PROSES
IT{TEGRASI
DAN
KONFLIK DALI\M HUBI'NGAN
AI{TAR
PEMELI'IS
AGAMA
Studi Kasus
Di Kelurahtn
BabakanKecamatan Babakan Ciparay, Kolamadya Bandung Propinsi Jawa Barat
I
Konflik
dalam hubungan antar pemeluk agama sebenarnya merupakan kenyataanyang
wa1ardalam kehidupan masyarakat, lebih-lebih
dalam masyarakat yang majemuk seperti dr Indonesia. Namun, kenyataan juga sering menunjukkan, bahwa bersamaan dengan munculnyakonflik, timbul
pula proses integrasi yang mengarah pada penyatuan kembali satuan-satuan sistem sosial dalam masyarakatdi mana para
pemeluk a$amaitu hidup
berinteraksi satu sama lain sebagai warga masyarakatKarena
itu, dalam meneliti
masalah konflik dalam hubungan antar pemeluk agama, dapat dilihat bagaimana proses integrasi dan konflik itu timbul sebagai proses sosial dalam hubungan antar pemeluk agama di dalam kehidupan masyarakat,faktor-faktor sosial apa saja
yang mempengaruhi terjadinyakonflik
dan integrasi itu, dan bagaimana kaitannya dengan ke-seluruhan struktur kehidupan masyarakatDalam penelitian inr drtemukan bukti bahwa terdapat konflik dalam hubungan antar pemeluk agama dalam kehidupan masyarakat Babakan yang majemuk, namun setiap
kali timbul konflik senantiasa
muncul proses rnte-grasl.Bentuk konflik yang muncul ke permukaan ialah dalam hal pemban-gunan rumah ibadat (gereja), pemakaian rumah penduduk (Kristen) sebagai tempat ibadat, dan kasus makan daging anjing secara demonstratif; yang
menunjukkan bahwa
konflik
itu terjadi
karena dilewatinya batas-batas kepentingan dan ajaran yang dianut dan diyakini oleh pemeluk agama yang satu oleh pemeluk agama yang lainnya. Sedangkan proses integrasi yangterjadi
dalam hubungan antar pemeluk agama
di
masyarakat Babakan, ditandai oleh adanya kerukunan hidup dalam hubungan pribadi dan perte-manan, hubungan keluarga dan ketetanggaan, dan dalamkegiatan
sosial, ekonomi, danpolitik.
Eu Drs.
Haedar Nashir
A.
PENDAHULUAN
l
Masalah
Masyarakat Indonesia dikenal se-bagai masyarakat majemuk (plural
so-cietes)
yang
terdiri atas
berbagaimacam suku-bangsa, agama, dan
golongan
yang secara
keseluruhanmembentuk kebudayaan nas ional,
yaitu kebudayaan
Indonesia. Kemaje-mukan dalam masyarakat Indonesia itu merupakan kekayaan budaya nasional yang membanggakan Tetapi dalamke-majemukan
rtu pula terkandung
po-tensi-potensi konflik
danmasalah-masalah sosial yang
ser-ingkali
bersifat
kompleks.
s epert i masalahkonflik dalam hubungan antar
pemeluk agama.Masalah
konflik
dalam hubunganantar pemeluk agama
sebenarny amerupakan kenyataan
yang wajar,
karenaselain faktor
watakyang
me-lekat pada
agama-agama besar yang bersifat opensif,juga
karenakemaje-mukan masyarakat
Indonesia sendiri, sehingga keduanya memberi peluangtimbulnya
benturan-benturan kepent-inganyang bersifat kompleks.
Selainitu, kenyataan
juga
sering menunjuk-kan, bahwa dalam proseskonflik yang
terjadi,
pada tahap berikutnya diikuti dengan proses integrasi yang mengarah pada penyatuan kembali satuan-satuan sistem sosial dalam masyarakat.Karena
itu, dalam
meneliti atau
mengkaji
masalah konflik dalam
hubungan antar pemeluk agama, perludilihat bagaimana
proses danfaktor-faktor
sosial yang mempengaruhiter-jadinya
konflik dan integrasi, serta
ba-gaimana kaitannya dengan keseluruhan struktur kehidupan masyarakat.2,
Kerangka Teoritik
a. Konflik dan Integrasi
dnlam
Masyarakat
Dalam setiap masyarakat
sen-antiasa terdapat pola- pola hubungansosial yang antara
Iain
drwujudkan
dalam proses interaksi sosial seperti in-tegrasi dan konflik sosial. Prosesinte-grasi ialah
proses
peleburan dan
penggabungan semua
jala
sistem-sistem sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat hingga terwujud satusen-trum sebagai
identitas dan pola orien-tasi bersama (J. Garang, dalam PilihanArtikelPrisma,
1985 : 139). Sedangkankonflik ialah pertentangan
yangbersi-fat langsung dan
disadari antaraindi-vidu-individu
atau
kelompok-ke-lompok
untuk mencapai tujuan
yang sama (Fedyani Saifuddin, 1986: 7).Dengan demikian
konflik
dan inte-grasi merupakan proses dan aspek yangmelekat dalam
struktur keh idupan
masyarakat. Masyarakat sebagai suatu sistemyang
terdiri
atasperanan-per-anan dan kelompok-kelompok
yang saling berkaitan dan saling pengaruh-mempengaruhiyang
di dalamnya
di-wujudkan ti ndakan-tindakan sosial dantingkahlaku sosial,
bukanlah sesuatuyang
statis, tetapi senantiasa bersifatdinamis. Karena
itu
hubungan-hubu-ngan sosial yang terdapat di dalamnya pun tentu bersifat dinamis, tidak statis.Di
dalam kehidupan masyarakat yangdinamis itu, menurut Parsudi Suparlan
(Widjaya,
1986
: 7l-72)
timbulnYakonflik- konflik
sosial adalah
meru-pakangejala yang waiar,
lebih-lebih dalam masyarakat Yang sedang men-galami perubahan sosial dan perubahankebudayaan.
Tidak
ada satu
ma-syarakat
pun
Yang dalam
Prosesperkembangannya
tidak
mengalami adanyakonflik
sosial.
