputii.
Penjahitan dapat di lakukan dengan dua cara:
a) Cara Matras Horizontal
Tusukan jarum di kulit dalam pada satu sisi frenulum
preputii dan keluarkan jarum padamkulit luar sisi yang sama,
kemudian tusukan lagi jarum tersebut pada kulit luar di
seberang raphe penis dan keluarkan jarum pada kulit dalam sisi
yang sama. Buat simple. Setelah itu benang di klem kira kira 2
cm dari pangkal simpul dan benang dipotong. Klem dapat
38
b) Cara Bentuk Angka Delapan
Tusukan jarum pada frenulum preputii di salah satu sisi
garis tengah (kulit dalam) kemudian keluarkan jarum pada sisi
lain raphe penis (kulit luar), kemudian jarum ditusukan lagi
pada sisi di seberang raphe penis dan jarum dikeluarkan pada
frenulum sisi lain garis tengah. Buat simpul lalu benang
diklem dan dipotong setelah klem sebagai tali kendali. Cara
penjahitan angka delapan ini sangat bermanfaat untuk
mencegah terjadinya perdarahan pada frenulum preputii yang
sulit diatasi (Syamsir, 2014).
2) Lakukan juga penjahitan dengan cara interrupted sederhana pada
arah pk. 12.00. Buat simpul lalu benang di klem dan dipotong di
distal klem. Klem berfungsi sebagai pegangan atau tali kendali.
3) Lakukan juga penjahitan pada arah pk. 9.00 dan arah pk. 15.00.
4) Tambahkan jahitan bila masih terdapat luka yang terbuka.
5) Gunting semua benang sisi simpul kira-kira 0,3 cm dari simpul
6) Periksa kembali apakah masih ada yang belum rapi dan apakah
masih ada sumber pendarahan.
g. Cara Perawatan Pasca Sirkumsisi
Bersihkan sisa darah pada luka dengan menggunakan natrium
klorida 0,9 %, kemudian luka yang sudah dijahit dibalut dengan kasa
yang sudah diberi salep antibiotic atau sejenisnya. Pembalutan luka
39
orificium urethrae. Perkuat balutan dengan plester. Beri antibiotic bila
perlu dan beri analgetik. Berikan edukasi jangan sampai terkena
kotoran dan ketika buang air kecil jangan sampai mengenai kasanya
(Syamsir, 2014).
Setelah dilakukan sirkumsisi pasien kelompok pertama dan
kelompok kedua diobservasi dan dihitung denyut nadi serta
pernafasan. Setelah selesai sirkumsisi pasien ditanyakan mengenai rasa
nyeri yang dirasakan dengan menggunakan VAS. Data yang telah
diperoleh lalu dianalisi terlebih dahulu dan dilakukan penyusunan
40 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada penelitian farmakologi tentang efektivitas obat antinyeri
parasetamol dan tramadol pada pasien sirkumsisi dengan sampel berjumlah 18
anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :
Tabel 2. Karakteristik intensitas nyeri pada pemberian parasetamol dan tramadol pasien sirkumsisi
Intensitas Nyeri Parasetamol Tramadol
N % N %
Berdasarkan tabel diatas bahwa intensitas nyeri terendah pada
parasetamol dan tramadol adalah 2, sedangkan tertinggi pada parasetamol 7
dan tramadol 7. Nilai intensitas nyeri terbanyak pada parasetamol ada di angka
7 yaitu 5 (12,8%), sedangkan tramadol di angka 2 yaitu 8 (44,4%).
Intensitas nyeri menggunakan VAS dikategorikan menjadi ringan (1-3),
sedang (4-7) dan berat (8-10). Berdasarkan analisis bivariat antara intervensi
obat parasetamol dan tramadol pada pasien pra sirkumsisi terhadap intensitas
nyeri saat sirkumsisi menggunakan analisis Chi Square didapatkan hasil
41
Tabel 3. Perbedaan Tramadol dan Parasetamol dalam menurunkan intensitas nyeri saat sirkumsisi
Sampel penelitian ini berjumlah 18 pasien sirkumsisi. Setelah diberikan
intervensi sebelum dilakukan sirkumsisi dan kemudian dinilai dengan VAS
maka pemberian obat parasetamol sebanyak 5 anak (27,8%) menunjukkan
nyeri ringan yaitu intensitas nyeri 1-3 dan sebanyak 13 anak (72,2%)
menunjukkan nyeri sedang yaitu intensitas nyeri 4-6. Berbeda dengan
tramadol terdapat 15 anak (83,3%) menunjukkan nyeri ringan dan sebanyak 3
orang (16,7%) menunjukkan reaksi nyeri sedang. Intervensi antara obat
parasetamol dan tramadol terhadap intensitas nyeri ringan dan sedang Pada
pemberian parasetamol maupun tramadol tidak ada yang menunjukkan nyeri
berat yaitu intensitas nyeri 8-10.
Pemberian tramadol lebih besar pengaruhnya dalam mengurangi
intensitas nyeri pada sirkumsisi didapatkan bahwa pasien yang menunjukkan
intensitas nyeri ringan sebanyak 83,3% lebih banyak dari parasetamol hanya
27,8%. Parasetamol lebih banyak dapat menurunkan intensitas nyeri saat
sirkumsisi di kategori sedang yaitu sebesar 72,2%. Berdasarkan hasil analisis
diatas bahwa pemberian tramadol dan parasetamol mempunyai perbedaan
42
B. Pembahasan
Pada penelitian ini didapatkan bahwa tramadol lebih baik daripada
parasetamol pada tindakan sirkumsisi dengan menggunakan penilaian VAS.
Tramadol merupakan obat analgetik golongan opioid lemah yang biasa
digunakan pada nyeri keganasan sedang berat atau pasca operasi. Menurut
Yilmaz et., al (2015) menyebutkan bahwa tramadol lebih efektif terapi
analgesic daripada parasetamol pada operasi diskus vertebra lumbalis.
Berdasarkan WHO Analgesic Ladder bahwa parasetamol digunakan untuk
nyeri ringan, sedangkan tramadol digunakan untuk nyeri sedang yang artinya
bahwa kedudukan tramadol lebih tinggi dibandingkan parasetamol dalam
mengatasi nyeri (Farasturi & Windiastuti 2005).
Gambar 7. Step Analgesic Ladder WHO
Pada gambar step analgesic ladder WHO diatas bahwa parasetamol
diberikan pada nyeri ringan agar bisa menghilangkan nyeri, sedangkan