Hal
itu
dise-babkan pula oleh, antaralain,
bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup terus menerus dalam suatu keteraturan dan ketertiban yang abadi, sebagaimana tidak dapat terus menerus hidup dalam kekalutan Yang abadi.Menurut
Simmel (Paul Johnson, 1986:269) bahwakonflik
dalam suatumasyarakat
terkait
dengan berbagai proses yang mempersatukan dalamke-hidupan sosial, dan bukan
sekadar lawan dari persatuan atau integrasiKonflik
dan
integrasi
dengan demikian dapat dilihat sebagai bentuklain dari
sosiasi (yaitu prosesdi mana
masyarakatitu
terjadi
yang
meliputi interaksi timbal- balik), yang satu tidaklebih
penting atau
lebih mutlak
darilainnya. TetaPi,
bagi
Simmel,
meskipun
konflik
meruPakan gejalaalamiah dan
tidak
dapat dihindarkan dalam kehidupan masyarakat,konflik
itu
tidaklah harus
berkepanjangan, sekurang-kurangnya dalam bentuk la-hirnya.b.
Agama dalam
KehiduPan
Masyarakat
Agama, menurut Anselm
von Feuerbach (Jalaluddin Rahmat, 1986 :36), dalam bentuk apa pun dia muncul' tetap merupakan kebutuhan ideal umat manusia.
Karena
itu,
Peranan agama sangat menentukandalam setiap
bi-dang kehidupan, dan tanpa
agama manusiatidak
akanhidup
sempurnaHal
itu
berkaitan
secara
mendasar dalam hakekat kehidupan manusia,ba-hwa ada sesuatu
yang
sangat alami padadiri
manusia yang sering disebut sebagai "naluri" atau"fitrah"
untukber-agama
(Nurcholish
Madjid,
1992
:xviii).
Selain
itu,
peranam a!&m4 ffien:jadi
semakin penting,
ketika
agama tetah dianut oleh kelompok- kelompoksosial
manusia,yang terkait
dengan berbagaikegiatan
pemenuhan kebu-tuhanhidup manusia
Yang komPleksdalam masyarakat.
Pada perkemban-ganyang demikian
itulah,
kemudianagama
menjadi berkaitan
langsung dengan kebudayaan dalam masyarakat, sehingga sebagaimana dikemukakanHarun Nasution (Parsudi
SuParlan, 1992: l3), agama dan masyarakat sertakebudayaan memPunYai
hubungantimbal
balik
yang saling
pengaruh-mem- pengaruhi
(interaksi).
Ke-budayaan masyarakat menurut Parsudi Suparlan(Sudjangi, 1992:
85)
dide-finisikan
sebagai "keseluruhan penge-tahuanyang
dipunYai
oleh
manusia sebagaimakh-luk sosial
yang
isinyaadalah perangkat-perangkat
model-model pengetahuan yang secaraselek-tif
dapat digunakan untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan yangdihadapi, dan
untuk
mendorong danmenciptakan tindakan-tindakan yang diperlukannya".
Ka ren
a
demikian
pentingnya
agama dalam kehidupan manusia,Par-sudi Suparlan
(Ibid, hal.
vi)
menge-mukakan
bahwa
bagi
para
penganutnya, agama berisikanajaran-ajaran
mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidupse-lamat
di dunia
dandi akhirat
(setelahmati), yaitu
sebagai manusia
yang taqwa kepada Tuhannya, beradab, danmanusiawi,
yang
berbedadari
cara-cara hidup hewan ataumakhluk-mak-hluk
gaib yang jahat dan berdosa(jin,
setan, dan sebagainya). Agama sebagai
sistem keyakinan dapat menjadi bagian dan
inti
dari sistem-sistem
nilai
yangada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pen-dorong atau penggerak serta
pengon-trol
bagi
tindakan-tindakan
paraanggota
masyarakat tersebut
untuktetap berjalan
sesuainilai- nilai
ke-budayaan dan ajaran-ajaran agamanya.Dalam
keadaan
di mana
pengaruh ajaran-ajaran agama itu sangat kuatter-hadap sistem-sistem
nilai
yang
ada dalam masyarakat yang bersangkutan,maka sistem-sistem
nilai
dari
ke-budayaantersebut
terwujud
sebagaisimbol-simbol
suci yang
maknanya bersumber pada ajaran-ajaran agamayang menjadi kerangka
acuannya. Dalam keadaan demikian maka, secaralangsung atau tidak langsung, etos yang
menjadi
pedomandari
eksistensi dankegiatan berbagai
pranata yang ada dalam masyarakat (keluarga, ekonomi,politik,
pendidikan,dan sebagainya),
dipengaruhi, digerakkan,dan
diarah-kan oleh berbagai
sistem nilai
yang sumbemya adalahpada
agama yangdianutnya;
dan
terwuj u
d
dalam
kegiatan-kegiatan
para
warga
masyarakatnya sebagai tindakan-trn-dakan dan karya-karya yangdiselimuti
oleh simbol-simbol suci.c.
Konflik
dan Integrasi
dalam
Hubungan
antar
Pemeluk
Agama
Karena
agamadalam
realitas kehidupanpemeluknya dapat
dipan-dang sebagai bagian terpenting dari ke-budayaan mereka, maka ketika muncul
konflik dalam hubungan antar pemeluk
agama seyogyanya perludilihat dalam
keseluruhan
struktur
keh id upa nmasyarakat
di
mana
para
pemeluk
agama itu hidup, lebih-lebih dalamke-hidupan
masyarakatyang
maj emuk sepertidi
Indonesia.
Hal
itu
karenasebagaimana
dikemukakan
oleh
Moslim
Abdunahman(Mulyanto
Soe-mardi, I 982: 142) selain terkait dengan faham dan keyakinan para pemeluknyatentang
kebenaran
mutlak
"doktrin
agama" masing-masing
yang
meru-pakan bagian terdalam dari kehidupan manusia,juga terkait dengan
faktor-faktor
sosial yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.Karena itu,
jika
terjadi konflik
dalam hubungan antar pemeluk agama, maka muatan konflik itu seringkaliber-sifat
kompleks.
Hal
itu juga
terjadi
karena agama itu sendiri bagi para pe-meluknya memiliki dua dimensi.tama, agama digunakan oleh para
pe-meluknya
sebagai
pandangan hidup yang menjelaskan keberadaan manusia di dunia, sehingga agama (dalam reali-tas kehidupan pemeluknya) merupakan satu-satunya bagian kebudayaan yangmenjelaskan
arah dan tujuan
hidup manusia.Kedua,
agamatidak
hanyamengatur
hubungan manusia dengan Tuhan, tetapijuga
mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, yang berarti bahwa agamajuga terkait
eratdengan
aspek-aspek
k eh id upan masyarakat seperti
k ek e rabata n,kepemimpinan,
politik, ekonomi,
dan sebagainya, sehingga agama bersifatoperasional
dalam
kehidupan
sosial manusia (Fedyani,Ibid.,
hal. 5).3.
Penelitian
di Lapangan
Penelitian
ini
dilakukan di Kelura-han Babakan, Kecamatan Babakan Ci-paray, Kotamadya Bandung, Propinsi Jawa Barat selama satu bulan (Novem-ber 1992). Secara umum penelitian ini bertuj uan untuk memperoleh informasi dari lapangan tentang kerukunan hidup umat beragama yang hidup dalamke-budayaan
masya rakat setempat,
khususnya
yang
berkenaan
tentang proses terjadinya integrasi dan konflik dalam hubungan antar pemeluk agama dalam masyarakat yangditeliti.
Dari segi pendekatan dan metode
yang digunakan. penelitianini
meng-gunakan pendekatan penelitiankualita-tif,
yaitu
penelitian yang memusatkanperhatiannya pada
p rin s i p- prinsip
umum yang
mendasari
perwuj udan satuan-satuan gejala yang adakehidu-pan manusia
dalam
bentuk
pola-po-lanya Gejala-gejala sosial dan budaya
tersebut
dianalisis
dengan
menggu-nakan kebudayaan
dari
masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenaipola- pola yang
berlaku,
sedangkanpola-pola
yang ditemukantadi
dianalisislagi dengan
menggunakan
teori
yang obyektif.
Karena itu teori yang digunakan untukmenganalisis adalah
teori
subtantif,
yaitu teori yang bersifat
nomotetik
yang berusaha untuk memberikanpen-jelasan
secarasistematik
mengenai hakekat, pola- pola, dan dinamika dari interaksi sosial manusia. Dengan teoriini
maka penjelasan dan analisisbersi-fat
deskriptif-analitik yang berusaha
mencari uraian yangrelatif
menyelu-ruh (holistik)
tentang
masalah yangditeliti.
Metode penelitian yang
digu-nakanialah
metode wawancara,me-tode
pengamatan biasa,dan metode
pengamatanterlibat.
Dalam
pelak-sanaaanya, penggunaan metode penga-matan bersifat terbatas, terutama dalam kegiatan-kegiatanibadat
umat
bera-gama, peneliti hanya ikut terlibatdalamkegiatan-kegiatan
yang d
ilaku kanumat
Islam. Selain itu, mengingat
waktu yang relatifsingkat, penelitij ugatidak
seluruhnya
dapat mengikuti
kegiatan- k egiatan
yang
dilakukan
masyarakat. Sedangkan pengumpulan data alau informasi dalam penelitian rni
diperoleh
dari
i nfo rman
tokoh
masyarakat (formal maupun i nformal),
tokoh-tokoh agama, sebagian pemeluk
masing-masing agama
dan
warga
masyarakat.B.
LATAR BELAKANG
DAE.
RAH DAN
MASYARAKAT
BABAKAN
2.
Lokasi
Kelurahan Babakan yang luasnya
114,36
hektar
denganletak
geografis yangdilalui
beberapajalur
transportasikota dan antar kota ke arah barat laut
(Soreang,
Cimahi,
dan
Jakarta),ter-masuk daerah yang berada dalam
orbi-tasi perkotaan dan
relatif
dekat denganpusat-pusat
fasilitas
kehidupan kota,meskipun belum
mencapai
taraf
perkembangan sebagaimana kota.kota
yang
berlokasi
di
daerah pusat kota Bandung.2.
Penduduk
menurut
Agama,
Pendidikan,
Usia, danEtnik
Sebelum
tahun
1970, pendudukBabakan lebih bersifat homogen yang
terdiri
atasetnik
Sunda dan beragamaIslam. Tetapi setelah tahun 1970,
mu-lailah
berdatangan penduduk dari luaretnik
Sunda dan beragama non-Islam,yaitu dari etnik Batak, Jawa, dan Cina yang sebagaian besar beragama Kristen
(Protestan
dan katholik).
Kehadiranpendatang lebih meningkat sejak tahun 1983 dengan dibangunnya perumahan
Dian Perrnai, Sumbersari, dan terakhir
Sakura
Indah yang
sebagian
besar berasaldari etnik Cina
dan beragama Protestan, Katholik, Hindu, dan Budha. Penduduk Kelurahan Babakanta-hun
l99lll992
jumlahnya 17.629
jiwa
terdiri atas 4369 Kepala Keluarga(KK) dengan
kepadatan
153jiwa/Km2.
Rasio antara penduduk pria dan wanrtaberkisar
antara 45%ober-banding 55%.
Dari
segi
agama,
mayoritas
(15.758 orang atau 89,38%) pendudukBabakan beragama
Islam,
menyusul Protestan(1.000 orang
atau 5,67yo),Katholik (531
orang
atau
3,01%),
Budha (206 orang atau 1,16%),Hindu
(37 orang
^rau O,2Oyo) dan sisanya (97
orang atau
0,55%) lain-lain
(Keper-cayaan,
Konghuchu),
sehingga
pe-meluk
Islam
relatif
mendominasi danmenonjol dalam kegiatan hidup
keaga-maannya daripada non-Islam,
ter-masuk dalam pemi I ikan tempat-tempatibadat.
Jika
dilihat
darijumlah
pemeluknon-Islam
tadi,
sebagianbesar
pe-meluk
Kri
sten
(Protestan
dan Katholik), yaitu I 531jiwa
atau 8,68 %, sehingga interaksi sosialyang
terjadiseperti
konflik
lebih sering antara Islamdan Kristen.
Komposisi penduduk
Babakandari segi pendidikan menunjukkan,
ba-hwa dari total penduduk (17 .629
jiwa)
terdapat 12.425
jiwa
yangberpendidi-kan dari
tidak
tamat
SD
(SekolahDasar) sampai
ke
PerguruanTinggi
(PT), atau dari segi prosentase sebesar7 0,48%o
dari
total
penduduk.
Sele-bihnya, adalah penduduk yang belumsekolah yaitu 2733 jiwa (15,50%), dan
sisanya
yang
tidak
bersekolahyaitu
2471 atau 14,01%o dari total penduduk,
Tamatan
perguruantinggi (sebagian
besar akademi) hanya 6,l|%io dariduduk yang berpendidikan atau 4,360/o dari total penduduk
Babakan.
Pen-duduk
Babakan
menurut komposisi
usia menggambarkan usia produktifre-latif
tinggi,
yaitu
10.956jiwa
atau 62,14Yo yaitu mereka yang berusial5
-54 tahun. Selebihnya adalah golongan usia anak-anak0-9
tahun2741
onng
(15,54%), usia 10-14 tahun 131I orang(7,43%),
dan usia lanjut 55 tahun ke atas sebesar 2621 orang atau 14,860/o.Sedangkan
komposisi
penduduk menurutetnik
atau suku-bangsa yang beradadi Babakan
terdiri
atas etnik Sunda sebagai mayoritas, Jawa,Suma-tra (Batak),
Sulawesi, Nusa TenggaraTimur (NTT),
Irian
Jaya,
dan etnik
Cina sertaIndia.
Setelahetnik
Sunda,sebagian besar adalah
etnik
Tiong-hoa/Cina.3.
Kehidupan
Ekonomi
Penduduk Babakan dari segi mata pencaharian sbagian besar
terdin
dari buruh dan pedagang(
4520 orang atau49% buruh
dan 3032 orang atzu 33o/opedagang), yaitu buruh pabrik dan ban-gunan serta pedagang-pedagang kecil.
Selebihnya adalah
petani,
penjahit,dukun
bayi,
bidan, mantri
kesehatan,guru,
pegawai negeri,ABRI.
pensiu-nan, jasa angkutan,industri
kecil
danmenengah, wiraswasta,
dokter,
dan pengusaha.Pusat-pusat kegiatan ekonomi dan organisasi produksi antara lain pasar di Terusan Suryani, pabrik tahu dan kue seria pabrik kardus di Babakan tengah, dan
pabrik
tas, dompet, dan kimia di wilayahBlok
Kupat, serta pusatperbe-lanjaan
di
SumbersariIndah.
Pusat-pusat ekonomi yangproduktif
dikuasai oleh penduduk dari etnik Cina dan ber-agama Krsiten, baik Katholik maupun Protestan.4.
Kehidupan
Politik
Kehidupan
politik
di
Babakan da-pat dibedakan ke dalam dua kegiatan, pertamakegiatan
partai
politik,
dan kedua kegiatanpolitik
yang dilakukan masyarakat yang berkaitan denganper-juangan
memperebutkan
kekuasaantertentu.
Dalam dua Pemilu terakahir (1977
dan 1992)
GOLKAR
keluar
sebagai pemenang dengan kemenangan yangtipis,
setelah duaPemilu
sebelumnya (1917 dan 1982 pascafusi
Parpol) di-menangkan oleh PDI. Perolehan suara hasil Pemilu 1992 tersebut lengkapnya adalah,dari jumlah pemilih
sebesar12217
orang, PPP
2383
suara
(19,45%),
GOLKAR
5740
suara
(46,'14%), dan
PDI
4094 (33,8r%). KemenanganPDI
atasGOLKAR
sebelum duaPemilu terakhir,
karena daerah Babakan termasuk daerah basisPM
(Partai
NasionalIndonesia),
ba-hkan sebelumtahun
1965 daerahini
termasuk basis
PKI
(Partai
KomunisIndonesia)
sehingga
sering
dis ebut "daerah merah". Sedangkan kemenan-ganGOLKAR
didukung olehkehadi-ran penduduk
perumahan
(S a ku ra,Dian, dan
Sumbersari)
dan
setelah NahdhatulUlama
(NU) "Kembali
keKhittah
1926".Sedangkan
mengenai
kegiatanpolitik
masyarakat yang lebrhjol
adalah dalam pemilihan
Ketua
Rukun Warga
dan
Ketua
Rukun
Tetangga.
Di
dalam
pemerintahanKelura-han, seluruh
aparatKelurahan
bera-gamaIslam,
demikian halnya
dari
6Ketua RW seluruhnya beragama Islam, dan hanya terdapat seorang Ketua
RT
yang beragama
Katholik
(etnik
Cina)dari
49 Ketua
RT
di
Kelurahan
ini.Dalam
menduduki jabatan-jabatan dipemerintahan
dan organ isasi
ke-masyarakatan tersebut, terdapat pulakepentingan- kepentingan
tertentu
yang
diklaim
sebagai kepentingan kea-gamaan, meskipun tidak terlalu kentaradi
permukaan.5,
Keluarga dan
Sistem
Kekera-batan
Bentuk keluarga
di
dalam
masyarakat Babakan
selain
keluargabatih atau
inti, juga
keluarga
luas,Keluarga
inti terdiri
atas suami, istri,dan
beberapa anak. Rata-rata jumlahanak
sekitar
5
orang.
Sedangkan keluarga luas, selain keluarga inti, padaumumnya ditambah beberapa anggota sekerabat
dan
yang
bukan
sekerabat seperti pembantu rumahtangga. Dalam batas tertentudi
kalangan pemeluk Is-lam terdapat kecenderungan yangmen-garah
ke pelonggaran
poligami
dan kawin-cerai.Sedangkan
sistem
kekerabatanyang terdapat dalam
masyarakat
Babakan pada umumnya adalah sistem kekerabatan Sunda,
yaitu
sistem bilat-eral yangditarik
dari
garis keturunan pihakibu
maupun bapak. Sistemkek-erabatan
di
Babakan berpengaruh pulapada pengelompokan
sosial
keaga-maan Islam.Dari
segi
agama,
keanggotaan dalam kehidupan keluarga dan kekera-batandi
Babakanrelatif
masih homo-gen, artinya pada umumnya masih satu agama, baik Islam maupun non-Islam. Terdapat beberapa keluarga yang ang-gota keluarganya berbeda agama, akan tetapi pada umumnya berakhir dengan kepindahan salahsatu
anggola yang berbeda agama itu sehingga menjadi satu agama atau berakhir dengan per-ceraian j ika yang berbeda agama ialah suami atauistri.
Kasusdemikian
se-bagian besar dari keluarga pendatang, bukan penduduk asli setempat.
6.
Penggolongan
dan
Pengelom-pokan Sosial
Penggolongan
dan
pengelom-pokan sosial
di
Babakanyang
lebih menonjol antara lain yang berdasarkanagama
dan
sosial-ekonomi.
B er-dasarkan agama, penggolongarl sosial tampak menonjol dalam golongan Is-lam di mana terdapat kelompok-kelom-pokan keagamaan sepertiNU,
Persis, Muhammadiyah, dan kelompok Islam lainnya yang lebih kecil. Antara kelom-pok Persis danNU
seringterjadi
kon-flik
terutama persaingan
yang
diwujudkan dalam
pengelolaan mas-j id-masjid
jami
dengan
rangkaian
kegiatan mas ing-masing, karena
perbe-daan faham ajaran. Muhammadiyah
le-bih
diterima oleh kedua
kelompok
Islam lainnya. Sedangkan pada
gan
Kristen
berbentuk
kelompok-kelompok sekte dan persekutuan.Penggolongan
dan
pengelom-pokan
sosial lainnya
berdasarkantingkat sosial dan ekonomi
yang lebih berbentuk pelapisan sosial. Golongansosial-ekonomi
tinggi
berpusat di
SakuraIndah,
golongan menengah di SumbersariIndah
dan
Dian
Permai,dan golongan bawah di daerah babakan pada umumnya yang sering disebut
se-bagai daerah "pedalaman". Golongan sosial-ekonomi
tinggi
dan
menengah sebagian besar dari etnik Cina dan ber-agama non-Islam, sedangkan golongan bawah darietnik Sunda dan beragama
Islam.7.
Kehidupan Keagamaan
Kehidupan
keagamaan
dalam
masyarakat Babakan, khusus
di
lingkungan pemeluk Islam,
secaraumum
dapat
dikategorisasikanseba-gaimana kategorisasi Geertz, yailu
golongan santri dan abangan,
baik
dalam
lingkup
kehidupan pribadi,
keluarga, maupun masyarakat.Golon-gan awam yang belum
sepenuhnya melaksanakan ajaranIslam,
terutama sholat lima waktu, sering disebutseba-gai 'Jalma
jauh
ka bedug".Sementara
di lingkungan
Kristen,juga
terdapat sebagian pemeluknya
yang
tidak ke
gereja
maupun
melakukan kegiatan kerohanian dalam lingkup persekutuan.E.
Kepemimpinan
Kepemimpinan
tokoh
agama dalam kehidupan masyarakat Babakanmasih diakui keberadaan dan peranan-nya, meskipun
dalam
hubunganden-gan warga masyarakat
mengalami
polarisasi melalui pengelompokkan
sosial terutama berdasarkan faham kea-gamaan. Pemimpinformal
dalampe-merintahan
Kelurahan
merupakan
pejabat
pemerintah karena statusnyasebagai pegawai negeri sehingga
relatif
kurang dekat
dengan
warga
masyarakat, namunsegi
agama selu-ruhnya beragama Islam sehingga dapatmemiliki
hubungan tertentu terutama dengan mayoritas penduduk yang me-mang beragama Islam. Sedangkanun-tuk
pemimpin
informal,
pada
umumnya
tokoh
masyarakat
di
Babakan
adalahjuga
tokoh
agama, terutamatokoh agama Islam. Seluruh
KetuaRW (tujuh
orang) beragamaIs-lam, dan
dari
49 Ketua
RT
hanya seorang yang beragama Kristen.C. HASIL PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Dalam hubungan
antar
pemeluk agamadi Babakan selain
terwujud
in-tegrasi yang mengarahke kerukunan,
juga terdapat konflik. Selain itu, terda-pat pula prasangka danstereotif.
Kon-flik yang
sempat
muncul terutama
dalam
masalahpendirian gereja,
se-hingga dapat dikatakan lebih antara
pe-meluk
agama
Islam
dan
Kristen
(Katholik
dan Protestan). Namunkon-flik
yang
sempat
timbul
itu
tidak
merusakkan tatanan kerukunan yangtelah
berkembang
relatif baik,
meskipun potensikonflik
dalam batastertentu masih terdapat dalam sebagian
kecil pemeluk kedua agama tersebut.
1.
Kerukunan Hidup Antar Umat
BeragarnaDalam
kebudayaan
masyarakatBabakan
sebagaimana
masyarakatSunda pada umumnya terdapat potensi
kerukunan
dari
lingkungan
sosial
terkecil
(individu
dan keluarga) sampaike
masyarakat, yang tergambar dalam "ugeran" atau patokan "akurjengbatur
sakasur,
batur
sadapur,
balur
sasu-mur,
terusbatur
salembur".
Artinya,"hidup rukun
denganteman
sekasur(suami
istri),
teman satu dapur
(keluarga), teman
satu
su mur(tetangga),
dan
teman satu kampung (masyarakat)".a.
Kerukunan antar
Pribadi
dan
Pertemanan
Kerukunan dalam
hubunganantar
pribadi
dan pertemanan dari pe-meluk agama berbeda di Babakan lebihbersifat
tidak
terjadinyakonflik
dari-pada terbentuknya kerukunanaktif
Halitu
karena pada lingkunganfisik
dan sosialdi
mana penduduknya majemukdari
segi agama(di
lingkunganperu-mahan)
memiliki
kegiatanhidup
se-hari-hari yang tergolong sibuk
dansendiri-sendiri, sehingga
tidak
terjadikontak hubungan yang erat dan
inten-sif.
Sementaradi
daerah-daerah lainyang
secarafisik
maupun sosialme-mungkinkan
kontak
hubungan yang erat dan tinggi, pemeluk agama non-Is-lam sangat sedikit.b.
Kerukunan dalam Keluarga
danKekerabatan
Di
Babakan
tidak
banyak
keluarga
yang
para anggota
keluar-ganya terdiri dari pemeluk agama yang
berbeda,
kecuali
para
pembantu
ruhamtangga yang pada umumnya
ber-agama
Islam
bekerja dan
tinggal
di
dalam keluarga- keluarga non-Islam dilingkungan
perumahanDian
Permaidan
Sumbersari. Terdapat
beberapa keluarga yang anggotanya padaawal-nya
berbeda agama,tetapi
kemudianberpindah
agamasehingga menjadi
seagama,atau
berakhir
dengan
per-ceraian. Kasus demikian pada umum-nyadialami
oleh keluarga pendatang, bukan penduduk asli setempat, keculaisatu keluarga
di RW
0l
Situ
Aksan.Sehingga
perbedaan agama
dalamkeluarga
belum muncul
s ebaga i masalah sosial dalam masyarakat.c. Kerukunan
dalam
Ketetang-gaanKe ru kunan
antar
pemeluk
agama dalam
lingkup
ketetanggaanhampir sama dengan kerukunan dalanr pertemanan,
yakni
bersifat pasif. Pada Iingkungan keluarga-keluargadi
peru-mahan meskipun warga masyarakatnyaterdiri
atas pemeluk agama yang bera-gam, tetapi karena kesibukan dankon-disi
lingkungan sosial
yang lebih
individual,
tampak kurangbegitu
erat dan intensif. Sedangkan padaIingkun-gan
daerahyang
secaralingkungan
fisik
maupun sosial memberi peluangpada terbukanya hubungan ketetang-gaan secara erat dan intensif, pemeluk
agama
non-Islam
sangat
sedi kit.
Karena
itu
hubunganantar
tetangga yang berbeda kurang atau tidak teryadiseoara intensif dan erat.
d.
Kerukunan
dalam Struktur
Kegiatan
Masyarakat
Hubunghubungan sosial
an-tar
pemeluk
agamadi
Babakan yang menjurus ke arah kerukunan dapat puladilihat
dalam struktur
k eg iata nmasyarakat
seperti dalam
hubungan ekonomi, politik,
pendidikan,
lingkaran hidup, dan kegiatan kehidu-pan sgsial sehari-hari. Dalam strukturkegiatan
masyarakat tersebut perbe-daan agamatidak
menjadi
kendala dalam melakukan hubungan sosialse-suai kepentingan bersa- ma.
Terdapat kasus
yang
menarik
dalam
bidang pendidikan,
bahwa di Sekolah Dasar yang dikelola Yayasan pendidikan Islam Al-Barokah, terdapatenam siswa
yang
beragama Kristen,tiga
di
antaranyatelah lulus
dan tiga lainnya masih di bangku sekolah.Dalam kegiatan
politik,
pendudukdi
perumahanDian,
Sumbersari, dan Sakura, yang pada umumnya beragamanon-Islam
dan dari etnik Cina
sertaBatak, bersama penduduk beragama
Is-Iam lebih rnemilih GOLKAR
dalamPemilu,
sehingga sejak dua
Pemiluterakhir
GOLKAR
keluar sebagai pe-menang mengalahkanPDI,
meskipun dengan kemenangan tipis.Sedangkan
dalam kegiatan
ek-onomi
dan lingkaranhidup,
telahter-bentuk
kerukunan
hidup
antar
umatberagama,
meskipun terdapat
batas-batas tertentu yang tidak dilampaui.
2.
Prasangka danStereotif
Dalam
batas
tertentu
gej al aprasangka dan seterotif
juga
tumbuh dalam hubungan antar pemeluk agamadi
Babakan, terutama pada sebagaian penganutIslam
dan
Kristen.
Di
se-bagian
kecil
orangKristen
misalnya,terdapat
sebagian prasangka bahwa orang Islamitu
"galak" atau"fanatik",
tetapi mereka
juga
menambahkan ba-hwa sebenarnya saudaranya yangbera-gama Islam itu pada dasarnya baik, dan yang bersikap "galak" atau
"fanatik" itu
hanya sebagian
kecil
saja. Tetapi pada sebagian pemelukIslam
pun terdapat prasangka dan stereotif, bahwaorang-orang Kristen suka bersikap "ada udang
di balik
batu" kalau memberi sesuatu, yaitu mengembangkanmisi
agamanyamelalui
cara-cara penyantunan sosia Ikepada warga masyarakat.
Apabila latar belakang keagamaan menyatu dengan etnik, maka prasangka atau seterotif
yang muncul
diperkuat oleh prasangka atau seterotif yangber-sifat etnik
atau
rasial.
Misalnya
prasangka atau seterotif tentang orang Cina yangpelit,
"memberi satu,mero-goh banyak",
sulit
bergaul
dengan pribumi, k urang rasa nasionalismenya. dan sebagainya Orang Batakjuga
di-pandang
oleh
sebagian
penduduk
setempat sebagai " kasar".
3.
Konflik
Timbulnya
konflik
dalam hubun-gan anlar pemeluk agamadi
Babakanyang lebih menonjol adalah dalam
ben-tuk
ketidak-setujuan para pemelukIs-lam
terhadap usaha-usaha pihak
pemeluk
Kristen
(Protestan maupunKatholik) untuk
membangun gereja di daerahtersebut.
Dalam kaitankonflik
karena
pembangunan
gereja
di
Babakan tercatattiga
kasus. Perlama pembangunan GerejaKatholik di Situ
Aksan tahun 1987 yang berada dalamlingkungan
mayoritas umat
Islam
(Kristen
hanya
5
KK
dari 285 KK
dalam di tempat tersebut), yang hampir mengundang bentrokanfisrk
dan sem-pat dijaga keamanan dariABRL Kasus
kedua dan ketiga berturut-turut dalam rencana pendirian gereja di RW 03 danRW 06 yang
akhirnya gagal karenati-dak disetujui warga
setempat yang mayoritas umat Islam.Konflik
lain
adalah dalam
halpenggunaan
rumah
sebagai
tempatibadat umat
Kristen
di
Blok
Kupat, yang akhirnya ditutup oleh pemerintahKelurahan karena dapat memancing
konflik.
Selain itu, pernah terjadi kasusseorang pemuda
yang secara
demon-stratif memakan daging anjing di depanorang-orang Islam di Babakan tengah, yang sempat mengundang reaksi
fisik
warga setempat berupa perusakan ru-mah si pemuda, dan akhirnya diselesai-kan oleh pihak berwajib.Dari
kasuskonflik
tersebut dapatdilihat bahwa
konflik
dalam hubungan antar pemeluk agama di masyarakat itutimbul
manakala salah
satu
pihak
melampaui batas-batas kepentingan
maupun aiaran yang difahami ataudi-yakini oleh
pemeluk
agamalain
se-hingga
timbul
benturan kepentingan
yang
berbeda
satu
sama
lain,
baik
karena faktor doktrinajaran maupun
kep ent ingan -k epenti
ngan sosial
ke-masyarakatan.4.
Kondisi
danFaktor-faktor
yang
Mempengaruh iTimbulnya
konflik
dalam hubun-gan antar pemeluk agamadi Babakan,
dipengaruhi oleh beberapa kondisi danfaktor-faktor
yangbersifat intern
dan ekstern serta terkait dengan strukturke-hidupan
masyarakat
setempat
Per-tama, seperti pada kasus pembangunan gereja, makan daging anjing secara de-monstratif, dan pemakaian rumahseba-gai tempat ibadat, karena dilampauinya batas-batas kepentingan kehidupan
pe-meluk Islam. Kedua,
dilampauinya
batas-batas peraturan
pemerintah
khususnya yang mengatur pembangu-nan dan pemakaian rumah ibadatKetiga, kurang eratnya pendekatan
antara tokoh-tokoh agama di daerah ini.
Kondisi
atau faktor ketigaini lahkan
ditambah oleh kepemimpinan dikalan-gan Kristen yang tokoh-tokoh
aga-manya berasal
dari
luar,
sehingga kurang dapat berintegrasi dengankon-disi
masyarakat setempat, Faktor
keempat berupa masih
tumbuhnya
prasangka dan stereotif pada sebagian pemeluk agama, baik Islam maupunnon-Islam.
Dalam
situasi seperti ini
kadang
muncul pemicu
lain seperti
adanya selebaran tentang kristenisasidari
pihak-pihak yangtidak
diketahui sumbernya. Sedangkan kondisi ataufaktor kelima,
berkaitan dengandisi
ataufaktor
sosial,ekonomi,
danpolitik
yang menyertai munculnyakon-flik
dalam
hubunganantar
Pemeluk agama tersebut, baik pada golongan Is-lam maupun Kristen.Namun, selain
terdapat
potensikonflik
dan proses yang mengarah pada terjadinyakonflik
dalam hubungan an-tar pemeluk agama, terdapat pulakon-disi
serta
faktor-faktor
yang
mendukung tumbuhnya integrasi antar
pemeluk
agama
di dalam
kehidpanmasyarakat
Babakan.Di
antarakon-disi
se(a faktor
pendukungterwujud-nya integrasi itu adalah, pertama peran pemerintah
yang relatif
tegas dalam menegakkan peraturan khususnya yang berkenaan dengan penyebaran ajaran agama dan pendirian serta pemakaian tempat ibadah, selain dalam menangani kasus-kasus yang terjadi sehingga tidak meluas.Kondisi
dan
faktor
kedua
ialah,adanya hubungan-
hubungan formalatau kerja yang
dapat mengikat parapemeluk agama,
setidak-tidaknya
mereka menyembunyikan
identitas
keagamaannya sehingga
terwuj
udkerukunan sebagai warga masyarakat.
Kondisi
dan
faktor
ketiga,
secara umum tumbuh kesadaran para pemeluk agamaakan
pentingnyahidup
mem-bangun struktur kehidupan masyarakatdalam
kebudayaannasional
sebagaimasyarakat
maj emuk,
Yaitu
ke-budayaan nasional Indonesia.
D.
KESIMPULANDANSARAN
l.
Kesimpulan
a, Kehidupan
beragamdi
dalam masyarakat Babakan selain se-cara umum ditandai adanya in-tegrasi ke arah kerukunan hidup beragama,juga ditandai
oleh adanyakonflik
tertentu dalam hubungan antar pemeluk agamakhususnya antara pemeluk
agama Islam dan
Kristen
(baik Protestan maupunKatholik).
Proses
integrasi dan konflik
dalam hubungan antar pemeluk
agama tersebut
merupakan
bagian
dari
dinamika
peruba-han dan perkembangan kehidu-pan masyarakat Babakan yanglebih
majemuk serta
menujupada kehiduPan Perkotaan Yang lebih kompleks
b.
Kerukunan
hidup antar
Pe-meluk agama
dalam
masyarakat Babakan
meru-pakan kondisi dan proses yang berkembang
di
mana parape-meluk
agama dengan
ke-budayaan
yang
dimilikinya
menyadari dan
memahami
pentingnya hubungan
yang
rukun atau harmonis
dalamsuatu
sistem
kehidupan
masyarakat,
yaitu
masyarakat Babakan.Kerukunan
hidup antar
pe-meluk
beragama tersebutter-wujud antara
lain
dalam
kehidupan
ekonomi, politik,
keluarga dan
ketetanggaan,
pendidikan, kegiatan
upacaralingkaran hidup, dan
dalamstruktur
kegiatan
kehidupan sosial sehar-hari.c.
Sedangkankonflik
yang terjadi merupakan proses yangtimbul
karenadilewatinya
batas-bataskepentingan kehidupan
antargolongan
umat beragama yangterwujud
dalam bentukperten-tangan kepentingan khususnya antara golongan pemeluk Islam
dengan
Kri
sten tentang
pendirian atau
pembangunangereja
dan
pemakaian rumahsebagai tempat ibadat pemeluk Kristen
di
daerah setempat.Kendatipun
masalahpemban-gunan gereja dan pemakaian
ru-
2. mah sebagai tempat ibadat bagigolongan
Kristen
(Protestanmaupun
Katholik)
telahdipeca-hkan
atau diselesaikan, dalambatas tertentu masalah tersebut
masih mengandung
potensi
konflik
karena di satu pihakse-bagian golongan Islam
meman-dang
tidak
perlu
dibangun
gereja di tengah-tengah mayori-tas penduduk beragama Islam, sementara sebagian golongan
Kristen
memandangnyaseba-gai
kepentinganyang
realistis bagi mereka.d, Dalam
hubungansosial
antarpemeluk
agama di
daerah
Babakan,
baik
yang
terwujuddalam proses integrasi maupun
konflik,
satu
samalain
tidakberdiri
sendiri tetapi
saling
berkaitan dengan aspek-aspek
lain
dalam kehidupan
keaga-maan
dan
kehidupan
masya-rakat
seoara
kes el uru han.Aspek-aspek keagamaan teru-tama berkaitan dengan
tingkat
pemahamandan
pengalaman keagamaan dari masing-masing golongan sertakelompok
kea-gamaan, sedangkanaspek-as-pek
yang
berkaitan
denganstruktur kehidupan masyarakat
ialah
aspekekonomi,
politik,
dan sosial serta penguasaan atas
sumber-sumber
k ehidu pandalam masyarakat tersebut.
Saran
a.
Para tokoh agama darimasing-masing umat
beragama
hen-daknya
lebih
meningkatkan
perananya sebagai
pemandudan pemberi
contoh
dalam
mewujudkan kerukunan hidup antar perneluk agama, sekaligus berfungsi sebagai
faktor
pere-dam
konflik
apabila terjadikon-flik
dalam hubungan
antar
pemeluk agama.
b.
Pemerintah dan aparat atau pe-jabat pemerintahannyadiharap-kan
dapatlebih
meningkatkan pelaksanaan peraturan khusus-nya yang mengatur penyebaran agamadan
pembangunanru-mah ibadat atau
pemakaiantempat-tempat
untuk
i badatbagi
seluruh pemeluk
agama,sehingga terdapat aturan maln
atau
peraturan yangjelas
dan tegas yang dapat dijadikan pe-domandi
lapangan, baik dalam upaya meningkatkan terwujud-nya kerukunan maupun dalam mencegah atau menyelesaikan adanyakonflik
dalam
hubun-gan antar umat beragama.c.
Kepada semua pihak khususnya kepada para tokoh agamamas-ing-masing umat
beragama,hendaknya
meningkatkan
pema- haman akan
ajaran-ajaran
agama
bagi para
pe-meluknya, khususnya
yang
mengarah pada
kedewasaandan toleransi
hidup
beragamadalam
masyarakat tanpamen-gurangki keyakinan
masing-masing umat
beragama akanagama
yang
dianutnya. Salahsatu bentuk
usahanya
dapatmelalui
penataran-penataranatau
peny u I u han-p enyul uhankeagamaan
yang
bersifat
khusus dan intensif.
E
DAFTAR PUSTAKA
Fedyani Saifuddin, Achmad, Drs.
MA.
1986,
Konfik
dan Integrasi,
Perbe-daan Faham dalam Agama
Islam.
Jakarta. CV. Rajawali.
Geertz,
Clifford,
1989, Abangan, San-ti,
Priyayi
Dalam Masyarakat Jdwa. Jakarta. Pustaka Jaya.Koentjaraningrat,
Prof.
Dr.,
1976,Manusia Dan Kebudayaan
Di
Indone-sia. Jakafta. Djambatan.Koentjaraningrat,
Prof.
Dr.,
1979,Pengantar
llmu
Antropologl.
Jakarta. Aksara Baru.Koentjaraningrat,
Prof.
Dr.,
1982,Masalah-Masalah Pembangunan
:Bungan Ram pa i An t ropol
ogi
Terapan.Jakarta. LP3ES.
Koentjaraningrat,
Prof.
Dr.l
985 AgamaDan
Tantangan Zaman:
Pili-han Artikel Pisnta
I975- 1984. Iakana. LP3ES,Madjid,
Nurcholish,
Dr.,
1992 IslamDoktrin
Dan Peradaban- Jakarta.
Paramadina.
Nasikun,l984,
Sistem SosialIndone-sia. Jakarta. Rajawali.
Paul
Johnson,
Doyle,
1986,
TeoriSosiologi
:
Klasik
Dan
Modern.
Jakarta. Gramedia.
Rahmat,
Jalaludd in,l986,
Islam
AI-ternatif.
Miz
n. Bandung.Roberstson,
Roland (ed.),
1980,
Agama Dalam
Analisa Dan
Interpre-tasi
Sosi ol ogi. Jakarta. Rajawali.Sudjangi (ed.),
1982,Kajian
AgamaDan Masyarakat. Jakatta
BalitbangAgama Departemen Agama R.I.
Sumardi, Mulyanto (ed.),
1982,
Penelitian
Agana
:
Masalah
Dan
P e m i ki ran - Jakarta. S inar Harapan.
Suparlan,
Parsudi
(ed.), 1982,Peng"-tahuan Budaya, Ilmullmu Sosial, Dan
Pengka-jian
Masalah-Masaloh Agana. Jakarta. Balitbang Agama Depag R.I.Suparlan, Parsudi
(ed. )l98a
Manttsia, Kebudayaan,Dan
Lingkun-gan nya. Jakarta. Rajawal i
Widjaja,
A.W.,
Drs. (ed.), 1986,Indi-vidu,
Keluarga,
Dan
Masyarakat.
Jakarta. Akademika Pressindo.*)
RangkumanPenelitian
ini
meru-pakan rangkuman dari Pelaporan Hasil
Penelitian yang penulis Iakukan dalam
rangka
mengikuti
Pelatihan Peneliti
Agama AngkatanXIV
GelombangII
selama empat bulan (Oktober 1992 sld
Januari 1993)
yang
diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengemban-gan Agama, DepartemenAgama
R I.dan telah diseminarkan pada tanggal 23
Januari 1993
di
Wisma
Depag, TuguSelatan, Cisarua, Puncak, Jawa Barat.